• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu ruang

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 49,165 ± 1,5190 MS

2 B 47,3958 ± 1,5208 MS

3 C 42,7980 ± 1,5208 MS

4 D 41,3829 ± 2,6340 MS

5 E 42,0903 ± 1,5208 MS

6 F 36,7848 ± 4,0238 MS

7 G 24,4053 ± 2,6340 TMS

8 H 18,3924 ± 1,5208 TMS

9 I 10,9647 ± 1,5208 TMS

10 J 9,9036 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar

TMS : Tidak Memenuhi Standar

Lampiran 2. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu pemanasan 500C

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 42,7977 ± 1,5208 MS

2 B 39,2607 ± 2,6343 MS

3 C 37,8460 ± 1,5208 MS

4 D 34,3089 ± 1,5208 MS

5 E 36,7848 ± 1,5208 MS

(2)

7 G 19,8072 ± 1,5208 TMS

8 H 14,1480 ± 1,5208 TMS

9 I 7,7814 ± 1,5208 TMS

10 J 7,0740 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar

TMS : Tidak Memenuhi Standar

Lampiran 3. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu pemanasan 750C

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 36,7848 ± 3,0417 MS

2 B 35,3700 ± 1,5208 MS

3 C 33,2480 ± 1,5208 MS

4 D 31,4793 ± 1,5208 MS

5 E 33,6010 ± 1,5208 MS

6 F 24,4053 ± 2,6340 TMS

7 G 15,9165 ± 2,6340 TMS

8 H 10,9647 ± 1,5208 TMS

9 I 3,8907 ± 1,5208 TMS

10 J 3,5370 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar

(3)

Lampiran 4. Syarat Mutu Garam konsumsi sesuai SNI 01-3556-2000

No Parameter Satuan Persyaratan Mutu

1 Kadar Air (H2O) % (b/b) maks. 7,0

2 Kadar NaCl

(dihitung dari jumlah Klorida (Cl-)

% (b/b) min. 94,7

3 Iodium dihitung sebagai KIO3 mg/kg min. 30

4 Cemaran Logam

Timbal (Pb) mg/kg maks. 10,0

Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10,0

Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,1

(4)

Lampiran 5. Sebaran-t

Nilai t untuk selang kepercayaan 90% 95% 98% 99%

Nilai gawat t untuk nilai P 0,10 0,05 0,02 0,01

Banyaknya derajat kebebasan

1 6,31 12,71 31,82 63,66

2 2,92 4,30 6,96 9,92

3 2,35 3,18 4,54 5,84

4 2,13 2,78 3,75 4,60

5 2,02 2,57 3,36 4,03

6 1,94 2,45 3,14 3,71

7 1,89 2,36 3,00 3,50

8 1,86 2,31 2,90 3,36

9 1,83 2,26 2,82 3,25

10 1,81 2,23 2,76 3,17

12 1,78 2,18 2,68 3,05

14 1,76 2,14 2,62 2,98

16 1,75 2,12 2,58 2,92

18 1,73 2,10 2,55 2,88

20 1,72 2,09 2,53 2,85

30 1,70 2,04 2,46 2,75

50 1,68 2,01 2,40 2,68

∞ 1,64 1,96 2,33 2,58

Keterangan:

(5)

Lampiran 6. Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai macam merek yang dianalisis

Lampiran 7. Contoh larutan sampel garam yang memenuhi standar (gambar kiri dengan kode sampel A) dan yang Tidak memenuhi standar

(6)

Lampiran 8. Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan)

(7)

Lampiran 10. Perbandingan warna larutan sampel sebelum ditiitrasi (kiri) dan setelah mendekati titik akhir titrasi (kanan) sebelum penambahan indikator amilum

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : EGC

Ahuja, S. 1989. Selectivity and Detectability Optimizations in HPLC. New York: John Wiley & Sons

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Anggraini, N. 2001. Perbandingan Metode Titrasi Iodometri dan Spektrofotometri Sinar Tampak untuk Penentuan Kandungan Iodat dalam Garam Pasar. [Skripsi] Jakarta : FT. UI

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga

BPOM RI. 2006. Penentuan Spesi Iodium dalam Garam Beriodium dan Makanan dengan Metode HPLC Pasangan Ion. Volume 7. No.3. ISSN 1829-9334

Buckle, K.A., R.A.Edwards., G.H.Fleet., and M.Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI

Cahyadi, W. 2008. Pengaruh Lama Penyimpanan, Kelembaban Relatif (RH), dan Suhu Terhadap Kestabilan Garam Beryodium. [Jurnal Teknologi dan Indudtri Pangan] Bandung: FT. Universitas Pasundan

Chauhan, S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha K.M. 1992. Stability of Iodized Salt with Respect to Iodine Salt. [Journal of Research and Industry] India

Day,R.A. dan Underwood,A.L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi Pertama. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Diosady, L.L., Alberti,J.O., Venkantesh Mannar, M.G and Stone,T. 1997. Stability of Iodine in Iodized Salt Used for Correction of Iodine Deficiency Disorder Food and Nutrition. [Bulletin] 18 (4): 388-96

Fleck,H. dan Elizabeth, M. 1962. Introduction to Nutrition. New York : The Macmillan Company

(9)

Hardjadi, W. 1985. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Irawati, A. 1993. Kadar Zat Iodium dari Garam Beriodium Selama Proses Pengemasan, Penyimpanan, dan Penanganan di Rumahtangga di wilayah Bogor. [Jurnal Penelitian Gizi Makanan]

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press

Miller, J.C dan Miller, J.N. 1991. Statistik Untuk Kimia Analitik. Bandung : Penerbit ITB

Moehji, S. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Bhratara

Muchadi, D. 1992. Masalah-masalah Fortifikasi Iodium dalam Penangggulangan GAKI. PAU Pangan dan Gizi. Bogor : IPB

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Bandung: Airlangga Universitas Press

Mulyono, HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta : PT Bumi Aksara

Riyanto. 2004. Optimasi Metode Penentuan Kandungan Iodium dalam Garam Dapur dengan Spektrofotometri UV-VIS. [Jurnal Ilmiah] FMIPA Universitas Islam Indonesia

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka belajar

Saksono, N. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Dengan Metode Iodometri Dan X-Ray Fluorescence. [Jurnal teknologi] FT UI

Shongwe, S. 2007. Manual of Laboratory Methods for fortified Food (Vitamin A, Riboflavin, Iron and Iodine ). Part 1 (Determination of Iodine in Salt). Tanzania : ECSA-HC

SNI 01-3556-2000. Kadar spesi Iodium dalam Garam dapur

Sudarmadji, S. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta

Vogel, A. I. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. London: Longman Group Limited

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004

WHO. 1996. Trace elements in human nutrition and health

(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

− Neraca Analitik Shimadzu ATX 224

− Buret Pyrex

− Statif dan Klem

− Termometer Fisons − Hot plate Fisher − Beaker Glass Pyrex − Labu Erlenmeyer Pyrex − Pipet Volume Pyrex − Maat Pipet Pyrex − Labu ukur Pyrex − Oven

− Cawan Krusibel

3.2. Bahan

Garam konsumsi dengan kode sampel A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J − Na2S2O3.5H2O p.a.E.Merck

− KI p.a.E.Merck

− KIO3 p.a.E.Merck

− H2SO4(p) p.a.E.Merck

(11)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Reagen

a) Larutan standar Na2S2O3 0,005 N

Sebanyak 1,2400 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan aquadest dan

diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda,

kemudian ditambahkan 3 tetes kloroform lalu dihomogenkan. Larutan ini

disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.

b) Larutan KI 10%

Sebanyak 10 gram KI dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan

aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda kemudian

dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang

gelap.

c) Larutan Indikator Amilum 0,5 %

Sebanyak 0,5 gram Amilum dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan

dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda lalu

dihomogenkan kemudian dididihkan selama 2 menit hingga larutan jernih.

d) Larutan baku KIO3 0,005 N

Sebanyak 0,1783 gram kristal KIO3 yang telah dikeringkan dari dalam

oven pada suhu 1050C selama 2 jam dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda

kemudian dihomogenkan.

e) Larutan H2SO4 2N

Sebanyak 13,8 mL H2SO4(p) dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam

labu ukur 250 mL yang telah berisi aquadest, kemudian diencerkan dengan

(12)

3.3.2. Preparasi Larutan Sampel

Sebanyak 50 gram sampel dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan

aquadest dalam labu ukur 250 mL hingga garis tanda kemudian dihomogenkan.

Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.

3.3.3. Standarisasi Larutan standar Na2S2O3

Dipipet sebanyak 10 mL larutan baku KIO3 0,005 N dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2 N.

Disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk

mencapai reaksi yang optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga

terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan

standar Na2S2O3 hingga warna larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan standar

Na2S2O3 yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama sebanyak 3 kali dan

dihitung Normalitas Na2S2O3 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

���2�2�3 =

����3 ����3

���2�2�3

Dimana: ���223 adalah Normalitas larutan standar Na2S2O3 (mek/mL)

��223 adalah volume rata-rata larutan standar Na2S2O3 (mL)

���3 adalah normalitas larutan KIO3 yang digunakan (mL)

(13)

3.3.4. Penentuan I2 pada suhu ruang dengan metode titrasi Iodometri

Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2N. Disimpan pada

tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang

optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga terjadi

perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan 2

mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3

0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan

standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama

sebanyak 3 kali.

3.3.5. Penentuan I2 pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C

dengan metode titrasi Iodometri

Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer, ditambahkan 5 mL KI 10%. Kemudian campuran larutan dipanaskan

diatas hotplate yang telah diatur dan diukur suhunya dengan menggunakan

termometer hingga suhu 500C. Ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah

dipanaskan hingga suhu 500C. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan

standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat

volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur

yang sama sebanyak 3 kali. Dilakukan prosedur yang sama untuk penentuan kadar

(14)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Preparasi sampel

dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL

dilarutkan dengan aquadest

dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL

diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda

dihomogenkan

50 gram sampel garam

(15)

3.4.2. Standarisasi larutan standar Na2S2O3

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ditambahkan 5 mL KI 10%

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N

disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya

selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang

optimal

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga

terjadi perubahan warna dari kuning hingga kuning

lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%

dititrasi kembali dengan menggunakan larutan

standar Na2S2O3 hingga warna biru larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 yang

terpakai

diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan KIO3 0,005 N

(16)

3.4.3. Penentuan kadar I2 dengan metode titrasi Iodometri

a) Penentuan kadar I2 pada suhu ruang

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ditambahkan 5 mL KI 10%

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N

disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya

selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang

optimal

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga

kuning lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%

dititrasi kembali dengan menggunakan larutan

standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru

larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan sampel

(17)

b) Penentuan kadar I2 pada suhu pemanasan 500C

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ditambahkan 5 mL KI 10%

dipanaskan hingga suhu 500C

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah

dipanaskan pada suhu 500C

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga

kuning lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%

dititrasi kembali dengan menggunakan larutan

standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru

larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali

dilakukan prosedur yang sama untuk sampel dengan

pemanasan pada suhu 750C 10 mL sampel larutan garam

(18)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka data hasil pengamatan volume

titrasi larutan standar Na2S2O3 0,0050 Ndalam sampel yang dapat dilihat pada

tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1. Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk penentuan

Iodium

No Kode

Sampel

Volume Larutan standar Na2S2O3 0,005 N yang digunakan

dalam titrasi (mL)

Tanpa pemanasan Pemanasan pada

Suhu 500C

Pemanasan pada

Suhu 750C

V1 V2 V3 V1 V2 V3 V1 V2 V3

1 A 0,94 0,92 0,92 0,80 0,82 0,80 0,72 0,68 0,66

2 B 0,90 0,88 0,90 0,76 0,72 0,74 0,66 0,68 0,66

3 C 0,82 0.80 0,80 0,72 0,72 0,70 0,64 0,62 0,62

4 D 0,80 0,76 0,78 0,64 0,66 0,64 0,60 0,58 0,60

5 E 0,78 0,80 0,80 0,70 0,70 0,68 0,64 0,64 0,62

6 F 0,72 0,70 0,66 0,52 0,54 0,54 0,48 0,44 0,46

7 G 0,44 0,48 0,46 0,38 0,36 0,38 0,30 0,28 0,32

8 H 0,34 0,36 0,34 0,28 0,26 0,26 0,20 0,22 0,20

9 I 0,20 0,22 0,20 0,14 0,16 0,14 0,06 0,08 0,08

(19)

Keterangan Kode Sampel :

A = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.

B = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.

C = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-1999 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.

D = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020.

E = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam

kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu

kadaluarsa.

F = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Oktober 2019.

G = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam

kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada mencantumkan

waktu kadaluarsa.

H = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020.

I = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam

kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu

kadaluarsa.

J = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam

kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu

(20)

4.1.1. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu ruang

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut : (Shongwe, S. 2007)

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)

V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 49,8717 mg/kg

X2 = 48,8106 mg/kg

X3 = 48,8106 mg/kg

X = ∑ ��

� = 49,1643 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku (Miller,J.C., Miller J.N., 1991) sebagai

(21)

(X1 − X )2

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi

Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30 (Lampiran 4). Sehingga

diperoleh:

µ = 49,165 ±4,30 (0,6126)

√3

= 49,165 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,

(22)

4.1.2. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 500C

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)

V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 42,4440 mg/kg

X2 = 43,5051 mg/kg

X3 = 42,4440 mg/kg

X = ∑ ��

� = 42,7977 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :

(X1 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251

(X2 − X )2

= (43,5051 – 42,7977)2 = 0,5004

(X3 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251

(23)

Maka, S =

Σ�X1 − x

2

n −1

= 0,7506 2

= 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi

Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata

t = harga t distribusi

S = Simpangan baku

n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk

derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:

µ = 42,7977 ±4,30 (0,6126)

√3

= 42, 7977 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,

(24)

4.1.3. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 750C

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)

V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 35,0163 mg/kg

X2 = 36,0774 mg/kg

X3 = 35,0163 mg/kg

X = ∑ ��

� = 35,3700 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :

(X1 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251

(X2 − X )2

= (36,0774 – 35,3700)2 = 0,5004

(X3 − X )2

= (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251

(25)

Maka, S =

Σ�X1 − x

2

n −1

= 0,7506 2

= 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi

Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata

t = harga t distribusi

S = Simpangan baku

n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk

derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:

µ = 35,3700 ±4,30 (0,6126)

√3

= 35,3700 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,

(26)

4.2 Pembahasan

Telah dilakukan penentuan kadar Iodium di dalam garam konsumsi yang

diperoleh dari pasar kota Medan dengan menggunakan metode titrasi Iodometri

pada suhu ruang, suhu pemanasan 500C, dan suhu pemanasan 750C. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kadar Iodium di dalam berbagai

merek garam konsumsi yang berbeda A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J (Lampiran 6)

pada suhu ruang, suhu 500C, dan suhu 750C diperoleh hasil masing-masing secara

berturut-turut adalah (49,1650 mg/kg; 42,7977 mg/kg; 35,3700 mg/kg); (47,3958

mg/kg; 39,2607 mg/kg; 36,7848 mg/kg); (41,3830 mg/kg; 34,3090 mg/kg;

31,4790 mg/kg); (42,7980 mg/kg; 37,8460 mg/kg; 33,2480 mg/kg); (42,0900

mg/kg; 36,7850 mg/kg; 33,6010 mg/kg); (36,7850 mg/kg; 28,2960 mg/kg;

24,4050 mg/kg); (24,4050 mg/kg; 19,8070 mg/kg; 15,9170 mg/kg); (18,3924

mg/kg; 14,1480 mg/kg; 10,9647 mg/kg); (10,9647 mg/kg; 7,7814 mg/kg; 3,8907

mg/kg); (9,9036 mg/kg; 7,0740 mg/kg; 3,3570 mg/kg).

Penentuan kadar Iodium pada penelitian ini dilakukan menggunakan titrasi

Iodometri dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N, karena tehnik titrasi

merupakan tehnik yang sederhana, tetapi memiliki keakuratan yang tinggi.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Novita Anggraini (2001) mengenai

penentuan kandungan iodat dalam garam pasar yang menyimpulkan bahwa

dengan metode spektrofotometri walaupun menurut prinsip analisisnya lebih baik,

daripada iodometri, ternyata kurang akurat karena pembentukan warna larutan

yang kurang stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna

lebih cepat dan stabil perlu dilakukan pengadukan, dan waktu pendiaman yang

akan meningkatkan sensitifitas analisis. Pada titrasi ini, sampel yang bersifat

oksidator akan direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang selanjutnya akan

membebaskan Iodium (Lampiran 10) yang selanjutnya akan dititrasi dengan

larutan standar Na2S2O3. Karena reaksi akan cepat berlangsung dalam kondisi

asam, maka diperlukan pengaturan pH yang sesuai. Penentuan Iodium pada

suasana asam dengan indikator amilum (Lampiran 11) dikendalikan dengan

penambahan H2SO4 2 N. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyanto

(27)

dan asam klorida dan untuk memperoleh asam yang paling baik tela1h dilakukan

optimasi, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat merupakan asam

yang paling baik karena memberikan hasil Absorbansi yang tinggi dibandingkan

dengan asam nitrat dan asam klorida pada pH 2.

Menurut Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H. Fleet; and M. Wooton (1987)

plastik jenis PE mempunyai daya tembus uap air yang tinggi. Selain itu warna

terang plastik dapat mempercepat oksidasi iodium lebih banyak. Di samping itu

jenis plastik ini tidak tahan terhadap oksigen, dimana permeabilitas oksigen dapat

terjadi melalui pori-pori plastik. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya

oksidasi kalium iodat yang ada pada garam yang kemudian membebaskan I2

berupa gas ke udara. Kehilangan kadar iodium terbanyak pada garam yang

dikemas dengan menggunakan plastik yang berwarna bening dan kehilangan

kadar iodium paling sedikit adalah pada garam yang dikemas dengan

menggunakan gelas berwarna merah gelap. Kadar iodium garam setelah disimpan

selama 8 minggu adalah berkisar antara 31.40 ppm dan 39.43 ppm atau berkurang

sebanyak 7.70 % sampai 22.60 % (Anies Irawati, 1993), dan menurut Mutchadi

(1992) ; Diosady, L.L; Alberti, J.O; Venkatesh Mannar, M.G and Stone, T (1997)

bahwa garam beriodium yang dikemas dalam karung plastik dan disimpan selama

3 bulan pada suhu ruang, kandungan Iodatnya dapat dipertahankan sekitar 75%,

dan setelah disimpan selama 9 bulan turun sampai 50% dari kadar semula.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar Iodium pada produk

garam dengan merek yang berbeda memiliki kadar yang berbeda juga, hal ini juga

dapat terlihat dari warna kuning larutan sampel (Lampiran 8). Dari 10 sampel

yang dianalisis pada suhu ruang, ditemukan bahwa terdapat 6 sampel yang

memenuhi SNI 01-3556-2000 (Lampiran 5) dan terdapat 4 sampel yang belum

memenuhi standar yang telah ditetapkan. Secara fisik warna larutan sampel yang

memenuhi standar juga berbeda dengan larutan sampel yang tidak memenuhi

standar (Lampiran7). Hal ini disebabkan karena :

1. Jumlah Iodium yang ditambahkan pada proses fortifikasi yang tidak

memenuhi standar yang telah ditetapkan.

(28)

3. Penurunan kadar selama peredaran yang mungkin dipengaruhi oleh bahan

pembungkus, kondisi dan situasi pembungkus dan lamanya penyimpanan.

Iodium merupakan mineral mikro esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan

berperan penting dalam pembentukan hormon tiroksin yang terdapat di dalam

kelenjar tiroid yang sangat diperlukan pada perkembangan fisik dan mental

manusia. Tubuh tidak mampu memproduksi Iodium, oleh karenanya kebutuhan

akan Iodium ini dapat terpenuhi dari asupan makanan sehari-hari.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah serius

yang berkembang di Indonesia dan juga di dunia, karena dampak ini berpengaruh

pada masalah kecerdasan terutama berdampak bagi perkembangan Sumber Daya

Manusia. Untuk menanggulangi masalah GAKI dalam jangka panjang, di

Indonesia sendiri pemerintah telah mencanangkan program fortifikasi Iodium ke

dalam garam konsumsi beriodium. Tentunya program ini perlu pengawasan yang

ketat dari pihak yang berkaitan serta evaluasi seperti pada program yang lainnya.

Banyaknya jumlah garam konsumsi dengan merek berbeda yang beredar di

masyarakat harus perlu pengawasan yang ketat dari pemerintah karena masih

banyak ditemukan garam-garam yang belum memenuhi standar sekalipun

sebagian besar garam-garam tersebut telah mencantumkan SNI pada kemasannya.

Adanya kebiasaan masyarakat kita khususnya para kaum ibu yang lebih sering

menggunakan garam dapur dibandingkan dengan garam meja yang disebabkan

karena faktor harga garam dapur yang relatif lebih murah serta kurangnya

pengetahuan masyarakat mengenai syarat mutu garam konsumsi sehingga

masyarakat kurang memperhatikan hal tersebut. Selain hal diatas, garam yang

terlalu cepat dimasukkan pada saat memasak dan pada suhu yang tinggi pada saat

pengolahannya sangat berpengaruh terhadap kadar Iodium yang ada.

Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang beredar di pasar tidak

mengandung Iodium (Arisman, 2009). Dari hasil penelitian juga dapat dilihat

bahwa kenaikan suhu akan mengakibatkan penurunan kadar Iodium dalam

masing-masing sampel yang dianalisis, hal ini juga dapat dilihat dari warna

(29)

satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang

terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan

kita. Proses pengolahan bahan makanan akan mengurangi ketersediaan Iodium

dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan

suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang

digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi

jumlah Iodium yang hilang. Proses penggorengan akan mengurangi kandungan

Iodium sekitar 20%, pemanggangan sekitar 23% dan perebusan sebesar 58%

(Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007). Kerusakan selama proses memasak

dapat diperkecil dengan cara menambahkan garam setelah selesai memasak, serta

mengganti garam yang telah biasa digunakan dengan garam beriodium. Hal ini

juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyadi, W (2008) yang

menyimpulkan bahwa persentase penurunan kadar Iodat menjadi Iodium terbesar

terjadi pada kondisi suhu 400C yaitu sebesar 66,86% dan 50,85% pada RH 60% dan 100% dengan waktu penyimpanan selama 14 hari, sedangkan pada kondisi

ruang (suhu 25,50C) dengan RH 60-65% menunjukkan persentase penurunan

kadar Iodat sebesar 46,51%. Apabila kondisi pengepakan, penyimpanan dan

penanganannya kurang baik, setelah disimpan selama 9 bulan, kandungan

Iodatnya yang tertinggal hanyalah sekitar 10% dari kadar semula (Diosady, L.L;

(30)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Kadar Iodium pada sampel garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H,

I, dan J pada suhu ruang secara berturut-turut adalah 49,1650 mg/kg,

47,3958 mg/kg, 41,3830 mg/kg, 42,7980 mg/kg, 42,0900 mg/kg, 36,7850

mg/kg, 24,4050 mg/kg, 18,3924 mg/kg, 10,9647 mg/kg, dan 9,9036

mg/kg, pada suhu pemanasan 500C secara berturut-turut adalah 42,7977 mg/kg, 39,2607 mg/kg, 34,3090 mg/kg, 37,8460 mg/kg, 36,7850 mg/kg,

28,2960 mg/kg, 19,8070 mg/kg, 7,0740 mg/kg, 7,7814 mg/kg, dan

14,1480 mg/kg, dan pada suhu pemanasan 750C secara berturut-turut

adalah 35,3700 mg/kg, 36,7848 mg/kg, 31,4790 mg/kg, 33,2480 mg/kg,

33,6010 mg/kg, 24,4050 mg/kg, 15,9170 mg/kg, 10,9647 mg/kg, 3,8907

mg/kg, dan 3,3570 mg/kg.

2. Hasil kadar Iodium yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar Iodium

dalam garam konsumsi dari 10 merek yang dianalisis pada suhu ruang

didapatkan 6 merek garam konsumsi yang memenuhi SNI 01-3556-2000,

dan 4 merek garam lainnya tidak memenuhi persyaratan SNI

01-3556-2000 sekalipun pada kemasan telah tercantum memenuhi Standar Nasional

Indonesia.

5.2. Saran

Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis kadar Iodium

menggunakan metode potensiometri dengan Elektroda selektif ion iodat karena

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Garam

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari, dapat digunakan sebagai penyedap dan pengawet makanan. Garam

pernah menjadi barang pujaan dan pernah pula digunakan sebagai alat

pembayaran, sebagai pengganti mata uang di Tibet dan Mongolia. Penyaluran

garam digunakan sebagai senjata politik oleh pemerintah-pemerintah zaman

dahulu dan di negara-negara Timur garam dikenakan pajak yang tinggi. Istilah

“salary” (gaji) dalam bahasa inggris sesungguhnya berasal dari kata “salt” (garam)

(George T. Austin, 1996).

Terdapat 2 jenis garam yang dikonsumsi oleh masyarakat yaitu :

1. Garam Dapur

Garam dapur merupakan garam yang diperoleh dari air laut dengan cara

diuapkan dan dikeringkan di bawah terik matahari.

2. Garam Meja

Garam meja merupakan garam konsumsi yang diolah sedemikian rupa

baik menggunakan maupun tanpa menggunakan bahan-bahan anti gumpalan atau

bahan pengering sehingga menjadi halus dan putih bersih.

Garam dapat diperoleh dengan 3 cara :

1. Penguapan air laut dengan sinar matahari di pesisir pasifik atau dari air

danau asin di daerah barat.

2. Penambangan batuan garam (rock salt).

(32)

Kemurnian garam yang dibuat dengan penguapan air garam biasanya lebih dari

99%, Garam hasil tambang berbeda-beda komposisinya tergantung pada lokasi,

namun biasanya mengandung lebih dari 95% dan beberapa garam batuan dapat

mencapai kemurnian hingga 99,5 %, larutan yang didapat dari sumur biasanya

mempunyai kemurnian 98 % dan lebih banyak bergantung pada kemurnian air

yang diinjeksikan ke dalam sumur untuk melarutkan garam dari lapisan batuan

(George T. Austin, 1996).

2.1.1. Garam Beriodium

Garam beriodium merupakan garam yang telah mengalami proses fortifikasi

(penambahan) Iodium. Penggunaan garam beriodium di Indonesia dimulai pada

tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng yang merupakan daerah pegunungan

yang endemis GAKI. Di Indonesia Iodium yang ditambahkan adalah dalam

bentuk KIO3. Penggunaan KIO3 pada proses fortifikasi disebabkan oleh kestabilan

KIO3 lebih baik dibanding dengan KI sehingga tidak diperlukan stabilizier, selain

itu kelarutan KIO3 lebih kecil dibanding dengan KI, oleh karenanya kemungkinan

terjadinya leaching akan lebih kecil. Leaching adalah peristiwa dimana partikel

atau senyawa terlarut dalam cairan dan ikut terbawa bersama cairan tersebut

melewati padatan tempat partikel atau senyawa tadi berada. Iodat garam-garam

alkali larut dalam air, iodat logam-logam lainnya sangat sedikit larut, dan

umumnya kurang larut dari klorat dan bromat padanannya. Beberapa kelarutan

dalam g/L pada 200C adalah : timbel iodat 0,03 (250C), Perak iodat 0,06, barium iodat 0,22, kalsium iodat 3,7, kalium iodat 81,3 dan natrium iodat 90,0 (Vogel,

A.I., 1979). Pemilihan KIO3 juga berdasarkan pada kemudahan KIO3 terurai

dalam tubuh manusia dan dibawa ke kelenjar tiroid, KIO3 tidak bersifat racun dan

telah disetujui serta direkomendasikan oleh FAO/WHO. Dibandingkan dengan

cara menanggulangi masalah GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium

paling murah dan paling sederhana karena garam merupakan bahan tambahan

(33)

Meskipun merupakan cara yang paling murah dan sederhana, beberapa

kendala yang muncul yang dihadapi oleh pemerintah dalam penyediaan garam

beriodium di lapangan, yaitu :

1. Produksi garam tidak tersentralisasi sehingga menyulitkan dalam

memonitoring. Dari 1 juta ton garam yang diproduksi hanya 30% yang

diproduksi oleh PN garam, sisanya tersebar di berbagai daerah. Kadar

Iodium ternyata sangat rendah, hanya 58% dari garam beriodium yang

dikomsumsi di RT yang memenuhi persyaratan.

2. Cara pengolahan garam beriodium sebaiknya ditambahkan pada saat

makanan akan disantap untuk mengurangi kehilangan. Pada umumnya

masyarakat menambahkan garam saat mempersiapkan bumbu, terutama

bumbu-bumbu yang dihaluskan. Masakan yang pedas dan asam ternyata

akan menghilangkan Iodium.

3. Penerimaan masyarakat. Masyarakat belum semua mengonsumsi garam

biasa. Hasil SKRT 1996, rumah tangga yang mengonsumsi garam

beriodium baru 85%, yang memenuhi persyaratan hanya 58%, kurang

27% dan tidak beriodium 15%. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa

garam beriodium kurang asin dibanding dengan garam biasa, selain itu ada

yang mengatakan garam beriodium rasanya pahit (Dept.Gizi dan Kes.Mas

FKM UI).

2.2. Iodium

Iodium merupakan anion monovalen yang berada dalam golongan VIIA dalam

sistem periodik. Iodium berwarna ungu, memiliki titik didih 1830C serta memiliki titik leleh 1130C dengan keelektronegatifan sebesar 2,5. Iodium ini pertama kali diisolasi oleh Courtais pada tahun 1811, dia menuliskan bahwa selain berwarna

ungu, Iodium memiliki bau seperti klorin (Henrietta Fleck dan Elizabeth Munves,

1962). Iodium merupakan mineral esensial yang jumlahnya sangat sedikit di

dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg.

Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis

(34)

Hormon-hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan fisik

dan mental hewan dan manusia. Hormon tiroid mengontrol kecepatan tiap sel

menggunakan oksigen. Dengan demikian, hormon tiroid mengontrol kecepatan

pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat

merangsang metabolisme hingga 30%, disamping itu kedua hormon ini mengatur

suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan syaraf.

Iodium juga berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif Vitamin A,

sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna, selain itu Iodium juga

berperan dalam sintesis kolesterol darah. Sisa Iodium berada dalam jaringan lain,

terutama di dalam kelenjar-kelenjar ludah, payudara, lambung dan di dalam ginjal.

Didalam darah Iodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan

protein (Sunita Almatsier, 2009).

Iodium merupakan salah satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap

panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk

ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan akan

mengurangi ketersediaan Iodium dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama

pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi

suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan

makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Proses

penggorengan akan mengurangi kandungan Iodium sekitar 20%, pemanggangan

sekitar 23% dan perebusan sebesar 58% (Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007).

Kerusakan selama proses memasak dapat diperkecil dengan cara menambahkan

garam setelah selesai memasak, serta mengganti garam yang telah biasa

digunakan dengan garam beriodium. Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI

(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang

(35)

2.2.1. Angka Kecukupan Iodium

Rata-rata jumlah Iodium yang dianjurkan biasanya dipatok sebesar 100-150

µg/hari, suatu jumlah yang telah terbukti cukup untuk mempertahankan fungsi

normal kelenjar tiroid, asupan Iodium ini berbeda untuk masing-masing usia dan

kebutuhannya. Angka kecukupan Iodium sehari yang dianjurkan berdasarkan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan

Golongan

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

(36)

2.2.2. Absorpsi Iodium di dalam tubuh

Proses penyerapan Iodium di dalam tubuh dimulai dari saluran pencernaan.

Iodium dalam makanan berupa Iodat, Iodida, Iodium, dan kompleks Iodium yang

akan diubah menjadi iodida sebelum diserap oleh usus halus, tetapi tidak semua

Iodium akan diserap oleh usus halus melainkan beberapa diantaranya langsung

masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung (Winarno, 1992). Setelah

diabsorpsi, iodida akan masuk ke dalam aliran darah dan diserap oleh kelenjar

tiroid sebanyak 1/3 dan sisanya diekskresikan melalui ginjal, pernapasan dan

feses. Dalam bentuk ikatan organik di dalam makanan hewani hanya separuh dari

Iodium yang dapat dikomsumsi dan diabsorpsi. Di dalam darah, Iodium terdapat

dalam bentuk bebas atau terikat protein. Ternyata penyerapan Iodium ini

berlangsung sangat cepat, yaitu dalam waktu 3-6 menit setelah makanan dicerna

dalam mulut (Freind, 1972).

Membran tiroid mempunyai kapasitas spesifik untuk memindahkan iodida

ke bagian belakang kelenjar. Dalam kelenjar tiroid, Iodium bergabung dengan

molekul tirosin membentuk tiroksin (tetraiodotironin) dan triiodotironin. Hormon

tersebut dikeluarkan ke dalam saluran darah menurut kebutuhan dan permintaan

tubuh. Tiroksin merupakan lebih dari 95% dari hormon tiroid yang ada dalam

darah. Dalam kelenjar gondok, tiroksin dan triiodotironin bergabung dengan

sebuah molekul protein menjadi tiroglobulin dan merupakan bentuk iodium untuk

disimpan. Pembuangan Iodium dilakukan melalui ginjal, dalam jumlah yang kecil

dikeluarkan juga melalui usus dan keringat, dan yang dikeluarkan melalui feses

biasanya merupakan Iodium yang tidak dapat diserap atau yang berasal dari

empedu (Winarno, 1992).

2.2.3. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Terjadinya kekurangan Iodium terutama diakibatkan rendahnya kadar Iodium

dalam tanah sehingga air dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah tersebut

rendah kadar Iodiumnya (Sjahmien Moehji, 1992). Hal ini dapat memberikan

dampak yang sangat serius, seperti yang akan dijelaskan pada tabel 2.2 dibawah

(37)

Tabel 2.2. Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium

Tahap Perkembangan Bentuk Gangguan

Janin Keguguran (Aborsi)

Lahir mati

Kelainan Kongenital

Kematian Perinatal

Kematian bayi

Kretinisme syaraf

Kretinisme miksedema

Kerusakan psikomotor

Bayi baru lahir Gondok neonatus

Hipotiroidisme neonatus

Anak dan Remaja Gondok

Hipotiroidisme juvenile

Fungsi mental

Perkembangan fisik terhambat

Dewasa Gondok dan penyulit

Hipotiroidisme

Fungsi mental

Hipertiroidisme diimbas oleh Iodium

Semua Usia Kepekaan terhadap radiasi Iodium

(38)

(Dikutip dari : Trace elements in human nutrition and health, WHO 1996)

Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid akan membesar dalam usaha

meningkatkan pengambilan Iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini

menampak disebut dengan gondok sederhana dan bila terdapat secara meluas di

suatu daerah maka dinamakan gondok endemik. Gondok dapat diperlihatkan

dalam bentuk yang berbeda, yaitu dalam bentuk kretinisme di satu sisi dan

pembesaran kelenjar tiroid di sisi lain. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

(GAKI) disebabkan karena kurangnya asupan Iodium yang masuk ke dalam tubuh

sehingga konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid/TSH

meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak Iodium.

Program penanggulangan GAKI dilakukan yakni dengan mengadakan

pendekatan dan pembuatan program jangka pendek dan jangka panjang. Program

jangka pendek meliputi distribusi kapsul Iodium kepada kelompok sasaran di

daerah endemik sedang dan berat . Sedangkan program jangka panjang meliputi

Iodisasi garam, promosi penganekaragaman pangan dan menu gizi seimbang, dan

penurunan konsumsi pangan goitrogenik. Terdapat 10 indikator pada program

penanggulangan GAKI secara berkelanjutan, yaitu adanya tim penanggulangan

GAKI di tingkat kabupaten yang efektif, komitmen politis penanggulangan GAKI

dan garam beriodium untuk semua, adanya eksekutif yang ditunjuk untuk

bertanggung jawab dalam mengeliminasi IDD, adanya peraturan daerah yang

resmi tentang peredaran garam beriodium, surveilans GAKI, penyuluhan massal

dan mobilisasi sosial terhadap konsumsi garam beriodium dan pentingnya IDD

(Iodine Deficiency Disorder) atau GAKI, ketersediaan data reguler garam

beriodium dari pabrik, pedagang, dan rumah tangga, data reguler ekskresi Iodium

dalam urin kelompok rawan, menjalin kerjasama dengan produsen garam untuk

mempertahankan kualitas garam, data base hasil monitoring beriodium, UIE, dan

(39)

2.3 Analisis Penentuan Iodium

2.3.1. Analisis Kimia

Analisis Kimia merupakan cara penetapan atau pengujian adanya suatu zat atau

unsur di dalam suatu bahan/sampel. Disebut analisis kimia kualitatif, bila

pengujian itu bertujuan hanya untuk mengidentifikasi jenis zat atau konstituen

dalam bahan itu, sedangkan disebut analisis kimia kuantitatif bila bertujuan untuk

menetapkan jumlah (kuantitas) dari zat atau konstituen dalam suatu bahan

(Mulyono HAM, 2006).

Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu metode

analisis yang tepat adalah :

a. sifat informasi yang dicari

b. ukuran contoh yang tersedia dan proporsi penyusun yang ditetapkan

c. tujuan diperlukannya data analitis itu.

Tehnik utama yang digunakan dalam analisis anorganik kuantitatif didasarkan

pada :

a) penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia yang cocok atau pengukuran

banyaknya reagensia yang diperlukan untuk menyempurnakan reaksi atau

pemastian banyaknya hasil reaksi yang mungkin.

b) pengukuran listrik yang sesuai.

c) pengukuran sifat optis tertentu (misalnya spektra serapan) gabungan

pengukuran optis atau listrik dan reaksi kimia kuantitatif (J.Basset, 1994).

Prosedur analisa yang ideal sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu : sahih,

tepat, cermat, cepat, hemat, selamat, dapat diulang, khusus, andal dan mantap

(Slamet Sudarmadji, 1989). Suatu hasil dari analisis kimia dikatakan akurat

apabila hasil yang diperoleh sangat mendekati nilai sebenarnya dari suatu besaran

terukur, dan dikatakan teliti apabila terdapat kesesuaian diantara seperangkat hasil

(40)

2.3.1.1. Titrimetri

Dalam analisis titrimetri, zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat

lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan,

konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung (S.M.Khopkar, 2008).

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas (dasar

teoritis).

2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan

waktu terlalu banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan

semakin lambat karena konsentrasi titran mendekati nol (kecepatan reaksi

sebanding dengan konsentrasi). Bila reaksi tidak reversible, penentuan titik

akhir titrasi tidak tegas.

3. Ada penunjuk titik akhir titrasi (indikator). Penunjuk itu dapat :

a) Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam

oksalat dan asam sulfat oleh KMnO4, selama titrasi belum selesai

titrat tidak berwarna, tetapi setelah titik akhir titrasi tercapai,

larutan berubah menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja

dari titran akan menyebabkan warna yang jelas.

b) Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat yang dimasukkan ke

dalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan titik akhir

titrasi karena: a) menyebabkan perubahan warna titrat.

b) menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat

(larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya).

4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan

sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya

tidak mudah berubah apabila disimpan (W.Hardjadi, 1985).

Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung

sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Reaksi

antara zat yang dipilih sebagai standar primer harus memiliki syarat-syarat

(41)

- Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian

yang diketahui. Pada umumnya jumlah semua zat pengotor tidak boleh

melebihi 0,01 sampai 0,02% dan harus mungkin untuk mengujinya

terhadap kotoran dengan uji kualitatif yang kepekaannya diketahui.

- Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh higroskopis sehingga tidak

menarik air ketika ditimbang. Tidak boleh kehilangan berat sewaktu

terkena udara. Garam hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar

primer.

- Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk

dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.

- Asam dan basanya, sebaliknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi. Akan

tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer

tanpa kerugian yang besar, apabila larutan standar harus digunakan untuk

analisis contoh asam atau basa lemah (R.A.Day dan A.L.Underwood,

1992)

Titrasi dapat digolongkan menjadi :

A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion,

dalam reaksi ini tak terjadi perubahan keadaan oksidasi-reduksi tetapi

hanya bergantung pada bersenyawanya ion-ion yang terlibat. Titrasi ini

dapat dibedakan menjadi :

a) Titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam

atau basa. Pada titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari

penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH

titrat.

b) Titrasi presipitasi, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan endapan.

c) Titrasi kompleksiometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan

persenyawaan kompleks.

B. Titrasi berdasarkan reaksi redoks, yaitu titrasi yang melibatkan suatu

perubahan keadaan oksidasi atau didasarkan pada perpindahan elektron,

(42)

2.3.1.2. Titrasi Redoks

Titrasi redoks dapat dibedakan berdasarkan cara pemakaiannya :

1. Na2S203 sebagai titran, dikenal juga sebagai titrasi tak langsung

(Iodometri)

2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai titrasi langsung (Iodimetri)

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, yang paling sering digunakan

adalah: a) KMnO4 b) K2Cr2O7 c) Ce (IV)

4. Suatu reduktor kuat sebagai titran.

Banyak pengerjaan titrasi redoks yang dilakukan dengan menggunakan indikator

warna. Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi redoks

yaitu :

1. Suatu zat berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator sendiri.

Contoh : KMnO4

2. Indikator spesifik yaitu suatu zat yang bereaksi dengan membentuk warna

yang khusus dengan salah satu pereaksi dalam suatu reaksi.

contoh : Amilum, KSCN

3. Indikator luar atau uji noda, indikator ini digunakan apabila tidak ada

diperoleh indikator dalam. Contoh : ion feri sianida untuk meneliti adanya

ion besi (II) dengan pembentukan warna biru turnbull diatas sebuah piring

noda diluar bejana titrasi.

4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi dan titik ekivalennya

ditemukan dari perubahan yang besar dari potensial pada kurva titrasi.

contoh : pada titrasi potensiometri

5. Suatu indikator yang sendirinya mengalami oksidasi-reduksi, zat demikian

dapat ditunjuk sebagai suatu indikator indeks yang benar (R.A.Day dan

A.L.Underwood, 1992).

Biasanya dua jenis indikator digunakan untuk menentukan titik akhir

titrasi redoks, dimana indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun

indikator internal. Indikator redoks ini tidak terlalu banyak karena molekul

organik dapat mengalami perubahan yang lebih radikal dalam titrasi tersebut

(43)

2.3.1.3. Titrasi yang melibatkan Iodium

Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

a) Titrasi langsung (iodimetri)

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi

sebesar +0,535 V. Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2

tereduksi menjadi ion Iodida. Iod (I2) merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat,

sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi,

salah satu penggunaan dari titrasi ini memanfaatkan kesanggupan ikatan rangkap

zat organik untuk meng-addisi Iod, misalnya untuk penentuan bilangan Iod lemak

dan minyak. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dapat dilakukan dengan

menggunakan indikator amilum yang akan menghasilkan warna biru pada titik

akhir titrasi (Abdul Rohman, 2007).

b) Titrasi tidak langsung (Iodometri)

Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini

analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terbentuk I2 :

Oksanalat + I- Redanalat + I2

2S2O3= + I2 S406= + 2I- (W.Hardjadi, 1985)

Reaksi S2O3= dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan

potensial redoks masing-masing :

S4O6= + 2e- 2S2O3= E0 = 0,08 volt

I2 + 2e- 2I- E0 = 0,536 volt

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu

akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua,

menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya sampai akhirnya

lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum sebagai

indikator (W.Hardjadi, 1985). Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator

direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang akan membebaskan Iodium yang

selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya

volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium

(44)

larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan adanya

cahaya matahari. Setelah penambahan Kalium iodida pada larutan yang asam dari

suatu pereaksi oksidasi, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhubungan

dengan udara, karena iodium akan terbentuk oleh reaksi terdahulu. Kalium Iodida

yang digunakan harus bebas Iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam suasana

asam menghasilkan Iodium.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi Iodometri yang dapat

bertindak sebagai sumber kesalahan titrasi adalah:

1). Kesalahan Oksigen, adanya Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi

tidak akurat (terlalu tinggi), karena Oksigen dapat mengoksidasi ion Iodida

menjadi I2 dan reaksi ini mengarah pada pH rendah. Selain hal itu reaksi ini

dikatalisis oleh cahaya dan panas.

O2 + 4I- + 4H+ ↔ 2I2 + 2H2O

2). Pada pH tinggi akan muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk

dengan air (hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:

4 ×{I2 + H2O ↔ HOI + I- + H+} (a)

4 × HOI + S2O3= + H2O ↔ 2SO4= + 4I- + 6H+ (b)

Tentu saja hal ini akan menyebabkan penggunaan Na2S203 menurun. Konstanta

kesetimbangan reaksi (a) lebih kecil, yaitu 10-13, namun pada pH tinggi kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga pada pH sekitar 11,5 terjadi

kesalahan sampai 4%.

3). Penambahan Amilum terlalu awal

Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat, karena itu perlu

ditunggu agar mencapai reaksi yang optimum sebelum dititrasi, tetapi tidak

disarankan untuk membiarkan larutan terlalu lama karena akan menyebabkan

Iodium menguap. Iodium merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi

mudah larut dalam larutan KI membentuk ion I3-. Jadi KI yang ditambahkan

selain mereduksi analat, juga melarutkan I2 dari hasil reaksi, oleh karena itu KI

(45)

2.3.2. Analisis Instrumental

Analisis instrumental dikenal juga sebagai analisis fisiko-kimia, sebab pada

pengerjaannya, dalam penentuan sampel yang akan dianalisis dipakai instrumen

yang memadai dan yang ditentukan adalah sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul

atau atom dalam sampel yang dianalisis. Analisis instrumental mengalami

perkembangan yang pesat karena kemajuan tehnik elektronika. Beberapa hal yang

membuat perkembangan yang pesat pada analisis instrumental ini yaitu adanya

tuntutan dan kebutuhan analisis terhadap matriks sampel yang sulit serta

diperlukannya waktu analisis yang singkat. Kesahihan analisis instrumental

didukung oleh kecermatan, ketelitian, keterulangan, sensitivitas, kelurusan,

kepemilahan, kemantapan, atau ketahanan dan kestabilan dari suatu metode

analisis yang digunakan (M. Mulja, 1995).

Terdapat beberapa tehnik atau metode analisis instrumental yang dapat

digunakan pada penentuan kadar Iodium dalam garam konsumsi, diantaranya

adalah :

1. Potensiometri

Potensial sel galvani bergantung pada aktivitas spesies ion tertentu dalam

larutan sel, oleh karenanya pengukuran potensial sel menjadi cukup

penting dalam kimia analisis. Dalam banyak kasus suatu sel dapat direka

sehingga potensialnya bergantung pada aktifitas suatu spesies ion tunggal

dalam larutan itu. Salah satu elektrode haruslah sedemikian rupa sehingga

potensialnya bergantung pada aktifitas ion yang akan ditetapkan, elektrode

itu disebut elektrode indikator, dan elektrode yang lain adalah pembanding

yang potensialnya diketahui dan tetap konstan selama penetapan

(Day,R.A. dan Underwood,A.L. 1992). Pada penentuan kadar Iodat

dengan metode potensiometri ini menggunakan Elektroda selektif ion

iodat. Perkembangan elektroda selektif ion ini berkembang sangat pesat

karena kelebihan-kelebihan yaitu memberikan respon secara selektif

terhadap spesi ion tertentu dan bagian luarnya akan mengadakan kontak

dengan spesi yang akan ditentukan, serta waktu analisis yang cepat.

(46)

konsentrasi analit yang dapat diukur, bilangan Nernst, dan batas deteksi.

Kisaran konsentrasi yang dapat diukur adalah batasan bawah dan atas

konsentrasi iodat yang masih memenuhi persamaan Nernst. Harga

bilangan Nernst ditentukan pada kisaran konsentrasi tersebut, sehingga

kedua parameter tersebut saling berkaitan. Ketiga parameter di atas sangat

dipengaruhi oleh keadaan fisik dari elektroda yaitu kerapatan dan

homogenitas ionofor pada lapisan membran.

2. Spektrofotometri Sinar Tampak

Tehnik spektrofotometri adalah salah satu tehnik analisis fisiko-kimia

yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi

elektromagnetik (M. Mulja, 1995). Di dalam metode spektrofotometri,

larutan sampel mengabsorpsi radiasi elektromagnetik dari suatu sumber

cahaya tertentu dan jumlah sinar yang diabsorpsi adalah sebanding dengan

konsentrasi analit yang ada di dalam larutan. Metode ini dapat digunakan

untuk menentukan kadar Iodium berdasarkan intensitas serapan pada

panjang gelombang yang dibentuk oleh warna larutan yang mengandung

sampel Iodium tersebut. Panjang gelombang yang digunakan adalah

panjang gelombang maksimum yang memberikan absorbansi serapan

maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang

tersebut adalah perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah

paling besar pada panjang gelombang maksimum sehingga akan diperoleh

kepekaan analisis yang maksimal. Disamping itu pita serapan di sekitar

panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang dengan

kesalahan yang kecil yang dengan demikian akan memenuhi hukum

Lambert-Beer. Kelemahan dari metode ini yaitu metode ini membutuhkan

suatu zat yang dapat menghasilkan warna yang spesifik ketika

(47)

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pasangan Ion

Pada umumnya metode kromatografi untuk pemisahan spesi ion

digunakan dengan cara pertukaran ion, namun sekarang menggunakan

metode yang lebih mudah yaitu menggunakan metode kromatografi

pasangan ion. Metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion

umumnya menggunakan sistem pelarut air dicampur dengan metil alkohol

ataupun asetonitril. Kolom yang digunakan adalah kolom fase balik

dengan gugus alkil C18. Agar senyawa ini mempunyai sifat lipofil yang

memadai sehingga dapat tertahan dalam kolom, ditambahkan ion lawan ke

dalam eluen. Senyawa yang terionisasi (R-)aq yang larut dalam air dapat

diekstraksi ke dalam pelarut organik dengan menggunakan ion lawan yang

cocok (TBA+)aq dan bergabung membentuk suatu pasangan ion

(R-TBA+)aq yang mempunyai afinitas yang memadai terhadap kolom fase

balik sehingga terjadi retensi yang berbeda. Penentuan kadar Iodium dapat

dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

pasangan ion, dimana metode ini mempunyai selektivitas yang tinggi,

handal dan lebih baik dibandingkan dengan metode lain untuk penentuan

sampel ionik. Selain itu metode ini mempunyai daya pisah yang sangat

baik antara semua senyawa bukan ionik sehingga tidak ada gangguan

antara elusi senyawa ionik dan bukan ionik. Oleh karena itu metode ini

dapat digunakan untuk memisahkan senyawa ionik dan bukan ionik dalam

sampel (Ahuja,S. 1989).

4. X-Ray Fluorescence

Metode X-ray Fluorescence dapat dipergunakan untuk menganalisis unsur

iodium dalam sampel yang berwarna seperti halnya iodium dalam bumbu

dapur. Prinsip pengukuran X-ray Fluorescence berdasarkan atas terjadinya

proses eksitasi elektron pada kulit atom bagian dalam ketika atom suatu

unsur tersebut ditembaki sinar-X, kekosongan elektron tersebut akan diisi

oleh elektron bagian luar dengan melepaskan energi yang spesifik untuk

setiap unsur. Pengujian dengan metode X-ray Fluorescence dilakukan

(48)

dalam sampel dengan besarnya intensitas iodium dalam larutan standar

menggunakan perhitungan garis regresi. Intensitas yang diukur oleh alat

X-ray Fluorescence berasal dari proses eksitasi elektron pada kulit bagian

dalam dari atom iodium. Oleh karena itu metode X-Ray Fluorescence ini

akan memberikan nilai intensitas secara total dari iodium dalam semua

bentuk senyawa baik itu iodat (IO3-), iodida (I-), iodium (I2), dan

sebagainya. Metode X-ray Fluorescence adalah metode yang lebih tepat

dibandingkan metode iodometri untuk menganalisis iodat dalam matrik

bumbu dapur, karena X-ray Fluorescence dapat menganalisis iodat dalam

berbagai bentuk dan analisisnya tidak dipengaruhi oleh warna sedangkan

iodometri hanya dapat menganalisis dalam bentuk iodat saja disamping

analisisnya dipengaruhi oleh perubahan warna (Nelson Saksono, 2002).

2.4. Indikator Amilum

Amilum dapat dipisahkan menjadi 2 komponen utama yaitu amilosa dan

amilopektin, yang terdapat dalam proporsi berbeda dalam berbagai

tumbuh-tumbuhan. Amilosa adalah suatu senyawa berantai lurus dan terdapat melimpah

pada pati kentang, memberi warna biru ketika berikatan dengan iod dan rantainya

mengambil bentuk spiral. Amilopektin merupakan senyawa yang mempunyai

struktur rantai bercabang, membentuk suatu produk berwarna ungu-merah,

mungkin dengan adsorpsi (J.Basset, 1994). Keunggulan Indikator ini terutama

terletak pada harganya yang murah dan warna biru dari kompleks kanji-iodium

dapat dipakai untuk suatu uji yang sangat peka terhadap iodium. Kepekaan akan

lebih besar terhadap larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih

besar lagi dengan hadirnya ion iodida (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992).

Beberapa kelemahan dari indikator Amilum yaitu : (1) tidak dapat larut dalam air

dingin, (2) suspensinya tidak stabil dalam air, (3) dengan iod menghasilkan suatu

kompleks yang tidak dapat larut dalam air sehingga Amilum tidak dapat

ditambahkan terlalu awal dalam titrasi karena itu dalam titrasi iodometri ini

penambahan indikator dilakukan mendekati titik akhir ketika warna mulai

(49)

dan menyebabkannya sukar terlepas yang akan menyebabkan warna biru sulit

hilang sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi, dan bahkan apabila Iod

masih banyak sekali akan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini

mengganggu perubahan warna pada titik akhir (W.Hardjadi, 1985), (4)

Kadang-kadang terdapat titik akhir yang sulit diamati bila larutan encer (R.A.Day dan

A.L.Underwood, 1992).

2.5. Larutan Baku Na2S2O3

Larutan standar yang umumnya digunakan dalam titrasi iodometri adalah Natrium

Tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia dalam bentuk pentahidratnya

Na2S2O3.5H2O. Larutan ini bukanlah merupakan suatu larutan standar primer

sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum penggunaannya, dan larutan

ini tidak stabil untuk waktu yang lama. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi

oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan

Sulfur hingga terbentuk SO32-, SO42- dan belerang koloidal. Tiosulfat dapat terurai

dalam larutan asam, membentuk belerang sebagai endapan seperti susu (R.A.Day

dan A.L.Underwood, 1992).

S2O32- + 2H+ H2S203 H2SO3 + S(P)

akan tetapi reaksinya lambat dan tidak akan terjadi apabila tiosulfat dititrasi dalam

larutan asam dari iodium jika larutannya diaduk dengan baik, karena reaksi antara

tiosulfat dengan iodium lebih cepat dari reaksi peruraian.

I2 + 2S2032- 2I- + S4O62-

Reaksi itu cepat dan berlangsung sampai lengkap dan tidak ada reaksi samping.

Apabila pH larutan diatas 9, maka tiosulfat akan dioksidasi sebagian menjadi

sulfat: 4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42-+ 10H+

Pada pembuatan larutan Natrium Tiosulfat air yang digunakan dididihkan terlebih

dahulu untuk membuatnya bebas dari kuman dan seringkali ditambahkan

kloroform, boraks, natrium karbonat sebagai pengawet. Beberapa larutan standar

primer yang umumnya digunakan untuk standarisasi Natrium Tiosulfat yaitu

Kalium Iodat, Kalium Bromat, Kalium Dikromat, Larutan iod standar, Serium

(50)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Hampir seluruh makanan umumnya menggunakan garam sebagai

penyedap / pemberi cita rasa pada makanan, selain itu digunakan juga sebagai

pengawet makanan serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri

pangan. Selain itu, karena harga garam konsumsi yang relatif murah dan

terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam

konsumsi sebagai sarana untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap

harinya, karena Iodium tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Iodium yang

terdapat dalam garam tersebut merupakan salah satu dari mineral yang bersifat

sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan

tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan

makanan yakni pemberian garam pada suhu tinggi apalagi sampai masakan

mendidih akan mengurangi ketersediaan Iodium dari garam tersebut dan

hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu

pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk

mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang

hilang.

Iodium merupakan mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh

karena memainkan peranan penting pada sistem metabolisme manusia dan hewan

yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari

berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang

digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan

Gambar

Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai macam  merek yang dianalisis
Tabel 4.1. Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk penentuan
Tabel 2.1. Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan
Tabel 2.2. Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium

Referensi

Dokumen terkait

Blood Glucose Level and HbA1C in Pediatric Patients with Diabetes Mellitus Type 1.. Anisha Sefina Priatna, 1 R.M.Ryadi Fadil, 2 Nugroho Harry

relevansi bahan pustaka dengan kebutuhan informasi adalah kesesuaian antara bahan pustaka yang disediakan pada suatu perpustakaan dengan keinginan atau kebutuhan informasi

refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang membedakan

After correcting the data using the SVC method and performing atmospheric correction stage, thematic maps of the water bodies were generated from each sensor to

BIDANG DATA, INFORMASI PELAYANAN UMUM, & PENGADUAN DAN BIDANG PENGOLAHAN & PENERBITAN PERIZINAN & NON PERIZINAN NAMA SOP : Pelayanan Izin Pemasangan Warung Internet

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-7, 2014 ISPRS Technical Commission VII Symposium, 29 September – 2

: Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

KEY WORDS: Interferogram filtering, phase estimation, sparse coding, l 0 minimization, approximate message