• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Kering. Komposisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Kering. Komposisi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

AMPAS TAHU

Pada proses pembuatan tahu diperoleh hasil samping yaitu ampas tahu yang berupa padatan putih. Pada proses pembuatan tahu hanya sebagian protein yang dapat diekstrak dan diolah menjadi tahu dan sebagian protein masih tertinggal di ampasnya. Kadar protein dalam ampas tahu tergantung dari penggilingan, perlakuan untuk penyaringan dan efisiensi penyaringan. Semakin efisien mesin penggiling semakin banyak protein yang bisa diekstrak dari kedelainya. Ampas tahu masih mengandung protein sebesar 21.16% dengan kadar air 13.21% (Lahoni, 2003) sedangkan menurut Shurtleff dan Ayogi (1979), ampas tahu masih mengandung 17% dari jumlah protein kedelai. Pada Tabel 1 disajikan komposisi kimia ampas tahu kering.

Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Kering

Komposisi Ampas Tahu Kering

Bahan Kering (%) Protein (% bk) Lemak (% bk) Serat Kasar (% bk) Abu (% bk) Karbon (% bk) 86.79 21,16 5.92 24.91 7.48 27.32 Sumber : Lahoni (2003).

Ampas tahu segar memiliki tekstur yang kokoh walaupun mempunyai kadar air yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan adanya serat kasar yang mengikat air secara hidrofilik dan kompak (Lahoni, 2003). Ampas tahu yang berasal dari perasan bubur kedelai masak mempunyai daya tahan selama 24 jam dalam keadaan terbuka bebas. Ampas tahu dapat diawetkan dengan mengubahnya menjadi tepung. Pengawetan dilakukan dengan cara ampas tahu segar diperas sehingga mengurangi kandungan air, selanjutnya dijemur (dengan sinar matahari) atau dikeringkan dengan bantuan oven pada suhu 45-50 oC setelah kering kemudian digiling sampai menjadi tepung (Anonim, 2000).

Menurut Karossi (1982), ampas tahu memiliki nilai daya cerna protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai maupun tahu. Sedangkan Pulungan, dkk (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF (Neutral Detergen Fiber) dan ADF (Acid Detergen Fiber) yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983).

(2)

4

B.

KECAP

Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai (Suliantari dan Winiati, 1990). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max

L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari kedelai dengan konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging (Winarno, 1986). Salah satu contoh komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kecap Manis

Karakteristik Kadar (%) Air Protein kasar Lemak Abu Karbohidrat Garam (NaCl) 29.61 1.46 0.14 7.64 61.15 6.27 Sumber : Judoadmijojo (1987)

Secara umum Judoadmijojo (1987) mengelompokkan kecap Indonesia menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (4-19%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki konsistensi encer.

Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi (Judoadmijojo, 1987).

Kecap kedelai merupakan produk fermentasi kedelai yang kaya flavor, baik flavor dari komponen volatil maupun komponen non volatil. Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya (Winarno et al., 1973). Pembuatan kecap dengan cara fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam (Judoamidjojo, 1987), sedangkan cara hidrolisis menggunakan asam, sehingga waktu pembuatan kecap lebih singkat (Nunomura dan Sasaki, 1986).

Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah, cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Akan tetapi, kecap yang dihasilkan memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi (Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan beberapa asam amino dan gula. Selain itu, dapat pula terbentuk senyawa penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki, 1986). Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang ditemukan (Winarno et al., 1973). Kecap hasil fermentasi mengandung senyawa-senyawa hasil fermentasi seperti asam-asam

(3)

5 organik dan alkohol yang memberikan aroma khas. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptide, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Syarat mutu kecap manis kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau Normal, khas

1.2 Rasa Normal, khas

2 Protein (Nx6,25), b/b - Min. 2,5%

3 Padatan terlarut, b/b - Min. 10%

4 NaCl (garam), b/b - Min. 3%

5 Total gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b

- Min. 40%

6 Bahan tambahan makanan 6.1 Pengawet

1) Benzoat atau

2) Metil para hidroksi benzoat, 3) Propil para hidroksi benzoat

mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 600 Maks. 250 Maks. 250

6.2 Pewarna tambahan - Sesuai SNI

01-0222-1995 7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,0

7.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 30,0

7.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0

7.4 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0

7.5 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,05

8 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5

9 Cemaran mikroba

9.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 105

9.2 Bakteri koliform APM/g Maks. 102

9.3 E.coli APM/g < 3

9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks. 50

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1999

C.

PROSES PEMBUATAN KECAP SECARA FERMENTASI

Pembuatan kecap dengan cara fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan mikroba yang terdapat di alam (fermentasi spontan) dan biakan murni (koji) (Hardjo, 1964). Tahap-tahap penting pada pembuatan kecap secara fermentasi adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Bahan Baku

Kedelai mula-mula direndam dengan air bersih selama satu malam. Menurut Fukushima (2003), selama perendaman terjadi perubahan-perubahan kimia, namun tidak

(4)

6 menunjukkan derajat penurunan yang kompleks dari nutrien, kecuali perbedaan yang besar pada kandungan karbohidrat. Kedelai yang telah direndam, direbus sampai kulit kedelai menjadi lunak, lalu ditiriskan dan dihamparkan di atas tampah.

Bahan baku yang juga digunakan dalam pembuatan kecap adalah gandum. Gandum terlebih dahulu disangrai sebelum masuk ke proses selanjutnya. Proses penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme pengganggu (Huang dan Teng, 2004).

2. Fermentasi Koji

Kata “koji” merupakan singkatan dari kata kerja dalam bahasa Jepang, yaitu “kabitachi” yang berarti kumpulan jamur (Steinkraus, 1983). Orang Cina menyebut koji dengan “chou” yang dipakai sebagai sumber enzim hidrolitik seperti enzim amylase, protease dan lipase. Proses fermentasi koji merupakan proses pencampuran kedelai, gandum, dan starter dalam jumlah tertentu. Kedelai dan gandum yang telah dicampur dengan perbandingan 5:5% sampai 6:4% ditambahkan 0,2-0,3% starter Aspergillus oryzae

dan atau Aspergillus sojae kemudian diinkubasikan selama tiga hari (Huang dan Teng, 2004). Hampir sebagian starter adalah campuran dari khamir, kapang dan bakteri, tetapi untuk beberapa tujuan telah digunakan kultur murni (Muchtadi, 1989).

Menurut Yokotsuka (1960), dibawah kondisi yang hangat, lembab dan aerasi yang baik, pertumbuhan spora kapang sangat cepat, dan menjadi jelas sekitar 20 jam sesudah permulaan inkubasi. Panas yang dibebaskan dapat meningkatkan suhu koji sampai sekitar 35oC atau lebih dari 40oC. Untuk mencegah kematian kapang akibat kenaikan suhu yang berlebih, perlu dilakukan pendinginan koji yaitu dengan jalan mengaduk koji secara berkala (Junaedi, 1987), dimana pengadukan umumnya dilakukan dua kali yaitu sekitar 20-40 jam setelah permulaan inkubasi (Yokotsuka, 1960).

Inkubasi koji sempurna setelah tiga hari. Menurut Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam nitrogen dan total nitrogen terbesar. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut Wood (1982), inkubasi koji yang dihentikan terlalu cepat mengakibatkan hidrolisis protein dan polisakarida yang kurang sempurna, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga sedikit sehingga tidak akan menghasilkan komponen yang menghasilkan cita rasa khas kecap (Steinkraus et al, 1983). Sebaliknya bila masa inkubasi koji terlalu lama akan menghasilkan produksi amonia berlebihan sehingga tercipta pembentukan flavor yang menyimpang (Wood, 1982). Menurut Yokotsuka dan Sasaki (1998), ciri-ciri koji yang bermutu baik adalah berwarna hijau gelap untuk koji yang dibuat dengan menggunakan starter

Aspergillus oryzae dan Aspergiluus sojae sedangkan untuk koji yang menggunakan starter

Rhizopus sp akan berwarna putih kompak, beraroma khas, pertumbuhan kapang sangat tinggi dan memiliki aktivitas proteolitik dan amilolitik yang tinggi.

3. Fermentasi Garam (Moromi)

Tahap moromi merupakan tahap pencampuran koji dengan larutan garam. Konsentrasi larutan garam yang digunakan berkisar antara 20-23% (Fukushima, 2003). Konsentrasi garam yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme osmofilik,

(5)

7 sedangkan konsentrasi garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan pembusukan karena tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Larutan garam dan koji dahulu digunakan dalam volume yang sama, tetapi belakangan ini volume larutan garam dinaikkan menjadi 110 sampai 120% dari volume koji. Pencampuran dengan air yang berlebihan menyebabkan penggunaan total nitrogen yang baik dari bahan baku, tetapi akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada komposisi kecap yaitu berkurangnya komponen aroma dan flavor. Pada tahap fermentasi garam terjadi pembentukan asam amino dan fermentasi oleh bakteri asam laktat akibat aktivitas enzim yang telah diproduksi selama fermentasi kapang. Asam amino yang terbentuk ada 17 jenis dengan asam glutamat sebagai komponen flavor yang terpenting (Hesseltine dan Wang (1978) dalam Wood (1994).

Menurut Fukushima (2003), pada tahap awal fermentasi moromi akan terjadi penurunan pH moromi akibat pertumbuhan bakteri asam laktat. Penurunan pH moromi harus dikontrol agar tidak menurun secara drastis dan mengganggu kerja enzim proteolitik dan glutaminase yang sebelumnya masih aktif. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, dapat dilakukan penambahan kultur bakteri asam laktat terpilh sebagai starter moromi dan dilakukan pengontrolan suhu moromi di bulan pertama (15-20˚C). Setelah mencapai pH 5, maka khamir osmofilik akan tumbuh dan suhu akan meningkat pula hingga 30˚C sampai masa fermentasi alkoholik selesai. Setelah itu suhu akan meningkat kembali hingga akhir fermentasi moromi. Tahap moromi dilakukan selama 3-4 minggu pada suhu kamar. Perubahan kimia besar yang terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh enzim pemecah yang dihasilkan koji. Pertama terjadi fermentasi asam laktat, selanjutnya fermentasi alkohol oleh khamir dan yang terakhir fermentasi yang sangat kompleks.

Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp. (Fukushima, 2003). Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH pada awal fermentasi moromi. Setelah pH turun, pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii, yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces rouxii

akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor. Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp. akan tumbuh dan menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan aroma.

4. Pengolahan menjadi Kecap

Moromi yang telah siap dipanen akan dipress sehingga menghasilkan sari kecap yang selanjutnya akan diolah menjadi kecap. Menurut Huang dan Teng (2004), 1 kiloliter moromi akan menghasilkan 0,6-0,8 kiloliter sari kecap. Sari kecap kemudian dipasteurisasi yang menurut (Huang dan Teng , 2004), proses pasteurisasi yang berkisar 70-80 oC berguna untuk (a) mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan dan menginduksi flavor yang mengundang napsu makan, misalnya aldehid dan asetal; (b) membunuh mikroorganisme hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas; (c) menginaktivasi seluruh enzim yang terlarut dalam kecap dan menghindari perubahan mutu; (d) mengendapkan residu, dan (e) meningkatkan intensitas warna dengan meningkatkan melanin.

(6)

8 Sari kecap selanjutnyadimasak hingga mendidih selama 30-40 menit. Setelah pemasakan, kecap dipindahkan ke wadah lainnya untuk pendinginan alami. Secara umum, zat-zat aditif ditambahkan setelah pemanasan. Zat aditif yang biasanya ditambahkan adalah pemanis (gula, molasses, pemanis sintetik), senyawa umami (flavor daging), penguat rasa (protein hidrolisat dan sodium-L-glutamat) (Huang dan Teng, 2004).

D.

TAPIOKA

Tepung tapioka atau pati ubi kayu berasal dari ubi kayu jenis Manihot esculenta dan

Manihot utilisma yang kaya akan 85% - 87% pati. Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ketela pohon yang telah mengalami pencucian secara sempurna, pengeringan dan penggilingan (Setiawan, 1988). Menurut Wuzburg (1972), granula pati ubi kayu berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan berbentuk bulat dengan ukuran 5 – 35 mikron dengan ukuran rata-rata sebesar 20 mikron dan hilum yang berbentuk sentris dimana titik mulai berkembangnya granula pati terletak di tengah-tengah bulatan. Tepung tapioka dibedakan menjadi dua macam, yaitu tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus. Tepung tapioka kasar adalah tepung tapioka yang diperoleh dari hasil pemarutan ubi kayu sampai didapatkan pati dan sudah mengalami pengeringan, sedangkan tepung tapioka halus merupakan proses kelanjutan dari tepung tapioka kasar dengan mengalami proses penggilingan (Tjiptadi dan Nasution, 1980).

Sifat pati tapioka mudah mengembang dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Tepung ini kaya akan Vitamin C dan karbohidrat tetapi miskin akan lemak (0,3%), protein (0,5%) sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat atau pengental (Somaatmadja, 1984). Kandungan amilosa tepung tapioka adalah 17% dan kandungan amilopektinnya sebesar 83% . Tepung tapioka mulai tergelatinisasi pada suhu 52o sampai 64o C (Knight, 1969) dan mulai mengeras pada suhu 85o C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 85o C akan menurunkan viskositas tepung tersebut (Charley, 1982). Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati sedemikian sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1989). Pada proses gelatinisasi, terjadi kerusakan ikatan hydrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas granula pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Daftar komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia tapioka

Komponen Jumlah a Jumlah b

Serat Air (%bb) Abu Karbohidrat Protein Lemak Pati Amilosa Total gula 0.03 11.40 0.06 87.52 0.76 0.19 85.19 22.51 1.43 0.50 8.10 0.33 98.54 0.86 0.26 86.90 28.35 - Sumber : a Febriyanti dan Wirakartakusumah (1990)

b Pangestuti (2010)

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung,

(7)

9 kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Salah satu keunggulan tapioka bila dibandingkan dengan terigu adalah tidak mengandung gluten. Pada sebagian kecil masyarakat, gluten dapat menyebabkan alergi. Alergi gluten (dikenal sebagai penyakit celiac) disebabkan tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang banyak terdapat di dalam gandum. Sebagian besar penyakit ini disebabkan pengaruh genetik.

Referensi

Dokumen terkait

Energi listrik merupakan energi primadona dalam kehidupan modern karena jika dibandingkan dengan energi lain energi listrik mempunyai beberapa kelebihan yakni bersih

Representasi pengetahuan adalah cara untuk menyajikan pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema3diagram tertentu sehingga dapat diketahui relasi antara suatu pengetahuan

Terdapat beberapa fenomena yang peneliti temui pada saat melakukan observasi penelitian mengenai mutasi jabatan struktural dilingkup pemerintah Kabupaten Kepulauan

Dibandingkan nasional, tingkat optimisme konsumen Jawa Timur pada Triwulan 1 – 2014 lebih baik, demikian pula pada Triwulan 2 – 2014 juga diperkirakan Jawa Timur di

Skcma Pcmarkahan ini mcngandungi 6 h3l3man

Menurut Pintrich (Chick &amp; Vincent, 2005) sudah jelas kiranya bahwa siswa dengan memiliki kemampuan efikasi yang kuat, memiliki orientasi tujuan yang tinggi,

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa terdapat hanya satu aktor yang berhubungan dengan sistem yaitu aktor pemain dan terdapat dua Use Case yaitu Use Case mengontrol ninja vampire

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih dan Berkat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.. Penulis