• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Defenisi Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Sunaryo, 2004).

Sedangkan menurut Rakhmat (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang integreted dalam diri individu (Bimo Walgito, 2001 dalam Sunaryo, 2004).

Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra atau data (Sobur, 2003).

(2)

2.1.2. Macam – Macam Persepsi

Menurut Sunaryo (2004) ada dua macam persepsi, yaitu : Eksternal perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.

2.1.3. Syarat Agar Individu Dapat Mengadakan Persepsi

Menurut Sunaryo (2004) Syarat untuk terjadinya persepsi adalah: adanya objek: Objek menuju stimulus lalu dihantarkan menuju alat indra (resptor), stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensori yang bekerja sebagai reseptor). Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus dan adanya saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran), dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons.

2.1.4. Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai

(3)

proses psikologis. Akhirnya individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengar (Sunaryo, 2004).

Menurut Sobur (2003) persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Terdapat tiga komponen utama dalam proses terjadinya persepsi antara lain : Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atu sedikit. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985, dalam Soelaeman, 1987). Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.1.5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikatagorikan

(4)

menjadi faktor fungsional, faktor struktural, faktor situasional, dan faktor personal.

a. Faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan masa lalu seorang individu. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Dalam suatu eksperimen, levine, chein, dan murphy menunjukkan bahwa orang yang lapar mempersepsikan gambaran yang tidak jelas sebagai makanan dibandingkan orang yang kenyang. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Ini berarti seseorang mempersepsikan sesuatu akan memberikan tekanan yang sesuai dengan tujuan orang tersebut. Misalnya, orang yang lapar dan orang yang haus duduk direstoran, orang yang lapar akan lebih tertarik pada makanan, sedangkan orang yang haus akan lebih tertarik pada minuman. Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi yang berbeda. Kerangka rujukan (frame of Reference) merupakan faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya (Rakhmat, 2007; Sobur, 2003).

(5)

b. Faktor Stuktural

Faktor-faktor struktural berarti bahwa faktor-faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem saraf individu. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya. Disini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual dan koknitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dan rangkaian stimuli yang kita persepsi.

Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga : sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, bila individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya.

Dalil persepsi yang keempat menurut Krech dan Crutchfield yaitu : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama (Rakhmat, 2007; Sobur, 2003).

(6)

c. Faktor Situasional

Faktor – faktor situasional yang mempengaruhi persepsi berkaitan dengan bahasa nonverbal (Sobur, 2003).

d. Faktor Personal

Faktor keempat yang mempengaruhi persepsi adalah faktor personal yang terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Leathers membuktikan bahwa pengalaman akan membantu seseorang dalam meningkatkan kemampuan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses adalah motivasi. Kemudian, kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu (Sobur, 2003).

2.2. Kehamilan

2.2.1. Defenisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinannya akan mengalami kehamilan (Mandriwati, 2007).

(7)

Menurut Manuaba (1998) Gravida terbagi atas dua bagian yaitu: Primigravida dan Multigravida. Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Ciri-cirinya adalah payudara tegang, puting susu runcing, perut tegak menonjol, striae livide, perineum utuh, vulva menonjol, hymen perforatus, vagina sempit denga rugae, portio runcing dan tertutup dan Multigravida adalah wanita yang pernah hamil dan melahirkan bayi cukup bulan. Ciri-cirinya adalah payudara lembek, puting susu tumpul, perut lembek dan menggantung, striae livide dan albikan, perineum terdapat bekas robekan, vulva terbuka, karunkule mirtiformis, vagina longgar tanpa rugae, portio tumpul dan terbagi dalam bibir depan belakang.

Selama pertumbuhan dan perkembangan kehamilan dari bulan ke bulan diperlukan kemampuan seorang ibu hamil untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik dan mentalnya. Perubahan ini terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon progesteron dan hormon estrogen yakni hormon kewanitaan yang ada di dalam tubuh ibu sejak terjadinya proses kehamilan (Mandriwati, 2007). Kehamilan membawa perubahan besar pada tubuh, penyesuaian emosional, serta pertumbuhan dan perkembangan dinamis untuk janin. Banyak dari perubahan fisik ini tejadi karena perubahan dalam produksi hormon. Sumber utama dari hormon-hormon ini adalah plasenta, sebuah organ yang terbentuk (bersama dengan bayi yang

(8)

belum lahir) dalam rahim dari sel telur yang terbuahi (Simkin dkk, 2007).

Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyususi bayinya. Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti, karena keputusan atau sikap yang positif harus sudah terjadi pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Banyak ibu yang memiliki masalah, oleh karena bidan harus dapat membuat ibu tertarik dan simpati. Langkah-langkah yang harus diambil dalam mampersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah: setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu akan sukses dalam menyusui bayi nya, meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formulamemecahkan masalah yang timbul dalam menyusui, mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan, memberikan kesempatan kepada ibu untuk bertanya (Yeyeh dkk, 2009).

2.2.2. Proses Laktasi dan Menyusui

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan Laktasi. Ketika bayi menghisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam alveoli, melalui saluran susu (duct/milk canals) menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi dibelakang areola, lalu kedalam mulut bayi. Pengaruh hormonal

(9)

bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara. Proses ini juga dikenal dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta terlepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon palsenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

2.3. IMD (Inisiasi Menyusu Dini) 2.3.1. Defenisi IMD

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah pemberian ASI atau menyusui yang dilakukan seketika setelah bayi baru lahir (Kristiansari, 2009).

Inisiasi menyusui dini (early initiation) atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Ambarwati & Wulandari, 2009).

Sedangkan menurut Sumarah dkk (2009), masa-masa belajar menyusu dalam satu jam pertama hidup bayi diluar kandungan disebut sebagai proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

(10)

2.3.2 Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

Manfaat inisiasi menyusui dini bagi bayi adalah kualitas dan kuantitas ASI yang keluar sesuai dengan kebutuhan bayi. Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Selain itu dapat meningkatkan kecerdasan dan membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas serta juga dapat meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Memulai menyusu dini akan dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian dapat menurunkan kematian anak secara menyeluruh. Merangsang produksi ASI dan memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir (JNPK-KR, 2008).

Dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mengetahui apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun segera setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta. Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang

(11)

dikeluarkan melalui puting susu. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. Hal ini memaksa penolong persalinan memberikan makanan pengganti ASI (Kristiyansari, 2009). Dengan memberi pengganti ASI setelah bayi lahir berarti akan menekan pengeluaran ASI. Bayi yang sudah mendapatkan susu tambahan akan tertidur dan tidak akan terjadi rangsangan pada putting susu. Keadaan ini akan menyebabkan ASI yang keluar sedikit bahkan mungkin berhenti setelah bayi lahir atau ASI akan keluar sedikit, dan berhenti sebelum bayi berumur enam bulan. Hal ini akan sangat merugikan bayi (IDAI, 2008).

Kontak kulit segera setelah bayi lahir dengan ibu pada saat menyusu dalam satu jam pertama dapat menghangatkan bayi selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hyphotermia). Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. ”Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Hormon

(12)

yang penting agar menyebabkan rahim ibu berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan (Roesli, 2008).

2.3.3. Tahapan Perilaku Bayi Dalam Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini

Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan diperut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahap perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia berhasil menyusui. Berikut ini lima tahapan perilaku bayi tersebut:

a. Dalam 30 menit pertama : stadium istirahat / diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman.

b. Antara 30-40 menit : mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti ingin minum, mencium, dan menjilat tangan. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur : saat menyadari bahwa ada makanan disekitarnya, bayi mengeluarkan air liurnya.

(13)

d. Bayi mulai bergerak kearah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.

e. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik (Roesli, 2008).

2.3.4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini

Kita sudah mengetahui perilaku alamiah bayi baru lahir di satu jam pertamanya, tinggal kita mengetahui langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk menyukseskan inisiasi menyusu dini.

a. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum

Menurut Roesli (2008) tatalaksana inisiasi menyusu dini secara umum yaitu:

1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. Yulianti (2008) juga berpendapat pemberian dukungan dari suami maupun keluarga sangatlah berpengaruh besar dalam menetapkan niat ibu untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini, akan tetapi dukungan tersebut juga dipengaruhi oleh adanya informasi tentang inisiasi menyusu dini yang dimiliki oleh suami maupun keluarga, terutama mengenai manfaat yang diberikan baik bagi bayi

(14)

maupun ibunya sehingga mereka bisa memberikan dukungan yang besar kepada ibu hamil untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini.

2. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing. Obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya. Kelahiran dengan obat-obatan dan tindakan seperti operasi, vakum, forcep, bahkan perasaan sakit didaerah kulit yang digunting saat episiotomi dan kelelahan ibu dapat pula mengganggu kemampuan alamiah ini.

3. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok.

4. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan

5. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi.

(15)

6. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.

7. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

8. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Sectio Caesarea.

9. Bayi dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dicap, setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda.

10. Rawat gabung-ibu dan bayi dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam

(16)

jangkauan ibu. Pemberian minuman pre-laktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan.

b. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini pada Operasi Caesar

Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun, jika diberikan anastesi spinal atau epidural, ibu dalam keadaan sadar dapat segera memberi respon pada bayinya. Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi. Usahan menyusu pertama dilakukan dikamar operasi. Jika keadaan bayi dan ibu belum memungkinkan, bayi diberikan kepada ibu dalam kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anstesi umum, kontak dapat terjadi diruang pulih saat ibu sudah merespon walaupun masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untuk memberikan kontak kulit dengan kulit sehingga bayi tetap hangat.

Untuk mendukung terjadinya inisiasi menyusu dini pada persalinan Caesar, berikut ini tatalaksananya :

1. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.

2. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20-25 derajat. Disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu. Disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.

(17)

3. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi. 4. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang

bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.

5. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Dukungan ayah akan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

6. Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi dikamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan dikamar perawatan ibu atau kamar pulih (Roesli, 2008).

Namun hal tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan Isnaini (2009) yang menyatakan adanya perbedaan waktu keberhasilan inisiasi menyusu dini antar persalinan normal

(18)

dengan persalinan caesar. Pada kelompok responden yang menjalani persalinan normal dari 24 responden, 21 orang (87,5%) berhasil melakukan IMD dan pada kelompok responden yang menjalani persalinan caesar dengan jumlah responden juga 24, hanya 1 orang (4,2%) responden yang berhasil melakukan IMD. Dimana hal ini terjadi karena terdapat sayatan pada bagian perut, cenderung masih mengeluhkan sakit pada daerah sayatan dan jahitan diperut sehingga ibu memilih untuk istirahat dahulu dan memulihkan kondisinya yang lemas sebelum memberikan inisiasi menyusu dini dengan bayinya. Bagi ibu, dalam kondisi nyeri seperti itu maka tidak bisa dipaksakan untuk membantu anak dalam melakukan inisiasi menyusu dini. Karena hal ini, maka pada pasien dengan persalinan caesar baru bisa berhasil memberikan ASI pertamanya kepada bayi setelah lebih dari 1 jam pasca melahirkan. Masyarakat awam masih belum mengetahui benar tentang pentingnya inisiasi menyusu dini.

2.3.5. Inisiasi Menyusu Dini yang Dianjurkan

Menurut Roesli (2008) berikut ini adalah langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan :

a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.

(19)

b. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya.

c. Tali pusat dipotong lalu di ikat. Verniks (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.

d. Tanpa di bedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu bayi diberi topi untuk mengeluarkan panas dari kepala.

Sering kita khawatirkan bayi kedinginan. Menurut penelitian Dr. Niels Bergman dari Afrika Selatan, kulit dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu secara otomatis naik dua derajat unyuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau thermal sinchrony bagi suhu bayi (Roesli, 2008).

2.3.6. Inisiasi Menyusu Dini yang Tidak Dianjurkan

Menurut Roesli (2008) saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu dini sebagai berikut.

a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.

(20)

b. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong lalu diikat.

c. Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi.

d. Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi kontak kulit dengan ibu). Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding) untuk beberapa lama (10-15 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perinium.

e. Selanjutnya diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi.

f. Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntika vitamin K, dan kadang diberi tetes mata.

2.3.7. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli (2008) berikut ini pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi.

a. Bayi kedinginan – tidak benar

Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payuadara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan 1 derajat lebih panas dari pada suhu dada ibu

(21)

yang tidak melahirkan. Jiak bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1 derajat. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 derajat untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir.

b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya – tidak benar.

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setalah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu. (Roesli, 2008). Pertimbangan dalam hal waktu pelaksanaan proses inisiasi menyusu dini, yang memungkinkan memakan waktu lama serta faktor kelelahan yang dialami ibu pasca persalinan tidak menjadi kendala dalam mempengaruhi niat ibu hamil untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini segera setelah bayi dilahirkan. Hal ini didasari atas pedoman ibu hamil untuk mau menerapakan proses tersebut, pedoman tersebut adalah keinginan ibu hamil untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya. Ibu beranggapan bahwa faktor kelelahan akan hilang jika sudah melihat bayinya lahir dengan sehat (Yulianti, 2008).

c. Tenaga kesehatan kurang tersedia – tidak masalah

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan

(22)

ayah atau keluraga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu. Pengetahuan tentang inisiasi menyusui dini (IMD) belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga oleh petugas kesehatan. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, dan diberi pakaian. Berhasil atau tidaknya inisiasi menyusu dini tergantung pada petugas kesehatan karena merekalah yang pertama membantu ibu bersalin melakukan nisiasi menyusu dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Mereka diharapkan dapat memahami dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini (Roesli, 2008).

d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk – tidak masalah

Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

(23)

e. Ibu harus dijahit – tidak masalah

Kegiatan merangkak mencapai payudara terjadi di area payudara. Yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.

f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir – tidak benar

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur – tidak benar

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

h. Bayi kurang siaga – tidak benar

Justu pada 1 sampai 2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk banding.

(24)

i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal) – tidak benar Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.

j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi – tidak benar Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

2.3.8. Kriteria Bayi yang Tidak Dapat Memungkinkan Diterapkannya Proses Inisiasi Menyusu Dini

a. Bayi yang tidak mengalami kasus MAS (Meconium Aspiration Syndrome), yang diartikan sebagai sindrom aspirasi air ketuban atau sindrom pencemaran air ketuban, dimana bayi meminum atau menghirup air ketuban yang sudah tercemar. Bayi yang dapat diselamatkan adalah bila kasus MAS yang diidap relatif ringan, penanganannya pun dilakukan dengan cepat dan tepat. Untuk itu, bagi ibu hamil yang beresiko mengalami MAS sebaiknya pada saat persalinan, selain ditangani oleh dokter kandungan juga didampingi oleh dokter anak.

(25)

b. Bayi yang dilahirkan dari ibu hamil yang terinveksi virus HIV/AIDS, dimana bagi ibu yang melahirkan anak dengan HIV positif sebaiknya tidak menyusui karena dapat terjadi penularan HIV dari ibu ke bayi antara 10-21%, terlebih jika putting payudara ibu mengalami perlukaan, baik terjadi lecet ataupun radang.

c. Bayi yang dilahirkan tidak pada waktunya yang disebut bayi prematur, dimana bayi normalnya lahir adalah berumur kurang lebih 280 hari.

2.4. Persepsi ibu tentang inisiasi menyusu dini

Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya persepsi, sikap, dan perilaku seseorang (over behavior). Persepsi, sikap dan perilaku yang didasari oleh kesadaran dan pengetahuan, akan menghasilkan sebuah perilaku yang akan bertahan lama atau melekat pada individu tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif terhadap sesuatu, maka individu tersebut juga akan berperilaku atau menunjukkan partisipasi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Menurut Rakhmat (2007) bahwa pengalaman mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang sesuatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk dari pada individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya (Sunaryo, 2004).

Menurut Roesli (2007), bahwa faktor utama tidak tercapainya pelaksanaan IMD yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar

(26)

tentang IMD pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan seorang bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai IMD dan pemberian ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan.

Pengetahuan yang cukup tentang IMD bagi masyarakat dan keluarga sangat diperlukan. Terutama mengenai manfaatnya yang luar biasa, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan IMD bagi calon anak yang akan terlahir kelak. Hal ini penting, karena bagaimanapun keluarga ingin memberikan yang terbaik bagi si anak, terutama pada awal-awal kehidupannya dan yang terbaik bagi bayi di awal kehidupan tersebut adalah ASI. Dengan informasi yang diberikan kepada ibu hamil diharapkan terjadi suatu proses perubahan perilaku ibu sehingga ibu memiliki keinginan dan mau melakukan inisiasi menyusu dini pada saat persalinan (Yulianti, 2008).

Dalam prakteknya sulit sekali untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini. Kesulitan ini tidak terletak pada aspek tekhnis, tetapi lebih pada aspek sosial. Aspek sosial disini meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang inisiasi menyusu dini (terutama ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh inisiasi menyusu dini, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini karena

(27)

berbagai alasan. Penting sekali dianjurkan kepada tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi inisiasi menyusu dini pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan inisiasi menyusu dini. Juga dianjurkan untuk menciptakan suasana yang tenang, nyaman, dan penuh kesabaran untuk melakukan proses inisiasi menyusu dini (Roesli, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan oleh kesulitan yang dialami oleh para siswa dalam proses belajar, diantaranya adalah ketidakmampuan untuk memahami secara langsung materi yang disampaikan di

Pada kamus Inggris pencarian dapat dilakukan dengan relatif mudah, sedangkan pada kamus Mandarin pencarian kata dari Mandarin ke bahasa lain lebih kompleks1. Pencarian arti

Hal ini menyebabkan total mikroba pada tahu yang dikemas dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed) lebih sedikit daripada tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Soppeng mengalami penurunan sebanyak

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur kumulatif Triwulan I-IV tahun 2016, Lapangan Usaha yang memberi andil negatif yaitu Pertambangan

Bidang penelitian bahan ajar cetak dimaksudkan untuk memperkaya dan/atau mendukung secara substantif revisi bahan ajar cetak UT. Oleh karena itu, pemilihan materi penelitian

Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh dosen dan mahasiswa. Tujuan

Alternatif penyelesaian untuk siswa yang mengalami miskonsepsi dengan sebab khusus minat belajar menurut Anggraeni (2017) adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih