• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN DESA WISATA ADAT MELALUI KONSEP PENTA HELIX. (Studi Kasus Desa Wisata Adat Using Kemiren Banyuwangi) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN DESA WISATA ADAT MELALUI KONSEP PENTA HELIX. (Studi Kasus Desa Wisata Adat Using Kemiren Banyuwangi) SKRIPSI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN DESA WISATA ADAT MELALUI KONSEP PENTA HELIX

(Studi Kasus Desa Wisata Adat Using Kemiren Banyuwangi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik

Oleh

TEDY WINARNO NPM. 217.01.09.1.031

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2021

(2)

x RINGKASAN

Tedy Winarno, 2021, NPM 21701091031, Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, Pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kabupaten Banyuwangi, Dosen Pembimbing I: Prof.

H. M. Mas’ud Said, M.M., Ph.D, Dosen Pembimbing II: Dr. Hayat, S. AP., M.Si

Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren melalui konsep Penta Helix. Seperti yang kita ketahui, bahwa konsep Penta Helix merupakan konsep kolaborasi antara lima pemegang kepentingan yakni pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi, dan media massa. Berbagai macam potensi yang dimiliki oleh Desa Adat Using Kemiren apabila di dasarkan pada jumlah kunjungan wisatawan yang datang dapat dikatakan masih belum bisa dimaksimalkan. Berbagai kendala yang terjadi di lapangan tentu membutuhkan gerak cepat serta inovasi yang berkelanjutan oleh para pemangku kebijakan terutama dalam hal ini Pemerintah Desa Kemiren.

Dalam penelitian ini, penulis ingin meneliti seberapa jauh pengaruh Penta Helix dalam proses pengembengan Desa Wisata Adat Using Kemiren dalam memanfaatkan potensi yang ada. Penulis menggunakan metode deskriptif, dengan pendekatan kualitatif dimana peneliti memanfaatkan sumber informasi di lapangan guna mencari informasi sedalam mungkin. Dengan pendekatan ini pula, penulis dapat menggambarkan kondisi serta situasi yang ada di lapangan berdasarkan sumber data yang di dapatkan baik melalui wawancara, observasi maupun dokumentasi.

Dalam prakteknya, pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren masih mengandalkan dua aktor utama yakni Pemerintah Desa dan Masyarakat Kemiren. Sejauh ini, hasil yang di dapatkan memang sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akan tetapi jika melihat potensi yang dimiliki oleh Desa Adat Using Kemiren, peluang untuk meningkat jumlah wisatawan serta mengembangkan potensi lokal masih sangat terbuka lebar. Oleh sebab itu dibutuhkan aktor atau pemangku kepentingan lainnya yang dapat mendukung pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren.

(3)

xi SUMMARY

Tedy Winarno, 2021, NPM 21701091002, Public Administration Study Program, Faculty of Administrative Sciences, Malang Islamic University, Public Service at the Malang City Transportation Office in Responsible for Responding to Public Complaints, Supervisor I: Prof. H. M. Mas’ud Said, M.M., Ph.D, Supervisor II:

Dr. Hayat, S.AP., M.Si.

The purpose of this study is to discuss the development of the Using Kemiren Traditional Tourism Village through the Penta Helix concept. As we know, the Penta Helix concept is a collaborative concept between five stakeholders, namely the government, the community, the private sector, academia, and the mass media. The various kinds of potentials possessed by the Using Kemiren Traditional Village if based on the number of tourist visits that come, it can be said that they cannot be maximized. Various obstacles that occur in the field of course require fast action and continuous innovation by policy makers, especially in this case the Kemiren Village Government. In this study, the author wants to examine how far the influence of Penta Helix in the development process of the Using Kemiren Traditional Tourism Village in utilizing the existing potential.

The author uses a descriptive method, with a qualitative approach in which researchers utilize information sources in the field to seek as much information as possible. With this approach, the author can describe the conditions and situations that exist in the field based on the data sources obtained either through interviews, observation and documentation.

In practice, the development of the Using Kemiren Traditional Tourism Village still relies on two main actors, namely the Village Government and the Kemiren Community. So far, the results obtained are quite good. This can be seen from the number of tourists who continue to increase every year. However, if you look at the potential of the Using Kemiren Traditional Village, the opportunity to increase the number of tourists and develop local potential is still very wide open.

Therefore, actors or other stakeholders are needed who can support the development of the Using Kemiren Traditional Tourism Village.

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara dengan anugerah adat budaya yang sangat luar biasa. Adat serta budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi kekuatan yang telah berhasil menyatukan berbagai macam latar belakang menjadi satu kesatuan dalam bingkai bhinneka tunggal ika. Namun demikian seiring dengan berkembangnya zaman, adat budaya mengalami degradasi yang cukup signifikan. Menurut Hayat (2019), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi budaya yakni teknologi yang dinamis, perilaku hedonisme, sikap individualistik masyarakat, serta demoralisasi perilaku. Berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak dalam menjaga agar adat budaya yang kita miliki tidak lenyap ditelan zaman. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui sektor pariwisata.

Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sendiri tercermin dari rencana strategi yang telah dirumuskan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI, yakni (1) meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta pemerataan pembangunan di bidang pariwisata (2) mewujudkan

(5)

2 pembangunan pariwisata yang berkesinambungan sehingga memberikan manfaat pada bidang sosial budaya, sosial ekonomi bagi masyatakat dan daerah, serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup (3) meningkatkan kepuasan wisatawan dan memperluas pasar, dan (4) menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan pariwisata Indonesia berdayaguna, produktif, transparan, dan bebas KKN untuk melaksakan fungsi pelayanan kepada Masyarakat, dalam institusi yang merupakan amanah yang dipertanggungjawabkan.

Dewasa ini kita dapat menemui berbagai inovasi di bidang pariwisata yang sekaligus juga sebagai sarana pelestarian adat budaya.

Menurut Hayat (2017), pariwisata merupakan salah satu bidang industri yang bergerak dalam bidang pelayanan dan jasa yang menjadi salah satu andalan bangsa Indonesia dalam mendongkrak devisa negara. Salah satu inovasi yang kini tengah berkembangan pesat di Indonesia adalah sebuah konsep pengembangan pariwisata berbasis Masyarakat atau community based tourism dimana Masyarakat berperan aktif di dalamnya.

Pemberdayaan Desa Wisata merupakan bentuk dari pariwisata berbasis Masyarakat dimana potensi lokal desa diangkat menjadi sebuah suguhan yang menarik sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung. Konsep Desa Wisata merupakan salah satu role konsep pengembangan pariwisata berbasis kemasyarakatan. Sebab struktur desa yang merupakan komunitas kehidupan terkecil Masyarakat memiliki ciri serta warnanya masing-masing, hal inilah yang kemudian memberikan

(6)

3 landmark terhadap pola kehidupan bangsa Indonesia sekaligus menjadi pembeda dengan bangsa lain. Yudha (2010:42) mengatakan bahwa perkembangan pariwisata, sejalan dengan dinamika yang berkembang, telah merambah berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, dan ecotourism, yang merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan di perkotaan.

Fenomena pemberdayaan Desa Wisata di Indonesia terus berkembang pesat seiring dengan banyaknya media massa yang menyebarluaskan keberhasilan program ini. Propinsi Jawa Timur menjadi salah satu daerah yang memiliki jumlah Desa Wisata terbanyak di Indonesia. Bagaimana tidak, ada lebih dari 450 Desa Wisata yang terdapat di wilayah propinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur pulau jawa misalnya, dengan pesona alam yang begitu luar biasa mulai dari hamparan pantai, pegunungan, hutan yang masih asli, hingga kekayaan adat istiadat yang masih kental dipegang oleh Masyarakat. Kekayaan adat istiadat yang dimiliki oleh Banyuwangi dapat dilihat dari kehidupan Masyarakat Suku Using yang merupakan suku asli Banyuwangi. Tidak heran jika berkunjung kebeberapa daerah yang mayoritas warganya adalah Suku Using kita akan menjumpai praktek- praktek adat istiadat seperti tari-tarian, cara berpakaian, berkomunikasi dan lain sebagainya.

(7)

4 Suku Using sendiri merupakan sebuah komunitas etnis yang tersebar luas di seluruh Banyuwangi, dalam ruang lingkup lebih luas Using merupakan salah satu bagian sub-etnis Jawa (Firman T, 2019:9).

Menurut sejarah, Masyarakat Suku Using sudah ada sejak zaman setelah majapahit runtuh pada abad XV, saat itu tejadi perebutan kekuasaan dari Kerajaan Blambangan oleh kerajaan-kerajaan Islam yang tengah berkembang pesat. Setelah itu, Masyarakat Suku Using terus beranak pinak hingga kemudian menyebar ke seluruh wilayah Banyuwangi sampai saat ini. Ciri khas yang dapat ditandai dari Masyarakat Using adalah sikap menjunjung tinggi semangat gotong royong, kerja bakti, tali persaudaraan serta keuletan dalam berusaha. Keseluruhan sikap yang dimiliki oleh Masyarakat Using sangat jelas tercermin salah satunya dalam bentuk bangunan rumah adat. Arsitektur rumah adat Using memiliki 3 tipe utama yakni Tikel Balung, Baresan dan Cerocogan. Sementara untuk pola ruangannya juga terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Bale (ruang tamu), Jumrah (kamar) dan Pawon (dapur). Sedangkan untuk bagian luarnya, terdapat Amper (teras) dan Ampok (teras samping kanan dan kiri) (Suprijanto, 2002:45).

Banyuwangi merupakan sebuah daerah yang berseberangan langsung dengan Pulau Bali sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia yang dimiliki oleh Indonesia. Sekitar satu dekade yang lalu, Banyuwangi hanyalah tempat singgah bagi wisatawan yang akan menyeberang ke Pulau Bali. Hal ini disebabkan karena belum maksimalnya pemanfataan sumber

(8)

5 daya yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi sebagai peningkatan kualitas kehidupan seperti halnya pada sektor pariwisata yang ada di Pulau Bali sebagai salah satu destinasi favorit dunia. Namun saat ini, Banyuwangi telah bertransformasi menjadi salah satu jujukan untuk menghabiskan masa liburan bagi wisatawan tidak hanya wisatawan lokal, akan tetapi juga mancanegara. Kultur Masyarakat yang sangat memegang erat budaya lokal serta anugerah kekayaan alam yang sangat luar biasa menjadi bekal utama bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam menasbihkan diri sebagai salah satu destinasi utama pariwisata di Indonesia. Keteguhan dalam mempertahankan adat budaya oleh Masyarakat di beberapa tempat di Banyuwangi juga menjadi pendorong kuat bagi Pemerintah Daerah agar supaya kekayaan tersebut tidak hilang ditelan zaman.

Salah satu tempat yang masih sangat teguh dalam mempertahankan eksistensi adat budaya di Banyuwangi adalah Desa Wisata Adat Using Kemiren. Desa Wisata Adat Using Kemiren terbentuk sejak masa penjajahan Belanda. Cikal bakal penduduknya sendiri berasal dari sebuah desa tua di Banyuwangi bernama Cungking yang terletak 4 km di sebelah timur Desa Wisata Adat Using Kemiren. Nama Cungking sendiri muncul dalam Babad Tawang Alun sebagai tempat persemayaman Ki Buyut Wangsakarya, guru dari Pangeran Macan Putih, Tawang Alun (Indiarti, 2013:36). Aktivitas sosial budaya Masyarakat Desa Wisata Adat Using Kemiren merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, budaya

(9)

6 dan religi. Mayoritas Masyarakat Desa Wisata Adat Using Kemiren bermata pencaharian sebagai seorang petani. Sementara itu, kondisi topografi atau permukaan tanahnya cenderung bergelombang. Di sebelah utara dan selatan, desa ini dibatasi adanya sungai yang menjadi sumber utama irigasi bagi sektor pertanian. Di sisi tengah yang juga digunakan sebagai pemukiman, cenderung datar. Wilayah pemukiman di Desa Wisata Adat Using Kemiren ini terpusat pada satu titik di tengah yang di sana terdapat bangunan Masjid sebagai representasi dari tempat yang disakralkan oleh Masyarakat. Sementara untuk pemakaman umum diletakkan pada posisi terendah sebagai wujud bahwa setiap dari manusia memiliki batas akhir perjalanan hidupnya.

Dalam hal kesenian, Desa Wisata Adat Using Kemiren memiliki kekayaan yang luar biasa. Kesenian di Kemiren sebagian besar merupakan bentuk ekspresi seni Masyarakat Using yang agraris. Jenis-jenis kesenian tradisional yang masih bertahan hingga saat ini antara lain adalah Gandrung, Barong dan Mocoan Lontar Yusuf. Gandrung adalah sebuah seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat tarian dan nyanyian yang melibatkan seorang penari perempuan yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan instrumen musik khas perpaduan Jawa-Bali.

Gandrung merupakan seni tertua di Banyuwangi yang lahir dan muncul pertama kali pada waktu orang-orang Blambangan membabat hutan untuk dijadikan kota baru yang kelak menjadi Banyuwangi, tidak lama setelah Mas Alit dilantik oleh Belanda menjadi bupati pertama pada tahun 1773.

(10)

7 Gandrung saat itu, selain untuk menghibur para pembabat hutan, juga untuk mengiringi upacara meminta selamat berkaitan dengan pembabatan hutan yang dikenal dengan istilah wingit (Indiarti, 2013:58). Gending- gending Using yang dibawakan penari gandrung terkadang berisi petuah- petuah bijak dan kisah perjuangan melawan penjajahan, sementara itu dalam interaksinya pemaju (pengibing), penonton dan penari gandrung berbalas pantun (basanan) dengan bahasa Using.

Di Desa Kemiren, Barong selain berfungsi secara sakral (berhubungan dengan ritual) juga berfungsi secara profan sebagai pertunjukan kesenian rakyat. Fungsi secara sakral, Barong merupakan unsur terpenting dalam ritual selametan Ider Bumi dan Tumpeng Sewu.

Sedangkan secara profan, Barong Kemiren merupakan sarana hiburan rakyat pada acara hajatan pernikahan, khitanan dan acara-acara lainnya.

Pada konteks profan inilah Barong bertransformasi menjadi hiburan baik dalam bentuk teater tradisional berupa drama tari maupun arak-arakan dan atraksi tari Barong, meskipun unsur spiritual magis masih berperan dalam pertunjukannya (Indiarti, 2013:63). Pertunjukan Barong Tuwek yang hanya menampilkan lakon pakem juga secara tidak langsung berisi petuah kebajikan. Di dalamnya juga bisa didapati gambaran relasi gender dalam Masyarakat Using dan gaya berpantun (basanan) Masyarakat Using dalam babak ketika para badutnya berinteraksi secara khusus.

(11)

8 Mocoan Lontar Yusuf, seperti banyak tradisi tutur lainnya di Nusantara, merupakan produk dari proses akulturasi atau silang budaya antara Islam dan kepercayaan serta kebudayaan lokal, dalam hal ini kebudayaan Masyarakat Using. Persilangan budaya ini bisa dilihat dari wujud karya sastra yang dibaca, isi, bentuk, tembang, cara melagukan, bahasa yang dipakai, dan fungsinya dalam Masyarakat. Lontar Yusuf pada dasarnya adalah sebuah kitab beraksara Arab pegon dalam bahasa Jawa.

Kendati demikian, di dalamnya juga ditemukan banyak kosakata bahasa Using. Kitab ini disalin dan diturunkan dari generasi ke generasi. Mocoan Lontar Yusuf merupakan suatu ikhtiar dan harapan untuk mengambil barakah dari kemuliaan Nabi Yusuf. Masyarakat Using meyakini bahwa dengan pembacaan ini, harapan dan keinginan bias terkabulkan. Meski pada umumnya mereka tidak mengerti arti bahasa lontar Yusuf ini, kesakralannya tetap diyakini. Di Kemiren terdapat dua kelompok yang membacakan lontar Yusuf, yaitu kelompok tua (kelompok reboan) dan kelompok muda (kelompok kemisan) (Indiarti, 2013:79-80).

Kekayaan adat budaya yang dimiliki oleh Masyarakat Kemiren tentu merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai harganya. Oleh sebab itu menjaga, melestarikan, serta mendayagunakan adat budaya yang dimiliki mejadi tanggung jawab bersama. Salah satu cara yang dapat dilakukan tentu dengan mengenalkannya kepada halayak umum melalui pariwisata. Seperti halnya kebudayaan-kebudayaan di tempat lain, adat budaya yang dimiliki oleh Masyarakat Kemiren tentu memiliki tantangan

(12)

9 dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya mempertahankan eksistensinya. Adapun perkembangan potensi kepariwisataan di Kemiren cenderung kurang optimal disebabkan regulasi pengembangan kepariwisataan. Hal itu bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Desa Wisata Adat Kemiren pada tahun 2019 hanya sebesar 18.436 wisatawan atau hanya 0.4 % dari jumlah wisatawan yang datang ke Banyuwangi sebanyak 5,6 juta wisatawan (Muthiara, 12:12-13).

Persentase tersebut tentu bisa dibilang masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki oleh Desa Wisata Adat Kemiren. Padahal apabila di dasarkan pada Peraturan Desa Kemiren Tahun 2016 tentang Pelestarian dan Penguatan Budaya dan Adat Istiadat salah satu poinnya memuat tentang mengembangkan dan memanfaatkan tradisi budaya dan adat istiadat demi kepentingan sejarah, pendidikan, agama, sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan pariwisata. Maka sudah seharusnya potensi yang ada dapat dikembangkan salah satunya melalui pembangunan pariwisata demi kesejahteraan masyarakat sesuai tujuan yang tercantum pada poin berikutnya. Selain itu pengelolaan pariwisata berbasis keberbudayaan suku Using dengan masih melibatkan pemerintah sebagai pemain yang paling dominan atas keterlibatan orang diluar pemerintah. Artinya bahwa Pemerintah Daerah mengambil porsi cukup besar dalam mengelola kepariwisataan berbasis kebudayaan di Kemiren. Sementara tantangan dan permasalahan pariwisata terutama yang memiliki basis pada kebudayaan

(13)

10 akan terus berkembangan. Sehingga pengembangan pariwisata di Kemiren akan terhambat apabila hanya mengandalkan kekuatan dari Pemerintah Daerah sebagai aktor utamanya. Karena tentu Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan pembiyaan yang menjadi sokongan utama pengembangan pariwisata berbasis kebudayaan di Desa Wisata Adat Using Kemiren.

Sejauh ini, peran Pemerintah Daerah dan sebagian kecil Masyarakat Desa Kemiren belum bisa memaksimalkan potensi kekayaan adat budaya yang dimiliki. Sehingga dibutuhkan aktor lain yang bisa menyokong fungsi dan tugas Pemerintah Daerah dalam memaksimalkan potensi tersebut. Aktor-aktor tersebut antara lain Swasta, Akademisi dan Media Massa atau yang kemudian disebut dengan kolaborasi konsep Penta Helix. Peran masing-masing sektor atau pihak dalam kemitraan ini ialah, Sektor Akademisi memiliki peran penting sebagai konsultan dan menjadi aktor dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau motor ekonomi berbasis pengetahuan. Gagasan dan metode dari akademisi berkontribusi pada proses pembuatan kebijakan pemerintah. Sedangkan Swasta ialah sebagai pihak yang menanamkan modal dalam menciptakan nilai tambah berupa fasilitas penunjang. Sektor Masyarakat atau komunitas dalam berpartisipasi aktif guna pengembangangan dan menarik wisatawan dengan kearifan lokal yang ditawarkan. Sektor Pemerintah sebagai pengawas, monitoring, dan pembinaan dalam pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren. Sedangkan Sektor Media Massa sebagai saluran

(14)

11 industri untuk membuat branding image dan promosi Desa Wisata Adat Using Kemiren.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam usaha pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren dibutuh aktor- aktor tambahan yang dapat menyokong tugas Pemerintah. Desa Wisata Adat Using Kemiren yang sudah memiliki kekayaan adat budaya yang luar biasa akan menjadi lebih baik lagi apabila melibatkan kerjasama antara Five Stakeholder lima pemangku kepentingan yakni Pemerintah, Masyarakat, Swasta, Akademisi, dan Media Massa. Dengan harapan, kedepan Desa Wisata Adat Using Kemiren dapat menjadi Desa percontohan dalam hal pengelolaan manajemen pelestarian adat budaya dengan optimalisasi di bidang pariwisatanya. Oleh karena itu, peneliti akan mengemas dalam skripsi yang berjudul: Pengembangan Desa Wisata Adat melalui Konsep Penta Helix (Studi Kasus Desa Wisata Adat Using Kemiren Banyuwangi)

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan yang sudah peneliti paparkan dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi melalui konsep Penta Helix?

(15)

12 2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi melalui konsep Penta Helix?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk menemukan sebuah solusi dari rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun tujuan penelitian ini dijelaskan secara spesifik sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi melalui konsep Penta Helix.

2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi melalui konsep Penta Helix.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ialah sebagai kegunaan hasil dari penelitian yang terbagi menjadi dua ialah manfaat secara praktis dan manfaat secara teoritis. Manfaat praktis ialah manfaat bagi program sedangkan manfaat teoritis ialah manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat penelitian ini dijelaskan secara spesifik sebagai berikut :

(16)

13 1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa gagasan inovasi terutama dalam hal konsep pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren. Konsep kerjasama yang menjadi spirit utama dalam penerapan konsep Penta Helix tentunya akan memberikan dampak meningkatnya kebermanfaatan adat budaya demi kesejahteraan Masyarakat Kemiren.

Selain itu, penelitian ini juga tidak hanya bisa diserap manfaatnya oleh Desa Wisata Adat Using Kemiren saja, akan tetapi Desa-desa di seluruh Indonesia yang memiliki misi yang sama dengan Desa Wisata Adat Using Kemiren dan tentu dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Teoritis a. Bagi Penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis tentu bertambahnya pengetahuan terutama dalam hal pengembangan manajerial pemerintahan. Di era saat ini, inovasi menjadi kunci bagi Pemerintah mulai dari tingkat Pusat sampai Daerah apabila menginginkan wilayah yang dipimpinnya sejahtera. Sehingga pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian ini akan memberikan bekal bagi penulis untuk bisa memberikan sumbangsih setidaknya berupa gagasan yang dapat diimplenmentasikan oleh pemangku kebijakan demi cita-cita luhur

(17)

14 bangsa. Selain itu, penelitian ini juga merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana.

b. Bagi Akademisi dan Instansi

Penelitian ini ditujukan sebagai acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki fokus kajian serupa. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam proses evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terutama berkaitan dengan pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren.

Manfaat lain yang bisa di dapatkan tentu Pemerintah Daerah memiliki pedoman dalam penerapan kebijakan pengembangan Desa Wisata Adat tidak hanya bagi Desa Wisata Adat Using Kemiren saja, akan tetapi seluruh Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia.

c. Bagi Perguruan Tinggi

Sebagai bentuk untuk menambah, menyempurnakan penelitian- penelitian berikutnya dan sebagai sebuah referensi di perpustakaan fakultas maupun universitas. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga bermanfaat bagi pengkayaan pengembangan kurikulum terutama dalam bidang kajian manajemen administrasi publik. Selain itu, apabila penelitian ini dapat memberikan dampak atau pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan kebijakan pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren, tentunya akan membantu

(18)

15 Perguruan Tinggi dalam menunaikan tugasnya sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi.

(19)

121 BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, penulis dapat menyimpulkan beberapa poin hasil temuan dalam pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.

Bahwa sejauh ini, pengembangan potensi wisata di Kemiren dapat dikatakan sudah baik, akan tetapi ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah desa agar ke depan Desa Wisata Adat Using Kemiren terus berkembang dan mampu menghadapi tantangan di masa depan. Apabila ditinjau dan dirinci melalui konsep Penta Helix. Aktor pertama yakni Pemerintah Desa Kemarin sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Disahkannya berbagai macam produk hukum guna memayungi kebijakan pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren menjadi bukti keseriusan Pemerintah Desa Kemiren.

Selain itu juga pengadaan berbagai fasilitas terus dijajaki. Aktor kedua yakni Masyarakatpun juga demikian. Berbekal semangat kecintaan akan budaya serta adat istiadat yang mereka miliki. Berbagai macam kegiatan serta program berhasil dijalankan dengan baik. Partisipasi aktif dari Masyarakat Kemiren membuat Pemerintah Desa lebih mudah dalam

(20)

122 mengimplementasikan program. Adapun ketiga aktor lainnya yakni Akademisi, Swasta dan Media Massa sejauh ini masih belum terlibat aktif dalam pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren.

Setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan peran ketiganya masih belum maksimal.

Permasalahan yang paling mendasar adalah berkaitan dengan political will yang dimiliki oleh pemerintah desa. Sejauh ini, pemerintah desa masih mempertahankan tradisi lama dalam pengembangan wisata adat di Kemiren yakni dengan musyawarah dengan masyarakat. Selain itu, pemerintah desa juga masih enggan dalam membuka peluang kerjasama yang melibatkan lebih banyak pemangku keperntingan dalam konsep Penta Helix. Pemerintah desa beranggapan bahwa cara yang selam ini dijalankan sudah cukup efektif untuk memajukan sektor pariwisata di Kemiren.

Selain itu, keragaman cara menghadapi tantangan pengembangan wisata oleh masyarakat juga sangat beragam. Ada sebagian masyarakat yang antusias ikut serta dalam mengembangkan potensi wisata yang ada di desa. Namun juga tidak jarang masih ada masyarakat yang seolah takut untuk memulai langkah baru atau cenderung masih enggan beranjak dari “zona nyaman”. Sebagian masyarakat lainnya hanya menunggu pemerintah yang bergerak terlebih dahulu, kemudian barulah mereka mau berpartisipasi. Untuk bisa

(21)

123 memajukan sebuah daerah, tentu harus ada kesatuan misi diantara pemangku kepentingan terutama tentang hal-hal baru yang harus dihadapi bersama di masa yang akan datang.

1.2 Saran

1. Peningkatan kerjasama antar stakeholder.

Dalam konsep Penta Helix, dibutuhkan lima pemangku kepentingan yang saling berkolaborasi dalam mewujudkan tujaun bersama. Dalam kasus pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren, sejauh ini peran yang terlihat masih sebatas pemerintah desa dan Masyarakat Kemiren saja. Alangkah lebih maksimalnya pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren apabila dapat mengkolaborasikan kelima aktor dengan tugasnya masing-masing. Tahapan bisa dimulai dengan kajian pemahaman oleh akademisi kepada pemerintah desa dengan masyarakat tentang bagaimana konsep Penta Helix dijalankan.

Lalu kemudian pemerintah desa sebagai fasilitator yang bertindak dalam mengkolaborasikan kelima aktor diatas dengan tetap di dampingi oleh akademisi.

2. Menjaga iklim inovasi.

Inovasi menjadi satu hal yang begitu penting untuk menjaga keberlangsungan pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren.

Sebab tantangan yang dihadapi akan selalu berubah, sehingga membutuhkan iklim inovasi yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan

(22)

124 pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren. Menjaga iklim inovasi ini bisa dilakukan dengan cara studi dengan daerah lainnya yang memiliki inovasi-inovasi baru terutama di bidang pariwisata. Sehingga Pemerintah Desa Kemiren akan memiliki banyak referensi dalam menetapkan langkah inovasi apa yang akan ditetapkan kedepannya.

3. Peningkatan kesadaran masyarakat

Sekali lagi bahwa peran masyarakat sangatlah vital bagi pengembangan Wisata Desa Adat Using Kemiren. Oleh sebab itu, pemerintah desa harus bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan potensi yang dimiliki. Tentu yang dibutuhkan masyarakat adalah bukti nyata hasil dari pengembangan yang sudah dilakukan. Oleh sebab itu, apabila pemerintah desa memiliki political will pengembangan Desa Wisata Adat Using Kemiren melalui konsep Penta Helix ini diterapkan. Maka hasilnya nanti akan bisa menjadi pertimbangan utama masyarakat untuk bisa ikut berpartispasi aktif dalam peningkatan pemanfaatan potensi yang dimiliki.

(23)

125 DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Amirin Tatang, M. (1996). Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta, PT. Rajawali Press

Arikunto, Suharsimi. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta, Rineka Cipta

A.Yoeti, Oka. (2000). Manajemen Wisata Konvensi. Jakarta, PT.Pertija

Erma, Suryani. (2006). Pekonsepan Dan Simulasi. Yogyakarta, Graha Ilmu

Fennel, D. A. (1999). Ecotourism, An Introduction. New York, Routledge

Hayat. (2018). Buku Kebijakan Publik. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada

Hayat., & Zunaida, Daris. (2018). Kemandirian Desa Edisi pertama. Malang, Intelegensia Media

Hayat. (2017). Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

(24)

126 Indiarti, Wiwin dkk. (2013). Pengembangan Program Desa Wisata dan Ekowisata Berbasis Partisipasi Masyarakat di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuwangi, Laporan Penelitian Bersumberdana APBD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Miles, M., B, Huberman, A., M, Saladana, J. (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA, Sage Publications.

Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia

Samsuridjal, D., Kaelany, HD. (1997). Peluang di bidang pariwisata. Jakarta, PT Mutiara Sumber Widya

Siagian, Sondang P. (2001). Organisasi, Kepemimpinan, dan Pelaku Administrasi. Jakarta, Gita Karya

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D.

Bandung, Alfabeta

(25)

127 Sunaryo, Bambang. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata

Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta, Gava Media

Tjokroamidjojo, Bintoro. (1981). Perencanaan Pembangunan. Jakarta. PT Gunung Agung

JURNAL :

Andayani, A. A. I., Martono, E., & Muhammad, M. (2017). Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Desa Wisata dan Implikasinya terhadap Ketahanan Budaya Wilayah di Desa Wisata Panglipuran Bali. Jurnal Ketahanan Nasional. 23(1), 1-16.

Atmoko, Prasetyo Hadi. (2014). Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata Brajan Kabupaten Sleman . Jurnal Media Wisata, Vol. 12, No. 2.

12(2), 4-13.

Dewi, Ratna Trisuma. (2012). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Collaborative Governance Dalam Pengembangan Industri Kecil (Studi Kasus tentang Kerajinan Reyog dan Pertunjukan Reyog di Kabupaten Ponorogo). Universitas Sebelas Maret. 12(2), 12-23.

(26)

128 Dwi, Muthiara.,& Muallidin, Isnaini. (2020). Strategi Lembag Adat dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengambangan Pariwisata di Desa Adat Using Kemiren. Jurnal Pemerintah dan Kebijakan, 2(1), 8-12.

Halibas, A. S., Sibayan, R. O., & Maata, R. L. R. (2017). The Penta Helix Konsep Of Innovation In Oman: An Hei Perspective.

Interdisciplinary Journal of Information, Knowledge & Management, 12. 16(2), 34-43.

Hastuti, dkk. (Tanpa Tahun). Konsep Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan di Lereng Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewah Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Geografis. 12(7), 34-50

Hayat. (2020). Paradigma Good Governance Menuju Shared Governance Melalui Reformasih Birokrasi dan Inovasi Pelayanan Publik.

ARISTO. 8(1), 1-26.

Hayat., & Amalia, L. (2019). Penguatan Budaya Andep Ashor dan Patronisasi Masyarakat Madura. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial dan Politik, 1(1), 38-42.

(27)

129 Hayat. (2014). Jurnal Konsep Kepemimpinan Dalam Reformasi Birokrasi:

Aktualisasi Pemimpin Dalam Pelayanan Publik Menuju 1 Good Governance. 2(5), 12-16.

Hernanda, Dedy Wahyu., Lely, Indah Mindarti., & Riyanto. (2018). Community Empowerment Based on Good Tourism Governance in the Development of Tourism Destination. J. Ind. Tour. Dev. Std., Vol.6, No.2

Kirk, J., Miller, M. L., & Miller, M. L. (1986). Reliability and validity in qualitative research (Vol. 1). Sage.

Mabruri, K., Prabawati, I. (2019). Implementasi Desa Wisata Adat Using Dalam Mengembangkan Potensi Pariwisata Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Publika, 7(6).

Mohr, J., & Spekman, R. (1994). Karakteristik Keberhasilan Kemitraan:

Atribut, Perilaku komunikasi, Dan Teknik Resolusi Konflik.

Jurnal Manajemen Strategis (1994).

Mulyana, S., & Sutapa, S. (2014). Peningkatan kapabilitas inovasi, keunggulan bersaing dan kinerja melalui pendekatan quadruple helix: Studi

(28)

130 pada industri kreatif sektor fashion. Jurnal Manajemen Teknologi, 13(3), 304-321.

Nurcahyono, A. (2015). Collaborative Governance Penanggulangan Kekerasan Seksual ANAK dan Eksploitasi Seksual Komersil Anak (ESKA) Kota Surakarta. Surakarta. FISIP Universitas Sebelas Maret.

Nurmalia, Atika. (2018). Strategi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dengan Konsep Penta Helix (Studi Pada UMKM Sentra Bordir dan Konfeksi Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus). FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nur, Tri Kurnia H.M. dkk. (2010). Pelestarian Pola Pemukiman Masyarakat Using di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi, Jurnal Tata Kota dan Daerah Vol. 2, No.1, Juli 2010: 59-73. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Pitana, I. G. (2002). Apresiasi kritis terhadap kepariwisataan Bali. The Works.

(29)

131 Ridlwan M. A., Muchsin, S., & Hayat. (2017). Konsep Pengembangan Ekowisata dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Lokal. Jurnal Politik Indonesia, 2(2), 141-158.

Sastrayudha, Gumelar. (2010). Handout Konsep Pengembangan Desa Wisata FPIPS UPI, 11.

Sudarwo, Vina Salvina Darvina. (2017). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Nonformal Berbasis Potensi Lokal dalam Membangun Desa Wisata Adat. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis. 2(2), 96-102.

Sugiono., Lesmanah, U., & Hayat. (2020). Pembuatan Konten Tulisan Positif di Media Sosial sebagai Komunikasi Preventif dan Kontribusi Mahasiswa dalam Menangkal Hoax. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2 (2), 21-29.

Suprijanto, Iwan. (2002). Rumah Tradisional Using: Konsep Ruang dan Bentuk, Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 30, No. 1, Juli 2002:

10-20. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. Peneliti pada Puslitbang Permukiman-Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

(30)

132 Timothy, D. J. (1991). Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia

dalam Annals of Research. Vol 26. No. 2.

Tonkovic, A. M., Veckie, E., & Veckie, V. W. (2015). Aplications of Penta Helix konsep in economic development. Economy of eastern Croatia yesterday, today, tomorrow. 4, 385-393.

SKRIPSI :

Septiyan, Ririn Nensi. (2018). Strategi Disporabudpar Kabupaten Mojokerto Dalam Mengembangkan Potensi Desa Wisata (Studi Pada Kawasan Petirtaan Candi Jolotundo). FIA Publik UNISMA.

PERUNDANG-UNDANGAN :

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No. 14 tahun 2016 tentang pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Referensi

Dokumen terkait

pemaparan 12 jam pemaparan 12 jam Dari data di atas dapat diketahui prosentase efektivitas penyerap timbal (Pb) di udara ambien lebih besar daun puring ( Codiaeum

[r]

Hakim yang pada pokoknya Oditur Militer bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana : “Militer yang karena salahnya atau

SURGXNWLYLWDV NDUHW NDUHQD WHUJDQJJXQ\D SHUGDXQDQ DNLEDW VHUDQJDQ SHQ\DNLW JXJXU GDXQ SDGD NORQ NORQ SURGXNVL WLQJJL 'LSHUOXNDQ NORQ \DQJ VSHVLILN ORNDVL NKXVXVQ\D NORQ

heveae yang banyak menyerang klon karet sebesar 1,04%, interaksi antara klon dan penyakit gugur daun tidak berpengaruh nyata, stomata yang terbanyak yakni pada klon RRIC 100

1) Biaya pengeluaran akan lebih murah dibandingkan dengan media audio, visual dan audio visual karena majalah biologi menggunakan media cetak. 2) Proses penggunaan

Untuk mendapatkan bahan penelitian, maka penelitian ini akan dilakukan dengan studi pustaka yang mengkaji bahan hukum. Bahan hukum sebagai bahan penelitian berupa