• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN BOPTN PENGEMBANGAN MEDIA LINGKARAN CANTOL UNTUK MENGENALKAN SUKU KATA PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN BOPTN PENGEMBANGAN MEDIA LINGKARAN CANTOL UNTUK MENGENALKAN SUKU KATA PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN BOPTN

PENGEMBANGAN MEDIA LINGKARAN CANTOL UNTUK MENGENALKAN SUKU KATA PADA

ANAK USIA 5-6 TAHUN

PENELITIAN PEMBINAAN/PENINGKATAN KAPASITAS

Disusun Oleh:

Dika Putri Rahayu, M. Pd Id Peneliti : 202212910108000

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG TAHUN 2018

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan bahasa merupakan salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak yang terdiri dari beberapa tahapan sesuai dengan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif dan sosioemosional sedangkan bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi. Dengan bahasa, anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran maupun perasaannya pada orang lain (Dhieni, 2008: 3.1). Perkembangan bahasa untuk anak meliputi empat aspek yaitu perkembangan berbicara, perkembangan menulis, perkembangan membaca dan perkembangan menyimak (Dhieni, 2008: 3.2).

Sejalan dengan Steinberg (dalam Susanto, 2011: 90) yang menyatakan bahwa salah satu perkembangan bahasa untuk anak adalah perkembangan membaca.

Membaca anak usia dini dapat dibagi atas empat tahap perkembangan, yaitu tahap timbulnya kesadaran terhadap tulisan, tahap membaca gambar, tahap pengenalan bacaan dan tahap membaca lancar. Pada anak Taman Kanak-kanak berada pada tahap membaca gambar dan pengenalan bacaan, dimana pada tahap itu anak memandang dirinya sebagai pembaca, mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna gambar, menggunakan bahasa buku walaupun tidak cocok dengan tulisannya. Anak sudah menyadari bahwa buku memiliki karakteristik khusus, seperti judul, halaman, huruf, kata serta tanda baca.

Anak sudah menyadari bahwa buku terdiri dari bagian depan, tengah dan akhir. Pada

(3)

tahap pengenalan bacaan, anak usia Taman Kanak-kanak sudah dapat menggunakan tiga sistem bahasa yaitu fonem (bunyi huruf), semantik (arti kata) dan sintaks (aturan kata atau kalimat). Anak yang sudah tertarik pada bahan bacaan mulai mengingat kembali cetakan hurufnya dan konteksnya.

Grey (dalam Susanto, 2011: 88) membedakan tiga kategori membaca, yaitu kategori sempit, agak luas dan luas. Pada anak usia Taman Kanak-kanak termasuk dalam kategori sempit, dimulai dengan pengenalan bacaan atau lambang tertulis, yaitu mengenal huruf, mengenal suku kata dan mengenal kata. Glen (dalam Susanto, 2011:

84) juga menjelaskan bahwa pada anak usia dini dimulai dengan pengenalan huruf kemudian mengenal suku kata dan barulah mengenal kata.

Bjorklund (2005: 14) menyatakan bahwa dalam proses kognitif anak dapat membentuk skema simbolik, membuat abstraksi huruf yang dikenalkan menjadi suatu image dan kode verbal. Jadi setelah anak mengenal,anak akan menirukan polanya dengan tujuan untuk mengingat dan mengulang. Sihombing (dalam Hasan, 2009: 89) menyatakan bahwa huruf adalah bagian terkecil dari struktur bahasa tulis dan merupakan elemen dasar untuk membangun sebuah kata atau kalimat. Rangkaian huruf seperti suku kata dalam sebuah kata atau kalimat bukan saja dapat memberikan suatu makna yang mengacu kepada sebuah objek ataupun gagasan tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan mengenal huruf terkait dengan pengenalan simbol-simbol huruf atau aksara dan bunyi dari simbol-simbol huruf atau aksara yang secara terampil anak-anak dapat mengubah huruf menjadi suara dan dirangkai menjadi sebuah suku kata yang berakhir kata.

Tzu (dalam Susanto, 2011: 84) juga menjelaskan bahwa, anak usia dini menerjemahkan simbol (huruf) kedalam suara yang dikombinasikan dengan kata-kata

(4)

yang berawal dari suku kata. Suyanto (dalam Susanto, 2011:84) memaparkan bahwa suku kata adalah unit pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem. Menurut Siswianti (dalam Aulia, 2012: 89) menjelaskan bahwa suku kata adalah huruf atau gabungan huruf yang bisa dibunyikan. Misalnya, ba, fa, su, le dan seterusnya. Menurut Pujiati (dalam Soejono, 2010: 96) belajar mengenal suku kata adalah model yang paling banyak diterapkan disekolah-sekolah Taman Kanak-kanak.

Prinsip dasarnya adalah mengenali pola-pola terlebih dahulu sebelum masuk ke fase membaca.

Belajar lewat suku kata, misalnya ba, bi, bu, be, bo juga memiliki efek tersendiri, yaitu kecepatan kemampuan memahami akan lebih cepat. Begitu juga menurut Liberman, et al (Susanto, 2011: 85) menjelaskan bahwa mengajari anak lewat suku kata telah menunjukkan bahwa anak Taman Kanak-kanak dapat dengan cepat menguasai kemampuan tersebut. Dari uraian di atas bahwa mengajari anak melalui pengenalan suku kata adalah cara paling efektif yang untuk selanjutnya menuju kepengenalan kata yang kemudian berlangsung menjadi kalimat pada saat anak memasuki pendidikan dasar nantinya.

Anak usia 5-6 tahun telah memasuki masa Taman Kanak-kanak, yakni masa persiapan untuk memasuki usia Sekolah Dasar. Meskipun berada pada masa Taman Kanak-kanak namun dunianya tetap dunia bermain, maka anak usia Taman Kanak- kanak masih senang bermain. Piaget menyatakan bahwa permainan adalah proses berpikir (Carol dan Barbara 2008: 23) permainan adalah jalan bagi anak mengembangkan kemampuan menggunakan lambang dan memahami lingkungan mereka. Pembelajaran sebaiknya menerapkan learning by playing secara maksimal dengan media yang tepat. Hasil pembelajaran anak akan sesuai dengan tahap usia perkembangannya yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang menyenangkan.

(5)

Perkembangan anak usia dini merupakan hal yang patut diperhatikan secara serius, baik itu oleh orang tua, guru, masyarakat maupun pemerintah. Pembelajaran kepada Anak Usia Dini diharapkan tidak memaksa dan sesuai dengan tahapannya.

Mengingat pada usia dini merupakan masa peka, yaitu masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi dan mengasimilasikan ke dalam pribadinya. Maka dari itu program pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini selayaknya memperhatikan berbagai aspek yang terkait agar seluruh potensi anak dapat berkembang secara optimal.

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada pembelajar (Arsyad, 2011: 14). Menurut Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2011: 14) media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untu menyampaikan isi materi pembelajaran.

Dalam pembelajarannya, guru di Taman Kanak-kanak menggunakan pengenalan bahasa tulis model konvensional. Guru menggunakan model konvensional menekankan membaca pada anak sebagai kemampuan mengeja, melafalkan tulisan secara benar. Model ini menekankan menulis sebagai kemampuan menuliskan huruf yang didiktekan guru. Maka dari itu pemilihan metode dan media dalam menyampaikan materi pembelajaran menjadi hal yang penting terkait dalam tujuan mengembangkan kemampuan mengenal suku kata. Sejalan dengan Schmoker (dalam Shaver, 2013: 1) yang menyatakan bahwa pembelajaran keaksaraan memiliki pengaruh langsung terhadap kemampuan anak dan penting bagi para pendidik untuk terus mengevaluasi cara pembelajaran mereka. Begitu juga menurut Lisa (2001: 20) yang menyatakan bahwa anak adalah individu yang unik dengan berbagai kebutuhan,

(6)

pengamalaman serta gaya belajar maka tidak bisa hanya bergantung pada satu jenis program atau gaya pembelajaran untuk menjangkau mereka semua.

Salah satu media yang digunakan dalam mengembangkan kemampuan anak dalam mengenal suku kata adalah media lingkaran cantol dimana dalam media lingkaran cantol terdapat cantolan yang dihubungkan dengan gambar sehingga memudahkan anak dalam mengingatnya. Media lingkaran cantol sendiri sebenarnya adalah media dari metode cantol roudhoh. Metode cantol roudhoh adalah salah satu teknik menghafal yang dikembangkan dalam "quantum learning". Dalam penerapanya metode ini bersosialisasi dengan media pembelajaran dalam persamaan bunyi dan bentuk visual yang disambungkan dengan nama awalan benda-benda yang ada disekitar (www.wordpress.com). Begitu juga dengan media yang terdapat dalam metode cantol roudhoh, adalah media yang mengenalkan huruf vokal dan kosonan yang terangkai menjadi suku kata yang akhirnya dihubungkan dengan kata melalui menghafal yang efektif untuk mengingat daftar yang disambungkan dengan benda- benda yang ada disekitar anak, misalnya ba yaitu baju. Dalam mengenalkan huruf dan suku kata, teknik-teknik tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah anak dalam mengingat simbol-simbol huruf. Media yang cocok untuk memudahkan anak mengingat kembali simbol-simbol huruf adalah media cantol roudhoh (Hariyanto, 2009: 63).

Metode cantol roudhoh sendiri adalah salah satu teknik menghafal karena dengan metode ini, selain dapat memfungsikan indra penglihatan, juga didukung oleh indra pendengaran untuk melatih anak kemampuan mengenal huruf vokal dan konsonan yang terangkai menjadi suku kata yang berakhir kata dan menirukannya (Hariyanto, 2009: 64). Namun dalam media cantol roudhoh ini masih terdapat kekurangan, yaitu dalam media lingkaran cantolnya. Lingkaran cantol yang terdapat

(7)

dalam media cantol roudhoh tersebut terlalu kecil sehingga tidak bisa menjangkau anak dalam satu kelas. Lingkaran cantol tersebut berukuran 18x25 cm sehingga anak- anak yang berada di belakang tidak dapat melihat dengan jelas tulisan dan cantolan yang berada di dalam lingkaran cantol tersebut. Sehingga anak-anak akan berdesak- desakan agar bisa mengikuti lingkaran cantol.

Dalam mengembangkan suatu media, seorang perancang (desainer) dapat memilih atau menentukan model pengembangan yang akan digunakan. Beberapa model pengembangan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan seperti model IDI, model PPSI, model Dick, Carey & Carey, model Kemp, model Thiagarajan, model Plomp (Hobri, 2010) dan model Bord and Gall. Dari beberapa model desain pembelajaran tersebut, model yang digunakan dalam pengembangan ini adalah model Bord and Gall.. Pertimbangan yang mendasari pemilihan model ini adalah langkah-langkah dalam model ini lengkap dengan mengacu kepada pendekatan sistem dan dapat digunakan untuk merancang pembelajaran yang lebih sistematis, hal ini memudahkan untuk melakukan proses pengembangan media.

Berdasarkan substansi permasalahan yang diuraikan diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian pengembangan Media Lingkaran Cantol untuk Mengenalkan Suku Kata Pada Anak Usia 5-6 tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana langkah-langkah pengembangan lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun?

2. Bagaimana kelayakan produk pengembangan lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun?

(8)

3. Bagaimana implementasi produk pengembangan lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun?

C. Tujuan Penelitian Dan Pengembangan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan pengembangan ini adalah:

1. Mengembangkan media lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata yang dihubungkan menjadi kata kepada anak usia 5-6 tahun.

2. Menguji kelayakan media lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata yang dihubungkan menjadi kata pada anak usia 5-6 tahun.

3. Mengimplementasikan produk pengembangan lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun.

D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang ingin dihasilkan berupa media lingkaran cantol dengan spesifiksi sebagai berikut :

1. Produk menyajikan media yang dapat meningkatkan minat belajar anak melalui media yang menyenangkan.

2. Produk menyajikan media yang dapat memudahkan anak untuk mengingat suku kata yang berupa cantolan-cantolan gambar .

3. Produk yang dihasilkan dapat memudahkan anak untuk mengenal suku kata yang menjadi kata melalui cantolan-cantolan gambar.

D. Definisi Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang salah maka perlu batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

(9)

1. Media Lingkaran Cantol (X)

Media lingkaran cantol di sini adalah media berbentuk lingkaran yang dapat diputar yang berisikan suku kata dan cantolan gambar untu memudahkan anak mengingat suku katanya.

2. Kemapuan Mengenal Suku Kata (Y)

Kemampuan mengenal suku kata adalah kemapuan anak dalam mengenal simbol-simbol huruf vokal dan konsonan yang terangkai menjadi suku kata yang dihubungkan menjadi kata.

E. Asumsi

Asumsi adalah anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian (TIM Penyusun UNESA, 2006: 17).

Asumsi dalam penelitian dan pengembangan ini adalah anak usia 5-6 tahun telah memiliki kemampuan mengenal suku kata.

F. Batasan Penelitian

Agar pemahaman terhadap penelitian ini singkat dan jelas, maka penelitian ini membatasi pada:

1. Sasaran dalam penelitian ini terbatas pada anak kelompok B di Taman Kanak- kanak Nglanduk 01 Madiun.

2. Variabel dalam penelitian ini terbatas pada media pembelajaran sebagai variabel bebas, media lingkaran cantol sebagai variabel bebas dan kemampuan mengenal suku kata sebagai variabel terikat.

3. Metode pengumpulan data berupa observasi dan dokumentasi.

(10)

4. Penelitian ini hanya meneliti kemampuan mengenal suku kata meliputi huruf vokal dan huruf konsonan yang terangkai menjadi suku kata yang dihubungkan dengan kata pada anak kelompok B di Taman Kanak-kanak Nglanduk 01 Madiun dan Nglambangan 01 Madiun.

G. Manfaat Penelitian

1. Dengan menggunakan lingkaran cantol dapat memudahkan guru mengajarkan suku kata kepada anak melalui game lingkaran cantol

2. Lingkaran cantol dapat memudahkan anak mengenal suku kata melalui cantolan gambar.

3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan sebagai bahan pertimbangan antara teori yang sudah dipelajari dengan keadaan sebenarnya di lapangan mengenai pembelajaran bagi anak Taman Kanak-kanak.

4. Sebagai wacana dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Media Lingkaran Cantol

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pendidikan erat kaitannya dengan pemberdayaan teknlogi dalam pendidikan. Perkembangan media pembelajaran dalam pendidikan mempunyai pengaruh yang besar. Salah satu pandangannya adalah menekankan pada konsep berdasarkan rekayasa materi dan pendekatan sistematis untuk mengembangkan pembelajaran. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak usia dini, sangat diperlukan pemahaman yang mendasar tentang perkembangan diri anak, terutama yang terjadi dalam proses pembelajarannya. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat mengetahui ada atau tidaknya kesulitan yang dialami oleh anak dalam proses belajarnya. Dengan pemahaman yang cukup mendalam atas proses tersebut diharapkan guru mampu mengadakan eksplorasi, merencanakan dan mengimplementasikan penggunaan sumber belajar dan alat permainan.

Warsita, (2008: 10) menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2013: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat anak mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Menurut Abdulhak dan Darmawan, (2013: 82) menyatakan bahwa, media pembelajaran merupakan suatu representasi (penyajian realitas, terutama melalui pengindraan penglihatan dan pendengaran yang bertujuan untuk mempertunjukkan pengalaman-pengalaman pendidikan yang nyata kepada anak. Cara ini dianggap

(12)

paling tepat, cepat dan mudah dibandingkan melalui pembicaraan, pemikiran dan cerita mengenai pengalaman pendidikan.

Rosyada (2013: 7) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

Sejalan dengan Association of Educational and Communication Technology/ AECT) (dalam Sadiman, 2012: 6) yang menyatakan bahwa segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. Maka dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemanfaatan media dalam proses pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefesiensikan proses pembelajaran.

Briggs (dalam Sadiman, 2012: 6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang anak untuk belajar, seperti buku, film, kaset dan lain-lain. Sadiman, (2012: 7) menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian anak sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Maka dapat disimpulkan bahwa media dapat membantu menngkatkan minat anak pada suatu kegiatan pembelajaran, seperti halna pada media cantol roudhoh.

2. Fungsi Media Pembelajaran

Hamalik (dalam Arsyad, 2013: 19) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan ransangan kegiatan belajar dan

(13)

bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap anak. Rosyada, (2013: 37) menyatakan bahwa terdapat lima fungsi media pembelajaran, yaitu:

a. Fungsi Media Pembelajaran Sebagai Sumber Belajar Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar.

Dalam kalimat “sumber belajar” ini tersirat makna keaktifan, yakni sebagai penyalur, penyampaian, penghubung dan lain-lain. Komponennya meliputi pesan, orang, bahan, alat dan lingkungan yang mana hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar anak. Dengan demikian sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri anak dan memungkinkan memudahkan terjadinya proses belajar.

b. Fungsi Semantik

Fungsi semantik yaitu kemampuan media dalam menambah

perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak (tidak verbalistik).

c. Fungsi Manipulatif

Fungsi manipulatif dibedakan menjadi dua, yaiu mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.

d. Fungsi Psikologis

Fungsi media secara psikologis dibedakan menjadi lima, yaitu:

1) Fungsi atensi, yaitu media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) anak terhadap materi ajar.

2) Fungsi afektif, yaitu menggugah perasaan, emosi dan tingkat penerimaan atau penolakan anak terhadap sesuatu. Media pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan

(14)

atau penerimaan anak terhadap stimulasi tertentu. Sambutan atau penerimaannya berupa kemauan.

3) Fungsi kognitif, yaitu anak yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk- bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda atau kejadian/

peristiwa. Semakin banyak anak dihadapkan pada obek-objek akan semakin banyak pula pikiran dan gagasan yang dimilikinya atau semakin kaya dan luas alam pikiran kognitifnya.

4) fungsi imajinatif, yaitu mencakup penimbulan atau kreasi objek-objek baru sebagai rencana bagi masa mendatang atau dapat juga mengambil bentuk fantasi (khayalan) yang didominasi kuat sekali oleh pikiran-pikiran austistik.

5) fungsi motivasi, yaitu guru dapat memotivasi anak dengan cara membangkitkan minat belajarnya dan dengan cara memberikan dan menimbulkan harapan. Harapan akan tercapainya suatu hasrat atau tujuan dapat menjadi motivasi yang ditimbulkan guru ke dalam diri anak. Salah satu pemberian harapan yakni dengan cara memudahkan anak, bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam menerima dan memahami isi pelajaran yakni melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat guna.

e. Fungsi Sosio-Kultural

(15)

Fungsi media dilihat dari sosio-kultural yaitu mengatasi hambatan sosio-kultural anak dengan teman-temannya dalam komunikasi pembelajaran.

Masalah ini dapat diatasi media pembelajaran karena media pembelajaran memiliki kemampuan dalam memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

3. Pemilihan Media Pembelajaran

Rosyada, (2013: 185) menyatakan bahwa pada dasarnya media adalah bahasanya guru. Artinya dalam proses penyampaian pesan pembelajaran, guru harus pandai pandai memilih “bahasa apa” yang paling mudah dimengerti dan dipahami anaknya. Akhirnya Rosyada, (2013: 187) juga menyimpulkan lima kriteria pemilihan media, yaitu:

a. Karakteristik Anak b. Tujuan Belajar c. Sifat Bahan Ajar d. Pengadaan Media

e. Sifat Pemanfaatan Media

4. Kedudukan Media Pembelajaran

Dalam pembelajaran terdapat komponen tujuan, komponen materi atau bahan, komponen strategi, komponen alat dan media serta komponen evaluasi.

Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting. Sebab media dapat menunjang keberhasilan pembelajaran bahkan kalau dikaji lebih jauh, media tidak hanya sebagai penyalur pesan yang harus dikendalikan sepenuhnya oleh

(16)

sumber berupa orang tetapi dapat juga menggantikan sebagian tugas guru dalam penyajian materi pelajaran.

]

Bagan 2.1 Kedudukan Media dalam Pembelajaran

Dalam suatu proses pembelajaran antara materi, guru, metode, media dan anak menjadi rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain dan rangkaian tersebut sesuai dengan kedudukan masing-masing.

5. Media Lingkaran Cantol

Media lingkaran cantol mulai dikembangkan pada tahun 2000 oleh Ibu Erna Nurhasanah dan Bapak Yudi Kusnandar, S.Si. Selama tiga tahun media ini dikembangkan untuk mendukung penerapan metode cantol roudhoh dalam mengenalkan suku kata dan meniru huruf pada anak usia dini. Dalam pengenalan suku kata, irama bunyi tiap kelompok sama yaitu: a, i, u, e, o. Apabila anak sudah dapat menangkap titian ingatan ini sama dengan kelompok-kelompok suku kata lainnya, maka anak sudah dapat menduga suku kata kelompok lain yang belum dikenalkan kepadanya.

Apabila anak sudah dapat mengenal huruf dari a sampai z, maka anak dapat menebak dengan benar bunyi suku kata tersebut. Misalnya anak baru dikenalkan

Materi Pelajaran

Guru Metode dan

Media Anak

Proses Pembelajaran

(17)

pada kelompok suku kata ga, gi, gu, ge, go. Apabila titian ingatan sudah dipahami, maka anak dapat mengetahui kelompok lainnya dari huruf yang dikenalnya. Anak akan mengetahui bunyi kelompok ha, ja, dan selanjutnya. Jadi anak akan cepat sekali mengenal seluruh suku kata tetapi bagi anak yang belum mengetahui huruf perlu suatu kerangka pikiran yang dapat membantu untuk mengingatnya dengan mudah. Di sinilah media cantol roudhoh sangat berperan untuk mengenalkan seluruh rangkaian dasar suku kata yang membentuk kata, yang pada akhirnya anak akan dikenalkan pada penggabungan suku kata yaitu kata. Selain itu, di dalam media ini juga terdapat buku meniru huruf.

Media lingkaran cantol atau menebak kata dengan gambar. Cantolan- cantolan ini berupa gambar yang dipergunakan sebagai pegangan anak untuk mengingat bunyi suku kata. Permainan dalam belajar yang bisa dilakukan dengan media ini adalah anak secara bergantian menyebutkan dan menebak suku kata yang ditunjuk secara acak, hal tersebut dimaksudkan untuk memasukkan ingatan titian. Apabila anak kesulitan menyebutkan suku kata yang harus dijawab, maka guru memperlihatkan gambar cantolan yang terdapat pada lingkaran cantol. Misal ditunjukkan suku kata gi, bila anak lupa maka diperlihatkan gambar gajah dan biarkan anak berusaha mengingat barisan suku kata lewat cantolan tersebut untuk menyebutkan suku kata yang dimaksud. Namun hal tersebut khususnya ditunjukkan pada anak usia 4-5 tahun atau anak TK kelompok A, untuk anak usia 5-6 tahun anak TK kelompok B. Lingkaran cantol roudhoh diperuntukkan sebagai bantuan titian ingatan, jika anak lupa suatu kelompok suku kata pada sebuah kata, barulah ditunjukkan lingkaran cantol roudhoh untuk membantu mengingatkan ingatan anak.

(18)

Gambar 2.2 Lingkaran Cantol

B. Kemampuan Mengenal Suku Kata 1. Pengertian Mengenal Suku Kata

Mengenal lambang huruf adalah salah satu bidang yang harus dikuasai anak sebelum anak diajarkan untuk membaca permulaan. Menurut Depdiknas (2007:

4) menyatakan bahwa, mengenal huruf adalah merupakan kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Menurut Montessori (2013: 321) pengenalan lambang huruf pada anak dimulai dengan pengenalan huruf vokal terlebih dahulu baru huruf konsonan yang kemudian terangkai menjadi suku kata dan berakhir kata dengan cara melafalkan bunyinya bukan namanya.

Holt (2012: 29) juga menyatakan bahwa, adalah salah jika mengajarkan bunyi vokal secara terpisah. Ini dikarenakan setiap huruf vokal mempunyai bunyi yang berbeda, tergantung dengan huruf konsonan apayang dikombinasikan dengan huruf vokal tersebut. Maka kita tidak dapat memberitahukan apa bunyi huruf “a” kecuali apabila huruf tersebut dikombinasikan dengan konsonan. Setelah huruf “a” dikombinasikan dengan

(19)

konsonan maka anak akan mampu memberitahu bunyi apa yang dikeluarkan oleh huruf “a” tersebut (demikian pula huruf vokal lainnya) pada suatu suku kata atau kata. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, kita tidak dapat mengajarkan huruf vokal dan huruf konsonan secara terpisah melainkan harus dikombinasikan agar dapat mengeluarkan sebuah bunyi.

Menurut Yusuf (2003:75) menyatakan bahwa, kemampuan mengenal huruf dimulai ketika anak senang mengeksplorasi buku dengan cara memegang atau membolak-balik buku. Pemahaman simbol atau huruf sedini mungkin perlu diperkenalkan pada anak, dimulai dari huruf yang paling sederhana dan tinggi frekuensi penggunaannya. Dari pengenalan huruf dan bunyi kemudian berkembang menjadi penggabungan huruf menjadi suku kata atau kata.

Wortham (1994: 227) menyatakan bahwa:

“Children reconstruct the ability to read as the discover how to docode and comprehend written material by learning to recognize letters and word, developing sound to symbol relationship, and understanding the relationships between letters grouped to form words and their meanings.”

Anak membangun kemampuan membaca sebagai cara untuk menemukan, memecahkan simbol dan memahami materi yang ditulis melalui belajar mengenal huruf dan kata, mengembangkan suara untuk hubungan simbol, dan memahami hubungan antara huruf yang dikelompokkan untuk membentuk kata- kata dan artinya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa mengenalkan lambang huruf pada anak adalah dasar sebelumnya menggabungkannya menjadi suku kata, kata dan berujung kalimat. Sesuai dengan Amstrong (Dhieni, 2010: 16)

(20)

huruf tidak dapat berdiri sendiri. Huruf hadir dalam rangkaian yang disebut suku kata yang digabungkan menjadi kata.

Root (dalam Aulia, 2012: 13) juga menyatakan, bahwa pengajaran membaca melalui metode fonika yaitu dalam mengajarkan anak membaca dimulai dengan mengenalkan alfabet terlebih dahulu kemudian mempelajari huruf-huruf menjadi suku kata”. Suku kata hadir dalam untaian kata dan berakhir kalimat. Sejalan dengan Wicaksana (2011: 122) bahwa mengenalkan bacaan pada anak haruslah satu persatu dan menggabungkan huruf tersebut menjadi suku kata dan menjadi kata yang sederhana. Agar nantinya saat memasuki sekolah dasar anak dapat membaca dengan baik. Begitu juga dengan Suryantin (Susanto, 2011: 86) menjelaskan bahwa proses kegiatan mengenal bacaan pada anak pra sekolah dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa yang diikuti oleh penguasaan suku kata kemudian kata dan memahami kalimat. Ganeshi (dalam Susanto, 2011: 76) mengemukakan bahwa:

“Children who are successfull readers in school have had written languange as a dominat part of their daily activities”.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, anak-anak yang berhasil membaca di sekolah telah memiliki bahasa tulisan sebagai bagian yang dominan dari kehidupan mereka sehari-hari. Pendapat Geneshi tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Leseman & De Jong (dalam Wu, 2012: 2) menyatakan bahwa:

“Early introduction to books and participation in emergent literacy or literacy - related interactions are seen as critical in preparing children for instruction in reading and writing at school”.

(21)

Bahwa, pengenalan awal buku dan partisipasi dalam keaksaraan muncul atau melek aksara, interaksi terkait ini dilihat sebagai penting dalam mempersiapkan anak-anak untuk pengajaran membaca dan menulis di sekolah. Jadi pengenalan keaksaraan huruf menjadi suku kata dan digabungkan menjadi kata pada masa Taman Kanak-kanak adalah penting sebagai bekal nantinya di sekolah dasar.

Menurut Suyadi (dalam Soejono, 2010: 99) suku kata artinya bunyi atau urutan bunyi yang mempunyai satu puncak kelantangan. Ini bermaksud nilai yang lebih ketara, nyaring, panjang berbanding nilai yang terkandung dalam bunyi yang lain.

Dalam bahasa Melayu, bunyi yang lantang atau bunyi penanda suku kata berupa bunyi vokal, seperti dalam kata (buku), (sah), (kulit). Dalam bahasa Inggris, suku kata boleh ditandai oleh kehadiran bunyi vokal dan bunyi konsonan yang mempunyai nilai vokalik. Penanda suku kata yang diwakili oleh nilai vokalik pada bunyi konsonan ialah (little) dan (button).

Menurut Suyanto (dalam Susanto, 2011: 85) mengajarkan anak mengenal suku kata merupakan dasar anak untuk merangkai menjadi kata dan berakhir kalimat.

Menurut Hariyanto (2009: 64) mengemukakan bahwa, dalam pengenalan suku kata, diharapkan memberikan irama bunyi tiap kelompok yang sama yaitu: a, i, u, e, o. Apabila anak sudah dapat menangkap titian ingatan ini sama dengan kelompok-kelompok suku kata lainnya, maka anak sudah dapat menduga suku kata kelompok lain yang belum dikenalkan kepadanya. Apabila anak sudah dapat mengenal huruf dari a sampai z, maka anak dapat menebak dengan benar bunyi suku kata tersebut. Misalnya anak baru dikenalkan pada kelompok suku kata ga, gi, gu, ge, go. Apabila titian ingatan sudah dipahami, maka ia dapat mengetahui kelompok lainnya dari huruf yang anak kenali. Anak akan mengetahui bunyi

(22)

kelompok ha, ja dan selanjutnya. Jadi anak akan cepat sekali mengenal seluruh suku kata dan berlanjut kata berakhir kalimat.

Menurut Widoro (dalam Suyadi, 2010: 102) menyatakan bahwa mengenal suku kata pada anak berarti mengenalkan bagian atau sub bab dari kata kepada anak. Mengajarkan anak mengenal bacaan dimulai pengenalan nama huruf kemudian mengenal suku kata dari suku kata inilah anak akan mudah untuk mengenal kata karena suku kata merupakan bagian atau sub bab dari kata yang akan berakhir kalimat. Jadi jika anak mampu mengenal suku kata, anak akan mudah merangkai kata.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengenal suku kata bagi anak adalah mengenal bagian dari huruf yang jika disatukan dengan huruf yang lain maka akan memberitahu setiap bunyi yang berbeda.

2. Tahapan Perkembangan Mengenal Suku Kata

Menurut Brewer (dalam Dhieni, 2008: 5.13) menjelaskan bahwa secara khusus, perkembangan kemampuan keaksaraan pada anak berlangsung dalam beberapa tahap sebagai berikut:

a. Tahap fantasi (magical stage)

b. Tahap pembentukan konsep diri (self concept stage) c. Tahap membaca gambar (bridging reading stage) d. Tahap pengenalan bacaan (take-of reader stage) e. Tahap membaca lancar (independent reader stage)

Menurut Kurikulum High/ Scope K-3 (dalam Morisson, 2012: 109) menyatakan bahwa tahapan anak dalam pengalaman bahasa khususnya keaksaraan adalah sebagai berikut:

(23)

1) Pengenalan huruf 2) Pembedaan bunyi

3) Penguraian-analisis fonetik (asosiasi huruf atau bunyi, faktor yang mempengaruhi bunyi, suku kata dan kata)

4) Pengembangan suku kata menjadi kata

Menurut Morisson (2012: 262) tahapan pengenalan keaksaraan pada anak adalah sebagai berikut:

a) Pengetahuan Abjad

Pengetahuan bahwa huruf memiliki nama serta bentuk dan bahwa huruf memiliki bunyi tulisan bahasa. Contoh: anak mengenali dan menyebutkan huruf abjad.

b) Prinsip Abjad

Pemahaman bahwa setiap bunyi kata atau fonem dalam bahasa memiliki bentuk tulisan yang berbeda dan pemahaman bahwa huruf- huruf digabungkan dalam pola untuk mewakili bunyi.

c) Onset-Rima

Onset adalah konsonan yang mendahului vokal dan rima adalah vokal plus konsonan yang mengikutinya. Contohnya suku kata ba, b adalah onset dan a adalah rima.

d) Fonem

Satuan terkecil bahasa yang menyebabkan perbedaan makna.

Contoh: ba memiliki dua fonem yaitu b dan a.

e) Pemahaman Fonemik

(24)

Kemampuan untuk memperhatikan, memikirkan dan menganalisis setiap bunyi dalam kata. Contohnya anak dapat mengidentifikasi kata-kata dalam urutan yang berawalan sama misalnya baju, buku, baru.

f) Bunyi

Mempelajari prinsip-prinsip abjad bahasa dan pengetahuan tentang hubungan huruf-bunyi. Contoh: anak belajar untuk menghubungkan huruf dengan fonem (bunyi bahasa dasar) untuk membantu memecahkan kode abjad.

g) Pemahaman Tulisan

Pemahaman tentang ketentuan dan ciri-ciri bahasa tulisan.

Contohnya anak berpura-pura membacakan cerita sebelum tidur untuk boneka beruangnya. Selain itu, ia mengerti tanda seperti misalnya Kentucky Fried Chicken di jalan menuju sekolahnya.

3. Strategi Mengenal Suku Kata di Taman Kanak-kanak

Salah satu strategi dalam mengenalkan suku kata kepada anak adalah metode sintesis. Metode sintesis yang didasarkan pada teori asosiasi, memberikan suatu pengertian bahwa suatu unsur (misalnya unsur huruf dan suku kata) akan bermakna apabila unsur tersebut bertalian atau dihubungkan dengan unsur lain (huruf lain) sehingga membentuk suku kata kemudian kata yang mengandung suatu arti (Depdiknas, 2007:10). Unsur huruf tidak akan memiliki makna apa-apa kalau tidak bergabung (sintesis) dengan unsur (huruf) lain sehingga membentuk suatu suku kata kemudian kata berakhir kalimat atau cerita yang bermakna. Jadi pengenalan huruf tidak akan berarti tanpa adanya gabungan yang membentuk

(25)

suku kata yang kemudian akan menjadi kata yang memiliki arti sehingga dapat dimengerti oleh anak.

Selain itu, Dhieni (2008: 5.22) juga menjelaskan bahwa strategi yang cocok untuk digunakan dalam mengembangkan kemampuan mengenal dan meniru huruf atau pun merangkainya adalah menggunakan pendekatan dengan konsep DAP (Developmentally Aproppriate Practice). Pendekatan ini disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran di Taman Kanak-kanak, yakni melalui bermain dengan menggunakan metode mengajar yang tepat serta melibatkan anak dalam kegiatan yang dapat memberikan berbagai pengalaman bagi anak. Konsep ini didukung oleh teori perkembangan kognitif dari Piaget, teori emosi dari Ericson, teori perkembangan moral dari Kohlberg dan Thomas Lickona dan masih banyak lagi.

Strategi ini dilaksanakan dengan beragam aktivitas yang memperhatikan perkembangan kemampuan yang dimiliki anak.

Adapun dalam mengenalkan suku kata dan meniru huruf menggunakan media lingkaran cantol juga harus menggunakan metode asosiasi, yaitu penggabungan dari dari dua huruf menjadi suku kata. Karena jika dalam pengajarannya tidak menyebutkan per suku kata maka tidak dikatakan lingkaran cantol.

4. Kriteria Pemilihan Bahan Bacaan Suku Kata

Dalam mengajarkan suku kata yang dihubungkan kata hal yang paling penting yang harus diperhatikan guru adalah bahan ajar. Sulistyaningsih (1997 : 45) berpendapat bahwa dalam mengenalkan suku kata yang dihubungkan dengan kata hal paling penting harus diperhatikan guru adalah bahan ajar. Ada beberapa kriteria dalam pemilihan bahan ajar yaitu:

(26)

a. Bahan ajar harus mencerminkan kurikulum yang digunakan.

b. Bahan ajar harus mampu menumbuhkan interaksi.

c. Bahan pengajaran harus memungkinkan pembelajaran memusatkan perhatiannya pada aspek-aspek formal bahasa.

d. Bahan pengajaran harus mendorong pembelajaran mengembangkan keterampilan belajar.

e. Bahan pengajaran harus dapat mendorong pembelajaran menerapkan kemampuan berbahasa.

C. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan media lingkaran cantol dan kemampuan mengenal suku kata anak adalah:

1. Penelitian yang dilakukan Rizky Budi Utami, mahasiswa jurusan PG-PAUD, Universitas Negeri Surabaya (2013). Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa metode serta media cantol roudhoh berpengaruh terhadap kemampuan membaca anak kelompok B di TK Cendekia Mulia Surabaya hal tersebut terlihat dari kemampuan anak yang meningkat dalam hal membaca yang meliputi suku kata dan kata.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Mardiani, mahasiswa PAUD PPS UPI Bandung (2011) yang meneliti tentang pengaruh metode cantol roudhoh terhadap kemampuan menyimak dan membaca anak usia dini, menyatakan bahwa metode cantol roudhoh dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menyimak sehingga anak cepat membaca.

3. Penelitian oleh Dika Putri Rahayu, mahasiswa PPS Unesa (2015) yang meneiti tentang pengaruh metode cantol roudhoh terhadap kemampuan mengenal suku

(27)

kata dan meniru huruf pada anak kelompok B, menyatakan bahwa metode yang diberikan dengan media yang lengkap mampu meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal suku kata yang terangkai kata serta menuliskannya.

Dari penelitian terdahulu di atas, penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dimana penelitian terdahulu belum adanya pengembangan media lingkaran cantol, dimana lingkaran cantol adalah salah satu dari media pada metode cantol roudhoh. Lingkaran cantol pada media cantol roudhoh ini berukuran 18x25 sehingga untuk pembelajaran pada kelas yang besar belum bisa dijangkau oleh anak satu kelas. Selain itu bahan yang digunakan adalah kertas sehingga rentan rusak. Penelitian ini akan mengembangkan media lingkaran cantol dari segi ukuran maupun bahan agar dapat menjangkau anak dalam satu kelas. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dari penelitian terdahulu dan melengkapi dari hasil penelitian-penelitian terdahulu.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (Reseach and Development). Pada penelitian ini menggunakan model pengembangan dari Borg and Gall. Produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkaran cantol untuk membantu mengenalkan suku kata yang menjadi kata kepada anak usia 5-6 tahun.

Media lingkaran cantol atau menebak kata dengan gambar. Cantolan-cantolan ini berupa gambar yang dipergunakan sebagai pegangan anak untuk mengingat bunyi suku kata. Apabila anak kesulitan menyebutkan suku kata yang harus dijawab, maka guru memperlihatkan gambar cantolan yang terdapat pada lingkaran cantol.

Menurut Borg & Gall, (1989: 789) tahapan-tahapan dalam penelitian dan pengembangan merupakan suatu siklus yang meliputi kajian terhadap berbagai temuan penelitian lapangan yang berkaitan dengan produk yang dikembangkan oleh Borg & Gall. Terdapat sepuluh langkah yang harus dilakukan dalam penelitian dan pengembangan, yang bisa dilihat Gambar 1.

Gambar 1. Langkah-langkah Pengembangan Menurut Borg &Gall

Studi Pendahuluan

Perencanaan Pengembanga

n Produk Awal

Uji Coba Pendahuluan

Uji Coba Operasional

Revisi Produk Operasional

Uji Coba Terbatas

Revisi Produk Awal

Revisi Produk Akhir

Disemenasi &

Implementasi

(29)

Tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan merupakan suatu siklus yang meliputi kajian terhadap berbagai temuan penelitian lapangan yang berkaitan dengan produk yang dikembangkan oleh Borg & Gall yang telah dimodifikasi peneliti. Terdapat delapan langkah yang telah dimodifikasi dalam penelitian dan pengembangan, yang bisa dilihat Gambar 2. Dalam penelitian ini, hanya akan mengikuti beberapa langkah yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Gambar 2. Langkah-langkah PengembanganMenurut Borg &Gall

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan 1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan dalam dua tahapan, yakni studi pustaka dan studi lapangan. Berikut menjelaskan pelaksanaan studi pendahuluan:

Gambar 2. Pelaksanaan Studi Pendahuluan

Studi Pustaka

1. Mempelajari literatur yang berkaitan dengan media lingkaran cantol

2. Mempelajari literatur yang berkaitan dengan kemampuan mengenal suku kata

STUDI PENDAHULAUAN

Studi Lapangan

1. wawancara terhadap 2 (dua) guru kelompok B.

2. Menentukan materi berdasarkan hasil studi pustaka dan studi lapangan

3. Menetukan pengembangan produk berdasarkan hasil studi lapangan

4. Observasi awal pemahaman konsep anak dengan LKA

Studi Pendahuluan

Perencanaan Pengembangan

Produk Awal

Validasi Produk

Revisi Awal Produk Ujicoba

Produk Revisi Akhir

Produk Implementasi

(30)

2. Perencanaan Draft Produk Pengembangan

Berdasarkan hasil studi pendahuluan maka dilakukan perancangan draft produk pengembangan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Penyusunan materi lingkaran cantol

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah menyusun materi lingkaran cantol. Bentuk-bentuk penyajian materi lingkaran cantol dibuat untuk memudahkan anak untuk mengingat setiap suku kata melalui cantolan- cantolannya. Penentuan materi yang akan diterapkan pada produk pengembangan didasarkan pada hasil studi pendahuluan. Lingkaran cantol disajikan dalam rangkaian suku beserta dengan cantolan-cantolannya.

Pengembangan materi lingkaran cantol dimulai dari:

1) ba, bi, bu, be, bo dengan cantolan baju 2) ca, ci, cu ce, co dengan cantolan cabai 3) da, di, du, de, do dengan cantolan dadu 4) fa, fi, fu, fe, fo dengan cantolan feri 5) ga, gi, gu, ge, go dengan cantolan gajah 6) ha, hi, hu, he, ho dengan cantolan harimau 7) ja, ji, ju, je, jo dengan cantolan jagung 8) ka, ki, ku, ke, ko dengan cantolan kaki 9) la, li, lu, le, lo dengan cantolan laba-laba 10) ma, mi, mu, me, mo dengan cantolan matahari 11) na,ni, nu,ne, no dengan cantolan nanas

12) pa, pi, pu, pe, po dengan cantolan payung 13) qa, qi, qu, qe, qo dengan cantolan qorik 14) ra, ri, ru, re, ro dengan cantolan rambutan

(31)

15) sa, si, su, se, so dengan cantolan sapi 16) ta, ti, tu, te, to dengan cantolan tali 17) va, vi, vu, ve, vo dengan cantolan vas

18) wa, wi, wu, we, wo dengan cantolan wayang 19) ya, yi, yu, ye, yo dengan cantolan yoyo 20) za, zi, zu, ze, zo dengan cantolan zebra

b. Penyusunan lingkaran cantol produk pengembangan

Langkah selanjutnya adalah menyusun lingkaran cantol produk pengembangan berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan.

Penyusunan lingkaran cantol didasarkan pada spesifikasi produk yang didapatkan dari hasil studi pendahuluan.

c. Penyusunan Video Tutorial Pengembangan Lingkaran Cantol

Langkah ketiga adalah membuat video tutorial cara penggunaan lingkaran cantol. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam penggunaan media lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun.

3. Pengembangan Produk Awal Lingkaran Cantol

Pengembangan produk lingkaran cantol diawali dengan pengembangan media berupa pembuatan produk lingkaran cantol menggunakan papan duplek dengan alasan agar lebih kuat dan bisa digunakan dalam waktu lama. Setelah itu disesuaikan isinya sesuai dengan pengembangan materinya.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan video tutorial penggunaan lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak usia 5-6 tahun.

(32)

4. Validasi Produk

Pada tahap ini, produk pengembanganyang berupa media lingkaran cantol diuji cobakan pada validator untuk dinilai validitasnya. Kriteria yang digunakan peneliti untuk mengembangkan tes diagnostik berbasis komputer ini mengacu pada kriteria kualitas suatu material yang dikemukakan oleh Nieveen. Suatu material dikatakan berkualitas jika memenuhi aspek-aspek kualitas produk antara lain:

kevalidan (validity), kepraktisan (practicality) dan keefektifan (effectiveness).

a. Validasi Isi

Validasi produk dilakukan dengan cara validasi isi (content validity) yang meliputi validasi isi materi lingkaran cantol sebagai komponen produk pengembangan. Validasi isi dilakukan dengan menyerahkan angket kepada validator dosen ahli. Validasi isi dilakukan dengan menggunakan metode angket yang dilengkapi skala penilaian berdasarkan skala Likert (skala 1, 2, 3, 4) dan butir-butir penilaian serta ruang untuk komentar dan saran dari validator.

b. Validasi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai secara rasional pada rancangan produk tersebut. Validasi desain dilakukan oleh tim ahli dalam bidang desain/media melalui pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara berstruktur (angket berstruktur) yang berkenaan dengan kelayakan media. Tim ahli dapat memilih jawaban ya atau tidak dan memberi saran masukan terhadap instrument oleh Tim Ahli media. Penyusunan angket yang digunakan berdasarkan kisi-kisi yang mencakup dalam hal aspek tampilan, standar pengoperasian dan kemudahan pengoperasian.

(33)

5. Revisi awal produk

Tahapan revisi awal produk pengembangan meliputi memperbaiki lingkaran cantol yang didapatkan dari hasil validasi isi. Hasil angket dan masukan-masukan dari validator menjadi pertimbangan perbaikan untuk penyempurnaan lingkaran cantol. Perbaikan produk dilakukan untuk menghasilkan produk yang siap secara keseluruhan baik dalam segi tampilan, kualitas dan materi.

6. Uji Coba Produk

Pada tahap ini, produk pengembangan yang berupa lingkaran cantol diuji cobakan pada anak usia 5-6 tahun TK Nglanduk 01 Madiun. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan. Pada tahap ini, produk pengembangan lingkaran cantol diujicobakan kepada 2 guru kelompok B TK Nglanduk 01 Madiun. Uji coba dilakukan satu kali dengan menggunakan metode angket yang dilengkapi skala penilaian berdasarkan skala Likert (skala 1, 2, 3, 4) serta ruang untuk komentar dan saran. Uji coba dilaksanakan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan produk menurut pengguna. Data yang diperoleh dari uji coba terbatas produk pengembangan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil kualitas produk menurut siswa menggunakan skala Likert. Data kualitatif diperoleh dari komentar dan saran yang diberikan siswa.

7. Revisi akhir produk

Tahapan revisi akhir dilakukan untuk menyempurnakan produk yang telah dikembangkan sehingga menjadi lebih baik dan layak untuk digunakan. Tahapan ini meliputi memperbaiki hasil yang didapatkan dalam uji coba terbatas. Saran

(34)

dan tanggapan diberikan guru menjadi pertimbangan perbaikan untuk penyempurnaan program. Perbaikan program dilakukan untuk menghasilkan program yang siap secara keseluruhan baik dalam segi tampilan, kualitas dan materi.

8. Implementasi

Tahap implementasi merupakan tahap yang terakhir dalam pengembangan produk lingkaran cantol. Produk yang telah di uji coba kemudian direvisi telah siap diimplementasikan. Produk diimplementasikan pada anak usia 5-6 tahun di TK Nglanduk 01. Produk pengembangan dapat digunakan untuk memudahkan anak dalam mengenalkan suku kata berakhir kata pada anak usia 5-6 tahun.

C. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini berupa angket. Angket yang dibuat ada tiga macam yaitu, angket untuk validasi isi produk, validasi materi dan uji coba terbatas. Lembar angket terdiri dari dua bagian yaitu, bagian pertama berupa kolom penilaian menggunakan skala Likert dan kedua berupa kolom komentar dan saran. Angket validasi isi akan diisi oleh validator ahli dan angket uji coba terbatas akan diisi oleh sasaran pengguna produk yaitu guru. Data yang diperoleh dari angket berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil angket penilaian validator dan pengguna menggunakan skala Likert. Data kualitatif diperoleh dari saran yang diberi- kan oleh validator dan pengguna.

(35)

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data validasi isi dan uji coba dari skor angket. Teknik analisis kuantitatif yang digunakan adalah perhitungan nilai rata-rata. Untuk mengetahui nilai rata-rata akhir, jumlah nilai yang diperoleh dibagi dengan jumlah responden. Rumus untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut.

n x

x

Keterangan :

x = nilai rata-rata

x = jumlah nilai yang diperoleh

n = jumlah responden

Sugiyono, (2012: 57) menyatakan bahwa skala penilaian yang digunakan adalah 1 sampai 4 dimana 1 sebagai skor terendah dan 4 sebagai skor tertinggi.

Penentuan klasifikasi dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi skor tertinggi dan diperoleh rentang 0,75. Kriteria kelayakan dari analisis rata-rata yang digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Kriteria Hasil Analisis Kelayakan Produk

Rata-Rata Kriteria Keterangan

3,26-4,00 Layak Baik, Tidak Perlu Revisi

2,51-3,25 Cukup layak Baik, perlu revisi sebagian

1,76-2,50 Kurang layak Kurang baik, revisi sebagian dan pengkajian ulang isi/materi

1,00-1,75 Tidak layak Tidak baik, revisi total

(36)

Nilai rata-rata produk yang sudah mencapai nilai minimal 3,26 sudah dapat dikatakan layak dan tidak memerlukan revisi. Sedangkan nilai bawah 3.26 masih perlu dilakukan revisi produk.

Analisis secara deskriptif digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang berupa komentar dan saran dari dosen ahli dan guru. Data angket dari responden kemudian dikelompokkan berdasarkan aspek tertentu dari produk yang di uji coba.

Analisis deskriptif kualitatif ini diperlukan sebagai pelengkap untuk mendukung hasil analisis secara kuantiatif.

(37)

BAB IV

HASIL PENGEMBANGAN

A. Penyajian Data Uji Coba Produk

Data hasil pengembangan media lingkaran cantol dikelompokkan menjadi dua tahapan, yaitu proses pengembangan dan hasil pengembangan. Proses pengembangan meliputi studi pendahuluan melalui studi pustaka dan studi lapangan, perancangan draft pengembangan produk dengan dua tahap yaitu pengembangan materi lingkaran cantol dan pengembangan media lingkaran cantol, terakhir penyusunan video tutorial lingkaran cantol. Produk yang dihasilkan dari pengembangan ini adalah media lingkaran cantol untuk memudahkan anak mengenal suku kata melalui game atau permainan. Produk terdiri dari media lingkaran cantol dan video tutorial penggunaan media lingkaran cantol. Video tersebut penggunan dalam pengaplikasian media lingkaran cantol.

1. Deskripsi Proses Pengembangan Media Lingkaran Cantol

Proses pengembangan media lingkaran cantol diawali dengan melakukan studi pendahuluan yang meliputi studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan peneliti melalui pengkajian terhadap beberapa literatur yang berkaitan dengan media lingkaran cantol, kemampuan bahasa anak dan mengenlkan suku kata pada anak. Kegiatan selanjutnya adalah pengumpulan dan pengkajian terhadap beberapa media lingkaran cantol pada penelitian terdahulu. Pengkajian yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji media lingkaran cantol yang pernah dilakukan dengan cara mempelajari penerapan media lingkaran pada penelitian

(38)

terdahulu. Pada penelitian terdahulu belum pernah ada pengembangan media lingkaran cantol, maka dari itu pada penelitian mengembangakan media lingkaran cantol dengan tujuan agar dalam penerapan media lingkaran cantol untuk mengenalkan suku kata pada anak bisa dilakukan pada kelas kecil maupun besar.

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara terhadap satu guru TK Nglanduk 01 Madiun. Wawancara dilakukan peneliti untuk mengetahui kemampuan mengenal suku kata anak yang dilakukan guru ketika pembelajaran berlangsung.

Wawancara dilakukan peneliti untuk mengetahui kendala yang dialami guru ketika mengenalkan suku kata kepaada anak yang dilaksanakan oleh guru. Disamping itu, tujuan lain wawancara untuk mengetahui balikan yang dapat menguatkan penguasaan dan pemahaman anak terhadap materi tertentu berdasarkan jawaban dari guru dan anak.

Langkah selanjutnya adalah observasi awal pemahaman materi mengenal suku kata pada anak. Observasi awal dilakukan peneliti terhadap beberapa anak pada anak TK kelompok B di TK Nglanduk. Observasi awal digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan mengenal suku kata pada anak. Hasil observasi awal selanjutnya digunakan untuk untuk pengembangan materi lingkaran cantol.

Disamping itu, tujuan lain dari observasi awal adalah untuk mengembangkan media lingkaran cantol.

a. Deskripsi Prosedur dan Hasil Studi Pendahuluan

Peneliti mendapatkan hasil penerapan dari penelitian terdahulu setelah melakukan studi pustaka melalui prosedur yang telah dijelaskan. Hasil penerapan penelitian terdahulu media liangkaran cantol dilihat dibawah ini:

1) Penelitian yang dilakukan Rizky Budi Utami, mahasiswa jurusan PG- PAUD, Universitas Negeri Surabaya (2013). Dalam penelitiannya

(39)

menyimpulkan bahwa metode serta media cantol roudhoh berpengaruh terhadap kemampuan membaca anak kelompok B di TK Cendekia Mulia Surabaya hal tersebut terlihat dari kemampuan anak yang meningkat dalam hal membaca yang meliputi suku kata dan kata.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Ida Miswanti, mahasiswa Prodi Dikdas konsentrasi PAUD, PPS Universitas Negeri Surabaya (2014) yang mengemukakan bahwa scaffolding berupa bantuan garis putus-putus dapat membantu anak dalam membuat tulisan dan kemampuan anak dalam membuat tulisan menjadi meningkat.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Mardiani, mahasiswa PAUD PPS UPI Bandung (2011) yang meneliti tentang pengaruh metode cantol roudhoh terhadap kemampuan menyimak dan membaca anak usia dini, menyatakan bahwa metode cantol roudhoh dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menyimak sehingga anak cepat membaca.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Dika Putri Rahayu, mahasiswa PPS PAUD Unesa (2015) yang meneliti tentang pengaruh media lingkaran cantol tehadap kemampuan mengenal suku kata dan meniru huruf pada anak usia 5-6 tahun, menyatakan bahwa penerapan media lingkaran cantol melalui bermain dapat meningkat kemampuan mengenal suku kata dan meniru huruf.

Berdasarkan hasil studi pustaka yang telah dilakukan, didapatkan beberapa hasil dari penerapan penelitian terdahulu. Hasil yang telah dikaji semuanya menggunakan media lingkaran cantol yang berukuran kecil dengan bahan kertas dan cara penerapan yang kurang menarik. Dari beberapa macam

(40)

penerapan dari hasil penelitian terdahulu akan dirancang media lingkaran cantol yang akan dikembangkan dengan spesifikasi, meliputi (1) mengembangkan materi lingkaran cantol, (2) mengembangkan media lingkaran cantol, (3) mengembangkan cara pengalikasian media lingkaran cantol(4) menyajikan video tutorial

Hasil studi pustaka diatas menjadi dasar dalam pelaksanaan studi lapangan.

Studi lapangan berupa wawancara dilakukan untuk mengetahui kesesuaian spesifikasi produk yang telah dirancang berdasarkan hasil studi pustaka dengan spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh guru dan anak. Hasil dari hasil wawancara guru pada studi lapangan terdapat pada lampiran 1.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa guru telah mengajarkan mengenal suku kata pada anak namun tanpa menggunakan media dalam pembelajarannya. Sehingga pada beberapa huruf yang memiliki bentuk yang mirip seperti b, d, p, q, m ,w, n guru mengalami kesulitan dalam pengajarannya. Hasil lain yang didapatkan peneliti adalah bahwa anak lebih suka menggunakan media dan game atau permainan dalam pembelajaran khususnya menganalkan suku kata.

Hasil wawancara diatas menjadi dasar untuk melakukan observasi awal terhadap pemahaman kemampuan mengenal suku kata pada anak. Observasi awal pemahaman konsep dilakukan setelah mengkaji hasil dari penerapan penelitian terdahulu. Hasil dari observasi awal pemahaman awal tersebut dilakukan yang nantinya digunakan untuk pengembangan materi dan media serta penerapan lingkaran cantol. Berdasarkan hasil obesevasi awal, masih banyak anak yang belum dapat mengenal suku kata, data dari observasi awal terdapat pada lampiran

(41)

2. Hasil survey ini digunakan sebagai dasar untuk memilih materi dan media lingkaran cantol dalam pengembangan.

Berdasarkan hasil tersebut, maka pengembangan media lingkaran cantol sangat diperlukan sebagai alat belajar untuk membantu guru dalam mengenalkan suku kata pada anak, sehingga dapat memudahkan anak dalam mengenal suku kata dan sesuai dengan dunia anak yaitu bermai. Spesifikasi produk yang akan dikembangkan didasarkan pada rancangan awal dari hasil studi pustaka dan kebutuhan guru dan anak dari hasil studi lapangan, meliputi (1) mengembangkan materi lingkaran cantol, (2) mengembangkan media lingkaran cantol, (3) mengembangkan cara pengalikasian media lingkaran cantol(4) menyajikan video tutorial.

2. Deskripsi Prosedur dan Hasil Perancangan Desain Media Pengembangan Perancangan produk pengembangan diawali dengan menyusun materi lingkaran cantol produk pengembangan. Penyusunan materi lingkaran cantol berfungsi memudahkan peneliti dalam mengembangkan produk pengembangan. Adapun penyusunan pengembangan materi lingkaran cantol dimulai dari:

a. ba, bi, bu, be, bo dengan cantolan baju b. ca, ci, cu ce, co dengan cantolan cabai c. da, di, du, de, do dengan cantolan dadu d. fa, fi, fu, fe, fo dengan cantolan feri e. ga, gi, gu, ge, go dengan cantolan gajah f. ha, hi, hu, he, ho dengan cantolan harimau g. ja, ji, ju, je, jo dengan cantolan jagung h. ka, ki, ku, ke, ko dengan cantolan kaki

(42)

i. la, li, lu, le, lo dengan cantolan laba-laba j. ma, mi, mu, me, mo dengan cantolan matahari k. na,ni, nu,ne, no dengan cantolan nanas

l. pa, pi, pu, pe, po dengan cantolan payung m. qa, qi, qu, qe, qo dengan cantolan qorik n. ra, ri, ru, re, ro dengan cantolan rambutan o. sa, si, su, se, so dengan cantolan sapi p. ta, ti, tu, te, to dengan cantolan tali q. va, vi, vu, ve, vo dengan cantolan vas

r. wa, wi, wu, we, wo dengan cantolan wayang s. ya, yi, yu, ye, yo dengan cantolan yoyo t. za, zi, zu, ze, zo dengan cantolan zebra

Langkah terakhir pada perancangan produk pengembangan desain media lingkaran cantol.

Adapun komponen desain produk pengembangannya sebagai berikut:

1) Bahan produk pengembangan lingkaran cantol berupa:

a) Lingkaran berdiameter 1,2 meter

b) Bahan multiplek proses finishing sticker

c) Kaki berbahan kayu jati Belanda dengan tinggi 2 meter Adapun bentuk gambar detailnya sebagai berikut:

(43)

Gambar 4.1 Pengembangan Media Lingkaran Cantol Secara Detail

Adapun gambar secara keseluruhan seperti dibawah ini:

Gambar 4.2 Pengembangan Media Lingkaran Cantol Menyeluruh

(44)

Langkah berikutnya adalah menyusun video tutorial lingkaran cantol, hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengguna dalam pengaplikasian media lingkaran cantol. Adapun cuplikannya sebagai berikut:

Gambar 4.3 Video Tutorial Media Lingkaran Cantol Step 1

Gambar 4.4 Video Tutorial Media Lingkaran Cantol Step 2

(45)

Gambar 4.5 Video Tutorial Media Lingkaran Cantol Step 3

Gambar 4.6 Video Tutorial Media Lingkaran Cantol Step 4

3. Validasi Produk Pengembangan a. Validasi Materi Pengembangan

Validasi materi produk pengembangan dilakukan dengan menggunakan metode angket yang dilengkapi skala penilaian berdasarkan

(46)

skala Likert (skala 1,2,3,4) dan butir-butir penilaian serta ruang untuk komentar dan saran dari validator. Adapun instrumen validasi dapat dilihat pada lampiran 3. Data yang diperoleh dari validasi materi produk pengembangan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil angket penilaian validator menggunakan skala Likert.

Data kualitatif diperoleh dari saran yang diberikan validator. Data hasil penilaian tersebut kemudian dianalisis dengan teknik perhitungan nilai rata- rata.

Gambar 4.7 berikut ini menyajikan data hasil validasi materi dan produk pengembangan. Data lengkap disajikan pada Lampiran 4.

Gambar 4.7 Diagram Hasil Validasi Materi Pengembangan

Berdasarkan hasil validasi materi pengembangan, nilai rata-rata ketiga validator untuk setiap butir penilaian berada pada rentang antara 3.00-4.00. Hal ini menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan telah

(47)

memiliki gambar, teks dan penggunaan bahasa yang sudah tepat dan layak sehingga program yang dikembangkan mudah dimengerti anak.

b. Validasi Desain Media Pengembangan

Disamping melakukan validasi materi produk pengembangan, desain media pengembangan juga divalidasi kepada tim ahli. Adapun instrumen validasi desain disajikan pada Lampiran 5. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil angket penilaian ahli menggunakan acuan skala Likert. Data hasil penilaian tersebut kemudian dianalisis dengan teknik perhitungan nilai rata-rata.

Sedangkan data kualitatif diperoleh dari saran yang diberikan oleh validator. Berikut ini disajikan hasil validasi desain media lingkaran cantol dari validator pada Gambar 4.8. Untuk lebih detail, hasil validasi desain media lingkaran cantol pada lampiran 6.

Gambar 4.8 Diagram Hasil Validasi Desain Media Lingkaran Cantol

(48)

Berdasarkan hasil validasi desain media lingkaran cantol bahwa butir soal yang disusun sudah sesuai dengan indikator dan benar secara konsep sehingga dapat dikatakan baik dan tidak memerlukan revisi yang signifikan.

Adapun nilai rata-rata hasil validasi mencapai 3.00-4.00 sehingga dikatakan baik dan layak untuk dijadikan media mengenalkan suku kata pada anak kelompok B.

4. Deskripsi Revisi Awal Media Lingkaran Cantol

Tahapan revisi meliputi memperbaiki materi dan desain media lingkaran cantol yang didapatkan dari hasil validasi materi dan media. Hasil angket dan masukan-masukan dari validator menjadi pertimbangan perbaikan untuk penyempurnaan media. Perbaikan media dilakukan untuk menghasilkan program yang siap secara keseluruhan baik dalam segi tampilan, konten, kesesuaian dengan karakteristik anak dan pengaplikasiannya. Adapun cuplikan saran dan komentar dari validator sebagai berikut:

Tabel 4.9 Komentar dan Saran Validator

Validator Saran

2 Perubahan cara pengalikasian media lingkaran cantol

Penambahan papan penutup warna warni pada setiap dereta suku kata

(49)

Adapun detail gambar dan keseluruhan lingkaran cantol sebagai berikut:

Gambar 4.8 Pengembangan Media Lingkaran Cantol Sebelum Revisi

5. Deskripsi Prosedur Dan Hasil Uji Coba Terbatas Media Lingkaran Cantol

Media lingkaran cantol sebagai hasil dari proses pengembangan diujicobakan kepada 4 anak kelompok B TK Nglanduk 01 Madiun. Uji coba terbatas dilakukan satu kali dengan menggunakan metode angket yang dilengkapi skala penilaian berdasarkan skala Likert (skala 1,2,3,4) dengan menggunakan instrumen dan rubrik penilaian yang sesuai dengan karakteristik anak. Uji coba dilaksanakan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan produk menurut pengguna. Instrumen uji coba terbatas produk pengembangan disajikan pada Lampiran 7. Data yang diperoleh dari uji coba terbatas produk pengembangan berupa data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil kualitas produk menurut anak menggunakan skala Likert.

(50)

6. Deskripsi Revisi Akhir Produk Media Lingkaran Cantol

Tahapan revisi akhir dilakukan untuk menyempurnakan produk yang telah dikembangkan sehingga menjadi lebih baik dan layak untuk digunakan. Tahapan ini meliputi memperbaiki hasil yang didapatkan dalam uji coba terbatas. Hasil kuantitatif dari uji coba terbatas menjadi pertimbangan perbaikan untuk penyempurnaan program. Perbaikan media dilakukan untuk menghasilkan program yang siap secara keseluruhan baik dalam segi tampilan, konten, kesesuaian dengan karakteristik anak dan pengaplikasiannya.

7. Deskripsi Prosedur an Hasil Uji Coba Kelas Model Media Lingkaran Cantol Media lingkaran cantol sebagai hasil dari proses pengembangan diujicobakan pada anak. Uji coba kelas dilakukan kepada anak TK kelompok B di TK Nglanduk 01 Madiun. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Desain uji coba untuk siswa adalah eksperimen semu dengan desain pretest posttest control group. Dari populasi anak kelompok B TK Nglanduk 01 Madiun yang berjumlah 7 orang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelompok B TK Nglambangan 01 Madiun sejumlah 8 orang digunakan sebagai kelas kontrol.

Pertimbangan menggunakan TK Nglambangan 01 Madiun sebagai kelas kontrol adalah memiliki karakteristik yang sama. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018 dengan pelaksanaan pembelajaran berlangsung selama lima kali pertemuan.

Pada tahapan pretest, soal yang diberikan adalah soal program yang dicetak print-out.Pretest bertujuan untuk mengetahui penelitian terhadap kedua sampel dimulai pada kondisi yang sama, dari hasil rata-rata pretest diketahui kedua sampel

Gambar

Gambar 2.2 Lingkaran Cantol
Gambar 1. Langkah-langkah Pengembangan Menurut Borg &Gall
Gambar 2. Langkah-langkah PengembanganMenurut Borg &Gall
Gambar 4.1 Pengembangan Media Lingkaran Cantol Secara Detail
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem sudah mampu menerapkan metode Weibull, gringorten, California, Hazen, Cunnane, Bloom, dan Tukey dalam proses pengolahan data untuk mencari periode ulang dan

Pada siklus II, guru guru menggunakan media dengan baik menggunakan jam matahari yang sudah di sediakan oleh guru, guru sudah memberikan arahan kepada siswa

Skripsi yang berjudul “Pembentukan Cincin Kuinazolin Pada Reaksi Antara Benzoilisotiosianat Dengan Asam Antranilat” ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu

Arsiparis Utama (IV/e), dalam jangka waktu satu tahun sejak diangkat dalam pangkat/jabatan terakhir tidak dapat mengumpulkan 25 angka kredit. Analis Kepeg Madya (IV/c), apabila

Menimbang, bahwa oleh karena Pengadilan Agama tahun 2016 mempunyai dana di DIPA untuk maysarakat yang tidak mampu, maka untuk perkara ini biaya perkara dibebankan kepada DIPA

Metode yang digunakan Penulis untuk merancang program aplikasi konversi citra dari format raster ke format vektor adalah metode Canny1. Metode Canny adalah metode pendeteksian edge

Secara simultan (uji F) variabel pelayanan dan testimoni pada bisnis mikro secara online terhadap kepercayaan konsumen dan hasil F hitung sebesar 28.014 >

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pengaruh dari penggantian sebagian semen dengan abu terbang pada beton menghasilkan sifat- sifat teknis