• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H) pada Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Tafsir Hadis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H) pada Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Tafsir Hadis"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Rezeki Perspektif Az-Zamakhsyari dan Ibn Katsir pada QS. Yunus Ayat 59

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H) pada Program Studi Hukum Keluarga

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh :

ELSA FATIMAH NIM : 21990220721

PASCASARJANA (PPs)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1444 H / 2022 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

i

KATA PENGANTAR

ﻪﺗﺎﻛﺮﺑﻭ ﷲ ﺔﻤﺣﺭﻭ ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻡﻼﺴﻟﺍ

ﺰﻨﻴﻌﻤﺟﺍ ﻪﺒﺤﺻﻭ ﻪﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷴ ﺎﻧﺪﻴﺳ ﻰﻠﻋ ﻡﻼﺴﻟﺍﻭ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻭ ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻟﺍ ﺏﺭ ﷲ ﻝﺪﻤﺤﻟﺍ

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Rezeki Perspektif Az-Zamakhsyari dan Ibn Katsir pada QS. Yunus Ayat 59. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya yang telah menuntun manusia dengan cahaya keimanan dan keislaman sehingga dapat berjalan dalam agama Islam yang mulia ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan materi maupun non materi. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan pengharagaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Orang tua tercinta, Ayahanda Helmi dan ibunda Ermawati, atas keikhlasan dan bimbingan yang bersifat kasih sayang serta memberikan dukungan moral dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Pascasarjana di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif kasim Riau.

2. Abang dan kakak yang telah mendukung, mendoakan dan memberikan semangat.

(10)

ii

3. Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Prof. Dr.

Khairunnas rajab, M.Ag yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas tercinta ini.

4. Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Prof. Dr. H. Ilyas Husti, M.Ag beserta jajarannya.

5. Bapak Dr. Zulkifli, M.Ag dan bapak Dr. Masyhuri Putra, Lc., MA selaku penguji I dan Penguji II yang telah memberi masukan dan bimbingan perbaikan kepada penulis.

6. Bapak Dr. Khairunnas Jamal, S.Ag., M.Ag, dan bapak Dr. Nixson Husni, Lc., MA selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dari awal penulisan hingga akhir penyusunan tesis ini untuk lebih baik.

7. Bapak dan Ibu, para karyawan, Staf Perpustakaan dan Staf Prodi dan Akademik Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif kasim Riau atas pelayanan dan arahan selama menjalani perkuliahan di Pascasarjana.

8. Teman-teman perkuliahan yang seangkatan tahun 2019, khususnya lokal Hukum keluarga/ Tafsir hadis, teman-teman yang berperan penting selama proses perjuangan tesis ini Harlya Fitri S.Ag, MH, dan teman-teman seperjuangan yang lain yang telah membantu dan memberikan masukan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesmpurnaan, seluruh kebenaran datangnya dari Allah SWT dan apabila ada kesalahan merupakan kekhilafan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat

(11)

iii

membangun dan memberi masukan demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi ladang amal bagi penulis, serta bagian dakwah di jalan Agama Islam. Āmīn

ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻡﻼﺴﻟﺍﻭ ﻪﺗﺎﻛﺮﺑﻭ ﷲ ﺔﻤﺣﺭﻭ

Penulis,

Elsa Fatimah

(12)

iv DAFTAR ISI

Halaman PENGESAHAN

PENGESAHAN PENGUJI PENGESAHAN PEMBIMBING NOTA DINAS PEMBIMBING I NOTA DINAS PEMBIMBING II PERSETUJUAN KETUA PRODI SURAT PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

D. Tinjauan Kepustakaan ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Rezeki ... 16

1) Pengertian Rezeki ... 16

2) Macam-Macam Rezeki ... 18

3) Fungsi Rezeki ... 30

4) Klasifikasi Rezeki ... 40

5) Pendapat Ulama Tentang Rezeki ... 42

B. Tafsir Al-Kasyaf ... 45

1) Riwayat Hidup Az-Zamakhsyari ... 45

2) Karya-Karya Az-Zamakhsyari ... 49

3) Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasyaf ... 50

4) Karakteristik Tafsir Al-Kasyaf ... 52

5) Sistematika Penulisan Kitab Al-Kasyaf ... 55

(13)

v

6) Metode dan Corak Penafsiran Kitab Al-Kasyaf ... 58

7) Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Kasyaf ... 60

C. Tafsir Ibn Katsir ... 60

1) Riwayat Hidup Ibn Katsir ... 60

2) Karya-karya Ibn Katsir ... 64

3) Karakteristik Tafsir Ibn Katsir ... 66

4) Sistematika Tafsir Ibn Katsir ... 68

5) Metode dan Corak Tafsir Ibn Katsir ... 69

6) Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Ibn Katsir ... 73

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 74

B. Jenis Penelitian ... 75

C. Subjek Penelitian ... 75

D. Sumber Data ... 75

E. Teknik Pengumpulan Data ... 77

F. Metode Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Metodologi Tafsir Muqaran (Komparatif) ... 80

B. Penafsiran Az-Zamakhsyari (Tafsir al-Kasyaf) dan Ibn Katsir (Tafsir Ibn Katsir) tentang Rezeki ... 85

a. Tafsir al-Kasyaf QS. Yunus [10] ayat 59 ... 86

b. Tafsir Ibn Katsir QS. Yunus [10] ayat 59 ... 88

c. Ayat-Ayat Munasabah Tentang Rezeki ... 89

d. Analisis Penulis Terhadap QS. Yunus [10]: 59 tentang Rezeki ... 108

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 117

(14)

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Huruf

Arab Latin Arab Latin

ء = ʾ ﺽ = d /ḍ

ﺏ = b ﻁ = t / ṭ

ﺕ = t ﻅ = z / ẓ

ﺙ = ts ﻉ = ʿ

ﺝ = j ﻍ = gh

ﺡ = h / ḥ ﻑ = f

ﺥ = kh ﻕ = q

ﺩ = d ﻙ = k

ﺫ = dz ﻝ = l

ﺭ = r ﻡ = m

ﺯ = z ﻥ = n

ﺱ = s ﻩ = h

ﺵ = sy ﻭ = w

ﺹ = s/ṣ ﻱ = y

Vokal Vokal Panjang Contoh

َ_ = a ﺎـَــ = ā ُﺩ َﻻ ْﻭَﺃ = awlādu ِ‒ = i ﻰـِـ = ī ْﻢُﻜْﻴِﻠْﻫَﺃ = ahlīkum

ُ‒ = u ī

ْﻮــَـــ = aw ٌﻡ ْﻮَﻳ = yawm ْﻲـَــــ = ay ٌﺮْﻴَﺳ = sayr

(15)

vii Catatan:

1. Kata alīf-lãm al-ta’rīf baik syamsiyyah maupun qamariyyah diawali dengan al- dan disambung dengan kata yang mengikutinya. Contoh: al-bayt, al- insān, al-dār, al-sahīh.

2. Huruf tā’ marbūtah (ﺓ) ditulis dengan ḧ. Contoh : al-mar’aḧ (bukan al- mar’at), Dzurriyaḧ (bukan dzurriyat).

3. Huruf tasydīd ditulis dua kali. Contoh : al-quwwaḧ, al-makkaḧ, al- nabawiyaḧ.

4. Secara umum vokal huruf terakhir suatu kata tidak dituliskan pengecualian diberikan pada huruf terakhir kata-kata berikut ini, di mana vokalnya ditulis sebagaimana adanya:

a. Kata kerja (fi’il). Contoh: dzahaba (bukan dzahab), qara’a (bukan qara’), yaqūlu (bukan yaqūl), yasma’ūna (bukan yasma’ūn).

b. Kata milik. Contoh: baytuka (bukan baytuk), qauluhu (bukan qauluh).

c. Vokal terakhir kata-kata fawqa (bukan fawq), tahta (bukan taht), bayna (bukan bayn), amama (bukan amam), warā’a (bukan warā’), dan sejenisnya.

(16)

viii ABSTRAK

Elsa Fatimah (2022): Rezeki Perspektif Az-Zamakhsyari dan Ibn Katsir pada QS. Yunus Ayat 59

Rezeki menurut Kamus Besar bahasa Indonesia yaitu segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan yang diberikan Tuhan, seperti makanan, nafkah, pendapatan, keuntungan dan lain sebagainya. Beberapa mufassir mengemukakan pendapatnya mengenai arti rezeki, diantaranya menurut Hamka, rezeki ialah pemberian atau karunia Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Menurut Quraish Shihab, rezeki ialah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam material maupun spiritual.

Menurut Ibn Khaldun, ia mendefinisikan rezeki yaitu peranan manusia sebagai pengelola sumber-sumber alam yang telah ditundukkan oleh Allah. Mu’tazilah mendefinisikan rezeki dengan sesuatu yang dimiliki yang dikonsumsi oleh yang memilikinya. Karena itu, menurut Mu’tazilah, sesuatu yang haram itu tidak disebut dengan rezeki. Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan (library research), yang sifatnya termasuk penelitian deskriptif analisis. Pengumpulan data dengan cara membedakan antara data primer dan data sekunder, kitab Tafsir al-Kasyaf dan Tafsir Ibn Katsir merupakan data primer, sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku lain yang masih terkait dengan judul penelitian. Analisis Komparatif yaitu teknik analisis yang dilakukan dengan cara membuat perbandingan antar elemen. Tafsir al-kasyaf merupakan karya Zamakhsyari, beliau adalah seorang mufasir penganut paham Mu’tazilah. Ia terinspirasi menulis kitab ini karena adanya permintaan dari kelompok Mu’tazilah. Tafsir Ibn Katsir merupakan karya Ibn Katsir, latar belakang penulisan kitab ini sebagaimana ibn katsir mengatakan dalam pendahuluan kitabnya, bahwa kewajiban yang terpikul di pundak para ulama ialah menyelidiki makna-makna Kalamullah dan menafsirkannya, menggali dari sumber-sumbernya serta mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya. Menurut Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasyaf sesuatu yang haram itu tidak disebut dengan rezeki. Sebagaimana dalil yang digunakan Mu’tazilah untuk menunjukkan rezeki itu hanya pantas disebutkan pada yang halal semata QS. Yunus ayat 59.

Sedangkan menurut Ibn Katsir dan Ahlu Sunnah, rezeki digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan, baik halal maupun haram. Adapun dalil yang digunakan nya yaitu QS. Hud ayat 6, dan QS.

Al-Maidah ayat 88. Jelas lah bahwa pandangan Ahlu Sunnah lebih tepat. Bahwa rezeki itu mencakup baik itu halal dan baik itu haram. Ketika seseorang mencari rezekinya dengan cara halal, maka berkah atasnya, sebaliknya jika penghidupannya diperoleh dengan cara yang haram, maka ia harus mempertanggung jawabkan atas perbuatannya.

(17)

ix ABSTRACT

Elsa Fatimah (2022): Sustenance of Az-Zamakhsyari and Ibn Katsir’s Perspective on QS. Yunus Verse 59

Sustenance according to the Great Dictionary of Indonesian is everything that is used to maintain a God-given life, such as food, living, income, profit and so on.

Some mufassir express their opinions on the meaning of sustenance, according to Hamka, sustenance is the gift or gift of God given to his creatures to be used in life.

According to Quraish Shihab, sustenance is everything that is benefitsfor human, both material and spiritual. According to Ibn khaldun, he defined sustenance as the role of man as the manager of natural resources that have been bestowed by God.

Mu’tazilah defines sustenance by something possessed that is consumed by the one who owns it. Therefore, according to Mu’tazilah, something haram is not called sustenance. This research is classified as library research, which includes descriptive research analysis. Data collection by distinguishing between primary data and secondary data, the book of Tafsir al-Kasyaf and Tafsir Ibn Katsir are primary data, while secondary data are taken from other books that are still related to the title of the study. Comparative Analysis is an analytical technique that is carried out by making comparisons between elements. Tafsir al-Kasyaf is the work of Zamakhsyari, he is a mufassir of Mu’tazilah belivers. He was insipired to write this book because of a request from the Mu’tazilah group. Tafsir ibn Kasir is the work of Ibn Katsir, the background to the writing of this book as Ibn Katsir in the introduction to his book, that the abligation that lies on the shoulders of the scholars is to investigate the meanings of Kalamullah and interpret them, dig from their sources and study them and teach them. According to Zamakhsyari in his interpretation of al-Kasyaf something illegitimate is not called sustenance. As the postulate used by Mu’tazilah to show sustenance deserves only mention of the halal QS. Yunus verse 59. Meanwhile, according to Ibn Katsir and Ahlu Sunnah, sustenance is used to show everything that can be used and utilized, both halal and haram. The postulate used is QS. Hud verse 6, and QS. Al-Maidah verse 88. It is clear that the Ahlu Sunnah view is more appropriate. That sustenance includes both halal and good it is haram. When a person seeks his sustenance is a lawful way, then blessings upon him, on the contrary, if his livelihood is obtained by haram way, then he must be held accountable for his deeds.

(18)

x ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺺﺨﻠﻣ

) ﺔﻤﻁﺎﻓ ﺎﺴﻠﻳﺇ 2022

ﺔﻳﺁ ﺲﻧﻮﻳ ﺓﺭﻮﺳ ﺮﻴﺴﻔﺗ ﻲﻓ ﺮﻴﺜﻛ ﻦﺑﺍﻭ ﻱﺮﺸﺨﻣﺰﻟﺍ ﺪﻨﻋ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻡﻮﻬﻔﻣ :(

59

ﺎﻬﺤﻨﻣ ﻲﺘﻟﺍ ﺓﺎﻴﺤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻅﺎﻔﺤﻠﻟ ﻪﻣﺍﺪﺨﺘﺳﺍ ﻢﺘﻳ ﺎﻣ ﻞﻛ ﻮﻫ ﺮﻴﺒﻜﻟﺍ ﻲﺴﻴﻧﻭﺪﻧﻹﺍ ﺱﻮﻣﺎﻘﻟﺍ ﻲﻓ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻡﻮﻬﻔﻣ ﷲ

ﻞﺜﻣ ،

، ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻰﻨﻌﻣ ﻲﻓ ﻢﻬﻳﺃﺭ ﻦﻋ ﻦﻳﺮﺴﻔﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﺪﻳﺪﻌﻟﺍ ﻑ ّﺮﻋ ﺪﻗﻭ .ﻚﻟﺫ ﻰﻟﺇ ﺎﻣﻭ ﺐﺴﻜﻟﺍﻭ ﺔﻘﻔﻨﻟﺍﻭ ﺔﺸﻴﻌﻤﻟﺍﻭ ﻡﺎﻌﻄﻟﺍ ﻮﻫ ﺏﺎﻬﺷ ﺶﻳﺮﻗ ﺪﻨﻋ ﻕﺯﺮﻟﺍ .ﺎﻬﺗﺎﻴﺣ ﻲﻓ ﻪﻨﻣ ﻊﻔﺘﻨﺘﻟ ﻪﺗﺎﻗﻮﻠﺨﻤﻟ ﷲ ﻦﻣ ﻞﻀﻓ ﻭﺃ ﺔﺒﻫ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻥﺃ :ﻝﺎﻗ ،ﺎﻜﻤﺣ ﻢﻬﻨﻣ ﺍ ﻥﻭﺪﻠﺧ ﻦﺑﻻ ﺎًﻘﻓﻭ .ًﺎﻴﺣﻭﺭﻭ ًﺎﻳﺩﺎﻣ ﻥﺎﺴﻧﻹﺍ ﻊﻔﻨﻳ ﺎﻣ ﺮﺸﺒﻟﺍ ﺭﻭﺩ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻥﺃ :ﻝﺎﻗ ﻱﺬﻟ

ﺓﺭﺍﺩﺈﺑ ﻡﻮﻘﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﺮﺑﺪﻤﻟﺎﻛ

ﺎﻬﻌﻀﺧﺃ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻴﻌﻴﺒﻄﻟﺍ ﺩﺭﺍﻮﻤﻟﺍ ﻝﺎﻗ ﻚﻟﺬﻟ .ﻪﺑﺎﺤﺻﺃ ﻪﻠﻛﺄﻳ ﻙﻮﻠﻤﻣ ءﻲﺷ ﻪﻧﺄﺑ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﺔﻟﺰﺘﻌﻤﻟﺍ ﻑ ّﺮﻌُﻳ .ﷲ

ﻲﻠﻴﻠﺤﺘﻟﺍ ﺞﻬﻨﻤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺪﻤﺘﻌﻳﻭ ،ﻲﺒﺘﻜﻤﻟﺍ ﺚﺤﺒﻟﺎﺑ ﻰﻤﺴﻳ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ .ﻕﺯﺭ ﻪﻟ ﻝﺎﻘﻳ ﻻ ﻡﺮﺤﻤﻟﺍ ءﻲﺸﻟﺍ ﻥﺇ ﺔﻟﺰﺘﻌﻤﻟﺍ ﻲﻔﺻﻮﻟﺍﻭ ﺮﻴﺴﻔﺗﻭ ﻑﺎﺸﻜﻟﺍ ﺮﻴﺴﻔﺘﻓ ، ﺔﻴﻋﻭﺮﻔﻟﺍﻭ ﺔﻴﺳﺎﺳﻷﺍ ﺭﺩﺎﺼﻤﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺰﻴﻴﻤﺘﻟﺍ ﻝﻼﺧ ﻦﻣ ﺕﺎﻣﻮﻠﻌﻤﻟﺍ ﺖﻌﻤﺟ .

ﺭﺩﺎﺼﻤﻟﺍ ﻲﻫ ﺮﻴﺜﻛ ﻦﺑﺍ ﺍ

ﻥﺍﻮﻨﻌﺑ ﺔﻄﺒﺗﺮﻣ ﻝﺍﺰﺗ ﻻ ﻯﺮﺧﺃ ﺐﺘﻛ ﻦﻣ ﺓﺫﻮﺧﺄﻣ ﺔﻴﻋﻭﺮﻔﻟﺍ ﺭﺩﺎﺼﻤﻟﺍ ﺎﻤﻨﻴﺑ ، ﺔﻴﺳﺎﺳﻷ

ﻩﺅﺍﺮﺟﺇ ﻢﺘﻳ ﻞﻴﻠﺤﺗ ﺏﻮﻠﺳﺃ ﻮﻫﻭ ،ﻥﺭﺎﻘﻤﻟﺍ ﺞﻬﻨﻣ ﻰﻠﻋ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﺪﻤﺘﻌﻳ ﻚﻟﺬﻛﻭ .ﺚﺤﺒﻟﺍ ءﺍﺮﺟﺇ ﻖﻳﺮﻁ ﻦﻋ

ﺐﻠﻁ ﻰﻠﻋ ءﺎﻨﺑ ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻒﻟﺃﻭ ،ﺓﺪﻴﻘﻌﻟﺍ ﻲﻟﺰﺘﻌﻣ ﻮﻫﻭ ﻱﺮﺸﺨﻣﺰﻠﻟ ﻑﺎﺸﻜﻟﺍ ﺮﻴﺴﻔﺗ .ﺮﺻﺎﻨﻌﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺕﺎﻧﺭﺎﻘﻣ ﺮﻴﺜﻛ ﻦﺑﺍﻭ .ﺔﻟﺰﺘﻌﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﺔﻋﺎﻤﺟ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻲﻧﺎﻌﻣ ﻲﻓ ﺮﺤﺒﺘﻳﻭ ﻞﻣﺄﺘﻴﻟ ﻪﺑﺎﺘﻛ ﻒﻟﺃ

ﻥﺃ :ﻪﺑﺎﺘﻛ ﺔﻣﺪﻘﻣ ﻲﻓ ﻝﺎﻗ ﺎﻤﻛ

ﻡﻼﻛ ﻲﻧﺎﻌﻣ ﻲﺼﻘﺗ ﻮﻫ ءﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺐﺟﺍﻮﻟﺍ ﷲ

ﻭ ،ﻩﺮﻴﺴﻔﺗﻭ ﻝﺎﻗ .ﺎﻬﻤﻴﻠﻌﺗﻭ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻑﺮﻌﺘﻟﺍﻭ ﺭﺩﺎﺼﻤﻟﺍ ﻦﻋ ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﻥﺃ ﺕﺎﺒﺛﻹ ﺔﻟﺰﺘﻌﻤﻟﺍ ﺎﻬﻣﺪﺨﺘﺳﺍ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﺠﺤﻟﺍ ﺖﻧﺎﻛ ﺎﻤﻛ .ﺎﻗﺯﺭ ﻰﻤﺴﻳ ﻻ ﻡﺮﺤﻤﻟﺍ ءﻲﺸﻟﺍ ﻥﺃ ﻩﺮﻴﺴﻔﺗ ﻲﻓ ﻱﺮﺸﺨﻣﺰﻟﺍ ﺕﺎﺣﺎﺒﻤﻠﻟ ﺢﻠﺼﻳ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﺎﻫﺮﻴﻐﻟ ﻻﻭ

ﺔﻳﺁ ﺲﻧﻮﻳ ﺓﺭﻮﺴﺑ ﺍﻮﻟﺪﺘﺳﺍ ، 59

ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻞﻫﺃﻭ ﺮﻴﺜﻛ ﻦﺑﺍ ﻝﺎﻗ ﻪﺴﻔﻧ ﺖﻗﻮﻟﺍ ﻲﻓﻭ .

ﻅﻹ ﻕﺯﺮﻟﺍ ﻡﺪﺨﺘﺴﻳ ﺩﻮﻫ ﺓﺭﻮﺴﺑ ﺍﻮﻟﺪﺘﺳﺍ ،ﺎًﻣﺍﺮﺣ ﻭﺃ ًﻻﻼﺣ ﻥﺎﻛ ءﺍﻮﺳ ، ﻪﻨﻣ ﻉﺎﻔﺘﻧﻻﺍﻭ ﻪﻣﺍﺪﺨﺘﺳﺍ ﻦﻜﻤﻳ ﺎﻣ ﻞﻛ ﺭﺎﻬ

ﺔﻳﺁ 6 ﺔﻳﺁ ﺓﺪﺋﺎﻤﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳﻭ 88

ﺎﻣ ﻢﻌﻳ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟﺍﻭ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻞﻫﺃ ﺪﻨﻋ ﻕﺯﺮﻟﺎﻓ .ﺢﺟﺭﺃ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻞﻫﺃ ﺐﻫﺬﻣ ﻥﺃ ﺢﻀﺗﺍﻭ .

ﻭ ، ﻪﻴﻓ ﻙﺭﻮﺑ ﺔﻋﻭﺮﺸﻣ ﺔﻘﻳﺮﻄﺑ ﻪﻗﺯﺭ ﻥﺎﺴﻧﻹﺍ ﺐﻠﻁ ﺍﺫﺇ .ﺎﻣﺍﺮﺣ ﻭﺃ ﻥﺎﻛ ﻻﻼﺣ ﻪﺑ ﻊﻔﺘﻨﻳ ﻰﻠﻋ ﻞﺼﺣ ﺍﺫﺇ ﺲﻜﻌﻟﺎﺑ

.ﻞﻌﻔﻟﺍ ﻚﻟﺫ ﻰﻠﻋ ﺐﺳﺎﺤﻳ ﻥﺃ ﺐﺟﻭ ﺔﻣﺮﺤﻣ ﺔﻘﻳﺮﻄﺑ ﻪﻗﺯﺭ

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW yang menjadi kitab suci umat Islam. Kemukjizatannya akan tetap kekal dan abadi meskipun bertambah majunya ilmu pengetahuan. Kitab suci tersebut diturunkan kepada beliau untuk mengeluarkan manusia dari kesesatan menuju kepada kebenaran, dan menunjukkan mereka jalan yag lurus.1

Diantara kemurahan Allah SWT kepada manusia adalah Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbing mereka kepada kebaikan, bahkan juga dari masa kemasa mengutus seorang Rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah SWT, mengajak manusia agar beribadah hanya kepada-Nya semata. Menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan agar tidak ada alasam bagi manusia untuk membantah Allah SWT setelah datang nya para Rasul.2

Di dalam al-Qur’an terletak hakekat kerasulan Nabi Muhammad SAW dan dalil tentang kebenarannya.3 Selain itu di dalamnya tersimpul semua ajaran agama- agama yang benar, dan pernah berkembang dimuka bumi dari dahulu samppai

1Manna’ al-Qaththan, Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadits, tth), cet. Ke-3, h. 9

2Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, tth), h.

11

3Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), cet. Ke-12, h. 228

(20)

2 sekarang ini, serta menjadi satu agama yang kekal abadi yaitu Islam.4 Di dalam al- Qur’an juga terdapat ajaran-ajaran agama Islam yang selalu mengajarkan pada hal kebaikan, mengajarkan untuk selalu bertakwa kepada-Nya dan selalu bersyukur atas apa yang diberikan-Nya.

Di sisi lain, al-Qur’an merupakan ayat-ayat Allah SWT tanda ke-Esaan dan kekuasaan-Nya. Dalam hal ini M. Quraish Shihab menerangkan bahwa apabila melalui pengamatan dan studi terhadap alam raya, manusia dari masa kemasa dapat mengungkapkan rahasia-rahasianya dan memperoleh sesuatu yang baru yang belum diketahui manusia atau generasi sebelumnya, maka demikian juga halnya dengan ayat-ayat Allah SWT yang tertulis, yakni al-Qur’an, bagi mereka yang berkecimpung dalam studi al-Qur’an akan dapat mengungkapkan makna-makna baru yang belum terungkap oleh penelitian dan studi manusia atau generasi terdahulu.5

Selanjutnya, diturunkan al-Qur’an membawa rahmat, hal ini sebagaimana dijelaskan M. Quraish Shihab dalam bukunya yang lain bahwa rahmat yang dibawa al-Qur’an tersebut berupa penjelasan tentang jalan kebahagiaan dan cara pencapaiannya di dunia dan di akhirat.6

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber utama hukum Islam yang dapat membimbing manusia dari segala kegalauan dan keresahan hidup yang mereka rasakan, berdasarkan hal

4Bey Arifin, Rangkaian Cerita Dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1983), cet. Ke- 8, h. 5

5M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizazn, 2000), cet. Ke-8, h. 122

6M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1997), cet. Ke-2, h. 4

(21)

3 tersebut, dalam menghadapi berbagai perssoalan hidup, sebagaimana manusia yang beriman kepada-Nya, diwajibkan untuk kembali kepada keduanya.7

Prinsip dan ajaran-ajaran moral yang disampaikan al-Qur’an masih sangat global dan memungkinkan setiap generasi umat untuk memberikan penafsiran yang berbeda dari generasi sebelumnya, sehingga suatu kata dalam al-Qur’an tidak mungkin hanya memiliki satu arti atau satu makna saja. Seperti halnya dengan kata rizq dalam al-Qur’an.

Kata Rizq berasal dari ﺎﻗﺯﺭ -ﻕﺯﺮﻳ-ﻕﺯﺭ. Yang berarti segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan, seperti hujan, nasib, gaji atau upah. Dalam berbagai bentuknya, kata ini disebut dalam al-Qur’an sebanyak 123 kali.8 Dari segi kebahasaan, asal makna dari rizq adalah pemberian, baik yang ditentukan maupun tidak, baik yang menyangkut makan perut maupun yang berhubungan dengan kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Hal ini senada dengan makna rezeki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan yang diberikan Tuhan, seperti makanan, nafkah, pendapatan, keuntungan dan lain sebagainya.9

Allah SWT adalah ar-Razaq, yaitu Maha Pemberi Rezeki. Allah SWT juga menciptakan sarana-sarana untuk mendapatkan rezeki. Allah SWT pula yang mengatur semua rezeki makhluknya. Dengan demikian, ini tidak dapat dimaknai sebaliknya. Allah SWT tidak menghendaki sedikitpun rezeki dari ciptaan-Nya.

7Mahfudh Syamsul Hadi, et. Al, KH. Zainuddin MZ, Figur Da’i Berjuta Umat, (Surabaya:

CV. Kurnia, 1994), cet. Ke-1, h. 225

8Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi’, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), h. 394

9Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), cet. Ke-4, h. 747

(22)

4 Bekerja dan berusaha untuk mencari rezeki ialah termasuk melaksanakan perintah Allah, maka orang yang berusaha dan mencari rezeki itu bukan mengurangi ibadah, tetapi memperkuat dan memperbanyak ibadah itu sendiri.10

Islam memerintahkan dan memuliakan orang-orang yang mau bekerja dan memberikan motivasi kepada saudaranya yang lain supaya bekerja keras dan meningkatkan kekayaan dan kemakmuran hidupnya. Contoh tentang kehidupan para Rasul yang bekerja dengan tenaga sendiri, seperti Nabi Daud a.s membuat besia, Nabi Ibrahim a.s, Nabi Isa a.s, dan Nabi Musa a.s ialah beternak dan mengembala kambing.11

Beberapa mufassir mengemukakan pendapatnya mengenai arti rezeki, diantaranya menurut Hamka, rezeki ialah pemberian atau karunia Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan.12 Menurut Quraish Shihab, rezeki ialah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam material maupun spiritual.13 Sedangkan menurut Ibn Khaldun, ia mendefinisikan rezeki yaitu peranan manusia sebagai pengelola sumber-sumber alam yang telah ditundukkan oleh Allah.14

Kesemua makna dari kata rezeki yang dikemukakan para ahli tafsir di atas merupakan makna yang diperoleh melalui siyaq (konteks) di mana ayat yang disebutkan kata rezeki di dalamnya disebutkan.

Namun dari penjelasan di atas dapat diambil suatu inti sari bahwa makna dasar dari rezeki adalah pemberian yang terkait dengan suatu waktu tertentu,

10Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil Pustaka, 2014), cet. Ke-1, h. 25

11Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 284

12Triya Harsa, Taqdir Manusia dalam Pandangan Hamka, (Banda Aceh: Pena, 2008), h. 69

13M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 193

14Mir’atunnisa, Penafsiran Sayyid Qutb terhadap al-Rizq dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2005), h. 48

(23)

5 namun kemudian makna ini berkembang mencakup semua pemberian tidak terkait suatu waktu tertentu.

Hakikat rezeki pada konteksnya yang materil adalah segala apa yang dikonsumsi makhluk hidup demi mempertahankan ruhnya dan mengembangkan jasmani nya, baik berupa makanan maupun minuman. Rezeki pada maknanya yang umum semua yang diberikan pada makhluk ciptaan, namun secara khusus kata ini merujuk pada makanan dan minuman.

Secara umum, rezeki yang Allah berikan kepada para hamba dapat dibagi menjadi dua bentuk; rezeki umum dan rezeki khusus. Rezeki umum artinya rezeki yang dianugerahkan Allah kepada semua makhluknya tanpa terkecuali. Rezeki ini mudah diperoleh para hamba dan dapat mereka atur. Rezeki ini diperoleh baik oleh mukmin maupun kafir, baik bagi muhsin maupun fajir, baik kepada manusia, jin, maupun malaikat.15

Selain pertimbangan keumuman yang menerima rezeki, rezeki umum ini juga mencakup rezeki yang halal maupun yang haram. Bila yang diperoleh dari sumber dan bentuk yang masyru’ maka hukumnya halal. Sedangkan bila tidak maka hukumnya haram. Karena kata rezeki disebutkan baik bagi yang halal maupun yang haram.

Banyak orang yang bekerja siang dan malam, bahkan ada yang melakukan apa saja, tidak peduli mana yang halal dan mana yang haram, tujuannya adalah agar mempunyai rezeki ada pula orang yang tega terhadap sesama dengan cara menipu, memeras, bahkan merampok.

15Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Miftah Dar al-Sa’adah, jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tth), h. 288

(24)

6 Sedangkan rezeki khusus artinya rezeki yang mutlak, yakni rezeki yang kemanfaatannya terus-menerus mengalir di dunia dan akhirat. Rezeki khusus ini menurut Abu Syuraikh, terbagi menjadi dua bagian:

a) Rezeki untuk hati dengan ilmu dan keimanan, di mana hati benar-benar membutuhkan ilmu yang cukup dan keimanan yang kuat, karena hanya dengan keduanyalah hati menjadi kuat dan kaya.

b) Rezeki untuk badan dan fisik dengan makanan dan minuman yang halal, tidak bercampur syubhat, dan tidak menyesatkan.

Adapun rezeki yang dikhususkan Allah untuk hamba-Nya yang beriman, dan rezeki yang selalu dimohonkan oleh hamba yang beriman, mencakup kedua bentuk rezeki di atas, baik yang umum maupun yang khusus.

Menurut Ibn Mandzur, berdasarkan bentuknya rezeki itu ada dua macam;

pertama rezeki lahiriah untuk jasmani, seperti bahan makanan, dan kedua rezeki bathiniah untuk hati dan jiwa, seperti pengetahuan dan ilmu. Allah berfirman dalam QS. Hūd ayat 6:

*

$tΒuρ 7π−/!#yŠ ÏΒ

ÇÚö‘F{$# ’Îû āωÎ)

’n?tã

«!$#

$yγè%ø—Í‘

ÞΟn=÷ètƒuρ

$y䧍s)tFó¡ãΒ

$yγtãyŠöθtFó¡ãΒuρ

4

@≅ä.

5=≈tGÅ2 ’Îû

&Î7•Β

∩∉∪

Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh al-maḥfuẓ).” (QS. Hūd [11]: 6)

Yang dimaksud dari dabbah atau binaatang melata ialah setiap makhluk yang bernyawa dan seluruh makhluk yang dapat bergerak, sedangkan yang

(25)

7 dimaksud dari tempat berdiam adalah bumi.16Pemilihan kata ini mengesankan bahwa rezeki yang dijamin Allah SWT, itu menuntut setiap dabbah untuk memfungsikan dirinya sebagaimana namanya, yakni bergerak dan merangkak, yakni tidak tinggal diam menanti rezeki tetapi agar mereka harus bergerak guna memperoleh rezeki yang disediakan Allah SWT itu.

Kata rizq pada mulanya, sebagaimana ditulis oleh pakar bahasa Arab Ibn Faris, berarti pemberian untuk waktu tertentu. Namun demikian, arti asal ini berkembang sehingga rezeki antara lain diartikan sebagai pangan, pemenuhan kebutuhan, gaji, hujan dan lain-lain, bahkan sedemikian luas dan berkembang pengertiannya sehingga anugerah kenabian pun dinamai rezeki sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Syu’aib a.s yang berkata kepada kaumnya,

tΑ$s%

ÉΘöθs)≈tƒ óΟçF÷ƒuu‘r&

àMΖä. βÎ) 4’n?tã 7πoΨÉit/

ÏiΒ

’În1§‘

Í_s%y—u‘uρ çµ÷ΖÏΒ

$»%ø—Í‘

$YΖ|¡ym

4

!$tΒuρ ߉ƒÍ‘é&

÷βr&

öΝä3x Ï9%s{é&

4’n<Î)

!$tΒ öΝà69yγ÷Ρr&

çµ÷Ζtã

4

÷βÎ) ߉ƒÍ‘é&

āωÎ) yx≈n=ô¹M}$#

àM÷èsÜtGó™$# $tΒ

4

$tΒuρ

þ’Å+ŠÏùöθs?

āωÎ)

«!$$Î/

4

ϵø‹n=tã àMù=©.uθs?

ϵø‹s9Î)uρ Ü=ŠÏΡé&

∩∇∇∪

Artinya: “Wahai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan Dia menganugerahi aku dari-Nya rezeki yang baik (yakni kenabian)?” (QS. Hud [11]: 88)17

Sementara para pakar membatasi pengertian rezeki pada pemberian yang bersifat halal, sehingga yang haram tidak dinamai rezeki. Tetapi pendapat ini ditolak oleh mayoritas ulama, dan karena itulah al-Qur’an dalam beberapa ayat

16Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h. 224

17Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h. 231

(26)

8 menggunakan istilah (ﺎﻨﺴﺣ ﺎﻗﺯﺭ) rezeki yang baik untuk mengisyaratkan bahwa ada rezeki yang tidak baik, yakni yang haram.

Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang masalah rezeki, aneka macam bentuk rezeki, rezeki halal dan haram menurut pandangan mufassir. Dan hal ini penulis jadikan sebuah tesis yang berjudul “Rezeki Perspektif Az-Zamakhsyari dan Ibn Katsir pada QS. Yunus Ayat 59”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, banyak persoalan yang dapat dibahas dari penelitian tersebut. Persoalan tersebut diidentifikasi oleh penulis sebagai berikut:

a. Makna rezeki dalam beberapa ayat al-Qur’an.

b. Rezeki dalam pandangan Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah.

c. Macam-macam bentuk rezeki.

Namun demikian, dengan mempertimbangkan urgensi dan signifikasi permasalahan-permasalahan di atas, maka permasalahan yang dipilih dan diprioritaskan dalam penelitian ini adalah:

a. Rezeki dalam pandangan Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah.

b. Macam-macam bentuk rezeki.

Dalam al-Qur’an istilah “rizq” dengan perubahan katanya atau tashrifnya, disebut sebanyak 106 kali dalam 41 surat.

(27)

9 Tabel 1. Ayat-ayat razaqa

No. Nama Surah No.

Surah

No.

Ayat Lafaz Kata

1. QS. Al-Baqarah 2

3

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

57

ْﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

60

ِﻕ ْﺯ ِﺭ

126 ْﻕ ُﺯ ْﺭﺍﻭ

172

ْﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

233

ﱠﻦُﻬُﻗ ْﺯ ِﺭ

254

ْﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

3. QS. An-Nisa’ 4

5

ﻢُﻫ ْﻮُﻗ ُﺯ ْﺭﺍ َﻭ

8

ْﻢُﻫ ْﻮُﻗ ُﺯ ْﺭﺎَﻓ

39 ُﻢُﻬَﻗ َﺯ َﺭ

4. QS. Al-Maidah 5 88

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

114

ﺎَﻨْﻗ ُﺯ ْﺭﺍ َﻭ

5. QS. Al-An’am 6 140 ُﻢُﻬَﻗ َﺯ َﺭ

142

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

6. QS. Al-A’raf 7

32

ِﻕ ْﺯ ِﺮﻟﺍ ﱞ

50

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

160

b ْﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

7. QS. Al-Anfal 8

3

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

4

ٌﻕ ْﺯ ِﺭ َﻭ

26

ْﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ َﻭ

74

ٌﻕ ْﺯ ِﺭ َﻭ

8. QS. Yunus 10 59

ٍﻕ ْﺯ ِﺭ

93

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ َﻭ

9. QS. Hud 11 6

ﺎَﻬُﻗ ْﺯ ِﺭ

10. QS. Ar-Ra’d 13 22

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

26

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

11. QS. Ibrahim 14 31

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

37

ْﻢُﻬُﻗ ُﺯ ْﺭﺍ َﻭ

12. QS. An-Nahl 16

56

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

71

ْﻢِﻬِﻗ ْﺯ ِﺭ

72

ْﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ َﻭ

112

ﺎَﻬُﻗ ْﺯ ِﺭ

114

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

13. QS. Al-Isra’ 17 30

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

70

ْﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

14. QS. Al-Kahfi 18 19

ٍﻕ ْﺯ ِﺮِﺑ

15. QS. Maryam 19 62

ْﻢُﻬُﻗ ْﺯ ِﺭ

16. QS. Taha 20 81 ﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

(28)

10

131

ُﻕ ْﺯ ِﺭ َﻭ

17. QS. Al-Hajj 22

28

ْﻢُﻬَﻗ َﺯ َﺭ

34 35

50

ٌﻕ ْﺯ ِﺭ َﻭ

18. QS. An-Nur 24 26

19. QS. Al-Qashash 28 54

ﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

82

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

20. QS. Al-Ankabut 29 62

60

ﺎَﻬَﻗ ْﺯ ِﺭ

21. QS. Ar-Rum 30

28

ْﻢُﻜَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

37

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

40

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

22. QS. As-Sajadah 32 16

ﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

23. QS. Saba’ 34

4

ٌﻕ ْﺯ ِﺭ َﻭ

15

ٍﻕ ْﺯ ِﺭ

36

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

39

24. QS. Fathir 35 29

ﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

25. QS. Yasin 36 47

ُﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ

26. QS. Ash-Shofat 37 41

ٌﻕ ْﺯ ِﺭ

27. QS. Shad 38 54

ﺎَﻨُﻗ ْﺯ ِﺮَﻟ

28. QS. Az-Zumar 39 52

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

29. QS. Ghafir 40 64

ﻢُﻜَﻗ َﺯ َﺭ َﻭ

30. QS. Asy-Syu’ara 42

12

َﻕ ْﺯ ِّﺮﻟﺍ

27

38

ﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

31. QS. Al-Jasiyah 45 5

ِﻕ ْﺯ ِﺭ

16

ﻢُﻬَﻨْﻗ َﺯ َﺭ

32. QS. Adz-Dzuriyat 51 22

ْﻢُﻜُﻗ ْﺯ ِﺭ

57

ٍﻕ ْﺯ ِﺭ

33. QS. Al-Waqi’ah 56 82

ْﻢُﻜَﻗ ْﺯ ِﺭ

34. QS. Al-Munafiqun 63 10

35. QS. Ath-Thalaq 65 7

ُﻪُﻗ ْﺯ ِﺭ

36. QS. Al-Mulk 67 15

37. QS. Al-Fajr 89 16

Tabel 2. Ayat-ayat yarzuqu No. Nama Surah No.

Surah

No.

Ayat Lafaz Kata

1. QS. Al-Baqarah 2 212

ُﻕ ُﺯ ْﺮَﻳ

2. QS. Ali-Imran 3 169

َﻥ ْﻮُﻗ َﺯ ْﺮُﻳ

3. QS. Ali-Imran 3 27

ُﻕ ُﺯ ْﺮَﺗ َﻭ

(29)

11

4. QS. Al-An’am 6 151

ﻢُﻜُﻗ ُﺯ ْﺮَﻧ

5. QS. Yunus 10 31

ﻢُﻜُﻗ ُﺯ ْﺮَﻳ

6. QS. Al-Isra 17 31

ْﻢُﻜُﻗ ُﺯ ْﺮَﻧ

7. QS. Al-Hajj 22 58

ُﻢُﻬﱠﻨَﻗ ُﺯ ْﺮَﻴَﻟ

8. QS. An-Nur 24 38

ُﻕ ُﺯ ْﺮَﻳ

9. QS. An-Naml 27 64

ﻢُﻜُﻗ ُﺯ ْﺮَﻳ

10. QS. Saba’ 34 24

11. QS. Fathir 35 3

12. QS. Ghafir 40 40

َﻥ ْﻮُﻗ َﺯ ْﺮُﻳ

13. QS. Asy-Syu’ara 42 19

ُﻕ ُﺯ ْﺮَﻳ

14. QS. Ath-Thalaq 65 3

ُﻪْﻗ ُﺯ ْﺮَﻳ َﻭ

15. QS. Al-Mulk 67 21

ﻢُﻜُﻗ ُﺯ ْﺮَﻳ

Tabel 3. Ayat-ayat rizqan No. Nama Surah No.

Surah

No.

Ayat Lafaz Kata

1. QS. Al-Baqarah 2 22

ﺎًﻗ ْﺯ ِﺭ

25

2. QS. Ali-Imran 3 37

3. QS. Yusuf 12 37

ِﻪِﻧﺎَﻗ َﺯﺮُﺗ

4. QS. Ibrahim 14 32

ﺎًﻗ ْﺯ ِﺭ

5. QS. An-Nahl 16

67 73 75

6. QS. Thaha 20 132

7. QS. Al-Hajj 22 58

8. QS. Al-Qashash 28 57

9. QS. Al-Ankabut 29 17

10. QS. Al-Ahdzab 33 31

11. QS. Ghafir 40 13

12. QS. Qaf 50 11

13. QS. Ath-Thalaq 65 11

Adapun dalam penelitian ini penulis membatasi kajian pada ayat-ayat rezeki, karena terdapat perbedaan pandangan ulama tentang makna rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat, baik halal maupun haram.

No. Ayat yang diteliti Lafaz Ayat

1 Yunus, 10: 59

ö≅è%

ΟçF÷ƒuu‘r&

!$¨Β tΑt“Ρr&

ª!$#

Νä3s9

∅ÏiΒ 5−ø—Íh‘

ΟçFù=yèyfsù çµ÷ΖÏiΒ

$YΒ#tym

Wξ≈n=ymuρ ö≅è%

ª!!#u

šχÏŒr&

öΝä3s9

(

ôΘr&

’n?tã

«!$#

šχρçŽtIø s?

∩∈∪

(30)

12 2. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas penulis membatasi penelitian tentang penafsiran pemberian yang haram adalah rezeki perspektif al-Qur’an pada kitab Tafsīr al-Kasyaf ‘An Ḥaqāiq At-Tanzīl karya Zamaksyari, Tafsīr Ibn Katsīr karya al-Hafizh Ibn katsir. Tertarik untuk membahas lebih jauh karena zamaksyari adalah seorang mufassir penganut paham mu’tazilah.

Tafsīr Ibn Katsīr merupakan salah satu kitab tafsir bil ma’tsur yang sudah ma’ruf di kalangan umat Islam dan sekaligus menjadikan rujukan dalam tafsir al- Qur’an.

Agar pembahasan tentang rezeki tidak terlalu melebar dan lebih terarah, peneliti membatasi masalah yang diteliti dalam al-Qur’an pada QS. Yunus [10]:59.

3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana penafsiran Zamakhsyari dan Ibn Katsir tentang rezeki yang terdapat dalam al-Qur’an QS. Yunus [10] ayat 59?

b. Apa makna rezeki menurut Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

(31)

13 a. Untuk mengetahui penafsiran Zamakhsyari dan Ibn Katsir tentang rezeki

yang terdapat dalam QS. Yunus [10] ayat 59.

b. Untuk mengetahui makna rezeki menurut Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang studi al-Qur’an.

b. Sedangkan secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan diri penulis khususnya, dan orang lain, umumnya seputar bidang-bidang ilmu studi al-Qur’an dan tafsir.

c. Untuk mengembangkan wawasan dan kreatifitas penulisan dalam suatu bidang penelian.

D. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memberikan informasi baik peneliti maupun pembaca terkait hal-hal apa yang telah diteliti dan belum diteliti, sehingga tidak terjadi duplikasi penelitian. Ada bebera hasil penelitian yang peneliti temukan terkait dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Muhammad Khairil menulis jurnal yang berjudul ‘Implementasi Pemahaman Ayat Al-Qur’an Tentang Rezeki Di kalangan Pemulung Kota Padang’.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis pemahaman pemulung di TPA Kota Padang terhadap ayat-ayat al-Qur’an tentang mencari rezeki dan implementasinya dalam aktifitas kerja mereka

(32)

14 2. Basri Mahmud, Hamzah menulis jurnal yang berjudul ‘Membuka Pintu Rezeki dalam Perspektif Al-Qur’an’. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna kata ar-rizq dengan berbagai variannya dalam al-Qur’an dan pintu-pintu perolehan rezeki berdasarkan isyarat-isyarat al-Qur’an.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan format penelitian tafsir tematik.

3. Imroatul Mufasirin menulis tesis yang berjudul ‘Banyak Anak Banyak Rezeki Perspektif Perlindungan Anak Pada Masyarakat Pinggiran (Studi Masyarakat Dusun Mijil Desa Grogol Kecamatan Sawoo)’. Penelitian ini menggunakan teori sosiologi pengetahuan.

Kemudian penulis dapati pula beberapa karya tulis yang membahas tema tentang rezeki tersebut diantaranya adalah:

Istifatun Zaka menulis sebuah buku tentang ‘Mengulas Tuntas 8 Pintu Rezeki’. Dalam buku ini membahas tentang konsep rezeki secara luas dalam pandangan agama Islam. Buku ini menunjukkan bahwa rezeki adalah sesuatu bentuk yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup di dunia.

Prof. DR. HM. Hasballah Thaib, MA dan DR. H. Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, Lc., MA menulis sebuah buku tentang ‘Sunnah Allah dalam Menetapkan Rezeki’. Buku ini membahas tentang rezeki perspektif al-Qur’an, dan usaha-usaha yang dapat dilakukan demi meraih rezeki tersebut.

E. Sistematika Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka diperlukan adanya rasionalisasi dan sistematika pembahasan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

(33)

15 penulis akan membagi ke dalam beberapa bab. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Bab I, berisi tentang pendahuluan yang mencakup: Latar Belakang Masalah guna untuk mendeskripsikan alasan penulis untuk melakukan penelitian ini, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah sebagai awal kenapa penulis meneliti penelitian ini, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.

2. Bab II, merupakan tinjauan pustaka (landasan teori) yang berisikan landasan teori yang terdapat dalam penelitian ini yang bertujuan untuk memahaminsetiap makna pada teori yang telah disebutkan. Serta mendeskripsikan sekilas tentang Zamakhsyari dan Ibn Katsir.

3. Bab III, berisikan metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, teknik pengumpulan data, yaitu tahapan-tahapan yang penulis lakukan dalam mengumpulkan data, serta teknik analisis data, yaitu tahapan dan cara analisis yang dilakukan.

4. Bab IV, berisikan pembahasan dan hasil penelitian. Pada bab ini data dan anlisisnya akan disatukan dalam bab ini, yang setiap data yang dikemukakan akan langsung diberikan analisisnya masing-masing.

5. Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai jawaban terhadap pokok rumusan masalah. Kemudian dilanjutkan sengan saran-saran konstruktif bagi peneliti dan penelitian yang akan datang.

(34)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. REZEKI

1) Pengertian Rezeki

Kata ar-rizq dengan harakat kasrah merupakan pemberian yang didapat, baik dalam bentuk duniawi maupun ukhrawi. Terkadang ar-rizq juga digunakan untuk peruntungan dan makanan yang dikonsumsi. Bentuk pluralnya al-Arzāq.

Sementara ar-Razq dengan harakat fathah adalah masdar. Bentuk tunggalnya ar- Razaqah.1 contoh, “Ā’ṭa al-Sulṭān rizq al-jund” (Sultan memberikan bantuan dana kepada pasukan). “Ruziqtu ‘ilma” (Aku mendapat pengetahuan). Firman Allah, Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu.2 Kekayaan, kedudukan dan pengetahuan.

Firman Allah QS. Qaf [50] ayat 11:

$]%ø—Íh‘

ÏŠ$t6Ïèù=Ïj9

(

$uΖ÷u‹ômr&uρ

ϵÎ/

Zοt$ù#t/

$\Gø‹¨Β

4

y7Ï9≡x‹x.

ßlρãèƒø:$#

∩⊇⊇∪

“Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.”

Yang dimaksud ayat tersebut adalah makanan. Sangat mungkin untuk melakukan generalisasi dengan mengumumkan rezeki meliputi makanan, pakaian dan semua yang digunakan. Pendapat lain menyebutkan maksudnya adalah pemberian yang bersifat ukhrawi.

Selain ayat di atas, Allah juga berfirman dalam QS. Al-Hijr [15] ayat 20:

1Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Durriyyah, 2010),

2QS. Al-Munafiqun [63]: 10

(35)

17

$uΖù=yèy_uρ ö/ä3s9

$pκŽÏù

|·ÍŠ≈yètΒ

tΒuρ

÷Λäó¡©9

…çµs9 tÏ%Η≡tÎ/

∩⊄⊃∪

“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya”.

Rezeki telah ditetapkan semenjak manusia berada diperut ibunya, tetapi Allah SWT tidak menjelaskan secara detail. Tidak ada seorang manusiapun yang mengetahui pendapatan rezeki yang akan ia peroleh pada setiap harinya ataupun selama hidupnya. Ini semua mengandung hikmah sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah QS. Luqman [31] ayat 34.

¨βÎ)

©!$#

…çνy‰ΨÏã ãΝù=Ïæ

Ïπtã$¡¡9$#

Ú^Íi”t∴ãƒuρ y]ø‹tóø9$#

ÞΟn=÷ètƒuρ

$tΒ ÏΘ%tnö‘F{$# ’Îû

(

$tΒuρ

“Í‘ô‰s?

Ó§ø!tΡ

#sŒ$¨Β Ü=Å¡ò6s?

#Y‰xî

(

$tΒuρ

“Í‘ô‰s?

6§ø!tΡ Äd“r'Î/

<Úö‘r&

ßNθßϑs?

4

¨βÎ)

©!$#

íΟŠÎ=tæ 7ŽÎ6yz

∩⊂⊆∪

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diperolehnya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dalam al-Qur’an istilah “rizq” dengan perubahan katanya atau tasrifnya, disebut sebanyak 112 kali dalam 41 surat. Lokus yang terbanyak memuat kata itu adalah surat al-Baqarah (12 kali), an-Nahl (9 kali), dan Saba’ (7 kali). Jumlah semua ayat-ayat al-Qur’an tentang rezeki yaitu 92 ayat.3 Kata rizq berasal dari

3Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), cet I, H. 508-510

(36)

18 razaqa-yarzuqu-rizqan. Dalam berbagai bentuknya, kata ini disebut dalam al- Qur’an sebanyak 123 kali.4

2) Macam-Macam Rezeki a. Rezeki ditinjau dari bentuknya

Apabila ditinjau dari bentuinya, ada dua;

1. Material

Rezeki yang material ini dapat diartikan sebagai rezeki yang berwujud dan dapat kita rasakan pula. Seperti hal-hal yang dapat mencukupi kebutuhan hidup kita diantaranya adalah pakaian, makanan, rumah, dan lain sebagainya.

2. Non Material

Sedangkan rezeki yang bersifat non material adalah yang memang tidak tampak melainkan dapat kita rasakan kadar rezeki tersebut. Seperti Allah memberikan rezeki melalui kesehatan dalam tubuh kita, anak yang sholeh-sholehah berbakti kepada kedua orang tua, keberkahan dalam menjalani hidup.

b. Rezeki ditinjau dari sifatnya 1. Ibtila’ (Cobaan)

Rezeki diartikan sebagai cobaan adalah rezeki yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Allah. Manakala rezeki itu sudah dikuasai oleh diri manusia itu sendiri bahkan dapat membuatnya terlena akan nikmat rezeki dan lupa bahwa rezeki itu dari Allah. Dan bahkan dapat membuatnya

4Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu;jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), h. 394

(37)

19 jauh atau ingkar terhadap Allah SWt. Selaku pemilik rezeki yang haq. Seperti Allah mengisyaratkan pada QS. Al-Munafiqun: 10

(#θà)Ï!Ρr&uρ

$¨Β ÏΒ Νä3≈oΨø%y—u‘

È≅ö6s% ÏiΒ βr&

š†ÎAù'tƒ ãΝä.y‰tnr&

ßNöθyϑø9$#

tΑθà)u‹sù Éb>u‘

Iωöθs9 ûÍ_s?ö¨zr&

#’n<Î) 9≅y_r&

5=ƒÌs%

šX£‰¢¹r'sù

ä.r&uρ zÏiΒ tÅsÎ=≈¢Á9$#

∩⊇⊃∪

Artinya: “Dan belanjakan sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, lalu ia berkata:”Ya Rabb-ku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?” QS. Al- Munafiqun: 10

2. Isthifa (Pilihan)

Adapun rezeki sebagi pilihan adalah rezeki yang memang diperuntukkan bagi Allah. Dan Allah akan jadi pelindung bagi orang yang benar-benar menyerahkan rezekinya pada Allah, meyakini penuh bahwa Allah azza wa jalla adalah sang pemilik rezeki dan hanya Allah lah satu- satunya Tuhan yang dapat memberikan dan menjamin rezeki itu pada hambanya. Artinya Allah akan selalu berpihak padanya apabila ia pasrahkan semua ketentuan itu pada Allah.

c. Rezeki ditinjau dari jenisnya

Dalam memahami sebuah rezeki perlu untuk mengetahui jenis-jenis rezeki yang telah Allah berikan pada hambanya agar mudah termotifasi dan berusaha bangkit dan mengejar rezeki tersebut.

(38)

20 Menurut Dr. Abad Badruzaman dalam bukunya “Ayat-ayat Rezeki”

menjelaskan, adapun dalam perspektif akidah rezeki itu terdiri dari 3 jenis:

 Rezeki yang dijamin

Rezeki yang dijamin adalah rezeki yang memang sudah ditetapkan oleh Allah kepada setiap makhluknya. Ketetapan tersebut bisa berupa apa saja baik berupa, kadarnya, waktunya, macamnya, rupanya, dan temporalnya. Dengan kata lain Allah telah memberikan jaminan rezeki pada setiap makhluknya.

Namun jaminan rezeki ini tidak sama banyak antara makhluk yang satu dengan yang lan. Kadar yang telah Allah berikan tidaklah sama. Ada seseorang yang kadar rezekinya banyak sehingga ia dapat bertahan hidup bertahun-tahun.

Namun ada juga bayi yang baru berumur beberapa jam sudah meninggal karena jatah rezekinya sedikit. Allah tidak memberikan kadar rezeki itu sama. Yang Allah berikan terkait rezeki yang dijamin adalah berlakunya hukum alam dan sunnatullah. Terkait dengan hal itu Allah berfirman dalam QS. Hud [11] ayat 6:

*

$tΒuρ 7π−/!#yŠ ÏΒ

ÇÚö‘F{$# ’Îû āωÎ)

’n?tã

«!$#

$yγè%ø—Í‘

ÞΟn=÷ètƒuρ

$y䧍s)tFó¡ãΒ

$yγtãyŠöθtFó¡ãΒuρ

4

@≅ä.

5=≈tGÅ2 ’Îû

&Î7•Β

∩∉∪

Artinya:”Dan tidak satupun makhluk yang bergerak (bernyawa) di Bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya. dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (lauh al-mahfuzh).”

Ayat di atas telah mengisyaratkan bahwa Allah telah menjamin rezeki, bahkan kepada binatang melata sekalipun. Allah telah menetapkan rezeki kepada setiap makhluknya dan hal itu termasuk suatu takdir yang telah ditetapkan oleh

(39)

21 Allah. Sebagaimana ayat diatas, semua itu telah tercatat di Lauh al-Mahfuzh.

Oleh karena itu, rezeki yang telah dijamin ini merupakan realisasi dari takdir yang telah ditetapkan sehingga sifatnya tidak dapat berubah karena ditakdirkan sebagaimana mestinya.

Rezeki yang dijamin itu merupakan takdir mubram dan jika tidak bisa mengubahnya. Sedangkan rezeki yang dibagikan dan dijanjikan adalah contoh dari takdir muallaq yang bisa dirubah.5

 Rezeki yang dibagikan

Rezeki yang dibagikan merupakan rezeki yang bisa berubah kadarnya, alisa bisa bertambah dari waktu ke waktu. Jika rezeki yang dijamin merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa kita rubah dan sifatnya tetap, rezeki yang dibagikan itu bisa dirubah dan sifatnya bergantung pada makhluk itu sendiri.

Artinya, rezeki ini didapat dengan cara bekerja.

Pepatah mengatakan bahwa jika tangan dan kaki bergerak, mulutpun bisa mengunyah. Hal itu mengundang arti bahwa jika seseorang itu mau bekerja, ia akan mendapatkan hasil dari apa yang dikerjakannya cara itu. Dengan demikian rezeki yang dibagikan itu bisa didapatkan dengan jalan bekerja.

Adapun penjelasan Allah yang tertera dalam potongan ayat dibawah ini dalam QS. Ar-Ra’d [13] ayat 11:

5Ali Abdullah, Rumus Rezeki, (Solo: Tiga Serangkai, 2017), h. 36

(40)

22

…çµs9

×M≈t7Ée)yèãΒ .ÏiΒ

È÷t/

ϵ÷ƒy‰tƒ ôÏΒuρ

ϵÏ!ù=yz

…çµtΡθÝàx!øts†

ôÏΒ ÌøΒr&

«!$#

3

āχÎ)

©!$#

Ÿω çŽÉitóãƒ

$tΒ

BΘöθs)Î/

4®Lym (#ρçŽÉitóムöΝÍκŦà!Ρr'Î/ $tΒ

3

!#sŒÎ)uρ yŠ#u‘r&

ª!$#

5Θöθs)Î/

#[þθß™

Ÿξsù

¨ŠttΒ

…çµs9

4

$tΒuρ Οßγs9

ÏiΒ

ϵÏΡρߊ

@Α#uρ ÏΒ

∩⊇⊇∪

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakngnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah mengkehendakin keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Maksud penjelasan potongan ayat diatas bisa kita singgungkan pada usaha etos kerja seorang hamba yang mana Allah senantiasa memberikan penuh atau memasrahkan kepada hambanya agar dapat mencari rezeki yang Allah bagikan untuk mereka dengan merubah diri mereka sendiri untuk selalu berusaha mencari dan merubah diri mereka menjadi yang lebih baik. Dan memberi kesempatan pada hambanya untuk selalu bergerak agar tak diam dan pasif menerima keadaan.

Dapat diperjelas kembali, bahwa jenis rezeki seperti inilah yang paling banyak dicari oleh umat manusia. Mereka bekerja untuk mendapatkan rezeki dan meraih kebahagiaan. Dengan demikian jenis rezeki ini didapatkan melalui jalan hukum alam yang berlaku; jika kita mau bekerja untuk mendapatkan hasilnya, sementara jika malas-malasan maka rezeki itu tidak kunjung datang.

(41)

23 Rezeki yang dibagikan tidaklah sama dengan rezeki yang dijamin. Jika rezeki yang dijamin merupakan takdir mubram yang pasti dan tidak bisa dirubah, maka sebaliknya rezeki yang dibagikan merupakan takdir muallaq yang ketentuannya bisa dirubah tergantung pada usaha yang dilakukan oleh setiap makhluk, ia pun harus bersikap aktif dan melibatkan hal-hal lain yang berada disekelilingnya. Artinya, rezeki ini bisa berubah sebagai usaha seseorang untuk mengubahnya. Perubahannya tergantung juga pada seberapa giat orang tersebut bekerja, seberapa potensial jenis pekerjaannya, seberapa banyak yang dikerjakannya, dan faktor-faktor yang terkait lainnya.

Orang gila pun memperoleh rezeki, dan kenyataannya dia bisa makan dan minum, hewan melatapun juga mendapatkan rezeki, buktinya setiap hari ia selalu kenyang. Ikan kecil yang kalah bersaing dengan ikan-ikan besarpun juga diberi rezeki. Meskipun demikian, tetaplah itu rezeki yang dijamin pada ikan tersebut. Rezeki mereka hanya sebatas itu. Jika jatah rezeki mereka habis, maka habis pula riwayat mereka.

Lain halnya dengan manusia yang sehat dan berkal, sebagaimana kita.

Kitapun memperoleh jatah rezeki tertentu sebagaimana orang gila, hewan melata, dan ikan kecil. Akan tetapi, kita bisa mendapatkan rezeki yang lebih daripada itu semua. Caranya adalah dengan bekerja yang sungguh-sungguh.

Itulah perbedaan kita dan itu semua. Jika kita bisa mengusahakan rezeki, yang lain hanya bisa menantikan rezeki yang dijamin tanpa bisa mengusahakan yang lebih.

Oleh karena itu, bekerja merupakan alan untuk mencari dan mendapatkan rezeki dibagikan itu. Bekerja merupakan sebuah kewajaran dalam

(42)

24 perkehidupan manusia sebagai jalan untuk mendapatkan penghidupan.

Sementara itu Allah telah menyediakan bumi sebagai lahan untuk kita ambil manfaatnya. Bumi merupakan ladang rezeki umat manusia.

Selain Bumi yang diambil manfaatnya, Bumi juga menjadi pijakan untuk mencari rezeki. Bumi telah diciptakan oleh Allah untuk kita dan makhluk lainnya. Kehidupan manusia Bumi ini merupakan perjuangan untuk hidup, yaitu berupa mempertahankan kehidupan dengan cara mencari rezeki dengan jalan bekerja . sebab, Bumi adalah kehidupan kita, jadi di Bumi ini pulalah kita mencari rezeki yang dibagikan dan caranya adalah bekerja dengan bersungguh- sungguh.

Allah berfirman QS. Al-Mulk ayat 15:

uθèδ

“Ï%©!$#

Ÿ≅yèy_

ãΝä3s9 uÚö‘F{$#

Zωθä9sŒ (#θà±øΒ$$sù

$pκÈ:Ï.$uΖtΒ ’Îû (#θè=ä.uρ

ÏΒ

ϵÏ%ø—Íh‘

(

ϵø‹s9Î)uρ â‘θà±–Ψ9$#

∩⊇∈∪

Artinya: “Dialah yang menjadikan Bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah disegala penjurunya dan makanlah dari sebagian dari rezekinya. dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali (setelah) dibangkitkan.” QS. Al-Mulk [ }: 15

 Rezeki yang dijanjikan

Rezeki yang dijanjikan merupakan rezeki yang termasuk dalam kategori takdir muallaq. Dengan demikian, jenis rezeki seperti ini juga bisa berubah kadarnya. Rezeki ini juga didapatkan dengan cara aktif bukan pasif. Rezeki ini datang dengan sendirinya, alis otomatis, tetapi dicari. Jika rezeki yang dibagikan itu dicari dengan cara bekerja, rezeki yang dijanjikan tu dicari tidak

(43)

25 denganbekerja. Rezeki yang dijanjikan ini dicari tidak dengan bekerja. Rezeki yang dijanjikan ini dicari dengan jalur ketakwaan, keshalihan sosial, dan laku religious-spiritual.

Rezeki dijanjikan adalah rezeki yang akan diberikan kepada manusia, jika manusia itu memenuhi berbagai kriteria yang telah Allah tetapkan. Kriteria itu sangatlah sederhana, yakni menjadi seorang mukmin yang senantiasa bertakwa, berbuat baik, beramal shaleh, dan senantiasa mengerjakan ajaran Islam.

Beberpa kriteria tersebut sifatnya sangat umum. Sementara itu, kriteria tersebut akan menjadi sulit dipahami jika tidak berdasarkan pada hal-hal yang gamblang. Oleh karena itu, harus ada rumusan tertentu untuk mempermudah pengalamannya. Berdasarkan berbagai ayat di dalam al-Qur’an yang terkait rezeki, dapat dirumuskan bahwa kriteria untuk bisa mendapatkan rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah itu setidaknya ada tiga, yaitu takwa, istighfar, dan infak.

Dari ketiga kriteria tersebut, dapat dipahami bahwa tidak ada jalur bekerja untuk mendapatkan rezeki yang dijanjikan. Namun, jika kita mengkategorikan dalam rumus rezeki, ketiga kriteria tersebut termasuk laku ikhtiar dan tawakkal sekaligus. Hal itu kan terlihat dan tampak ketika ketiga kriteria tersebut diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.6

6Ali Abdullah, Rumus rezeki, (Solo: Tiga Serangkai, 2017), h. 51

(44)

26 3) Jenis-Jenis Rezeki Menurut Islam

a. Rezeki yang Telah Dijamin

Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap makhluk-Nya yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan masih banyak lagi untuk kelangsungan hidupnya dan juga untuk menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

*

$tΒuρ 7π−/!#yŠ ÏΒ

ÇÚö‘F{$# ’Îû āωÎ)

’n?tã

«!$#

$yγè%ø—Í‘

ÞΟn=÷ètƒuρ

$y䧍s)tFó¡ãΒ

$yγtãyŠöθtFó¡ãΒuρ

4

@≅ä.

5=≈tGÅ2 ’Îû

&Î7•Β

∩∉∪

“Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6)

b. Rezeki Karena Berusaha

Allah SWT mewajibkan umat-Nya untuk berusaha dan berikhtiar, karena Allah tidak akan merubah nasib kaum-Nya selama kaum tersebut tidak berusaha merubah nasibnya sendiri. Ayat ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh rezeki, setiap makhluk yang hidup diwajibkan untuk berusaha.

Dari kegiatan usaha atau ikhtiar tersebut, Allah memberikan fasilitas yang kita butuhkan untuk menjalankan ibadah melalui rezeki yang didapatkan dengan berusaha.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali-Imran ayat 145:

$tΒuρ tβ$Ÿ2 C§ø!uΖÏ9

βr&

|Nθßϑs?

āωÎ) ÈβøŒÎ*Î/

«!$#

$Y7≈tFÏ.

Wξ§_xσ•Β

3

∅tΒuρ

÷ŠÌãƒ z>#uθrO

$u‹÷Ρ‘‰9$#

ϵÏ?÷σçΡ

$pκ÷]ÏΒ

tΒuρ

÷ŠÌãƒ z>#uθrO ÍοtÅzFψ$#

ϵÏ?÷σçΡ

$pκ÷]ÏΒ

4

“Ì“ôfuΖy™uρ t̍Å3≈¤±9$#

∩⊇⊆∈∪

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa yang

(45)

27 menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

c. Rezeki Karena Bersyukur

Allah akan menambah nikmat (rezeki) kepada umat-Nya yang pandai bersyukur. Dengan selalu bersyukur kepada-Nya, Allah SWT akan menambah rezeki kepada setiap manusia. Hal ini sesuai yang disebutkan dalam al-Qur’an QS. Ibrahim ayat 7:

øŒÎ)uρ šχ©Œr's?

öΝä3š/u‘

È⌡s9 óΟè?öx6x©

öΝä3¯Ρy‰ƒÎ—V{

(

È⌡s9uρ

÷Λänöx!Ÿ2

¨βÎ)

’Î1#x‹tã

Ó‰ƒÏ‰t±s9

∩∠∪

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikamt) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikamt-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

d. Rezeki Karena Bertakwa (Rezeki yang tidak terduga)

Makna rezeki tidak hanya sebatas materi. Rezeki dalam bentuk kesehatan, kemudahan dalam menjalankan ibadah, anak-anak yang sholih dan segala pemberian dari Allah yang memudahkan kita dalam menjalankan segala aktifitas kehidupan. Rezeki tidak ada kaitannya dengan hukum sebab- akibat. Rezeki disini mirip dengan rezeki makhluk-Nya, hanya orang-orang tertentu yang menerimanya yaitu orang bertakwa. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an QS. Ath-Thalaq ayat 3:

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa pada hari dan tanggal di awal bulan September 2007 Terdakwa dan Saksi-I untuk pertama kalinya melakukan persetubuhan yang layaknya seperti orang yang sudah

Dalam penelitian ini akan dilakukan kegiatan evaluasi Usaha Kecil dan Menengah dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya berupa evaluasi kelengkapan

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, baik berupa materil maupun support selama

FFA ini dipisahkan dengan trigliserida sehingga produk utama dialirkan menuju reaktor esterifikasi 2 (R-02). Reaksi yang terjadi merupakan reaksi eksotermis sehingga

(18) Perdagangan bebas ASEAN dalam skema AFTA dengan tiga negara Asia Timur (China, Jepang, dan Korea Selatan) yang disebut dengan AFTA+3 diprakirakan tidak

Jumlah wesel yang diterima masyarakat Kulon Progo pada tahun 2015 sebanyak 35.314 lembar atau 15,8 persen dari jumlah total surat yang diterima, dimana banyaknya

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, dosen diminta memberikan (1) SPPD yang sudah disahkan oleh panitia, (2) bukti-bukti pengeluaran keuangan dan perjalanan, (3) fotocopy