PROSES PEMBUATAN BRIKET BIO-ARANG DARI PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI
ALTERNATIF DENGAN VARIASI SUHU KARBONISASI DAN RASIO PEREKAT
SKRIPSI
Oleh
NAUFAL WIYARTHA 140405095
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019
PROSES PEMBUATAN BRIKET BIO-ARANG DARI PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI
ALTERNATIF DENGAN VARIASI SUHU KARBONISASI DAN RASIO PEREKAT
SKRIPSI
Oleh
NAUFAL WIYARTHA 140405095
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
PROSES PEMBUATAN BRIKET BIO-ARANG DARI PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DENGAN VARIASI SUHU
KARBONISASI DAN RASIO PEREKAT
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyatan ini dibuat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, September 2019
Naufal Wiyartha NIM. 140405095
iv PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi Penelitian dengan judul “Proses Pembuatan Briket Bio-Arang Dari Pelepah Kelapa Sawit Dengan Variasi Suhu Karbonisasi Dan Rasio Perekat Tepung Jagung Sebagai Energi Alternatif”
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan pada program S- 1 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat doa dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
2. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi penelitian.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T. selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Para staf pengajar dan pegawai jurusan Teknik Kimia.
6. Kakak dan Adik yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga yang tidak henti-hentinya mendoakan, membimbing, dan memberi semangat kepada penulis meskipun dengan jarak yang jauh, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
8. Sahabat-sahabat di LGs Squad, Dannil, Hamzah, Fikri, Andri, Rihap, Budi, Agung dan Anshori dan Rizki Amalia.
9. Sahabat-sahabat yang telah lama mendukung, Adit, Rizki, Arifki, Wada, Siska dan terkhusus untuk sahabatku yang telah berpulang ke rahmat-Nya, Fegi prawira asfi.
10. Teman-teman di Teknik Kimia, Azwin, Rizky Ramadhan, Ilham, Arbi, Said, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu.
11. Partner penelitian saya yang telah melakukan penelitian selama berada di teknik kimia Ade erlinda siregar
Pada akhirnya, demi kesempurnaan laporan hasil penelitian ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, 2019
Penulis
vi
Skripsi ini saya persembahkan untuk : Kedua orang tercinta
Papa Asri dan Mama Nurlela
Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada hentinya yang telah diberikan selama ini
Terima kasih juga kepada saudara-saudari tercinta Meutia Agustina dan Muhammad Farhan Huda atas semangat, dukungan, serta doa yang telah diberikan.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’aala selalu meridhoi segala jerih payah mereka dan memberikan balasan terbaik bagi mereka
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Naufal Wiyartha
NIM : 140405095
Tempat/Tgl.
Lahir
: Dumai/ 30 Juni 1996 Nama Orang Tua : Asri
Nurlela Alamat Orang
Tua
: Jl. Teladan BTN Panorama Jl. Nusa Indah Blok D1 No. 31, Dumai Asal Sekolah:
SDN 013 Buluh Kasap, Tahun 2003-2009
SMPN 1 Dumai, Tahun 2009-2011
SMA BINSUS Dumai, Tahun 2011-2014 Pengalaman Organisasi/ Kerja:
1. SIMETRIKAL Teknik USU sebagai ketua bidang design 2. PEMA Teknik USU Periode 2016-2017 sebagai anggota 3. Covalen Study Group periode 2016-2017 sebagai anggota 4. HIMATEK FT USU periode 2017-2018 sebagai anggota
viii ABSTRAK
Pelepah kelapa sawit merupakan jenis limbah padat yang dihasilkan sepanjang tahun oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlahnya sangat besar, kira-kira hampir sama banyak dengan produksi tandan buah segarnya (TBS). Salah satu pengolahan pelepah kelapa sawit yaitu menjadi briket arang. Briket bio arang adalah arang yang diolah menjadi bentuk briket yang mempunyai penampilan dan kemasan yang lebih menarik dan dapat digunakan untuk keperluan energi alternative sehari-hari. Selain itu briket arang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan arang kayu, memiliki nilai kalor yang lebih tinggi serta tidak berbau dan tahan lama. Karbonisasi, pengempaan dan pengeringan merupakan cara pembuatan briket arang. Pada penelitian ini, diamati pengaruh suhu karbonisasi terhadap kualitas briket arang yang dihasilkan. Karbonisasi dilakukan pada temperatur 400 oC, 500 oC dan 600 oC selama 60 menit. Analisa yang dilakukan adalah analisis proximate yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar fixed carbon, nilai kalor, dan analisis ultimate yang meliputi karakteristik briket arang dan kandungan-kandungan zat didalam briket arang. Arang yang dihasilkan pada proses karbonisasi dengan berbagai variasi suhu memiliki kadar air berkisar 2-9%, kadar abu 2-11%, kadar volatile matter 18-29%, kadar fixed carbon 53-58%, Yield arang 26,11-27,21% serta nilai kalor 5120,02-5980,21 cal/gr. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu karbonisasi dan rasio perekat dapat mempengaruhi nilai kalor dan kualitas briket bioarang yang diperoleh. Hasil penelitian terbaik pada penelitian ini yaitu pada suhu karbonisasi 600 oC dengan nilai kalor 7376 cal/gr, dengan hasil analisis proximate yaitu kadar air 4%, kadar abu 15%, volatile matter 23% dan fixed carbon 58%, serta hasil analisis ultimate yaitu serat yang di bentuk bervariasi dan kedalaman yang rapat dan diperoleh kadar C 92,99 %, O 2,31%, Mg 0,25%, Ca 1,93% dan tanpa adanya S di bio briket arang.
Kata kunci: Pelepah kelapa sawit, limbah, briket bio arang, karbonisasi, serat
ABSTRACT
Palm oil fronds are a type of solid waste produced throughout the year by oil palm plantations. The amount is very large, about almost as much as the production of fresh fruit bunches (FFB). One of the processing of oil palm fronds is to become charcoal briquettes. Bio charcoal briquettes are charcoal which is processed into a form of briquettes which has a more attractive appearance and packaging and can be used for daily alternative energy needs. In addition, charcoal briquettes have a high economic value compared to wood charcoal, have a higher heating value and are odorless and durable. Carbonization, pressing and drying are the ways to make charcoal briquettes. In this study, the effect of carbonization temperature on the quality of charcoal briquettes produced was observed. Carbonization was carried out at temperatures of 400 oC, 500 oC and 600 oC for 60 minutes. The analysis carried out is a proximate analysis which includes water content, ash content, volatile matter content, fixed carbon content, calorific value, and ultimate analysis which includes the characteristics of charcoal briquettes and the content of substances in charcoal briquettes.
Charcoal produced in the carbonization process with various temperature variations has a water content ranging from 2-9%, ash content 2-11%, volatile matter levels 18-29%, fixed carbon content 53-58%, Yield 26.11-27, 21% and the calorific value of 5120.02-5980.21 cal / gr. This study shows that an increase in carbonization temperature can increase the heating value and quality of bioarang briquettes obtained. The best research results in this study were at a carbonization temperature of 600 oC with a calorific value of 7376 cal / gr, with proximate analysis of 4% moisture content, 15% ash content, 23% volatile matter and 58% fixed carbon, and ultimate analysis results the fibers are varied and the depth is tight and the C content is 92.99%, O 2.31%, Mg 0.25%, Ca 1.93% and without S in the bio charcoal briquettes.
Keywords : Palm oil fronds, waste, bio charcoal briquettes, carbonization, fiber
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Percobaan 4
1.4 Manfaat Percobaan 5
1.5 Ruang Lingkup Percobaan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Energi Biomassa 7
2.2 Kriteria Bahan Bakar 8
2.3 Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 8
2.4 Briket 9
2.5 Pembuatan Briket 10
2.6 Karbonisasi 11
2.7 Perekat 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13
3.1 Lokasi Penelitian 13
3.2 Bahan dan Peralatan 13
3.2.1 Bahan Penelitian 13
3.2.2 Peralatan Penelitian 13
3.3 Pelaksanaan Penelitian 14
3.4 Perancangan Percobaan 15
3.5 Prosedur Penelitian 16
3.5.1 Pembuatan Bahan Bakar Briket dari Pelepah Sawit 16
3.6 Prosedur Analisa 16
3.6.1 Uji Kadar Abu 16
3.6.2 Uji Kadar Air 17
3.6.3 Uji Kadar Zat Terbang 17
3.6.4 Uji Kadar Karbon Terikat 18
3.6.5 Uji Nilai Kalor 18
3.7 Flowchart Penelitian 19
3.7.1 Pembuatan Bahan Bakar Briket 19
3.8 Flowchart Analisa 21
3.8.1 Flowchart Uji Kadar Abu 21
3.8.2 Flowchart Uji Kadar Air 22
3.8.3 Flowchart Uji Kadar Zat Terbang 23 3.8.4 Flowchart Uji Kadar Karbon Terikat 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1 Hasil Analisis 25
4.1.1 Hasil Analisis Arang Pelepah Kelapa Sawit 26 4.1.2 Hasil Analisis Bio-Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit 28 4.2 Pembahasan Analisa Proximate Arang Pelepah Kelapa Sawit 26 4.2.1 Kadar Kelembapan Arang (Moisture Content) 26
4.2.2 Kadar Abu 27
4.2.3 Kadar Zat Terbang 28
4.2.4 Kadar Karbon Terikat 29
4.2.5 Nilai Kalor 30
4.2.6 Yield Pengarangan 31
4.3 Pembahasan Analisa Proximate Briket Arang dari Pelepah Kelapa
Sawit 31
4.3.1 Kadar Air 32
xii
4.3.2 Kadar Abu 34
4.3.3 Kadar Zat Terbang 36
4.3.4 Kadar Karbon Terikat 37
4.3.5 Nilai Kalor 39
4.4 Pembahasan Analisa Ultimate Briket Arang dari Pelepah Kelapa
Sawit 41
4.4.1 Hasil Karakterisasi Scanning Electron Microscopy Briket
Arang dari Pelepah Kelapa Sawit 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46
5.1 Kesimpulan 46
5.2 Saran 47
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 1 53
LAMPIRAN 2 55
LAMPIRAN 3 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku Pelepah Kelapa Sawit 19 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Bahan Bakar Briket dari Pelepah Kelapa
Sawit 20
Gambar 3.3 Flowchart Perhitungan Kadar Abu 21
Gambar 3.4 Flowchart Pengukuran Kadar Air 22
Gambar 3.5 Flowchart Perhitungan Kadar Zat Terbang 23 Gambar 3.6 Flowchart Perhitungan Kadar Karbon Terikat 24 Gambar 4.1 Hasil Analisis Kadar Air Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 26 Gambar 4.2 Hasil Analisis Kadar Abu Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 27 Gambar 4.3 Hasil Analisis Kadar Volatile Matter Arang Pelepah
Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 28 Gambar 4.4 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Arang Pelepah
Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 29 Gambar 4.5 Hasil Analisis Nilai Kalor Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 30 Gambar 4.6 Hasil Analisis Kadar Air Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 32 Gambar 4.7 Hasil Analisis Kadar Abu Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 34 Gambar 4.8 Hasil Analisis Kadar Volatile Matter Briket Arang Pelepah
Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 36 Gambar 4.9 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Briket Arang Pelepah
Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 38 Gambar 4.10 Hasil Analisis Nilai Kalor Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit
Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran 40 Gambar 4.11 Hasil Analisis Scanning Electron Microscope 42
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu Tentang Pembuatan Briket 4
Tabel 2.1 Standar Kualitas Briket 9
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian 15
Tabel 4.1 Hasil Analisis Proximate Arang Pelepah Kelapa Sawit 25 Tabel 4.2 Hasil Analisis Nilai Kalor Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit 25 Tabel 4.3 Hasil Analisis Proximate Briket Arang Pelepah Kelapa sawit 26 Tabel 4.4 Hasil Analisis Unsur-Unsur Karbon Aktif 24 Tabel L.1 Data Hasil Analisis Proximate Arang Pelepah Kelapa Sawit 42 Tabel L.2 Data Hasil Analisis Proximate Briket Arang Pelepah
Kelapa Sawit 42
Tabel L.3 Data Hasil Analisis Nilai Kalor Briket Arang Pelepah
Kelapa Sawit 42
Tabel L.4 Data Hasil Hasil Analisis Unsur-Unsur Karbon Aktif 42
DAFTAR SINGKATAN
SEM Scanning Electron Microscopy
EDX Energy Dispersive Spectrophometry X-Ray
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kerusakan lingkungan di dunia sudah semakin parah. Kehidupan masyarakat yang ditandai dengan semakin canggihnya teknologi dan kehidupan yang serba praktis membawa dampak negatif bagi kehidupan sehari – hari, segala aktivitas selalu didukung oleh kemajuan jaman yang membuat manusia bergantung pada kenyamanan itu sendiri. Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi yang terlampau luas telah menyebabkan perubahan iklim global, pencemaran lingkungan, dan berbagai masalah lainnya (Borowski, dkk., 2013). Sumber bahan bakar minyak di Indonesia sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil. Eksploitasi bahan bakar fosil secara berkepanjangan mengakibatkan sumber daya alam (SDA) ini semakin berkurang, sedangkan konsumsi masyarakat semakin meningkat (Karim, 2014). Terdapat beberapa alternatif bahan bakar pengganti bahan bakar fosil, diantaranya adalah energi matahari, energi panas bumi, energi angin dan energi biomassa.
Biomassa merupakan semua jenis material organik yang dihasilkan dalam proses fotosintesis yang mempunyai kandungan energi yang besar.
Kandungan energi yang besar ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar baru yang dapat diperbaharui. Energi biomassa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan.
Pertama, peningkatan pemberdayaan limbah sebagai energi, karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah. Pengolahan limbah biomassa memerlukan teknologi alternatif agar menjadi lebih bermanfaat salah satunya adalah dengan membuat limbah biomassa menjadi briket. Pembriketan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kandungan air pada suatu biomassa sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Pembriketan juga
dapat mempermudah proses pengepakan, penyimpanan dan juga dapat digunakan untuk menaikkan nilai ekonomis pada biomassa tersebut (Naibaho, 1996).
Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket yang mempunyai penampilan dan kemasan yang lebih menarik dan dapat digunakan untuk keperluan energi alternatif sehari-hari. Briket arang mempunyai banyak kelebihan yaitu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bila dikemas dengan menarik dan bila dibandingkan dengan arang kayu, briket mempunyai panas yang lebih tinggi, tidak berbau, memiliki aroma alami dan segar, serta bersih dan tahan lama. kelebihan lain dari briket adalah lebih tahan lama waktu simpannya bila dibanding dengan arang biasa. Briket arang dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya sekam padi, kayu, serbuk gergaji, dan tempurung kelapa. Begitu juga dengan perekat yang digunakan di dalamnya contohnya tepung kanji, tapioka, mollase, daun tanaman muda dan sebagainya.
(Fantozzi dan Buratti, 2009). Salah satu contoh lain dari limbah perkebunan ialah limbah pelepah kelapa sawit. limbah pelepah kelapa sawit sangat melimpah di Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dengan luas tanam kelapa sawit di Indonesia dilaporkan mencapai 12.307.677 Ha pada tahun 2017 (Kurniati dan Suprihatin, 2009). Produk samping tanaman kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah kelapa sawit, lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit (Kong, 2010). Pelepah sawit merupakan jenis limbah padat yang dihasilkan sepanjang tahun oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlahnya sangat besar, kira-kira hampir sama banyak dengan produksi tandan buah segarnya (TBS).
Pelepah dan daun sawit merupakan hasil ikutan yang diperoleh pada saat dilakukan pemanenan tandan buah segar. Jumlah pelepah dan daun segar yang dapat diperoleh untuk setiap ha kelapa sawit mencapai lebih 2,3 ton bahan kering. Dengan asumsi 1 ha = 130 pohon, setiap pohon dapat menghasilkan 22–26 pelepah/tahun dengan rerata berat pelepah dan daun sawit 4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–50 pelepah/pohon/tahun dengan
3
berat sebesar 4,5 kg/pelepah (Bergman, 2004). Limbah tersebut belum dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan hanya dibuang begitu saja menjadi mulsa di kebun. Hal ini dapat menjadi sarang bagi hama dan serangga, sehingga perlu lebih mendapat perhatian agar tidak memberi pengaruh buruk bagi lingkungan.
Penelitian mengenai pembuatan briket sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan melakukan variasi baik pada bahan baku, maupun jenis perekat yang digunakan. Tabel 1.1 menampilkan beberapa rangkuman penelitian sebelumnya tentang pembuatan briket.
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu Tentang Pembuatan Briket
Penulis / Tahun Judul Bahan Baku /
Variabel Proses Hasil Monica Cahyaning
Ratri dan Sri Yamtinah / 2012
Pembuatan Briket Arang dari Limbah Organik dengan Menggunakan Variasi Komposisi dan Ukuran Bahan
Tempurung kelapa, ampas tebu dan eceng gondok/
perekat : Tepung Tapioka dengan rasio komposisi 6:1:1 ; 4:2:2 dan 2:3:3
Kadar air 1,90%- 4,30% , kadar volatile matter terendah 16,31%- 27% , kadar abu 2,65%-12,80% , Kadar Fixed carbon 55,9%-79,15% , nilai kalor 4641,18 kal- 6156,25 kal.
Aries Roda D.
Romallosa / 2017
Quality Analyses of Biomass Briquettes Produced Using a Jack-Driven
Briquetting Machine
Limbah kertas, serbuk gergaji dan sekam padi / Rasio komposisi 10:0:0 ; 5:5:0 dan 5:2,5:2,5
Kadar air 5,6-7,1% , nilai kalor 7,153 Btu/lb
R.M. Davies and O.A. Davies / 2013
Physical and
Combustion
Characteristics of Briquettes Made from Water Hyacinth and Phytoplankton Scum as Binder
Eceng Gondok /
Perekat :
Phytoplankton Scum dengan persentase perekat yang digunakan 10, 20, 30, 40 dan 50%
dari berat total
Initial density 113,86-156,93 kg/m3, Shattering Index 0,59 + 0,01 dan 0,98 + 0,03, nilai kalor 3563 + 76,94 kcal/kg dan 4281 + 90,38 kcal/kg
Anisah Salji / 2017 Variation of Material Cocentration,
Molasses, and
Pressure On
Briquetting Coconut and Rice Husk
Tempurung Kelapa dan Sekam Padi / Rasio 75: 25 dan 50:50 dengan perekat tetes tebu 80,60,30% dari jumlah bahan baku dengan tekanan pengepressan 20 kg/m2 dan 25 kg/m2
Kadar air : 2,96%
Kadar Abu : 32%
Laju Pembakaran : 32%
Nilai Kalor : 1176859 cal/g
Berdasarkan uraian di atas, briket dapat menjadi alternatif bahan bakar yang dapat menggantikan bahan bakar fosil dan pelepah kelapa sawit merupakan limbah yang sangat berpotensial menjadi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket sehingga pelepah sawit dapat memiliki nilai ekonomis tinggi dan tidak hanya di buang ataupun mempengaruhi lingkungan. Maka dari itu, pemanfaatan limbah pelepah sawit sebagai bahan pembuatan briket ini diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan bakar untuk masa mendatang.
Penelitian ini dilakukan dengan variasi suhu pembakaran dan variasi rasio perekat.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pembuatan briket arang dari pelepah kelapa sawit yang menjadi limbah perkebunan kelapa sawit dengan analisis proximate yang berupa kadar air, kadar abu, fixed carbon, nilai kalor, dan analisis ultimate.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk
1. Mengetahui apakah pelepah kelapa sawit yang menjadi limbah perkebunan dapat diubah menjadi arang yang digunakan sebagai bahan baku permbuatan briket.
5
2. Mengetahui apakah briket yang dibuat dari arang pelepah kelapa sawit memiliki kualitas yang baik dengan melakukan analisis proximate dan ultimate.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Pada penelitian ini didapatkan beberapa manfaat yaitu,
1. limbah pelepah kelapa sawit yang biasanya sebagai mulsa kebun akan diolah sebagai briket dan akan bernilai ekonomis dan bermanfaat sehingga tidak terbuang dan berdampak buruk bagi lingkungan.
2. Briket yang dihasilkan dari bahan baku arang pelepah kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Lokasi proses pembuatan arang aktif dan analisa produk arang aktif yang dihasilkan:
1. Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan
2. Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik , Universitas Sumatera Utara, Medan
3. Laboratorium Operasi Teknik Kimia Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan
Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan. Adapun variabel- variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel tetap:
a. Cacahan pelepah pohon kelapa sawit (Elaeiss guineensis) b. Waktu Karbonisasi = 60 menit
c. Komposisi Bahan Baku : Perekat = 20% berat total Bahan d. Suhu pengeringan = 60 oC
e. Ukuran partikel pelepah = 100/140 mesh f. Jenis Perekat = Corn starch
g. Tekanan Pressing = 300 kg/cm2
2. Variabel berubah :
a. Suhu Karbonisasi = 400 oC, 500 oC, 600 oC b. Rasio Perekat : Bahan Baku = 2 : 1, 3 : 1, 4 : 1
Analisis yang akan dilakukan di dalam penelitian ini meliputi analisis : 1. Kadar Air
2. Kadar Abu
3. Kadar Fixed Carbon 4. Volatile Matter 5. Nilai Kalor, dan 6. Analisa SEM-EDX
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Biomassa
Energi biomassa telah ada sejak lama sebelum orang berbicara tentang energi terbarukan atau sumber energi alternatif. Ada suatu masa ketika kayu adalah bahan bakar utama untuk pemanasan dan memasak di seluruh dunia.
Hal tersebut sampai saat ini masih berlaku dibeberapa negara seperti Indonesia, meskipun sudah mulai sedikit lagi penggunanya. Biomassa sering diiklankan sebagai karbon netral atau karbon hampir netral, tetapi ini bisa menyesatkan.
Memang benar bahwa pada awalnya (secara relatif) karbon yang dirilis tersebut langsung ditarik keluar dari atmosfer, sehingga dapat dinetralkan kembali oleh tanaman yang sudah ada. Tetapi setiap karbon tambahan dipancarkan dalam budidaya, pemanenan dan pengangkutan bahan bakar. Hal tersebut dapat menjadi tambahan produksi karbon yang cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin sedikit karnbon yang dihasilkan dalam tahap produksi, maka semakin dekat dengan klasifikasi bahan bakar berkarbon rendah bahkan netral.
Mengingat biomassa adalah energi terbarukan dan dapat diproduksi di dalam negeri, ada sejumlah kelemahan yang membuatnya jauh dari solusi sempurna.
Terutama, karena penduduk kita terus tumbuh, kompetisi untuk tanah yang subur dan air yang dibutuhkan untuk produksi pangan akan membuat sejumlah pilihan ini tidak cocok. Itu tidak berarti biomassa yang tidak dapat dan tidak harus memainkan peran dalam gambar energi secara keseluruhan untuk beberapa waktu ke depan. Pilihan yang paling menarik dan efisien adalah dengan memanfaatkan bahan limbah yang ada sebagai bahan baku.Ada beberapa sektor yang dapat dimanfaatkan untuk pilihan tersebut yaitu sektor limbah kehutanan, limbah pertanian, limbah industri (misalnya kertas), bahkan seperti sampah yang ditemukan di tempat pembuangan sampah dan daur ulang nutrisi dari fasilitas pengolahan air limbah. Tidak hanya sumber-sumber bahan baku tersebut lebih efisien, tetapi dalam banyak kasus menggunakan sektor tersebut juga akan membantu untuk mengatasi masalah pembuangan limbah.
Dapat dikatakan, meskipun di masa depan akan banyak dari bahan tersebut mungkin dibutuhkan untuk pembuatan kompos, terutama karena produksi fosfor yangmerupakan bahan utama dalam pupuk mulai menurun, namun itu bukanlah kendala besar.
Indonesia sebagai negara agraria yang masih memiliki banyak sekali sawah dan perkebunan tentunya tidak akan sulit dalam mendapatkan limbah hasil pertanian tersebut, terutama limbah dari persawahan dan perkebunan kelapa sawit. Dalam hal ini, kelapa sawit dianggap sudah memiliki sektor dan pasar sendiri dalam pemanfaatan limbahnya (Bergman, 2004)
2.2 Kriteria Bahan Bakar
Kriteria sederhana suatu bahan dapat menjadi bahan bakar adalah: 1) memiliki nilai kalor tinggi yang mencukupistandar, 2) Jumlah ketersediaan bahannya yang cukup, 3) mudah terbakar, 4) nyaman dalam penggunaan. Arang yang baik untuk bahan bakar adalah sebagai berikut: 1)warna hitam dengan nyala kebiru-biruan, 2) mengkilap pada pecahannya, 3) tidak mengotori tangan, 4) Terbakar tanpa berasap, tidak memercik dan tidak berbau, 5) dapat menyala terus tanpa dikipas, 6) berdenting seperti logam (Mohamad, 1986).
2.3 Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang tumbuh subur di daerah iklim tropis khususnya pada ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut dengan kelembapan tinggi (Ndraha, 2009). Tanaman kelapa sawit dibedakan atas dua bagian, yaitu vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif tanaman kelapa sawit meliputi bunga dan buah. Pelepah sawit merupakan jenis limbah padat yang dihasilkan sepanjang tahun oleh perkebunan kelapa sawit. Pelepah sawit mengandung lignin (24.5-32.8%), hemiselulosa (20.5-21.83%), selulosa (54.35- 62.6%), zat ekstraktif (2.35-13.84%), silika (1.6-3.5%), dan abu (2.3-2.6%).
Secara makro pada penampang lintang pelepah daun sawit terdiri atas dua bagian meliputi jaringan korteks dan jaringan sentral, sedangkan secara mikro
9
pelepah daun sawit terdiri atas tiga jaringan utama, yaitu kulit, parenkim dasar, dan berkas pembuluh (Onuegbu, 2011). Berdasarkan Direktorat Jendral Perkebunan (2016), potensi limbah pelepah sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 89 080 ton/tahun.
2.4 Briket
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman [11]. Bahan yang tergolong dalam biomassa adalah sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman.
Konversi biomassa menjadi bentuk yang lebih baik dapat meningkatkan kualitasnya sebagai bahan bakar. Konversi yang dilakukan dapat memudahkan dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, peningkatan daya bakar, peningkatan efisiensi bakar, bentuk yang lebih seragam, dan kerapatan energi yang lebih besar (Bergman, 2004).
Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energy (Bergman, 2004). Enam tahapan proses pembuatan biopelet meliputi perlakuan pendahuluan bahan baku (pre-treatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet (pelletization), pendinginan (cooling), dan pengemasan (Fantozzi dan Buratti, 2009).
Tabel 2.1 Standar Kualitas Briket a. (Douard, 2007) b. (Hahn, 2004)
Kelebihan penggunaan biobriket limbah biomassa antara lain: biaya bahan bakar lebih murah, tungku dapat digunakan untuk berbagai jenis briket, lebih
ramah lingkungan (green energy), merupakan sumber energi terbarukan (renewable energy), membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan limbah (mohamad, 1986).
Sumber bahan baku biobriket dari bahan hayati adalah kulit kopi, ampas tebu dan kayu serta tongkol jagung. Butiran halus bioarang dari hasil karbonisasi bahan hayati membutuhkan perekat sehingga biobriket tidak mudah hancur. Jenis perekat berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor.
Kadar air semakin rendah jika jumlah bioarang semakin banyak (Hahn, 2004).
2.5 Pembuatan Briket
Pembuatan briket terdiri dari beberapa tahap utama, yaitu: sortasi bahan, pencampuran serbuk dan perekat, pengempaan serta pengeringan. Sortasi bahan didahului dengan penghancuran bentuk serat menjadi struktur serasah (cacahan). Alat yang digunakan untuk membuat struktur serat menjadi bentuk cacahan antara lain hammer mill, cutting mill, ataupun slicer. Pengecilan ukuran adalah suatu bentuk proses penghancuran dari pemotongan bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih kecil oleh gaya mekanik. Terdapat empat cara yang diterapkan pada mesin-mesin pengecilan ukuran, yaitu (1) kompresi, pengecilan ukuran dengan tekstur yang keras (2) impact atau pukulan, digunakan untuk bahan padatan dengan tekstur kasar (3) attrition, digunakan untuk menghasilkan produk dengan tekstur halus dan (4) cutting, digunakan untuk menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk, tekstur tertentu (Junary dan Netti, 2015).
Bahan baku untuk membuat briket harus cukup halus untuk dapat membentuk briket yang baik. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada waktu melakukan perekatan sehingga mengurangi keteguhan tekan dari briket yang dihasilkan. Perbedaan ukuran serbuk mempengaruhi keteguhan tekan dan kerapatan briket yang dihasilkan (Lawlor, 1987).
Tujuan pencampuran serbuk dengan perekat adalah untuk memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang. Tahap ini merupakan tahapan penting dan menentukan mutu briket yang dihasilkan.
Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran serbuk, macam perekat, jumlah
11
perekat dan tekanan pengempaan yang dilakukan. Proses perekatan yang baik ditentukan dari hasil pencampuran bahan perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk (mixer), komposisi bahan perekat yang tepat dan ukuran pencampurannya (Nugrahaeni, 2008).
Pengempaan dilakukan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir ke segala arah permukaan bahan. Pada saat bersamaan dengan terjadinya aliran, perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat ke permukaan yang belum terkena perekat. Perbedaan tekanan berpengaruh terhadap keteguhan tekan dan kerapatan arang briket. Pada umumnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan maka akan cenderung memberikan hasil arang briket dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dalam briket agar sesuai dengan ketentuan kadar briket yang berlaku. Suhu pengeringan yang umum dilakukan adalah 60°C selama 24 jam (Onukak, dkk., 2017).
2.6 Karbonisasi
Teknologi karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran dengan udara terbatas tanpa kehadiran oksigen terhadap material-material organik yang menghasilkan arang dan mengubah kadar fixed carbon yang rendah menjadi tinggi dengan meningkatkan nilai kalor [16]. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur 500-800 oC. Kandungan zat yang mudah menguap akan hilang sehingga terbentuk struktur pori awal (Nugrahaeni, 2008). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi yaitu:
2.6.1 Waktu Karbonisasi
Waktu karbonisasi, tergantung pada jenis bahan baku yang akan diolah, misalnya sekam padi memerlukan waktu 1-2 jam dan kayu memerlukan waktu 2-5 jam (Ndraha, 2009).
2.6.2 Suhu Karbonisasi
Karbonisasi dilakukan pada temperatur diatas 170 oC akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pembentukan karbon akan terjadi pada temperatur 400
oC-600 oC selama 1-2 jam dalam suatu sistem yang sedikit mungkin berhubungandengan udara. Untuk mempertinggi daya serap karbon perlu dilakukan tahapan selanjutnya yaitu proses aktivasi (Ndraha, 2009).
2.7 Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani seperrti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang digunakan dalam industri kayu. Mucilage adalah perekat yang dipersiapkn dari getah dan air yang diperuntukkan terutama untuk perekat kertas. Paste adalah perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.
Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut (Nugrahaeni, 2008).
Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan jenis bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket arang ketika dinyalakan dan dibakar. Faktor harga dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki daya lengket yang berbeda-beda karakteristiknya (Rustini 2004). Menurut Chitedze (2012), pembuatan briket dengan menggunakan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatnya nilai kalor dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar jauh lebih baik (tidak mudah pecah).
13 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pembuatan bahan bakar briket adalah:
1. Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Lokasi analisa bahan bakar briket yang dihasilkan adalah:
1. Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Laboratorium Kimia Analisa, Depatemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini baan yang diigunakan antara lain:
1. Pelepah Kelapa Sawit 2. Aquadest (H2O) 3. Corn starch
3.2.2 Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian dalam pembuatan bahan bakar briket adalah:
1. Furnace 2. Erlenmeyer 3. Gelas Ukur 4. Oven 5. Ball mill 6. Neraca digital 7. Ayakan
8. Alat pencetak briket
Peralatan analisa bahan bakar briket adalah:
1. Erlenmeyer 2. Cawan Porselen 3. Batang Pengaduk 4. Oven
5. Spatula 6. Gelas ukur 7. Penjepit Tabung 8. Beaker glass 9. Desikator 10. Termometer
3.3 Pelasanaan Penelitian
Adapun variabel-variabel dari penelitian pembuatan bahan bakaaar briket dari pelepah sawit (Elaeis gulanensis) adalah sebagai berikut :
1. Variabel tetap:
a. Cacahan pelepah pohon kelapa sawit (Elaeiss guineensis jacq.) b. Waktu Karbonisasi = 60 menit
c. Komposisi Bahan Baku : Perekat = 20% berat total Bahan d. Suhu pengeringan = 60 oC
e. Ukuran partikel pelepah = 100/140 mesh f. Jenis Perekat = Corn starch
g. Tekanan Pressing = 300 kg/cm2
2. Variabel berubah :
a. Suhu Karbonisasi = 400 oC, 500 oC, 600 oC b. Rasio Perekat : Bahan Baku = 4 : 1, 3 : 1, 2 : 1
15 3.4 Perancangan percobaan
Adapun rancangan variabel percobaan yang akakn dilakukan akan ditampilkan pada table 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian
Run Waktu Karbonisasi Suhu Karbonisasi Rasio Perekat : Bahan Baku 1
60 menit
400 oC
4 : 1
2 3 : 1
3 2 : 1
5
500 oC
4 : 1
6 3 : 1
7 2 : 1
9
600 oC
4 : 1
10 3 : 1
11 2 : 1
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Persiapan Bahan Baku
1. Pelepah kelapa sawit dipotong potong hingga berbentuk chips.
2. Dicuci dengan menggunakan air hingga bersih dari debu dan pengotor lainnya.
3. Dikeringkan dengan oven dengan suhu 110 0C selama 24 jam.
3.5.2 Pembuatan Bahan Bakar Briket dari Pelepah Sawit
1. Pelepah kelapa sawit yang telah kering dikarbonisasi dengan variasi waktu selama 45, 60, dan 90 menit masing masing dengan suhu 500 0C.
2. arang hasil pirolisis kemudian dihaluskan dengan ball mill dan diayak menggunkan ayakan 100 mesh.
3. Serbuk arang yang telah halus ditimbang dengan berat total 50 gram.
4. Kemudian serbuk arang campur dengan perekat starch dengan konsentrasi perekat 25% dengan perbandingan arang: perekat 30:70.
5. Campuran dicetak dengan menggunkan alat hydraulic press dengan tekanan pengempa sebesar 300 kg/cm2.
6. Briket yang sudah dicetak dimasukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam dengan suhu 105 0C.
7. Prosedur diulangi dengan variasi rasio arang: perekat 50:50, 70:30, dan 100:0.
3.6 Prosedur Analisa 3.6.1 Uji Kadar Abu
1. Sebanyak 1 gram karbon pelepah kelapa sawit ditimbang dan dianggap sebagai massa mula-mula.
2. Kemudian dipanaskan dalam furnace pada suhu 700 ± 50 0C selama 30 menit, setelah selesai tutup furnace dibuka selama satu menit untuk menyempurnakan proses pengabuan.
3. sampel dikeluarkan dan didinginkan diudara terlebih dahulu kemudian didingikan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
17
4. Prosedur diulangi hingga berat konstan, berat konstan dianggap sebagai massa abu.
5. Kadar abu dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana:
W1 = Massa wadah kosong (g)
W2 = Massa wadah kosong+ Sampel (g) W3 = Massa wadah kosong + Massa abu (g)
3.6.2 Uji Kadar Air
1. Briket yang dihasilkan ditimbang dan dianggap sebagai massa mula- mula.
2. Briket dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C hingga massa briket konstan.
3. Btiket didinginkan dalam desikator.
4. Hilangnya massa dinyatakan sebagai persentasi massa kering oven akhir.
5. Kadar air briket dapat dihitung dengan ppersamaan berikut:
Dimana:
W1 = Massa wadah kosong (g)
W2 = Massa wadah kosong + Sampel (g)
W3 = Massa wadah kosong + sampel setelah dikeringkan (g)
3.6.3 Uji Kadar Zat Terbang
1. Crussible kosong dan tutup ditimbang pada neraca analitik (W1).
2. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram.
3. Sampel dimasukkan kedalam crussible kemudian ditimbang (W2).
4. Crussible yang berisi sampel beserta tutupnya dimasukkan ke dalam furnace yang bersuhu 925 ± 200 C selama 7 menit.
5. Crussible yang berisi residu beserta tutupnya dimasukkan ke dalam desikator.
6. Crussible yang berisi residu beserta tutupnya ditimbang (W3).
7. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus:
Dimana:
W1 = Massa wadah kosong (g)
W2 = Massa wadah kosong + Sampel (g)
W3 = Massa wadah kosong + sampel setelah dikeringkan (g)
3.6.4 Uji Kadar Karbon Terikat
Karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu Pengukuran kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus:
% Fixed Carbon = 100% - (Kadar Volatile Matter + Kadar air + Kadar Abu)
3.6.5 Uji Nilai Kalori
Nilai kalor sampel biomassaa dapat diukur dengan menggunakan calorimeter bom. Penentuan nilai kalori biomassa dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana:
W = Massa air dalam calorimeter, Kg w = Massa air ekuivalen
T1 = Suhu air awal, 0C T2 = Suhu akhir air, 0C X = Massa sampel briket, Kg
19 3.7 Flowchart Penelitian
3.7.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku Pelepah Kelapa Sawit Mulai
Pelepah kelapa sawit dipotong hingga berbentuk chips
Cuci dengan air hingga bersih
Keringkan dalam oven pada suhu 110 0C selama 24 jam.
Selesai
3.7.2 Pembuatan Bahan Bakar Briket dari Pelepah Kelapa Sawit
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Bahan Bakar Briket dari Pelepah Kelapa Sawit Mulai
Pelepah kelapa sawit kering dikarbonisasi dengan suhu 500 oC selama 45, 60 dan 90 menit
Arang hasil karbonisasi dihaluskan dengan ball mill dan diayak dengan 100 mesh
Serbuk arang ditimbang dengan berat total 50 gram kemudian dicampurkan dengan perekat starch dengan konsentrasi 25% dan rasio arang: perekat 30:70
Cetak dengan menggunakan alat hydraulic press dengan tekanan pengempa 300 kg/cm2.
Briket dimasukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam dengan suhu 105 0C.
Prosedur diulangi untuk variasi rasio arang: perekat 50:50, 70:30, 100:0
Analisa hasil bahan bakar briket
Selesai
21 3.8 Flowchart Analisis
3.8.1 Flowchart Uji Kadar Abu
Gambar 3.3 Flowchart Perhitungan Kadar Abu Mulai
Pelepah kelapa sawit sebanyak 1 gram dan diletakkan pada cawan
Diabukan dalam furnace dengan memperbesar suhu operasi secara perlahan sampai 700 ± 50 0C selama 30 menit
Selesai
Didinginkan dalam desikator
Dihitung kadar abu Apakah ada variasi lain ?
Tidak Ya
Ya
3.8.2 Flowchart Uji Kadar Air
Gambar 3.4 Flowchart Pengukuran Kadar Air Mulai
Briket yang dihasilkan ditimbang dan dianggap sebagai massa mula-mula.
Dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC
Didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang beratnya
Apakah berat sudah konstan?
Selesai Dihitung kadar air
Ya
Tidak
23 3.8.3 Flowchart Uji Kadar Zat Terbang
Gambar 3.5 Flowchart Perhitungan Kadar Zat Terbang Mulai
Crussible kosong dan tutup ditimbang pada neraca analitik (W1).
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram.
Sampel dimasukkan kedalam crussible kemudian ditimbang (W2).
Dipanaskan dalam furnace pada suhu 925 ± 200 C selama 7 menit
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang
Apakah ada variasi lain ?
Dihitung kadar zat menguap pada karbon aktif
Selesai
Tidak
Ya
3.8.4 Flowchart Uji Kadar Karbon Terikat
`
Gambar 3.6 Flowchart Perhitungan Kadar Karbon Terikat Mulai
Dihitung kadar volatile matter bahan bakar briket
Dihitung kadar air bahan bakar briket
Dihitung kadar abu bahan bakar briket
Dihitung kadar karbon terikat
Selesai
25 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan briket bio arang dilakukan sebagaimana prosedur yang telah dijelaskan pada Bab III metodologi penelitian. Pelepah kelapa sawit yang kering dikarbonisasi pada suhu 400,500 dan 600 0C selama 60 menit. Arang hasil karbonisasi di ball mill dan diayak pada ayakan 100 mesh. Kemudian arang dicampurkan perekat tepung jagung dengan konsentrasi perekat 25% dengan perbandingan perekat:arang 2:1 ; 3:1 ; 4:1, dicetak dengan menggunakan hydraulic press dan dikeringkan pada suhu 105 0C. Dilakukan analisa terhadap briket bioarang yang dihasilkan sebagaimana yang tercantum pada Bab III.
4.1 Pembahasan Analisa Arang dari Pelepah Kelapa Sawit
Proses karbonisasi akan menghasilkan arang, untuk mengetahui kualitas arang yang dihasilkan setelah proses karbonisasi yang akan dilanjutkan dengan proses pembriketan maka dilakukan beberapa analisa, seperti analisa moisture content, kadar abu, volatile matter, kadar fixed carbon, dan nilai kalor.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Nilai Kalor Arang Pelepah Kelapa sawit Suhu Pembakaran (oC) 400 500 600
Moisture Content 9% 7% 2%
Kadar Abu 2% 3% 11%
Kadar Volatile Matter 29% 24% 18%
Kadar Fixed Carbon 53% 55% 58%
Nilai Kalor (cal/gr) 5120,02 5400,27 5980,21
Yield 27,21% 26,83% 26,11%
4.1.1 Kadar Kelembapan Arang (Moisture Content)
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung didalam suatu material (Robert, dkk., 2010). Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan ASTM D3173- 03-2003.
Gambar 4.1 Hasil Analisis Moisture Content Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan kadar air arang pada berbagai variasi suhu karbonisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kadar air arang mengalami penurunan seiring bertambahnya suhu karbonisasi. Kadar air arang mengalami penurunan disebabkan karena semakin besar suhu karbonisasi maka pori-pori dari arang akan semakin terbuka mengakibatkan lepasnya air yang terdapat didalam bahan (Hartanto dan Ratnawati, 2010). Kadar air berbanding terbalik dengan nilai kalor sehingga penurunan kadar air akan menyebabkan kenaikan nilai kalor (Daniel, 2007).
Kadar air arang yang diperoleh dari hasil penelitian dengan variasi suhu karbonisasi secara berturut-turut yaitu 9%, 7% dan 2%. Hal ini membuktikan bahwa arang akan memiliki kadar air yang semakin rendah apabila suhu pada proses karbonisasi semakin tinggi.
4.1.2 Kadar Abu
Abu adalah zat-zat anorganik yang berupa logam ataupun mineral yang merupakan sisa hasil pembakaran (Vanessa, 2008). Semakin rendah kadar abu maka kualitas briket yang dihasilkan semakin bagus ( Hendra dan Darmawan, 2000).
27
Gambar 4.2 Hasil Analisis Kadar Abu Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan kadar abu arang pada berbagai variasi suhu karbonisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kadar abu arang mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu karbonisasi. Karbon akan habis terbakar dan menyisakan abu yang merupakan hasil sisa pembakaran (Yudanto, dkk., 2013). Keberadaan abu yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Scroder, 2006).
Kadar abu arang yang diperoleh dari hasil penelitian dengan variasi suhu karbonisasi secara berturut-turut yaitu 2%, 3% dan 11%. Hal ini membuktikan bahwa arang akan memiliki kadar abu yang semakin tinggi apabila suhu pada proses karbonisasi semakin tinggi. Kadar abu arang yang tinggi akan menurunkan kualitas arang.
4.1.3 Kadar Volatile Matter
Volatile Matter merupakan zat zat organic yang tersimpan dalam suatu bahan dan dengan pemanasan pada suhu tinggi maka zat ini dapat dihilangkan.
Kadar zat volatil yang terlalu tinggi akan membuat kadar karbon dalam arang hilang sehingga hal ini akan menurunkan kualitas dari arang itu sendiri (Wahyu dan Ronny, 2013).
Gambar 4.3 Hasil Analisis Kadar Zat Volatil Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan kadar zat volatil pada berbagai variasi suhu karbonisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kadar zat volatil arang mengalami penurunan seiring bertambahnya suhu karbonisasi. Kadar zat volatil akan semakin berkurang dengan semakin tingginya suhu karbonisasi (Siahaan, dkk., 2013). Kadar zat mudah menguap berhubungan terbalik dengan pembakaran dimana bila kadar zat menguap tinggi maka lama pembakaran akan semakin kecil namun waktu penyalaan api akan semakin singkat (Wahyu dan Ronny, 2013).
Kadar zat volatil arang yang diperoleh dari hasil penelitian dengan variasi suhu karbonisasi secara berturut-turut yaitu 29%, 24% dan 18%. Hal ini menunjukkan kadar zat volatil semakin menurun seiring dengan kenaikan suhu karbonisasi.
4.1.4 Kadar Fixed Carbon
Kadar karbon merupakan jumlah karbon murni yang terkandung didalam arang. Suhu yang semakin tinggi pada proses karbonisasi sangat berpengaruh pada kualitas arang termasuk kadar karbon (siahaan, dkk., 2013).
29
Gambar 4.4 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan kadar karbon terikat pada berbagai variasi suhu karbonisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kadar karbon terikat arang mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu karbonisasi. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh nilai zat volatil dan kadar abu, semakin tinggi kadar zat volatil dan kadar abu maka kadar karbon terikat akan semakin rendah (Borowski dan Jan, 2013).
Kadar karbon terikat arang yang diperoleh dari hasil penelitian dengan variasi suhu karbonisasi secara berturut-turut yaitu 53%, 55% dan 58%. Hal ini menunjukkan semakin tingginya suhu karbonisasi maka akan meningkatkan kadar karbon terikat yang terbentuk.
4.1.5 Nilai Kalor
Nilai kalor adalah nilai yang menyatakan jumlah panas yang terkandung pada suatu bahan bakar. Nilai kalor merupakan kualitas utama untuk sebuah bahan bakar (Sari, 2011).
Gambar 4.5 Hasil Analisis Nilai Kalor Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan nilai kalor arang pada berbagai variasi suhu karbonisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, nilai kalor arang mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu karbonisasi. Kualitas dari arang yang paling utama ditentukan melalui nilai kalornya yang dihitung dengan menggunakan bom calorimeter karena nilai kalorlah yang menjadi acuan apakah arang tersebut layak digunakan sebagai bahan bakar atau tidak. Jika nilai kalor terlalu kecil maka nilai ekonomis dari arang akan semakin kecil dan tidak menguntungkan apabila digunakan sebagai bahan bakar (Sari, 2011).
Nilai Kalor yang diperoleh dari hasil penelitian dengan variasi suhu karbonisasi secara berturut-turut yaitu 5120,02 cal/gr, 5400,27 cal/gr, 5980,21 cal/gr. Nilai kalor sangat erat kaitannya dengan kadar karbon terikat, jika kadar karbon terikat meningkat maka nilai kalor akan semakin meningkat dan sebaliknya jika kadar karbon terikat kecil maka nilai kalor juga akan menurun (Onuegbu, 2011).
31 4.1.6 Yield Pengarangan
Gambar 4.6 Hasil Analisis Nilai Kalor Arang Pelepah Kelapa Sawit dengan Pengaruh Suhu Pembakaran
Yield pengarangan didefenisikan sebagai berat akhir produk setelah pengarangan. Persentase yield ditentukan dari hubungan berat arang setelah karbonisasi dan berat kering awal. Pada penelitian ini yield pengarangan yang diperoleh sebesar 27,21%, 26,83%, dan 26,11% pada masing masing suhu karbonisasi 400,500 dan 600 oC. Penurunan kadar karbon disebabkan karena pada suhu tinggi dan waktu karbonisasi yang lebih lama maka selulosa, hemiselulosa dan lignin akan terurai.
Hasil yield arang sesudah pengarangan menurun seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Penurunan yield kemungkinan bukan hanya karena karbonisasi dan volatilitas yang lebih lengkap tetapi juga karena pembakaran yang terjadi pada suhu tinggi.
4.2 Pembahasan Analisa Briket Arang dari Pelepah Kelapa Sawit
Untuk mengetahui kualitas dari briket arang pelepah kelapa sawit maka perlu dilakukan beberapa analisa, seperti analisa proximate dan ultimate. Pada analisa proximate akan dilakukan beberapa pengujian seperti melihat kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, dan kadar fixed carbon yang terkandung di dalam briket tersebut. Hasil dari analisa proximate akan dipaparkan sebagai berikut.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Nilai Kalor Briket Arang Pelepah Kelapa sawit Suhu Pembakaran
(oC)
Rasio (Perekat : Bahan Baku)
Nilai Kalor (cal/gr)
400
2 : 1 6498,03 3 : 1 5971,17 4 : 1 7024,90 500
2 : 1 6849,28 3 : 1 5619,92 4 : 1 5795,54 600
2 : 1 7376,15 3 : 1 6322,41 4 : 1 7200,52
Tabel 4.3 Hasil Analisis Proximate Briket Arang Pelepah Kelapa sawit
Suhu Pembakaran (oC) 400 500 600
Rasio Perekat : Bahan Baku 2 : 1 3 : 1 4 : 1 2 : 1 3 : 1 4 : 1 2 : 1 3 : 1 4 : 1
Kadar Air 11% 13% 16% 9% 12% 13% 4% 5% 7%
Kadar Abu 3% 6% 11% 5% 19% 13% 15% 16% 18%
Kadar Volatile Matter 36% 34% 39% 29% 31% 34% 23% 28% 30%
Kadar Fixed Carbon 53% 47% 34% 55% 48% 40% 58% 51% 45%
4.2.1 Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan ASTM D3173-03-2003. Kadar air pada briket merupakan jumlah air yang masih terdapat di dalam briket setelah dilakukan pemanasan. Kadar air sangat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan. Jika kadar air briket semakin tinggi maka daya pembakarannya semakin rendah, dan sebaliknya. Hal ini disebabkan panas yang diberikan kepada briket digunakan terlebih dahulu untuk menguapkan air yang terdapat di dalam briket. Akibatnya briket menjadi susah untuk dinyalakan (Tumuru, dkk., 2010).
Nilai kadar air pada briket dipengaruhi oleh jenis bahan baku, jenis perekat, dan metode pengujian yang dilakukan. Kadar air yang terkandung dalam briket akan mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan. Kadar air yang diharapkan pada briket harus serendah mungkin (Karim, 2014).
33
Gambar 4.7 Hasil Analisis Kadar Air Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan kadar air briket bio-arang pada berbagai variasi suhu karbonisasi dan rasio perekat. Kadar air yang diperoleh pada arang setelah proses karbonisasi dari bahan baku pelepah kelapa sawit dengan suhu 400, 500 dan 600oC yaitu secara berturut-turut adalah 9%, 7% dan 2%.
Kadar air yang mengalami penurunan dikarenakan seiring dengan peningkatan suhu karbonisasi proses penguapan air dan penguraian komponen yang terdapat di dalam pelepah kelapa sawit yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin akan semakin cepat sehingga jumlah air yang teruapkan akan semakin meningkat (Wulandari, dkk., 2015). Kadar air yang tinggi juga dapat menurunkan efisiensi termal serta tingkat pembakaran. Dalam tungku, bahan bakar basah akan menyebabkan emisi asap berlebihan dan risiko ledakan (Onukak, dkk., 2017).
Pada gambar 4.1 menunjukkan kadar air pada briket berbanding lurus dengan penambahan rasio perekat yang dilakukan, semakin besar rasio perekat yang ditambahkan maka kadar air briket akan semakin tinggi, saat dilakukan proses pencampuran arang dan perekat, kadar air akan mengalami penambahan jumlah yang sebagian besar terkandung didalam perekat, sehingga semakin besar jumlah perekat yang dicampurkan dengan arang maka kadar air yang terkandung akan semakin besar karena air yang terkandung dalam perekat akan masuk kedalam pori-pori arang dan menambah jumlah air didalam briket (Chitedze,
P:A
2012). Hal ini menunjukkan bahwa penammbahan rasio perekat terhadap arang untuk proses pembriketan sangat berpengaruh terhadap kadar air briket. Setelah penambahan perekat, briket arang dari pelepah kelapa sawit akan mengalami kenaikan kadar air sebesar 2-6%.
Briket yang mengandung kadar air tinggi akan lebih mudah ditumbuhi jamur dan sulit untuk dinyalakan karena semakin banyak panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air, hal ini juga akan menyebabkan nilai kalor yang dhasilkan akan semakin rendah (Onuegbu, 2011). Selain itu, Kadar air yang tinggi juga dapat menurunkan efisiensi termal serta tingkat pembakaran Dalam tungku, bahan bakar basah akan menyebabkan emisi asap berlebihan dan risiko ledakan (Onukak, dkk., 2017).
Briket yang di hasilkan tidak seluruhnya memenuhi SNI. Kadar air briket menurut SNI yaitu maksimal 8%. Hasil yang memenuhi Standar Nasional Indonesia diperoleh pada seluruh briket dengan variasi suhu pembakaran 600 oC pada seluruh rasio perekat dan bahan baku , sedangkan pada briket yang dihasilkan pada suhu pembakaran 400 dan 500 oC memiliki hasil yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Maka dapat kita simpulkan bahwa suhu pembakaran saat proses pirolisis sangat menentukan jumlah kadar air yang di dapat dan suhu yang optimal untuk mendapatkan kadar air yang memenuhi standar yang ditetapkan adalah pada suhu 600 oC.
4.2.2 Kadar Abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, unsur utama abu adalah mineral silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan maka kualitas briket akan semakin rendah (Ndraha, 2009). Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar setelah proses pembakaran dan reaksi-reaksi yang menyertainya selesai (Junary dan Netti, 2015). Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan ASTM D3172-07a-2007. Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui bagian yang tidak terbakar yang sudah tidak memiliki
35
Gambar 4.8 Hasil Analisis Kadar Abu Briket Arang Pelepah Kelapa Sawit Pengaruh Rasio Perekat dan Suhu Pembakaran
Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan kadar abu briket bio-arang pada berbagai variasi suhu karbonisasi dan rasio perekat. Kadar abu yang diperoleh pada arang setelah proses karbonisasi dari bahan baku pelepah kelapa sawit dengan suhu 400, 500 dan 600oC yaitu secara berturut-turut adalah 2%, 3% dan 11%. Kadar abu akan akan meningkat seiring bertambahnya suhu karbonisasi karena zat-zat yang mudah terbakar dalam briket seperti karbon, lignin dan selulosa akan semakin banyak terbakar habis dan menyisakan zat sisa berupa abu (Ndraha, 2009). Secara umum, Proses karbonisasi yang optimum diperoleh pada suhu dibawah 700oC, pada saat suhu karbonisasi telah mencapai 700oC, seluruh zat-zat yang mudah terbakar dalam bahan baku arang akan habis terbakar menjadi abu (Rustini, 2004). Kadar abu dapat memperkecil luas permukaan dari arang karena kadar abu yang tinggi akan menutup pori-pori arang sehingga efisiensi pembakaran dari arang akan menurun (Onukak, dkk., 2017).
Gambar 4.2 menunjukkan kadar abu semakin meningkat dengan semakin sedikitnya jumlah arang pelepah kelapa sawit dan semakin banyaknya jumlah perekat. Kadar abu yang meningkat dipengaruhi oleh kandungan bahan anorganik
P:A
pada tepung perekat yang memiliki molekul karbohidrat, amilosa, dan amilopektin, yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, sehingga strukturnya mudah berubah menjadi abu setelah proses pembakaran (Wulandari, dkk., 2015). Bahan perekat akan memberikan kadar abu pada briket, namun bahan perekat harus tetap digunakan. Briket yang tidak menggunakan bahan perekat memiliki kerapatan yang rendah sehingga briket akan mudah hancur dan sangat susah untuk dijadikan bahan bakar. Kadar abu yang tinggi akan menimbulkan kerak serta dapat menurunkan kualitas briket yang dihasilkan (Chitedze, 2012).
Pada saat proses penambahan perekat kadar abu briket akan meningkat 2-16%.
Hal ini menunjukkan bahwa rasio perekat yang ditambahkan akan sangat berpengaruh pada kadar abu yang dihasilkan briket, sehingga semakin banyak perekat yang ditambahkan, maka kadar abu akan semakin tinggi.
Briket yang di hasilkan tidak seluruhnya memenuhi SNI. Kadar abu briket menurut SNI maksimal sebesar 10%. Hasil yang memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu dengan rasio perekat banding bahan baku 2 : 1 dan 3 : 1 pada suhu 400 oC dan suhu 500 oC, sedangkan briket lainnya tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan..
4.2.3 Kadar Zat Terbang
Kadar zat menguap (volatile matter) adalah zat yang dapat menguap sebagai dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air.
Kandungan kadar zat menguap yang tinggi di dalam briket arang akan menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat dinyalakan, apabila CO bernilai tinggi hal ini tidak baik untuk kesehatan dan lingkungan sekitar (Onukak, dkk., 2017). Kadar volatile matter (VM) berbeda-beda untuk setiap bahan karena dipengaruhi oleh zat-zat mudah menguap yang terkandung dari bahan tersebut (Tumuru, dkk., 2010). Pengujian kadar zat volatil dilakukan berdasarkan ASTM D3172-07a-2007.