HUKUM PIDANA MATERIIL DAN FORMIL
&
BEDAH KASUS INTERNAL MOOTING
Oleh :
KadekAgus Sudiarawan, SH.,MH
Disusun
dalam rangkapelaksanaan
Rangkaian Pelatihan Peradilan Semu 16-17 Pebruari 2019
FakultasHukum Universitas Udayana
• Pengantar Hukum Pidana (Arahan Materi Dasar)
• Konsep Hukum Acara Pidana
• Sistem Peradilan Pidana
• Tindak Pidana Korupsi & PeradilanTipikor
• Bedah Kasus InternalMooting
• Diskusi Kasus
(Analisis daftar pertanyaan yang muncul)
Hukum Pidana (Ius Poenale)
Sejumlah peraturan yang mengandung
larangan-larangan atau keharusan-keharusan
dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan
hukuman
Hukum Pidana Materiil
berisikan peraturan-peraturan tentang perbuatan yang diancam dengan hukuman, mengatur pertanggungjawaban terhadap hukum pidana, hukuman apa yang dijatuhkan terhadap orang-orangyangmelakukan perbuatan yangbertentangan dengan undang-undang
Hukum Pidana Formil
merupakan sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk mengadili serta memberikan putusan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana
(mengatur bagaimana cara menegakkan hukum pidana materiil)
Hukum Pidana memiliki ruang lingkup yang disebut dengan : peristiwa pidana atau delik atau tindakpidana
Perbuatan salah dan melawan hukum yang diancampidana dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab (simon)
Unsur-unsur peristiwa pidana :
- Sikap tindak atau perikelakuan manusia
- Masuk lingkup kaidah perumusan kaedah hukum pidana (pasal 1 ayat 1 KUHP)
- Melanggar hukum, kecuali ada dasar pembenar
- Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada alasan pemaaf
penghapusan kesalahan
-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
-Peraturan-Peraturan Tindak Pidana di luar KUHP,misalnya :
UU Tipikor, UU KDRT, UU anti Terorise, UU Anti Money Laundering
Adagium Nullum delictum nulla poena sine praevia lege
poenali tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada
peraturan yang mengatur perbuatan tersebut (Pasal 1 ayat 1
KUHP asaslegalitas)
-> penderitaan yang sengaja dibebebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat yang diatur undang-undang ultimum remidium
Pasal 10 KUHP, mengatur mengenai jenis hukuman pokok dan hukuman tambahan Hukuman Pokok
1. Hukuman Mati 2. Hukuman Penjara 3. Hukuman Kurungan 4. Hukuman Denda
Hukuman Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman keputusan Hakim
Alasan Pembenar
Alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumannya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar
(pembelaan terpaksa, melaksanakan ketentuan UU, melaksanakan perintah atasan dan overmacht)
Alasan Pemaaf
Alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa (perbuatan yang dilakukan tetap melawan hukum tetapi tidak dipidana, karena tidak adakesalahan)
(pembelaan yang melampaui batas, penuntutan pidana tentang perintah jabatan yang tanpa wenang, mengenai daya paksa overmacht)
Keseluruhan aturan hukum yang berkaitan dengan penyeleggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian perkara pidana meliputi :
(instrumen penegakan hukum pidana materiil)
Proses pelaporan dan pengaduan penyelidikan penyidikan penuntutan pemerikaan di sidang pengadilan
putusan upaya hukum pelaksanaan putusan
Pembacaan Surat Dakwaan Eksepsi Putusan Sela
Pembuktian Pasal 154 (Saksi, ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa) Tuntutan Jaksa Pembelaan Terdakwa
Jawaban Penuntut (Replik) Jawaban Terdakwa Kesimpulan
Musyawarah Majelis Pembacaan Putusan UpayaHukum
Suatu sistem/model/tatanan yang digunakan dalam penanggulangan pelanggaran/kejahatan yang dimulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana atau pembebasan.
Interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana
Kasus Polisi JPU PN LP(lawyer)
Masyarakat Penyelidikan dan Penyidikan Penuntutan Pemeriksaan perkara Eksekusi dan Pembinaan
• Dakwaan Tunggal
– Terdakwa didakwa satu delik pidana – Perkara pidana yang sifatnya sederhana
– Konsekuensi nya bila tidak terbukti, terdakwadibebaskan
– Hakim menolak tuntutan jaksa berdasarkan asas nebis in idem (Pasal 76 KUHAP)
• DakwaanAlternatif
– Terdakwa didakwa lebih dari satu delik pidana, tetapi hakekatnya terdakwa hanya didakwa satu tindak pidana saja
– Biasanya penuntut umum masih meragukan jenis tindak pidananya (misal.pencurian-penggelapan, pembelian-penadahan)
Note :
– Lepas = tidak terdapat cukup alat bukti untuk dimajukan kepengadilan – Bebas = putusan hakim menyatakan bahwa tuntutan jaksa tidak
dapat dibuktikan.
• Dakwaan Subsidair (berlapis)
– Sama halnya dengan dakwaan Alternatif
– Penyusunan urutan dakwaan adalah ancaman hukuman terberat dan seterus nya sampai pada dakwaan yang ringan (primer-subsidair-lebih subsidair)
– Hakim memeriksa dakwaan primer dahulu, bila tidak terbukti melanjutkan pada dakwaansubsidair,.dst…
• Dakwaan Komulatif
– Terdakwa didakwa beberapa tindak pidana sekaligus
– Tindak pidana tersebut harus dibuktikan keseluruhannya, sebab tindak pidana tsb merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri
– Oleh karena itu hakim harus memutuskan terbukti atautidaknya setiap dakwaan satu demi satu
– Sehingga jika terbukti dakwaan tsb, maka dakwaan lain nyaharus dibuktikan lagi, dan sebaliknya.
• Dakwaan Campuran
– Bentuk gabungan dakwaan komulatif dengandakwaan alternatif/dakwaan subsidair
• Umum nya tiap-tiap perkara diajukan sendiri- sendiri di persidangan.
• Namun PU dapat melakukan penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan (voeging) atau pemisahan perkara (splitsing)
Kapan PU dapat melakujkan veoging
? (Pasal 141 KUHAP)
• Bilamana PU menerima berkas perkara dalam hal :
– Beberapa Tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama &
kepentingan pemeriksaaan tidak menjadi halangan penggabungannya.
(misal : perampokan oleh beberapaorang)
– Beberapa tindak pidana yang berhubungan satu sama lain (oleh beberapa orang yang saling terkait).
(misal : perampokan dilakukan lebih dari satu rumah, oleh pelaku yang sama, dalam waktu yang berlainan)
– Beberapa tindak pidana yang tidak berhubungan satu dengan lain, akan tetapi tindak pidana yang satu dengan lain nya ada hubungan nya, bila dianggap perlu untuk kepentinganpemeriksaan.
(misal : perampokan-perampasan senjata api aparat-penembakan warga-perampasan mobil untuk melarikan diri)
• korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere
• The Lexicon Webster Dictionary : korupsi adalah suatu kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah
• Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris korupsi : sebagai kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak-jujuran
• Kamus Umum Bahasa Indonesia : korupsi sebagai perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya
• Pengertian korupsi sangat luas
• Encyclopedia Americana : bahwa korupsi merupakan suatu hal buruk yang memiliki aneka ragam arti, bervariasi menurut waktu, tempat danbangsa
Korupsi dapat dilihat dari berbagai aspek
• Aspek sosiologis : nepotisme” (memasang keluarga atau teman dalam posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan untuk itu)
• Aspek politik : Pemerintahan yang korup berdampak pada wibawa pemerintah di mata masyarakat. Dukungan terhadap pemerintah menurun karena hilangnya kepercayaan masyarakat. Selanjutnya akan berdampak pada legitimasi pemerintah sebagai pengemban amanat dari masyarakat
• Aspek ekonomi: Korupsi pada aspek ekonomi dipandang sebagai
“harga pasar” yang harus dibayar oleh konsumen apabila ingin
“membeli” barang tertentu (keputusan, izin, atau secara lebih tegas berupa tanda tangan).
• Kesimpulan
pengertian
Korupsi memiliki pengertian yang luas, tergantung pada aspek pendekatan dan kondisi di suatu tempat tertentu.
ada kesepahaman pandangan bahwa korupsi
merupakan suatu perbuatan jahat yang harus
diberantas karena menimbulkan ketidakadilan
Korupsi yaitu:
• Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
• Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
• Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
• Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-udang ini
• Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama
• Setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi
• terdakwa dapat dijatuhi pidanatambahan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
• korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
• terdapat perubahan dan tambahan menyangkut rumusan perbuatan maupun ketentuan perihal pembuktian.
• langsung disebutkan unsurnya, tanpa menyebutKUHP
• menambahkan perbuatan gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi
• perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk
• “pembuktian terbalik” yang bersifat “premium remidium” dansekaligus mengandung sifat prevensi khusus (alat utama penegakan hukum)
UU No 20 bentuk/jenis
Tahun 2001 merumuskan 7 tindak pidana merugikan keuangan dan perekonomian negara
- Suap menyuap gratifikasi - Penggelapan dalam jabatan - Pemalsuan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentin gan dalam pengadaan
Kedudukan Peradilan Tipikor
UUD 1945 Pasal 24
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan undang- undang.
UU No.48 Tahun 2009 jo UU No.40 Tahun 2004 jo. UU No.35 Tahun 1999 jo UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama dan sebuah Mahkamah Konstitusi.
Dibawah lingkungan Peradilan Umum, Agama, PTUN Lingkungan Peradilan Khusus Peradilan Tipikor
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
-> Pengadilan Khusus yang berada dilingkungan peradilan umum (PN) yang merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi
-> UU No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
Kompetensi Absolut
-> mengenai pengadilan apa yang berwenang mengadili suatu perkara
Kompetensi Relatif
-> mengenai pengadilan yang mana yang
berwenang mengadili suatu perkara
Tempat tindak pidana (locus delicti)
1. Teori perbuatan materiil/leer der lichamelijk daad (perbuatanjasmaniah) 2. Teori instrumen/leer van instrument/bekerjanya alat
3. Teori akibat
Waktu tindak pidana (empus delicti)
Waktu terjadinya tindak pidana
Untuk mengetahui : usiap pelaku, keadaan jiwa pelaku, daluasa penuntutan, asas legalitas, perubahan suatu undang-undang, syarat mutlak sahnya surat dakwaan
Istilah
Penyertaan atau deelneming atau complicity
• “turut campur dalam peristiwa pidana”(Tresna)
• ”Turut berbuat delik” (Karni)
• ”Turut Serta” (Utrecht)
Pasal 55 KUHP
Ayat (1) dipidana sebagai pembuat (dader) suatu perbuatan pidana:
Ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Ke-2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Ayat (2) terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP
Dipadana sebagai pembantu (medeplichtige) suatu kejahatan:
Ke-1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; Ke-2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
1. Pelaku atau Pleger;
2. Orang yang menyuruh lakukan atau Doenpleger;
3. Orang yang turut serta atau Medepleger;
4. Orang yang menganjurkan atau Uitlokker;
Pembantu atau medeplichtige
(1) Saat melakukan kejahatan;
(2) Sebelum melakukan kejahatan.
Pengertian Luas
Semua orang yang dikualifikasikan dalam pasal 55 KUHP, sebagai pelaku, orang yang menyuruh lakukan, orang yang turut serta melakukan maupun orang yang menggerakkan atau membujuk untuk melakukan suatu tindak pidana.
Pengertian sempit
Seseorang yang memenuhi semua unsur delik.
Istilah
Doenplegen →
menyuruh lakukan.
Deonpleger →
orang yang menyuruh lakukan.
Middelijke Daderschap → “seseorang mempunyai kehendak melakukan suatu perbuatan pidana, namum tidak mau melakukannya sendiri dan
mempergunakan orang lain yang disuruh melakukan perbuatan pidana tersebut.”
Orang yang menyuruh lakukan = manus domina/middelijke dader.
Orang yang disuruh = manus ministra/onmiddelijke dader.
Adegium: qui per alium facit per seipsumfacere videtur → seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan, sama halnya dengan orang tersebut melakukan perbuatan itu sendiri.
1. Alat untuk melakukan perbuatan pidana adalah orang.
2. Orang yang disuruh tidak mempunyai
kesengajaan, kealpaan atau kemampuan bertanggungjawab.
3. Orang yang disuruh melakukan tidak dapat dijatuhi pidana.
Ex: seorang ibu meyuruh anaknya (dibawah umur) melakukan perbuatan yang mengakibatkan seseorang mengalalmi luka.
Medeplegen
→ Turut serta melakukan.
Tiga kemungkinan:
1. Semua pelaku memenuhi unsur dalam rumusan delik.
2. Salah seorang memenuhi unsur delik, sedangkan pelaku yang lain tidak.
3. Tidak seorang pun memenuhi rumusan delik, namun bersama-sama mewujudkan delik tersebut.
Ex: A,B dan C melakukan pencurian dengan kekerasan di bank. A dan B masuk ke bank, menodongkan pistol danmembawa sejumlah uang yang ada di brankas, sedangkan C hanya menunggu di mobil.
1. Kesengajaan untuk mengadakan kerjasama dalam rangka mewujudkan suatu delik di antara para pelaku (meeting of mind) → subjectief
onrechtselement. Menggunakan istilah “bersekutu”
2. Kerjasama yang nyata dalam mewujudkan delik tersebut → objectief onrechtselement. Menggunakan istilah “bersama-sama”
Ex : A dan B sama-sama tidak senang dengan C. A berniat membunuh sementara B berniat menganiaya. A dan B bersama-sama melakukan pemukulan, setelah Cterjatuh kemudian A melempar kepala Cdengan batu, C mengalami luka-luka dan akhirnya meninggal. A dipersalahkan melakukan pembunuhan sementara B dipersalahkan melakukan penganiayaan berat yang mengakibatkan mati.
istilah
Uitlokking → yang menganjurkan atau menggerakkan.
Uitlokker → orang yang menganjurkan atau menggerakkan.
Pengertian: “kesengajaan menggerakkan orang lain yang dapat
dipertanggungjawabkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu
perbuatan pidana dengan menggunakan cara-cara yang telah ditentukan oleh undang-undang karena telah tergerak, orang tersebut kemudian dengan
sengaja melakukan tindak pidanaitu.”
1. Orang yang menganjurkan → auctorintellectualis.
2. Orang yang dianjurkan → auctor materialis atau materieeledader.
Adegium: plus peccat auctor quam actor → orang yang menggerakkan suatu kejahatan dipandang lebih buruk daripada yang melakukannya.
1. Menurut saudara, siapakah yang dapat dijadikan terdakwa dalam kasus diatas...?
2. Apakah jenis tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus diatas...?
3. Dasar hukum/Perundang-undangan apakah yang dipergunakan untuk menyelesaikan kasus diatas ?
4. Ketentuan Pasal berapakah yang paling tepat dipergunakan/didakwakan dalam menyelesaikan kasus diatas? Jelaskan dan uraikan unsur-unsurnya
5. Jelaskan status masing-masing terdakwa dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP ?
6. Tentukan dimanakah (tempus delicti) kejahatan tersebut terjadi dan kapan perkara tersebut terjadi ? (locus delicti)
7. Pengadilan manakah yang berwenang dalam menangani kasus diatas..?
8. Bagaimana kejahatan tersebut dilakukan (modus operandi) ?
9. Dari kasus diatas, pihak manakah yang kira-kira dapar dihadirkan sebagai saksi dan ahli dalam persidangan ?
10. Siapakah yang berwenang melakukan penuntutan ?