• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di Kerajaan Kutai Kalimantan Timur

Annisa Khaerani (16120017)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Melihat dari sejarah-sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur adalah kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya tujuh buah prasasti. Tujuh buah prasasti tersebut dituliskan di atas tugu batu bernama Yupa dalam bahasa Sansekerta dan menggunakan huruf Pallawa. Menurut Paleografi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk tulisan kuno, prasasti-prasasti tertulis ini diperkirakan sudah ada sejak awal abad ke-5 Masehi.1

Prasasti-prasasti tersebut mencantumkan kedermawanan Raja Kutai, Mulawarman, kepada biksu Brahmana.2 Kerajaan Kutai menempati lokasi yang strategis, karena berada di jalur perdagangan antara Cina dan India. Sungai Mahakam di Muarakaman –dekat dengan Kota Tenggarong sekarang-merupakan penunjang perekonomian kerajaan ini sekaligus sebagai pintu masuknya Islam.3

Dalam praktiknya, penyebaran agama Islam di Kalimantan Timur tidak bisa dilepaskan dari peran Tuan Tunggang Parangan. Kedatangannya pada akhir abad ke-16 memang dimaksudkan untuk mengislamkan orang-orang Kutai.4 Berkat dakwahnya, Aji Mahkota (1525-1589) menjadi Raja Kutai pertama yang memeluk agama Islam. Pada masa pemerintahan Raja Aji

1 Syaukani H.R., Kerajaan Kutai Kertanegara, Kutai : Pulau Kumala, 2002, hlm. 4. 2 Bambang Suwondo, dkk., Sejarah Daerah Kalimantan Timur, Jakarta : Depdiknud,

hlm. 2.

3 Syaukani H.R., Kerajaan ...., hlm. 4.

4 Adham, Salasilah Kutai, Jakarta : Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1981, hlm.

(2)

Dilanggar (1589-1605), Islam menjadi agama dominan di kalangan masyarakat Kutai.5

Fakta sejarah ini kurang mendapatkan perhatian dalam penelitian-penelitian sejenis. Kalimantan Timur lebih dikenal sebagai rumah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia, meskipun di wilayah ini Kesultanan Kutai pernah berdiri. Nama Tuan Tunggang Parangan tidak banyak disebutkan dalam teks-teks sejarah Islam di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, makalah ini membahas lebih jauh tentang riwayat hidup Tuan Tunggang Parangan. Di samping itu, dijabarkan pula mengenai peranannya dalam proses islamisasi Kerajaan Kutai pada akhir abad ke-16 hingga 17 M.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di Kerajaan Kutai Kalimantan Timur, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana proses Islamisasi di Kerajaan Kutai?

2) Siapakah Tuan Tunggang Parangan?

3) Bagaimana peran Tuan Tunggang Parangan dalam proses islamisasi Kerajaan Kutai?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1) Mengetahui proses Islamisasi Kerajaan Kutai

2) Mengetahui riwayat hidup Tuan Tunggang Parangan

3) Mengetahui peran Tuan Tunggang Parangan dalam proses Islamisasi Kerajaan Kutai

5 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya

(3)

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Landasan Teori

Penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang didefinisikan oleh Bogdan dan Taylor sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari sumber”.6 Penelitian mengacu pada pendekatan historis, yang secara umum dapat diartikan sebagai bentuk penelitian yang mendeskripsikan gejala yang terjadi di masa lampau (bukan pada waktu penelitian dilakukan). Selain itu, digunakan pendekatan antropologis untuk melihat korelasi antara agama Islam yang dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan dan masyarakat Kutai.

Dalam membahas Islamisasi di Kalimantan Timur, terlebih dahulu dijelaskan mengenai pengertian islamisasi. Secara sederhana, islamisasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran dan pengembangan agama Islam, sehingga terjadi perubahan pada suatu masyarakat yang awalnya tidak memeluk Islam menjadi beragama Islam. Proses Islamisasi dapat dijelaskan dalam tiga tahap, yaitu : 1) Datangnya agama Islam yang di dalamnya merupakan bagian dari sejarah perniagaan nusantara, 2) Masuknya agama Islam yang membahas perkenalan Islam oleh suku-suku bangsa atau komunitas budaya, dan 3) Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh unit politik yang lebih besar, yaitu kerajaan.7

Untuk mengkaji proses islamisasi di Kerajaan Kutai, digunakan teori saluran islamisasi oleh Uka Tjandrasasmita bahwa agama Islam disebarkan melalui enam saluran, yaitu perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.8 Proses islamisasi Kerajaan Kutai dapat dilihat melalui enam saluran tersebut.

6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), hlm. 4.

7 J. Noorduyn, Islamisasi Makassar, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm. 10.

8 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. XXV,

(4)

2.2. Metode Penelitian

Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode historis-deskriptif.9 Metode penelitian sejarah ini bersifat memberi penjelasan mengenai Peran Tunggang Parangan dalam proses Islamisasi di Kerajaan Kutai Kalimantan Timur. Metode ini berfungsi untuk merekonstruksi peristiwa masa lalu secara objektif dan sistematis dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi, dan mensintesis bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan yang dapat dipertahankan dan dalam hubungan hipotesis tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam makalah ini adalah studi pustaka dengan sumber berupa buku, skripsi dan makalah.

9 Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Kurnia

(5)

III. PEMBAHASAN

3.1. Kerajaan Kutai

a. Sejarah Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berada di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayahnya melintang di sepanjang aliran Sungai Mahakam sampai Teluk Balikpapan, dengan pusat kekuasaannya berada di Muara Sungai. Kini luas wilayahnya meliputi enam kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kutai Kertanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur. Luas wilayahnya pada tahun 1959 mencapai 94.700 km2. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, kerajaan ini sudah berkembang pada abad ke-5. Rajanya yang bernama Mulawarman menganut agama Hindu.

Kerajaan Kutai yang dipimpin oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti pada awal abad ke-13 telah menjalin hubungan dengan Kerajaan Majapahit. Para Pangeran Kutai menempuh perjalanan ke wilayah Majapahit untuk mempelajari adat istiadat dan tata cara pemerintahan. Sedangkan Kerajaan Majapahit mengirimkan seorang patih sebagai representasi pengakuan kekuasaan di Kerajaan Kutai.10 Saat kekuatan Kerajaan Majapahit melemah, Kerajaan Kutai semakin leluasa menjalankan pemerintahannya sendiri.

Berikut daftar raja-raja yang memerintah di Kerajaan Kutai:

No .

Masa Nama Raja/Sultan

1 1300-1325 Aji Batara Agung Dewa Sakti

2 1325-1360 Aji Batara Agung Paduka Nira

3 1360-1420 Aji Maharaja Sultan

4 1420-1475 Aji Raja Mandarsyah

5 1475-1545 Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya

6 1545-1610 Aji Raja Mahkota Mulia Alam

7 1610-1635 Aji Dilanggar

8 1635-1650 Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing

Martapura

9 1650-1665 Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura

10 1665-1686 Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura

11 1686-1700 Aji Ragi gelar Ratu Agung

10 Eki Putra Wiratama, Makalah: Kesultanan Kutai Kartanegara: Pengembangan Islam

(6)

12 1700-1710 Aji Pangeran Dipati Tua

13 1710-1735 Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura

14 1735-1778 Aji Muhammad Idris

15 1778-1780 Aji Muhammad Aliyeddin

16 1780-1816 Aji Muhammad Muslihuddin

17 1816-1845 Aji Muhammad Salehuddin

18 1850-1899 Aji Muhammad Sulaiman

19 1899-1910 Aji Muhammad Alimuddin

20 1920-1960 Aji Muhammad Parikesit

21 1999

-sekarang

Haji Aji Muhammad Salehuddin II

b. Proses Islamisasi Kerajaan Kutai

Masuknya Islam ke Kalimantan dilakukan melalui dua arah, yaitu arah Barat dan Selatan. Islam yang masuk dari arah Barat datang dari Malaka, sedangkan yang masuk dari arah Selatan datang dari arah Jawa. Perkembangan Islam di Kalimantan Timur menjadi lebih pesat dengan kedatangan dua orang penyebar agama Islam pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota. Mereka adalah Tuan Tunggang Parangan dan Datuk ri Bandang.11 Kedua mubaligh itu datang ke Kutai setelah mengislamkan orang-orang Makassar.

Tuan Tunggang Parangan dan Datuk ri Bandang berhasil mengislamkan Raja Aji Mahkota. Agama Islam tersebar ke seluruh negeri seperti Jahitan Layar, Hulu Dusun, Sembaran, Binalu, Sambuyutan dan Dondang. Raja Aji Mahkota juga menyebarkan agama Islam ke beberapa wilayah lain, yaitu daerah hulu hingga Loa Bakung, ke arah pantai hingga Kaniungan, Manubar, Sangkulirang dan Balikpapan. Negeri-negeri ini kemudian menjadi daerah taklukan Kerajaan Kutai. Didirikan masjid di ibukota kerajaan sebagai tempat Tuan Tunggang Parangan mengajar. Raja Aji Mahkota digantikan oleh putranya, yaitu Aji Dilanggar. Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mandepa. Di bawah pemerintahan raja inilah dakwah Islam menjangkau daerah

11 A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia,

(7)

pedalaman hingga mencapai Muara Pahau. Dengan demikian, agama Islam telah tersebar disepanjang sungai Mahakam.12

Masuknya agama Islam mempengaruhi setiap sendi kehidupan masyarakat Kutai. Seorang Raja yang akan naik tahta terlebih dahulu didoakan dan diberkati oleh para ulama. Semasa pemerintahan Raja Aji Sinum Panji Ing Martadipura telah dibentuk semacam Lembaga Peradilan Kerajaan yang didasari oleh hukum Islam. Lembaga ini juga memiliki tugas memutuskan perkara-perkara keagamaan dan berbagai perkara lainnya.13 Agama Islam lebih jauh menancapkan pengaruhnya dengan ditetapkannya Undang-undang Dasar “Panji Selaten” dan Undang-undang “Beraja Niti”. Undang-undang tersebut memuat pengaturan tata kehidupan raja, para pejabat kerajaan dan berbagai hak/kewajiban yang menyangkut syariat Islam. Gelar sultan mulai dipakai pada masa pemerintahan Aji Muhammad Idris.

Tersebarnya agama Islam di Kerajaan Kutai berdampak postif pada perekonomian masyarakat Kutai. Pelabuhan semakin ramai dengan kedatangan para pedagang dari berbagai daerah. Setelah meletusnya Perang Makassar (1660-1669), para petinggi Kerajaan Wajo yang tersingkir dari Sulawesi menyusuri Selat Makassar hingga Sungai Mahakam untuk meminta suaka kepada Raja Kutai. Mereka menempati sebuah wilayah yang merupakan Kota Samarinda sekarang. Selain orang-orang Bugis, orang-orang-orang-orang dari Banjarmasin dan Jawa turut mendirikan pemukiman di sekitar Sungai Mahakam. Kedatangan suku-suku tersebut telah memperkaya tradisi keislaman Kerajaan Kutai. Tarekat tasawuf, seni

12 Ibid., hlm. 47.

(8)

pertunjukan hadrah14 dan selamatan15diadopsi secara luas dalam

kebudayaan masyarakat Kutai.

3.2. Tuan Tunggang Parangan

a. Riwayat Hidup

Tuan Tunggang Parangan memiliki nama lengkap Habib Hasyim bin Musyayakh bin Abdullah bin Yahya. Ia lahir di Tarim, Hadralmaut, Yaman Selatan. Setelah menuntaskan pelajaran agamanya, ia memutuskan untuk hijrah. Ia datang ke Nusantara mengikuti rombongan pedagang lainnya. Sembari berdagang, ia menyebarkan Islam di Sumatera, Jawa, dan kemudian berangkat ke Sulawesi.16 Disini ia bertemu dengan seorang ulama yang telah lama menetap di Makassar bernama Khotib Tunggal Abdul Makmur yang bergelar Datuk Ri Bandang. Keduanya sepakat berangkat ke Kalimantan setelah mendengar tentang sebuah kerajaan besar yang rakyatnya memeluk agama Hindu dan Dayak Kaharingan. Kerajaan yang dimaksud adalah Kutai.

Berlainan dengan Datuk ri Bandang yang kembali ke Makassar setelah mengislamkan Raja Aji Mahkota, Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai hingga akhir hayatnya. Semasa hidupnya ia berperan sebagai sokoguru dalam dakwah Islam di Kerajaan Kutai. Makamnya berada di desa Kutai Lama Kabupaten Kutai Kartanegara. Makam ini terbuka untuk dikunjungi sepanjang tahun.

b. Peranan dalam Islamisasi Kerajaan Kutai

14 Hadrah merupakan jenis pertunjukan tari dari negeri Parsi diiringi alat musik seperti

rebana dan gendang. Kesenian ini sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu untuk menyemarakkan suasana.

15 Selamatan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat

atau tetangga. Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, duduk bersila di atas tikar melingkari sajian berupa nasi dengan lauk pauk. Selamatan masih sering diadakan di kalangan masyarakat Kalimantan Timur (terutama suku Jawa) sebagai bentuk rasa syukur atas peristiwa penting yang terjadi, misalnya pernikahan, khitanan, pindahan rumah, mendapat pekerjaan dan lain-lain. Selamatan dapat dilakukan di rumah orang yang berhajat atau masjid-masjid.

16 Muhammad Fahmi Noor, Skripsi: Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan

(9)

Tuan Tunggang Parangan dan Datuk ri Bandang sampai di pesisir Kalimantan pada masa kekuasaan Aji Mahkota. Konon, ia disebut Tuan Tunggang Parangan oleh masyarakat sekitar karena ketika datang ke Kutai ia menunggang jukut (ikan) Parangan.

Raja Aji Mahkota sedang berunding dengan para menteri mengenai permasalahan di kerajaan Kutai, ketika seorang punggawa melaporkan kedatangan dua orang asing dari arah laut. Kedua orang tersebut, yang tak lain merupakan Tuan Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan dibawa ke istana menghadap raja. Akhirnya Raja Aji Mahkota dan kedua tamunya terlibat adu kesaktian.17 Setelah mengakui kekalahannya, Raja Aji Mahkota memeluk agama Islam, yang diikuti oleh keluarga, menteri, punggawa, dan para pembesar kerajaan. Para bangsawan diberi pelajaran agama Islam mengenai sholat lima waktu, hukum Islam, membaca tulisan Arab dan lain-lain.18

Ketika Datuk ri Bandang kembali ke Makassar, Tuan Tunggang Parangan tinggal di Kutai sebagai penasihat utama kerajaan. Ia sendiri yang memberikan pengajaran Islam pada kaum bangsawan Kutai. Kemudian, ia membuka komunitas belajar di sebuah masjid yang terletak di ibukota Kutai. Murid-murid dididik untuk menjadi pemeluk ajaran Islam yang taat dan pendakwah yang mumpuni.19Murid-muridnya berdatangan dari berbagai wilayah kekuasaan Kutai dan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Tradisi pembelajaran di masjid ini dipertahankan oleh raja-raja Kutai setelah Aji Mahkota.

Pada masa pemerintahan Aji Dilanggar, Tuan Tunggang Parangan membantu merumuskan peraturan kerajaan, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran Islam. Peraturan ini kemudian dibukukan pada masa raja selanjutnya, yaitu Aji Panji Sinum Ing Martadipura.

17 Misriani, dkk., Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kalimantan Timur, (Samarinda: Kantor

Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, 2013), hlm. 23.

18 Adham, Salasilah Kutai..., hlm. 240.

19 Muhammad Fahmi Noor, Skripsi: Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan

(10)
(11)

IV. PENUTUP

Proses Islamisasi Kerajaan Kutai dapat dilihat melalui enam saluran penyebaran Islam yang dikemukakan oleh Uka Tjandrasasmita. Letak geografis Kerajaan Kutai yang meliputi pesisir Balikpapan dan Sungai Mahakam memudahkan masuknya pengaruh Islam lewat saluran perdagangan. Posisi Islam semakin kuat dengan adanya perkawinan antara penduduk Kutai dengan para pedagang merangkap muballigh. Kerajaan Kutai mendapatkan pengaruh tasawuf

dari kebudayaan Islam yang telah mapan, dalam hal ini orang-orang Banjarmasin, Jawa, dan Sulawesi yang menetap di Kutai memberikan peranan yang besar di samping kecenderungan penduduk terhadap kepercayaan mistik dan batiniah. Para pendakwah Islam dihasilkan dari pendidikan yang berpusat di masjid-masjid. Dalam kesenian, pengaruh Islam tampak pada pertunjukkan hadrah. Saluran penyebaran Islam yang paling dominan di kalangan masyarakat Kutai adalah

politik. Baru pada saat Raja Aji Mahkota memeluk Islam, agama ini diterima secara luas. Selain itu kebijakan ekspansi dan pemberlakuan undang-undang telah membantu menyebarkan agama Islam di Kalimantan Timur.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung. 2003. Pengantar Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2003.

Adham. 1981. Salasilah Kutai. Jakarta : Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1981.

Daliman, A. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2012.

Kartanegara, Pemerintah Kabupaten Kutai. 2001. Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kartanegara. Tenggarong : Lembaga Ilmu Pengetahuan Kutai Kartanegara, 2001.

Misriani, et al. 2013. Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kalimantan Timur. Samarinda : Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, 2013.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007.

Noor, Muhammad Fahmi. 2016. Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan Peran Raja dalam Pengembangan Agama Islam di Kerajaan Kutai Abad ke-17 dan 18. Surabaya : UIN Sunan Ampel, Fakultas Adab dan Humaniora, 2016.

Noorduyn, J. 1972. Islamisasi Makassar. [penerj.] S. Gunawan. Jakarta : Bhratara, 1972.

R., Syaukani H. 2002.Kerajaan Kutai Kertanegara. Kutai : Pulau Kumala, 2002.

Suwondo, Bambang dan dkk. Sejarah Daerah Kalimantan Timur. Jakarta : Depdiknud.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum membahas lebih jauh mengenai permasalahan etika dan sosial dalam pemanfaatan sistem informasi, perlu dipahami dahulu mengenai pengertian etika. Etika merupakan

Dengan menganalisis tipologi dan kronologi nisan Aceh dan inskripsi yang terdapat pada batu nisan di Kota Rantang dan Barus, Sumatera Utara diketahui bahwa proses islamisasi di

Pendidikan Islam berlangsung bersamaan dengan proses Islamisasi wilayah Nusantara dan teraktualisasi dalam lembaga pendidikan seperti Dayah di aceh, Surau di

Sebelum kita membahas mengenai sikap-sikap dan kepribadian yang harus dimiliki seorang wirausahawan, kita terlebih dulu membahas mengenai pengertian dari wirausaha.. Wirausaha

Sebagai kesimpulan studi ini bahwa, pertama, konstruksi jaringan islamisasi Gorontalo pada masa awal keislaman (fase pertama islamisasi Gorontalo), ditandai dengan

Sebagai kesimpulan studi ini bahwa, pertama, konstruksi jaringan islamisasi Gorontalo pada masa awal keislaman (fase pertama islamisasi Gorontalo), ditandai dengan

Dinamika sosio-politik orang Bugis dan islamisasi masyarakat di kawasan Sulawesi Bagian Timur yaitu berusaha usaha Sengaja atau tidak sengaja langsung maupun tidak langsung

Dengan kata lain, delima dijadikan salah satu sarana untuk berkembangnya ajaran agama Islam atau proses Islamisasi yang dipahami sebagai proses masuknya nilai-nilai agama ke dalam