8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja perusahaan tercermin dalam laporan keuangan. Laporan keuangan terdiri dari posisi keuangan saat ini, posisi keuangan dan aset, ekuitas, serta liabilitas yang tercermin dalam neraca perusahaan. Selain itu, terdapat laporan laba rugi, dan perubahan arus kas selama periode waktu tertentu dinyatakan dalam laporan arus kas (Jumingan, 2006). Untuk perusahaan jasa keuangan, produk keuangan adalah item pelaporan. Pada perusahaan jasa keuangan, instrumen keuangan merupakan pos laporan keuangan yang sangat penting, khususnya piutang atau kredit yang disalurkan karena merupakan aset yang men-generate sebagian besar pendapatan perusahaan(Martani et al., 2014). Piutang harus disajikan dalam neraca perusahaan sebesar nilai realisasi bersihnya atau setelah dikurang cadangan kerugian penurunan nilai (Efraim, 2012). Pengukuran serta penyajian CKPN diatur secara tegas oleh PSAK 71 tentang instumen keuangan.
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah sebuah tahapan seluruh transaksi yang terjadi pada sebuah bisnis pada periode tertentu. Laporan keuangan merupakan suatu gambaran untuk para penggunanya agar dapat mengetahui keadaan bisnis yang terjadi. Umumnya laporan keuangan digunakan para stakeholders untuk mengambil sebuah keputusan. Laporan keuangan juga wajib dipertangung jawabkan oleh pembuatnya apabila terdapat hal-hal yang tidak diinginkan yang terjadi seperti korupsi, penggelapan, dan bentuk kecurangan lainnya.
Berdasarkan pendapat para ahli, definisi laporan keuangan yakni seperti berikut:
a. Jumingan (2006) mengungkapkan bahwa laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil dari suatu proses akuntansi yang mampu digunakan sebagai alat guna berinteraksi dengan para pihak yang bersangkutan terhadap posisi dan kinerja keuangan suatu perusahaan;
b. Kasmir (2016) mengungkapkan sebagai laporan yang menyatakan situasi kondisi finansial perusahaan actual maupun pada suatu periode yang akan datang; dan
c. Hery (2015) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari tahapan akuntansi yang mampu diaplikasikan sebagai alat guna menyajikan data finansial maupun kegiatan perusahaan terhadap berbagai pihak yang bersangkutan.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Hery (2015), tujuan pelaporan keuangan dibagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus dari laporan keuangan tahunan adalah untuk menyajikan secara wajar, sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku umum, hasil dari perubahan operasi, posisi keuangan dan posisi keuangan. Tujuan umum dari laporan keuangan tahunan adalah untuk:
a. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban perusahaan, dengan maksud :
1) Untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan;
2) Untuk mengindikasikan posisi finansial serta investasi perusahaan;
3) Untuk menilai kapabilitas perusahaan ketika melunasi kewajibannya; dan
4) Mengindikasikan kapabilitas sumber daya yang tersedia guna pertumbuhan perusahaan.
b. Menyajikan informasi akurat mengenai sumber kekayaan bersih yang bersumber dari aktivitas usaha dalam mencari laba, yang bertujuan:
1) Merepresentasikan jumlah deviden yang diharapkan pemegang saham;
2) Mengindikasikan kapabilitas perusahaan ketika membayar kewajiban pada kreditor, pegawai, pemerintah, supplier, serta
kapabilitasnya ketika mengumpulkan dana demi urgensi ekspansi perusahaan;
3) Menyajikan informasi terhadap manajemen demi dipakai ketika pelaksanaan pernana perencanaan serta pengendalian; dan 4) Mengindikasikan tahapan kapabilitas perusahaan ketika
memperoleh profit jangka Panjang.
c. Memungkinkan guna memprediksi peluang perusahaan ketika memproduksi laba;
d. Menyajikan informasi yang dibutuhkan lainnya mengenai perubahaan aset serta kewajiban; dan
e. Menyajikan informasi terkait lainnya yang diperlukan para pengguna laporan.
Menurut berbagai ahli, dapat disimpulkan bahwa pelaporan keuangan bertujuan untuk menginformasikan kepada pemangku kepentingan, terutama manajemen. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
Mengacu pada 1, pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi tentang arus kas perusahaan, kinerja keuangan, dan posisi keuangan yang berguna bagi sebagian pengguna laporan dalam pengambilan keputusan. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2013)
3. Pengguna Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2009) pengguna laporan keuangan terdiri sebagai berikut :
a. Manajer / Pemimpin Perusahaan
Laporan keuangan dapat digunakan untuk menyusun kebijaksanaan yang lebih tepat, memperbaiki sistem yang sudah di jalankan dan untuk menyusun sistem pengawasan yang lebih bagus.
b. Investor
Investor menggunakan laporan keuangan untuk menjadi bahan pertimbangan investor untuk berinvestasi.
c. Karyawan
Karyawan dan kelompok yang merepresentasikan mereka tertarik kepada suatu informasi tentang profitabilitas serta perusahaan.
d. Pemberian Pinjaman (Kreditur)
Pemberi pinjaman tertarik dengan suatu informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
e. Pemasok dan Kreditur Usaha Lainnya
Laporan keuangan dibutuhkan guna mempertimbangkan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
f. Pelanggan
Pelanggan berkepentingan dengan sebuah informasi mengenai kelangsungan hidup suatu perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang pada perusahaan.
g. Pemerintah
Pemerintah membutuhkan pelaporan keuangan untuk mengatur kegiatan usaha dan menetapkan pedoman sebagai dasar untuk mengedit statistik pendapatan nasional.
h. Instansi Pajak
Instansi pajak membutuhkan laporan keuangan agar dapat mengontrol perusahaan-perusahaan yang selalu memiliki kewajiban pajak sehingga perusahaan tersebut dapat dikenakan pemotongan, perhitungan, dan pembayaran atas pajaknya.
i. Analis Pasar Modal
Analis Pasar Modal membutuhkan laporan keuangan perusahaan yang sedang atau berpeluang untuk dipublikasikan agar analisisnya lebih akurat dan lengkap.
j. Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Masyarakat dan LSM membutuhkan laporan keuangan agar dapat mengikuti perkembangan actual perusahaan beserta agenda aktivitasnya.
4. Sifat Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2016), laporan keuangan dalam praktiknya bersifat:
a. Historis
Historis adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan data periode sebelumnya hingga masa sekarang secara kronologis.
b. Menyeluruh
Menyeluruh adalah keuangan disusun sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pembuatan yang tidak lengkap tentu tidak akan memberikan informasi yang lengkap tentang suatu perusahaan..
5. Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada dasarnya meliputi beberapa jenis laporan, yakni laporan arus kas. laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan posisi keuangan. Dikarenakan banyaknya istilah yang penulis temukan, pada intinya semua bermaksud sama tergantung maksud dari pembuat laporan keuangan atau dapat disesuaikan menurut kebutuhan perusahaan.
Menurut PSAK No.1 (2013), secara umum ada lima macam jenis laporan keuangan yang sering disusun, yakni:
a. Laporan Posisi Keuangan
Laporan posisi keuangan adalah tabel yang menunjukkan posisi keuangan Anda selama periode waktu tertentu. Neraca pada umumnya mewakili posisi keuangan perusahaan yang meliputi aktiva, kewajiban, dan modal, sehingga neraca merupakan kewajiban yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan.
b. Laporan laba rugi
Laporan laba rugi adalah ringkasan pendapatan dan pengeluaran perusahaan untuk periode waktu tertentu, di mana laba atau rugi mencapai puncaknya. Laporan laba rugi memuat sebagian besar laporan keuangan karena dapat mewakili hasil operasi perusahaan
untuk periode waktu tertentu. Ada dua cara untuk menyiapkan laporan laba rugi: satu langkah (langsung) dan multi-langkah (langkah demi langkah).
c. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki saat ini.
d. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah pernyataan yang menyajikan semua aspek kegiatan perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kas. Dengan laporan arus kas, Anda dapat melihat berapa keuntungan dan kas bersih. Laporan tersebut juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen dan utang.
e. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang berisi informasi tentang laporan keuangan yang memerlukan penjelasan khusus.
B. Instrumen Keuangan
1. Pengertian Instrumen Keuangan
Instrumen keuangan adalah setiap pengaturan yang mendefinisikan aset keuangan entitas dan liabilitas keuangan dan instrumen ekuitasnya (IFRS 132, 2013). Kemudian, penjualan barang dari satu organisasi ke organisasi lain secara kredit menciptakan aset keuangan penjual (piutang) dan kewajiban keuangan kepada pembeli (hutang). Standar akuntansi yang
mengatur instrumen keuangan adalah PSAK 71, yang sebelumnya mendefinisikan instrumen keuangan yang diatur oleh PSAK sebagai berikut:
a. PSAK 50 (revisi 2010) instrumen keuangan merupakan penyajian adopsi dari IAS : Financial Instrument Presentation;
b. PSAK 55 (revisi 2013) instrumen keuangan merupakan pengakuan dan penilaian adopsi dari IAS 39; dan
c. PSAK 60 (revisi 2013) instrumen keuangan merupakan pengungkapan adopsi dari IFRS 7.
Instrumen keuangan didefinisikan dalam paragraf 11 AASB 132 sebagai berikut:
a. Kas merupakan harta paling liquid yg berkontribusi menjadi media pertukaran juga jual beli. Contoh menurut kas yaitu uang logam, uang kertas, dana yg masih ada dalam deposito bank & lainnya;
b. Instrumen ekuitas menurut entitas lainnya;
c. Hak kontraktual
Hak kontraktual diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1) Menerima uang tunai atau aset keuangan lainnya dari perusahaan lain;dan
2) Pertukaran aset atau kewajiban keuangan dengan perusahaan lain pada kondisi yang berpotensi menguntungkan perusahaan.
d. Kontrak yang akan diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yg diterbitkan oleh entitas dan berikut ini:
1) Nonderivatif, ketika perusahaan harus menerima sejumlah variabel barang yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri; dan 2) Derivatif yang dapat atau dapat diselesaikan dengan cara selain menukar uang tunai atau aset keuangan untuk sejumlah besar produk saham yang dikeluarkan oleh perusahaan. Namun, ini tidak termasuk produk yang merupakan kontrak untuk perdagangan berjangka atau produk yang merupakan pengiriman produk saham perusahaan itu sendiri. Instrumen keuangan dengan opsi produk keuangan). Produk opsi jual memberi pemegang hak untuk menjual kembali produk kepada penerbit untuk menerima uang tunai atau aset keuangan lainnya, atau penerbit untuk secara otomatis menjualnya kembali jika terjadi peristiwa masa depan yang tidak pasti.
2. Jenis Instrumen Keuangan
Jenis-jenis instrumen keuangan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Instrumen Ekuitas
Instrumen ekuitas adalah kontrak yang mewakili kepentingan residual dalam aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajibannya. Contoh dari jenis produk saham yang paling umum adalah saham biasa perusahaan. Produk ekuitas meliputi:
1) Kewajiban Kontraktual:
a) Memberikan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain;
dan
b) Pertukaran aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dalam kondisi yang mungkin tidak menguntungkan entitas lain tersebut.
2) Kontrak yang akan atau dapat diselesaikan dalam instrumen ekuitas milik entitas, yakni:
a) Non-derivatif, yakni entitas diharuskan atau mungkin diharuskan untuk menyediakan instrumen ekuitas entitas dalam jumlah yang bervariasi; dan
b) Derivatif, yakni diselesaikan sebagai tambahan atas pertukaran sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain untuk produk ekuitas tertentu. Oleh karena itu, penerimaan dari treasury stock perseroan tidak termasuk hasil dari kontrak untuk penerimaan atau penyerahan saham treasury Perseroan di masa mendatang.
b. Instrumen Keuangan Derivatif
Derivatif adalah instrumen keuangan atau kontrak lain yang mencakup ruang lingkup pernyataan dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Perubahan nilai akibat perubahan variabel regulasi seperti harga instrumen keuangan, harga komoditas, indeks harga, nilai tukar, dan suku bunga;
2) Tidak ada investasi awal bersih atau investasi yang disyaratkan diperlukan untuk kontrak serupa lainnya yang diharapkan memiliki dampak serupa karena perubahan pasar; dan
3) Diselesaikan dikemudian hari.
Instrumen keuangan derivatif telah banyak dikembangkan sebagai sarana untuk mengelola risiko keuangan, terutama ketika nilai dari instrumen keuangan yang mendasarinya sangat fluktuatif. Instrumen keuangan derivatif tidak mengalihkan produk keuangan asli dari aset yang mendasari selama jatuh tempo produk keuangan derivatif.
3. Ruang Lingkup Instrumen Keuangan
Dalam PSAK 71 disebutkan bahwa terdapat empat ruang lingkup instrumen keuangan yaitu:
a. Diterapkan oleh semua entitas untuk seluruh jenis instrumen keuangan, kecuali:
1) Hak dan kewajiban pada kontrak asuransi (PSAK 62);
2) Hak dan kewajiban dalam ruang lingkup pendapatan (PSAK XX);
3) Hak dan kewajiban pemberi kerja (PSAK 24);
4) Hak dan kewajiban yang diatur dalam sewa (PSAK XX);
5) Instrumen keuangan terbitan entitas yang memenuhi definisi instrumen ekuitas pada pencatatan entitas penerbit;
6) Investasi anak, asosiasi dan joint venture (PSAK 65, 4, 15);
7) Komitmen pinjaman dan provisi (PSAK 57);
8) Kontrak dalam rangka kombinasi bisnis (PSAK 22); dan 9) Transaksi kompensasi berbasis saham (PSAK 53).
b. Persyaratan penurunan nilai diaplikasikan guna hak berdasarkan PSAK (XX) pendapatan demi memperoleh legalisasi laba dan rugi penurunan nilai;
c. Lingkup mencakup komitmen pinjaman sebagai berikut:
1) Liabilitas kredit berupa liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi;
2) Kewajiban kredit yang harus dibayar kembali dengan penyerahan atau penerbitan uang tunai atau instrumen keuangan lainnya; dan
3) Kewajiban memberikan pinjaman di bawah tingkat bunga pasar.
d. Kontrak untuk membeli atau menjual instrumen non-keuangan yang dapat diselesaikan dengan uang tunai atau instrumen keuangan lainnya atau dengan imbalan instrumen keuangan.
4. Pengakuan Awal
Entitas mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan dalam neraca, jika entitas menjadi salah satu pihak dalam ketentuan pada kontrak instrumen tersebut.
5. Pengakuan Selanjutnya
Setelah pengakuan awal, entitas mengukur aset keuangan sesuai klasifikasi aset keuangan :
a. Biaya perolehan diamortisasi;
b. Nilai wajar melalui laba rugi; dan
c. Nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain.
Entitas mengaplikasikan persyaratan penurunan nilai guna aset finansial yang diukur sesuai biaya perolehan diamortisasi serta aset keuangan yang diukur di nilai lumrah lewat pemasukan komprehensif lain. Entitas menerapkan persyaratan akuntansi lindung nilai untuk aset keuangan yang ditetapkan menjadi item lindung nilai.
6. Penghentian Pengakuan
Entitas menghentikan pengakuan aset keuangan, jika:
a. Hak kontraktual atas arus kas dari aset keuangan berakhir; dan b. Entitas mentransfer aset keuangan dan pengalihan tersebut guna
memenuhi kriteria penghentian pengakuan.
Entitas mengalihkan aset keuangan, jika entitas:
1) Pengalihan hak kontraktual untuk menerima arus kas dari aset keuangan; atau
2) Mempertahankan hak kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal dari aset keuangan tetapi juga menanggung kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima tersebut
kepada satu atau lebih pihak penerima melalui suatu kesepakatan yang memenuhi persyaratan.
7. Klasifikasi Instrumen Keuangan
Dalam PSAK 71, instrumen keuangan dibagi menjadi dua yakni:
a. Aset Keuangan
Entitas mengklasifikasikan aset keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi, nilai wajar dalam laporan laba rugi, atau nilai wajar dalam laba rugi berdasarkan dua prinsip:
1) Model bisnis perusahaan dalam mengelola aset keuangan;
2) Karakteristik arus kas kontraktual dari aset keuangan. Arus kas kontraktual memiliki dua karakteristik yakni :
a) Aset keuangan diukur pada biaya perolehan diamortisasi jika kedua kondisi berikut terpenuhi:
i) Aset keuangan dikelola dalam model bisnis yang bertujuan untuk memiliki aset keuangan dalam rangka mendapatkan arus kas kontraktual; dan ii) Persyaratan kontraktual aset keuangan meningkatkan
arus kas yang semata dari pembayaran pokok dan bunga (solely payments of principal and interest) dari jumlah pokok terutang.
b) Aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain jika kedua kondisi berikut terpenuhi:
i) Aset keuangan dikelola dalam model bisnis yang tujuannya akan terpenuhi dengan mendapatkan arus kas kontraktual dan menjual aset keuangan; dan ii) Persyaratan kontraktual dari aset keuangan tersebut
memberikan hak pada tanggal tertentu atas arus kas yang semata dari pembayaran pokok dan bunga dari jumlah pokok terutang.
b. Liabilitas Keuangan
Entitas mengklasifikasikan seluruh liabilitas keuangan setelah pengakuan awal diukur pada biaya perolehan diamortisasi, kecuali :
1) Imbalan bersyarat yang diakui oleh pihak pengakuisisi dalam kombinasi bisnis yang menerapkan PSAK22;
2) Kewajiban memberikan kredit dengan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar;
3) Kontrak jaminan keuangan;
4) Liabilitas keuangan pada nilai wajar melalui laporan laba rugi.
Liabilitas ini, termasuk derivatif yang membentuk liabilitas, kemudian diukur pada nilai wajar;
5) Liabilitas keuangan yang timbul ketika pengalihan aset keuangan tidak mengalami penghentian pengakuan atau ketika pendekatan keterlibatan berkelanjutan diterapkan; dan
6) Pada saat pengakuan awal, entitas dapat membuat keputusan yang tidak dapat dibatalkan untuk mengukur liabilitas keuangan
pada nilai wajar melalui laba rugi jika keputusan tersebut memberikan informasi yang lebih relevan.
8. Reklasifikasi
Reklasifikasi hanya dapat dilakukan jika perusahaan mengubah model bisnisnya untuk mengelola aset keuangan. Perubahan keadaan berikut bukan merupakan reklasifikasi untuk tujuan paragraf ini:
a. Item yang sebelumnya adalah instrumen lindung nilai yang ditetapkan dan efektif dalam lindung nilai atas arus kas atau lindung nilai atas investasi neto yang tidak lagi memenuhi persyaratan lindung nilai;
dan
b. Item yang kemudian menjadi instrumen lindung nilai yang ditetapkan dan efektif dalam lindung nilai atas arus kas atau lindung nilai atas investasi neto; dan perubahan dalam pengukuran.
9. Penurunan Nilai
Entitas mengakui penyisihan kerugian untuk kerugian kredit ekspektasian pada aset keuangan berikut:
a. Aset keuangan diamortisasi;
b. Aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui OCI (Other Comprehensive Income);
c. Piutang sewa; dan
d. Aset kontrak atau komitmen pinjaman dan kontrak jaminan
Entitas menerapkan persyaratan penurunan nilai untuk pengakuan dan pengukuran penyisihan kerugian untuk aset keuangan yang diukur
pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain. Penyisihan kerugian diakui dalam penghasilan komprehensif lainnya dan tidak mengurangi jumlah tercatat aset keuangan dalam neraca. Pada setiap tanggal pelaporan, entitas mengukur penyisihan kerugian instrumen keuangan sejumlah kerugian kredit ekspektasian sepanjang umurnya, jika risiko kredit atas instrumen keuangan tersebut telah meningkat secara signifikan sejak pengakuan awal.
10. Penghapusan
Entitas langsung mengurangi jumlah tercatat bruto dari aset keuangan ketika entitas tidak memiliki perkiraan wajar untuk memulihkan aset keuangan secara keseluruhan atau secara parsial.
C. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
1. Pengertian Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) merupakan cadangan yang dibuat perusahaan lembaga keuangan untuk menghadapi resiko kerugian yang diakibatkan penanaman dana dalam aktiva produktif.
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau dengan singkatan CKPN memiliki peranan penting dalam perusahaan lembaga keuangan karena CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) dapat menjaga kestabilan keuangan. CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) dibentuk untuk meminimalisir beban penurunan nilai atau impairment.
Sebelum dilakukan pembahasan terhadap impairment atau penurunan nilai, perlu dipahami juga bahwa penerapan PSAK 71 ini
menganut “principle based” dan jauh berbeda dengan PSAK 50/55 yang menganut prinsip “rule based”. Sesuai dengan “principle based”, maka dalam PSAK 71 ini hanya mengatur hal-hal yang prinsip, sangat berbeda dengan “rule based” yang mengatur secara lebih detail terkait penyajian laporan keuangan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pada PSAK 71 penurunan nilai tidak dilakukan menggunakan incurred credit loss seperti PSAK 55, tetapi menggunakan expected credit loss. Pendekatan yang digunakan dalam pengakuan expected credit loss, terdiri dari:
a. 12-Month Expected Credit Losses yang dihasilkan dari peristiwa gagal bayar pada instrumen keuangan yang memungkinan terjadi selama 12 bulan setelah tanggal laporan; dan
b. Lifetime Expected Credit Losses yang dihasilkan dari semua kemungkinan peristiwa gagal bayar selama jangka waktu yang diharapkan atas instrumen keuangan.
Untuk menentukan apakah cadangan kerugian (loss allowance) diukur menggunakan Lifetime Expected Credit Losses atau 12-Month Expected Credit Losses, sangat tergantung sejauh mana terjadi perubahan secara signifikan dalam risiko kredit instrumen keuangan sejak pengakuan awal. Dalam hal menentukan apakah risiko kredit instrumen keuangan telah mengalami kenaikan secara signifikan sejak pengakuan awal, maka perlu dilakukan perbandingan antara risiko gagal bayar instrumen keuangan pada tanggal pengakuan awal dengan tanggal pelaporan dengan
mempertimbangkan informasi terkait yang tersedia (reasonable and supportable information). Bank maupun lembaga keuangan non bank tidak harus melakukan penelitian yang mendalam untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam menentukan apakah risiko kredit telah meningkat secara signifikan sejak pengakuan awal. Informasi kualitatif baik internal atau eksternal, juga dapat digunakan untuk menentukan apakah instrumen keuangan telah mengalami peningkatan risiko kredit secara signifikan. Beberapa informasi kualitatif tersebut antara lain;
perubahan signifikan internal credit rating terhadap instrumen keuangan, perubahan makro ekonomi yang berpengaruh negatif terhadap debitur, perubahan yang memburuk terhadap indikator pasar, tunggakan pokok dan atau bunga, perubahan memburuk dari debitur, dll.
2. Tujuan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Tujuan dari pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) agar dapat menjaga kestabilan keuangan. Hal ini dikarenakan perusahaan sudah mempersiapkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan seperti kredit macet. Kesalahan penghitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) juga mampu mengakibatkan kerugian pada suatu perushaaan. Oleh sebab itu penghitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) harus diperhitungkan secara matang agar tidak mengalami kerugian karena Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) memegang peranan yang sangat penting dalam laporan keuangan suatu perusahaan.
3. Jenis Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Salah satu hal prioritas pada pengaplikasian PSAK 71 ini adalah adanya 3 “stage”, berbeda dengan PSAK 55 yang hanya mengenal beberapa stage. Ke-3 stage tersebut, meliputi:
a. Stage 1
1) Kualitas kredit baik;
2) Semua instrumen hutang yang diukur dengan biaya perolehan diamortisasi (amortized cost) atau pada nilai wajar melalui pendapatan komprehensif lainnya (FVTOCI), pada awalnya diklasifikasikan dalam stage 1 tanpa memperhatikan kualitas kredit; dan
3) Tidak ada penurunan yang signifikan sejak pengakuan awal.
b. Stage 2
1) Kualitas kredit kurang baik; dan
2) Terjadi penurunan kualitas kredit yang signifikan sejak pengakuan awal atau arus kas kemungkinan tidak mencukupi.
c. Stage 3
1) Kualitas kredit memburuk; dan
2) Terjadi penurunan kualitas kredit yang signifikan sejak pengakuan awal atau arus kas kemungkinan tidak mencukupi.
Untuk menentukan penyisihan kerugian, langkah 1 harus dilakukan melalui ekspektasi kerugian kredit selama 12 bulan, sedangkan untuk
langkah 2 dan 3 harus dilakukan sepanjang umur kerugian kredit ekspektasian.
Untuk menentukan apakah instrumen keuangan secara signifikan meningkatkan risiko kredit dan untuk menilai penyisihan untuk rekening mencurigakan, lembaga keuangan, individu dan kelompok, tergantung pada karakteristik dan informasi risiko kredit yang tersedia, Atau keduanya. Sangat disarankan untuk menggunakan pendekatan kolektif ini untuk mengukur cadangan kerugian untuk mencapai tujuan memahami pengakuan kerugian kredit lifetime expected credit losses jika terjadi peningkatan risiko kredit. Untuk pemeriksaan kolektif, lembaga keuangan dapat mengklasifikasikan instrumen keuangan menurut risiko kredit yang relatif sama (shared credit risk). Misalnya industri, jenis kolateral, lokasi geografis debitur, sisa jangka waktu, dll.
4. Pengukuran & Penyajian Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, teknik evaluasi kerugian kredit ekspektasian (expected credit loss) adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan dalam menetapkan tingkat kerugian kelompok kredit dengan menggunakan metode statisktik (statistical method) berdasarkan internal credit risk rating grade perusahaan:
1) Perhitungan tingkat kerugian historis secara statistik menggunakan parameter berikut:
a) Probability of Default (PD)
i) Forward looking dilakukan dengan regresi linier terhadap faktor makro ekonomi untuk mendapatkan hubungan yang paling berpengaruh terhadap portfolio;
ii) Migration matrix transition model, menggunakan internal credit risk rating grade (rating system).
Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa tingkat migrasi outstanding kredit dari grade tertinggi ke grade terendah dengan menggunakan data historis 5 tahun;
iii) Perusahaan harus mengakui Probability of Default untuk setiap periode di masa depan hingga jatuh tempo dan dampaknya dihasilkan dari perubahan ekonomi makro untuk mendapatkan hubungan yang paling berpengaruh terhadap portofolio; dan
iv) Tingkat kemungkinan kejadian gagal bayar debitur dalam memenuhi kewajiban di masa yang akan datang, yang dapat diukur dengan pendekatan Migration matrix transition model.
Dalam kasus portofolio kredit, umumnya internal credit risk rating grade ditentukan berdasarkan periode tunggakan (delinquency stage). Selanjutnya, tingkat migrasi dihitung berdasarkan persentase nilai kredit atau jumlah rekening yang berpindah dari satu periode tunggakan terendah ke periode tunggakan dimana kredit dinilai tidak akan tertagih (default).
Selanjutnya, tingkat migrasi tersebut digunakan untuk menentukan tingkat kerugian kelompok kredit berdasarkan setiap periode tunggakan.
Probability of Default (PD) merupakan komponen utama dalam perhitungan kerugian kredit ekspektasian atau expected credit loss (ECL) dan dalam hal melakukan evaluasi setiap tanggal laporan berdasarkan kenaikan signifikan risiko kredit, maka Perusahaan menerapkan :
i) lifetime ECL
Untuk kredit kategori stage 2 & 3; dan ii) 12 – month ECL
Untuk kredit kategori stage 1.
b) Forward looking
i) Perusahaan melakukan proses korelasi antara credit factor dengan kumpulan faktor makro ekonomi dengan menggunakan pendekatan backward stepwise regression dengan mempertimbangkan berbagai indikator statistika, intuisi perusahaan, dan kemampuan ekonomis untuk menyediakan prediksi nilai faktor makro ekonomi terpilih;
ii) Indikator statistika yang digunakan dalam meninjau tingkat prediktif dari model :
(1) Nilai probabilitas (P–value), probabilitas untuk menentukan hipotesis null dapat diterima atau ditolak dalam model. Jika nilai kurang dari 5%, maka hipotesis null dimana faktor makro ekonomi mempengaruhi akan diterima;
(2) Nilai koefisien determinasi (R–squared), variabel untuk memprediksi seberapa besar kontribusi pengaruh variabel independen (dalam hal ini adalah faktor makro ekonomi) terhadap variabel dependen (dalam hal ini adalah credit factor). Dengan mempertimbangkan keterbatasan data, tolak ukur yang digunakan adalah lebih dari atau sama dengan 70%.
(3) Prinsip perhitungan forward looking adjustment (FLA)
Didasarkan oleh standar yaitu :
(a) Hubungan korelasi antara PD dengan faktor ekonomi dengan menggunakan regresi linear;
(b) Perhitungan FLA, PD dengan membuat peramalan terhadap parameter faktor makro ekonomi dengan menggunakan
model regresi terbaik dengan cara mendapatkan nilai R–squared tertinggi atau Tracking Signal paling kecil;
(c) Memperhitungkan hubungan korelasi antara PD dengan faktor makro ekonomi, menggunakan minimal 2 faktor makro ekonomi;
(d) Melakukan pengujian atau backtesting terhadap korelasi dan signifikansi dari masing-masing faktor makro ekonomi terhadap PD (P–value test dan R–
squared test);
(e) Menetapkan judgement scenario forward looking yang mencakup skenario terbaik (up turn/best scenario), skenario normal (business as usual), dan skenario terburuk (down turn/worst scenario); dan
(f) Faktor makro ekonomi yang digunakan, yaitu GDP, inflasi, dan harga tengah emas.
c) Loss Given Default,
i) Jumlah kerugian yang disebabkan debitur gagal memenuhi kewajiban berdasarkan pendekatan Recovery Rate;
ii) Pengelompokkan jenis kredit dari segmentasi produk (bankwide);
iii) Data historis LGD minimal 2 tahun;
iv) Cut off saldo default posisi awal adalah seluruh kredit yang telah default (rating 5 s.d 8 atau NPL) dan termasuk kredit hapus buku;
v) Data recovery adalah seluruh penerimaan arus kas, baik yang berasal dari pembayaran Nasabah, lelang dan penjualan agunan atau penerimaan dari pihak ketiga (misalnya asuransi dll). Khusus untuk segmentasi produk gadai memperhitungkan data recovery sampai dengan 3 bulan kedepan setelah default.
d) Exposure at Default (EAD), merupakan estimasi nilai buku pada saat terjadi gagal bayar, dengan mempertimbangkan arus kas instrumen keuangan terkait sampai dengan tanggal gagal bayar.
e) Discount Factor (DF)
i) Merupakan variabel untuk mendapatkan nilai kini dari hasil perhitungan kredit ekspektasian. Suku bunga Discount Factor (DF) yang dipakai adalah suku bunga
Effective Interest Rate (EIR) tahunan individual debitur atau kelompok debitur;
ii) Merupakan angka desimal untuk memperhitungkan arus kas dengan mendiskontokan kembali ke nilai sekarang (Present value); dan
iii) Faktor diskonto yang dipergunakan dalam perhitungan ECL adalah suku bunga kredit dari masing-masing produk.
f) Formulasi
ECL = PD x FLA x LGD x DF x EAD
Dimana:
ECL : expected credit loss PD : probability of default FLA : forward looking adjustment LGD : loss given default
DF : discount factor EAD : exposure at default
Dari formulasi di atas, perhitungan CKPN dengan Expected Credit Loss (ECL dapat dilihat didalam laporan posisi keuangan dan bisa dibandingkan dengan CKPN tahun lalu yang menggunakan metode Incurred Loss. Akibat dari pembesaran angka CKPN akan berdampak kepada penurunan laba perusahaan yang menerapkan PSAK 71.
b. Metodologi dan asumsi yang diaplikasikan ketika mengukur tingkat kerugian kelompok kredit wajib dikaji ulang secara berkala minimal setahun sekali untuk mengurangi perbedaan antara estimasi jumlah kerugian dengan jumlah kerugian aktual.