• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama oleh Nurhayati Siti pada tahun 2017 yang berjudul Pengaruh Citra Merek, Harga dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Handphone Samsung di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh citra merek, harga serta promosi terhadap keputusan pembelian Handphone Samsung di Yogyakarta. Metode pengambilan sampel mengunakan Convenience Sampling, dengan jumlah responden 65 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil uji t dapat disimpulkan bahwa variabel promosi berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian, sedangkan variabel citra merek dan harga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian.

Penelitian kedua oleh Larasari Ernie pada tahun 2018 yang berjudul Pengaruh Brand Ambassador dan Event Sponsorship Terhadap Purchase Intention dengan Brand Image Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Produk Smartphone Vivo pada Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang bukan merupakan pengguna smartphone Vivo. Sampel penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan menggunakan metode accidental sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan alat analisis SmartPLS.3.0 versi pelajar. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : (1) Brand ambassador berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap purchase intention, (2) Event sponsorship berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap purchase intention, (3) Brand ambassador berpengaruh

(2)

11

positif dan signifikan terhadap brand image. (4) Event sponsorship berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand image. (5) Brand image berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchase intention (6) Brand image mampu memediasi hubungan pengaruh brand Ambassador dengan purchase intention (7) Brand image mampu memediasi hubungan pengaruh event sponsorship dengan purchase intention.

Penelitian yang ketiga oleh Sagia Ayu pada tahun 2018 yang berjudul Pengaruh Brand Ambassador, Brand Personality dan Korean Wave Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Pada Mahasiswa Pengguna Skincare Nature RepublicAloe Vera Di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara). Jenis data penelitian yang digunakan adalah data kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 92 responden. Teknik yang digunakan adalah teknik regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara serempak Brand Ambassador, Brand Personality dan Korean Wave berpengaruhsignifikan terhadap keputusan pembelian skincare produk Nature Republic Aloe Vera di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Secara parsial, Brand Ambassador berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian, Brand Personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian, Korean Wave berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Skincare produk Nature Republic Aloe Vera di Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatera Utara.

Selanjutnya penelitian oleh Ilmi dkk pada tahun 2020 yang berjudul Pengaruh Choi Siwon Sebagai Brand Ambassador, Brand Image (Citra Merek) dan Cita Rasa Terhadap Keputusan Pembelian Mie Korean Spicy Chicken. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling serta menggunakan teknik linier berganda analisis dengan uji f dan uji t.

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa masing-masing variabel yaitu variabel brand ambassador, citra merek dan cita rasa secara bersama-sama dan parsial, memiliki pengaruh yang signifikan dan

(3)

12

signifikan terhadap keputusan pembelian Mie Korean Spicy Chicken. Uji f menghasilkan f hitung sebesar 18.077 dengan f tabel sebesar 2,728 dengan signifikansi 000b. Ketika untuk uji t diperoleh dari masing-masing variabel brand ambassador t hitung 2,120 dengan t tabel 0,037 untuk citra merek t hitung 2,675 dengan t tabel 0,009 dan cita rasa diperoleh t hitung 3,411 dengan t tabel 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel berpengaruh dan signifikan terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken. Telah diketahui juga variabel yang mendominasi dari masing-masing variabel, yaitu citra merek.

Penelitian terakhir oleh Desmayonda dan Trenggana pada tahun 2019 yang berjudul Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembelian dengan Religiusitas sebagai Variabel Intervening di Mujigae Resto Bandung. Penelitian ini merupakanpenelitian kuantitatif deskriptif – kausal dengan populasi Mujigae Resto Bandung yang tidak diketahui jumlahnya. Responden berjumlah 100 orang diambil dengan teknik non probability sampling jenis accidental sampling, yang mana peneliti menganalisis datanyamenggunakan analisis jalur. Berdasarkan hasil olah data diketahuilabel halal dan keputusan pembelian masuk dalam kategori baik dengan rentang nilai 68% - 84%, sedangkan religiusitas masukdalam kategori sangat baik. Label halal memiliki pengaruh terhadap religiusitas sebesar 57,6%, namun tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian. Sedangkan religiusitas memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian sebesar 19,3%. Pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian melalui religiusitas sebesar 68,7% sedangkan sisanya sebesar 31,3%dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian.

Berdasarkan penelitian yang dipaparkan diatas terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian saat ini dan penelitian terdahulu, terdapat variabel berbeda yang digunakan pada penelitian terdahulu seperti Nurhayati Siti (2017) yang menggunakan variabel harga dan promosi, Desmayonda dan Trenggana (2019) menggunakan variabel Religiusitas, Sagia (2018) yang menggunakan variabel Korean Wave, dan Larasari

(4)

13

Ernie (2018) menggunakan variabel Event Sponsorship. Adapun perbedaan yang lain diantaranya yaitu objek yang diteliti serta periode penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati Siti (2017), Sagia (2018), Desmayonda dan Trenggana (2019), serta Larasari Ernie (2018) berbeda.

Perbedaan yang lainnya adalah pada penelitian terdahulu dan saat ini yaitu teknik yang digunakan, yang mana peneliti menggunakan teknik SEM dengan aplikasi LISREL, sedangkan Larasari Ernie (2018) menggunakan aplikasi SmartPLS. Selain itu terdapat persamaan pada penelitian Ilmi dkk (2020) menggunakan objek penelitian yang sama yaitu Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

2.2 Kajian Teori 2.2.1 Pemasaran

Pemasaran adalah sebuah aktivitas pokok yang dilaksanakan oleh sebuah perusahaan dalam mempertahankan jalannya perusahaan, berkembang guna mendapat laba. Aktivitas pemasaran dibentuk demi memberikan arti melayani serta memuaskan kebutuhan pelanggan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.

Pemasaran menurut American Marketing Association (1960) mengatakan

“Pemasaran merupakan hasil dari prestasi kerja sebuah aktivitas usaha yang berhubungan dengan barang dan jasa yang berawal dari produsen hingga pada tangan konsumen”.

Pemasaran menurut Basu Swastha (2008:5) merupakan salah satu mekanisme keseluruhan dari aktivitas bisnis yang digunakan untuk merancang, memastikan harga, menawarkan, serta mendistribusikan barang maupun jasa guna memenuhi kebutuhan baik kepada pembeli ataupun yang akan membeli. Sedangkan menurut Agustina Shinta (2011:1) pemasaran merupakan proses dan manajerial yang membuat individu atau kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan serta diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan menukar produk yang

(5)

14

bernilai kepada pihak lain atau segala kegiatan menyangkut penyampaian produk mulai dari produsen hingga konsumen.

Dalam menjalankan suatu rencana atau strategi, dibutuhkan hal hal mendasar yang mendukung kesuksesan sebuah rencana atau strategi tersebut. Begitu juga dengan pemasaran. Marketing mix atau yang bisa disebut sebagai bauran pemasaran menurut A. Shinta (2011) merupakan rangkaian alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan, yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan oleh target pasar. Hal-hal yang mendasar dalam proses pemasaran menurut yaitu 4P (Price, Product, Place, Promotion).

1. Product

Produk merupakan barang atau jasa yang didesain dengan sedemikian rupa dengan tujuan akan dipasarkan. Produk yang berkualitas akan memiliki nilai jual tinggi serta menarik minat calon pembeli. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah, fungsi, kualitas, kemasan, penampilan, layanan, dukungan, dan garansi

2. Price

Harga merupakan besaran uang yang harus diberikan oleh konsumen kepada kita, untuk dapat menggunakan produk maupun jasa. Harga bisa saja murah atau mahal dapat disesuaikan dengan target pasar.

3. Place

Tempat dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasaran.

Tempat yang strategis akan mengundang banyak konsumen daripada tempat yang sulit dijangkau oleh konsumen. Yang perlu diperhatiakn dalan menentukan tempat merupakan lokasi yang mudah dijangkau, strategis dan jangkauan dukungan seperti website, telepon, dll.

(6)

15 4. Promotion

Promosi merupakan hal terpenting dalam proses pemasaran.

Sebab promosi merupakan kegiatan menawarkan produk atau jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Dalam promosi, terdapat beberapa hal yang biasa dilakukan seperti, periklanan, penjualan langsung, public relations, media, dan penentuan anggaran.

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk tetap hidup dan berkembang. Yang mana tujuan tersebut dapat diraih melalui usaha mempertahankan serta meningkatkan tingkat keuntungan atau laba. Tujuan ini dapat tercapai bila bagian pemasaran sebuah perusahaan menggunakan strategi yang baik untuk bisa menggunakan kesempatan maupun peluang pada pemasaran.

2.2.2 Strategi pemasaran menurut Sofjan Assauri (2013:15) merupakan serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang meberikan arah kepada usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan serta keadaan persaingan yang dapat berubah sewaktu-waktu.

2.2.2.1 Brand Ambassador

Royan (2004) mendefinisikan seseorang dapat dipercaya dalam mewakili sebuah merek. Penggunaan brand ambassador dipilih oleh perusahaan guna mengajak dan mempengaruhi konsumen untuk memakai sebuah produk, dan pemilihan brand ambassador biasanya seseorang yang berpengaruh seperti selebriti yang sedang naik daun. Sedangkan menurut Shimp (2010) bahwa brand ambassador adalah orang yang menjunjung suatu merek dari berbagai tokoh masyarakat populer, tidak hanya masyarakat populer akan tetapi juga orang biasa yang bisa disebut juga sebagai endorser biasa. Ada empat karakteristik yang diperlukan brand ambassador yang telah dikembangkan oleh Royan (2004) yang biasa disebut dengan model VisCAP yang terdiri dari,

(7)

16 1. Visibility (Kepopuleran)

Kepopuleran mempunyai dimensi seberapa jauh popularitas selebriti yang mewakili sebuah produk. Apabila dihubungkan dalam kepopuleran, sehingga bisa ditentukan dengan berapa banyaknya fans yang dipunyai oleh seorang celebrity brand ambassador dalam kepopulerannya dan bagaimana seringnya seorang selebriti tampil didepan publik.

2. Credibility (Kredibilitas)

Kredibilitas seorang selebriti lebih banyak berkaitan dengan dua hal, yaitu keahlian dan objektivitas. Keahlian ini akan terhubung pada pengetahuan selebriti tentang produk yang akan diiklankan. Sedangkan objektivitas lebih bersangkutan dengan kemampuan selebriti tersebut untuk memberikan keyakinan atau kepercayaan pada konsumen suatu produk.

Selebriti yang sudah dapat citra atau kepercayaan kredibilitas akan mempresentasikan merek yang akan dipromosikan. Produk yang akan dipromosikan akan sesuai dengan pandangan yang diharapkan oleh masyarakat.

3. Attraction (Daya Tarik)

Seberapa banyak yang menerima pesan dalam iklan terkait pada daya tarik brand ambassador. Brand ambassador dapat disebut sukses apabila bisa merubah pandangan serta tingkah laku pembeli melalui metode daya tarik. Daya tarik brand ambassador mempunyai beberapa faktor sebagai berikut:

a. Physical Likability, merupakan opini masyarakat berkaitan dengan rupa fisik selebriti yang dianggap menarik. Biasanya masyarakat menyukai brand ambassador yang mempunyai fisik sempurna misal cantik, tampan, berbadan ideal, dan lain-lain.

(8)

17

b. Non-physical Likability, merupakan opini masyarakat berkaitan dengan penampilan non-fisik atau bisa disebut kepribadian dari seorang selebriti brand ambassador. Biasanya, masyarakat menyukai selebriti yang ceria, terbuka, humoris, dan alami.

c. Similarity, merupakan persepsi masyarakat berkaitan dengan kesamaan yang dimiliki oleh selebriti tersebut. Entah dari faktor usia, hobi, aktivitas yang dilakukan, serta masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada pemasarannya.

4. Power (Kekuatan)

Seorang public figure yang ada dalam sebuah pariwara harus mempunyai ketrampilan untuk mengajak audiens membeli produk. Power merupakan seberapa besar kemampuan seorang public figure dapat mengajak audiens serta memikirkan produk yang sedang dipromosikan untuk dibeli.

Lea-Greenwood (2012) menyatakan brand ambassador ialah media atau sarana yang dipakai oleh sebuah perusahaan guna bercakap dan terhubung dengan audiens, tentang bagaimana mereka menggunakan kesempatan tersebut sebagai ajang promosi menjual produk maupun jasa.

Sesuai pengertian-pengertian diatas yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa brand ambassador merupakan individu atau kelompok yang mempunyai keahlian, daya tarik, sedang populer, dan memiliki kekuatan dalam mempresentasikan sebuah produk atau menyampaikan message guna mengajak konsumen untuk membeli produk tersebut.

2.2.2.2 Brand Personality

Kepribadian seseorang bisa terbentuk dari berbagai komponen kehidupan yang ada pada sekitar orang yang bersangkutan, seperti teman,

(9)

18

aktifitas, lingkungan, cara berpakaian, role model dan sebagainya, begitupun dengan merek. Brand personality bisa terbentuk dari berbagai komponen yang berhubungan dengan merek tersebut. Menurut Knapp (2001), brand personality tercipta oleh dua faktor yang sangat penting, yaitu :

1. Personal atau spesial, mencakup kebiasaan dan selera konsumen.

2. Kepribadian yang menyertakan poin emosi atau perasaan sebagai gabungan antara pribadi pada merek dan pribadi pada pelanggan.

Faktor kepribadian ini mencakup harga diri, ego, humor, serta seksualitas.

Kotler & Keller (2006) mengemukakan “Brand personality as the specific mix of human traits that may be attributed to a particular brand.”

Yang bila diartikan adalah brand personality sebagai campuran khusus dari sifat-sifat manusia yang dapat dikaitkan dengan merek tertentu. Brand personality adalah gabungan sifat serta sifat manusia yang berpindah pada produk seolah produk tersebut adalah manusia. Sedangkan menurut Aaker (1997), brand personality diartikan sebagai “a set of a human characteristics associated with a brand”. Pada tahapan Maslow, brand personality memiliki maksud untuk mengangkat produk yang di pasarkan naik ke tingkat yang lebih tinggi yaitu pada angka kebutuhan akan kepuasan, rasa memiliki, cinta serta penghargaan (Ouwersloot dan Tudorica, 2001:2).

Hermawan Kertajaya (2000:443) menyatakan bahwa brand juga memiliki fungsi untuk membedakan kualitas produk satu dengan yang lain, kemudian konsumen dapat mengetahui perbedaannya. Brand juga menjadi jaminan dari produsen atas hasil karyanya. Sebab itu, produsen tidak boleh sembarangan dalam membuat produk. Dalam brand personality terdapat lima indikator yang disampaikan oleh Kotler dan Amstrong (2006:140) yaitu,

(10)

19

1. Excitement mempresentasikan kepribadian yang menyenangkan atau mungkin menggairahkan, yang mana pada poin ini adalah daring (berani), spirited (semangat), imaginative (penuh imajinasi),serta up-to-date (modern).

2. Sincerity merupakan ketulusan, kejujuran atau kesungguhan. Yang termasuk dalam indikator ini adalah down-to-earth (rendah hari), honest (jujur), wholesome (bijak), serta cheerful (gembira).

3. Ruggedness mempresentasikan kepribadian yang tangguh atau kuat juga keras. Poin ini antara lain, masculine (jantan), outdoorsy, western (kebarat-baratan), tough (tangguh), juga rugged (keras).

4. Competence menggambarkan kepribadian yang bisa diandalkan atau yang memiliki kemampuan. Indikator ini terdiri dari reliable (terpercaya), intelligent (pandai), serta succesful (sukses).

5. Sophistication merupakan kepribadian pembentuk pengalaman yang memuaskan. Indikatornya antara lain, upperclass (berkelas), charming (memikat), smooth (halus), dan juga good looking (enak dipandang).

2.2.3 Citra Merek

Citra atau image merupakan pandangan masyarakat terhadap produk atau perusahaan. Citra terbentuk oleh banyak faktor diluar kontrol sebuah perusahaan. Menurut Kotler dalam Melka Neria (2012), citra merupakan kepercayaan, ide, serta persepsi seseorang terhadap sesuatu.

Supranto (2011) mengatakan citra merek adalah apa yang konsumen pikirkan dan dirasakan disaat mendengar atau melihat nama sebuah merek atau simpulannya apa yang konsumen ketahui tentang merek tersebut.

Peter dan Olson (dalam Ratri, 2007:47) menjelaskan citra merek sebagai persepsi konsumen dan pilihan terhadap merek, seperti yang telah

(11)

20

direfleksikan oleh banyak macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Yang mana tiga faktor brand association adalah,

1. Strength merupakan kekuatan merek, jika seringkali informasi tentang merek tersebut masuk dalam benak konsumen juga diolah oleh data sensorik pada otak sebagai bagian dari brand image. Apabila konsumen sering membayangkan serta memikirkan arti informasi tentang sebuah produk maka semakin kuat daya ingat konsumen akan produk tersebut.

2. Favorable merupakan yang terfavorit dari konsumen terhadap merek, yang membuat kepercayaan konsumen semakin tinggi dengan memberikan karakter serta manfaat yang diberikan oleh suatu merek bisa memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen sehingga membentuk sikap yang positif pada merek tersebut.

3. Uniqueness membuat kesan unik serta perbedaan yang berarti diantara brand lain yang juga membuat konsumen tidak memiliki alasan untuk tidak memilih brand tersebut.

Keller mendefinisikan brand image sebagai:

1. Pandangan tentang merek yang dibayangkan oleh konsumen yang berpacu pada ingatan konsumen.

2. Cara masyarakat tebayang tentang suatu merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, ataupun pada waktu memikirkannya, mereka tidak bertatap muka secara langsung dengan produk.

Menciptakan brand image atau citra merek yang positif bisa diraih dengan metode pemasaran yang kuat terhadap sebuah produk, yang unik serta mempuyai kelebihan yang bisa dipamerkan, yang menjadi pembeda dengan produk pesaing lainnya. Kombinasi yang baik antara faktor-faktor pendukung bisa membangun citra merek yang kuat bagi konsumen.

(12)

21 2.2.4 Cita Rasa

Cita rasa pada sebuah makanan berperan sangat penting, untuk memenuhi kebutuhan akan makanan konsumen akan memilih cita rasa yang baik dari sebuah produk makanan. Maka seluruh pengusaha saling bersaing untuk menciptakan sebuah cita rasa yang khas dan berbeda pada setiap produk makanannya. Cita rasa adalah hasil dari indera perasa (taste buds) yang berada pada lidah, pipi, kerongkongan, atap mulut, yang termasuk pada bagian dari cita rasa. Cita rasa menurut Stanner & Butriss (2009) adalah bentuk kerja sama yang dihasilkan dari lima jenis indera manusia.

Drummond KE dan Brefere LM (2010), mengemukakan bahwa cita rasa adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membedakan rasa (taste) dari suatu makanan. Cita rasa menurut Setyaningsih (2010) sebagai suatu produk makanan yang menjadi faktor penentu apakah produk tersebut dapat diterima oleh konsumen ataupun tidak. Berdasarkan pada teori Drummond KE dan Brefere LM (dalam Sari, 2013) citarasa memiliki tiga indikator yang mana diantaranya tersebut adalah,

1. Bau, ciri khas, dan aroma

Bau adalah salah satu unsur cita rasa dalam makanan, misal memnyampaikan aroma atau bau. Sehingga dapat menangkap rasa dari makanan tersebut. Bau bisa dirasakan dengan hidung. Jika bau makanan berbeda sehingga akan berimbas terhadap rasa. Bau makanan mememastikan kelezatan dari bahan makanan yang terkandung di dalamnya.

2. Rasa

Rasa bertentangan dengan bau yang banyak mengaitkan panca indra lidah. Rasa bisa diketahui serta dibedakan oleh lidah. Untuk menambahkan cita rasa pada makanan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara misalnya memberikan rasa pedas. Yang mana saat ini banyak orang

(13)

22

mengenal empat rasa utama yaitu, salty (asin), sour (asam), bitter (pahit), juga sweet (manis).

3. Tekstur

Salah satu indikator penting dalam cita rasa adalah tekstur.

Tekstur serta konsistensi pemakaian bahan bisa merajai cita rasa yang dikeluarkan oleh bahan tersebut. Semakin kental suatu bahan , penerimaan terhadap intensutas rasa, bau serta cita rasa semakin berkurang.

2.2.5 Label Halal

Label merupakan teks, gambar, atau kombinasi keduanya yang di masukkan dalam wadah atau kemasan produk dengan cara menyisipkan, menempel, atau mencetak tulisan tersebut yang termasuk ke dalam bagian kemasan. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi lengkap dari isi wadah atau kemasan produk. Kata halal (halāl, halaal) merupakan istilah bahasa Arab yang berarti "diizinkan" atau "diperbolehkan". Secara etimologis, Yusuf (2007) memaparkan kata halal mengacu pada hal-hal yang diperbolehkan dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat pada peraturan yang melarangnya.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan merupakan setiap keterangan tentang pangan yang berbentuk gambar, tulisan, maupun kombinasi, atau bentuk lain yang disertakan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau pada bagian kemasan. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal mengatakan bahwa yang termasuk dalam label halal merupakan tanda kehalalan sebuah produk.

Menurut Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji (2003) label halal adalah penyematan tulisan atau pernyataan halal pada sampel atau bungkus suatu produk guna menunjukan bahwa produk yang tersebut dapat dikatakan atau berstatus sebagai produk halal. Label

(14)

23

halal didapatkan setelah memperoleh sertifikat halal. Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengatakan kehalalan subuah produk searah dengan syariat islam.

Sertifikat halal tersebut menjadi syarat untuk mendapatkan ijin pembubuhan label halal yang ada pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang bersangkutan. Yang mana produk halal didefinisikan oleh Burhanuddin (2011) sebagai produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam. Terdapat empat indikator dalam label halal yaitu,

1. Gambar, yang berasal dari hasil tiruan berbentuk pola (hewan, orang, tumbuhan, dan sebagainya).

2. Tulisan, merupakan hasil dari menulis yang bisa dibaca oleh konsumen.

3. Gambar dan tulisan merupakan gabungan atau kombinasi antara hasil gambar serta tulisan yang disatukan menjadi satu bagian.

4. Menempel pada kemasan merupakan sesuatu label yang menempel atau melekat (dengan sengaja ataupun tidak) pada kemasan atau pelindung suatu produk.

2.2.6 Keputusan Pembelian

Menurut Munandar (2001) definisi keputusan membeli merupakan proses pengenalan masalah (problem recognition), pencarian informasi, penilaian (evaluasi) serta seleksi pada alternatif produk, seleksi perantara distribusi dan mengimplementasi keputusan kepada produk yang akan dibeli atau digunakan. Keputusan dalam membeli menurut Kotler dan Armstrong (2008) merupakan keputusan konsumen dalam membeli merek yang paling disukai dari berbagai macam pilihan yang ada. Sedangkan menurut Kotler (2009) keputusan membeli terdapat beberapa tahapan yang terjadi pada konsumen sebelum melakukan sebuah keputusan pembelian sebuah produk. Yang mana keputusan pembelian sebenarnya diambil oleh

(15)

24

konsumen merupakan rangkaian dari beberapa keputusan yang terorganisir.

Ada lima tahapan dalam keputusan pembelian menurut Kotler yang terjadi pada individu dalam melaksanakan pembelian, yaitu:

1. Pengenalan kebutuhan

Langkah pertama dalam keputusan membeli, pembeli merasakan masalah dalam kebutuhan terhadap produk yang akan dibeli. Pembeli akan menganggap adanya perbedaan antara keadaan realita serta keadaan yang di impikan. Kebutuhan dapat diakibatkan oleh rangsangan internal (kebutuhan) juga pengaruh eksternal yaitu pengaruh dari pemakai produk yang sama cocok dengan kebutuhan.

2. Pencarian informasi

Langkah selanjutnya dalam keputusan pembelian yaitu keinginan pembeli untuk menggali fakta lebih banyak. Pembeli kemungkinan hanya meningkatkan atau bisa saja hanya aktif mencari informasi.

3. Evaluasi alternatif

Mekanisme yang dilakukan oleh konsumen guna mencari informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi alternatif yang ada, langkah dalam menentukan produk yang mungkin akan dibeli.

4. Keputusan pembelian

Selanjutnya, konsumen berencana membeli suatu produk dan akan memilih produk tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.

5. Tingkah laku setelah pembelian

Kegiatan selanjutnya seusai membeli produk akan timbul perasaan puas atau tidak konsumen tersebut pada suatu produk yang digunakan.

Seluruh produk mempunyai tingkat keterkaitan yang bertentangan dalam setiap pengambilan keputusan pembelian. Boone dan Kurtz (2010) mengemukakan terdapat dua tingkatan berbeda dalam keterlibatan, yang awalnya produk dengan tingkat keterkaitan tinggi merupakan produk- produk yang memberikan pengaruh sosial dan ekonomi yang tinggi bagi konsumen. Yang selanjutnya ialah produk dengan keterkaitan tingkat

(16)

25

rendah yaitu produk-produk yang sering dibeli setiap harinya dan tidak memberikan pengaruh besar bagi konsumennya. Kotler (2009) mengatakan bahwa dalam keputusan pembelian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu:

1. Kemantapan dalam membeli sebuah produk 2. Kebiasaan dalam membeli sebuah produk 3. Memberikan rekomendasi kepada orang lain 4. Melakukan pembelian ulang

Kerangka Berpikir

Hubungan antara Brand Ambassador, Brand Personality, Citra Merek, Cita Rasa, dan Label Halal terhadap keputusan pembelian dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kerangka konsep pemikiran yang akan di uji dalam penelitian. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1.2 Kerangka Berpikir

Sumber: Peneliti,2021

Brand Personality (X2)

Cita Rasa (X4)

Citra Merek (X3) Keputusan Pembelian (Y)

Brand Ambassador (X1)

Labelisasi Halal (X5) X1.1 Visibility

X1.2 Credibility X1.3 Attraction X1.4 Power

X2.1 Excitement X2.2 Sincerity X2.3 Ruggednes X2.4 Competence X2.5 Sophistication

X3.1 Strength X3.2 Favorable X3.3 Uniqueness

X4.1 Bau, ciri khas, aroma X4.2 Rasa

X4.3 Tekstur

X5.1 Gambar X5.2 Tulisan

X5.3 Gambar dan Tulisan X5.4 Menempel pada Tulisan

Y1.1 Kemantapan pada sebuah produk

Y1.2 Kebiasan membeli produk Y1.3 Memberikan rekomendasi kepada orang lain

Y1.4 Melakukan pembelian ulang

(17)

26 Perumusan Hipotesis

Menurut Sudjana (2005) hipotesis penelitian merupakan asumsi atau dugaan sementara perihal yang bertujuan untuk menjelaskan serta membutuhkan kajian ulang. Dikatakan sementara sebab jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka berpikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

H1 : Brand Ambassador berpengaruh terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

H2 : Brand Personality berpengaruh terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

H3 : Citra Merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

H4 : Cita Rasa berpengaruh terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

H5 : Label Halal berpengaruh terhadap keputusan pembelian Mie Sedaap Korean Spicy Chicken.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu tahap dalam hirarki komunikasi merek (hierarchy of branding ), citra merek atau lebih kenal dengan sebutan brand image memegang peranan penting

Pengaruh Brand Ambassador dan Korean Wave Terhadap Citra Merek Serta Dampaknya Pada Keputusan Pembelian ( Survei Online Pada Konsumen Innisfree Di Indonesia Dan

Citra merek yang positif, rekemondasi atau ajakan dari seseorang, dan pengalaman terhadap merek produk yang memuaskan akan menimbulkan rasa suka dan perasaan positif

Singkatnya, brand personality terhadap loyalitas pelanggan juga dikemukakan oleh Gobe (2005:150) yang menjelaskan bahwa merek-merek dengan brand personality yang kuat memiliki

Periklanan di media massa dapat digunakan untuk membentuk (brand awareness) dan menciptakan citra merek (brand image) sebagai daya tarik simbolis bagi suatu

Penelitian ini dengan judul “Pengaruh Label Halal, Kesadaran Halal, Komposisi Produk Halal, Electronic Word of Mouth E-WOM, Citra Merek dan Persepsi Harga Terhadap Keputusan Pembelian

Lampiran 1 : Kuesioner KUESIONER PENELIT PENGARUH KREDIBILITAS BRAND AMBASSADOR GIRL GRUP TWICE, CITRA MEREK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SKINCARE

DAFTAR PUSTAKA Andriansyah, 2016, Pengaruh Label Halal, Citra Merek dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Teh Racek Studi Kasus pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi