• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek

Merek (brand) menjadi elemen yang penting bagi perusahaan. Merek bukan hanya sebuah nama, logo, atau simbol, tetapi memiliki peranan yang jauh lebih besar daripada itu. Merek dapat berperan sebagai payung representasi produk atau jasa yang ditawarkan, dapat berperan sebagai perusahaan, dapat berperan sebagai orang, atau bahkan berperan sebagai negara. Berikut adalah beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai merek.

Kotler dan Amstrong (1999) serta Keller (2001) berpendapat bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai diferensiasi produk (Ferrinadewi, 2008). Masih dalam sumber yang sama, Keegan et al. (1995) berpendapat bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu. Sedangkan menurut Stanton (1999) mengemukakan merek sebagai nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur- unsur ini dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual (Kertajaya, 2010).

Pada dasarnya suatu merek juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan ciri- ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa jaminan kualitas. Merek sendiri digunakan untuk beberapa tujuan yaitu, sebagai identitas, alat promosi, untuk membina citra, untuk mengendalikan pasar. Lebih jauh, merek sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelelola dengan tepat.

Durianto (2004) berpendapat bahwa merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada

               

(2)

konsumen. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam makna. Makna pertama adalah sebagai atribut produk, merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri dan mengingatkan pada atribut- atribut tertentu. Misalnya kemasan produk, jika suatu merek mempunyai kemasan yang menarik, konsumen dapat mengingat suatu merek walaupun hanya melihat kemasannya saja. Makna kedua yaitu sebagai manfaat (benefit), meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Makna ketiga yakni sebagi nilai (value), merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Salah satu contohnya adalah suatu merek harus bisa menyelenggarakan program CSR (Corporate Social Responsibility) terhadap lingkungan sekitar, sehingga lingkungan sekitar pun dapat turut merasakan nilai yang dihasilkan merek tersebut yang pada akhirnya akan memberikan nilai tersendiri bagi perusahaan. Makna keempat adalah merek sebagai budaya (culture), suatu merek juga mencerminkan budaya tertentu. Kelima, makna merek adalah cerminan dari kepribadian tertentu. Makna terakhir adalah merek membedakan pemakai (user), menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.

Menurut Aaker (dalam Nitisusastro, 2010) merek menawarkan dua jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan emosional. Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan. Sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama konsumsi. Manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis, Heggelson & Suphelen (2004) menyatakan manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologis yang akan diperoleh konsumen ketika ia menggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut , artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus merek itu sendiri (Rangkuti, 2004).

               

(3)

Berikut adalah model yang menjelaskan bahwa merek lebih dari sekedar produk :

Gambar 2.1 Merek Lebih Daripada Produk, (Aaker & Joachimstahler, 2000)

Sumber : (Ferrinadewi, 2008)

Berbagai definisi merek diatas menekankan bahwa merek erat kaitannya dengan alam pikir manusia. Alam pikir manusia meliputi semua yang eksis dalam pikiran konsumen terhadap merek seperti perasaan, pengalaman, citra, persepsi, keyakinan, sikap sehingga dapat dikatakan merek adalah sesuatu yang sifatnya immaterial. Merek merubah atau mentransformasi hal yang sifatnya tangible menjadi sesuatu yang bernilai. Proses transformasi berjalan dengan menyediakan sesuatu yang bernilai. Proses ini sepenuhnya menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan atau menghentikannya.

2.2 Citra (Image)

Citra (image) merupakan suatu komponen pendukung bagi sebuah brand yang mewakili mutu suatu produk. Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan citra sebagai persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Sedangkan

Scope Attribute Uses Quality/ Value Functional Benefit Product Brand Personality Symbols User Imagery Self-expressive Benefit Emotional Benefit Brand Relationship Quality of Origin Organizational Association Brand                

(4)

menurut Kandampully dan Suhartanto (2008), citra dapat didefinisikan sebagai suatu kesan atau persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu, misalnya produk, sebagai suatu refleksi atas evaluasinya terhadap produk tersebut. Citra akan sangat mempengaruhi pola perilaku konsumen, maka dari itu perusahaan harus mampu membentuk citra prositif karena citra merupakan determinan apakah konsumen akan menjadi konsumen yang loyal atau berpindah untuk menggunakan produk pesaing. Jika konsumen merasakan citra yang bagus maka niat berperilaku mereka adalah positif seperti keinginan untuk melakukan pembelian ulang, meningkatkan pembelian, dan berkeinginan untuk merekomendasikan produk yang telah dikonsumsinya kepada orang lain, Zeithaml, dkk 1996 (Suhartanto, 2008). Sebaliknya, jika citra yang dirasakan konsumen terhadap suatu produk buruk maka niat berperilakunya menjadi negative seperti berpindah ke penyedia produk lain dan menimbulkan word-of-mouth communication yang negatif.

Gambar 2.2 Model Efek Citra terhadap Perilaku Konsumen Sumber : (Suhartanto, 2008)

Menurut Kotler (2000) image yang positif mempunyai 3 fungsi, pertama, membentuk karakter produk atau perusahaan. Kedua, image membentuk karakter tersebut dengan cara tersendiri, sehingga tidak keliru dengan pesaing. Ketiga, image menyalurkan kekuatan emosional. Image atau citra lahir dari suatu

Citra

Baik

Buruk Niat Berperilaku Negatif

Perilaku : Belanja meningkat, bersedia membayar

lebih, merekomendasikan

kepada orang lain. Perilaku : Belanja berkurang, membeli produk lain,

biaya promosi meningkat, direkomendasi orang lain. Niat Berperilaku Positif                

(5)

persepsi, dan setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama karena ada tiga proses pembentukan persepsi. Pertama, selective attention, dimana individu tidak dapat merawat seluruh stimuli atau rangsangan yang diterima karena kapasitas untuk memperoleh stimuli tersebut terbatas, maka rangsangan- rangsangan tersebut diseleksi. Kedua, selective distortion, kecenderungan untuk merubah informasi yang didapat menjadi sesuai dengan yang diduga olehnya. Ketiga, selective retention, individu mempunyai kecenderungan untuk merubah informasi tetapi mereka akan tetap menyimpan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka.

2.3 Citra Merek (Brand Image)

Gambar 2.3 Hierarchy of Branding Sumber : (Wijaya, 2011a)

Ketika pertama kali diluncurkan, merek masih dalam tahap mengetuk kesadaran konsumen, sehingga konsumen hanya sebatas mengenal atau mengetahui sedikit mengenai merek. Tahap ini disebut brand awareness. Semakin dikenal, semakin banyak pula atribut maupun benefit- benefit merek yang diketahui oleh konsumen, sehingga konsumen tidak lagi sekedar mengenal tetapi juga mengetahui lebih banyak tentang merek atau produk tersebut. Tahap ini disebut dengan brand knowledge. Seiiring berjalannya waktu dan instensifnya komunikasi, konsumen kemudian memiliki persepsi tertentu atau

Brand Awareness Brand Knowledge Brand Loyalty Brand Experience Brand Image Brand Spirituality

Mind Share Market

Share

Heart Share Social Share                

(6)

mengasosiasikan sesuatu terhadap merek tersebut sehingga membentuk citra dibenak konsumen (brand image).

Tahapan setelah konsumen memiliki pandangan terhadap suatu merek, konsumen tentunya telah mencoba produk dari merek tersebut yang akan menjadikan konsumen memiliki pengalaman khusus mengenai merek tersebut. Tahapan ini disebut brand experience. Kombinasi antara citra positif dan negative dan pengalaman menarik yang memberi makna serta perasaan khusus, pada akhirnya akan menguatkan posisi merek dibenak konsumen. Sehingga merek memiliki ekuitas yang baik dan cenderung disukai oleh konsumen. Merek yang disukai dan memiliki ekuitas cenderung mengikat loyalitas konsumen yang akan membuat konsumen tidak mudah untuk pindah ke lain merek. Tahap ini disebut brand loyalty. Pada akhirnya, konsumen tidak hanya menyukai sebuah merek tetapi juga mempunyai sense of belonging yang kuat terhadap merek. Pada tahap ini, konsumen cenderung akan berusaha mengajak orang lain turut merasakan kepuasan yang mereka rasakan. Kemudian tak jarang konsumen- konsumen tersebut akan membentuk sebuah komunitas yang kuat. Inilah puncak pencapaian sebuah merek dihati konsumen ketika sebuah merek menjadi jawaban atas kebutuhan konsumen, yakni brand spirituality.

Sebagai salah satu tahap dalam hirarki komunikasi merek (hierarchy of branding), citra merek atau lebih kenal dengan sebutan brand image memegang peranan penting dalam pengembangan sebuah merek karena sebuah citra merek menyangkut reputasi yang kemudian menjadi “pedoman” bagi konsumen untuk mencoba atau menggunakan suatu produk barang atau jasa sehingga menimbulkan pengalaman tertentu (brand experience) yang akan menentukan apakah konsumen akan menjadi loyalis merek atau sekedar oportunis dengan kata lain mudah berpindah ke lain merek.

Brand image adalah sekumpulan asoasiasi merek yang terbentuk di benak konsumen (Rangkuti, 2004). Sedangkan menurut Kotler (2007) brand image adalah sejumlah keyakinan tentang merek. Riezebos (2003) a brand image is a subjective mental picture of a brand shared by a group of consumers. Citra merek adalah persepsi atau kesan tentang suatu merek yang direfleksikan oleh

               

(7)

sekumpulan asosiasi yang menghubungkan pelanggan dengan merek dalam ingatannya (Keller, 1993). Shimp 2003 (dalam Wijaya, 2011b) berpendapat bahwa citra merek atau brand image dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu, asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek.

Davis (2000) mendeskripsikan merek sebagai karakteristik- karakteristik tertentu seperti manusia, semakin positif deskripsi tersebut semakin kuat citra merek dan semakin banyak kesempatan bagi pertumbuhan merek itu. Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek (Peter J.P, 2002).

Drezner (2002) mengungkapkan bahwa konsumen tidak bereaksi terhadap realitas melainkan terhadap apa yang mereka anggap sebagai realitas, sehingga citra merek dilihat sebagai serangkaian asosiasi yang dilihat dan dimengerti konsumen dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari pengalaman dengan merek tertentu secara langsung maupun tidak langsung. Asosiasi ini terbentuk berdasarkan kualitas fungsional sebuah merek ataupun dengan individu ataupun sebuah acara yang berhubungan dengan merek tersebut. Meskipun tidak mungkin setiap konsumen memiliki pandangan terhadap citra merek yang sama persis, namun persepsi mereka secara garis besar memiliki bagian- bagian yang serupa.

Menurut Aaker (dalam Simamora, 2004) citra merek adalah seperangkat asosiasi yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar. Asosiasi- asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen. Merek merupakan simbol dan indikator dari kualitas sebuah produk. Oleh karena itu, merek- merek yang sudah lama akan menjadi sebuah citra bahkan simbol status bagi produk tersebut yang mampu meningkatkan citra pemakainya. Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai,

               

(8)

serta evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek afektif). Terkadang citra merek tertentu sesuai dengan citra diri konsumen, secara umum konsumen berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan citra diri dengan memilih produk dan merek dengan citra atau kepribadian yang mereka anggap sesuai dengan citra diri mereka dan menghindari merek- merek yang kurang sesuai.

2.4 Fungsi dan Peran Citra Merek

Boush dan Jones (dalam Kahle 2006) mengemukakan bahwa citra merek (brand image) memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai pintu untuk memasuki pasar (market entry), sumber nilai tambah produk (source of added product value), penyimpan nilai perusahaan (corporate store of value) dan kekuatan dalam penyaluran produk (channel power). Berkaitan dengan fungsi market entry, citra merek berperan penting dalam hal pioneering advantage, brand extension dan brand alliance. Produk pionir dalam sebuah kategori yang memiliki citra merek kuat, akan mendapatkan keuntungan karena biasanya produk follower kalah pamor dibandingkan dengan produk pionir. Bagi follower tentunya akan membutuhkan biaya tinggi untuk menggeser produk pionir yang memiliki citra merek kuat tersebut. Disinilah keuntungan produk pionir (pioneering advantages) yang memiliki citra merek kuat dibandingkan produk pionir yang memiliki citra merek lemah atau atau produk komoditi tanpa merek.

Citra merek juga memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan merek dari satu pasar produk ke pangsa pasar lain melalui perluasan merek. Strategi ekstensi merek (brand extension) semakin menjadi suatu hal yang menarik sebagai cara untuk mengurangi biaya yang luar biasa dari pengenalan produk baru (Aaker, 1991). Menurut Ragio dalam Journal of Management (2007), salah satu strategi yang paling populer untuk meningkatkan citra merek adalah melalui aliansi merek (brand alliance). Sebuah aliansi merek dapat digambarkan sebagai hubungan jangka pendek atau jangka panjang bahkan kombinasi atribut berwujud (tangibles) dan tidak berwujud (intangibles) yang terkait dengan mitra merek. Salah satu tipe paling populer dari kemitraan adalah co-brand.

Co-               

(9)

branding dapat didefinisikan sebagai penempatan dua nama merek pada satu produk atau paket.

Fungsi berikutnya dari citra merek adalah sebagai sumber nilai tambah produk (source of added product value). Para pemasar mengakui bahwa citra merek tidak hanya merangkum pengalaman konsumen dengan produk dari merek tersebut, tetapi benar- benar dapat mengubah pengalaman itu. Selanjutnya citra merek sebagai penyimpan nilai perusahaan (corporate store of value). Nama merek merupakan penyimpan nilai dari hasil investasi biaya iklan dan peningkatan kualitas produk yang terakumulasikan. Perusahaan dapat menggunakan penyimpanan nilai ini untuk mengkonversi ide pemasaran menjadi nilai keuntungan kompetitif jangka panjang. Sementara itu, nama merek dengan citra yang kuat akan berfungsi baik sebagai indikator kekuatan dalam saluran distribusi. Hal ini berarti bahwa merek tidak hanya berperan penting secara horizontal dalam melengkapi pesaing, tetapi juga secara vertikal yakni dalam memperoleh saluran distribusi dan memiliki control dan daya tawar menawar terhadap persyaratan yang dibuat oleh distributor (Aaker, 1991).

2.5 Dimensi Citra Merek

Gambar 2.4 Model Citra Merek

Sumber : (Keller, 1993). Olahan penulis, 2013. Brand Image Types of Brand Association Uniqueness of Brand Association Favorability of Brand Association Strength of Brand Association                

(10)

Keller menyatakan bahwa citra berhubungan jenis asosiasi merek, kesukaan terhadap asosiasi merek, kekuatan asosiasi merek dan keunikan asosiasi merek. Pertama, jenis asosiasi merek atau types of brand association. yang digunakan dalam model Keller adalah atribut- atribut merek, manfaat merek dan konsepsi. Atribut merek (brand attributes) adalah fitur deskriptif yang menjadi ciri suatu produk atau jasa. Sedangkan manfaat merek (brand benefit) merupakan nilai personal dan arti yang diberikan oleh atribut produk atau jasa kepada konsumen. Manfaat merek terdiri dari manfaat fungsional, manfaat simbolis dan manfaat pengalaman. Secara umum, pengalaman langsung (direct experiences) menghasilkan atribut merek dan manfaat asosiasi merek yang lebih kuat.

Kedua, asosiasi merek harus disukai (favorability of brand association) dapat terjadi jika perusahaan mampu menyampaikan asosiasi tersebut. penyampaian tersebut ditentukan oleh tiga faktor yaitu kemampuan aktual atau potensial suatu produk, prospek saat ini atau di masa yang akan datang untuk mengkomunikasikan kinerja, dan keberlanjutan secara aktual dan kinerja yang dikomunikasikan.

Ketiga, kekuatan asosiasi merek (strength of brand association) dapat dihasilkan oleh kedalaman berfikir seseorang tentang informasi produk dan dihubungkan dengan pengetahuan merek yang telah ada. Dua faktor yang dapat memperkuat asosiasi merek dengan informasi adalah hubungan personal dan konsistensi dari informasi yang disampaikan. Untuk dapat menjadi posisi pertama yang diingat dalam benak konsumen (top of mind), produk atau jasa harus memiliki citra merek yang positif, citra merek dapat dibentuk berdasarkan asosiasi- asosiasi merek yang dipilih dan di persepsikan secara positif oleh konsumen. Keempat, keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) dapat didasarkan pada atribut yang terkait dengan produk (product related) dan atribut yang tidak terkait dengan produk (non-product related) ataupun manfaat (Keller, 2008).

               

(11)

2.6 Kesimpulan Citra Merek

Pada sub bab ini, penulis akan menyampaikan kesimpulan tentang citra merek (brand image) berdasarkan perspektif penulis. Citra merek (brand image) adalah suatu pandangan atau persepsi konsumen mengenai asosiasi yang dimiliki suatu merek. Pengukuran citra merek dapat dilakukan berdasarkan dimensi dari variabel citra merek itu sendiri, yang meliputi jenis asosiasi merek (types of brand association), kesukaan terhadap asosiasi merek (favorability of brand association), kekuatan asosiasi merek (strength of brand association) dan keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association). Seluruh dimensi tersebut didalamnya terkait dengan atribut produk maupun non atribut produk.

Sebagai salah bagian dari hirarki merek, citra merek memegang peranan yang sangat penting. Jika citra dari suatu merek sudah memiliki tempat di benak konsumen, maka kemungkinan konsumen berperilaku secara positif akan terjadi. Dan jika citra merek kurang baik, maka perilaku negatif konsumen yang akan terjadi. Selanjutnya sebuah merek akan memberikan pengalaman tersendiri bagi konsumen baik secara emosional maupun fungsional. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak merek- merek asing yang masuk ke Indonesia, serta persaingan dengan merek lokal yang semakin ketat secara tidak langsung menuntut sebuah merek harus mampu mempertahankan serta meningkatkan kualitas citra merek tersebut.

Maka dari itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap apakah dimensi- dimensi citra merek tersebut dapat mengukur citra merek atau tidak. Terutama citra merek (brand image) dari sebuah toko yang memiliki merek Kartika Sari. Kartika Sari dapat dikatakan sebagai pionir dalam produk kuliner yang menyajikan Pisang Bollen sebagai menu andalan. Ditengah munculnya banyak kompetitor sejenis yang menawarkan konsep lebih menarik, penulis ingin mengungkap dan mengukur bagaimana pandangan atau persepsi konsumen terhadap citra merek toko Kartika Sari.

               

Gambar

Gambar 2.1  Merek Lebih Daripada Produk, (Aaker & Joachimstahler, 2000)  Sumber  : (Ferrinadewi, 2008)
Gambar 2.2 Model Efek Citra terhadap Perilaku Konsumen  Sumber : (Suhartanto, 2008)
Gambar 2.3 Hierarchy of Branding  Sumber : (Wijaya, 2011a)
Gambar 2.4 Model Citra Merek

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen dalam penelitian ini digunakan sebagai metode pengumpulan data dengan rincian pertanyaannya menggunakan webqual 4.0 yang diukur berdasarkan skala likert 5 point

-Plt Kasi PPNS dan Penindakan Satpol PP Tk. Kota -Kasat Pol PP Kec. Cakung -Kasat Pol PP Kec. Jatinegara -Kasat Pol PP Kec. Pulogadung -Kasat Pol PP Kec. Matraman -Kasat Pol PP

30 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah.. Penilaian atas penggolongan kredit baik kredit tidak bermasalah, maupun bermasalah tersebut dilakukan

Dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode multiple linear regression sebagai cara untuk memprediksi hasil dari kedua tim yang akan bertanding.. Dalam

Pada analisa kali ini juga akan dilakukan beberapa variasi yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya seperti melakukannya terhadap beberapa variasi sudut skew,

Dari 40 responden sebagian besar memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 28 responden (70%) dan pengetahuan baik sebanyak 12 responden (30%); Dari 40 responden

Intervensi untuk meningkatkan kemampuan daily living skill pada subyek dilakukan berdasarkan keluhan orangtua, tahap-tahap perkembangan anak down syndrome pada

Hasil analisis komposisi menunjukkan bahwa pada analisis untuk menentukan kandungan U dan Zr hampir semua sampel uji yang dianalisis mempunyai perbedaan yang cukup besar