• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stern yaitu analis keuangan dari perusahaan konsultan manajemen terkemuka di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stern yaitu analis keuangan dari perusahaan konsultan manajemen terkemuka di"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Economic Value Added

Istilah Economic Value Added pertama kali diperkenalkan oleh Stewart dan Stern yaitu analis keuangan dari perusahaan konsultan manajemen terkemuka di Amerika Serikat. Economic Value Added merupakan suatu pendekatan baru dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang berbasis nilai (value based). Menurut Young dan Stephen (2001: 17) EVA merupakan pengukuran kinerja yang didasarkan pada keuntungan ekonomis juga dikenal sebagai penghasilan sisa (residual income) yang menyatakan bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal. Selanjutnya Mirza (1997) menegaskan bahwa EVA merupakan keuntungan operasional setelah pajak (Net Operating Profit After Tax = NOPAT) dikurangi dengan biaya modal (cost of capital). Dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa residual (residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi. Selain sebagai alat bantu untuk mengukur kinerja perusahaan, EVA juga bisa digunakan sebagai dasar untuk memberikan bonus kepada personal yang bekerja di bagian yang menghasilkan EVA yang positif.

Pada dasarnya EVA adalah laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal yang diinvestasikan (Tunggal, 2008). Metode EVA dapat menciptakan

(2)

suatu disiplin keuangan yang mendorong para manager untuk bertindak sebagai pemilik perusahaan, dan satu hal yang terpenting adalah untuk meningkatkan profit bagi shareholders. Menurut Brigham dan Houston (2004) bahwa EVA menyajikan suatu ukuran yang baik bagi kinerja manajemen perusahaan dalam memberikan tambahan nilai pada pemegang saham. Oleh karena itu, jika manager berfokus pada EVA, hal ini akan dapat membantu memastikan bahwa manager telah menjalankan operasi secara konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Nilai tambah ekonomis sangat relevan, dikarenakan EVA dapat mengukur profitabilitas kinerja perusahaan secara nyata yang selama ini kebanyakan menggunakan analisa rasio keuangan. EVA juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam hal goal setting, capital budgetting, performance, assessment dan incentive compensation suatu perusahaan.

Secara sistematis, EVA dihitung dari keuntungan operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax) dikurangi aliran kas yang dibutuhkan untuk mengganti dana para investor dan kreditor atas resiko usaha dari modal yang ditanamkan (capital charges). Untuk lebih jelas, perhitungan EVA dapat dirumuskan sebagai berikut :

EVA = NOPAT – Capital Charges

Sedangkan besaran capital charges didasarkan pada biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital = WACC) dikalikan dengan aktiva yang diinvestasikan dalam aktifitas yang berkelanjutan (invested capital). Perhitungan capital charges dirumuskan sebagai berikut :

(3)

Capital Charges = WACC x Invested Capital

Dimana, WACC adalah jumlah dari masing-masing komponen modal perusahaan, baik yang berasal dari pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang (cost of debt), maupun yang berasal dari setoran modal (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. Perhitungan WACC dirumuskan sebagai berikut :

WACC = (Ke x We) + (Kd x Wd)

Dimana, Ke adalah biaya ekuitas (cost of equity) dan Kd adalah biaya hutang (cost of debt), sedangkan We adalah persentase ekuitas dari struktur modal dan Wd adalah persentase hutang dari struktur modal.

Biaya ekuitas (cost of equity) merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor atas resiko yang ditanggung untuk kepemilikan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2004) biaya ekuitas (Ke) dapat dihitung dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan rumus sebagai berikut :

E (Ri) = Rf + Rp

Dimana E (Ri) adalah tingkat pendapatan yang diharapkan oleh pasar atas sekuritas i (expected return) yang diinvestasikan, Rf adalah tingkat pendapatan bebas resiko (risk free rate) dan Rp adalah premi resiko (risk premium).

Besarnya premi resiko (Rp) itu sendiri ditentukan oleh koefisien beta (β) dari masing-masing perusahaan yang dihitung dari indeks harga sahamnya dan indeks harga saham gabungan dikalikan dengan selisih antara tingkat pendapatan yang

(4)

diharapkan dapat diperoleh dari portofolio pasar secara keseluruhan (Rm) dengan tingkat pendapatan bebas resiko (Rf). Dimana ukuran risk free rate yang digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diperoleh dari jurnal statistik keuangan dan pasar modal. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rp = β x (Rm – Rf)

Biaya hutang (cost of debt) merupakan tingkat bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan bila mendapatkan dana dengan melakukan pinjaman kepada pihak lain (kreditur) yang dikenakan bunga. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung biaya hutang sebelum pajak adalah :

Interest Kd =

Principal

Dimana, interest adalah jumlah bunga yang dibayarkan perusahaan, sedangkan principal adalah jumlah pinjaman perusahaan. Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak. Sehingga biaya hutang (Kd) dikoreksi sebagai biaya hutang setelah pajak (cost of debt after tax), yang dirumuskan sebagai berikut :

Kdt = Kd x (1-t)

Setelah menentukan nilai dari biaya ekuitas (Ke) dan biaya hutang (Kd), maka rumus biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) adalah sebagai berikut :

WACC = (Ke x We) + ([Kd (1-t)] x Wd)

Selanjutnya, invested capital dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh komponen pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang (interest

(5)

bearing liabilities) dan ekuitas pemegang saham. Menurut Tunggal (2008) invested capital adalah seluruh pinjaman diluar pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non interest bearing liabilities), seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya. Selanjutnya menurut Young dan Stephen (2001) invested capital adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities), seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya. Perhitungan invested capital dapat dirumuskan sebagai berikut :

Invested Capital = Liabilities + Shareholders Equity

Dimana, liabilities adalah jumlah seluruh hutang perusahaan, baik yang berasal dari pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang (interest bearing liabilities). Shareholders equity adalah jumlah seluruh modal, baik yang berasal dari modal saham maupun laba ditahan.

Menurut Wijayanto (1993) penilaian EVA dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Apabila EVA > 0, berarti nilai EVA positif yang menunjukkan telah terjadi

proses nilai tambah pada perusahaan, karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modal.

2. Apabila EVA = 0, menunjukkan posisi impas atau tidak ada nilai tambah, tetapi perusahaan mampu membayar semua kewajibannya kepada para penyandang dana atau kreditur.

(6)

3. Apabila EVA < 0, berarti nilai EVA negatif menunjukkan nilai tambah perusahaan menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah dari biaya modal.

Konsep EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek tersebut menciptakan nilai perusahaan sebaiknya diambil. Sebaliknya, jika kegiatan atau proyek tersebut tidak menguntungkan dan tidak perlu diambil.

Penggunaan EVA dalam mengevaluasi proyek akan mendorong para manajer untuk selalu melakukan evaluasi atas tingkat resiko proyek yang bersangkutan. Dengan EVA, para manajer harus selalu membandingkan tingkat pengembalian proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingkat risiko proyek tersebut.

Menurut Stewart dan Stern (1991) bahwa EVA memiliki beberapa keunggulan antara lain :

1. EVA menghilangkan distorsi ekonomi dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2. EVA membantu membuat keputusan yang lebih baik terhadap pengaruh dari neraca dan laba rugi dengan pengenaan biaya modal terhadap laba setelah pajak.

3. EVA dapat digunakan untuk perhitungan bonus manager.

4. EVA meliputi semua aspek dari siklus bisnis.

5. EVA dapat dengan cepat membuat keputusan melalui komunikasi dan team work.

Keunggulan EVA sangat bermanfaat untuk menilai kinerja perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai (value creation). Penilaian

(7)

kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.

Meskipun memiliki beberapa keunggulan, namun EVA juga memiliki beberapa keterbatasan antara lain :

a. Mirza (1997) menyatakan bahwa EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain justru lebih dominan.

b. De Villiers (1997) mengindikasikan bagaimana inflasi akan mengakibatkan distorsi pada EVA dan menunjukkan bahwa EVA tidak dapat digunakan selama periode inflasi untuk mengestimasi profitabilitas aktual.

c. Mirza (1997) mengisyaratkan bahwa penggunaan EVA mungkin akan meningkatkan auditing fees dan bisa menimbulkan potential litigation costs.

d. Kaplan dan Norton (2001) menjelaskan bahwa tanpa balanced scorecard, strategi value based dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva, yang strategi pertumbuhan pendapatan jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses, teknologi dan kemampuan karyawan.

(8)

2.1.2. Return On Assets

Return On Assets merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga ROA sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis. Menurut Riyanto (2000) ROA adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih bagi semua investor dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva.

Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi keuntungan yang dihasilkan perusahaan akan menjadikan investor tertarik akan nilai saham (Arifin, 2004). ROA yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini :

Laba Bersih Return on Assets = x 100%

Total Aktiva

Pada rumus diatas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya laba bersih maka akan meningkat pula ROA jika asetnya tetap. Demikian pula sebaliknya dengan menurunnya laba bersih akan menurunkan nilai ROA.

2.1.3. Net Profit Margin

Net Profi Margin merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu (Sutrisno, 2000). NPM adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjulan. Semakin besar NPM suatu perusahaan maka kinerja perusahaan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan

(9)

tersebut. Selain itu, rasio NPM dapat mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan meminimalkan beban perusahaan dan memaksimalkan laba perusahaan. Semakin tinggi nilai NPM suatu perusahaan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik, kinerja yang baik akan mempengaruhi nilai perusahaan tersebut yang ditunjukkan dengan harga saham dari perusahaan tersebut. Rasio dari NPM dirumuskan sebagai berikut :

Laba Bersih

Net Profit Margin = x 100%

Penjualan Bersih

2.1.4. Earning Per Share

Earning Per Share adalah hasil atau pendapatan yang akan diterima oleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dimilikinya atas keikutsertaannya dalam perusahaan. Laba per lembar saham biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang umumnya terdapat korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba dengan pertumbuhan harga saham (Munawir, 2002). Angka yang ditunjukkan dari EPS sering dipublikasikan oleh perusahaan yang ingin menjual sahamnya kepada masyarakat luas. Investor berpandangan bahwa EPS mengandung informasi yang penting untuk melakukan prediksi mengenai besarnya dividen per saham di kemudian hari, serta relevan untuk menilai efektivitas manajemen dalam membuat kebijakan pembayaran dividen. Earning per Share menggambarkan laba bersih perusahaan yang diterima oleh setiap saham. Meskipun net income dari laporan laba rugi memberikan informasi terhadap keseluruhan keuntungan suatu

(10)

perusahaan, akan tetapi para investor lebih tertarik terhadap performa perusahaan berdasarkan keuntungan per lembar sahamnya. Rasio dari EPS dirumuskan sebagai berikut :

Laba Bersih

Earning Per Share = x 100%

Jumlah Lembar saham

2.1.5. Penilaian Saham

Analisa terhadap nilai saham merupakan langkah mendasar yang harus dilakukan oleh investor sebelum berinvestasi. Nilai saham dari suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai yang tertera dalam neraca yang dihitung dengan cara membagi total seluruh ekuitas atau modal sendiri dengan jumlah lembar saham yang beredar (out standing shares). Nilai pasar merupakan harga jual saham di pasar. Sedangkan nilai intrinsik adalah harga yang ditentukan setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai saham. Kenaikan dan penurunan harga saham di pasar modal membuat investor cenderung melakukan analisis harga saham untuk memilih saham yang bisa menghasilkan return yang baik, dan analisis yang digunakan investor dalam melakukan analisis harga saham dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu analisis fundamental (internal perusahaan) dan analisis teknikal (external perusahaan).

(11)

2.1.5.1. Analisis fundamental

Analisis fundamental merupakan teknik analisis saham dengan menggunakan data historis terutama data keuangan untuk menilai jenis saham tertentu. Secara singkat analisis fundamental bertitik tolak pada anggapan bahwa setiap investor adalah rasioanal. Oleh karena itu, para fundamentalis mempelajari hubungan antara harga saham yang memiliki nilai intrinsik yang akan diestimasi oleh investor. Hasil estimasi intrinsik kemudian dibandingkan dengan harga pasar pada saat sekarang.

Perbandingan yang dilakukan akan menunjukkan bahwa harga saham under value atau over value. Jika nilai pasar lebih kecil dari pada nilai intrinsik menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah (under value).

Sebaliknya jika nilai pasar lebih lebih besar dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang lebih mahal (over value). Menurut Husnan (1998) analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa mendatang melalui dua cara yaitu : pertama melakukan estimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di waktu mendatang dan kedua menerapakan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Karena itu untuk melakukan evaluasi dan proyeksi terhadap harga saham, diperlukan informasi tentang kinerja fundamental keuangan perusahaan.

Menurut Sunariyah (2004) ada 2 (dua) pendekatan fundamental yang umumnya dipakai dalam melakukan penilaian saham yaitu :

(12)

a. Price Earning Ratio Approaching

Pendekatan ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan laba per lembar saham di masa yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa lama investasi saham akan kembali.

b. Present Value Approaching

Dalam pendekatan ini harga saham dapat diketahui dengan menghitung nilai sekarang suatu saham akan sama dengan arus kas yang akan datang yang investor harapkan terima dari investasi pada saham tersebut.

2.1.5.2. Analisis teknikal

Analisis teknikal adalah salah satu analisis atau metode pendekatan yang mengevaluasi pergerakan suatu saham, valas, kontrak berjangka, indeks dan beberapa instrumen keuangan lainnya. Para analis teknikal melakukan penelitian yang mendasar terhadap pola pergerakan harga komoditi yang berulang dan dapat diprediksi. Pada intinya analisis teknikal merupakan analisis terhadap pola pergerakan harga saham di masa lampau dengan tujuan untuk meramalkan pergerakan harga saham di masa yang akan datang. Analisis teknikal ini sering disebut dengan chartis karena para analisisnya melakukan studi dengan menggunakan grafik (chart), mereka berharap dapat menemukan suatu pola pergerakan harga mereka dapat mengeksploitasinya untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Ahmad (2004:79) analisis teknikal menganggap bahwa saham adalah komoditas perdagangan yang pada gilirannya permintaan dan penawarannya merupakan manifestasi kondisi

(13)

psikologis dari pemodal. Analisis ini sering disebut analisis pasar (market analysis) karena menggunakan data pasar yang dipublikasikan seperti harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu serta faktor-faktor lain yang bersifat tehnis. Sasaran yang ingin dicapai dalam pendekatan ini adalah ketepatan waktu dalam memprediksi harga saham (price movement) jangka pendek suatu perusahaan.

Menurut Halim (2005) analisis teknikal beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap saham tersebut.

Sehingga asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah :

1. Harga saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan.

2. Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang rasional dan irasional.

3. Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti tren tertentu.

4. Tren tersebut dapat berubah karena pergeseran penawaran dan permintaan.

5. Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan mempelajari diagram dan perilaku dasar.

6. Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa mendatang.

Menurut Halim (2005) analisis teknikal terdiri dari beberapa pendekatan diantaranya adalah :

(14)

a. Dow Theory

Teori Dow berupaya untuk menyelidiki bagaimana tren yang sedang terjadi di pasar saham, baik saham individual maupun keseluruhan. Pergeseran tersebut meliputi gerakan utama (primary movement) yaitu tren jangka panjang atas pasar modal. Pergerakan kedua (secondary movement) yaitu tren yang hanya terjadi beberapa bulan dan pergerakan ini tidak mengubah arah pergerakan pertama tetapi hanya mengoreksi harga-harga saham. Pergerakan ketiga (tertiary movement) yaitu tren yang menunjukkan fluktuasi harian dari harga-harga saham.

b. Grafik Batang

Dalam pendekatan ini digunakan 3 (tiga) tipe dasar diagram yaitu diagram baris, diagram batang dan diagram gambar titik. Ketiganya menggunakan grafik batang (bar chart) yang menunjukkan volume saham yang diperdagangkan pada masing- masing perubahan harga.

c. Analisis Kekuatan Pasar

Analisis kekuatan pasar dilakukan dengan cara membandingkan jumlah saham yang mengalami kenaikan harga dengan jumlah saham yang mengalami penurunan harga, selanjutnya diakumulasikan.

d. Analisis Kekuatan Relatif

Analisis ini berupaya mengidentifikasikan saham yang memiliki kekuatan relatif terhadap saham lain. Harga saham yang memiliki kekuatan relatif akan meningkat lebih cepat dari harga saham lainnya.

e. Analisis Rata-Rata Bergerak

(15)

Analisis ini memfokuskan pada harga rata-rata bergerak dengan cara mengamati perubahan harga yang terjadi pada beberapa hari terkahir pada saat penutupan harga.

2.1.5.3. Signalling theory

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2000: 392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan volume perdagangan saham. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.

(16)

Menurut Darwanto (2008) pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 244), pasar modal efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan.

Selanjutnya Sunariyah (2004) secara teoritikal membedakan pasar modal yang efisien kedalam tiga kategori sebagai berikut:

1. Hipotesis pasar modal bentuk lemah (The Weak Form Efficient Market Hypotesis) Suatu pasar modal dimana harga merefleksikan semua informasi harga historis.

Harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu, lebih lanjut informasi masa lalu dihubungkan dengan harga saham untuk membantu menentukan harga saham sekarang.

2. Hipotesis pasar modal setengah kuat (The Semi Strong Form Efficient Market Hypotesis). Harga saham pada suatu pasar modal menggambarkan semua informasi yang dipublikasikan sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan, yang dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu efek yang dikeluarkan oleh suatu institusi.

(17)

3. Hipotesis pasar modal bentuk kuat (The Strong Form Efficient Market Hypotesis).

Konsep pasar efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua informasi direfleksikan dalam harga saham baik informasi yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan (non public atau private information).

Sendi pokok dalam gagasan dasar pasar efisien setengah kuat adalah bahwa semua partisipan pasar mengetahui informasi publik karena inti dari informaasi yang terkandung dalam laporan arus kas tujuannya untuk dipublikasikan. Jika seperangkat informasi secara luas diketahui oleh partisipan pasar (publik) pada saat yang sama, dan jika mereka sepakat dengan implikasi tersebut terhadap harga saham, persaingan akan menggerakkan harga pada pasar tersebut. Ini berarti para investor hanya bisa berharap untuk mendapatkan keuntungan atas saham yang seimbang dengan resikonya. Sehubungan dengan informasi akuntansi seseorang tidak bisa mengharapkan pasar bereaksi kecuali jika informasi tersebut berguna. Informasi yang berguna dalam konteks ini adalah informasi yang relevan dan dapat dipercaya bagi pihak yang berkepentingan.

2.1.6. Harga Saham

Harga saham adalah harga pasar yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price) aktivitas di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, harga saham yang dimaksud adalah rata-rata harga saham 5 (lima) hari setelah publikasi laporan keuangan pada periode pengamatan. Laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang relevan dengan model keputusan yang digunakan oleh

(18)

investor dalam membuat keputusan buy, hold, atau sell saham. Suatu informasi dikatakan relevan bagi investor jika informasi tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor untuk melakukan transaksi di pasar modal yang tercermin pada perubahan harga. Beaver (1968) dalam Sadikin (2009) menguji pengaruh pengumuman laporan keuangan terhadap volume transaksi dan pergerakkan harga saham. Periode studi tahun 1961-1965 dan menggunakan sampel sebanyak 143 perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan harga saham terjadi pada saat minggu pengumuman (minggu nol) yaitu meningkat sebesar 67% dibandingkan rata-rata non report period dan perubahan volume perdagangan meningkat sebesar 33% dibandingkan rata-rata non period report.

Husnan et all. (1996) meneliti dampak laporan keuangan terhadap kegiatan perdagangan saham dan variabilitas tingkat keuntungan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tanggal pengumuman laporan keuangan kegiatan perdagangan maupun variabilitas tingkat keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan periode di luar tanggal pengumuman. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sadikin (2009) mengenai pengaruh publikasi laporan keuangan tahunan terhadap harga saham dan volume perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta tahun 1997. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya reaksi pasar berupa lonjakan harga saham dan volume perdagangan saham setelah publikasi laporan keuangan tahunan. Hal ini dikarenakan bahwa publikasi laporan keuangan tahunan melalui media massa maupun teknologi informasi seperti internet berguna bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.

(19)

Harga saham yang terjadi di pasar modal selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi harga dari suatu saham tersebut akan ditentukan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Jika jumlah penawaran lebih besar dari jumlah permintaan, pada umumnya kurs harga saham akan turun. Sebaliknya jika jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran terhadap suatu efek maka harga saham cenderung akan naik. Kekuatan pasar dapat juga dilihat dari data mengenai sisa beli dan sisa jual. Bagi investor yang memerlukan investasi jangka panjang maupun jangka pendek perlu memperhatikan likuiditas suatu saham dan posisinya di pasar, apakah diminati masyarakat atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Faktor internalnya adalah kinerja perusahaan, arus kas perusahaan, dividen, laba perusahaan dan penjulan sedangkan faktor eksternalnya adalah tingkat suku bunga, laju inflasi, kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian. Menurut Gart (1988) dalam Nainggolan (2008), hal-hal penting yang merupakan faktor makro atau pasar yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham adalah tingkat inflasi dan suku bunga, kebijakan keuangan dan fiskal, situasi perekonomian dan situasi bisnis internasional.

Sedangkan faktor mikro perusahaan yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham adalah pendapatan perusahaan, dividen yang dibagikan, arus kas perusahaan, perubahan mendasar dalam industri atau perusahaan dan perubahan dalam perilaku investasi misalnya merubah investasinya dari saham menjadi obligasi.

(20)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Haryanto dan Sugiharto (2003) yang meneliti pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham pada perusahaan industri minuman di Bursa Efek Jakarta.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, ROE dan NPM sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan ROA, ROE dan NPM berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Secara parsial ROE berpengaruh terhadap harga saham sedangkan ROA dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham.

2. Sianipar (2004) yang meneliti pengaruh faktor fundamental terhadap harga saham industri perbankan di Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, CAR, EPS, ROE dan Net Interest Margin sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya ROA yang tidak berpengaruh terhadap harga saham.

3. Panggabean (2005) yang meneliti tentang analisis perbandingan korelasi EVA dan ROE terhadap harga saham LQ 45 di BEJ. Variabel independen dalam penelitian ini adalah EVA dan ROE sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan disimpulkan bahwa EVA perusahaan LQ 45 mempunyai korelasi yang signifikan

(21)

dengan harga saham, sedangkan ROE tidak mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga saham.

4. Albahi (2008) meneliti pengaruh ROA dan EVA terhadap tingkat keuntungan saham peusahaan yang go-public di Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA dan EVA sedangkan variabel dependennya adalah tingkat keuntungan saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel ROA dan EVA terhadap tingkat keuntungan saham. Secara parsial faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham adalah ROA, sedangkan EVA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keuntungan saham.

5. Nainggolan (2008) meneliti mengenai pengaruh variabel fundamental terhadap harga saham perusahaan manufaktur di BEI. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA, DER, ROE dan BVS sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen tidak mempengaruhi pembentukan harga

saham. Secara parsial hanya BVS yang berpengaruh terhadap harga saham.

6. Sembiring (2008) meneliti pengaruh ROA dan EVA terhadap perubahan return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2004-2006.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, dan EVA sedangkan variabel dependennya adalah return saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA dan EVA secara simultan berpengaruh terhadap pembentukan harga saham.

(22)

Secara parsial ROA berpengaruh terhadap perubahan return saham sedangkan EVA tidak berpengaruh terhadap perubahan return saham.

7. Abidin (2009) yang meneliti tentang analisis faktor fundamental keuangan dan resiko sistematik terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI. Variabel independennya adalah ROI, EPS, OPM, BV dan beta saham sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa secara simultan faktor fundamental keuangan yaitu ROI, EPS, OPM, BV, dan beta saham sebagai resiko sistematik berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI. Sedangkan secara parsial ROI, EPS, OPM dan BV berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Variabel beta saham sebagai resiko sistematik tidak berpengaruh terhadap harga saham.

Berdasarkan uraian tersebut maka tinjauan penelitian terdahulu dapat dirangkum pada Tabel 2.1 berikut:

(23)

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Haryanto dan

Sugiharto 2003

Pengaruh Rasio Profitabilitas

terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Minuman di BEJ

Variabel dependen:

Harga saham

Variabel independen:

ROA, ROE, NPM

Secara simultan ROA, ROE dan NPM berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

Secara parsial hanya

ROE yang berpengaruh terhadap

harga saham 2 Ardin

Sianipar 2004

Pengaruh Faktor Fundamental

terhadap Harga Saham Industri Perbankan di Indonesia

Variabel dependen:

harga saham

Variabel independen:

ROA, CAR, EPS, ROE, Net Interest Margin

Secara simultan semua faktor fundamental berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Secara parsial hanya ROA yang tidak berpengaruh terhadap harga saham.

3 Raja Lambas Panggabean

2005

Analisis Perbandingan

Korelasi EVA dan ROE terhadap Harga Saham LQ 45 di BEJ

Variabel dependen:

harga saham

Variabel independen:

ROE dan EVA

EVA mempunyai korelasi yang signifikan dengan harga saham, sedangkan ROE tidak

mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga saham.

4 Abdi Satria Sembiring

2008

Pengaruh ROA dan EVA terhadap Perubahan return Saham Pada Perusahaan

Manufaktur di BEJ Periode 2004-2006.

Variabel dependen:

Perubahan return saham

Variabel independen:

ROA dan EVA

Secara simultan ROA dan EVA berpengaruh terhadap Perubahan return saham.

Secara parsial ROA berpengaruh terhadap perubahan return saham sedangkan EVA tidak berpengaruh terhadap

perubahan retun saham.

(24)

Lanjutan Tabel 2.1 5 Muhammad

Albahi 2008

Pengaruh ROA dan EVA Terhadap Tingkat Keuntungan Saham Perusahaan Yang Go-Public di Indonesia

Variabel dependen:

tingkat keuntungan saham

Variabel independen:

ROA dan EVA

Secara simultan terdapat pengaruh yg signifikan antara variable ROA dan EVA terhadap tingkat keuntungan saham.

Secara parsial faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham adalah ROA, sedangkan EVA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keuntungan saham.

6 Susan Grace Nainggolan

2008

Pengaruh Variabel Fundamental

terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

Variabel dependen:

harga saham

Variabel independen:

ROA, DER, ROE, BVS

Secara simultan seluruh variabel independen tidak mempengaruhi

pembentukan harga saham.

Secara parsial hanya

BVS yang berpengaruh terhadap

harga saham.

7 Jamalul Abidin

2009

Analisis Faktor Fundamental

Keuangan dan Resiko Sistematik terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI

Variabel dependen:

harga saham

Variabel independen:

ROI, EPS, OPM, BV, beta saham

Secara simultan faktor fundamental dan resiko sistematik berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Secara parsial ROI, EPS, OPM dan BV berpengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan beta saham tidak berpengaruh terhadap harga saham.

.

Referensi

Dokumen terkait

Grafik hubungan antara ketahanan aus agregat pada putaran 500 dan faktor air semen (FAS) Menurut hasil pengujian yang dilhat pada Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa perendaman

ILMU DIPLOMATIK MELAYU DALAM KESUSASTERAAN MELAYU TRADISIONAL 4.1 Pengenalan 4.2 Strategi Diplomatik Melayu dalam Naskhah Sastera Melayu Tradisional 4.3 Pemilihan Dan

Bukti empiris yang menghubungkan antara rasio keuangan (WCTA, CLI, OITL, TAT, NPM dan GPM) terhadap pertumbuhan laba (pertumbuhan Earning After Tax ) masih menunjukkan hasil

Membagi sebuah jaringan ke dalam 7 buah layer memiliki keuntungan sebagai berikut: memecah komunikasi jaringan ke bagian yang lebih kecil atau sederhana,

Permasalahan tersebut diselesaikan dengan membangun sebuah sistem informasi yang dapat mencatat jasa servis sepeda motor beserta penjualan suku cadang, serta visualisasi

Sebagai daerah pertanian yang subur, Gowokpos tidak hanya memerluhkan modal pengembangan untuk terus memproduksi sayuran tetapi juga pengembangan pemasaran dan

Pengurus sepakbola liga bank mandiri dalam memberikan informasi hasil pertandingan, klasemen sementara serta profil team, bisa melalui media internet dengan membuat web site

Bersama tim perencanaan Puskesmas menyusun renca na pelaksanaan kegiatan (RPK) Puskesmas untuk tahun berjalan. Membahas rencana kegiatan yang melibatkan unsur lintas