• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengaturan Hak Tanggungan Di Indonesia

1. Pengertian Hak Tanggungan

Secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “hak tanggungan” diartikan sebagai jaminan yang diberikan peminjam kepada pemberi pinjaman berupa apa pun sesuai dengan perjanjian.13 Hak tanggungan secara yuridis menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU HT) dapat dimaknai sebagai jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan (preferen) kepada kreditur terhadap kreditur lain yang tidak memiliki Hak Tanggungan. Dengan maksud bahwa jika debitur cidera janji, maka kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL)/pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut aturan hukum yang berlaku, dengan hak mendahului dari kreditur yang lain.14 Selanjutnya menurut pendapat ahli yaitu Boedi Harsono, mengemukakan

13 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. kbbi.kemdikbud.go.id diakses tanggal 11 Maret 2021.

14Andi Hamzah. 1986. Kamus Hukum. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia. Hal. 425.

(2)

24 bahwa hak tanggungan merupakan penguasaan hak atas tanah yang berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan namun bukan untuk dikuasai secara fisik dan dipergunakan melainkan untuk melakukan penjualan apabila debitur wanprestasi/cidera janji lalu mengambil dari keseluruhan hasilnya atau sebagian untuk pelunasan hutang debitur.15 C.S.T Kansil juga berpendapat bahwa hak tanggungan adalah Jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cedera janji kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului dari kreditur-kreditur yang lain.16 Menurut J. Satrio, hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan pada saat debitur wanprestasi merupakan pelaksanaan hak eksekusi yang disederhanakan, yang sekarang diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditur pemegang hak tanggungan pertama. Dalam arti bahwa pelaksanaan hak seperti itu tidak usah melalui pengadilan dan tidak perlu memakai prosedur hukum acara karena pelaksanaannya hanya digantungkan pada syarat

“Debitur Wanprestasi” padahal kreditur sendiri baru membutuhkan kalau debitur wanprestasi. Kewenangan seperti itu tampak sebagai Hak Eksekusi

15 H. Salim H.S. 2005. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Hal. 97.

16C.S.T Kansil dan Christine ST Kansil. 1997. Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah.

Jakarta. Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Hal 7.

(3)

25 yang selalu siap ditangan kalau dibutuhkan. Itulah sebabnya eksekusi yang demikian disebut parate Eksekusi.17

Hak Tanggungan sebagai wadah tunggal lembaga hak jaminan terhadap suatu hak atas tanah guna pelunasan suatu utang diketahui memiliki 4 (empat) asas yaitu sebagai berikut :

1) Asas Droit De Preference : memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur Hak Tanggungan, dalam hal ini apabila debitur wanprestasi maka kreditur pemegang Hak Tanggungan peringkat I (Pertama) berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dengan hak mendahului daripada kreditur lain yang bukan pemagan Hak Tanggungan atau kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat lebih rendah. Bahwa selaku kreditur pemegang Hak tanggungan memiliki hak untuk didahulukan dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya daripada kreditur lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebankan Hak Tanggungan tersebut.18

2) Asas Droit De Suite : selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek itu berada, meskipun hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut telah beralih atau berpindah-pindah

17 J. Satrio. 1993. Parate Executie Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet. Bandung. Penerbit Citra Aditya Bakti. Hal. 32.

18 Purwahid Patrik Dan Kashadi. 2009. Hukum Jaminan. Semarang. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hal 53.

(4)

26 kepada oranglain, namun Hak Tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan mengikat. Asas ini bersifat mengkhususkan jaminan bagi kepentingan kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan karena kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan ekeskusi jika debitur wanprestasi meskipun objek Hak Tanggungan telah berpindah tangan.19

3) Asas Spesialitas Dan Publisitas : Asas spesialitas maksudnya benda yang dibebani Hak Tanggungan itu harus ditunjuk secara khusus.

Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan harus disebutkan secara tegas dan jelas mengenai benda yang dibebani itu berupa apa, dimana letaknya, berapa luasnya, apa batas-batasnya, dan apa bukti pemiliknya. Adapun asas Publisitas artinya hal pembebanan Hak Tanggungan tersebut harus dapat diketahui oleh umum, untuk itu terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan. Untuk sahnya pembebanan Hak Tanggungan dipersyaratkan bahwa wajib disebut secara jelas piutang yang mana dan sampai sejumlah berapa yang dijamin, serta benda-benda yang mana yang dijadikan jaminan.

Hal ini yang disebut pemenuhan syarat spesialitas yang menurut Pasal 11 Ayat (1) UUHT, selain identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, serta domisili masing-masing wajib dicantumkan dalam APHT yang bersangkutan.Selain disebut dalam APHT, hak

19Sutan Remy Syahdeini. 2004. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal 383.

(5)

27 tanggungan yang diberikan juga wajib untuk didaftarkan sehingga adanya hak tanggungan serta apa yang disebut dalam akta itu dapat dengan mudah diketahui oleh yang berkepentingan karena tata usaha pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan terbuka bagi umum, yang merupakan pemenuhan syarat publisitas dan diatur dalam Pasal 13 UUHT.20

4) Asas Mudah Dan Pasti : Artinya dapat dieksekusi seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti. Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi terjadi dengan adanya sifat hak melakukan eksekusi dari pemegang Hak Tanggungan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertipikat Hak Tanggungan. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, maka benda jaminan siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan Hukum Acara Perdata.21

Selain dari pada tersebut di atas masih terdapat 2 (dua) asas hak tanggungan yaitu :

20Ibid. Hal. 42.

21 H. Salim H.S. Op.Cit. Hal. 190.

(6)

28 1) Asas Perlekatan/Asesi :yakni perlekatan yang sifatnya horisontal maupun perlekatan yang sifatnya vertikal, yang menyatakan bahwa benda bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda tidak bergerak, berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada benda pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 571 KUHPerdata yang menyatakan: “Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.”Baik perlekatan yang sifatnya horisontal maupun perlekatan yang sifatnya vertikal, yang menyatakan bahwa benda bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda tidak bergerak, berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada benda pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 571 KUHPerdata yang menyatakan: “Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.”22

2) Asas Pemisahan Horisontal : yaitu asas yang hanya mengakui hak atas tanah terbatas pada hak atas permukaan bumi saja dimana pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu

22Bachtiar Effendie. 2003. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung. Penerbit Mandar Maju. Hal. 90-91.

(7)

29 adalah terpisah. Asas pemisahan horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum adat. Berkaitan dengan penerapan asas pemisahan horizontal tersebut, Bachtiar Effendie mengemukakan bahwa tidak ada satu pasal pun dalam UUPA yang secara tegas telah menjabarkan asas pemisahan horizontal tersebut. Penerapan asas pemisahan horizontal tersebut tidak selalu mutlak diterapkan kendatipun UUPA telah mencabut Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (termasuk mencabut Pasal 500 jo Pasal 571 Ayat 1 jo Pasal 601 KUHPerdata). Penerapan asas pemisahan horizontal haruslah secara kasuistis atau perkasus sehingga dengan demikian penyelesaian kasus tersebut akan dapat memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Boedi Harsono sebagaimana dikutip oleh Bachtiar Effendie juga mengemukakan pendapatnya mengenai asas pemisahan horisontal.

Beliau mengemukakan bahwa asas pemisahan horizontal di kota-kota tidak dapat dipertahankan secara mutlak, sebab di kota-kota, bangunan-bangunan pada umumnya permanen dan sulit bagi orang untuk mengetahui siapa pemilik bangunan, sehingga untuk kelancaran lalu lintas hukum, maka pemilik tanah dianggap pemilik bangunan di atasnya selama tidak dibuktikan orang lain pemiliknya. Di desa masih berlaku asas pemisahan horizontal antara tanah dan bangunan

(8)

30 (tanaman diatasnya), pemilik tanah dapat terpisah dari pemilik bangunan/tanaman di atasnya.23

Subjek hak tanggungan sebagaimana diatur pada Pasal 8 juncto Pasal 9 UU HT yaitu meliputi pemberi hak tanggungan ialah orang atau badan hukum yang menjaminkan objek hak tanggungan dalam hal ini debitur dan pemegang hak tanggungan yakni orang atau badan hukum yang menerima hak tanggungan sebagai jaminan piutang yang diberikannya (kreditur).24 Adapun subjek hak tanggungan selain Warga Negara Indonesia (WNI) dengan ditetapkannya Hak Pakai atas tanah negara sebagai objek hak tanggungan, bagi warga negara asing dimungkinkan apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

a) Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu;

b) Mempunyai usaha di Indonesia;

c) Kredit itu digunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Indonesia.25

Perihal objek hak atas tanah yang dapat dibebankan Hak Tanggungan secara yuridis menurut Pasal 4 Ayat (1), Ayat (2) UU HT dan Pasal 12 juncto Pasal 16 UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun adalah Sertipikat Hak Milik (SHM), Sertipikat Hak Guna Usaha (SHGU), Sertipikat Hak Guna Bagunan (SHGB), Sertipikat Hak Pakai (SHP) dan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMRS).

23Ibid.

24Andrian Sutedi. 2010. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 54.

25Ibid. Hal. 51.

(9)

31 2. Mekanisme Pembebanan Hak Tanggungan

Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 Ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan. Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) UUHT pemberian Hak Tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan dan dua orang saksi, dilakukandengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik (Penjelasan Umum angka 7 UUHT).

Perihal mekanisme pembebanan hak tanggungan dalam UUHT dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu yang Pertama, pembebanan hak tanggungan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dilanjutkan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan yang Kedua, cukup melalui APHT. Bahwa pada penjelasan Pasal 15 UUHT, menerangkan SKMHT digunakan dalam hal pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat

(10)

32 Akta Tanah (PPAT), diperkenankan penggunaan SKMHT. Linier dengan ketentuan tersebut, SKMHT harus diberikan langsung oleh pemberi hak tanggungan dan harus memenuhi persyaratan. Untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar, wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat- lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan, sedangkan terhadap hak atas tanah yang belum terdaftar harus dipenuhi dalam waktu 3 (tiga) bulan.26 Faktor lain penggunaan SKMHT adalah sertifikat hak atas tanah yang disepakati oleh para pihak pembuat perjanjian utang-piutang belum melalui proses pengecekan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat, oleh karenanya tidak serta merta dapat dilakukan pengikatan hanya dengan APHT saja.

Pembebanan hak tanggungan yang terlebih dahulu didasari dengan pembuatan SKMHT yang berbentuk akta otentik diatur dalam Pasal 15 Ayat (1) sampai Ayat (6) UUHT, yang memiliki substansi sebagai berikut :

a. Tanggal surat kuasa ditanda tangani;

b. Idenstitas para pihak yang terlibat;

c. Objek kuasa yaitu hak atas tanah;

d. Janji-janji baik dari pemberi kuasa maupun penerima kuasa;

e. Identitas saksi dan tanda tangan para pihak;

f. Tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris/PPAT.

26 Adrian Sutendi. Op.Cit. Hal 62.

(11)

33 SKMHT merupakan kuasa untuk membebankan hak tanggungan ini meliputi kuasa untuk menghadap pejabat (dalam hal ini Notaris atau PPAT dan pejabat di Kantor Badan Pertanahan Nasional) untuk memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses pemberian dan pendaftaran hak tanggungan, serta memperlihatkan dan menyerahkan surat-surat yang diminta,membuat/minta dibuatkan serta menandatangani APHT serta surat-surat lain yang diperlukan.

Dalam SKMHT pemberi kuasa memberi pernyataan bahwa obyek hak tanggungan benar milik pemberi kuasa, tidak tersangkut dalam sengketa, bebas dari sitaan dan dari beban-beban apapun. Selain itu dalam SKMHT juga mencantumkan janji-janji dari pemberi kuasa (debitur atau penjamin) dan dari penerima kuasa (kreditur). Kuasa yang diberikan dengan SKMHT ini tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan tidak berakhir karena sebab apapun kecuali telah dilaksanakan pembuatan APHT.

Pemberian hak tanggungan dengan APHT diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) sampai (3) UUHT yang memuat ketentuan sebagai berikut : (1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk

memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak

(12)

34 Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan Hapusnya hak tanggungan.

UUHT menentukan substansi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Ketentuan mengenai substansi APHT tersebut diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (2) UUHT, yang sifatnya wajib bagi sahnya pemberian hak tanggungan yang bersangkutan. Jika tidak dicantumkan secara lengkap maka APHT yang besangkutan batal demi hukum.27 Perihal substansi APHT yaitu sebagai berikut :

a. Tanggal dibuatnya APHT;

b. Subjek dalam akta, yaitu pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan;

c. Objek hak tanggungan yaitu hak atas tanah;

d. Janji-janji sebagaimana telah dirumuskan pada Pasal 11 Ayat (2) UUHT;

e. Asuransi;

f. Domisili hukum yang dipilih para pihak jika terjadi sengketa dikemudian hari;

g. Identittas saksi;

h. Tanda tangan para pihak, saksi dan PPAT.

Pendaftaran APHT dirumuskan dalam Pasal 13 hingga Pasal 14 UUHT. Setelah APHT dibuat oleh PPAT dan kemudian ditandatangani oleh para pihak, kemudian APHT tersebut bersama warkah dan sertipikat

27 Boedi Harsono. Op.Cit. Hal. 441.

(13)

35 tanda bukti hak atas tanah didaftarkan di kantor pertanahan setempat dalam waktu 7 (tujuh) hari. Selanjutnya Badan Pertanahan Nasional membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atast anah yang bersangkutan. Kemudian dikeluarkan Sertipikat Hak Tanggungan (SHT) dan sertipikat hak atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan.

Dewasa ini perihal pendaftaran APHT dengan adanya Permen ATR/BPN RI No. 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, pihak PPAT tidak perlu lagi mendatangi kantor BPN setempat secara langsung namun cukup mengunggah dokumen APHT beserta warkahnya dalam bentuk scan melalui website yang telah disediakan oleh Kementerian ATR/BPN RI. Kemudian pihak kreditur yang akan melakukan pendaftaran di website tersebut setelah menerima Surat Pengantar Akta (SPA) dari PPAT. Sertifikat Hak Tanggungan Elektronik (SHT-el) akan terbit 7 (hari) sesudah pembayaran Surat Perintah Setor (SPS) oleh pihak kreditur/PPAT.

3. Hapusnya Hak Tanggungan

Perihal hapusnya Hak tanggungan diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 19 UUHT. Yang dimaksud dengan hapusnya Hak Tanggungan adalah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan. Pasal 18 UUHT disebutkan mengenai hapus nya hak tanggungan yaitu:

(14)

36 a. Hapusnya Hak Tanggungan Karena Hapus/Lunasnya Utang

Kondisi hapus/lunasnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai hak accessoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari hutangdebitur yang menjadi perjanjian pokoknya. Oleh karena itu,hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan.Selanjutnya dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan apabila debitur atas persetujuan kreditur pemegang hak tanggungan menjual objek hak tanggungan untuk melunasi hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan diserahkan kepada kreditur yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan kepada debitur.

Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang hak tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut kepada pemberi hak tanggungan (debitur).Pernyataan tertulis tersebut dapat digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan hak tanggungan yang tercantum pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan yang bersangkutan, (sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUHT);28

b. Hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri

28Racmadi Usman. 1999. Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta. Penerbit Djambatan. Hal. 419.

(15)

37 Pembersihan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri hanya dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan. Dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang hak tanggungan dan pemberihak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila pembeli tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum.

Pembeli yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang (yang daerah kerjanya meliputi letak objek hak tanggungan yang bersangkutan) untuk menetapkan pembersihan tersebut dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang tersebut diantara para yang berpiutang (kreditur) dan para pihak berhutang (debitur) dengan peringkat mereka menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 Ayat (3) UUHT).29

c. Hapusnya Hak Atas Tanah yang dibebankan Hak Tanggungan

Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban

29Ibid.

(16)

38 adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan.30

B. Mekanisme Lelang Hak Tanggungan

1. Pengertian Lelang Hak Tanggungan

Menurut M. Yahya Harahap, lelang merupakan penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.31 Hal tersebut sebagaimana yang tertuang Pasal 200 ayat (1) HIR/Pasal 215 ayat (1) Rbg dikaitkan dengan Pasal 1 PMK No.213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK Lelang), akan ditemukan pengertian yang sebenarnya dari penjualan lelang, yang rinciannya sebagai berikut : a. Penjualan di muka umum harta kekayaan tergugat yang telah disita

eksekusi. Atau dengan kata lain, menjual di muka umum barang sitaan milik tergugat (debitur);

b. Penjualan di muka umum (pelelangan) hanya boleh dilakukan di depan juru lelang. Dengan kata lain, penjualan lelang dilakukan dengan cara perantaraan maupun bantuan kantor lelang (juru lelang);

30Ibid.

31M. Yahya Harahap. 2007. Ruang Lingkup Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 115.

(17)

39 c. Cara penjualannya dengan harga penawaran semakin meningkat, atau mungkin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan pendaftarannya).32

Dari pengertian di atas, penjualan lelang sesuai Pasal 200 ayat (1) H.I.R atau Pasal 215 ayat (1) R.Bg melekatkan satu syarat “penyitaan”.

Pelelangan menurut pasal ini ialah penjualan barang harta kekayaan tergugat atau debitur yang telah disita “lebih dulu”. Penyitaan berbentuk sita jaminan atau sita eksekusi. Sebab sita jaminan, dengan sendirinya langsung menjadi eksekutorial beslag. Oleh karena itu barang sitaan yang dapat dijual oleh lelang ialah barang yang telah disita baik berupa sita jaminan maupun sita eksekusi.33

Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata menetapkan syarat bahwa penjualan dilakukan di depan umum, maka dengan menunjuk kepada ketentuan Pasal 1211 KUHPerdata yang harus memenuhi ketentuan:

a. Penjualan harus dilakukan di muka umum;

b. Berdasarkan kebiasaan setempat;

c. Penjualan dilakukan di hadapan pegawai umum yaitu Pegawai Kantor Lelang Negara.34

Undang-Undang menegaskan syarat “penjualan dimuka umum”, yang harus dilakukan dimuka seorang pejabat umum, yang dimaksud

32M. Yahya Harahap. Op. Cit. Hal. 190.

33Ibid.

34Djuhaendah Hasan. 1996. Perjanjian Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal. Bandung. Penerbit Citra Aditya Bakti. Hal. 320-321.

(18)

40 pejabat umum disini adalah notaris. Namun sekarang notaris tidak lagi ditunjuk sebagai juru lelang, maka semua pelaksanaan harus di depan juru lelang yang ditunjuk oleh negara. Penjualan di muka umum artinya bahwa penjulan harus melalui lelang. Menurut Pasal 1 huruf a Peraturan Lelang (Vendu Reglemen) S. 1908 : 189, semua penjualan umum harus dilakukan

di hadapan juru sita.35

Unsur-unsur dari lelang atau penjualan umum yaitu cara jual beli barang, dilakukan secara terbuka untuk umum, penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, sebelumnya diadakan pengumuman lelang dalam media massa (misalnya surat kabar) dan untuk jangka waktu tertentu, dilakukan dihadapan pejabat lelang atau balai lelang. Legal standing lelang dalam hal ini sebagai berikut :

a. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Staatsblad 1941:3);

b. Peraturan Pemerintah Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);

c. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2013 tentang Tarif Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan;

35J. Satrio. Op. Cit. Hal. 25.

(19)

41 d. PMK No.213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;

e. Peraturan Dirjen Kekayaan Negara No. 2/KN/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.36

Secara lex specialis derogat legi generalis, menurut Pasal 1 angka 1 dalam PMK Lelang mengatur bahwa lelang adalah penjualan barang secara terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan Pengumunan Lelang. Pada dasarnya lelang di Indonesia dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pelelangan yang dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disingkat KPKNL) dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Lelang Eksekusi merupakan penjualan barang-barang yang berkaitan dengan masalah kredit macet, perkara pidana, perkara perdata, maupun piutang pajak negara. Secara yuridis lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen- dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan atau melaksanakan ketentuan dalam perundang-undangan(Pasal 1 angka 5 PMK Lelang);

b. Lelang Noneksekusi meliputi lelang terhadap barang yang bersifat captive seperti lelang terhadap barang milik pemerintah pusat atau pemda, BUMN/BUMD, Bea dan cukai dan yang bersifat sukarela,

36F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Lakito, Isti Indrilistiani. 2008. Lelang Teori dan Praktik. Jakarta.

Penerbit Lembaga Pengkajian Keuangan Publik Dan Akuntansi Pemerintahan Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hal. 8.

(20)

42 misalnya lelang terhadap barang-barang milik swasta, masyarakat, kedutaan dan sebagainya. Perihal lelang noneksekusi secara yuridis dikategorikan dalam 4 jenis, sebagai berikut :

(1) Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan Barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan melalui Lelang (Pasal 1 angka 6 PMK Lelang);

(2) Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 angka 7 PMK Lelang);

(3) Lelang Noneksekusi Sukarela Terjadwal Khusus yang selanjutnya disebut dengan Lelang Terjadwal Khusus adalah Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak yang waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Penyelenggara Lelang secara tertentu, rutin, dan terencana (Pasal 1 angka 8 PMK Lelang).37

Perihal lelang hak tanggungan sendiri termasuk kategori lelang eksekusi sesuai Pasal 3 huruf e PMK Lelang yang secara yuridis tertulis Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT).

Lelang hak tanggungan termasuk kategori lelang eksekusi karena sesuai dengan Pasal 1 angka 5 PMK Lelang juncto Pasal 14 UUHT yang mengatur bahwa dalam SHT memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI

37Bernadette M. Waluyo. 1998. Beberapa Masalah Hak Tanggungan, Kumpulan Karangan Ilmiah alumni FH. Unpar, Lustrum Ke-VIII. Bandung. Penerbit Mandar Maju. Hal. 85.

(21)

43 KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

dan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pegadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Setiap permohonan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT dikenakan bea permohonan lelang yang dibayarkan oleh Penjual sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada kementerian Keuangan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 Ayat (1) dan Ayat (2) PMK Lelang.

2. Proses Lelang Hak Tanggungan

Proses lelang hak tanggungan atau lelang eksekusi Pasal 6 UUHT telah diatur sesuai Pasal 3 huruf e PMK No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, perihal petunjuk teknis pelaksanaan lelang telah diatur dalam Peraturan Dirjen Kekayaan Negara No. 2/KN/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Berikut prosedur lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) :

a. Kegiatan Persiapan Lelang/Pra Lelang

Penjual yang akan melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang dengan disertai dokumen persyaratan lelang kepada Kepala KPKNL Penjual atau Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II, harus mengajukan permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin

(22)

44 Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya untuk meminta jadwal pelaksanaan lelang. Dokumen persyaratan lelang hak tanggungan yang bersifat khusus ialah sebagai berikut :

(1) Salinan atau fotokopi perjanjian kredit;

(2) Salinan atau fotokopi sertipikat Hak Tanggungan dan APHT;

(3) Salinan atau fotokopi bukti bahwa debitur wanprestasi yang dapat berupa peringatan maupun penyitaan dari pihak kreditur;

(4) Surat pernyataan dari kreditur yang akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana;

(5) Asli atau fotokopi bukti kepemilikan hak.38

Permohonan lelang dan dokumen lelang setelah diteliti keabsahannya, maka ditetapkan waktu lelang. Penetapan hari atau tanggal pelaksanaan lelang memperhatikan jadwal dari KPKNL dan keinginan penjual. Pelaksanaan lelang dilakukan pada jam dan hari kerja, apabila pelaksanaan lelang dilakukan di luar jam atau hari kerja maka harus mendapatkan ijin dari superintenden (pengawas Pejabat Lelang).

b. Kegiatan Pelaksanaan Lelang

Pelaksanaan lelang atas Barang berupa tanah atau tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan SKPT dari BPN setempat.

Permintaan penerbitan SKPT kepada Kepala BPN setempat diajukan

38M. Yahya Harahap. Op. Cit. Hal. 129.

(23)

45 oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II. Dalam hal Barang berupa tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di BPN setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan barang.

Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana tersebut, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKPT ke BPN setempat.Biaya pengurusan SKPT atau Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa menjadi tanggung jawab Penjual.

c. Kegiatan Setelah Lelang/Pasca Lelang

Sebagaimana ketentuan dalam PMK Lelang, kegiatan setelah pelaksanaan lelang meliputi, sebagai berikut :

(1) Peserta lelang disahkan sebagai pemenang lelang;

(2) Pemenang lelang membayar harga lelang ke Kantor Lelang;

(3) Kantor Lelang menyetor bea lelang dan uang miskin ke dalam kas negara;

(4) Kantor Lelang menyetor uang hasil pelaksanaan lelang ke penjual;

(5) Kantor Lelang menyerahkan barang, dokumen, dan petikan risalah lelang kepada pemenang.

(24)

46 3. Pembatalan Lelang Hak Tanggungan

Lelang hak tanggungan dapat dilakukan pembatalan pada saat sebelum pelaksanaan lelang dan setelah lelang dimulai. Sebagaimana ketentuan Pasal 36 PMK Lelang yang menerangkan bahwa lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan oleh Pejabat Lelang dengan berdasarkan, sebagai berikut :

1) Permintaan Penjual dalam hal ini disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan yang harus telah diserahkan sekaligus diterima oleh Pejabat Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai. Penjual atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan lelang kepada Peserta Lelang saat pelaksanaan lelang. Lelang juga dianggap dibatalkan oleh Penjual Lelang apabila Penjual tidak melakukan pengumuman lelang, penjual tidak mengunggah selebaran pada situs web penyelenggara lelang atau penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang (Pasal 37 PMK Lelang).

2) Penetapan atau Putusan Pengadilan dalam hal ini disampaikan secara tertulis dan harus telah diterima oleh Pejabat lelang paling lambat sebelum lelang dimulai dan Penjual atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan lelang kepada Peserta Lelang saat pelaksanaan lelang (Pasal 38 PMK).

3) Hal lain yang diatur dalam PMK Lelang sebagaimana Pasal 39 PMK Lelang, yakni sebagi berikut :

(25)

47 a) Tidak terdapat SKPT untuk lelang atas bidang tanah atau

satuan rumah susun;

b) Terdapat gugatan atas rencana lelang hak tanggungan dari pihak debitur/terkesekusi suami atau istri debitur/tereksekusi yang terkait dengan kepemilikan objek lelang;

c) Tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang;

d) Penjual tidak dapat menyerahkan atau memperlihatkan asli dokumen kepemilikan barang kepada Pejabat lelang;

e) Pengumuman lelang yang dilaksanakan Penjual tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

f) Keadaan memaksa (force majeure) atau kahar;

g) Terjadi Gangguan Teknis yang tidak bisa ditanggulangi pada pelaksanaan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta;

h) Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual;

i) Besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai ketentuan atau dokumen permohonan lelang.

Perihal pembatalan lelang setelah lelang dimulai hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang sebagaimana ketentuan Pasal 40 PMK Lelang yakni sebagai berikut :

a. Keadaan memaksa (force majeure) atau kahar;

(26)

48 b. Terjadi Gangguan Teknis yang tidak dapat ditanggulangi hingga berakhirnya jam kerja pada pelaksanaan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta;

c. Uang Jaminan Penawaran Lelang milik Pemenang Lelang dikarenakan sebab tertentu terkait sistem perbankan terdebet kembali dari rekening Penyelenggara Lelang dan tidak dilakukan pemindah bukuan kembali ke rekening Penyelenggara Lelang pada hari lelang oleh Pemenang Lelang meskipun telah diberitahukan oleh Penyelenggara Lelang.

Dalam hal terjadi pembatalan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta dengan penawaran melalui surat elektronik/e-mail,tromol pos atau internet, Penyelenggara Lelang atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan lelang tersebut kepada Peserta Lelang melalui Aplikasi Lelang, surat elektronik/e-mail, telepon, website, short message service,dan/atau papan pengumuman Penyelenggara Lelang sebagaimana Pasal 41 PMK Lelang.

C. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)

1. Pengertian SKPT

Sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah. Berdasarkan

(27)

49 peraturan tersebut, maka seluruh pihak yang berkepentingan yang memerlukan informasi tentang suatu bidang tanah berhak untuk mendapat data fisik dan data yuridis dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) baik untuk kegiatan jual beli tanah, termasuk dalam hal pemberian fasilitas kredit oleh Bank, maka Bank sebagai pihak yang berkepentingan berhak untuk memperoleh informasi tentang data-data dari tanah yang akan dijadikan calon debitur sebagai agunan.

Untuk memberikan kepastian akan keterangan yang didapat pihak yang berkepentingan sesuai yang diatur dalam Pasal 187 Ayat (3) Permen ATR/BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan informasi tertulis tentang data fisik dan data yuridis mengenai sebidang tanah, akan menerbitkan SKPT yang memuat informasi mengenai :

a. Letak bidang tanah;

b. Luas bidang tanah;

c. Nomor NIB;

d. Nomor gambar situasi;

e. Nama pemilik tanah;

f. Jenis dan nomor hak atas tanah;

g. Catatan yang memuat informasi mengenai pembebanan hak tanggungan dan pernyataan bahwa tanah tersebut tidak bermasalah;

h. Keperluan penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.

(28)

50 Permohonan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) ini diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui permohonan pihak yang berkepentingan. Maka, dari informasi yang termuat dalam Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kita mendapatkan validasi dan konfirmasi serta kepastian mengenai landasan kepemilikan tanah dan kondisi terakhir status tanah yang akan memberikan keyakinan terhadap Bank akan tanah tersebut.

2. Mekanisme Penerbitan SKPT

a) SKPT Manual

Merupakan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang pengurusannya dilakukan dengan cara mendatangi kantor Badan Pertanahan setempat sesuai domisili objek hak atas tanah secara langsung. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap pelaksanaan lelang tanah harus dilengkapi dengan dokumen berupa SKPT yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan tempat persil tanah tersebut dicatat. Perihal alur mekanisme penerbiatan SKPT manual, ialah sebagai berikut :

1) Persyaratan :

Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya;

Surat Kuasa apabila dikuasakan;

(29)

51

Fotocopy identitas pemohon (KTP) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;

Bukti hubungan hukum antara subjek dan objek hak.

2) Prosedur Pengurusan :

Datang ke Kantor Pertanahan membawa berkas dan persyaratan yang lengkap, membawa foto copy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yeng telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;

Ambil nomor antrian, tunggu hingga dipanggil oleh petugas yang bersangkutan dan pastikan sudah mengisi formulir dengan benar dan lengkap.

3) Waktu Pengurusan, ialah selama rentang waktu 4 (empat) hari kerja.

4) Tarif Atau Biaya Pengurusan, yaitu sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu Rupiah).39

Perihal mekanisme penerbitan SKPT manual, pada tataran praktis menurut Margono Dwi Susilo selaku Kepala Seksi Bina Lelang IIA - Direktorat Lelang, yakni sebagai berikut :

39 Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Barat. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, www.sipp.menpan.go.id diakses tanggal 3 Pebruari 2021.

(30)

52 a. Ada beberapa Kantor Pertanahan yang memberikan jangka waktu berlakunya SKPT, misalnya 3 bulan atau 6 bulan. Namun ada yang tidak memberikan jangka waktu sama sekali;

b. Standar Operasional Prosedur (SOP) pengajuan penerbitan SKPT menurut pemahaman kami relatif berbeda untuk setiap Kantor Pertanahan, ada yang bisa menerbitkan 1 (satu) hari kerja, ada yang lebih bahkan tidak jelas;

c. Ada banyak jadwal lelang yang dibatalkan karena SKPT tidak terbit dengan alasan, misalnya: buku tanah belum ditemukan/

dipinjam seksi lain atau Pejabat yang berwenang menandatangani SKPT tidak ditempat, dan sebagainya;

d. Proses penerbitan SKPT relatif mahal, karena KPKNL/Penjual masih harus datang ke Kantor Pertanahan untuk mengajukan permohonan dan mengambil asli SKPT.40

b) SKPT Elektronik

Pembuatan berkas “Surat Keterangan Pendaftaran Tanah” user dapat mengakses dari aplikasi htel.atrbpn.go.id ke aplikasi Layanan pertanahan elektronik. Selanjutnya user memilih menu “Informasi Pertanahan” lalu melakukan pembuatan berkas baru dengan pilih tombol “Surat Keterangan Pendaftaran Tanah” dan dilanjutkan dengan mengunggah dokumen sertipikat hak atas tanah. Kemudian dilanjutkan

40 Kanwil DJKN Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara, Koordinasi Virtual dengan BPN, e-SKPT dan Percepatan Sertifikasi BMN Tahun 2021 Menjadi Bahasan Utama, djkn.kemenkeu.go.id diakses tanggal 1 April 2021.

(31)

53 dengan mengunggah beberapa dokumen lainnya seperti formulir Permohonan SKPT, Surat Kuasa dari pemilik bidang tanah, Identitas Pemohon yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setelah dokumen tersebut berhasil diunggah user wajib menandai kolom yang berisi pernyataan “saya menyatakan dengan sesungguhnya” untuk kepentingan pernyataan kesesuaian data. Lalu user melakukan konfirmasi data hingga muncul Surat Perintah Setor (SPS). Dalam hal ini SPS memuat informasi nama lengkap, kode pembayaran, daftar biaya serta cara pembayarannya agar memudahkan user dalam melakukan pembayaran. Pasca user melakukan pembayaran SPS, maka pada hari yang sama SKPT Elektronik sudah terbit dan dapat dicetak oleh user.41

Menurut pendapat Neil Efryano Prayoga selaku Kepala Bidang Lelang, bahwa pihak user yang dapat mengajukan permohonan SKPT Elektronik hanya mitra kantor pertanahan yaitu PPAT. Akun mitra pemerintah pada aplikasi SKPT Elektronik belum dapat diakses oleh KPKNL. Selain itu, dari segi produk SKPT Elektronik, nama pemohon yang tertulis di SKPT harus Kepala KPKNL karena tujuannya untuk keperluan lelang.42

Diagram alir terkait mekanisme penerbitan SKPT sebagaimana dikutip dari website ppid.atrbpn.go.id, sebagai berikut :

41 Panduan Aplikasi, IV. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), htel.atrbpn.go.id diakses pada 10 Pebruari 2021.

42Kanwil DJKN Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara, Op.Cit.

(32)

54 3. Masa Berlaku SKPT

Sebagaimana Pasal 33 Ayat (1) PMK Lelang, dalam hal pelaksanaan lelang hak tanggungan, SKPT memiliki masa kadaluarsa yaitu 6 (enam) bulan setelah dikeluarkan oleh BPN. Namun dengan berlakunya Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik juncto Pasal 33 Ayat (1) huruf a PMK Lelang dikuatkan dengan pendapat Freddy Kolintama selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara, bahwa berdasarkan informasi terkini dari Pusat Data dan Informasi Pertanahan milik BPN, terkait SKPT Elektronik sudah dapat dilaksanakan tetapi harus didaftarkan terlebih

(33)

55 dahulu pada website mitra BPN dan menegaskan perihal masa berlaku SKPT Elektronik tetap selama 7 (tujuh) hari dengan mengacu pada petunjuk teknis yang ada.43

Walaupun memberikan informasi yang paling mutakhir. Namun, tetap saja SKPT tidak dapat memberikan jaminan bahwa dalam masa berlakunya, tanah tersebut tidak akan mendapatkan tuntutan di kemudian hari. SKPT menjadi salah satu syarat pencairan kredit, dimana telah disama ratakan dengan pengecekan sertifikat di BPN, padahal menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 (dimana PP tersebut merupakan pengganti PP Nomor 10 Tahun 1961 yang mana telah terjadi kesempurnaan atas pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, dimana menurut A.P Parlindungan telah memperkaya ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut), karena sebagai berikut:

a. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

b. Dengan informasi pertanahan yang tersedia di kantor pertanahan maka pemerintah akan mudah merencanakan pembangunan negara yang menyangkut tanah, bahkan bagi rakyat sendiri lebih mengetahui kondisi peruntukan tanah dan kepemilikannya.

c. Dengan administrasi pertanahan yang baik akan terpelihara masa depan pertanahan yang terencana.44

43Ibid.

44Muhammad Yamin. 2004. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria. Medan. Penerbit Pustaka Bangsa Press. Hal. 12.

(34)

56 Dari poin-poin diatas memberikan jaminan teknis dan jaminan hukum, pendaftaran tanah adalah tugas administrasi hak yang dilakukan oleh negara dalam memberikan kepastian hak atas tanah di Indonesia.

Negara bertugas untuk melakukan administrasi tanah, dan dengan administrasi tanah ini negara memberikan bukti hak atas tanah telah dilakukan administrasi tanah, Negara hanya memberikan jaminan yang kuat atas bukti yang dikeluarkannya, bukan semata-mata memberikan hak atas tanah kepada seseorang namun hanya bukti administrasi saja.

Gambar

Diagram alir terkait mekanisme penerbitan SKPT sebagaimana  dikutip dari website ppid.atrbpn.go.id, sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

 Putusan Komisi Informasi yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan Penetapan Eksekusi dari Ketua Pengadilan yang berwenang.  Permohonan Penetapan eksekusi diajukan

Yurisprudensi tetap adalah putusan – putusan hakim tingkat pertama, dan putusan tingkat banding yang telah berkekuatan hukum tetap atau putusan Mahkamah agung sendiri yang telah

Persentase putusan pengadilan perkara berkekuatan hukum tetap yang ditindaklanjuti (di eksekusi). Program peningkatan manajemen peradilan

Mewujudkan kepastian Hukum, Keadilan dan kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. Asas Kepastian Hukum, Keadilan Dan

Persentase putusan pengadilan perkara perdata berkekuatan hukum tetap yang ditindaklanjuti (dieksekusi) 2 Keterjang- kauan pelayanan badan peradilan 5

Pandangan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan tentang Ikrar Talak Bagi Suami Istri Yang Melakukan Hubungan Badan Pasca Putusan Berkekuatan Hukum Tetap.. Peranan Hakim

Persentase permohonan eksekusi atas putusan perkara yang berkekuatan hukum tetap yang ditindaklanjuti.. Persentase pengaduan masyarakat yang

37 Meningkatnya kepatuhan terhadap putusan pengadilan Terwujudnya peningkatan pelayanan permohonan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Prosentase