• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Peneliti terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dengan melihat hasil peneli terdahulu digunakan sebagai pembanding dan tolak ukur penelitian namun tidak terlepas dari tema penelitian yang diteliti yaitu pernikahan dini. Berikut merupakan peneliti terdahulu dari beberapa jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis :

Pertama, penelitian oleh Dede Hafirman Said (2017) dengan judul

“Problematika Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Di KUA Se-Kecamatan Binjai (Analisis Undang-undang No. 01 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam”.6 Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui system pelaksanaan perkawinan anak di bawah umur dipandang dari segi Hukum Islam dan Undang-undang No. 01 Tahun 1974, serta akibat hukumnya.

Penelitian ini, terdapat dua hal yang terkait, yang petama deskripsi mengenai pernikahan di bawah umur di Kota Binjai dan faktor-faktor penyebabnya. Yang mana pernikahan di bawah umur atas izin orang tua di se- kecamatan Kota Binjai laki-laki-laki berjumlah 33 orang, perempuan berjumlah 233 orang pada tahun 2016. Dan perkawinan atas izin pengadilan laki-laki satu

6Said Dede Hafirman (2017). Problematika Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Di KUA Se-Kecamatan Binjai (Analisis Undang-undang No. 01 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam. Diakses pada 21 Januari 2020. http://repository.uinsu.ac.id/6481/

(2)

11

orang dan perempuan satu orang. Yang kedua sejauh mana peran KUA terkait dengan usahanya menanggulangi dan melaksanakan pernikahan di bawah umur di Kota Binjai, mencegah adanya pernikahan di bawah umur dengan memalsukan administrasi dan juga pencatatan nikah. Dalam hal ini penghulu KUA se- kecamatan Binjai telah melakukan sosialisasi mengenai pentingnya menikah sesuai umur yang telah ditentukan Undang-undang saat beum akad nikah (khutbah ikah) menikah dibawah umur di se-kecamatan Kota Binjai.

Kedua, penelitian oleh Siti Fatimah (2009) dengan judul “Faktor-faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya Di Desa arimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali”.7 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pendorong pernikahan dini di Desa Sarimulya adalah faktor ekonomi, pendidikan orang tua dan adat istiadat. Dampak dari pernikahan dini bagi pasangan suami istri adalah sering sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah, masalah anak dan suami tidak bekerja. Tidak hanya itu, dampak bagi orang tua masing-masing adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua masing-masing menjadi tidak harmonis. Kemudian dampak positifnya akan mengurangi beban ekonomi orangtua, menghindari anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan belajar hidup mandiri dan mengetahui bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga.

Ketiga, penelitian oleh Afan Sabili (2018) dengan judul “Pernikahan Di Bawah Umur Dan Implikasinya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga”.8

7Fatimah Siti. 2009. Faktor-faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya Di Desa arimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali. Diakses pada 21 Januari 2020.

http://lib.unnes.ac.id/2104/1/4228.pdf

8Sabili Afan. 2018. Pernikahan Di Bawah Umur Dan Implikasinya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga. Diakses pada tanggal 21 Januari 2020. https://docplayer.info/134065900-

(3)

12

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi faktor utama suami istri melangsungkan pernikahan dalam usia yang masih dibawah umur, dan mengetahui apakah ada implikasinya terhadap keharmonisan rumah tangga mereka khususnya kelanggengan pernikahan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal disebabkan karena lemahnya kontrol orang tua, pengaruh kebebasan media yang mengakibatkan pasangan ini hamil diluar nikah dan akhirnya menikah muda karena sudah hamil duluan.

Pernikahan dibawah umur yang terjadi di Kecamatan Pegandon terhadap keharmonisan rumah tangga bisa terbilang harmonis, karena baik buruknya hubungan suami istri tergantung dari masing-masing individu apakah mereka sadar atau tidak dengan masing-masing tanggung jawab sebagai orang tua maka keharmonisan akan berjalan dan tercipta dengan sendirinya.

Keempat, penelitian oleh Ika Syarifatunnisa (2017) dengan judul “Faktor- faktor Penyebab Pernikahan Dini Di Kelurahan Tunon Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”.9 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan faktor- faktor dan dampak yang terjadi dari pernikahan dini. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di Kelurahan Tunon adalah faktor ekonomi, pendidikan, orangtua, pola pikir masyarakat, dan faktor hamil diluar nikah.

Pernikahan-di-bawah-umur-dan-implikasinya-terhadap-keharmonian-rumah-tangga-studi-kasus- pernikahan-di-kua-kecamatan-pegandon-tahun.html

9Ika Syarifatunnisa (2017). Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Dini Di Kelurahan Tunon Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal. Diakss pada tanggal 21 Januari 2020.

http://lib.unnes.ac.id/29655/1/1201412005.pdf

(4)

13

Kelima, penelitian oleh Amrisinta (2018) dengan judul “Hubungan Antara Pernikahan Usia Muda Dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.10Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pernikahan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Hasil dari penelitian ini sebagian besar subjek menikah pertama kali pada usia yang tidak beresiko (≥20 tahun), berpendidikan rendah, dan pada saat penelitian memiliki usia yang beresiko (≥35 tahun), pernikahan usia <20 tahun memiliki resiko 4 kali lebih besar mengalami kejadian kanker serviks dibandinglan dengan pernikahan usia

≥20 tahun.

Beberapa penelitian yang sudah penyusun pelajari, pada hakikatnya pembahasan mengenai pernikahan dini sudah ada dan kebanyakan lebih menekankan kepada faktor penyebab dan dampak- dampaknya dari pernikahan dini, namun yang membuat berbeda dari penelitian penyusun yaitu faktor yang menjadi penyebab melakukan perkawinan usia dini di Desa Bululawang memiliki dua faktor yang saling berhubungan, penyebab melakukan pernikahan dini dari anak itu sendiri ataukah dari pola asuh keluarga. Karena dua faktor ini memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku seorang remaja dalam menentukan masa depannya.

B. Konsep Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

“nikah” memiliki ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan

10Amrisinta (2018). Hubungan Antara Pernikahan Usia Muda Dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Diakses pada tanggal 21 Januari 2020.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1299/

(5)

14

ketentuan hukum dan ajaran agama : hidup sebagai suami istri tanpa – merupakan pelanggaran terhadap agama. 11Sedangkan menurut UU No. 1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir nathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Jadi, mengenai pengertian dari Pernikahan itu sendiri, dapat disimpulkan bahwasannya pengertian dari Pernikahan adalah pembentukan keluarga dengan lawan jenis yang prosesnya terjadi melalui akad dan didalamnya perjanjian antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan mendapatkan keberkahan serta membangun keluarga yang sejahtera.

2. Pernikahan dini

Istilah pernikahan dini atau pernikahan muda ini lebih popular adalah pernikahan di bawah umur yaitu pernikahan pada usia dimana seseorang tersebut belum mencapai dewasa ( Koro, 2012 : 72 )12. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang mengatur pernikahan dalam pasal 7 ayat 1 diterangkan bahwa perkawinan di izinkan jika pihak laki-laki sudah berusia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun. Akan tetapi kini dengan adanya revisi Undang-undang yang mengatur pernikahan pada tanggal 16 September 2019, maka baik laki-laki maupun perempuan batas usia pernikahan adalah 19 tahun.

Batas usia dalam melaksanakan pernikahan sangatlah penting karena didalam pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia yang terlalu

11 Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.web.id/nikah, diakses pada tanggal 23 Januari 2020.

12Koro Abdi. 2012. Perlindungan Anak di Bawah Umur dalam Perkawinan Usia Muda dan Perkawinan Siri, Alumni, Bandung.

(6)

15

muda juga dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran akan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga.

Menurut BKKBN Tahun 2017 sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak, usia kurang dari 18 Tahun masih tergolong anak-anak.

Maka, BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Karena usia tersebut dianggap masa yang paling baik untuk berumah tangga dan sudah cukup matang untuk berfikir dewasa secara rata-rata. 13

3. Sahnya Pernikahan

Undang-undang Pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayannya itu ( Pasal 2 ayat 1 ). Dari bunyi pasal 2 ayat 1 beserta dengan penjelasannya itu, bahwa pernikahan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayannya itu, kalau tidak, maka pernikahan itu tidak sah. Perlu digaris bawahi, kata-kata “sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945” dalam hubungan dengan “hukum masing- masing agamanya dan kepercayannya itu”, adalah pasal 29 Undang-undang Dasar 1945, yang berbunyi :

a. Negara berdasarkan atas ke Tuhanan Yang Maha Esa

b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayannya itu.14

13BKKBN :Usia Pernikahan Ideal 21-25 Tahun. https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-usia-pernikahan- ideal-21-25-tahun, diakses pada tanggal 22 Januari 2020.

14 Wantjik, Saleh. 1980. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 15

(7)

16

4. Tujuan Pernikahan di Bawah Umur Menurut UU

Tujuan pernikahan yang terkandung dalam pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 disebutkan “Pernikahan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka dari itu, untuk suami istri perlu adanya saling membantu dan saling melengkapi, agar masing-masing dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil”. Tujuan pernikahan menurut Hukum Nasional adalah untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 15

Tujuan pernikahan dalam pasal 3 kompilsi hukum Islam yaitu untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah (keluarga yang tentram penuh kasih dan sayang). Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan- ketentuan yang telah diatur dalam syari’ah.16

5. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pernikahan Dini

Menurut Jayadiningrat (Ghafari : 2004)17sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah :

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

15 Azhar Ahmad. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press. Hal 13

16 Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta Liberty. Hal 12

17Laily Purnawati (2019) Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Pola Asuh Keluarga. http://www.jurnal- unita.org/index.php/publiciana/article/viewFile/42/38 (diakses pada tanggal 23 Januari 2020)

(8)

17

c. Sifat kolot orang Jawa yang tidakmau menympang dari ketentuan adat.

d. Kebanyakan orang Desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

6. Dampak perkawinan Usia Muda

Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan pengaruh positif maupun negative. Dampak perkawinan usia muda akan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya, baik dalam hubungannya mereka sendiri, terhadap anak-anak ataupun terhadap keluarga masing-masing. Menurut Adham (2001)18 dampak pernikahan dini meliputi :

a. Dampak terhadap suami-istri

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya pada pasangan usia yang telah melangsungkan pernikahan di usia muda belum memenuhi dan mengetahui hak dan kewajiban sebagai suami istri. Dalam hal tersebut timbul belum adanay kematangan fisik maupun mental yang cenderung keduanya memiliki sifat egois yang tinggi.

b. Dampak terhadap anak-anaknya

Pasangan yang telah melangsungkan pernikahan pada usia muda akan membawa dampak, selain dampak pada pasangan yang melangsungkan pernikahan usia muda juga berdampak pada anak- anaknya. Karena bagi wanita apabila melangsungkan kehamilan dibawah umur 20 Tahun, maka akan mengalami kegangguan pada kandungannya.

18Ibid.

(9)

18

c. Dampak terhadap masing-masing keluarganya.

Selain berdampak pada pasangan suami-istri dan anak-anaknya, pernikahan usia muda juga akan membawa dampak terhadap masing- masing keluarganya. Apabila pernikahan diantara anak-anak mereka lancar tentu akan membawa keberuntungan orang tua masing-masing.

Namun apabila sebaliknya rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya mengalami perceraian maka yang akan mengakibatkan bertambahnya biaya hidup masing-masing orangtua dan bisa memutuskan tali persaudaraan mereka.

7. Resiko Kehamilan Pada Pernikahan Dini

Pernikahan dini merupakan salah satu dampak negatif dari masa transisi seorang anak menuju remaja yang dilakukan pada usia kurang dari 19 tahun. Golongan remajatergolong kalangan yang transisional. Artinya keremajaan merupakangejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena itu berada di antara usia kanak-kanakdengan usia dewasa. Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remajamasih mencari identitasnya.

Remaja merupakan kelompok yang berada pada kelompok usia 11-24 tahun. Pada masa ini, remaja mengalami perubahan-perubahan yang bersifat psikologis, fisik, dan fisiologis. Perubahan ini berjalan secara berkesinambungan sampai usia dewasa (diatas 24 Tahun).Dengan peningkatan hormonal yang cukup baik diiringi dengan perbaikan gizi yang diperoleh, maka terjadi perubahan-perubahan fungsi dan dorongan seksual yang cukup pesat., namun hal itu belum diikuti oleh perkembangan

(10)

19

psikososialnya. Akibatnya, remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi.

Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual. Misalnya, dari film-film, buku-buku dan lainnya.

Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berperilaku seksual aktif ( melakukan hubungan intim sebelum menikah) yang mempunyai resiko yang merugikan. Resiko tersebut menurut Kinsey et al (1953)19dapat berupa :

a. Kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikososial seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini.

b. Abortus dengan konsekuensi psikososial seperti rasa bersalah yang berlebihan, ancaman hokum pidana, dan sanksi adat masyarakat.

c. Penyakit menular seksual.

d. Gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor).

e. Berbagai gangguan dan tekanan psikoseksual serta sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah.

Kehamilan remaja sebagian besar merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kehamilan remaja yang tidak diinginkan. Menurut Meiwita B. Iskandar dkk, hal tersebut dapat terjadi antara lain karena :

a. Usia menstruasi yang semakin dini disertai usia kawin yang semakin tinggi menyebabkan “masa-masa rawan” yaitu kecenderungan perilaku seksual aktif semakin panjang. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus kehamilan remaja di luar nikah.

19Munajat Nanang. 2000. Resiko Reproduksi Modul 3. Jakarta. Hal 13

(11)

20

b. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan.

c. Tidak menggunakan alat kontrasepsi.

d. Kegagalan alat kontrasepsi akibat remaja menggunakan kontrasepsi tanpa disertai pengetahuan yang cukup tentang kontrasepsi yang benar.

e. Kehamilan akibat pemerkosaan, diantaranya pemerkosaan oleh teman kencannya (date rape)20

C. Konsep Sosiologi Keluarga 1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan unit kerkecil dalam struktur masyarakat yangdibangun diatas perkawinan sah terdiri dari suami, istri, dan anak.

Keluargaadalah tulang punggung dan jiwa masyarakat. Sejahtera atau tidaknya suatumasyarakat dan bangsa ditentukan oleh kondisi keluarga yang hidup dalammasyarakat bangsatersebut.

Parasosiologiberpendapatbahwaasal-usulpengelompokankeluarga bermula dari peristiwa perkawinan. Sehingga secara sosiologismenunjukan bahwa dalam keluarga itu terjalin suatu hubungan yang sangatmendalamdankuat,bahkanhubungantersebutbisadisebutdenganhubunga nlahir batin.

2. Fungsi Keluarga

Setelah keluarga terbentuk, anggota keluarga didalmnya memiliki tugas atau fungsi masing-masing yang meliputi :

a. Fungsi Biologis

20Ibid.

(12)

21

Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami isteri. Kelangsungan sebuah keluarga banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalankan fungsi biologis. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankannya dimungkinkan akan terjadi gangguan dalamkeluarga yang berujung pada perceraian dan poligami.

b. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi sosialisasi menunjukan pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, cita-cita, keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka.

c. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.

d. Fungsi Protektif

Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya agar terhindar dari hal-hal yang negatif.

e. Fungsi Ekonomi

Keluarga adalah unit primer yang memproduksi kebutuhan ekonomi, seperti kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

(13)

22 f. Fungsi Rekreatif

Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang menyenangkan dalam berkeluarga dengan berbagai fasiitas misalnya media TV dan sebagainya.

g. Fungsi Agama

Untuk mendorong suatu keluarga dan seluruh anggotanya menjadi insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

h. Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan kasihsayang atau rasa cinta. Oleh karena itu, kebutuhan kasih sayangsangat diharapkan bisa diperankan oleh keluarga.

i. Fungsi Penentuan Status

Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya.

Status/kedudukan adalah suatu peringkat atau posisi seseorangdalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungandengan kelompok lainnya. Status tidak dapat di pisahkan dariperan. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorangyangmempunyaistatus.Statusdanperanterdiri dari dua macam yaitu status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat dan status dan peran yang diperjuangkan oleh usaha-usaha manusia.

Misalnya wanita adalah status yang ditentukan(ascribed), seseorang mencapai status melalui tahapan tersendiri yang diusahakan

(14)

23 (achieved).

Keberhasilan atau kegagalan keluarga menjalankan fungsi dapat kita pahami dari realitas atau kenyataan sosial yang terjadi.

Kenyataanitumerupakanwujuddari hasiltindakan individu- individu(unsur)keluarga.Sehingga jika kita merujuk pada pendapat Prof.

Dr. R.B. Soemanto, M.A. dalam tulisannya ia mengatakan bahwa paradigma perilaku sosial yang diberikan oleh Skinner memberikan perhatian pada hubungan antara individu dengan lingkungannya baik sosial maupun non sosial, perilaku individu berhubungan langsung dengan perubahan lingkungannya dan sebaliknya keadaan tersebut juga berdampak pada terjadinya perubahan tingkah laku.

3. Keluarga Sejahtera

Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, aman, selamat, dan tenteram. Sedangkan keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spirituil dan materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Seseorang yang sejahtera hidupnya adalah orang yang terpelihara hidupnya, cukup sandang, pangan,dan papannya, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak asasinya terlindungi oleh norma agama, norma hukum dan norma susila. Untuk mencapai tujuan suatu penikahan, maka suami isteri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga yang bahagia sejahtera, meningkatkan pengetahuan

(15)

24

tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat. Dengan itu diharapkan suami isteri mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang tentram dan damai.

1. Tahapan-tahapan keluarga sejahtera :

a. Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan spirituil, sandang, pangan, papan, kesehatan, dan KB.

b. Keluarga Sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, seperti kebutuhan akan kependidikan, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

c. Keluarga SejahteraII adalah keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya namun belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologinya, pengembangan, namun belum dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap masyarakat, seperti sumbangan dalam bentuk materiil atau keuangan untuk kepentingan sosial masyarakat.

(16)

25

e. Keluarga Sejahtera III Plus adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologi, kebutuhan pengembangan, dan sekaligus ikut menyumbang dalam kegiatan sosial. 21

21 Rofiqoh Ainur. 2017. Dampak Pernikahan di Bawah Umur Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Kedungbanteng Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo). Di akses pada tanggal 29 Oktober 2021). http://etheses.iainponorogo.ac.id/2715/1/SKRIPSI.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini penulis akan mencoba merancang, membuat serta mengimplementasikan sistem pengambilan keputusan ke dalam bentuk yang terkomputerisasi yaitu dalam bentuk

Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan kebijakan nasional tersebut seyogianya berupa suatu

Pemberian makanan pada bayi belum dilakukan dengan optimal. Para orangtua terkadang kurang memperhatikan pola asupan gizi makanan yang dibutuhkan oleh bayinya. Karena

Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA, sisa sebesar 40,09% dikelola dengan dtimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan