• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Ultisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Ultisol"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanah Ultisol

Indonesia dapat dibedakan menjadi dua wilayah yaitu wilayah beriklim basah dan wilayah beriklim kering. Namun sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Papua) merupakan wilayah beriklim basah dengan rata-rata suhu udara dan tanah tinggi (>22oC) hampir sepanjang tahun (Humid Tropics). Dari aspek pembentukan tanah, hal ini lebih banyak merugikan, karena proses hancuran iklim (pelapukan) kimia berjalan sangat intensif. Lingkungan yang lembab dengan suhu tinggi sangat cepat melapukkan mineral-mineral tanah dan batuan induk tanah. Hasil lapukan, antara lain basa-basa tanah (Ca, Mg, K, dan Na) dengan cepat dibebaskan. Curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar dari lingkungan tanah, yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al, akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Subagyo et al., 2000).

Ultisol merupakan tanah mineral yang berkembang dari bahan induk tua dan telah mengalami pelapukan lanjut. Proses pembentukan Ultisol berawal dari pencucian intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan kejenuhan basa yang rendah sampai lapisan bawah tanah (1.8 m dari permukaan tanah).

Disamping itu, terjadi pencucian liat (lessivage) yang menghasilkan horizon albik di lapisan atas (eluviasi) dan horizon argilik di lapisan bawah (iluviasi). Terjadinya proses pencucian basa-basa dan liat dalam waktu yang lama serta ditunjang oleh suhu tahunan rata-rata >8oC maka terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, sehingga terbentuk mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Selanjutnya di daerah tropika basah yang curah hujan dan temperatur yang tinggi mempercepat terjadinya pelapukan dan pencucian dari mineral mudah lapuk dan basa-basa, akibatnya tanah akan kaya dengan bahan residual seperti kaolinit , besi dan aluminium oksida (Hardjowigeno, 1993).

(2)

Berdasarkan aktivitas pertukarannya Ultisol dikelompokkan pada jenis liat beraktivitas rendah (low activity clay) dimana kapasitas tukar kationnya (KTK) < 16 me/100g. Sanchez (1992) menjelaskan bahwa tanah-tanah tropika dengan tingkat pelapukan yang tinggi menghasilkan liat dengan KTK rendah dan sangat sedikit mengalami pengembangan dan pengkerutan baik dalam keadaan basah maupun kering, sehingga kemampuan tanah untuk menahan air akan rendah pula. Selanjutnya Lal dan Greenland (1984) menambahkan bahwa tanah yang mempunyai liat dengan KTK rendah dicirikan oleh kapasitas memegang air rendah, akibatnya bila beberapa hari tidak ada hujan pada periode pertumbuhan maka tanaman akan mengalami kekeringan.

Kandungan mineral mudah lapuk pada tanah Ultisol telah habis terlapuk, maka unsur hara khususnya basa-basa sebagian besar telah hilang karena pencucian, akibatnya tingkat kesuburannya sangat rendah, sedang kejenuhan Al biasanya tinggi.

Hal lain yang perlu diperhatikan pada tanah Ultisol adalah kemampuannya yang tinggi dalam memfiksasi anion seperti fosfat, sulfat dan silikat (Sanchez, 1992).

Ketersediaan Fosfor dalam Tanah

Kahat fosfor merupakan masalah kesuburan pada tanah masam, karena selain kandungan fosfor tanah asalnya yang rendah juga sebagian besar fosfor dalam tanah tersebut diikat oleh aluminium dan hanya sebagian kecil saja yang dapat larut dan tersedia bagi tanaman. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Khasawneh et al.

(1971; Sample et al., 1980; White, 1980) bahwa rendahnya ketersediaan P dalam tanah disebabkan oleh terjerapnya P oleh komponen-komponen tanah yang membentuk senyawa P yang tidak larut. Menurut Tan (1993), dalam proses penjerapan P banyak reaksi yang terjadi yaitu retensi, adsorbsi, presipitasi dan fiksasi.

Retensi adalah suatu bentuk ikatan yang dapat dipisahkan dengan melarutkan senyawa tersebut dengan asam encer, sedangkan fiksasi adalah ikatan yang tidak dapat dipisahkan dengan asam encer dan unsur yang terikat lebih sulit tersedia kembali (Tisdale dan Nelson, 1975).

(3)

Besarnya jerapan P yang terjadi pada suatu jenis tanah berhubungan dengan kandungan Al terekstrak, kandungan oksida atau oksida hidrat dari Al, serta kandungan liat. Semakin tinggi kandungan komponen tersebut di dalam tanah maka semakin semakin besar pula kemampuan tanah tersebut dalam menjerap P (Hernandez dan Burnhan, 1982). Mekanisme jerapan P oleh senyawa tersebut terjadi melalui reaksi pertukaran anion, yaitu lepasnya anion OH- ke larutan tanah setelah terjadinya pengikatan anion P. Tanah-tanah masam yang kaya Al adalah tanah yang banyak mengandung Al, baik dalam bentuk ion Al bebas, dalam bentuk senyawa Al seperti oksida dan oksida hidrat dari Al dalam jumlah yang banyak, ataupun tanah- tanah yang tinggi kandungan mineral illitnya. Sanchez dan Uehara (1980) dan Tan (1993)mengemukakan bahwa komponen-komponen tanah tersebut diatas diduga sebagai penyebab utama terjadinya jerapan P didalam tanah.

Untuk meningkatkan ketersediaan hara fosfor dan mengurangi jerapan fosfor oleh Al, maka sebaiknya jenis pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah adalah dari jenis yang lambat tersedia seperti fosfat alam. Fosfat-alam merupakan salah satu pupuk yang tidak cepat larut dalam air, sehingga bersifat lambat tersedia (slow releas) dalam penyediaan hara fosfor, mempunyai pengaruh residu yang lama serta mengandung P dan Ca cukup tinggi. Fosfat-alam mempunyai efektivitas yang sama dengan pupuk sumber P lainnya yang mudah larut seperti SP-36, sehingga penggunaannya bisa meningkatkan efisiensi pupuk.

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat Bogor (Undang Kurnia et al, 2003) mendapatkan bahwa takaran optimum pupuk fosfor untuk tanaman pangan pada tanah masam adalah 20-40 kg P/ha atau setara dengan 100-200 kg TSP atau SP-36/ha. Sedangkan takaran pupuk kalium biasanya separuh kebutuhan pupuk fosfor atau sama dengan takaran optimum pupuk fosfor.

Pengelolaan Hara

Pengelolaan hara sangat penting untuk mempertahankan produksi agar tetap tinggi. Iklim tropika basah menyebabkan ketersediaan hara yang sangat rendah,

(4)

sehingga diperlukan suplai hara secara terus menerus guna meningkatkan produksi.

Penggunaan tanah yang intensif dan mendapatkan produksi yang maksimal dapat dicapai dengan menaikkan taraf pemupukan serta penggunaan pupuk inorganik, penambahan bahan organik dan pengembalian hara.

Produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan menaikkan penggunaan pupuk, namun untuk petani-petani konvensional agak kesulitan untuk memenuhinya akibat biaya yang mahal, oleh karenanya ketergantungan penggunaan pupuk anorganik dan pertanian kimia lainnya harus dihindari. Kombinasi penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik, merupakan strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk sintetik, selain juga dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat fisika tanah lainnya. Penggunaan pupuk anorganik juga dapat dikurangi dengan menekan kehilangannya dan meningkatkan pengembalian hara. Kehilangan melalui penguapan, pencucian dan erosi dapat dikontrol dengan cara menerapkan sistem pertanaman konservasi dan penggunaan dosis secara berkala, penempatan pupuk dan formula pupuk yang slow release atau lambat tersedia. Lal (1995) menyatakan bahwa pengelolaan hara meliputi: (i) meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan ketersediaannya terhadap tanaman dan (ii) memperkirakan jumlah hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanah. Penerapan pengelolaan hara yang efektif adalah menemukan kebutuhan hara yang diharapkan berdasarkan ketersediannya dalam tanah serta penambahan pupuk kimia dan bahan organik untuk mencapai produksi tanaman yang diharapkan.

Ada beberapa hal yang perlu diterapkan untuk memenuhi kebutuhan hara tanah dan mengelola hara agar mencapai produksi maksimal dan efisien, yaitu:

a. Pupuk kimia

Pada tanah-tanah tropika basah, penggunaan pupuk kimia sangat penting untuk meningkatkan produksi. Defisiensi hara pada tanah-tanah tropika basah adalah N, P dan Ca serta Zn. Namun penggunaan pupuk kimia ini dapat dikurangi dengan mengurangi kehilangan hara, pengembalian hara, dan fiksasi secara biologi.

b. Mengurangi kehilangan hara

(5)

Kehilangan hara dapat terjadi akibat erosi tanah, pencucian hara, dan penguapan. Oleh karena itu penyebab dari kehilangan hara tersebut harus ditekan serta diperlukan pengembalian hara ke dalam tanah (nutrient cycling).

Erosi tanah. Pemulsaan, penanaman menurut kontur dan tindakan konservasi lainnya dapat menekan erosi. Pemulsaan dan penanaman tanaman penutup tanah sangat efektif untuk mengurangi energi pukulan hujan dan laju aliran permukaan.

Pencucian hara. Kehilangan hara tanah melalui pencucian biasa terjadi pada tanah- tanah yang terbentuk pada daerah tropika basah. Kehilangan ini dapat ditekan dengan pengelolaan tanah, pupuk dan tanaman. Pengelolaan tanaman yang dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan hara melalui pencucian dapat dilakukan dengan inkorporasi tanaman yang mempunyai perakaran dalam untuk menyerap hara yang ditranslokasikan ke sub soil. Pengelolaan tanah yaitu dengan meningkatkan kapasitas memegang air terutama pada zona perakaran. Dalam hal ini, penggunaan bahan organik tanah yang tinggi merupakan salah satu strategi yang cukup baik.

Pengelolaan pupuk juga penting untuk mungurangi kehilangan diantaranya dengan penggunaan pupuk yang bertahap dan penggunaan pupuk yang lambat tersedia.

Penguapan. Temperatur yang tinggi dan kondisi yang basah sepanjang tahun semakin mendorong terjadinya kehilangan hara melalui penguapan. Penggunaan mulsa dan sistem no-tillage, penutup tanah merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengatur kelembaban dan regim temperatur tanah. Formulasi pupuk yang tidak mudah larut juga mengurangi kehilangan melalui penguapan seperti pupuk yang slow release dan pupuk coating nitrogenous.

Nutrient cycling. Pengembalian hara oleh tanaman maupun binatang ke dalam tanah juga merupakan salah satu cara untuk mempertahankan produksi tanaman. fauna tanah (Lal, 1995), seperti cacing dan rayap juga memainkan peran penting dalam pengembalian hara tanah seperti C, N, P, S, B, Cu, Zn dan Mo. Nutrient cycling meliputi mulsa sisa tanaman dan agoforestri.

(6)

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah berupa serasah, bahan hijau, kompos dan pupuk kandang berperan sangat penting dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas tanah. Bahan organik tanah mampu meningkatkan kemampuan menahan air, memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan erosi, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, mensuplai hara dan meningkatkan efisiensi pupuk, meningkatkan aktivitas biologi tanah serta mengurangi pengaruh toksisitas aluminium. Peran bahan organik tanah ini bisa mensubstitusi sebagian kebutuhan kapur dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Untuk memperoleh kondisi tanah yang tetap produktif maka kandungan bahan organik dalam tanah perlu dipertahankan agar jumlahnya tidak sampai dibawah 2%.

Pupuk organik terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi oleh bakteri pengurai), seperti pupuk kandang dan pupuk kompos. Sekam padi, batang jagung dan serbuk gergaji yang memiliki C/N ratio antara 50-100 sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik.

Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap tetapi jumlahnya rendah oleh karenanya diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan hara. Beberapa manfaat dari pemberian pupuk organik antara lain: 1) meskipun dalam jumlah yang jauh lebih kecil, pupuk organik mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro; 2) memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat, sehingga dapat meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah dan meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air; 3) mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah; 4) dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. 5) pada tanah masam penambahan pupuk organik mampu membantu meningkatkan pH tanah; dan 6) pada taraf tertentu penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan air.

Berkurangnya jerapan P dengan pemberian bahan organik menurut para ahli disebabkan adanya asam-asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik tersebut. Kononova (1966) menyatakan bahwa selama proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah akan dihasilkan asam-asam organik

(7)

seperti asam sitrat, malonat, tartrat, dan oksalat sebagai hasil antara. Pada tahap akhir dekomposisi akan terbentuk asam humat dan fulvat, yang keduanya sering disebut dengan humus. Mortensen (1963), Schnitzers (1982), dan Tan (1993) mengemukakan bahwa berkurangnya kelarutan Al dan jerapan P dengan pemberian asam humat disebabkan terbentuknya senyawa kompleks organo-metal antara asam humat dengan Al yang menjerap P, sehingga P menjadi tersedia. Ahli lain juga menyatakan bahwa meningkatnya ketersedian P dapat disebabkan oleh proses pertukaran anion atau terjadinya kompetisi antara asam humat dengan P dalam memperebutkan tapak pertukaran (Martinez, Romero, dan Galivan, 1984).

Alexandrova et al (1968) menjelaskan bahwa asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik dapat menekan aktivitas ion Al dan ion Fe dengan membentuk senyawa kompleks. Pembentukan senyawa tersebut mungkin melalui ikatan kovalen atau ikatan koordinasi.

Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Fisika Tanah

Agregat tanah dapat dianggap merupakan suatu satuan dasar struktur tanah.

Susunan dan ukuran agregat serta kemantapannya sangat menentukan kondisi fisik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Quirk (1987) pembentukan ditinjau dari sudut pandang fisiko-kimia yang melibatkan oksida hidrous Al dan Fe, CaCO3, silika dan bahan oganik sebagai agen agregasi maupun pemantapan struktur.

Secara teoritis (de Boodt, 1978), peranan bahan organik dalam pembentukan dan pemantapan agegat makro dapat terjadi melalui:

1. Pengikatan oleh miselia jamur.

2. Pengikatan butir-butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik dengan perantara kation (Ca, Mg, Fe dll).

3. Pengikatan butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian positif lempung dengan gugus negatif senyawa organik yang berbentuk rantai.

(8)

4. Pengikatan butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif lempung dengan gugus positif bahan organik (amine, amida, amino, NH4).

Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah

Bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P dalam berbagai cara.

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersedian P melalui pelepasan P dari ikatan Al-P dan Fe-P tanah karena Al dan Fe kemudian dikompleksi oleh bahan organik dan CO2 yang terevolusi selama dekomposisi bahan organik yang dapat melepaskan P dari ikatan Ca-P (Hesse, 1984). Hesse (1984) juga menambahkan bahwa bahan organik juga merupakan sumber unsur mikro yang baik. Akan tetapi, bahan-bahan organik tertentu dapat mengimmobilisasi sejumlah besar unsur mikro seperti fiksasi Cu oleh gambut. Tetapi unsur-unsur lain seperti Mn, Zn, dan Fe menjadi lebih tersedia dengan pemberian bahan organik.

Sistem pertanaman lorong adalah salah satu teknik konservasi tanah vegetatif yang menggunakan tanaman legum Flemingia congesta sebagai pagar (hedgerow) yang ditanam rapat dalam baris sejajar/zigzag kontur, sehingga membentuk lorong- lorong (alley) untuk ditanami tanaman utama. Tanaman Flemingia congesta mempunyai potensi paling baik jika dibandingkan dengan tanaman leguminosa lainnya dalam hal penyediaan bahan organik sebagai sumber pupuk organik untuk pertanian lahan kering yang murah dapat dihasilkan sendiri oleh petani (Juarsah, 2000). Flemingia congesta dengan jarak tanam 40x20 cm dapat menghasilkan bahan organik segar 14,8 ton/ha dan memberikan C-organik tanah sebesar 0,41% (Hakim dan Mursidi, 1987).

Teknik Konservasi Tanah dan Air

Ada 3 metode teknik konservasi tanah dan air, yaitu : 1) Metoda Vegetatif, 2) Metode mekanik dan 3) metode Kimia.

Metoda Vegetatif

Pada umumnya praktek pemulsaan dilakukan untuk memperoleh satu atau beberapa keuntungan yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah yang nantinya akan

(9)

mempengaruhi produktivitas tanah yang bersangkutan. Beberapa keuntungan praktek pemulsaan antara lain: (1) melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak butir hujan, 2) meningkatkan penyerapan air oleh tanah terutama pada lapisan permukaan, (3) mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, (4) memelihara temperatur dan kelembaban tanah, (5) memelihara kandungan bahan organik tanah, dan (6) mengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu (Indrawati, 2000), selain itu mulsa dapat pula mengembalikan unsur hara dalam tanah, mengurangi pemadatan tanah, memperbaiki infiltrasi, memperbaiki struktur tanah dan porositas serta meningkatkan aktifitas biologi tanah (Lal, 1976).

Usaha pengolahan tanah konservasi (conservation tillage) didefinisikan sebagai usaha mempertahankan sedikitnya 30% residu tanaman penutup tanah pada permukaan tanah setelah penanaman. Residu tanaman diletakkan pada permukaan atau diinkorporasi ke dalam tanah untuk membantu mencegah erosi dan pengkerakan dengan cara memperbaiki agregasi, infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air.

Erosi dapat terjadi akibat tumbukan hujan atau laju aliran permukaan pada permukaan tanah yang tidak terlindungi. Keduanya menyebabkan partikel tanah pecah dan ditransportasikan mengalir pada permukaan tanah. Oleh karena itu, makna utama adalah mengurangi atau mencegah erosi air dengan mengurangi atau mencegah pelepasan dan transport partikel tanah menjadi aliran permukaan. Energi untuk pelepasan dan transport partikel berasal dari hujan ketika menumbuk permukaan tanah dan yang berasal dari aliran permukaan yang mengalir pada permukaan tanah.

Karenanya, untuk mengurangi pelepasan dan transport maka energi harus dihamburkan. Tanaman penutup tanah atau residu dapat memaksimalkan efektifitas penghamburan energi kinetik hujan dimana seluruh permukaan tanah harus tertutupi oleh tanaman penutup tanah, tetapi penutupan sebagian juga mampu mengurangi pelepasan partikel tanah dan kehilangan tanah sampai level yang dapat ditoleransi.

Aliran permukaan menghancurkan partikel tanah akibat energi yang diterima, dengan pelepasan yang biasanya meningkat dengan meningkatnya kecepatan aliran permukan. Oleh sebab itu, kecepatan aliran permukaan harus bisa diturunkan untuk mengurangi pelepasan partikel tanah seperti penutupan permukaan, memperbesar

(10)

kerapatan tegakan tanaman. Tegakan tersebut harus mampu menahan kekuatan dan dengan begitu mampu menghamburkan energi dari aliran permukaan. Pelepasan partikel dapat dihasilkan dari pembasahan tanah yang menyebabkan dispersi agegat yang tidak stabil. Dispersi agregat biasanya meningkat dengan semakin meningkatnya aliran permukaan seiring dengan meningkatnya potensial yang lebih lanjut menyebabkan pelepasan partikel dan kehilangan tanah.

Konservasi tanah dan air dibagi kedalam tiga pendekatan: 1) mengurangi aliran permukaan, yang mencakup perencanaan untuk mencegah awal terjadinya aliran permukaan; 2) menahan aliran permukaan, mengurangi jarak aliran permukaan dan menahannya; dan 3) mengontrol aliran permukaan.

Ada beberapa pilihan teknologi dalam pengendalian erosi. Namun, pemilihan penggunaan teknologi harus dibuat secara hati-hati tergantung tipe tanah, kelerengan dan karakteristik lahan, curah hujan dan hidrologi, sistem pertanian dan faktor sosial ekonomi.

Tindakan pengendalian erosi dilakukan dengan memperbaiki struktur tanah, mengurangi pukulan air hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi serta mengurangi jumlah dan laju aliran permukaan. Ada beberapa cara pengendalian erosi:

1. Pemulsaan.

Mulsa adalah hamparan residu tanaman yang ditempatkan di permukaan tanah. Tipe mulsa diberbeda-beda tergantung sumber dan cara mendapatkan dan penerapan mulsa itu sendiri. Efek pemulsaan adalah:

Efek fisika. Pemulsaan dapat menekan besarnya pukulan air hujan, mengurangi laju aliran permukaan sehingga air yang terserap oleh tanah meningkat, memperbaiki struktur tanah dan menekan terjadinya erosi.

Efek biologi. Melalui pemulsaan dari sisa tanaman akan menghasilkan bahan organik tanah serta lingkungan tanah yang baik bagi aktivitas mikroorganisme dan memperbanyak flora dan fauna tanah, serta meningkatkan biomassa karbon.

Efek kimia. Pemulsaan akan menambah kandungan bahan organik tanah, dimana dekomposisi bahan organik tanah ini akan menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan SO42- dan unsur hara mikro lainnya melalui pengkelatan kompleks mantap dengan

(11)

Cu2+, Mn2+, Zn2+ dengan kation polivalen. yang merupakan sumber hara bagi tanaman.

2. Pengolahan konservasi

Pengolahan tanah konservasi adalah sistem persiapan lahan yang didasarkan pada konsep kerusakan tanah minimum dan pemeliharaan residu tanaman.

Tanpa pengolahan tanah; yaitu sistem dimana lahan tidak diolah sama sekali dan residu tanaman ditinggalkan di permukaan tanah.

Pengolahan tanah zonal; yaitu pengolahan tanah mekanik hanya dilalakukan pada zona baris yang ditanami saja, sedangkan antar barisnya dijaga agar tetap tidak terganggu dan dilindungi dengan mulsa residu tanaman.

Pengolahan tanah minimum. Didefinisikan sebagai manipulasi tanah minimum yang penting untuk pertumbuhan tanaman.

3. Penanaman strip.

Penanaman strip menurut kontur adalah membagi lahan yang curam ke dalam strip kontur yang memotong jalan aliran dan memperlambat kecepatan aliran.

Tanaman pengawet tanah ditanam pada strip kontur untuk menyerap aliran permukaan, memperlambat kecepatan aliran dan mendorong terjadinya sedimentasi dari bahan-bahan yang terbawa melalui erosi. Ada beberapa kategori penanaman strip yang meliputi;

Penanaman strip kontur; merupakan strip alternatif yang dibuat pada kontur. Strip kontur ini diterapkan pada seluruh lahan.

Penanaman strip buffer; dibuat pada sekeliling topogafi dengan slope yang kompleks dimana strip kontur sulit untuk diterapkan. Strip buffer biasanya ditanami dengan tanaman penutup tanah dan pohon-pohonan.

Field strip copping; merupakan strip parallel yang persegi panjang pada satu sisi lahan. Tipe ini hanya diterapkan pada lahan dengan slope dengan erodibilitas rendah.

(12)

Barrier strip; dibuat dengan baris tunggal atau ganda secara rapat yang ditanami dengan rumput atau tanaman serealia.

Border strip; biasanya ditanami dengan pagar tanaman tahunan.

Namun perlu dicermati kembali bahwa penanaman strip hanya bisa efektif pada lahan-lahan dengan slope yang landai, sedangkan untuk slope yang curam perlu diperkuat dengan bangunan teknis lainnya.

4. Penanaman kontur

Pendekatan yang paling sederhana dalam mengendalikan erosi adalah penanaman menurut kontur. Efektifitas penanaman kontur akan menurun dengan meningkatnya kecuraman dan panjang lereng serta dengan tinggnya intensitas hujan.

Namun, penanaman menurut kontur itu sendiri tidak cukup untuk mengendalikan erosi pada daerah-daerah yang curam, panjang lereng, tanah yang erodible dan hujan yang sangat erosive.

5. Tanaman penutup tanah.

Tanaman penutup selain untuk menambah hara tanah, juga untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatnya pori makro tanah. Pada prinsipnya kegunaan tanaman penutup tanah lebih kepada mengendalikan erosi.

6. Pagar dan strip vegetasi

Kecepatan aliran permukaan dapat dikurangi secara drastis dengan tanaman pagar, rumput atau semak pada kontur. Tanaman pagar ini dapat meningkatkan lamanya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan sedimentasi serta deposisi bahan yang tererosi. Tanaman pagar ini mungkin tidak dapat menurunkan aliran permukaan secara drastis namun dapat menurunkan kehilangan tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut menunjukan bahwa pengawasan yang dilakukan secara bersama sama oleh masyarakat yang berinvestasi didalam perusahaan mendorong berkurangnya berbagai

Dari hasil pengujian sistem pendukung keputusan serta penelitian dari pihak perusahaan, Maka dapat di simpulkan dari sistem pendukung keputusan ini pengguna yang sebagai

Dari sistem kendali suhu otomatis menggunakan metode logika fuzzy yang telah dibuat, dengan menggunakan 5 himpunan fuzzy pada variabel E (Error) yang berupa

Hasil akhir pengujian sistem diperoleh dengan cara membandingkan hasil prediksi penyakit yang diderita oleh aplikasi sistem pakar dengan diagnosa atau kesimpulan

Sinopsis Kelab Pencinta Alam merupakan satu platform pendedahan bagi generasi muda untuk menghargai alam sekitar untuk dinikmati oleh generasi yang

01 Fasilitasi, Koordinasi, Pembinaan dan Pengawasan, Serta Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan pada Kawasan Sumberdaya Alam Yang Mencakup Kawasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara supervisi Kepala Sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru Sekolah PGRI Se- Kabupaten Kudus.. Kegiatan

Karena setiap kegiatan ritual/upacara agama Hindu di Serangan selalu memanfaatkan tumbuhan, maka kegiatan konservasi perlu terus dilakukan untuk menghindarkan tumbuhan dari