• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PUDING DAUN KELOR PADA IBU MENYUSUI TERHADAP FREKUENSI DAN LAMA MENYUSUI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS MEDAN JOHOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PUDING DAUN KELOR PADA IBU MENYUSUI TERHADAP FREKUENSI DAN LAMA MENYUSUI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS MEDAN JOHOR SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

SITI SARAH MAHARANI NIM. 141000583

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMTERA UTARA

2020

(2)

PENGARUH PEMBERIAN PUDING DAUN KELOR PADA IBU MENYUSUI TERHADAP FREKUENSI DAN LAMA

MENYUSUI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS MEDAN JOHOR

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI SARAH MAHARANI NIM. 141000583

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)

1

(4)

2 Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 15 Agustus 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si.

Anggota : 1. Dr. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes.

2. Fitri Ardiani, S.K.M, M.P.H.

(5)

3

(6)

4 Abstrak

Produksi ASI yang tidak lancar menjadi salah satu faktor menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI secara ekslusif. Salah satu usaha untuk memperbanyak ASI adalah dengan menyusui anak secara teratur. Menyusui dengan frekuensi lebih dari 6 kali dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir dapat menjamin kecukupan ASI pada hari-hari berikutnya. Mengonsumsi daun kelor dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian puding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi di wilayah puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan non-equivalent pretest-posttest. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi seluruh ibu menyusui yang terdapat di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor sebanyak 35 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pretest posttest dan lembar observasi recallmenyusui dilakukan 24 jam selama 7 hari sebelum mengonsumsi puding daun kelordan 7 hari sesudah mengonsumsi puding daun kelor.Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat kecendrungan pada tabel data hasil dari pretest dan posttest pemberian puding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi menyusui sesudah ibu menyusui mengonsumsi puding daun kelor mengalami peningkatan sebanyak 48,3% dengan lama menyusui bayi meningkat 22,9%

selama 7 hari pemberian makanan puding daun kelor. Saran dari penelitian ini adalah diharapkan kepada ibu menyusui yang mengalami produksi ASI yang sedikit, frekuensi dan lama menyusui yang sedikit dan keluarga menambah wawasan dan pengetahuan tentang manfaat mengkonsumsi puding daun kelor secara teratur.

Kata kunci : ASI, frekuensi, kelor, makanan, menyusui

(7)

5 Abstrack

Improper production of breast milk is one of the factors that causes failure in exclusive breastfeeding. One effort to increase breastfeeding is to treat children regulary. Breastfeeding with a frequency of more than 6 times in the first 24 hours after the baby is born can guarantee the adequacy of breastfeeding in the following days. Eating moringa leaves can increase milk production in nursing mothers. The purpose of this study was to study the combination of moringa leaf pudding in nursing mothers on the frequency and duration of breastfeeding in infants in the Medan Johor health center area, Medan Johor District. This type research is quasi-experimental (quasi experimental) with an unequal pretest- posttest design. The sample in this study is the total population of all breastfeeding mothers in the area of Puskesmas Medan Johor, Medan Johor District as many as 35 people. Data collection was performed using a pretest posttest questiionnaire and breastfeeding recall observation sheets conducted 24 hours for 7 days before consuming Moringa leaf pudding and 7 days after consuming Moringa leaf pudding. Data analysis was performed descriptively by looking at the tendency in the data table of the result of pretest and posttest administration of Moringa leaf pudding on nursing mothers to the frequency and duration of breastfeeding in infants. The results showed the frequency of breastfeeding after breastfeeding mothers consumed Moringa leaf pudding had increased 48,3% with the duration of breastfeeding the baby increasing by 22,9%

for 7 days giving Moringa leaf pudding food. Suggestions from this study are expected to breastfeeding mothers who experience low milk production, the frequency and duration of breastfeeding is small and families add insight and knowledge about the benefits of consuming Moringa leaf pudding regularly.

Keywords: Breast milk, frequency, moringa, food, breastfeeding

(8)

6

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui terhadap Frekuensi dan Lama Menyusui Bayi di Wilayah Puskesmas Medan Johor”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si. selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si. selaku Dosen Pembimbing dan juga Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan arahan selama penulisan skripsi ini.

5. Dr. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes. selaku Dosen Penguji I yang memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H. selaku Dosen Penguji II yang memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

(9)

7

7. dr. Rahayu Lubis M.Kes. Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Marihot Oloan Samosir, S.T. selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam memberi informasi apapun yang penulis butuhkan.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama mengikuti pendidikan.

10. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian beserta staf pegawai bidang Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan informasi kepada penulis.

11. Kepala Puskesmas Kecamatan Medan Johor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian beserta staf pegawai Puskesmas Kecamatan Medan Johor yang telah memberikan informasi informasi berupa data kepada penulis

12. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta (Muhammad Irzan, S.H. dan Deriana Lubis), serta saudara Riza Rahmadsah, S.E. dan Anugrah Ramadhan, S.H. beserta keluarga besar di Medan yang senantiasa memberikan doa, dukungan, motivasi serta kasih sayang kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini.

13. Terima kasih kepada teman-teman penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

8

(11)

9 Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Tujuan umum 8

Tujuan khusus 8

Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9

Tanaman Kelor 9

Kandungan Kelor 10

Manfaat Kelor 12

Air Susu Ibu (ASI) 17

Cara ASI dihasilkan 18

Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI 20

Jenis-jenis ASI 21

Kandungan ASI 22

Manfaat ASI 24

Kendala dalam Pemberian ASI 27

Tanda Bayi Cukup ASI 30

Kerangka Teori 31

Kerangka Konsep 33

Metode Penelitian 34

Jenis Penelitian 34

Lokasi dan Waktu Penelitian 34

Populasi dan Sampel 35

Prosedur Pembuatan Puding Daun Kelor 35

(12)

10

Variabel dan Definisi Operasional 36

Metode Pengumpulan Data 36

Tahapan Penelitian 37

Metode Analisis Data 37

Hasil Penelitian 39

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 39

Karakteristik Ibu Menyusui 40

Frekuensi Menyusui pada Bayi Responden Sebelum Mengkonsumsi

Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui 41

Frekuensi Menyusui pada Bayi Responden Sesudah Mengkonsumsi

Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui 41

Lama Menyusui pada Bayi Responden Sebelum Mengkonsumsi

Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui 42

Lama Menyusui pada Bayi Responden Sesudah Mengkonsumsi

Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui 42

Pengaruh Frekuensi dan Lama Menyusui pada Bayi Responden Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Puding Daun Kelor Pada

Ibu Menyusui 43

Pembahasan 44

Frekuensi dan Lama Menyusui Bayi Sebelum Ibu Menyusui

Mengkonsumsi Puding Daun Kelor 44

Frekuensi dan Lama Menyusui Bayi Sesudah Ibu Menyusui

Mengkonsumsi Puding Daun Kelor 46

Pengaruh Pemberian Puding Daun Kelor pada Ibu Menyusui

Terhadap Frekuensi dan Lama Menyusui Bayi 48

Keterbatasan Penelitian 49

Kesimpulan dan Saran 50

Kesimpulan 50

Saran 51

Daftar Pustaka 53

Lampiran 56

(13)

11 Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Rincian Kandungan Zat Gizi Daun Kelor 12

2 Komposisi Kandungan ASI 24

3 Ibu Menyusui Berdasarkan Kelompok Umur,

Pendidikan, dan Pekerjaan Tahun 2019 40

4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Frekuensi Menyusui Bayi Sebelum Mengkonsumsi Puding

Daun Kelor 41

5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Frekuensi Menyusui Bayi Sesudah Mengkonsumsi Puding

Daun Kelor 42

6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Lama Menyusui

Bayi sebelum Mengkonsumsi Puding Daun Kelor 42 7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Lama Menyusui

Bayi sesudah Mengkonsumsi Puding Daun Kelor 43 8 Pengaruh Frekuensi dan Lama Menyusui pada Bayi

sebelum dan sesudah Responden Mengkonsumsi

Puding Daun Kelor 43

(14)

12

Daftar Gambar

No Judul .. .. Halaman

1 Tanaman daun Kelor 10

2 Kerangka teori 32

3 Kerangka konsep 33

(15)

13

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner 56

2 Surat Survei Pendahuluan 61

3 Surat Izin Penelitian 62

4 Surat Selesai Penelitian 63

5 Dokumentasi 64

6 Lampiran Tabel responden dan Observasi 65

7 Lampiran Tabel responden dan Observasi 67

(16)

14 Daftar Istilah

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ASI Air Susu Ibu

EBV Ebstein Barr Virus

EEDK Ekstrak Etanol Daun Kelor EMDK Ekstrak Metanol Daun Kelor

HIV Human Immunodeficiency Virus

HSV Herpes Simplek Virus

KEMENKES Kementrian kesehatan

UNICEF United Nation International Children’s Emergency Fund WHO World Health Organization

(17)

15

(18)

16 Pendahuluan

Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik untuk bayi yang langsung diproduksi dari payudara ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya, karena komposisinya sesuai pada setiap tumbuh kembang bayi, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindarkan bayi dari berbagai infeksi.

Pemberian ASI mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan emosional yang dapat mempengaruhi hubungan batin antara ibu dan bayi (Lowdermilk, et.al, 2013). Wolrd Health Organization (WHO), United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF) dan kementrian kesehatan

merekomendasikan inisiasi menyusui dalam satu jam pertama kehidupan bayi, ASI Ekslusif selama 6 bulan, hingga 2 tahun, ASI harus tetap diberikan bersama dengan makanan pendamping ASI yang aman dan bergizi (UNICEF, 2016).

Pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan merupakan salah satu dari strategi global untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kesehatan dan kelangsungan hidup bayi (WHO, 2011). Meskipun banyak manfaat pemberian ASI Eksklusif bagi bayi, ibu, keluarga, dan masyarakat namun cakupannya masih rendah di berbagai negara termasuk indonesia. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai enam bulan hanya 15,3% (Kemenkes, 2010).

Salah satu faktor yang paling umum terkait dengan gagalnya praktek pemberian ASI Eksklusif adalah faktor ASI belum keluar di minggu pertama setelah melahirkan dan pandangan ibu bahwa produksi ASI nya tidak cukup

(19)

(Doloksaribu, 2014). Ibu yang sedang menyusui membutuhkan lebih banyak zat – zat gizi dibandingkan tahap manapun dalam kehidupan yang didapat dari makanan sehari – hari. Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui bayinya tidaklah secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah susu yang dihasilkan. Dalam tubuh ibu terdapat cadangan berbagai zat gizi yang digunakan bila sewaktu – waktu diperlukan. Apabila makanan ibu terus – menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan, tentu saja pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap produksi ASI.

ASI merupakan suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi karena mengandung banyak gizi, mineral dan komponen – komponen yang sangat dibutuhkan bayinya secara lengkap. Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, hal ini berdasarkan stadium laktasi.

Penggunaan Laktogogum (Laktogogue) merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju sekresi dan produksi ASI. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah bahan pangan di Indonesia yang memiliki fungsi sebagai laktogogum tersebut dapat menjadi salah satu strategi untuk mengatasi gagalnya pemberian ASI Eksklusif karena sekresi dan produksi ASI yang rendah (Doloksaribu, 2014).

Dari hasil penelitian di negara maju, ASI dapat menurunkan angka infeksi saluran pernapasan bawah, infeksi telinga tengah (otitis media), radang selaput otak (Meningitis), infeksi saluran kemih, dan diare. Beberapa hal yang diduga

(20)

3

dapat menyebabkan ASI berkurang adalah kurangnya asupan gizi, kelainan kelenjar mamae, stress, marah,sedih, kesal, dan lainnya yang membuat ibu tidak dalam kondisi yang sehat. Disisi lain, ibu menyusui termasuk salah satu target pemberian makanan tambahan karena membutuhkan zat – zat gizi yang lebih banyak dari ibu yang tidak menyusui.

Ibu menyusui juga membutuhkan asupan zat besi yang cukup karena pada saat melahirkan ibu mengeluarkan darah banyak serta 50% kebutuhan zat besi janin berasal dari ibu. Selain itu zat besi yang berasal dari ASI diserap 100% oleh bayi, berbeda dengan susu sapi atau susu formula yang diserap hanya 50% dan 40%, sehingga ibu perlu menambah asupan zat besi untuk mengembalikan volume zat besi yang terserap oleh bayi.

Pemberian ASI pada bayi terutama usia kurang dari 6 bulan dapat melindungi bayi dari penyakit diare dan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi terutama mengurangi risiko kematian pada bayi (Kemenkes RI, 2014). Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif 14 kali lebih mungkin untuk bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Mulai menyusui pada hari pertama setelah lahir dapat mengurangi risiko kematian bayi baru lahir hingga 45%. ASI juga mendukung kemampuan seorang anak dan membantu mencegah obesitas dan penyakit kronis dikemudian hari.

Produksi ASI yang tidak lancar menjadi salah satu faktor menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI secara ekslusif. Salah satu usaha untuk memperbanyak ASI adalah dengan menyusui anak secara teratur. Semakin sering

(21)

anak menghisap putting susu ibu, maka akan terjadi peningkata produksi ASI dan sebaliknya jika anak berhenti menyusu maka terjadi penurunan ASI. Saat bayi mulai menghisap ASI, akan tejadi dua reflek yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat pula, yaitu reflek pembentukan/produksi ASI atau reflek prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan reflek pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex). Bila bayi mengisap putting payudara, maka akan diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin, yang mengatur sel dalam alveoli agar mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga akan merangsang produksi hormon yang lain yaitu oksitoksi, yang membuat sel otot disekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju ptuing payudara. Jadi semakin bayi mengisap, maka semakin banyak air susu yang dihasilkan (Perinasia, 2006).

Kelancaran proses laktogenesis menentukan onset laktasi. Kegagalan bayi untuk menyusu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan onset laktasi lebih dari 3 hari, frekuensi menyusui berhubungan dengan rangsangan isapan pada payudara dengan produksi oksitoksindan prolaktin untuk memproduksi air susu.

Menyusui dengan frekuensi lebih dari 6 kali dalam 24 jam pertama setelah bayi lahur dapat menjamin kecukupan ASI pada hari-hari berikutnya (Rivers, et.al, 2010).

Penerapan praktis tampak pada digalakkannya budidaya tanaman toga (tanaman obat keluarga) yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk mengobati penyakit atau keluhan kesehatan yang terjadi dalam keluarga dengan harga yang murah, terjangkau, tidak menimbulkan efek samping dan efek ketergantungan. Salah satunya adalah tanaman toga daun kelor yang banyak

(22)

5

tumbuh di halaman rumah untuk meningkatkan produksi ASI (Setiawandari, 2017).

Mengonsumsi daun kelor dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui. Senyawa – senyawa alami di dalam daun mungil ini berkhasiat untuk mendorong sekresi hormon yang memerintah produksi susu dalam kelenjar payudara. Oleh karena itu, terdapat peluang untuk mengembangkan suatu produk makanan tambahan fungsional bagi ibu menyusui dengan makanan yang dapat mempengaruhi kelancaran ASI salah satunya adalah dengan memanfaatkan daun kelor.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan bahan makanan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner ibu menyusui, karena mengandung senyawa fitosterol yang berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek laktogogum). Fitosterol merupakan steroida yang terdapat didalam tanaman yang memiliki susunan struktur yang sama dengan kolesterol, namun fitosterol mengandung gugus etil pada rantai cabangnya. Fungsi fitosterol yaitu adalah menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan mencegah penyakit jantung. Fitosterol dapat meningkatkan ekskresi kolesterol, sehingga dapat menurunkan penyerapan kolesterol total. Fitosterol juga dapat memperbaiki regulasi kolesterol darah pada tingkat normal. Rata – rata kebutuhan fitosterol per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat adalah 150 – 400 mg fitosterol dengan rata – rata kadar fitosterol di dalam darah berkisar 0,3 – 1,7 mg. Jumlah tersebut diduga efektif dapat menurunkan penyerapan kolesterol yang berasal dari makanan.

(23)

Daun kelor memiliki kandungan protein lengkap yaitu mengandung 9 asam amino esensial, kalsium, zat besi, kalium, magnesium, zink, dan vitamin A, C, E, serta B yang memiliki peran besar dalam sistem imun. Daun kelor mengandung berbagai macam zat gizi serta sumber fitokemikal.Rendahnya gizi makro yang dikonsumsi ibu menyusui akan memengaruhi kemampuan menyediakan ASI dengan kandungan gizi mikro yang cukup untuk pertumbuhan bayi. Setiap 100 g daun kelor mengandung 3390 SI Vitamin A, dua kali lebih tinggi dari bayam dan tiga puluh kali lebih tinggi dari buncis. Daun kelor juga tinggi kalsium, sekitar 440 mg/100 g, sertafosfor 70 mg/100 g. Ekstrak daun kelor mengandung Fe 5,49 mg/100g, sitosterol 1,15%/100g, dan stigmasetol 1,52%/100g.

Kandungan nutrisi yang demikian luar biasa dari kelor menjadikannya kandidat utama untuk digunakan dalam mengatasi masalah malnutrisi atau kekurangan gizi pada balita dan ibu hamil atau menyusui terutama di negara- negara miskin seperti Afrika. Selain itu, kelor pun menjadi asupan gizi yang tinggi yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat.

Hasil penelitian Titi Mutiara dalam disertasi doktornya di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, menyimpulkan bahwa daun kelor merupakan bahan makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI. Efek serupa juga terbukti dalam penelitian yang dilakukan Zakaria dari jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Makassar, Sulawesi Selatan, dan rekan. Hasil penelitian menunjukkan pemberian daun kelor baik berupa ekstrak atau tepung daun mampu meningkatkan jumlah produksi ASI secara signifikan. Pemberian ekstrak daun kelor meningkatkan

(24)

7

volume ASI dari rata-rata 449 ml menjadi 600 ml. Namun, kedua perlakuan itu tidak mempengaruhi kualitas ASI. Kandungan zat besi, vitamin C dan E keduanya berbeda tapi tidak signifikan.

Menurut Zakaria, volume ASI meningkat karena efek ekstrak daun kelor yang mengandung antioksidan nonenzimatik, seperti vitamin A (Beta karotin), vitamin C, dan vitamin E yang mengurangi kerusakan DNA17, serta senyawa fitosterol. Hal itu sesuai dengan hasil studi Titi Mutiara yang melaporkan bahwa daun kelor mengandung senyawa fitosterol diantaranya kampesterol, stigmasterol, dan beta sitosterol yang bersifat laktogogum yang dapat meningkatkan produksi ASI.

Puding dapat dijadikan sebagai makanan alternatif tambahan yang menggunakan daun kelor untuk ibu menyusui. Selain manis dan lembut, puding disukai banyak kalangan terutama pada ibu menyusui sehingga menjadi daya tarik untuk mengomsumsi daun kelor.

Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan di salah satu posyandu yang berada di wilayah kecamatan Medan Johor didapatkan 8 dari 10 ibu menyusui yang diwawancarai memiliki kesulitan dalam menyusui bayinya salah satunya produksi ASI yang tidak lancar yang dapat menyebabkan kesulitan untuk menyusui bayinya, karena daya menghisap bayi yang kurang dan belum mengetahui manfaat dari daun kelor dan alternatif sebagai makanan tambahan untuk ibu menyusui.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian puding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama

(25)

menyusui pada bayi di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian adalah apakah ada pengaruh pemberian puding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian puding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi di wilayah puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor.

Tujuan khusus. Tujuan khusus pada penelitian ini meliputi :

1. Untuk mengetahui frekuensi dan lama menyusui pada bayi sebelum mengonsumsi puding daun kelor

2. Untuk mengetahui frekuensi dan lama menyusui pada bayi sesudah mengonsumsi puding daun kelor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi dan tambahan resep makanan kepada masyarakat bahwa puding daun kelor dapat menjadi sebagai makanan tambahan untuk ibu menyusui sebagai pelancar ASI dan menambah frekuensi dan lama menyusui pada bayi.

(26)

9

Tinjauan Pustaka

Tanaman Kelor (Moringa Oleifera)

Kelor (Moringa oleifera) adalah tanaman kecil dengan tingginya dapat mecapai 7-12 m. Kelor merupakan tanaman berbatang dan termasuk jenis tanaman berkayu sehingga keras dan kuat, bentuknya bulat, permukaannya kasar dan tumbuh ke atas. Daunnya bewarna hijau sampai hijau kecoklatan. Bentuk daun bundar telur, panjangnya 1-3 cm dan lebar 4 mm sampai 1 cm. Akarnya tunggang bewarna putih dan membulat seperti lobak. Bunganya bewarna putih kekuningan dan memiliki kelopak yang mengelilingi lima benang sari, Bijinya berbentuk bulat dan bewarna kecoklatan (Pradana, 2013). Kelor mengandung lebih dari 40 antioksidan dan 539 senyawa yang memiliki beragam khasiat untuk pencegahan penyakit dan melancarkan metabolisme tubuh. Tanaman Kelor merupakan bahan makanan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner ibu menyusui, karena mengandung senyawa fitosterol yang berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek laktagogum).

Menurut penelitian Setiawandari tahun 2017 menyatakan mengonsumsi daun kelor adalah sebagai salah satu tradisi dari masyarakat kita oleh ibu menyusui yang dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI).

Dengan semakin berkembangnya jaman, maka tanaman ini agak sulit ditemukan di daerah perkotaan, sehingga beberapa perusahaan melakukan pengekstrakan daun kelor.

(27)

Secara teoritis, senyawa – senyawa yang mempunyai efek laktogogum diantaranya sterol. Sterol merupakan senyawa golongan steroid (Nurmalasari, 2008).

Gambar 1. Tanaman daun Kelor

Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu telah memiliki tradisi memanfaatkan tanaman dari lingkungan sekitarnya. Manfaat tanaman bagi kesehatan telah banyak diteliti sebagai alternatif obat-obatan yang mempunyai kandungan bahan kimia. Beberapa tradisi masyarakat yang sampai dengan saat ini masih dilakukan, diantaranya mengkonsumsi tanaman yang dipercaya mampu untuk meningkatkan produksi air susu ibu(ASI), diantaranya daun kelor. Untuk mengurangi efek samping dari daun kelor selain dengan dimasak adalah dengan mengonsumsi daun kelor mentah dalam jumlah yang sedikit (maksimal 50 gram per hari) dan tidak mengkonsumsi daun kelor secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan.

Kandungan Kelor

Daun kelor mengandung berbagai zat kimia yang bermanfaat. Fitokimia dalam kelor adalah tannin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin,

(28)

11

antarquinon, dan alkaloid, dimana semuanya merupakan antioksidan (Kasolo et al., 2010). Antioksidan di dalam daun kelor mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan (Sreelatha dan Padma, 2012).

Kelor, terutama daunnya, mengandung antioksidan yang tinggi. Beberapa senyawa bioaktif utama fenoliknya merupakan grup flavonoid seperti kuersetin, kaempferol, dan lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan kuat, dengan kekuatan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E yang dikenal sebagai antioksidan potensial (Sutrisno, 2011). Salah satu antioksidan dalam kelor juga yaitu zeatin. Zeatin merupakan antioksidan kuat tertinggi dengan sifat antipenuaan. Zeatin memperlambat proses penuaan dengan membantu menggantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat daripada usianya, sehingga memberikan penampilan yang lebih muda pada kulit.

Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa zeatin meningkatkan antioksidan yang bertindak melawan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas selama proses penuaan sel dan melindungi sel-sel jahat dari stress kehidupan sehari-hari (Kurniasih, 2013). Kelor juga mengandung 46 antioksidan kuat lainnya, antara lain : vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin K, vitamin B (Cholin), vitamin B1 (Thiamin), vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B3 (Niacin), vitamin B6, alanin, alfa-karoten, arginin, beta-karoten, beta-sitosterol, asam kafeoilkuinat, kampesterol, karotenoid, klorofil, kromium, delta-5-avenasterol, delta-7-avenasterol, glutation, histidin, asam asetat indol, indoleasetonitril,

(29)

kaempferal, leucine, lutein, metionin, asam miristat, asam palmitat, prolamin, prolin, kuersetin, rutin, selenium, treonin, triptofan, xantin, xantofil, zeatin, zeasantin, zinc (Kurniasih, 2013).

Tabel 1

Rincian Kandungan Zat Gizi Kelor (per 100g)

Komponen Gizi Daun segar Daun Kering

Protein 6,80 g 27,1 g

Lemak 1,70 g 2,3 g

Beta Cerotene (Vit.A) 6,78 mg 18,9 mg

Thiamin (B1) 0,06 mg 2,64 mg

Riboflavin (B2) 0,05 mg 20,5 mg

Niacin (B3) 0,8 mg 8,2 mg

Vitamin C 220 mg 17,3 mg

Kalsium 440 mg 2.003 mg

Kalori 92 kal 205 kal

Karbohidrat 12,5 g 38,2 g

Tembaga 0,07 mg 0,57 mg

Serat 0,90 g 19,2 g

Zat Besi 0,85 mg 28,2 mg

Magnesium 42 mg 368 mg

Fosfor 70 mg 204 mg

Sumber : USDA National Nutrient Database

Manfaat Kelor

Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman multiguna.

Hampir seluruh bagian tanaman kelor dapat dijadikan sebagai sumber makanan sekaligus pakan ternak dan unggas (Kurniawan, 2013).

Berikut khasiat kelor dalam pengobatan penyakit yang berhubungan dengan metabolisme tubuh dan pencegahan penyakit.

Mengatasi Alergi. Pada tubuh sehat, sistem imunitas seimbang sehingga memberi perlindungan optimal terhadap gangguan benda asing dari luar tubuh.

Sistem itu juga meminimalkan reaksi tubuh yang berbahaya terhadap gangguan.

(30)

13

Pada penderita alergi, terjadi ketidakseimbangan sistem imunitas, sehingga reaksi muncul berlebihan. Akibatnya tubuh menjadi hipersensitif. Daun kelor mengandung vitamin A, vitamin B, besi, kalsium, saponin, dan sejumlah asam amino yang mendongkrak sistem imun tubuh sehingga mencegah dan menghentikan alergi.

Mencegah Batu Ginjal. Senyawa flavoid dalam daun kelor diduga mampu meningkatkan kelarutan kalsium batu ginjal. Kemampuan ekstrak etanol daun kelor (EEDK) dan ekstrak metanol (EMDK) mampu meningkatkan kelarutan batu ginjal secara in vitro. Kelarutan kalsium batu ginjal terlarut dalam EMDK dan EEDK mengikuti pola konsentasi membuktikan bahwa senyawa aktif golongan flavonoid berhadil terdentifikasi dalam EMDK dan EEDK (Anas dkk, 2016).

Mencegah Asam Urat. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuhnya. Kandungan asam urat dikatakan normal untuk pria dewasa jika kurang dari 7 mg/dl, sedangkan wanita dewasa kurang dari 6 mg/dl. Jika kandungan asam urat melebihi batas normal maka dapat terjadi penumpukan di sendi. Penderita asam urat akan mengalami rasa pegal di bagian sendi jempol kaki dan tangan.

Gejala berupa sakit akan muncul secara tiba-tiba yang berlangsung selama tiga hingga sepuluh hari. Puncak rasa sakit akan terasa pada enam hingga dua puluh empat jam pertama. Setelah sepuluh hari, biasanya rasa sakit pada sendi akan hilang seperti sembuh dan dapat kambuh sewaktu-waktu.

Daun kelor sebagai herbal kaya akan vitamin seperti vitamin C-senyawa antioksidan mampu menurunkan stres oksidatif dan inflamasi yang berpengaruh

(31)

terhadap penurunan sintesis asam urat. Selain vitamin, kelor juga mengandung senyawa flavonoid dan tanin. Senyawa kuersetin dari golongan flavonoid dapat menghambat aktivitas xantin oksidase, sehingga dapat menghambat pembentukan asam urat. Selain itu penurunan kadar asam urat dapat melalui peningkatan urikase. Senyawa lainnya yaitu tanin, alkaloid, dan saponin. Ketiga senyawa itu berperan menurunkan kadar asam urat dengan mengurangi aktivitas enzim xantin oksidase dalam serum. Peran lain, meningkatkan konsentrasi asam urat dalam urine dan mengikat radikal bebas selama perubahan purin menjadi asam urat.

Daun kelor juga mengandung beragam nutrisi seperti vitamin, karbohidrat, dan protein.

Mencegah Diabetes Mellitus. Kelor juga mampu membantu mengendalikan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Dalam penelitian Dr Daoo Jayeshree, peneliti di Jhunjhunwala College, Mumbai, India bahwa kelor membantu menormalkan kadar gula. Ia menginduksi tikus dengan 45 mg intraperitoneal tunggal sereptozotocin per kg bobot tubuh sehingga mengidap diabetes. Kemudian Jayeshree memberikan 300 mg ekstrak daun kelor per kg bobot tubuh selama 35 hari secara oral. Hasilnya ekstrak daun kelor sebanding dengan 5 mg glibenklamid per kg bobot badan. Glibenklamid berfungsi meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Kesehatan Ibu Hamil. Prof Ricardo Patrico, peneliti kelor dari Filiphina, di seminar The Miracle Tree, Future Plant for Nutrition and Healing pada 7 Mei 2015, mengutip hasil riset Sambou Diatta meneliti 320 perempuan hamil. Dalam penelitian itu Sambou Diatta memberikan 25 g daun kelor kira – kira 1 sendok

(32)

15

makan per hari untuk memulihkan kasus perempuan hamil yang menderita anemia. Dari 248 dari 320 perempuan hamil melahirkan di klinik sehingga Sambou bisa merekapitulasi kondisi bayi yang mereka lahirkan. Terbukti bahwa 95% (238 orang) dari 248 perempuan itu melahirkan bayi dengan bobot normal diatas 2,5 kg. Sebanyak 21 bayi (8%) malah memiliki bobot lahir lebih dari 4 kg, Mayoritas (161 bayi, 65%) memiliki bobot lahir 3-4 kg. Semua persalinan lancar tanpa kasus ibu atau bayi yang meninggal. Data statistik otoritas Senegal mencatat kasus kematian ibu mencapai 580per 100.000 persalinan, sementara kematian bayi dan balita mencapai 143 dari 1.000 kelahiran.

Pelancar Air Susu Ibu (ASI). Pemenuhan kebutuhan gizi bayi usia 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui air susu ibu (ASI) bagi bayi dengan ASI ekslusif.

Oleh sebab itu, upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan harus dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI ekslusif. Kekurangan gizi pada usia anak berusia kurang dari 2 tahun berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas. Dampak negatif itu sebagian besar tidak dapat diperbaiki. Pada saat menyusui, kebutuhan gizi ibu meningkat karena kebutuhan untuk memproduksi ASI. Faktor makanan berpengaruh signifikan terhadap produksi ASI, selain faktor psikis dan isapan bayi. Daun kelor merupakan bahan makanan lokak yang berpotensi untuk dikembangkan dalam kuliner ibu menyusui. Tanaman kelor mengandung senyawa fitosterol yang berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek laktogogum).

(33)

Osteoporosis. Osteoporosis suatu keadaan pada tulang manusia yang mengalami penyusutan masaa kalsium. Biasanya osteoporosis terjadi setelah perempuan menopause atau orang yang mengalami malnutrisi berupa kekurangan kalsium. Daun kelor mengandung berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti protein, zat besi, dan vitamin. Selain konsumsi daun kelor secara rutin, pencegahan osteoporosis lain dengan menerapkan gaya hidup sehat.

Menurut Mardiana (2013), berdasarkan kandungan kimia, kelormempunyai manfaat yang luar biasa diantaranya yaitu, pada daunnnya berfungsi untuk antimikroba, antibakteri, antiinflamasi, infeksi, virus Ebstein Barr (EBV), virus herpes simplek (HSV-1), HIV/AIDS, cacingan, bronkhitis, gangguan hati, anti tumor, demam, kanker prostat, kanker kulit, anemia, diabetes, tiroid, gangguan syaraf, kolik disaluran pencarnaan, rematik, sakit kepala, anti oksidan, sumber nutrisi (protein dan mineral) dan tonik.

Kulit batangkelor berfungsi untuk mengatasi gangguan pencernaan, flu, sariawan, antitumor dan rematik. Bersifat detoksifikasi, yaitu menetralisir racun ular serta kalajengking. Getah kelor dimanfaatkan sebagai antimikroba, anti tifoid, dan meredakan demam, asma, disentri, anti inflamasi, rematik dan gangguan saraf. Kelor juga digunakan untuk mencegah karies gigi. Akar kelor dapat dimanfaat juga sebagai bumbu campuran perangsang nafsu makan. Bersifat antimikroba, menghilangkan karang gigi, fludemam, asma, penguat jantung, antiinflamasi, edema, rematik, sakit kepala dan pembesaran hati. Bunga kelor berfungsi untuk mengatasi flu dan pilek berat, dipakai sebagai stimulan, afrodisiak, dan menyembuhkan radang tenggorokan, penyakit otot, tumor,

(34)

17

pembesaran limfe, serta menurunkan kolesterol dan lemak fosfolipid (Mardiana, 2013).

Buah kelor atau polong mengandung protein dan serat yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gizi buruk dan diare. Bagian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing, hati, dan limpa, serta mengobati masalah nyeri sendi. Polong juga dimanfaatkan sebagai antimikroba, antihipersensitif, antiinflamasi, menjaga organ reproduksi dan tonik.Bijikelor yang sudah tua dimanfaatkan sebagai antimikroba, antibakteri, kutil, penyakit kulit ringan, antitumor, lika lambung, demam, rematik, antiinflamasi, meningkatkan kekebalan tubuh dan sumber nutrisi. Tepung biji dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah penyakit yang di sebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenesdan Pseudomonas aeruginosa karena mengandung antibiotik yang kuat (Mardiana, 2013)

Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling ideal untuk bayi yang menyediakan zat- zat gizi yang diperlukan bayi dalam bentuk yang paling mudah dicerna dan paling mudah diserap. ASI dalam istilah kesehatan adalah dimulai dari proses laktasi.

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI Ekslusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami. ASI diproduksi oleh organ tubuh wanita yang bernama payudara.

(35)

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI ternyata tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu (Mansyur, N&A. Kasrida, 2014).

Cara ASI dihasilkan

Kerja sama hormon prolaktin dan hormon oksitoksin. Pada payudara, terutama pada putting susu ibu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Perangsang pada payudara akibat hisapan bayi saat menyusui akan menimbulkan implus yang menuju hipolamus, salah satu organ dalam otak kiri. Implus dari hipotalamus selanjutnya akan diteruskan ke hifofisis bagian depan yang mengeluarkan hormon prolaktin dan ke hifofisis bagian depan yang mengeluarkan hormon oksitoksin.

Hormon prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara, maka terjadilah refleks pembentukan ASI.

Pengosongan payudara merupakan perangsangan diproduksinya ASI kembali. Jadi, bila bayi lebih sering mengisap atau ASI lebih sering dikeluarkan, maka ASI akan diproduksi oleh banyak, sebaliknya bila bayi berhenti menghisap atau payudara tidak sering dikosongkan, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI. Jika ibu ingin menambah pasokan ASI-nya, maka jalan terbaik adalah dengan membiarkan bayinya mengisap kedua putting ibu secara bergantian sesering mungkin. Dengan perangsangan isapan bayi, maka ASI dari kedua payudara akan semakin banyak diproduksi.

Jika hormon prolaktin bertugas untuk memproduksi ASI, maka hormon oksitoksin berperan pada refleks pengeluaran ASI. ASI dikeluarkan oleh sel otot

(36)

19

halus di sekitar payudara yang mengkerut dan memeras ASI keluar. Hormon okstoksin membuat otot – otot ini mengkerut, sehingga dapat mengeluarkan susu.

Banyak ibu yang merasakan payudaranya terperas saat mulai menyusui. Hal ini menjelaskan bahwa ASI mulai mengalir.

Proses pengeluaran ASI selain berkat rangsangan isapan bayi, juga dikarenakan bekerjanya hormone oksitoksin. Bila refleks oksitoksin ibu tidak bekerja, maka bayi tetap tidak mendapatkan ASI yang cukup. Hal ini terjadi dikarenakan refleks ini sangat dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu. Jika perasaan ibu nyaman dan senang dengan kondisinya sendiri serta memikirkan dengan kasih sayang bayinya, maka ketika mendengar sang bayi menangis, kelenjar pituaris akan menghasilkan oksitoksin. Kemudian ibu akan memberikan ASI kepada bayinya dengan cukup memadai.

Reflek mengisap bayi. Selain ketika kedua hormon yang dihasilkan oleh sang ibu, ternyata peran isapan bayi terhadap putting ibu juga membantu proses terbentuknya dan terpenuhinya kebutuhan akan ASI bagi bayi yang bersangkutan.

Tindakan mengisap ini terbagi dalam 2 macam gerakan, yaitu :

a. Meregangkan putting susu dan aerola untuk membentuk dot putting. Bila bayi memasukkan putting susu kedalam mulutnya, ia juga harus memasukkan putting susu kedalam mulutnya, Ia juga harus memasukkan sebagian besar aerola untuk membentuk dot yang jauh lebih panjang daripada putting susu saat istirahat.

Hal ini akan terlihat ketika bayi telah selesai menyusu dan melepaskan putting ibunya, puting menjadi lebih panjang daripada biasanya.

(37)

b. Menekan aerola yang terenggang dengan lidah ke langit – langit mulut.

Lidah bayi menekan ASI keluar dari sinus laktiferus yang terletak di bawah aerola. Dengan menelan sebagian besar aerola, maka sinus laktoferus dapat tertekan dan air susu pun terperas keluar.

Inilah kerjasama yang dapat dijalin dengan cara belajar bersama antara kedua pihak, yaitu ibu dan bayi. Dengan demikian, pasokan ASI tetap terjamin dan bayi pun dapat terpenuhi kebutuhannya hingga usia enam bulan, bahkan hingga dua tahun (Chomaria, 2011).

Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI

Progesteron. Progesteron mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar – besaran.

Estrogen. Estrogen menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.

Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

Prolaktin. Prolaktin berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan. Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh glandula pituitari. Hormon ini memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI. Kadar hormon ini meningkat selama kehamilan. Kerja hormon prolaktin dihambat oleh hormon plasenta. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur – angsur menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin.

(38)

21

Peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi dengan kata lain mempunyai fungsi kontrasepsi. Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari dan penghentian pertama pemberian air susu dilakukan pada malam hari.

Oksitoksin. Hormon ini mengecangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam hal orgasme. Setelah melahirkan, okstoksin juga mengencangkan otot halus disekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitoksin berperan dalam proses turunnya susu let down/milk ejection reflex (Astutik, 2014).

Jenis – jenis ASI

Kolostrum. Merupakan ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum adalah susu pertama yang dihasilkan oleh payudara ibu berbentuk cairan bewarna kekuningan atau sirup bening yang mengandung protein lebih tinggi dan sedikit lemak daripada susu yang matang.

Kolostrum merupakan cairan yang agak kental bewarna kekuning – kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI nature, bentuknya agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel – sel epitel, dengan khasiat :

a. Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.

b. Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi.

c. Mengandung zat antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan.

(39)

Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi). Merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari ke empat sampai hari kesepuluh. Pada masa ini, susu transisi mengandung lemak dan kalori yang lebih tinggi dan protein yang lebih rendah dari pada kolostrum (Wiji, 2013).

ASI Mature. ASI mature meruoakan ASI yang dihasilkan dari hari kesepuluh sampai seterusnya. ASI mature merupakan nutrisi bayi yang terus berubah sesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. ASI ini bewarna putih kebiru – biruan (seperti susu krim) dan mengandung lebih banyak kalori daripada susu kolostrum ataupun transisi (Wiji, 2013).

Kandungan ASI

Kandungan ASI nyaris tak tertandingi. ASI mengandung zat gizi yang secara khusus diperlukan untuk menunjang proses tumbuh kembang otak dan memperkuat daya tahan alami tubuhnya. Kandungan ASI yang utama terdiri dari:

Laktosa (Karbohidrat). Laktosa merupakan jenis karbohidrat utama dalam yang berperan penting sebagai sumber energi. Laktosa(gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam ASI murni. Laktosa sebagai sumber penghasil energi, sebagai karbohidrat utama, meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh, merangsang tumbuhnya laktobasilus bifidus.

Laktobasilus bifidus berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam tubuh bayi yang dapat menyebabkan sebagai penyakit atau gangguan kesehatan. Selain itu laktosa juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan dalam perkembangan sistem saraf. Zat gizi ini membantu

(40)

23

penyerapan kalsium daan magnesium di masa pertumbuhan bayi. Komposisi Laktosa dalam ASI adalah 7gr/100ml.

Lemak. Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua di ASI dan menjadi sumber energi utama bayi serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh bayi.

Lemak berfungsi sebagai penghasil kalori/energi utama, menurunkan risiko penyakit jantung di usia muda. Lemak pada ASI mengandung komponen asam lemak esensial yaitu asam linoleat dan asam alda linolenat yang akan dioleh oleh tubuh bayi menjadi AA dan DHA. AA dan DHA merupakan zat yang didapat dari perubahan omega-3 dan omega-6 yang berfungsi untuk perkembangan otak janin dan bayi. Komposisi lemak dalam ASI adalah 3,7-4,8gr/100ml.

Protein. Protein berfungsi sebagai pengatur dan pembangun tubuh bayi.

Komponen dasar dari protein adalah asam amino, berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Komposisi protein dalam ASI adalah 0,8-1,0gr/100ml.

Garam dan mineral. ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai beruumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu.

Vitamin. ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi. ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K.

(41)

Tabel 2

Komposisi Kandungan ASI

Kandungan Kolostrum Transisi ASI mature

Energy (kg kla) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100ml) 2,9 3,6 3,8

Protein (gr/100ml) 1,195 0,965 1,324

Mineral (gr/100ml) 0,3 0,3 0,2

Immunoglubulin :

IgA (mg/100mg) 335,9 - 119,6

IgG (mg/100ml) 5,9 - 2,9

IgM (Mg/100ml) 17,1 - 2,9

Lisosim (mg/100ml) 14,2 – 16,4 - 24,3 – 27,5

Laktoferin 420 – 520 - 250 -270

Sumber: Rizki Natia Wiji, 2013

Manfaat ASI

Memberikan ASI pada bayi sangatlah penting dilakukan oleh seorang ibu minimal sampai bayi berusia 2 tahun. Adapun manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah :

Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik. Bagi yang mendapatkan ASI mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik secara lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu – ibu yang diberi penyuluhan tentang ASI dan laktasi, umumnya berat badan bayi (pada minggu pertama kelahiran) tidak sebanyak ibu – ibu yang tidak diberi penyuluhan. Alasaannya ialah bahwa kelompok ibu – ibu tersebut segera menghentikan ASInya setelah melahirkan. Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit.

(42)

25

Mengandung antibodi. Mekanisme pembentukan antibodi pada bayi apabila ibu mendapat infeksi maka tubuh ibu akan membentuk antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan jaringan limposit. Antibodi di payudara disebut mammae associated immunocompetend lymphoid tissue (MALT) dan untuk penyakit saluran pencernaan ditransfer melalui Gut associated immunocompetent lymphoid tissue (GALT).

Dalam tinja bayi yang mendapat ASI terdapat antibodi terhadap enterotoksin E, coli juga pernah dibuktikan adanya antibodi terhadap salmonella yuphi, shigela dan antibodi terhadap virus, seperti rota virus, polio dan campak.

ASI mengandung komposisi yang tepat. Yaitu dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi yaitu terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama.

Mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi.

Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya ikatan antara ibu dan bayi. Hubungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan bayi, kontak kulit ibu ke kulit bayi yang mengakibatkan perkembangaan psikomotor maupun social yang lebih baik.

Terhindar dari alergi. Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna.

Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem ini dan dapat

(43)

menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang ditunda sampai umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi.

ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi. Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengandung omega 3 untuk pematangan sel – sel otak sehingga jaringan otak bayi yang mendapat ASI Ekslusif akan tumbuh optimal dan berbatas dari rangsangan kejang sehingga menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel – sel saraf otak.

Membantu perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan gigi karena gerakan menghisap mulut bayi pada payudara. Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot.

Manfaat ASI bagi Ibu dapat mencegah perdarahan pasca melahirkan.

Perangsangan pada payudara ibu oleh isapan bayi akan diteruskan ke otak dan ke kelenjar hipofisis yang akan merangsang terbentuknya hormon oksitosin.

Oksitosin membantu mengkontraksikan kandungan dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Mempercepat pengecilan kandungan. Sewaktu menyusui terasa perut ibu mulas yang menandakan kandungan berkontraksi dengan demikian pengecilan kandungan terjadi lebih cepat. Mengurangi terjadinya anemia. Menyusui ekslusif akan menunda masa subur yang artinya menunda haid. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan akan mengurangi angka kejadian anemia kekurangan besi. Dapat digunakan sebagai metode KB sementara. Menyusui secara ekslusif dapat menjarangkan kehamilan.

(44)

27

Selain itu, dengan menyusui dapat menekan kejadian kanker mamae (Badriah, 2014). Hal ini disebabkan karena efektivitas dan optimasi fungsi dan payudara, yang membentuk keseimbangan antara ASI yang diproduksi dengan dikonsumsi oleh bayi. Dengan demikian, deviasi fungsi payudara tidak akan terjadi.

Kendala dalam Pemberian ASI

Bayi baru lahir perlu mendapatkan perawatan yang optimal sejak dini, termasuk pemberian makanan yang ideal. Tidak ada satupun makanan yang ideal untuk bayi baru lahir selain ASI. Meski demikian, tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan. Misalnya takut gemuk, sibuk, payudara kendor, dan sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami kendala. Biasanya ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitoksin.

Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI sedangkan oksitoksin mempengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu.

Semakin baik asupan nutrisi ibu, maka semakin banyak pula produksi ASI yang dihasilkan.

Kendala menyusui pada ibu yang sering ditemui yaitu : 1. Kurangnya sumber informasi

Masyarakat terutama ibu menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI-nya kurang. Banyak ibu yang kurang informasi

(45)

sehingga menyebabkan ha tersebut. Ibu menyusui juga kurang mengetahui bagaimana cara pemberian ASI secara efektif dan apa saja manfaat yang dapat diperoleh ibu jika ibu memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya.

2. Putting susu yang pendek / terbenam

Beberapa bentuk putting susu adalah pendek, panjang, terbenam atau datar. Dengan kehamilan,biasanya putting menjadi lentur. Namun, ada juga yang sampai bersalin putting susu belum juga keluar. Banyak ibu menyusui langsung menganggap hilang peluang untuk menyusui. Padahal, putting hanya kumpulan muara saluran ASI dan tidak mengandung ASI. ASI disimpang di sinus laktiferus yang terletak di daerah areola mammae. Jadi, untuk medapatkan ASI, areola mammae yang dimasukkan ke dalam mulut bayi agar isapan dan gerakan lidah dapat memerah ASI keluar. Bila putting susu terbenam, putting akan tampak masuk ke dalam areola sebagian atau seluruhnya. Hal ini disebabkan karena ada sesuatu yang menarik putting susu ke arah dalam, misalnya tumor atau penyempitan saluran susu. Kelainan ini seharusnya sudah diketahui sejak dini, paling tidak pada saat kehamilan, sehingga dapat diusahakan perbaikannya.

3. Payudara bengkak

Perbedaan payudara penuh dengan payudara bengkak adalah pada payudara penuh terasa berat, panas, dan keras. Bila diperiksaa ASI keluar dan tidak demam Sedangkan payudara bengkak adalah oedema, sakit, putting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila diperiksa/diisap ASI tidak keluar dan badan ibu biasanya demam setelah 24 jam. Penyebab payudara bengkak adalahputing susu ibu dan posisi mulut bayi salah, produksi ASI yang

(46)

29

berlebih, pengeluaran ASI yang jarang, terlambat menyusui, dan waktu menyusui terbatas.

4. Puting susu nyeri/lecet

Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan bekurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan putting susu ibu benar, perasaan nyeri akan hilang. Putting lecet dapat disebabkan oleh trush (candidates) atau dermatitis dan yang paling dominan adalah kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada putting. Padahal, seharusnya sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Putting lecet juga dapat terjadi pada akhir menyusui, bayi tidak benar melepaskan isapan atau jika ibu sering membersihkan putting dengan alcohol atau sabun.

5. Mastitis atau Abses Payudara

Peradangan pada payudara disebut Mastitis yangciri – cirinya adalah payudara menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Di dalam payudara terasa ada masa padat dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI dihisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tidak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju/BH.

6. Saluran ASI tersumbat

Kelenjar air susu manusia memiliki 15-20 saluran ASI. Satu atau lebih saluran ini bisa tersumbat karena tekanan jari ibu saat menyusui, posisi bayi atau

(47)

BH yang terlalu ketat, sehingga sebagian saluran ASI sedikit mengalirkan ASI.

Sumbatan juga dapat terjadi disebabkan oleh ASI dalam saluran tersebut tidak segera dikeluarkan karena adanya pembengkakan pada payudara.

7. Produksi ASI kurang

Banyak ibu menyusui yang mengatakan tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya karena produksi ASI-nya kurang. Hal yang dapat dilakukan untuk menolong ibu yang ASI-nya kurang adalah mengetahui penyebabnya.

8. Ibu mengidap penyakit

Seringkali dengan alasan ibu sakit, penyusuan dihentikan. Padahal, dalam banyak hal ini tidak perlu, karena lebih berbahaya bagi bayi jika mulai diberi susu formula daripada terus menyusu dari ibu yang sakit. Penyusuan hanya dibenarkan dihentikan jika ibu sakit berat seperti gagal ginjal, jantung atau kanker.

Tanda Bayi Cukup ASI

1. Bayi mengomsumsi ASI tiap 2 – 3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan ASI 8 – 10 kali pada 2 – 3 minggu pertama.

2. Kotoran bewarna kuning dengan frekuensi sering, dan warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir.

3. Bayi akan buang air kecil (BAK) setidaknya 6 – 8 kali sehari.

4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.

5. Payudara terasa lebih lembek, yang akan menandakan ASI telah habis.

6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.

7. Pertumbuhan berat badan (BB) bayi dan tinggi badan (TB) sesuai dengan grafik pertumbuhan.

(48)

31

8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan rentang usianya.

9. Bayi kelihatan puas, sewaktu – waktu saat lapar bangun dan tidur dengan cukup.

10. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), dan kemudian melemah dan tertidur pulas (wiji, 2013).

Kerangka Teori

Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 2001). Hal – hal yang mempengaruhi kelancaran ASI adalah :

1. Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Salah satu makanan yang dapat melancarkan ASI adalah dengan mengonsumsi daun kelor.

2. Ketenangan jiwa dan fikiran untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan fikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI.

3. Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitoksin.

4. Anatomis payudara, jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi ASI. Selain itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papilla atau putting susu ibu.

(49)

5. Pola Istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.

6. Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan pengeluaran ASI akan semakin banyak.

7. Berat lahir Bayi (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir cukup bulan.

Gambar 2. Kerangka teori

Frekuensi dan lama menyusui pada bayi

Hal – hal yang mempengaruhi Produksi ASI : 1. Makanan

2. Ketenangan jiwa dan fikiran 3. Perawatan Payudara

4. Anatomis Payudara 5. Faktor fisiologi 6. Pola Istirahat 7. Faktor Isapan Anak 8. Berat Lahir Bayi

Tanda bayi cukup ASI :

1. Bayi minum ASI tiap 2 – 3 jam 2. Kotoran bewarna Kuning 3. Buang air kecil 6 – 8 kali

perhari

4. Payudara terasa lebih lembek 5. Warna kulit bayi merah 6. Perkembangan motorik baik 7. Bayi menyusu dengan kuat 8. Bayi kelihatan Puas

Produksi ASI

Yang dapat meningkatkan produksi ASI :

1. Melakukan pijitan payudara

2. Menghindari stress dan istirahat cukup

3. Konsumsi makanan yang bergizi

4. Minum susu khusus ibu hamil

5. Mengonsumsi makanan herbal

(50)

33

Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian pudding daun kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi di Puskesmas Medan Johor yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independent

Variabel Dependent Variabel Dependent

Gambar 3. Kerangka konsep

Frekuensi Menyusui dan Lama Menyusui pada Bayi sesudah diberikan

puding Frekuensi Menyusui

dan Lama Menyusui pada Bayi sebelum

diberikan puding

Pemberian Pudding Daun Kelor pada Ibu Menyusui

Karakteristik Responden:

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Umur Bayi

(51)

34

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan non-equivalent pretest-posttest. Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengonsumsi puding daun kelor 2x sehari pada pagi dan sore selama 7 hari. Metode non-equivalent pretest-posttest ini digunakan untuk melihat pengaruh pemberian puding Daun Kelor pada ibu menyusui terhadap frekuensi dan lama menyusui pada bayi di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor.

Rancangan penelitian yang dibuat oleh peneliti untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut.

Pretest Perlakuan Posttest

01 X 02

Keterangan :

01 : Frekuensi dan lama menyusui sebelum diberikan perlakuan 02 : Frekuensi dan lama menyusui setelah diberikan perlakuan X : Perlakuan yang diberikan (puding daun kelor)

02-01 : Perbedaan frekuensi dan lama menyusui sebelum dan setelah diberikan perlakuan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian. Lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor.

(52)

35

Waktu Penelitian. Penelitian ini direncanakan pada bulan Maret 2019 sampai bulan April 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang berada di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor. Ibu menyusui yang terdaftar di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Bulan Maret Tahun 2019 yaitu sebanyak 35 orang.

Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi seluruh ibu menyusui yang terdapat di wilayah Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor sebanyak 35 ibu menyusui bulan Maret 2019

Prosedur pembuatan pudding daun kelor 1. Bahan

a. 130 gr gula pasir b. 900 ml susu cair

c. 7 gram bubuk agar – agar d. 10 gram bubuk daun kelor 2. Cara membuat

a. Rebus susu cair, bubuk daun kelor, agar – agar plan, gula dengan api kecil sampai mendidih dan aduk rata lalu angkat dan biarkan uap keluar.

b. Masukkan ke dalam cetakan dan biarkan dingin dan membeku.

(53)

Variabel dan Definisi Operasional 1. Konsumsi Puding Daun Kelor

Memberikan Puding daun kelor kepada ibu menyusui dan dikonsumsi dalam sekali pemberian diberikan 2x sehari pagi pada jam 8 pagi dan sore pada jam 5 sore selama 7 hari. Dosis daun kelor diberikan sebanyak 10 g dalam bentuk daun kering yang sudah dihaluskan menjadi bubuk dan dicampurkan dalam adonan puding. Prosedur pembuatan puding daun kelor adalah dengan merebus susu cair sebanyak 900 ml lalu masukkan bubuk daun kelor 10 g, 7 gram bubuk agar – agar plan dan 130 gram gula pasir dengan api kecil mendidih dan aduk rata lalu angkat dan biarkan uap keluar. Masukkan dalam cetakan dan biarkan dingin dan membeku.

2. Frekuensi dan Lama Menyusui Bayi

Frekuensi menyusui pada bayi adalah berapa kali ibu menyusui dalam sehari pada bayi yang diukur dengan menggunakan recall menyusui sebelum dan sesudah intervensi konsumsi puding daun kelor menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Frekuensi menyusui normal adalah ≥8 kali dalam sehari

Lama menyusui pada bayi adalah beberapa menit dalam sekali menyusui. bayi yang normal dalam sekali menyusui adalah >2-3 jam.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner pretest posttest dan lembar observasi recall yang berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban dilakukan dengan wawancara. Data primer meliputi jumlah data ibu menyusui berupa kuisioner yang berisi tentang

Gambar

Gambar 1. Tanaman daun Kelor
Gambar 2. Kerangka teori
Gambar 3. Kerangka konsep
Foto 1. Wawancara dengan salah satu responden
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Malang menunjukkan bahwa banyak terdapat ibu menyusui bayi usia 0-6 bulan secara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Medan

Upaya yang dilakukan oleh puskesmas Arjasa untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas adalah memberikan penyuluhan pada ibu-ibu menyusui

Dari hasil uji statistik Chi-Square antara pengetahuan ibu menyusui dengan ASI saja di wilayah kerja Puskesmas Dalam Pagar diperoleh nilai p = 0,002, p < (α= 0,1), maka

Dari hasil penelitian yang berjudul hubungan persepsi ibu tentang menyusui dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 – 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Medan

Upaya yang dilakukan oleh puskesmas Arjasa untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas adalah memberikan penyuluhan pada ibu-ibu menyusui

berdasarkan kecukupan ASI sebelum diberi rebusan daun ubi jalar pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Campurejo Tahun 2016 diketahui bahwa dari 20 responden,