1
AFTA MERUPAKAN REZIM PERDAGANGAN ASEAN
Abdul Gani1, Taufiq A. Ra2
1Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
2Dosen Univesritas Malikul Saleh
Email: [email protected] (Korespondensi)
ABSTRACT
Compressing warm water is an action by using a cloth or towel that has been dipped in warm water, which is attached to certain parts of the body so that it can provide comfort and lower body temperature. Hyperthermia is an increase in body temperature associated with the inability of the body to eliminate heat or reduce heat production. This study was analytical with a cross sectional approach. The population in this study amounted to 210 children with hyperthermia with a sample of 68 children under five. The sampling technique was carried out by purposive sampling method.
Data was collected through questionnaires. Data processing was performed using SPSS 16 analyzed by Chi-Square Test. The results showed that the p value = 0,000 (p <0,05) ; OR (95% CI) = 62.4.
This means that there is a significant relationship between warm water compresses and changes in body temperature in hyperthermia children. It is suggested that it can be used as input for medical personnel in the management of hyphertermia toddlers and for the community can be used as one of the references to increase knowledge and insight related to treatment of hyphertermia toddlers and further research can used as basic data and information to develop research about the relationship of warm water compresses with changes in body temperature in hyperthermia toddlers.
Keywords: Warm Water Compress, Body Temperature, Hyperthermia.
ABSTRAK
Kajian AFTA Merupakan Rezim Perdagangan ASEAN, menganalisis kerjasama perdagangan ASEAN dalam kerangka AFTA yang berlaku secara liberalisme dengan pendekatan integrasi ekonomi dan politik pelaksanaan kerjasama organisasi sekawasan, memperbaiki aturan dan ketentuan secara bertahap. Ini berlandaskan kebijakan liberalisasi ekonomi merupakan kepentingan ekonomi, kemudian berkembang menuju kepada kepentingan politik, ini untuk memperkukuh integrasi sekawasan. Hasil kajian ini mendapatkan bahwa kerjasama ASEAN, implementasi kerjasama perdagangan AFTA terbuka dan bebas meningkatkan daya saing. Perdagangan di kawasan ASEAN, pergerakan aliran barang-barang tidak terkendala berdasarkan produksi, semakin memperkuat rezim AFTA di negara-negara ASEAN dan internasional. Juga perdagangan diantara negara anggota ASEAN, memberikan ruang untuk berintegrasi dengan cara meningkatkan aktivitas produksi diantara negara ASEAN, melalui kesepakatan aturan kerjasama dalam organisasi.
Aktivitas perdagangan bebas ASEAN-AFTA, mempertegas perdagangan bebas ASEAN kearah kondisi menciptakan integrasi dan memperkuat rezim internasional sekawasan, untuk kejayaan ASEAN.
Kata Kunci: AFTA Rezim Perdagangan ASEAN
2 PENDAHULUAN
Dalam aktivitas organiasai serta kerjasama negara-negara sekawasan ASEAN secara bersama dalam usaha memperkuat posisi kekuasaan regional, usaha selanjutnya juga menjaga kesimbangan serta meningkatkan peran politik dalam konteks global, disamping adanya upaya memperkuat kawasan melalui kerjasama antara negara.
Menurut pandangan realis, politik global adalah perebutan kekuasaan dimana para pemimpin harus tetap waspada terhadap usaha-usaha negara lain mendapatkan tambahan kekuasaan yang mungkin membahayakan keamanan dan kelangsungan hidup negara mereka sendiri (Mansbach dan Raferty, 2012).
Karena itu dalam kekuasaan interaksi serta hubungan internasional baik politik maupun ekonomi yang diperlukan.
Secara realitas bahwa, negara menjadi aktor penting yang ikut mempengaruhi interaksi serta yang ikut- serta memegang peranan penting menjalin kerjasama dengan negara- negara terkemuka di dunia dalam percaturan politik, menjadikan posisi setara serta seimbang. Pemikiran realis berasumsi distribusi kekuasaan dalam politik global sangat penting, dan mereka percaya bahwa negara bertindak dengan kekuasaan relatif yang mereka miliki, faktor-faktor internal negara seperti jenis pemerintahan atau ciri-ciri masyarakat tidak mempunyai dampak besar terhadap kebijakan luar negeri. Menghargai kebersamaan serta kerjasama menghadapi masa depan, baik dalam lingkungan nasional, internasional, sejajar sekawasan.
Selanjutnya, peningkatan kerjasama ini dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan berbagai aktivitas ekonomi dan politik internasional dalam hubungan kerjasama. Hal ini berlaku melalui kesepakatan untuk melaksanakan hubungan kerjasama berlandaskan prinsip-prinsip dasar negara anggota, yang telah menjadikan ASEAN suatu
organisasi sekawasan yang paling berhasil dikalangan negara membangun.
ASEAN berusaha menjaga kestabilan kawasan, kerjasama agar dapat meningkatkan pembangunan dan integrasi melalui tiga pilar utama yaitu ekonomi, politik, dan sosial-budaya.
Masalah ini selaras dengan rekomendasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada 7 Oktober 2003 yang menyatakan, bahwa; An ASEAN Community shall be established comprising three pillars, namely political and security cooperation, economic cooperation, and socio-cultural cooperation that are closely intertwined and mutually reinforcing for the purpose of ensuring durable peace, stability and shared prosperity in the region.
Negara-negara ASEAN ummunya berpegang pada individualisme, ekonomi pasar dan demokrasi yang juga merupakan bahagian yang tidak terpisah dari peradaban Barat. ASEAN berusaha menciptakan kestabilan politik dan ekonomi negara-negara Asia Tenggara.
Peningkatan aktivitas kerjasama menjadikan ASEAN suatu model kejayaan kerjasama negara-negara sedang membangun. Breace (2003) menyatakan bahwa, interdependensi dan pembentukan institusi-institusi perdagangan seperti zona perdagangan bebas, serikat bea-cukai, pasar bersama, dan kesatuan moneter menghasilkan perdamaian, yaitu dengan tiga cara;
pertama, perang mahal bagi pemimpin politik, kedua, lembaga-lembaga ekonomi memberikan informasi kemampuan negara; ketiga, membangun kepercayaan pertemuan pemimpin politik tingkat tinggi secara periodik.
1. Metodologi Kajian
Dalam kajian ini juga berusaha untuk melaksanakan metode kajian kualitatif dengan memperoleh data dari pada Sekretariat ASEAN. Kemudian juga berupaya untuk mendapatkan data dari perpustakaan (library research), data sumber bacaan tambahan tentang AFTA,
3 juga melaksanakan wawancara pakar sebagai usaha memperkuat terhadap analisis kajian berkenaan dengan kerjasama dan perkembangan integrasi dalam ASEAN.
Dengan demikian kajian ini menggunakan metode penelitian rekayasa bentuk kualitatif dengan cara membangun pemahaman berdasarkan perolehan data yang tersedia. Ini menggambarkan fenomena keperluan analisis dalam kawasan ASEAN.
Pengkaji mengidentifikasikan dua jenis kaedah analisis yaitu; menjelaskan gambaran tentang sesuatu yang dialami dan berazaskan perhatian hubungan dan juga penemuan sebab-akibat. Dengan menganalisis kajian ini, menggunakan metode menjelaskan tentang sesuatu yang dialami, tujuannya menggambarkan apa yang ada.
2. Metodologi Kajian
Dalam kajian ini juga berusaha untuk melaksanakan metode kajian kualitatif dengan memperoleh data dari pada Sekretariat ASEAN. Kemudian juga berupaya untuk mendapatkan data dari perpustakaan (library research), data sumber bacaan tambahan tentang AFTA, juga melaksanakan wawancara pakar sebagai usaha memperkuat terhadap analisis kajian berkenaan dengan kerjasama dan perkembangan integrasi dalam ASEAN.
Dengan demikian kajian ini menggunakan metode penelitian rekayasa bentuk kualitatif dengan cara membangun pemahaman berdasarkan perolehan data yang tersedia. Ini menggambarkan fenomena keperluan analisis dalam kawasan ASEAN.
Pengkaji mengidentifikasikan dua jenis kaedah analisis yaitu; menjelaskan gambaran tentang sesuatu yang dialamidan berazaskan perhatian hubungan dan juga penemuan sebab- akibat. Dengan menganalisis kajian ini, menggunakan metode menjelaskan
tentang sesuatu yang dialami, tujuannya menggambarkan apa yang ada.
3. Kerjasama AFTA Perdagangan Rezim ASEAN
Dalam konteks politik dan kerjasama internasional, ini juga berkenaan dengan politik serta kerjasama internasional, hal yang sangat prinsipil adalah adanya aturan internasional, hubungan kerjasama dalam sebuah organisasi kawasan. Dalam perjanjian-perjanjian internasional dan mencari norma-norma, kekuatan penting pemerintah berpijak kepada landasan kepentingan nasional yang kokoh, bukan pada kepentingan masyarakat internasional yang ilusionis.
Aktivitas politik, ekonomi dan kerjasama internasional negara-negara ASEAN diusahakan untuk kepentingan hubungan kerjasama hubungan internasional. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil kajian dari pada Bennet dan Oliver yang merumuskan bahawa, these changes force states and international organizations to adjust their policies and operations in order to maintain their relevance in international relations. Ini selaras dengan perekonomian negara- negara Asia Tenggara yang tergabung dalam organisasi ASEAN. Hasil kajian daripada Tay Simmon dan Estanislao menyatakan bahwa, The crisis affected the economies of all the ASEAN members and many more in Asia. A sense of doom and gloom prevailed. The Association was criticized for being unable to effectively address the financial crisis.
The "miracle" was over, and some feared the would be a lost decade of region.
Kerjasama ekonomi dan perdagangan bebas ASEAN membentuk kerjasama untuk kepentingan perdagangan dengan nama Perdagangan Bebas Kawasan ASEAN (ASEAN Free Trade Area-AFTA), ialah suatu persetujuan negara-negara kawasan ASEAN berkaitan dengan sektor produksi dan perdagangan. Dengan kesepakatan AFTA, para Menteri
4 Ekonomi ASEAN bersepakat mempercepat waktu pelaksanaan AFTA melalui skedul atau penjdawalan awal dari pada tahun 2008 menjadi 2003, dimana pelaksanan AFTA berlaku selama 10 tahun. Kemudian dari pada itu dalam pertemuan di Hanoi-Vietnam pada tahun 1998, selanjutnya pertemuan ASEAN pada 14 September 2001 juga di Hanoi, para Pemimpin ASEAN sekali lagi bersepakat mempercepat pelaksanaan AFTA pada 2002, yang mana pada awalnya AFTA pelaksanaan adalah untuk enam negara anggota pertama ASEAN (ASEAN-6) yaitu, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Indonesia, merupakan negara-negara dalam kawasan Asia Tenggara, yang telah lebih dahulu bergabung dalam organisasi ASEAN.
Dalam usaha awal persetujuan membentuk AFTA, ini merupakan inisiatif dan keinginan dari pada enam negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia dan Brunei Darussalam (bergabung dengan ASEAN pada 8 Januari 1984).
Kerjasama aktivitas perdagangan dalam perjalanan waktu kemudian berkembang dengan ikut serta empat lagi negara ASEAN yaitu, Vietnam (28 Juli 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997) dan Kamboja (30 April 1999), sehingga menjadi sepuluh negara ASEAN.
Keempat negara anggota baru tersebut telah menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN.
Perbedaan celah pembangunan dan aktivitas ekonomi dari pada empat negara yang kemudian bergabung dengan ASEAN untuk pelaksanaan AFTA, permasalahan ini menjadikan kesepakatan bersama untuk melaksanakan liberalisasi ekonomi diantara enam negara ASEAN, dan juga empat negara kemudian bergabung yang bersepakat melaksanakan secara bertahapan. Hasil kajian Mitsuhiro Kagami ialah,
pilar ketiga dari pada kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) adanya celah pembangunan diantara enam negara lebih awal dan negara- negara yang bergabung kemudian dalam oranisasi ASEAN, menyusul aktivitas dari pada negara-negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam yang disebut CLMV, merancangnya dalam keberanian berusaha pembangunan negara kecil dan menengah memperkuat integrasi ASEAN.
Objektif pelaksanaan AFTA ialah, untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai landasan produksi dalam pasaran dunia melalui penghapusan tarif dan hambatan non-tarif dalam ASEAN.
Kemudian menarik investasi asing langsung ke ASEAN. Dalam perkembangannya kemudian, potensi ekonomi, produksi, perdagangan, daya saing serta pasaran ASEAN yang demikian luas dan besar, berkembang kejasama ASEAN+ (plus), yaitu ASEAN+3 (China, Jepang Korea Selatan), ASEAN+6 (China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru/Regional Coprehensive Economic Partnership/RCEP). Juga kemudian kerjasama ASEAN dengan negara-negara Asia, negara-negara Eropah dan Amerika Serikat, negara- negara ASEAN memiliki potensi serta kekuatan strategis.
Dalam pelaksanaan AFTA, yang berusaha untuk menjadikan AFTA merupakan “wahana dan fenomena rezim internasional”. Menurut kajian Krasner, rezim internasional sebagai azas, kaidah, aturan dan sekitar tata cara membentuk keputusan dimana berkumpulnya berbagai pengharapan pelaku dalam menyampaikan masalah lingkungannya.
Sementara itu kajian Keohane (dalam Kresner. 1991) dan Joseph Nye menyatakan bahwa rezim sebagai penyusunan kekuasaan, termasuk jaringan aturan, kaidah dan tata cara perilaku yang teratur serta dampaknya terkontrol (lihat Krasner. 1991).
5 Berasaskan kajian Haas dan Bull (lihat Kresner. 1991) juga mempunyai pernyataan yang sama yaitu hubungan dengan azas, aturan, kaidah, tata cara dan penyusunan dalam persepahaman organisasi internasional. Kajian Puchala dan Hopkins, rezim internasional sesuai dengan sistem internasional berkaitan dengan azas, kaidah, aturan, berdasarkan cerminan sistem undang-undang dalam membentuk keputusan (lihat Kresner.
1991). Sementara itu hasil kajian Jackson dan Sorensen menunjukkan bahwa, organisasi internasional merupakan kelengkapan aturan yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu, maka kelengkapan aturan ini juga dapat disebut “rezim”. Dengan demikian, AFTA merupakan rezim kerjasama perdaganan bebas ASEAN terintegrasi.
4. Proses Penguatan AFTA Merupakan Rezim Perdagangan ASEAN
Kerjasama ASEAN pada dasarnya merupakan aktivitas yang berlaku di sekawasan Asia Tenggara, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara anggotanya mewujudkan ASEAN berdasarkan kepada pasaran terbuka.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh para pakar ekonomi dari pada Sekretariat ASEAN, dimana pada waktu itu berlaku kerjasama dengan Sekretariat Jenderal PBB yang dipimpin oleh Gunnal Kansu dan E.A.G Robinson pada tahun 1972. Kemudian menyampaikan laporan kepada Sekretariat Jenderal PBB dan ASEAN. Kemudian kerjasama ekonomi di kawasan ini berkembang melalui liberalisasi perdagangan dan kerjasama industri setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali pada tahun 1976.
Dalam hal ini, faham liberalisme menjadi landasan terhadap aktivitas ekonomi sekawasan ASEAN untuk kerjasama sekawasan, aktivitas kerjasama ekonomi dan politik.
Pelaksanaan kesepakatan Perdagangan Bebas Kawasan ASEAN (ASEAN Free Trade Area-AFTA) secara efektif berlaku pada 1 Januari 1993.
Setiap negara anggota ASEAN mesti mampu melaksanakan berbagai kesepakatan atau kesepahaman AFTA secara bertahap. Selanjutnya pada 1 Januari 2002 merupakan batas akhir untuk memulai secara efektif pelaksanaan tarif 0%-5%. Tahap awal AFTA dilaksanakannya untuk enam negara anggota bergabung pertama ASEAN (ASEAN-6) yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan kesepahaman atau pelaksanaan AFTA, terhadap negara-negara Vietnam, Myanmar, Kemboja dan Laos (ASEAN-4), dalam aktivitas perekonomian diantara negara sekawasan. Pelaksanaan AFTA pada tahun 1990-an, ternyata anggota-anggota ASEAN berhadapan dengan berbagai tantangan ekonomi-politik internasional, termasuk juga perkembangan regionalisme, seperti yang berlaku di Eropah, dalam bentuk kerjasama Uni- Eropah. Sebab itu, negara-negara ASEAN merasakan perlunya program kerjasama ekonomi yang kuat. Dalam konteks ini, hasil kajian Bambang Sugeng menyatakan bahwa, berazaskan data dari pada Organisasi Perdagangan Dunia, hingga saat ini wujud sekitar 200 persepahaman/kesepakatan liberalisasi ekonomi sekawasan. Kajian Rujhan menunjukkan bahwa, mengikuti data dari pada Organisasi Perdagangan Dunia pada Maret 2002, sebanyak 250 Perjanjian Perdagangan Bebas Sekawasan (RTA-Regional Trade Agreement) telah diakui dan sebanyak 168 masih tetap aktif. Demikian juga usaha mempercepat pelaksanaan AFTA yang merupakan keputusan hasil Konferensi ASEAN di Hanoi (Vietnam) tahun 1998, melakukan penundaan tahun, sehingga melengkapkan pelaksanaan program pada tahun 2003 dari pada rencana awal atau sebelumnya pada tahun 2008. Kemudian lanjutan dari Konferensi ASEAN pada 14 September 2001 juga di Hanoi, para pemimpin
6 ASEAN bersepakat untuk melaksanakan AFTA menjadi tahun 2002 dari pada rencana awal pada tahun 2003. Ini berkaitan dengan semakin berkembangnya berbagai kerjasama sekawasan di kawasan lain seperti Uni- Eropah, Perdagangan Bebas Amerika Utara, Pasaran Bersama Afrika Selatan dan Timur, Kerjasama Ekonomi Asia- Pasifik dan lain sebagainya. Karena itu ASEAN melalui aktivitas ekonomi mampu mengintegrasikan serta menjayakan rezim organisasinya. Hasil kajian Haas, Ernst menyatakan bahwa, how one thinks about regimes is a function of how one thinks about learning, about the growth of human consciousness, about social evolution.
Rezim juga merupakan fungsi daripada proses berfikir, AFTA secara bertahap, susunan struktur kaidah, ketentuan serta peraturan dengan menetapkan undang- undang yang merupakan kekuasaan bersama, kebijakan mengatur aktivitas perekonomian politik internasional.
5. Pelaksanaan AFTA dalam Kerjasama ASEAN
Dalam usaha meningkatkan perdagangan internasional ASEAN melalui pelaksanaan AFTA terhadap hambatan non-tarif, dimana salah satu masalah yang mesti menjadi perhatian adalah, kemudahan perdagangan barang- barang. Menurut Rizal Sukma dengan semangat kerjasama sekawasan ASEAN, berbagai ketentuan dan aturan untuk kemudahan perdagangan mesti melakukan evaluasi secara bertahap, ini juga sesuai dengan ketentuan internasional yang senantiasa berkembang. ini berlaku dalam rangka meningkatkan efisiensi meningkatkan daya saing ekspor produksi ASEAN.
Seperti disampaikan oleh Tham Siew Yean hambatan non-tarif sebenarnya sebagai satu konsep, adalah agak kabur dan susah diukur untuk melindungi konsumen bukan produsen. Dengan demikian kemudahan perdagangan, melalui kerjasama bea-cukai bertujuan
agar proses perizinan bea-cukai (custom clearance), dalam aktivitas perdagangan dan aliran lalu lintas barang-barang terlaksana dengan cepat dan tepat.
5.1. Evaluasi terhadap Harmonisasi dan Ketentuan
Penetapan ketentuan dan kebijakan adalah usaha penting untuk meningkatkan kerjasama ASEAN, serta keupayaan pelaksanaan AFTA dalam melakukan aktivitas perdagangan bebas dalam lingkungan internasional.
Pelaksanaan AFTA, pengurusan kualitas yang baik dan harmonis dengan ketentuan internasional, ini terlaksana penyelarasan ketentuan. Seperti pernyataan dari pada Ahya Ihsan, secara normatif ada hubungan antara undang-undang diantara negara ASEAN, namun demikian untuk memenuhi keinginan bersama agar mencapai kejayaan pelaksanaan AFTA yang berkaitan dengan non-tarif ini dapat ditempuh serta mengusahakan berbagai inisiatif serta peraturan yang memberikan keuntungan bersama bagi negara-negara ASEAN.
Dua komponen utama yang tercakup dalam usaha perdagangan internasional ASEAN serta kerjasama yang harmonis ialah; pertama, ketentuan yang harmonisasi; dan kedua pengaturan pengakuan bersama (Mutual Recognition Arrangement/MRA).
Kesepahaman bersama para pemimpin ASEAN, sebagai berikut:
a. Penyesuaian atau harmonisasi ketentuan, ini wujud regulasi teknis dan prosedur evaluasi harmonisasi yang menyesuaikan dengan praktik- praktik di dunia internasional.
b. Pelaksanaan dan mengembangkan pengaturan pengakuan bersama (MRA) secara sektoral.
c. Perbaikan kemudahan pengurusan dasar teknis laboratorium dan meningkatkan kompetensi mahupun kepakaran dalam pengujian,
7 penentuan ukuran/ketentuan sesuatu, pemeriksaan, surat pengesahan dan pengakuan resmi laboratorium berdasarkan prosedur internasional.
d. Peningkatan kejelasan dalam mengembangkan dan menerapkan ketentuan, peraturan teknis dan prosedur evaluasi harmopnisasi, ini sesuai dengan persyaratan WTO Agreement on Technical Barriers to Trade dan ASEAN Policy Guideline on Standards and Conformance.
e. Pengukuhan sistem pengawasan untuk menjamin kejayaan dari pada pelaksanaan peraturan teknis yang harmonis.
Dalam ha ini harmonisasi ketentuan adalah, kesesuaian ketentuan- ketentuan dan peraturan teknis yang ada disetiap negara anggota ASEAN. Ini merujuk kepada ketentuan internasional.
Dimana pada tahun 1997 Pertemuan AFTA telah mengidentifikasi dan menentukan 20 produksi. Sebahagian besar merupakan produksi dan komponen elektronik dan mesin (HS84 dan HS85) mengutamakan harmonisasi ketentuan di kawasan ASEAN. Ini meliputi 20 produksi utama yang merujuk kepada 59 ketentuan internasional mencakup ISO (International Standard Organization), IEC (International Electrotechnical Commision), dan ITU (International Telecomunication Union). Pada umumnya harmonisasi yang berdasarkan pada tahun 1999 dengan tambahan 20 produksi untuk dokumen telah selesai pada tahun 2003. Ketentuan Electromagnetic Compatibility (EMC), yang mana wujudnya 82 ketentuan keselamatan dan keamanan pula telah diselaraskan pada tahun 2004.
Pengakuan Pengaturan Bersama (Mutual Recognition Arrangement-MRA), apabila para pemimpin ASEAN telah menandatangani ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition
Arrangement (ASEAN-MRA). Hal ini merupakan landasan terhadap pengembangan dan mengimplementasi MRA adalah suatu kesepahaman yang dirancang membantu dunia industri di ASEAN melalui pengurangan duplikasi dalam pengujian dan surat pengakuan produksi. Dengan demikian perdagangan barang-barang beberapa produksi yang diidentifikasi dibawah pelaksanaan MRA, hal ini adalah berkaitan dengan produksi kosmetik, peralatan listrik dan elektronik, peralatan telekomunikasi, farmasi dan makanan dalam kemasan, ini juga mengurangi hambatan non-tarif, memiliki kesepahaman serta harmonisasi dengan aturan deklarasi bersama, ini merupakan kesepakatan sekewasan Asia Tenggara.
5.2 ASEAN Single Window (ASW) Pada dasarnya pemikiran yang berlandaskan serta mencipta ASW berawal dari pada hasil pertemuan pemimpin negara ASEAN di Bali.
Pertemuan tersebut menghasilkan Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada bulan Oktober 2003.
Dalam pada itu para pemimpin ASEAN menyetujui untuk membentuk suatu sistem untuk menangani aktivitas ekspor- impor. Akan tetapi sebelum melaksanakan ASW setiap negara mesti terlebih dahulu telah mempunyai National Single Windows (NSW).
Kesepahaman berlandaskan Perjanjian Implementasi dan Pembentukan Satu Atap ASEAN (Agreement to Establish and Implement The ASEAN Single Window). Hal ini, adalah berkaitan dengan Satu Atap Nasional (National Single Windows-NSW) yang merupakan rumusan pengumpulan serta pemrosesan data dan informasi serta penetapan keputusan yang pelaksanaannya secara terpusat dan selaras, berkaitan dengan pembebasan bea-cukai (custom release) dan perizinan kargo (cargo clearance).
ASW ini terlaksana dalam usaha mengintegrasikan sistem NSW,
8 menangani proses perizinan bea-cukai (custom clearance) dalam aktivitas perdagangan dan lalu lintas barang- barang dengan lebih cepat. Pelaksanaan ASW terhadap ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia) telah berakhir pada tahun 2008. Sementara itu bagi negara-negara dalam CLMV batas akhirnya pada tahun 2012.
Pemimpin ASEAN juga terus membentuk mekanisme yang harmonis terhadap kesempurnaan peraturan yang berlaku sebagaimana yang dinyatakan oleh Rizal Sukma yaitu:
dengan menyesuaikan aturan dan perundang-undangan dalam aktivitas kerjasama dalam bidang perdagangan, ini berkaitan dengan kemudahan serta penyesuaian keadaan yang berlaku untuk mempermudah segala bidang yang mendukung aktivitas ekonomi, ini terutama yang banyak masalah dengan ketentuan non-tarif seperti mekanisme proses keluar-masuk barang-barang mesti dicari jalan keluar dengan pertimbangan ekonomi.
Kemudian dari itu, secara prinsip pelaksanaan serta penerapan NSW dan ASW merupakan kepentingan bersama negara-negara ASEAN. Usaha kemudahan ketentuan yang disetujui bersama, sebagian negara anggota ASEAN masih terhambat beberapa masalah yaitu:
1. Masa penanganan barang-barang impor (import clearance) yang masih terlalu lama.
2. Biaya-biaya dalam penanganan lalu lintas barang-barang ekspor-impor yang masih relatif tinggi (high cost economy).
3. Pengesahan dan ketepatan data ekspor-impor yang belum memadai, ini terutama berkaitan dengan perizinan ekspor-impor.
4. Pengawasan terhadap lalu lintas barang-barang ekspor-impor yang masih kurang optimal, ini khususnya berhubungan dengan isu kriminal trans-nasional, aktivitas yang menyalahi undang-undang (trans- national crime, illegal activity), hak cipta, dan perlindungan konsumen (consumer).
Pada prinsipnya, setiap negara mesti melaksanakan NSW, bagi ASEAN-6 ini selaras dengan jadwal berdasarkan kesepahaman akhir tahun 2008, akhir tahun 2008 telah dapat terintegrasi kedalam ASW. Demikian juga dengan langkah-langkah positif yang mesti terus dilaksanakan untuk memberikan pemahaman terhadap negara anggota CLMV untuk tahun 2012. Selanjutnya secara bersama-sama dengan NSW dari pada negara-negara anggota ASEAN dalam melaksanakan ketentuan dan aturan harmonisasi ASW yang lebih baik, hal ini membentuk lingkungan bea-cukai dan pelabuhan yang terintegrasi serta harmonis.
5.3 Kriteria Asal Barang
Dalam perkembangan aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia selaras dengan kehendak untuk memperkukuh kerjasama ASEAN, masalah yang berkaitan dengan Ketentuan Asal Barang yaitu produk ekspor yang berasal dari pada dalam negara secara nyata berhak mendapatkan tarif yakni Common Effective Preferential Tariff (CEPT), dimana produksi dua kriteria asal barangan yaitu:
1. Produksi yang seluruhnya hasil ataupun perolehan dari pada dalam negara.
2. Produksi yang hanya sebagian hasil ataupun perolehan dari pada dalam negara.
Dalam hal ini melalui usaha penentuan ketentuan serta aturan kriteria
9 asal barang-barang untuk aktivitas produksi, hal ini kemudian dapat melaksanakan aktivitas perdagangan secara harmonis diantara negara sekawasan, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kriteria asal barang-barang untuk keperluan produktivitas, mengurangi hambatan non-tarif.
5.4 Kandungan ASEAN
Dalam aktivitas perdagangan kerjasama ASEAN, yang mana Ketentuan Asal Barang untuk produksi CEPT telah mempunyai rumus hitungan, ketentuan asal barang untuk mengetahui besarnya kandungan ASEAN sesuatu produksi pada peringkat minimal 40%. Dengan demikian formula tersebut dipergunakan untuk menghitung nilai kandungan non- ASEAN, perlu mengetahui apakah sesuatu produksi mempunyai kandungan ASEAN lebih daripada 40%. Persoalan ini merupakan ketentuan dasar untuk memperoleh tarif CEPT. Jika nilai kandungan impor non-ASEAN dalam produksi melebihi 60% dari pada harga FOB, maka produksi tersebut mempunyai hak untuk memperoleh tarif CEPT, ini dikenal dengan sebutan kandungan dalam negara (Single Country Content). Sementara itu untuk produksi yang mengandung material dari pada sesama negara anggota ASEAN, ini dikenal sebagai kandungan kumulatif ASEAN (ASEAN Cumulatif Content), struktur biaya per unit dalam kertas yang menggunakan kop surat maupun nama perusahaan pengekspor. Permasalahan ini merupakan pemahaman dari pada manfaat sumber daya alam (endowments factor) yang selaras dengan analisis pendekatan fungsi produksi melalui keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Seperti dinyatakan oleh Rizal Sukma kekayaan sumber daya alam juga mesti diurus bukan saja untuk kepentingan ekonomi semata-mata, tetapi juga keseimbangan kehidupan lainnya seperti sosial, budaya,
politik dan kelestarian alam, serta masa depan dunia. Ahya Ikhsan juga menyatakan sumber daya alam yang bernilai ekonomis dimanfaatkan dengan aturan yang harmonis, disamping memperhatikan unsur bernilai ekonomis juga ada pertimbangan faedah sosial sebagai faktor kehidupan yang ikut mempengaruhi harmonisasi diluar keuntungan ekonomi.
5.5 Surat Keterangan Asal
Dalam kerjasama perdagangan sekawasan ASEAN terhadap aktivitas perekonomian internasional, hal ini sebenarnya wujud apabila para pelaku ekspor yang mesti menyertakan suatu dokumen pelengkap yang disebut sebagai Surat Keterangan Asal (SKA).
Permasalahan ini juga lebih terkenal secara internasional dengan istilah Certificate of Origin. Dokumen ini mesti disertakan pada saat mengirim barang- barang tertentu dari pada sesuatu negara eksportir apabila memasuki wilayah negara lainnya. Dokumen pelengkap yang jelas dan sah, hal ini Rizal Sukma menyatakan, sumber kekayaan yang mengelolanya secara salah serta memanfaatkan dengan cara tidak benar mempunyai risiko konflik kepentingan, sehingga dalam mempergunakan sumber daya alam juga mesti mendapatkan pengesahan sesuai aturan main, juga memperhatikan kepentingan lingkungan jangan menyalahgunakan. Dengan demikian SKA terbagi dalam tiga kategori yaitu: Pertama, SKA utama;
Kedua, SKA bukan utama; dan Ketiga, Verifikasi SKA. Dengan demikian, kejelasan SKA akan mempertegas bahan pembekal dalam aktivitas produksi barang-barang dari negara sekawasan Asia Tenggara.
5. Kesimpulan.
Implementasi AFTA dalam melaksanakan liberalisasi ekonomi berawal dengan usaha membentuk peningkatan kerjasama sekawasan dalam
10 organisasi ASEAN, kemudian adanya kesepahaman serta kesepakatan para pemimpin negara ASEAN yang harmonis dan terintegrasi. Dalam dimensi ekonomi berdaulat dan terintegrasi aktivitas kerjasama ASEAN terus berusaha memperkukuh AFTA sebagai liberalisasi ekonomi dan perdagangan sekawasan. Sehingga aturan dan ketentuan yang memperkuat posisi AFTA sebagai suatu rezim internasional terhadap aktivitas ekonomi dan perdagangan bebas ASEAN dalam lingkungan internasional. Dengan pertimbangan sumber daya alam yang dimiliki, ini memberi kelebihan dalam konteks “comparative advantage”
apabila dikaitkan dengan fungsi produksi.
ASEAN melalui ketegasan pelaksanaan AFTA menjadikannya sebagai satu wahana dan fenomena rezim internasional dalam usaha memelihara kepentingan bersama, yang mana merupakan sikap kepentingan kerjasama timbal balik diantara negara dalam kawasan Asia Tenggara. Kerjasama yang terintegrasi diantara negara sekawasan dalam usaha mencapai kejayaan bersama secara harmonis serta kedamaian dengan aturan, kaidah dan ketentuan kesepahaman bersama organisasi sekawasan.
6. Rekomendasi.
1. AFTA mesti terus memperbaiki aturan serta ketentuan yang harmonis, untuk memperkuat rezim kerjasama dan liberalisasi ekonomi ASEAN.
2. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mesti sepakat memperkuat kerjasama sebagai usaha memperkuat integrasi sekawasan
DAFTAR PUSTAKA
Mansbach, Richard W. dan Rafferty, Kirsten L. 2012. Pengantar Politik Global. Bandung: Nusa Media.
Vasquez, John A. 1998. The Power of Power Politics: From Classical Realism
to Neotraditionalism. Cambridge:
Cambridge University Press.
Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, Aida S. Budiman. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (Memperkuat Sinergi ASEAN Di Tengah Kompetisi Global).
Jakarta: Gramedia. Dan Bambang Cipto.
2007. Hubungan Internasional Di Asia Tenggara (Teropong Terhadap Dinamika, Realitas, Dan Masa Depan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
ASEAN Secretariat. 2008.
Rice, Condoleezza. 2000. Promoting the National Interest. Foreign Affair, 79: 1, Januari/February, p 47,48, 62.
Breace, David H. 2003. Grasping the Commercial Institutional Peace.
International Study Quarterly. 47: 3.
September, p 347-370.
Jenis analisis berdasarkan perhatian dan pengumpulan data, persoalan ini digunakan untuk membuat suatu penilaian, terbuka dan tersembunyi terhadap apa yang diasumsikan wujud dan berlandaskan perolehan data dan gambaran nyata, maupun yang wujud berdasarkan nilai-nilai dimiliki untuk lebih jelas. Penerapan nilai inilah, menjadi sesuatu yang lebih disukai merupakan kepentingan sebagai tertib moral, dalam menetapkan pandangan terhadap kenyataan.
Samuel Huntington. 2001. Benturan Antar peradaban (dan Masa Depan Politik Dunia). Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Rice, C. 2000. Promoting the National Interest. Foreign Affairs. Volume 79.
Number 1 (Jan-Febr 2000). p 45-62.
Bennett, L A. and Oliver, K J. 2002.
International Organizations (Principles and
11 Issues). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Tay S C Simmon and Estanislao, P J.
2003. The Relevance of ASEAN Crisis and Change. Singapore: ISEAS.
Berazaskan Deklarasi Cebu 2007, adalah menegaskan kesepakatan untuk mempercepat pembentukan terhadap integrasi komunitas ASEAN, ada beberapa keuntungan terhadap perkembangan AFTA. Kerangka kerja komunitas ASEAN memperlihatkan tujuan bagi suatu ASEAN Economic Community (AEC) yang telah dinyatakan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Singapore, pada Nopember 2007.
Mitsuhiro Kagami. 2010. Recent Trends in Asian Integration and Japanese Participation. Institute of Developing Economies (IDE) JETRO. Chiba-Shi.
Japan. IDE Discussion Paper, No. 255.
Krasner. (edited). 1991. Structural Causes and Regime Consequences:
Regimes as Intervening Variables. US:
Cornel University Press.
Jackson and Sorensen. 2003.
Introduction to International Relations (Theories and approaches). New York:
Oxford University Press.
Sjamsumar dan Riswandi. 1995.
Kerjasama ASEAN (Latar Belakang, Perkembangan dan Masa Depan).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rujhan Mustafa. 2009. Pembangunan Ekonomi Integrasi Asia Timur. Kota Samarahan: Universiti Malaysia Sarawak.
Rujhan Mustafa. 2009. Pembangunan Ekonomi Integrasi Asia Timur. Kota Samarahan: Universiti Malaysia Sarawak.
Bambang Sugeng. 2003. How AFTA Are You?. Jakarta: Gramedia.
Rujhan Mustafa. 2009. Pembangunan Ekonomi Integrasi Asia Timur. Kota
Samarahan: Universiti Malaysia Sarawak.
Haas. 1991. Word can hurt you; or, who said what to whom about regimes.
(International Regimes) USA: Cornel.
Rizal Sukma. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 18 Maret. (Thesis)
Tham Siew Yean. 2009. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi: AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 06 Maret. (Thesis).
Ahya Ihsan. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 22 Januari. (Thesis)
ASEAN Secretariat. 2010.
Ketentuan 20 produk utama tersebut meliputi yaitu: 1. AC/pendingin udara; 2.
peti/lemari es; 3. monitor/layar dan keyboard; 4. motor dan generator; 5.
inductor; 6. pengeras suara; 7.
perlengkapan video; 8. telpon; 9. radio;
10. televisi; 11. komponen televisi dan radio; 12. kapasitor; 13. resistor; 14.
printed circuit; 15. cok listrik; 16. tabung sinar katoda; 17. dioda; 18. mounted piezoelectric crystal; 19. rubber condoms; dan 20. sarung tangan medis (ASEAN Secretariat. 2007).
Rizal Sukma. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 18 Maret. (Thesis)
ASEAN Secreatriat. 2010.
Rizal Sukma. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 18 Maret. (Thesis)
12 Ahya Ihsan. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 22 Januari. (Thesis)
Rizal Sukma. 2011. Wawancara untuk Kajian Kerjasama ke arah Integrasi:
AFTA dan Implikasi terhadap ASEAN, 18 Maret. (Thesis)