• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DI SMAN X TANGERANG SELATAN TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DI SMAN X TANGERANG SELATAN TAHUN 2016"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DI SMAN X TANGERANG

SELATAN TAHUN 2016

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Zaima Dzatul Ilma NIM : 1113103000029

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438H/ 2016

(2)

iii

(3)

iv

(4)

v

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karunia yang senantiasa tercurahkan kepada penulis. Segala kemudahan, kesehatan, dan semangat senantiasa dilimpahkan oleh-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah menjadi suri tauladan bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali pihak yang turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Flori Ratna Sari selaku penanggung jawab riset untuk PSKPD angkatan 2013

4. dr. Fikri Mirza Putranto dan dr.Marita Fadhilah selaku dosen pembimbing, yang telah memberi pengarahan dan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis hingga laporan penelitian ini dapat selesai dengan baik. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pemikiran yang telah dokter berikan untuk kelancaran penelitian saya.

5. dr. Nurmila Sari selaku pembimbing akademik, yang memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

6. Kedua orangtuaku tercinta, Buya Habibul Fuadi dan Mama Subriyeni yang selalu memberikan doa, dukungan dan dorongan semangat dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan banyak masukan, motivasi, bantuan tenaga pikiran moral waktu dan material.

7. Bunda Salmaini dan Papa Abdurrahman yang selalu menyempatkan waktu dan pikiran untuk penulis.

8. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung kelancaran perkuliahan yang sedang dijalani penulis.

9. dr. Ning Widya Putri Herman yang telah memberikan masukan terkait penelitian ini.

10. Febianza Mawaddah, Isna Akmalia dan M.Iqbal Khusni teman sekelompok risetku. Bersyukur sekelompok bareng kalian yang mau saling bantu, mengerti adanya kegiatan lain, menyemangati cepat sidang, Menjalani perjalanan panjang bersama kalian.

11. Nicco Hakim, Namira dan Fiona. Terimakasih untuk selalu ada.

(6)

vii

12. Wahyu, Sakinah, Tika, Mba Ima, Mila dan kelompok sendi-sendirian, terimakasih atas waktu dan semangatnya.

13. Teman-teman kosan Kemala Mbak Nurul yang tidak pernah bosan menyapa penulis saat sedang kehabisan ide. Teh Dwi Restarina dan Dewi semoga selanjutnya kalian bisa menyusul. Kak Mahdiah maimunah yang telah meninggalkan harta warisan berharga di kosan Kemala.

14. Teman sejawatku yang selama ini menempuh pendidikan preklinik bersama dan akan terus bersama sampai lulus nanti. Semoga kita selalu kompak dalam kebaikan dan kesuksesan “PSPD TREITZ 2013”

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memperlancar proses pengerjaan laporan penelitian ini.

Dengan segala kejujuran dan kerendahan hati penulis sadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi pembahasan maupun penyusunannya. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan seluruh pihak, juga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan atau sumber ide untuk penelitian lebih lanjut di bidang kedokteran.

Ciputat, 17 Oktober 2016

Zaima Dzatul Ilma

(7)

viii ABSTRAK

Zaima Dzatul Ilma. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TERHADAP

PERILAKU PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DI SMAN X

TANGERANG SELATAN TAHUN 2016. 2016.

Prevalensi penggunaan peranti dengar berisiko, marak di kalangan remaja.

Pengetahuan dan sikap dianggap memiliki pengaruh terhadap perilaku penggunaan peranti dengar pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar. Penelitian ini dilakukan terhadap 256 responden dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang melalui pengisian kuosioner, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan 96,1% memiliki gambaran pengetahuan baik, 13,1% memiliki gambaran sikap baik dan 41,9% memilki gambaran perilaku yang baik. Meskipun responden memiliki gambaran pengetahuan yang baik, namun sikap dan perilaku responden menunjukkan hal yang sebaliknya. Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan peranti dengar. (P= 0,497 dan 0,119). Promosi kesehatan perlu difokuskan pada peningkatan kesadaran remaja melalui pemberian informasi terkait fakta akan bahaya bising.

Kata kunci : peranti dengar, remaja, pengetahuan, sikap, perilaku ABSTRACT

Zaima Dzatul Ilma. Medical and Professional Studies Program. THE EFFECT OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES TOWARD HIGH SCHOOL STUDENT BEHAVIOR OF PERSONAL LISTENING DEVICE USAGE AT X SMAN TANGERANG SELATAN 2016. 2016.

The prevalence of high risk personal listening device usage is high among teenagers. Knowledge and attitude is related to the practice of personal listening device usage. This study is purposed to see the influence of knowledge and attitude towards the practice of personal listening device usage in senior high school students. This cross-sectional study was comprised of 256 students who were asked to fill a questionnaire As the result, 96.1% students have good knowledge, 13.1% students have good attitude and 41.9% have good practice.

Although they appeared to be generally know of the risks of exposure to loud music, they expressed low awareness and insisted bad behavior. There is no significant association found between knowledge and attitude of risky personal listening device usage and practice of high risk personal listening device usage.

(P= 0,497 dan 0,119). The health promotion should be focused on increasing the teenager’s awareness through giving information about noise harm.

Keywords : personal listening device, teenager, adolescent, knowledge, attitude, practice

(8)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Pengetahuan ... 5

2.1.1.1 Definisi ... 5

2.1.1.2 Tingkat pengetahuan dan ranah kognitif ... 6

2.1.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan... 6

2.1.2. Sikap ... 7

2.1.2.1. Definisi ... 7

2.1.2.2. Tingkatan sikap ... 8

2.1.3. Perilaku. ... 8

2.1.3.1.Definisi ... 8

2.1.3.2. Klasifikasi ... 8

2.1.4. Teori health belief model ... 9

2.1.5. Peranti Dengar ... 10

2.1.6. Telinga... 12

2.1.6.1 Anatomi dan fisiologi ... 12

2.1.6.2 Definisi pendengaran ... 16

(9)

x

2.1.6.3 Mekanisme Mendengar ... 16

2.1.6.4 Jaras pendengaran...17

2.1.6.5 Fisika pendengaran ...19

2.1.6.6 Rentang frekuensi pendengaran ...20

2.1.7 Kuosioner Penelitian 2.1.7.1 Wawancara Adolescent’s Perceptions ...20

2.1.7.2 Kuosioner gambaran pemakaian peranti dengar ...20

2.1.7.3 Kuosioner Youth Attitude to Noise Scale ...21

2.2. Kerangka Teori ... 22

2.3. Kerangka Konsep ... 22

2.4. Definisi Operasional ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 25

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3.4. Besar sampel ... 25

3.5. Cara pengambilan sampel ... 26

3.6. Kriteria sampel ... 26

3.7. Alur penelitian ... 26

3.8. Manajemen Data ...27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Hasil Uji Validitas ...29

4.2 Analisis Univariat ... 30

4.2.1. Gambaran karakteristik responden ... 30

4.2.2. Gambaran pengetahuan ... 30

4.2.3. Gambaran sikap ... 31

4.2.4. Gambaran perilaku ... 32

4.3. Hasil bivariat ... 34

BAB 5 PENUTUP ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 43

(10)

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 22

Bagan 2.2 Kerangka Konsep ...22

Bagan 3.1 Alur Penelitian ... 26

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Definisi operasional ...23

Tabel 4.1 Hasil uji validitas pada item kuosioner ...28

Tabel 4.2 Gambaran pengetahuan ...29

Tabel 4.3 Gambaran sikap ...30

Tabel 4.4 Gambaran perilaku ...31

Tabel 4.5 Gambaran kategori perilaku ...31

Tabel 4.6 Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku ...32

Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan dengan sikap ...34

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Circumaural headphone ...10

Gambar 2.2 Supraaural headphone ...11

Gambar 2.3 Earphone ...11

Gambar 2.4 Canalphone ...12

Gambar 2.5 Anatomi telinga ...15

Gambar 2.6 Stimulasi reseptor pendengaran ...17

Gambar 2.7 Jaras pendengaran utama ...18

Gambar 2.8 Hubungan antara ambang dengar dan persepsi somestatik ...19

(11)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan komite etik ... ..43

Lampiran 2. Surat ijin pengantar dari fakultas ... ..44

Lampiran 3. Lembar surat persetujuan responden ... .45

Lampiran 4. Sumber kuosioner ...46

Lampiran 5 Kuosioner penelitian ...47

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas ...53

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik ...56

Lampiran 7. Dokumentasi ... .69

Lampiran 8. Daftar riwayat hidup ... .70

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Musik bukanlah hal yang langka ditemui pada zaman globalisasi. Sebagai salah satu media hiburan, musik sudah dapat ditemukan dalam genggaman tangan. Hanya dengan menyalakan alat pemutar musik, seseorang dapat mendengarkan lantunan musik dengan berbagai macam genre seperti jazz, blues, metal, pop, hingga clasic.1

Pemutar musik zaman sekarang sudah berevolusi sehinga dapat dibawa kemana-mana. Benda ini juga dapat digunakan oleh berbagai kalangan dan tingkatan umur karena mudah dioperasikan, diakses serta berukuran kecil.

Selain itu, pemutar musik juga dapat ditemukan didalam telepon genggam dan komputer pribadi. Biasanya, pemutar musik model ini dilengkapi dengan headset sebagai sebuah peranti dengar yang dapat membantu seseorang saat ingin mendengarkan musik untuk dirinya sendiri.2

Pada suatu penelitian didapatkan bahwa sebanyak 88,2% dari 1407 anak menggunakan pemutar musik pribadi yang dikenal dengan MP3 dan 27,4%

diantaranya mendengarkan musik dengan volume maksimal dalam waktu yang lama tanpa jeda. Pada penelitian lain juga disebutkan bahwa dari 490 subjek penelitian, 94,3% diantaranya menggunakan pemutar musik pribadi dan hampir seluruhnya menggunakan alat tersebut selama 1-3 jam setiap harinya selama tiga tahun. Sedangkan peranti dengar yang paling banyak digunakan adalah jenis earphone.3,4 Hal ini menunjukkan betapa maraknya pemakaian peranti dengar pada masyarakat, khususnya remaja.

Selain manfaat yang dimiliki oleh peranti dengar, alat ini juga secara tidak langsung dapat memberikan dampak buruk terhadap pendengaran. Pada tahun 2012 World Health Organization (WHO) mengeluarkan perkiraan jumlah terjadinya tuli dari 42 populasi dan didapatkan hasil sebanyak 5,3% dari jumlah penduduk dunia khususnya Asia Selatan dan Asia Pasifik menderita ketulian.5 Sedangkan dalam sebuah artikel American Speech-Language- Hearing Association mengutip penelitian dari Niskar AS, terdapat sekitar

(13)

2

12,5% anak dan remaja usia 6-19 tahun dan 17% orang dewasa mengalami kerusakan permanen berupa ketulian pada pendengaran yang diakibatkan oleh paparan bunyi yang sangat tinggi dan terus menerus.6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Laoh A di Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi juga didapatkan kesimpulan bahwa dari 30 orang responden yang sering menggunakan headset, 26,7% responden mengalami tuli ringan dan 6,7% responden mengalami tuli sedang. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan peranti dengar mempengaruhi kualitas pendengaran. 7

Secara global World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan anjuran terkait pencegahan gangguan dengar akibat bising, diantaranya melakukan kerjasama lintas sektoral antar pemerintahan melalui regulasi dan organisasi non pemerintahan melalui komunikasi dan media massa untuk meningkatkan kesadaran terkait pendengaran.8 Beberapa negara telah menerapkan langkah-langkah pencegahan terhadap ancaman gangguan pendengaran di berbagai sektor. Negara maju seperti Amerika telah membuat inovasi mengenai pencegahan ketulian. Peraturan yang mereka miliki tidak hanya mengatur bising di lingkungan kerja industri namun juga sampai ke lingkungan kerja seni seperti pemain musik, DJ dan orang-orang yang bekerja di klub malam. Dalam mewujudkan terlaksananya hal ini pemerintah Amerika bekerja sama dengan produsen-produsen earplug untuk membuat inovasi piranti yang tidak mengurangi efektivitas orang-orang yang bekerja di bidang musik. 9 Sedangkan di Indonesia, pemerintah hanya memiliki peraturan terkait ambang paparan bising di tempat kerja serta ambang bising kendaraan bermotor yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 13 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 7 tahun 2009. 10,11

Penulis memilih melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap penggunaan peranti dengar karena penulis melihat maraknya penggunaan peranti dengar atau headset dan besarnya pengaruh penggunaan peranti dengar terhadap pendengaran khususnya remaja SMA yang sangat mudah terpengaruh oleh perubahan pola hidup di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu penulis berminat untuk melakukan penelitian ini untuk mengetahui

(14)

3

ada atau tidaknya pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap perilaku tersebut.

Selain itu, penulis ingin membandingkan hasil survei luar negeri yang menyatakan bahwa siswa-siswi dari sekolah menengah sering mendengarkan MP3 dengan volume tinggi meskipun sadar dengan risikonya. Mereka menunjukkan kepedulian yang rendah terhadap hal tersebut dan menolak gangguan terhadap kebiasaan tersebut.12

Penulis memilih Tangerang Selatan sebagai lokasi penelitian karena dekat dengan domisili penulis dan merupakan wilayah sub-urban yang banyak terkontaminasi ibukota.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, peneliti dapat merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat pengaruh pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan?

1.3 Hipotesis

Peneliti mengambil hipotesis bahwa :

Pengetahuan dan sikap siswa SMA memiliki pengaruh terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

2. Mengetahui pengaruh pengetahuan siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

3. Mengetahui pengaruh sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X tangerang Selatan.

(15)

4

4. Mengetahui prevalensi siswa SMA yang memiliki perilaku penggunaan peranti dengar berisiko.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gambaran pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi terkait ada atau tidaknya pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

1.5.2 Bagi Siswa

Mengetahui informasi mengenai pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan peranti dengar.

1.5.3 Bagi Masyarakat Luas

Memberikan masukan kepada instansi pemerintahan, pendidikan, kesehatan serta media informasi dan komunikasi serta pihak-pihak yang terllibat mengenai pengaruh pengetahuan dan sikap siswa SMA terhadap penggunaan peranti dengar di SMAN X Tangerang Selatan.

(16)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi

Pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (superstition) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation).13 Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang-orang melakukan kontak dan pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).14

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi beberapa proses, yaitu:

- Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

- Merasa tertarik (interest), terhadap stimulasi atau objek tertentu.

- Evaluasi (evaluation), menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

- Mencoba (trial), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan stimulus.

- Adopsi (adoption), diamana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus. 13

(17)

6

2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan Dan Ranah Kognitif

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know), yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh stimulus yang diterima.

2. Memahami (comprehension), yaitu kemampuan mnejelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara luas.

3. Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

4. Analisis (analysis), yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi kedalam suatu struktur organisasi tersebut juga masih berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 13

2.1.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah ia menerima informasi dan pengetahuannya semakin banyak. Begitu juga sebaliknya.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

(18)

7 c. Umur

Dengan bertambahnya umur, maka akan terjadi perubahan fisik dan fisiologis yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

d. Minat

Suatu kecendrungan dan keinginan akan menuntun seseorang untuk mencari lebih banyak informasi.

e. Pengalaman

Pengalaman akan memberikan ingatan dan kesan pada diri seseorang untuk membentuk sikap positif maupun negatif.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkungan berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. 13

2.1.2 Sikap

2.1.2.1 Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan dalam kehidupan sehari hari bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap dianggap sebagai predisposisi dari tindakan atau perilaku.13 Sikap merupakan sindroma atau objek, sehingga sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya.

Alport menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen utama yaitu kepercayaan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional dan kecendrungan untuk bertindak. 13,14

(19)

8 2.1.2.2 Tingkatan Sikap13,14

1. Menerima (receiving), menunjukkan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.

2. Menanggapi (responding) yaitu memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing), menunjukkan bahwa subjek memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus.

4. Bertanggung Jawab (responsible) merupakan sikap yang paling tinggi tingkatan nya dengan mengambil resiko dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambil.

2.1.3 Perilaku

2.1.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus baik dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah diamati dan dilihat oleh orang lain. 14,15,16

2.1.3.2 Klasifikasi Perilaku

Dilihat dari respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1) Perilaku tertutup

Respon terhadap stimulus dalam bentuk terselubung. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus dan belum dapat diamati oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka

Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dan mudah diamati.13,14,15

(20)

9

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum individu mengadopsi perilaku baru, di dalam dirinya trjadi proses berurutan , yaitu : 13,16

1. Awarness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

2. Interest (tertarik), individu mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang- nimbang), tahapan yang lebih baik dimana subjek mempertimbangkan apakah stimulus akan berdampak baik atau tidak.

4. Trial (mencoba), individu mulai mencoa perilaku baru

5. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap dan kesadaran nya terhadap stimulus.

2.1.4 Teori Health Belief Model

Teori Health Belief Model termasuk dalam pendekatan intrapersonal. Teori ini mengandung beberapa konsep utama yang meramalkan mengapa orang-orang akan mengambil tindakan untuk mencegah, menyaring atau untuk mengontrol kondisi penyakit yang meliputi kerentanan, keseriusan, manfaat dan batasan perilaku, pengenalan tindakan dan pengobatan diri yang terbaru. Pendekatan yang dilakukan menekankan pada aspek kognitif atau model kognitif yang digunakan untuk meramal perilaku peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan ditentukan langsung oleh dua keyakinan, yaitu 17,18 :

- Ancaman yang dirasakan (perceived threat of injury and ilness) - Pertimbangan keuntungan dan kerugian (benefits and cost) Penilaian tentang ancaman ditentukan oleh17,18 :

- Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived threat of vulnerability) - Keseriusan masalah kesehatan yang dirasakan (perceived of sverity) - Petunjuk untuk berperilaku (clues of action) seperti : media masa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain, dll.

(21)

10

Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan dan pertimbangan keuntungan dan kerugian, dipengaruhi oleh17,18 :

- Variabel demografis : usia, jenis kelamin, latar belakang budaya - Variabel struktural : pengetahuan dan pengalaman tentang masalah 2.1.5 Peranti dengar

2.1.5.1 Definisi

Di Indonesia lebih dikenal dengan istilah headset atau headphone adalah sepasang pengeras suara kecil yang digunakan didekat telinga penggunanya dan dihubungkan ke sumber sinyal seperti radio, CD player, media player portable dan lain-lain.19

2.1.5.2 Jenis peranti dengar

Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, dipasaran kini ditawarkan banyak sekali jenis dan berbagai bentuk peranti dengar.

Contoh dari PLD antara lain circumaural headphone, supraaural headphone, earphone, dan canalphone.20

1. Circumaural adalah headphone yang sepenuhnya mengelilingi telinga.

Secara harfiah circumaural berarti sekitar telinga. Hal tersebut memungkinkan telinga penggunanya untuk sepenuhnya tertutup dan dirancang untuk menempel di kepala sehingga memberikan banyak isolasi dari luar, yang bertujuan untuk meredam kebisingan lingkungan (noise canceling headphone) yang tidak diinginkan. Hal tersebut memungkinkan penggunanya untuk mendengarkan musik dengan volume minimum meskipun di lingkungan yang bising.

Gambar 2.1 circumaural headphone20

Sumber: Audiology Diagnosis: Basic Instrument And Calibration, Tom Frank, 200020

(22)

11

2. Supra-aural atau juga dikenal dengan earpad headphone merupakan headphone yang menempel pada permukaan daun telinga namun tidak sepenuhnya menutupi telinga seperti circumaural. Supra-aural headphone tidak sama besar dengan headphone circumaural. Karena ukurannya yang tidak sebesar circumaural, headphone jenis supra-aural menjadi lebih mudah dibawa karena ukuran dan beratnya yang lebih kecil dari jenis circumaural.

Gambar 2.2 supraaural headphone

Sumber: Audiology Diagnosis: Basic Instrument And Calibration, Tom Frank, 200020

3. Earbud atau earphone merupakan salah satu bentuk dari interaural headphone yang ukurannya jauh lebih kecil dari dua jenis sebelumnya.

Penggunaannya langsung ditempatkan di luar telinga. Bentuknya yang kecil membuat peranti jenis ini lebih cenderung dipilih untuk dibawa bawa karena tidak butuh ruang yang besar untuk membawa peranti jenis ini.

Peranti jenis ini biasanya hanya memiliki satu ukuran sehingga kemampuan meredam suaranya akan berbeda-beda pada masing-masing orang. Hal ini dapat memicu pengguna untuk menaikkan level volume saat mendengarkan musik di lingkungan yang bising seperti jalan raya, cafetaria dan lain-lain.21

Gambar 2.3 earphone20

Sumber: Audiology Diagnosis: Basic Instrument And Calibration, Tom Frank, 2000

(23)

12

4. Canalphone dikenal juga sebagai In- Ear- Monitor (IEM), termasuk kedalam golongan interaural. Seperti namanya, peranti ini dipakai dengan cara memasukkan bagian eartip dari peranti kedalam bagian depan lubang telinga yang bertujuan untuk “menyegel” telinga. Segel umumnya melayani dua fungsi yaitu, memblokir kebisingan dan membentuk ruang akustik dalam rangka mencapai suara yang lebih jelas. Canalphone jauh lebih baik dalam meredam suara lingkungan (29-377dB) di banding jenis peranti circumaural dan supraaural (8-11dB).

Gambar 2.4 Canalphone20

Sumber: Audiology Diagnosis: Basic Instrument And Calibration, Tom Frank, 2000

2.1.6 Telinga

2.1.6.1 Anatomi Dan Fisiologi Telinga

Telinga terdiri atas tiga bagian besar yaitu telinga luar yang berfungsi untuk mengumpulkan gelombang bunyi dan meneruskannya ke dalam telinga, telinga tengah yang berfungsi mengirimkan getaran bunyi ke tingkap oval dan telinga dalam yang merupakan lokasi dari reseptor pendengaran dan keseimbangan.22

Telinga luar terdiri atas aurikula, kanal auditori eksterna dan gendang telinga. Aurikula merupakan bagian penutup dari tulang rawan kartilago yang elastis, berbentuk seperti ujung terompet dan diselimuti oleh kulit. Bagian ini dibagi lagi menjadi helix (bagian yang melingkar) dan lobule (bagian bawah). Ligamen dan otot mengikatkan aurikula ke kepala. Kanal auditori eksterna adalah sebuah tuba melengkung sepanjang 2.5 cm yang terletak di tulang temporal dan mengarah ke gendang telinga.

(24)

13

Membran timpani atau gendang telinga adalah sekat tipis dan semi transparan diantara kanal auditori eksterna dan telinga tengah. Membran timpani ini dilapisi oleh epidermis dan epitel kubus selapis. Antara lapisan epitelial tersebut terdapat jaringan ikat yang tersusun atas kolagen, serat elastis dan fibroblas. 22

Didekat bagian paling luar, kanal auditori eksterna mengandung sedikit rambut dan kelenjar keringat khusus yang disebut kelenjar seruminosa yang mensekresi lilin telinga atau serumen. Kombinasi antara rambut dan serumen tersebut membantu mencegah debu dan benda asing untuk masuk ke dalam telinga. Serumen juga mencegah kerusakan bagian kulit yang lembut dari kanal telinga luar yang disebabkan air dan serangga.

22

Telinga tengah adalah ruangan berisi udara yang berukuran kecil di bagian tulang temporal dan dilapisi oleh epitelium. Bagian ini dipisahkan dari telinga luar oleh membran timpani dan telinga dalam dengan tingkap oval da tingkap bulat yang berbentuk membran. Terdapat osikel berupa tiga tulang kecil yang dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang tulang ini dinamakan berdasarkan bentuk nya, yaitu maleus, inkus dan stapes.

Gagang dari maleus menempel pada permukaan internal membran timpani. Bagian kepala maleus bersambung dengan bagian badan inkus.

Inkus bersambung dengan bagian stapes. Bagian dasar stapes sesuai dengan tingkap oval. Tepat dibawah tingkap oval terdapat tingkap bulat yang diselubungi oleh membran yang disebut membran timpani sekunder.

Selain ligamen, dua otot rangka kecil juga melekat pada osikel.

Otot tensor timpani yang berasal dari mandibular membatasi perpindahan dan peningkatan tekanan gendang telinga saat adanya suara keras.

Bagian anterior dari telinga tengah memiliki lubang yang mengarah pada tuba auditori yang disebut tuba eustasius. Tuba ini terbuka selama menelan dan menguap dan menyebabkan udara dapat masuk ke dalam telinga sehingga tekanan dalam atmosfer dan telinga sama. Telinga

(25)

14

dalam juga disebut labirinth karena terdiri atas banyak kanal yang membingungkan. Secara struktur, bagian ini terdiria atas dua bagian utama yaitu bagian luar yang menutupi bagian dalam. 22

Tulang labirin ini merupakan gabungan dari rongga yang terdiri atas kanal semisrkular, vestibuli yang memiliki reseptor untuk keseimbangan dan koklea yang memiliki reseptor pendengaran. Tulang labirin ini dilapisi oleh periosteum dan mengandung perilimf. Cairan ini mengelilingi membran labirin. Epitel dari membran labirin juga mengandung endolimf. Level kalium dari endolimf biasanya tinggi dan memiliki peran dalam proses sinyal auditori.22

Di tengah labirin tulang, terdapat vestibulum yang merupakan tabung berbentuk oval. Labirin membranosa pada vestibulum mengandung dua saluran yang mirip kantung yakni utrikulus dan sakulus. Di bagian superior dan posterior dari vestibulum terdapat tiga tulang kanalis semisirkularis, yang masing-masing terletak pada sudut yang sama antara satu sama lain. Berdasarkan posisinya, tiga tulang kanalis semisirkularis tersebut disebut kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral.

Kanalis semisirkularis anterior dan posterior terletak vertikal, sedangkan kanalis semisirkularis lateral terletak horizontal. Di ujung setiap kanal terdapat pelebaran yang disebut ampula. Bagian labirin membranosa yang terletak di dalam tulang kanalis semisirkularis disebut duktus semisirkularis.22

Struktur ini terhubung dengan utrikulus pada vestibulum. Cabang vestibular dari nervus vetibulokoklearis (VIII) terdiri dari nervus ampular, utrikular, dan sakular. Bagian anterior dari vestibulum adalah koklea, sebuah saluran tulang yang berbentuk spiral yang mirip dengan rumah siput. Koklea terbagi menjadi tiga bagian yakni duktus koklearis (skala media), skala vestibuli, dan skala timpani. Duktus koklearis adalah terusan dari labirin membranosa ke arah koklea yang teirisi oleh endolimfe. Di atas duktus koklearis terdapat skala vestibuli yang berujung di oval window. Sedangkan di bawahnya terdapat skala timpani yang berujung di

(26)

15

round window. Skala vestibuli dan skala timpani merupakan bagian dari labirin tulang pada koklea, maka dari itu ruang tersebut terisi oleh perilimfe. Seluruh bagian skala vestibuli dan skala timpani dipisahkan oleh duktus koklearis, kecuali pada bagian apeks koklea yang disebut helikotrema.22

Skala vestibuli dan duktus koklearis dipisahkan oleh membran vestibular (membran Reissner), sedangkan duktus koklearis dan skala timpani dipisahkan oleh membran basilar. Membran basilar mengandung 20.000 sampai 30.000 serat basilar yang keluar dari sumbu tulang di koklea, yaitu modiolus, menuju ke dinding luar. Serat ini kaku dan elastis pada salah satu ujung bebasnya sehingga dapat bergetar seperti buluh harmonika.22

Pada membran basilar terdapat organ Corti. Organ Corti mengandung 16000 sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran.

Terdapat dua kelompok sel rambut, yakni sel rambut dalam yang terdiri dari satu baris dan sel rambut luar yang terdiri dari tiga baris. Pada ujung apikal setiap sel rambut, terdapat 40-80 stereosilia yang menyentuh atau tertanam pada endolimfe duktus koklearis. Pada ujung basal, sel rambut dalam dan sel rambut luar bersinaps dengan neuron sensorik orde pertama dan dengan neuron motorik dari cabang koklear nervus vestibulokoklearis (VIII). Walaupun sel rambut luar lebih banyak dari sel rambut dalam, tetapi sel rambut dalam bersinaps lebih banyak dengan neuron sensorik orde pertama yakni sekitar 90-95%. Sebaliknya, 90% neuron motorik bersinaps dengan sel rambut luar.22

Gambar 2.5 Stimulasi Reseptor Pendengaran

Sumber: Principles of Anatomy and Physiology, Tortora, 2009

(27)

16 2.1.6.2 Definisi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf yang terdiri atas dua aspek yaitu identifikasi suara dan lokalisasinya.23

2.1.6.3 Mekanisme Mendengar

Proses mendengar melalui beberapa tahap kejadian berikut:

1. Aurikula menangkap gelombang suara dan diteruskan ke saluran pendengaran eksternal.

2. Ketika gelombang suara sampai ke gendang telinga, pergantian tekanan tinggi dan rendah membuat gendang telinga bergetar maju dan mundur.

Jarak perpindahannya bergantung pada intensitas dan frekuensi gelombang suara. Gendang telinga bergetar pelan terhadap frekuensi suara yang rendah dan bergetar kencang terhadap frekuensi suara yang tinggi.

3. Area tengah gendang telinga terhubung oleh tulang maleus yang juga ikut bergetar. Getaran itu kemudian diteruskan ke tulang inkus dan kemudian ke tulang stapes.

4. Ketika tulang stapes bergerak ke luar dan ke dalam, tulang stapes membuat tingkap oval tertarik ke luar dan terdorong ke dalam. Tingkap oval bergetar 20 kali lebih keras daripada gendang telinga karena osikel secara efisien mentransmisikan getaran kecil yang tersebar di di area permukaan yang luas (gendang telinga) menjadi getaran besar pada permukaan yang lebih kecil (tingkap oval).

5. Pergerakan tingkap oval menghasilkan gelombang tekanan cairan perilimfe di koklea. Tingkap oval yang terdorong ke dalam membuat perilimfe pada skala vestibuli ikut terdorong.

6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari skala vestibuli ke skala timpani kemudian ke tingkap bulat, menyebabkan tingkap bulat terdorong keluar ke telinga tengah.

(28)

17

7. Selama gelombang tekanan mendorong dinding skala vestibuli dan skala timpani, gelombang tekanan tersebut juga mendorong membran vestibular ke depan dan ke belakang, sehingga membentuk gelombang tekanan di endolimfe pada duktus koklearis.

8. Gelombang tekanan di endolimfe menyebabkan membran basilar bergetar, yang kemudian menyebabkan sel-sel rambut pada organ Corti bergerak ke arah yang berlawanan dari membran tektorial. Hal ini menyebabkan membengkoknya stereosilia yang kemudian menciptakan potensial reseptor dan mengaktifkan impuls saraf.

Gambar 2.6 Stimulasi Reseptor Pendengaran

Sumber: Principles of Anatomy and Physiology, Tortora, 2009

2.1.6.4 Jaras Pendengaran

Serabut saraf dari ganglion spiralis korti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak di bagian atas medulla. Pada titik ini, semua serabut sinaps dan neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus olivarius superior , jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis.

Beberapa serabut terakhir di nukleus lemnikus lateralis, tetapi sebagian melewati nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, temat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya,

(29)

18

jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks audiotorik, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. 24

Ada 3 hal penting dalam penyaluran impuls pada jaras pendengaran, yaitu:

1. Sinyal dari kedua telinga dijalarkan melalui dua jaras kedua sisi otak, dengan penjalaran sedikit lebih besar pada jaras kontralateral. Mereka juga bersilangan di korpus trapezoid, dalam komisura di antara dua inti lemnikus lateralis dan dalam komisura yang menghubungkan dua kolikulus inferior.

2. Banyak serabut kolateral dari traktus auditorik berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikular di batang otak. Sistem ini menonjol secara difus ke atas dalam batang otak dan ke bawah ke dalm medula spinalis dan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberi respon terhadap suara yang keras. Koateral lain menuju ke vermis serebelum yang juga aktif jika ada suara keras yang timbul mendadak.

3. Orientasi spasial dengan derajat tinggi dipertahnakan dalam traktus serabut yang berasal dari koklea sampai ke korteks. 24

Gambar 2.7 Jaras pendengaran utama.

Sumber : Guyton, Arthur C.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran-Edisi 11. Jakarta : EGC

(30)

19 2.1.6.5 Fisika Pendengaran

Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat yang terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi (pemadatan) molekul udara bergantian dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat penjarangan (peregangan) molekul udara. Setiap alat yang mampu menghasilkan gangguan pola molekul udara disebut sumber suara. 23

Nada suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin besar frekuensi getaran maka nada akan semakin tinggi juga. Telinga manusia mampu mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 siklus perdetik tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus perdetik. 23

Intensitas atau kekuatan suara bergantung pada amplitudo gelombang suara atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amlitudo, semakin keras suara. Telinga manusia dapat mendengar intensitas suara dengan kisaran yang lebar, dari bisikan paling lemah hingga bunyi pesawat lepas landas yang memekakkan telinga. Kekuatan suara diukur dalam desibel(db), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling lemah yang masih terdengar (ambang dengar). 23

Gambar 2.8 Hubungan antara ambang pendengaran dan persepsi somestatik (ambang taktil dan tusukan) terhadap tingkat energi suara pada setiap frekuensi suara

(31)

20

Gambar ini menunjukkan bahwa suara 3000 siklus perdetik dapat didengar bahkan bila intensitasnya serendah 70 desibel di bawah 1 dyne /cm2 tingkat tekanan suara, yaitu satu per sepuluh juta mikrowatt per sentimeter persegi . Sebaliknya suara 100 siklus per detik dapat dideteksi hanya jika intensitas nya 10.000 kali lebih besar dari ini.

2.1.6.6 Rentang Frekuensi Pendengaran

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20- 20.000 siklus perdetik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan yang sangat besar. Jika kekerasannya 60 db dibawah 1 dyne /cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah 500 sampai 5000 siklus perdetik yang artinya hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat dicapai secara lengkap. 22

2.1.7 Kuosioner Penelitian

2.1.7.1 Wawancara pada penelitian Adolescent’s Perceptions of Loud Music and Hearing Conservation

Item pada daftar pertanyaan asli memiliki format pertanyaan semi-structured yang berpedoman pada literatur review dan diskusi para ahli yang dihubungkan dengan protection motivation theory (PMT). Hanya beberapa item yang diambil dan dimodifikasi pada penelitian ini.12 (Lampiran 4)

2.1.7.2 Kuosioner gambaran pemakaian peranti dengar

Merupakan kuosioner yang menunjukkan identitas pasien, gambaran pemakaian peranti dengar yang meliputi frekuensi, intensitas bunyi, lama pemakaian, jenis peranti dengar, sumber bunyi dan kemampuan responden mendengar bising lingkungan saat memakai peranti dengar dengan kondisi menyala. Kuosioner ini mengikuti kuosioner pada penelitian terdahulu oleh Herman NWP tahun 2011. 25 (Lampiran 4)

(32)

21

2.1.7.3 Kuosioner Youth Attitude to Noise Scale (YANS)

Kuosioner YANS terdiri atas 19 item yang dikembangkan oleh Widen et al.(2004) untuk mengeksplorasi sikap remaja terhadap bising. Setiap item dinilai dengan lima poin yang dimulai dengan pilihan sangat setuju (5 poin) sampai sangat tidak setuju (1 poin). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuosioner ini dikategorikan lagi menjadi empat subdivisi yaitu, item yang menilai sikap terhadap kebudayaan remaja (item 1, 4, 6, 9, 10, 12, 15 dan 18), item yang menilai sikap terhadap kemampuan responden untuk berkonsentrasi dalam kondisi bising (item 2, 5 dan 8), item yang menilai sikap terhadap bising sehari-hari seperti bising lalu lintas (item 11, 14, 16 dan 17) dan item yang menilai sikap terhadap mempengaruhi lingkungan (item 3, 7, 13 dan 19). Kuosioner ini telah divalidasi ulang oleh Keppler tahun 2010 dan didapatkan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,71 untuk keseluruhan kuosioner. 26 (Lampiran 5)

(33)

22 2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka konsep

Pengetahuan tentang PD

Sikap terhadap informasi tentang PD

Perilaku

Bagan 2.1 Kerangka teori

(34)

23 2.4 Definisi Operasional

Tabel 2.2 Definisi operasional

Variabel Definisi Cara pengukuran Skala

Usia Usia pasien saat diminta mengisi kuosioner

Jumlah hari sejak lahir sampai tanggal

pemeriksaan/365

Numerik

Jenis kelamin

Jenis kelamin pasien sesuai dengan fakta saat mengisi kuosioner . Terdiri atas kategori laki-laki dan perempuan.

Sesuai yang tertulis di data kuosioner dan status pasien.

Kategorik

Pengetahuan tentang peranti dengar

Kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya.13 Dalam hal ini terkait PD. Dibagi kedalam kategori :

1. Baik (>80% total skor pertanyaan)

2. Buruk (<80% total skor pertanyaan)

Sesuai yang tertulis di kuosioner.

Kategorik

Sikap terhadap informasi tentang PD

Reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan dalam kehidupan sehari hari bersifat emosional terhadap stimulus sosial berupa informasi tentang PD. Sikap dianggap sebagai predisposisi dari tindakan atau perilaku.13

Dibagi kedalam kategori : 1. Baik (>80% total skor

pertanyaan)

2. Buruk (<80% total skor )

Sesuai yang tertulis di data kuosioner.

Kategorik

(35)

24 Perilaku

penggunaan PD

Perbuatan penggunaan PD hasil dari pengaruh berbagai stimulus dari luar dan dalam diri seseorang.

14

Dibagi kedalam kategori :

1. Baik (>60% total skor pertanyaan)

2. Buruk (<60% total skor pertanyaan)

Sesuai yang tertulis di data kuosioner.

Kategorik

Peranti dengar (PD)

Sepasang pengeras suara kecil yang digunakan didekat telinga penggunanya dan dihubungkan ke sumber sinyal seperti radio, CD player, media player portable dan lain-lain.19

Terdiri atas : 1. Canalphone

2. Circum-aural headphone 3. Supra-aural headphone 4. Earphone20

Sesuai yang tertulis di kuosioner.

Kategorik

Lama penggunaan peranti dengar (PD)

Rentang waktu yang digunakan oleh responden untuk memakai peranti dengar. Di tanyakan dalam rentang waktu jam, hari dan tahun.

Pengelompokkan di bagi kedalam kategori <5tahun dan >5 tahun.

<60 menit dan >60 menit .4,27,28

Sesuia kuosioner Kategorik

Level volume

Level volume ternyaman yang dipilih oleh responden ketika memakai peranti dengar.

Dibagi kedalam kategori <70%

dan >70%.29,30,31

Sesuai kuosioner Kategorik

(36)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan menggunakan desain cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas X Tangerang Selatan pada bulan Desember 2015 sampai bulan Agustus 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah remaja kelas dua siswa Sekolah Menengah Atas di sekolah terpilih baik pengguna peranti dengar maupun non pengguna peranti dengar pada tahun 2016.

3.4 Besar Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua siswa kelas dua pada SMA terpilih pada tahun 2016, yaitu sebanyak 259 orang. Dengan minimal jumlah sampel dihitung dengan rumus :

= 89,5 = 90 N=89,5  dibulatkan keatas menjadi 90 orang Dengan ketentuan berupa :

N= Jumlah Sampel

Zα= Deviat Baku alfa pada derajat kepercayaan 95% dengan hipotesis dua arah yaitu sebesar 1,96

P= Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya7 d2= presisi

Q=1-P32.

(37)

26 3.5 Cara Pengambilan Sampel

Sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian dipilih dengan cara purposive sampling yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian. Sedangkan sampel diambil secara total sampling, yaitu dengan mengambil seluruh populasi siswa kelas dua di SMAN X Tangerang Selatan tahun 2016 sejumlah 256 orang.

3.6 Kriteria sampel

3.6.1 Kriteria Inklusi

1. Siswa kelas dua SMA yang telah terpilih 2. Siswa yang bersedia mengisi kuosioner 3.6.2 Kriteria Eksklusi

1. Siswa yang sedang dalam pengobatan THT 2. Siswa yang memiliki kelainan THT sejak lahir 3. Siswa yang tidak mengsisi kuosioner secara lengkap 3.7 Alur Penelitian

Bagan 3.1 Alur Penelitian

Validasi kuosioner

Menyebarkan kuosioner

Pengolahan Data

(38)

27 3.8 Manajemen Data32

3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian menggunakan software SPSS dengan melakukan pemilahan data yang terkumpul, lalu data yang ada diberi kode atau angka tertentu setelah disesuaikan dengan data kuosioner. Data dimasukkan berdasarkan kode dan urutan yang telah ditentukan pada masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Data digolongkan, diurutkan kemudian disederhanakan sehingga mudah dibaca.

3.8.2 Analisis Data

3.8.2.1 Analisis Data Univariat

Analisi data univariat bertujuan untuk mendeskripsikan tiap variabel dependen dan independen untuk memahami karakteristik data yang ada yaitu pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunan peranti dengar pada siswa kelas 2 SMA X Tangerang Selatan, yaitu tingkat pengetahuan, variasi sikap dan variasi perilaku yang terjadi.

Data disajikan dalam bentuk tabel beserta interpretasinya.

3.8.2.2 Analisis Data Bivariat

Analisis data bivariat bertujuan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antar variabel dependen dan independen menggunakan analisis uji chi-square, bila syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka akan digunakan uji fisher exact.

Total skor yang telah diolah kemudian dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu baik (>80% total skor) dengan kode 2 dan buruk (<80%total skor) dengan kode 1 untuk variabel pengetahuan dan sikap. Sedangkan untuk variabel perilaku, dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu baik (>60% total skor) dengan kode 2 dan buruk (<60%total skor) dengan kode 1.

(39)

28 3.8.3 Rencana Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi dan tabel yang memperlihatan hasil pengolahan data kuosioner untuk menunjukkan hasil yang didapatkan.

3.8.4 Etika Penelitian

Jenis penelitian ini sudah melewati informed consent.

(40)

29 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas

Uji validitas kuosioner ini dilakukan untuk menilai apakah isi instrumen mempunyai validitas yang baik atau kurang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adlah kuosioner, maka uji validitas yang dilakukan untuk menilai item kuosioner yang valid maupun kurang valid. Selain itu, validitas juga dilakukan untuk mengukur kesesuaian alat yang digunakan untuk penelitian ekpererimenter.

Uji validitas dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Atas di kawasan Tangerang Selatan dengan responden sebanyak dua puluh dua orang. Responden terdiri dari lima belas orang perempuan dan tujuh orang laki-laki dengan rata-rata usia enam belas tahun. Pengolahan data uji validitas ini menggunakan program aplikasi SPSS versi 22.

4.1.1 Uji Validitas

Suatu item dalam instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang baik jika hasil Pearson Correlation lebih besar daripada koefisien korelasi sederhana (tabel r). Tabel r yang digunakan pada uji validitas ini bernilai 0,359 dengan N=22 dan tingkat signifikansi sebesar 1%.

Tabel 4.1 Hasil uji validitas pada item kuosioner

No Variabel Kuosioner Pearson Correlation

P Value (2-tailed)

Tabel r

1. Aspek pengetahuan a-0,205 a-0,36 0,359

2. Aspek sikap terhadap peranti dengar

0,014-0,26 0,312-0,95 0,359

3. Aspek sikap terhadap bising di masyarakat

0,0114-0,49 0,018-0,95 0,359

Hasil uji validitas item kuosioner yang ditanyakan pada penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa item tidak memiliki validitas yang baik sehingga dilakukan modifikasi sebelum item kuosioner dibagikan kepada responden.

(41)

30 4.2 Analisis Univariat

Variabel yang terdapat pada penelitian ini akan dideskripsikan dengan analisis univariat yang akan memberikan gambaran terhadap karakteristik responden. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap responden. Variabel terikat pada penelitian ini adalah perilaku penggunaan peranti dengar. Sampel pada penelitian ini awalnya berjumlah 256 responden dengan batas minimal sampel berjumah 90 responden.

Namun karena kuosioner yang dibagikan tidak diisi dengan lengkap dan responden tidak dapat dihubungi kembali, sebanyak 27 responden dinyatakan drop out. Oleh karena itu hanya sebanyak 229 responden yang datanya dapat diolah.

4.2.1 Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden penelitian ini digambarkan melalui sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dan usia. Responden terbanyak adalah perempuan dengan persentase 65,1% dan mayoritas berusia enam belas tahun yaitu sebanyak 60,7% dari total responden. Hal ini berkaitan dengan latar belakang responden yang seluruh nya diambil dari tingkatan kelas yang homogen.

4.2.2 Gambaran pengetahuan Tabel 4.2 Gambaran Pengetahuan

Gambaran pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Buruk 9 3,9

Baik 220 96,1

Total 229 100

Gambaran pengetahuan terdiri atas pengetahuan pasien terhadap dampak bising pada orang lain, dampak bising akibat musik yang keras, risiko akibat terpapar bising pada remaja dan hubungan tingkat bising dengan risiko akibat bising.

Berdasarkan tabel didapatkan bahwa pada responden penelitian sebanyak 96,1%

memiliki skor pengetahuan yang baik terhadap poin-poin tersebut dan hanya sedikit yang memiliki skor pengetahuan yang buruk.

(42)

31 4.2.3 Gambaran sikap responden Tabel 4.3 Gambaran Sikap

Gambaran sikap Jumlah Persentase (%)

Buruk 199 86,9

Baik 30 13,1

Total 229 100

Gambaran sikap responden dinilai dari dua poin besar yaitu, sikap terhadap bising akibat peranti dengar dan sikap terhadap bising di masyarakat. Sikap terhadap bising akibat peranti dengar terdiri atas keinginan responden berhenti memakai peranti dengar dengan volume keras, apakah responden dapat berkonsentrasi saat menggunakan peranti dengar, keinginan responden untuk mengajak teman mengurangi frekuensi penggunaan peranti dengar dan keinginan responden untuk mengajak teman mengurangi tingkat volume saat menggunakan peranti dengar.

Sikap terhadap bising di masyarakat terdiri atas 24 poin yaitu, perlunya berteriak saat berbicara dengan orang lain, pentingnya mendengar, kekhawatiran responden akan hilangnya pendengaran diri sendiri dan orang lain, keinginan responden melindungi pendengarannya sendiri, kepercayaan pasien terhadap kemampuannya melindugi pendengaran sendiri, kepercayaan pasien bahwa dia membahayakan pendengarannya sendiri, sikap responden terhadap kegaduhan, sikap pasien jika sekelilingnya sunyi, tanggapan pasien mengenai level bunyi di masyarakat, keinginan pasien meninggalkan lokasi yang bising, perlunya memakai earplug, perlunya regulasi tentang bising di masyarakat, sikap pasien terhadap bising lalu lintas, kemampuan pasien tidak menghiraukan bising, sikap pasien terhadap bising peralatan didalam ruangan, keinginan responden terhadap ketenangan sekolah dan respon pasien terhadap bising di lingkunga sekolah. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden memberikan sikap yang buruk karena sebanyak 199 dari 229 responden memiliki skor sikap yang buruk.

(43)

32 4.2.4 Gambaran perilaku

Tabel 4.4 Gambaran perilaku

Variabel N %

Menggunakan headset 1. Ya

2. Tidak

216 13

94,3 5,7 Lama menggunakan headset

1. 0-3 tahun 2. > 3 tahun

115 114

50,2 49,8 Frekuensi penggunaan headset

1. <7 hari 2. Setiap hari

168 61

73,4 26,6 Lama waktu setiap 1 kali

menggunakan headset 1. <1 jam 2. >1 jam

113 116

50,7 49,3 Tingkat volume

1. 0-70%

2. >70%

197 32

84,3 15,7 Media player yang digunakan

1. Ipod

2. Mp3/Mp4 player 3. Handphone (HP) 4. Laptop/Komputer 5. Lain-lain

6 3 190 15 15

2,6 1,3 83,0 6,6 6,6 Jenis headset yang dipakai

1. Circumaural 2. Supra-aural 3. Earbud 4. Canal phone 5. >2 PLD

10 2 165 45 7

4,4 0,9 72,1 19,7 3,1 Dapat mendengar saat

menggunakan headset 1. Dapat 2. Tidak dapat

140 89

61,1 38,9

Gambaran penggunaan peranti dengar didapatkan dari pengisian kuesioner oleh responden. Hasilnya responden paling banyak menggunakan headset selama lebih dari tiga tahun dengan frekuensi penggunaan 1-2 hari/ minggu. Mayoritas responden memakai peranti dengar kurang dari satu jam dalam satu hari dan paling banyak memilih volume 40-50%. Sumber suara yang paling banyak digunakan adalah telepon genggam dan peranti dengar yang paling banyak digunakan adalah jenis earbud. Mayoritas responden masih dapat mendengar apabila sedang menggunakan peranti dengar.

(44)

33 Tabel 4.5 Gambaran Kategori Perilaku

Gambaran perilaku Jumlah Persentase (%)

Buruk 133 58,1

Baik 96 41,9

Total 229 100

Gambaran perilaku dinilai berdasarkan beberapa poin yaitu, apakah responden menggunakan peranti dengar, lama penggunaan peranti dengar dalam jam dan tahun, frekuensi penggunaan peranti dengar setiap minggu, tingkat volume yang digunakan, media player yang digunakan, jenis peranti dengar yang digunakan dan apakah responden masih dapat mendengar suara sekitar saat memakai peranti dengar. Dari beberapa item peniaian tersebut didapatkan pengelompokkan responden. Pengelompokkan responden didasari oleh teori yang menyatakan bahwa paparan bising lebih dari 85dB selama delapan jam perhari selama lima tahun dapat meningkatkan resiko terjadinya ketulian.

Tabel diatas dapat menunjukkan bahwa 133 dari 229 responden yaitu sebanyak 58,1% memiliki perilaku yang buruk terhadap penggunaan peranti dengar yang digambarkan dengan penggunaan peranti dengar lebih dari dari satu jam hampir setiap hari. Responden juga cenderung lebih nyaman menyetel pemutar musik yang dimiliki pada tingkat volume yang tinggi sehingga beberapa diantaranya tidak dapat mendengar suara sekitar saat mendengarkan musik menggunakan peranti dengar. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Wandadi M yang mendapatkan gambaran 91,3% siswa menggunakan headphone, 10,4% memakai headphone lebih dari 1 jam per hari dan 52% dari mereka menggunakan volume yang lebih besar dari tiga per empat volume maksimal. Media player yang paling umum adalah telepon genggam dan peranti yang paling banyak digunakan adalah jenis inserted. 33

(45)

34 4.3 Hasil Bivariat

Berdasarkan data di atas, peneliti mencoba menghubungkan antara pengetahuan dan sikap responden terhadap perilaku penggunaan peranti dengar.

4.3.1 Hubungan antar variabel

4.3.1.1 Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku Tabel 4.6 Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

Kategori perilaku Total p-value

Buruk Baik

Kategori Pengetahuan

Buruk 4 5 9

Baik 129 91 220

Total 229 0,497

Kategori Sikap Buruk Baik

Buruk 120 79 199

Baik 13 17 30

Total 229 0,119

Pada tabel hubungan pengetahuan dengan perilaku, responden dengan pengetahuan baik namun perilaku buruk adalah yang paling banyak. Hal ini dapat menunjukkan adanya ignorance terhadap informasi yang didapatkan oleh responden. Meskipun tidak terdapat signifikansi p=0,604 (>0,05) angka pada penelitian ini dapat dipertimbangkan karena terlihat jelas selisih jumlah dari masing-masing kategori. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hutchinson MK pada mahasiswa yang menunjukkan bahwa meskipun hampir semua mahasiswa memiliki pengetahuan yang baik tentang resiko tuli akibat penggunaan peranti dengar, satu dari empat mahasiswa mendengarkan musik menggunakan peranti dengar mereka dengan volume yang sebanding dengan 80dB atau lebih dengan 94% diantaranya tidak sadar akan risiko potensial yang dimilikinya.34 Dalam penelitian Vogel I juga didapatkan gambaran bahwa kebanyakan remaja sekolah menengah, dua kali lebih cenderung menggunakan volume tinggi saat

(46)

35

mendengarkan musik dibandingkan remaja yang telah memasuki jenjang kuliah.35 Dalam penelitian lain juga didapatkan data 50% mahasiswa mendengarkan musik hingga 85dB setiap harinya. 36

Pada tabel hubungan sikap dan perilaku didapatkan angka responden dengan sikap buruk dan perilaku buruk adalah yang terbanyak. Namun dalam penelitian didapatkan nilai p value sebesar 0,711 sehingga hasil ini tidak bermakna. Sejalan dengan penelitian pada remaja muda usia 13 sampai 17 tahun yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang diteliti dilaporkan menggunakan volume yang tinggi dan menunjukkan rendah nya kesadaran akan kosekuensi menggunakan volume yang tinggi saat mendengarkan musik.37 Penelitian pada remaja Amerika oleh Widen juga menyimpulkan bahwa sikap secara signifikan terkait dengan pengalaman gejala gangguan pendengaran pada diri sendiri, bukan ambang bising. 38Tetapi pada penelitian lain oleh Hoover A didapatkan bahwa pengguna MP3 memiliki keinginan untuk mengurangi volume, mengurangi durasi dan membeli headset khusus yang lebih aman.39

Pada penelitian di SMP Kristen Dharma Mulya Surabaya di dapatkan hasil bahwa gambaran pengetahuan responden baik, sikap yang peduli dan berperilaku sesuai sesuai dengan batas normal penggunaan peranti dengar. 40

Teori Health belief model menyatakan bahwa perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, melainkan beberapa faktor seperti perasaan terancam, pertimbangan antara keuntungan dan kerugian, yang juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, latar belakang budaya atau lingkungan, pengetahuan serta pengalaman. Siswa SMA cenderung mengikuti lingkungan dan mencari role model. Harus diberlakukan anjuran dan guideline yang berisi anjuran yang tegas terkait penggunaan peranti dan cara melindunginya. 41 Pesan yang menekankan konsekuensi negatif jika tidak menggunakan volume sedang atau kecil memiliki kemampuan untuk mempengaruhi remaja agar memiliki keinginan mencegah ketulian.42

Gambar

Gambar 2.1 circumaural headphone 20
Gambar 2.2 supraaural headphone
Gambar 2.4 Canalphone 20
Gambar  2.5 Stimulasi Reseptor Pendengaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pendahuluan (5 menit)  Apersepsi  Motivasi  Menginformasikan kepada peserta didik tentang beberapa hal yang berhubungan dengan isi kandungan ayat Al- Qur’an Surat

Pada perusahaan jasa, manfaat dari produk langsung dirasakan oleh pelanggan sehingga jika ada sesuatu yang membuat pelanggan tidak nyaman atau tidak puas dengan pelayanan maka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dalam pembuatan zat warna alami tekstil dari kubis ungu dari variasi pelarut aseton, etanol dan

Definition of an instructional Picture ……… Types of instructional pictures in language learning …….. The supportive roles of instructional picture in learning … Picture and

Peran mediasi Komite Sekolah terhadap komponen output dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya melakukan me- diasi dengan pihak-pihak di luar sekolah,

Oleh karena itu, penulis ingin melihat seberapa jauh hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa ras campuran Proto

dengan kata lain bahwa untuk derajat bebas yang besarnya lebih dari 30, maka peubah acak baru yang nilainya sama dengan akar pangkat dua dari dua kali peubah acak

Sedangkan untuk kelompok yang mengalami kenaikan indeks adalah : makanan jadi, minuman, rokok &amp; tembakau 0,25 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas