6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian
Saparto, (2021) menjelaskan tentang perbedaan pendapatan dan kelayakan usahatani padi varietas Inpari 32 dan varietas Inpari 42.
Penelitian dilakukan di Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.
Metode penelitian yang digunakan adalah Survei. Metode pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling dan diperoleh sampel 35 responden petani yang menggunakan varietas Inpari 32 dan 35 responden petani yang menggunakan varietas Inpari 42. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi varietas Inpari 32 sangat berbeda nyata (P<1%) lebih tinggi dibanding padi varietas Inpari 42.
Hasil analisis usahatani padi varietas Inpari 32 menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata yang diterima petani sebesar Rp. 11.253.124/ha per musim tanam. Nilai R/C ratio sebesar 1,76 dan menunjukkan bahwa R/C
>1. Analisa usahatani padi varietas Inpari 42 menunjukkan bahwa pendapatan rata- rata petani sebesar Rp. 10.198.685/ha per musim tanam.
Nilai R/C ratio sebesar 1,68 menunjukan bahwa R/C >1. Kesimpulannya usahatani padi varietas Inpari 32 maupun Varietas Inpari 42 menguntungkan dan layak secara finansial untuk diusahakan, sedangkan perbedaan pendapatan dan kelayakan usahatani padi varietas Inpari 32 lebih tinggi dibanding varietas Inpari 42.
Perbedaan penelitian Saparto et al. (2021) dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada metode pengambilan sampel, Penelitian sebelumnya menggunakan metode Stratified Random Sampling, berdasarkan strata luas lahan kepemilikan petani, sedangkan yang akan dilakukan menggunakan metode Purposive Sampling, dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan dilihat menurut strata tetapi didasarkan atas
7
adanya tujuan tertentu. Perbedaan juga terletak pada hasil penelitian dimana sebelumnya mengukur perbedaan pendapatan dan kelayakan usahatani padi dua varietas yang berbeda, sedangkan pada penelitian ini hanya melihat pendapatan dan kelayakan usahatani padi varietas Ciherang.
Sudrajat (2020) menjelaskan tentang kelayakan usahatani padi dan pengaruhnya terhadap pendapatan petani di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi sosial- demografi dan ekonomi petani padi, analisis finansial usahatani padi yang mencakup biaya, penerimaan dan pendapatan atau keuntungan usahatani padi serta menganalisis kelayakan usahatani padi dan pengaruhnya terhadap pendapatan petani di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan. Metode penelitian yang digunakan Random sampling dengan jumlah responden sebanyak 90 petani. Analisis data menggunakan analisis finansial usahatani padi yang meliputi biaya, penerimaan, pendapatan atau keuntungan hasil usahatani padi.
Hasil penelitian menemukan adanya variasi biaya usahatani menurut luas lahan dan variasi penerimaan atau pendapatan menurut perbedaan hasil produksi dan biaya, sedangkan analisis kelayakan usahatani padi dengan R/C ratio maupun B/C ratio menunjukan bahwa kegiatan usahatani padi masih layak dan secara signifikan nilai kelayakan tersebut berpengaruh positif terhadap pendapatan yang diterima petani.
Persamaan penelitian Sudrajat (2020) dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada metode analisis finansial kelayakan usahatani padi meliputi biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan hasil usahatani.
Perbedaannya terletak pada penelitian sebelumnya melihat kondisi sosial- demografi dan ekonomi petani, sedangkan yang akan dilakukan hanya melihat hasil kelayakan usahatani padi secara finansial.
Fitriana, (2021) menjelaskan tentang analisis pendapatan dan kelayakan usahatani padi sawah di Desa Tatakalai, Kecamatan Tinangkung Utara. Metode penelitian dengan metode acak sederhana atau Random
8
Sampling, diambil sampel sebanyak 30 responden atau 20% dari jumlah populasi yang ada. Analisis adalah pada pendapatan, kelayakan usahatani R/C ratio dan Break Event Point. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total penerimaan rata-rata sebesar Rp.25.883.333,33/ha per musim tanam, sedangkan total biaya rata-rata sebesar Rp.4.708.152,78/ha per musim tanam. Nilai R/C ratio 5,49 menunjukan bahwa R/C ratio >1, berarti usahatani menguntungkan karena tambahan manfaat atau penerimaan lebih besar dari tambahan biaya. Persamaan penelitian terletak pada metode analisis data yang meliputi analisis biaya, penerimaan, pendapatan dan kelayakan usahatani padi. Perbedaan terletak pada metode pengambilan sampel, dimana penelitian sebelumnya menggunakan metode Random Sampling dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dengan jumlah responden 30 petani, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode purposive sampling, dengan cara mengambil subjek bukan dilihat menurut strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.
Ma’ruf, Kamaruddin, & Muharief, (2019) menjelaskan tentang petani sebagai sampel. Analisis data menggunakan Break Even Point, yaitu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan. Uji hipotesis dilakukan dengan metode One Sample t test (uji t), dengan metode ini nilai R/C, BEP produksi dan BEP harga dibandingkan dengan test value tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani membudidayakan lebih dari satu varietas padi, diantaranya varietas Mekongga, Ciherang, Cigeulis, Inpari, dan Situ Bagendit.
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa varietas Ciherang merupakan varietas padi dengan produktivitas tertinggi dari berbagai varietas yang dibudidayakan oleh petani padi di Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata penerimaan sebesar Rp.17.827.928/MT/Ha, sedangkan total biaya yang dikeluarkan oleh
9
petani selama satu kali musim tanam sebesar Rp.4.203.256/ha per musim tanam. Dengan demikian rata-rata pendapatan petani sebesar Rp.13.624.672/MT/Ha. Analisis kelayakan usahatani padi menunjukan bahwa nilai R/C ratio sebesar 4,24 artinya nilai R/C ratio >1 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap layak untuk diusahakan. Persamaan penelitian terletak pada metode analisis data yang meliputi biaya, penerimaan, pendapatan dan kelayakan usahatani padi.
Wahyuni et al. (2018) menjelaskan tentang analisis kelayakan finansial usahatani terpadu padi-itik di Kabupaten Musi Rawas. Metode penelitian yang digunakan adalah survei, penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) dengan kriteria petani padi sawah yang memiliki ternak itik. Melalui metode tersebut dipilih 10 orang responden petani padi yang juga beternak itik di Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas. Hasil penelitian analisis pendapatan dan kelayakan usahatani padi di Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap.
Kabupaten Sidrap merupakan daerah lumbung padi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Metode pengambilan sampel yaitu Simple Random Sampling terdapat 95 menunjukkan bahwa usahatani terpadu padi-itik menguntungkan dengan keuntungan sebesar Rp.36.713.000 per tahun.
Usahatani padi-itik layak diusahakan dengan nilai NPV Rp. 99.964.397 pada discount rate 12%; Net B/C 3,26; IRR 80%; dan PP 1,18 tahun.
Persamaan terletak pada metode pengambilan sampel yaitu Purposive Sampling. Perbedaan dengan sebelumnya mengukur kelayakan usahatani terpadu antara tanaman padi dan ternak itik secara finansial, sedangkan yang akan dilakukan hanya mengukur pendapatan dan kelayakan usahatani padi.
Solikah et al. (2016) menjelaskan tentang ekonomi usahatani padi (Oryza Sativa L.) dengan sistem tanam jajar legowo. Metode penelitian menggunakan Random Sampling yaitu suatu metode semua anggota
10
sampel dianggap memiliki karakteristik yang sama, sehingga siapapun yang diambil dapat mewakili populasinya. Analisis data yang digunakan meliputi biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp.8.391.472/ha per musim tanam. Penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp.23.970.000/ha per musim tanam. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp.13.578.528/ha per musim tanam. Hasil analisis kelayakan usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo diperoleh nilai R/C ratio sebesar 2,3 menunjukan bahwa nilai R/C ratio >1 yang artinya usahatani padi dengan sistem tanam jajar legowo layak diusahakan karena memperoleh keuntungan.
Zakaria, (2014) memaparkan tentang evaluasi adopsi teknologi budidaya dan kelayakan usahatani padi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survey. Lokasi penelitian merupakan wilayah berbasis ekosistem lahan sawah irigasi. Data diolah dengan tabulasi silang yang disajikan dalam bentuk tabel, untuk mengukur tingkat partisipasi penerapan teknologi budidaya padi dilakukan komparasi dengan teknologi anjuran. Tingkat kelayakan usahatani padi secara sederhana dinilai dengan analisis Gross B/C ratio, yaitu nilai imbangan pendapatan kotor dan biaya total usahatani.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adopsi teknologi padi di tingkat petani sudah sesuai anjuran, sedangkan hasil analisis biaya dan pendapatan diperoleh nilai B/C ratio >1 dan tingkat profitabilitas sebesar 43%-47%. Dengan demikian usahatani padi tersebut secara ekonomi menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Perbedaan antara penelitian Zakaria, (2014) dengan penelitian yang akan dilakukan, terletak pada variabel yang diukur dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel pengukuran tingkat karakteristik rumah tangga petani, keragaman penerapan teknologi budidaya padi, tingkat penggunaan sarana produksi, tenaga kerja dan tingkat produktivitas usahatani padi, sedangkan pada penelitian ini variabel yang diukur tingkat pendapatan dan kelayakan
11 usahatani padi.
Sution et al. (2020) menjelaskan tentang peningkatan produksi tanaman dengan pola tanam tumpangsari jagung dan padi gogo pada berbagai jarak tanam. Tujuan penelitian untuk mengetahui pola tanam tumpangsari jagung dengan tanaman padi gogo pada jarak yang sesuai, mengetahui nilai kesetaraan lahan pola tanam tumpangsari jagung dengan padi gogo serta melihat kelayakan usahatani tumpangsari jagung dengan padi gogo.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari dengan jagung tertinggi tanam monokultur dan jarak padi gogo 9 baris masing-masing 3,745 ha dan 3,314 ha. Pola tanam tumpangsari jagung dan padi gogo terhadap produktivitas jagung tidak terjadi perbedaan antara tanaman monokultur maupun jagung ditanam di antara padi gogo 3-9 baris. Nilai ketersediaan lahan tertinggi pada pola tanam tumpangsari jagung dengan padi gogo jarak 9 baris, demikian juga hasil analisis kelayakan usahatani tumpangsari jagung dengan padi gogo berdasarkan R/C ratio atas biaya tunai dan total tertinggi pada pola tanam tumpangsari jagung dengan padi gogo jarak 9 baris yaitu masing-masing 3,21 dan 2,29.
Perbedaan antara penelitian Sution et al. (2020) dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel yang digunakan dimana sebelumnya ingin melihat keberhasilan pola tanam tumpangsari jagung dengan tanaman padi gogo serta melihat kelayakan usahatani tumpangsari jagung dengan padi gogo, sedangkan pada penelitian ini akan dilihat struktur biaya, pendapatan dan efisiensi usahatani padi.
Oktaviani et al. (2017) menjelaskan tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi minat petani terhadap usahatani padi sawah di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Tujuan penelitian untuk mengetahui kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan pendapatan yang diterima petani dan pengaruh faktor pendapatan, pendidikan, lingkungan, keluarga dan lingkungan masyarakat terhadap
12
minat petani padi sawah di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Metode penelitian yang digunakan analisis pendapatan dan analisis statistik uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukan bahwa petani padi sawah mendapatkan pendapatan yang layak, nilai R/C ratio 2,11 (R/C >1) dan analisis uji Chi-square menunjukan bahwa faktor pendapatan, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap minat petani, sedangkan faktor pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat petani.
Perbedaan antara penelitian Oktaviani et al. (2017) dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel yang digunakan, dimana pada penelitian sebelumnya ingin melihat pengaruh faktor pendapatan, pendidikan, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat terhadap minat petani padi sawah, sedangkan pada penelitian ini akan dilihat struktur biaya, pendapatan dan efisiensi usahatani padi.
Fyka, (2019) menjelaskan tentang analisis potensi dan kelayakan usahatani sistem integrasi padi ternak di Desa Silea Jaya, Kecamatan Buke Kabupaten Konawe Selatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui potensi sistem integrasi padi ternak (SIPT) melalui ketersediaan output padi dan ternak sapi potong dan mengetahui kelayakan usahatani (SIPT). Metode penelitian yang digunakan analisis data deskriptif, kuantitatif dan kelayakan usaha SIPT dengan menggunakan dua pendekatan yaitu Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dan Break Even Point (BEP). Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi SIPT di Desa Silea Jaya cukup untuk mendukung pengembangan SIPT ini dengan melihat melalui potensi luas, lahan, kepemilikan ternak, limbah padi sawah dan sapi potong, sedangkan untuk kelayakan usaha farming system di Desa Silea Jaya layak untuk dijalankan hal ini dilihat dari hasil analisis R/C ratio yaitu 5,26 yang berarti nilai R/C ratio >1 dan analisis BEP untuk padi sawah yakni 1.150,41kg dengan harga jual Rp. 1.054,27/kg. Sedangkan untuk sapi potong yakni 0,2 ekor dengan nilai Rp. 432.279.
Prathama dan Manurung (2004) menjelaskan bahwa dalam
13
aktivitas produksinya produsen (petani) mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi maka faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi, ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Mesin-mesin pabrik adalah salah satu contohnya, sampai pada tingkat interval produksi tertentu jumlah mesin tidak perlu ditambah, Jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi) maka jumlah mesin biasa dikurangi. Jumlah penggunaan faktor variabel tergantung pada tingkat produksinya, makin besar tingkat produksi, maka makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan begitu pula sebaliknya. Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Semua faktor produksi dalam jangka panjang sifatnya variabel. Teori produksi tidak mendefinisikan jangka panjang dan jangka pendek secara kronologis.
Periode jangka pendek adalah periode produksi dimana perusahaan tidak mampu dengan segera melakukan penyesuaian jumlah penggunaan salah satu atau beberapa faktor produksi.
Ari Sudarman (2004) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu jangka pendek menunjukan dimana salah satu faktor produksi atau lebih bersifat tetap, jadi dalam hal ini output dapat diubah jumlahnya dengan cara mengubah faktor produksi variabel yang digunakan dan dengan peralatan mesin yang ada. Ari Sudarman dan Algifari (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara jumlah barang yang dihasilkan dalam suatu kegiatan produksi (output) dengan faktor- faktor produksi yang digunakan (input) dapat digambarkan dengan menggunakan kurva yang disebut dengan kurva produksi.
Sugiarto et al. (2007) menjelaskan bahwa output tidak hanya tergantung pada faktor produksi saja tetapi juga dari sejarah total produksi
14
perusahaan. Produktivitas dari perusahaan diperoleh dari pengetahuan sepanjang produksi (pengalaman). Teori produksi yang sederhana menggambarkan hubungan antara tingkat produksi suatu komoditas dengan satu faktor produksi yang variabel, dalam hubungan tersebut terdapat faktor produksi tetap yang jumlahnya tidak berubah, sebagai gambaran ilustrasi sebelumnya karena luas lahan yang digunakan adalah tetap, maka pengamatan dapat lebih ditekankan untuk melihat hubungan antara jam kerja dengan jumlah produksi pada benih padi. Fungsi produksi seperti ini dapat diketahui hubungannya antara Total Product (PT), Marginal Product (PM), dan Average Product (AP).
2.2 Biaya Produksi
Kegiatan usahatani tidak terlepas dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk diperhitungkan dalam meningkatkan hasil produksi usahataninya.
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk seluruh keperluan memulai produksi yang digunakan dalam usahatani (Margi dan Balkis, 2016). Biaya produksi diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besar kecilnya biaya tetap ini tidak tergantung pada produksi yang diperoleh. Biaya tetap ini beragam dan kadang-kadang tergantung dari peneliti apakah mau memberlakukan variabel itu sebagai biaya tetap atau biaya variabel (tidak tetap). Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh tingkat output yang dihasilkan, misalnya biaya penyusutan peralatan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya yang diperhitungkan sebagai biaya tetap adalah biaya penyusutan alat. Biaya penyusutan alat adalah pengalokasian biaya investasi suatu alat setiap proses produksi sepanjang umur ekonomis alat tersebut. Perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) yaitu
15
suatu metode yang menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata di sepanjang masa penggunaannya. Penyusutan alat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Penyusutan Alat = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠
Biaya variabel yaitu pengeluaran yang besar kecilnya tergantung atau ada kaitanya dengan besarnya produksi, misalnya seperti biaya sarana produksi meliputi bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Biaya ini juga bisa berupa tunai maupun non tunai. Total biaya (Total Cost) adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Rumus dari total biaya menurut Nurlenawati N. (2016) :
TC = FC + VC
Keterangan :
TC : Total biaya (Total Cost) (Rp) FC : Biaya tetap (Fixed Cost) (Rp)
VC : Biaya tidak tetap (Variable Cost) (Rp)
2.3 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan jumlah seluruh hasil produksi usahatani dikalikan dengan harga jual yang berlaku pada saat di pasar.
Besar kecilnya penerimaan petani dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh dan dipengaruhi oleh harga yang berlaku saat penjualan produk pertanian di pasar. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Rumus penerimaan ditulis sebagai berikut :
16
TR = Y.Py
Keterangan:
TR = Total penerimaan (Total Revenue) (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg) Py = Harga dari hasil produksi (Rp/Kg)
2.4 Pendapatan Usahatani
Pendapatan adalah hasil kotor dengan produksi yang dinilai dengan uang, kemudian dikurangi dengan biaya produksi dan pemasaran, sehingga diperoleh pendapatan bersih usahatani (Mubyarto, 1989). Keberhasilan suatu kegiatan usahatani dapat diukur dari jumlah pendapatan yang diperoleh petani dari usahataninya tersebut. Pendapatan usahatani yang dimaksud disini adalah total penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya- biaya produksi yang dikeluarkan. Pendapatan petani dapat diperhitungkan dengan biaya alat-alat luar dan dengan modal dari luar. Sukirno dan Sadono (2006) dalam teori ekonomi mikro bahwa pendapatan adalah perolehan yang berasal dari biaya-biaya faktor produksi atau jasa-jasa produktif. Pengertian tersebut menunjukan bahwa pendapatan adalah seluruh perolehan baik yang berasal dari biaya faktor produksi maupun total output yang dihasilkan untuk seluruh produksi dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu.
Winardi (2007) menjelaskan bahwa pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang diperoleh dari pemanfaatan modal atau kekayaan. Jika melihat pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan seseorang adalah jumlah penggunaan kekayaan yang dimilikinya baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk materi lainnya. Pendapatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan. Harga dan pendapatan merupakan faktor yang menentukan besar kecilnya
17
permintaan barang dan jasa. Pendapatan menurut pengertian umum adalah balas jasa yang diterima oleh seorang individu setelah melaksanakan sesuatu pekerjaan atau nilai barang dan jasa yang diterima oleh seorang individu melebihi hasil penjualan. Ditinjau dari segi rumah tangga perusahaan, maka pendapatan pada prinsipnya mempunyai sifat menambah atau menaikan kekayaan pemilik perusahaan baik dalam bentuk penerimaan maupun tagihan.
Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan total biaya produksi. Suatu kegiatan usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu :
1. Cukup untuk membayar pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan administrasi.
2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan.
3. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk upah lainya untuk tenaga kerja yang tidak dibayar.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, sehingga dapat ditulis rumus pendapatan sebagai berikut:
π = TR – TC
Keterangan:
π = Pendapatan Bersih (Rp)
TR = Total penerimaan (Total Revenue) (Rp) TC = Total biaya (Total Cost) (Rp)
18 2.5 Kerangka Berpikir
Gambar Kerangka Berpikir Usahatani Buah Jeruk Siam
Proses Produksi
Input :
Luas Lahan, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja
Output :
Hasil/produksi dan harga jual
Total biaya : TC = FC +VC Total Penerimaan : TR = Y.Py
Analisis Kelayakan Usahatani Analisis Pendapatan : 𝝅 = TR - TC