• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Oleh:

FITRIYANI NASUTION

DEPARTEMEN ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR SINGKATAN ... v

1. PENDAHULUAN ... 1

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Anatomi empedu dan kandung empedu ... 3

2.2Kolelitiasis ... 4

2.3 Obesitas ... 7

3. SKRINING DAN KASUS... 14

4. PEMBAHASAN ... 23

5. KESIMPULAN ... 26

DAFTAR REFERENSI ... 27

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Klasifikasi IMT dan risiko komplikasi ... 10

Tabel 2.2Hubungan IMT, lingkar pinggang, dan risiko komplikasi ... 11

Tabel 2.3 Panduan tatalaksana obesitas dan berat badan lebih ... 12

Tabel 2.4 Rekomendasi diet rendah kalori oleh National Institutes of Health ... 13

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi kandung empedu ... 4 Gambar 2.2 Etiologi obesitas ... 8 Gambar 2.3Mekanisme patofisiologi obesitas ... 10

(5)

DAFTAR SINGKATAN

α-MSH : α-melanocyte stimulating hormone 5HT : 5-hidroksi triptamin

ACAT : acyl-CoA cholesterol acytransferase AGRP : agouti related peptides

BIA : bioelectrical impedance analysis

CART : cocaine and amphetamine related transcripts CCK : kolesistokinin

CRH : corticotrophin releasing hormone DEXA : dual-energy X-ray absorptiometry GRP : gastrin-releasing peptide

HDL : high density lipoprotein

HMG koA : hidroksimetilglutaril koenzim A IL : interleukin

IMT : indeks massa tubuh

LEPR : reseptor serotonin dan leptin LDL : low density lipoprotein

MCH : melanin concentrating hormones MST : malnutrition screening tool

MUST : malnutrition universal screening tool NRI : nutritional risk index

NRS : nutritional risk screen POMC : pro-opiomelanorkotin

PAI : plasminogen activator inhibitor

PPAR : peroxisome proliferator-activated receptors PrRP : prolactin releasing peptide

Riskesdas : riset kesehatan dasar TGF : tumor growth factor TNF : tumor necrosis factor UCP : uncoupling protein

WHO : World Health Organization

(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

Kolelitiasis merupakan salah satu penyakit gastrointestinal yang paling sering dijumpai. Insiden kolelitiasis meningkat seiring dengan pertambahan usia, terutama pada usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar kolelitiasis adalah asimptomatik, dan hanya 10-20% yang simptomatik dalam waktu 5-20 tahun setelah diagnosis. Rerata risiko kolelitiasis simptomatik hanya 2-2,6% per tahun.1,2 Peningkatan faktor risiko kolelitiasis dihubungkan dengan jenis kelamin, diet tinggi kalori dan kolesterol, diet rendah serat, dan obesitas.1,3,4

Obesitas merupakan suatu kondisi terjadinya massa lemak yang berlebihan jika dibandingkan dengan massa bebas lemak. Obesitas terjadi akibat asupan kalori yang melebihi kebutuhan dan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.5,6Peningkatkan risiko kolelitiasis pada obesitas dihubungkan dengan peningkatan aliran kolesterol dari hati dan sintesis kolesterol, sehingga meningkatkan sekresi kolesterol di bilier dan menyebabkan supersaturasi kolesterol pada empedu.4Terdapat 25% individu obesitas dengan komorbid akan mengalami kolelitiasis.2Data World Health Organization (WHO) tahun 2005menunjukkan bahwa terdapat400 juta penduduk di dunia mengalami obesitas dan diperkirakan akan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2015.7Di Indonesia, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada dewasa adalah sebesar 15,4%, dan prevalensi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 11,7%.8

Kolelitaisis dan obesitas dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan. Kolelitiasis dapat menyebabkan terjadinya kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, jaundice, dan kanker kandung empedu.2,4Sementara, obesitas dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi metabolik, seperti diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia.5,9

Tatalaksana nutrisi berperan penting dalam penatalaksanaan kolelitiasis dan obesitas.Tatalaksana pada kolelitiasis bertujuan untuk mengontrol gejala yang timbul sebelum dan setelah kolesistektomi.3,10Selanjutnya, pada pasien yang disertai obesitas, perlu dilakukan penurunan berat badan secara bertahap untuk

(7)

mengontrol komplikasi metabolik lainnya.11Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk dapat memberikan tatalaksana nutrisi yang tepat pada pasien kolelitiasis dengan obesitas.

Berdasarkan hal tersebut di atas, laporan kasus ini disusun untuk menjelaskan mengenai tatalaksana nutrisi pada kolelitiasis dengan obesitas.Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi pembelajaran untuk tatalaksana nutrisi pada kolelitiasis dengan obesitas.

(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi empedu dan kandung empedu

Kandung empedu memiliki struktur berbentuk kantong terletak di sisi bawah lobus kanan hati. Fungsi kandung empedu adalah tempat penyimpanan empedu dan menyerap air dan elektrolit inorganik untuk meningkatkan konsentrasi komponen organik empedu, serta mengekskresikan empedu ke duodenum.3,10

Empedu merupakan larutan alkalis yang disekresi oleh hati, terdiri dari garam empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, fosfolipid (lesitin), dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, dan karbonat).Komponen penyusun empedu harus berada dalam rasio normal untuk mencegah presipitasi kolesterol dan pembentukan batu empedu.3

Empedu berperan dalam digesti dan absorpsi lemak,juga sebagai media ekskresi kolesterol dan bilirubin. Garam empedu berperan dalam proses digesti dan absorpsi lipid melalui dua cara, yaitumengemulsi partikel lemak besar menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga mudah dipecah oleh enzim lipase, serta membantu absoprsi lemak yang telah tercerna dengan membentuk misel yang dapat larut dalam kimus.3,12

Hati mampu mensekresikan 600-1000 ml empedu per hari secara terus menerus, baik pada waktu makan maupun diantara waktu makan.Empedu yang dihasilkan di antara waktu makan akan disimpan di dalam kandung empedu.

Adanya makanan, terutama yang mengandung lemakakan merangsang hormon kolesistokinin (CCK) untuk memicu sekresi empedu di saluran cerna. Empedu yang dihasilkan akan meninggalkan hati melalui duktus hepatikus dekstra dan sinistra, lalu bergabung membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis akan bersatu dengan duktus sistikus membentuk duktus biliaris komunis.

Kemudian, duktus biliaris komunis akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vater pada duodenum.Pada ampula vaterterdapat sfingter oddi yang akan mengatur pengeluaran empedu ke duodenum.3,12-14

(9)

Gambar 2.1 Anatomi kandung empedu

Sumber: daftar referensi no.14

2.2Kolelitiasis 2.2.1Definisi

Kolelitiasis merupakan pembentukan batu pada kandung empedu (kolesistolitiasis) atau pada sistem duktus bilier (koledokolitiasis) dan memerlukan tindakan pembedahan.Ukuran batu empedu bervariasi, tetapi biasanya <2,5 cmdan terdiri dari 3 jenis utama yaitu batu kolesterol (mengandung 90% kolesterol), batu pigmen (mengandung 90% bilirubin), dan campuran (mengandung kolesterol, bilirubin, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan kalsium palmitat).Batu kolesterol merupakan jenis kolelitiasisyang paling sering ditemukan.1,3,4

2.2.2Etiologi dan faktor risiko

Etiologi pasti dari kolelitiasis tidak diketahui. Beberapa faktor risiko dari kolelitiasis adalah usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin wanita, paritas, terapi estrogen, obesitas, penurunan berat badan yang cepat, diet tinggi kalori, diet tinggi karbohidrat sederhana, diet tinggi kolesterol, kurangnya asupan serat, adanya penyakit penyerta, seperti diabetes melitus tipe 2, dislipidemia,inflammatory bowel disease, nutrisi parenteral dalam waktu yang lama atau operasi saluran cerna misalnya gastric bypass surgery, dan gaya hidup sedentary.3,4 Obat-obatan juga dapat meningkatkan risiko kolelitiasis, seperti acyl-CoA cholesterol

(10)

acytransferase (ACAT) inhibitor, penggunaan jangka panjang proton pump inhibitor, dan ceftriaxon.1

2.2.3 Gejala klinis

Sekitar 80% penderita kolelitiasis bersifat asimptomatik. Hal ini disebabkan karena kebanyakan batu empedu tetap berada di dalam kandung empedu sehingga tidak memberikan gejala apapun.3 Sekitar 60-70% penderita kolelitiasis dapat bersifat simptomatik seperti nyeri di epigastrium yang kolik dan episodik disertai mual dan muntah dan biasanya setelah makan. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat kosong akibat adanya obstruksi batu di duktus sistikus dan semakin berat jika memakan makanan berlemak.Asupan makanan berlemak akan menyebabkan CCK diproduksi sehingga menstimulasi kontraksi kandung empedu.4

Batu pada duktus sistikus dapat menyebabkan obstruksi kandung empedu dan menyebabkan terjadinya kolesistitis. Bila batu berada pada duktus biliaris komunis, dapat terjadi kolangitis. Batu yang berada pada ampula vater dapat menyebabkan terjadinya pankreatitis, selain kolangitis. Adanya proses peradangan ini dapat memberikan gejala demam.4

Obstruksi bilier dapat menyebabkan terjadinya jaundice, feses dempul akibat tidak adanya pigmen empedu pada saluran cerna, dan urin yang gelap seperti teh akibat meningkatnya eksresi bilirubin terkonjugasi di urin. Obstruksi bilier dalam jangka lama dapat menyebabkan terjadinya malabsorpsi lemak dan vitamin larut lemak akibat kurangnya garam empedu pada saluran cerna.4

Kolelitiasis juga dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu.

Risiko kanker kandung empedu akan meningkat seiring dengan besarnya ukuran batu.4

2.2.4 Patofisiologi

Pembentukan batu empedu kolesterol terjadi jika kadar kolesterol di empedu melebihi kemampuan empedu untuk melarutkan dalam garam empedu sehingga terjadi kristalisasi, lalu berkembang menjadi batu.1

(11)

Pembentukan batu empedu kolesterol terbagi menjadi tiga tahap, yaitu supersaturasi kolesterol, nukleasi, dan pertumbuhan batu. Kolesterol merupakan komponen empedu yang tidak larut di dalam air dan dipertahankan berada dalam larutan oleh garam empedu dan fosfolipid. Apabila homeostasis konsentrasi relatif fosfolipid dan garam empedu terhadap kolesterol terganggu, yaitu terjadi peningkatan konsentrasi atau supersaturasi kolesterol, maka timbul suatu kondisi yang disebut litogenik.4Pada penderita obes, pembentukan batu kolesterol terjadi akibat biosintesis kolesterol yang berlebihan, sedangkan pada non-obes terjadi akibat penurunan aktivitas kolesterol 7-α-hidroksilase. Enzim tersebut berperan sebagai penghambat laju biosintesis garam empedu dan eliminasi kolesterol sehingga meningkatkan sekresi kolesterol.1

Pada tahap nukleasi, kristal kolesterol terbentuk dan berkonglomerasi.

Kristal kolesterol akan berperan sebagai nidus untuk perkembangan batu kolesterol. Adanya deposisi yang berulang pada nidus akan menyebabkan semakin besarnya ukuran batu (tahap perkembangan batu).4

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anammesis dan pemeriksaan fisik, sepertikeluhan nyeri yang bersifat kolik dan episodik, yaitu kolik bilier, tanda Boas, nyeri tekan pada epigastrium, tanda Murphy, dan tanda Ortner.Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi, cholescintigraphy(scanning nuklir), dan kolesistografi oral. Pemeriksaan ultrasonografi paling sering dilakukan, karena memiliki spesifisitas dan sensifisitas 90-95%, juga mampu mendeteksi batu berukuran 2 mm, batu di duktus bilier, dilatasi duktus bilier, dan penebalan dinding kandung empedu.1

2.2.6 Tatalaksana nutrisi

Tatalaksana umun kolelitiasis tergantung oleh adanya gejala atau tidak.Nyeri yang bersifat kolik dan episodik merupakan indikasi pengobatan kolelitiasis.

Kolesistektomi dilakukan pada keadaan tertentu, seperti pencegahan terjadinya kanker kandung empedu, batu berukuran >3 cm, simptomatik, atau penderita dengan diabetes melitus.1,4

(12)

Tatalaksana nutrisi yang dapat dilakukan sebelum pembedahan adalah diet rendah lemak untuk mengontrol gejala kolelitiasis.Asupan nutrisi biasanya menurun akibat gangguan pencernaan lemak dan peningkatan gas.Saat terjadi serangan akut, sebaiknya tidak memberikan nutrisi melalui oral agar kandung empedu menjadi tidak aktif.10Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral dengan komposisi yang rendah lemak. Komposisi lemak yang dianjurkan adalah <30%

dari kalori total dengan komposisi protein sedang. Pemberian makanan dilakukan secarasmall frequent feeding untuk meningkatkan asupan pasien. Suplementasi vitamin larut lemak dapat diberikan, yaitu vitamin A, D, E, dan K akibat gangguan absorpsi lemak.3,10

Setelah menjalani kolesistektomi, nutrisi dapat diberikan seperti asupan biasa, dengan komposisi seimbang sesuai toleransi pasien.3 Kolesistektomi menyebabkan empedu akan disekresikan oleh hati secara langsung ke saluran cerna, sehingga dapat menimbulkan gejala gangguan gaster, mual, muntah, kembung, atau diare. Gejala tersebut timbul akibat perubahan aliran empedu karena fungsi penerima kandung empedu telah diangkat.15 Tetapi, seiring dengan perjalanan waktu akan terjadi adaptasiyaitu duktus biliaris berdilatasi membentuk

“kantong buatan” menyerupai kandung empedu untuk menampung empedu yang dihasilkan oleh hati.10Peningkatan asupan serat perlu dilakukan untuk meningkatkan massa feces dan menormalkan waktu transit, sehingga menurunkan gejala diare. Nutrisi lain yang dianjurkan adalah makanan rendah lemak, produk susu, ikan, ayam, buah, dan sereal. Small frequent feeding tetap dianjurkan pada pasien yang menjalani kolesistektomi sehingga kimus dapat tercampur dengan empedu.3,15

2.3Obesitas 2.3.1Definisi

Obesitas merupakan suatu kondisi berlebihnya jumlah jaringan adiposa dibandingkan massa bebas lemak (20% atau lebih dari berat badan ideal).5 Definisi persentase lemak tubuh yang berlebihan pada laki-laki adalah >25%, sedangkan pada perempuan adalah >35%.6

(13)

2.3.2Etiologi dan patofisiologi

Obesitas terjadi jika asupan energi melebihi kebutuhan dan berlansung lama atau kronik.Sistem metabolik dan neuroendokrin dapat mempengaruhi asupan dan kebutuhan energi, sehingga obesitas merupakan suatu kumpulan kelainan heterogen. Etiologi obesitas adalah kelainan medis (sindromaCushing’s, hipotiroid, sindroma Prader-Willi), obat-obatan, psikologis, genetik, gangguan pola makan, lingkungan, dan kurangnya aktifitas fisik.11,16

Gambar 2.2Etiologi obesitas

Sumber: daftar referensi no.16

Obesitas terjadi jika terdapat gangguan mekanisme pengaturan lapar dan kenyang.Mekanisme tersebut berhubungan dengan gen, peptida, neurotransmiter, dan reseptor yang ada di hipotalamus dan area di sekitarnya yang mengatur mekanisme lapardan kenyang.Neuropeptida yang meningkatkan nafsu makan (oreksogenik) adalah neuropeptida Y, oreksin A dan B, agouti related peptides (AGRP), dan melanin concentrating hormones (MCH). Neuropeptida yang menurunkan nafsu makan (anoreksogenik) adalah pro-opiomelanorkotin (POMC) yang berkerja di reseptor MC4, cocaine and amphetamine related transcripts (CART), corticotrophin releasing hormone (CRH), prolactin releasing peptide (PrRP), α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH), 5-hidroksi triptamin (5HT), dan reseptor serotonin dan leptin (LEPR).17

Terdapat 4 hipotesis mengenai mekanisme pengaturan lapar dan kenyang.

Hipotesis pertama yaitu lipostatik yang menyatakan jaringan adiposa

(14)

menghasilkan sinyal hormonal yang sebanding dengan jumlah lemak.17Jumlah jaringan adiposa diatur oleh sinyal neural dan hormonal ke otak. Gagalnya sel lemak untuk mengirim sinyal atau respon otak terhadap sinyal yang tidak tepat akan menyebabkan obesitas.16Obesitas juga disebut sebagai kondisi inflamasi.

Terdapat peningkatan adipositokin yang berhubungan inflamasi pada sindroma metabolik, seperti interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, IL-10, IL-18, tumor necrosis factor (TNF)-α, tumor growth factor (TGF)-β, dan respon fase akut, seperti amyeloid serum dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1. Jaringan adiposa putih akan melepaskan leptin dan resistin yang akan menurunkan nafsu makan.17 Glukokortikoid, estrogen, dan insulin akan meningkatkan hormon leptin, sedangkan β-adrenergik agonis akan menurunkan hormon leptin.16 Jaringan adiposa putih juga akan melepaskan adiponektin dan adipositokin yaitu TNF-α dan IL-6 yang akan meningkatkan nafsu makan.Sementara, jaringan adiposa coklat akan melepaskan peroxisome proliferator-activated receptors (PPAR) dan uncoupling protein (UCP)-1 yang dapat meningkatkan metabolisme sehingga terjadi penurunan berat badan.17

Hipotesis gut-peptide menyebutkan adanya pelepasan peptida seperti gastrin-releasing peptide (GRP) dari saluran cerna.Glukagon dan somastotatin yang dilepaskan dari pankreas akan menurunkan nafsu makan. Peptida lain seperti CCK dan peptida YY juga berperan dalam pengaturan nafsu makan. Polipeptida ghrelin yang dilepaskan dari saluran cerna memiliki efek oreksogenik melalui jalur neuropeptida Y dan AGRP di nukleus arkuatus.17

Hipotesis glukostatik menyatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah akan meningkatkan nafsu makan, puasa berulang dapat menurunkan laju metabolisme basal dan meningkatkan jaringan adiposa.17

Hipotesis terakhir yaitu hipotesis termostatik menyatakan bahwa temperatur tubuh yang menurun akan merangsang nafsu makan, sebaliknya temperatur tubuh yang meningkat akan menghambat nafsu makan.17

(15)

Gambar 2.3Mekanisme patofisiologi obesitas

Sumber: daftar referensi no.17

2.3.3Penilaian dan klasifikasi

Obesitas adalah adanya proporsi jaringan adiposa yang berlebihan dan membutuhkan penilaian komposisi tubuh untuk mengetahui proporsi relatif lemak tubuh terhadap massa bebas lemak. Beberapa metode untuk menilai komposisi tubuh adalah pengukuran tebal lipatan kulit, underwater weighing atau hidrodensitometri, bioelectrical impedance analysis (BIA), air-displacement plethysmography, dan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA). Tetapi, berbagai metode tersebut cukup sulit dilakukan, sehingga penilaian dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih praktis dilakukan.6,11 Pada tahun 2000, WHO mengeluarkan klasifikasi IMT untuk wilayah Asia-Pasifik (Tabel 2.1).18

Tabel 2.1Klasifikasi IMT dan risiko komplikasi

Klasifikasi IMT (Kg/m2) Risiko Komplikasi

Berat badan kurang <18,5 Rendah

Normal 18,5-22,9 Rata-rata

Berat badan lebih ≥23

Beresiko 23-24,9 Meningkat

Obesitas derajat I 25-29,9 Sedang

Obesitas derajat II ≥30 Berat

Sumber: daftar referensi no.18

Penilaian lain yang dapat dilakukan untuk menilai risiko terkait obesitas adalah distribusi lemak tubuh di daerah abdomen atau visceral. Lemak di daerah

(16)

abdomen berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia.Penilaian lemak abdomendapat dilakukan dengan mengukur lingkar pinggang. Pengukuran lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada perempuan akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.19

Tabel 2.2Hubungan IMT, lingkar pinggang, dan risiko komplikasi

Klasifikasi IMT

(kg/m2)

Risiko Komplikasi

Lingkar Pinggang

<90 cm (Laki-Laki)

<80cm (Perempuan)

>90 cm (Laki-Laki)

>80 cm (Perempuan) Beratbadankurang

Normal

Beratbadanlebih Berisiko

Obes derajat I Obes derajat II

<18,5 18,5-22,9

≥23 23-24,9 25-29,9

≥30

Rendah Rata-rata

Meningkat Sedang Berat

Rata-rata Meningkat

Sedang Berat Sangatberat Sumber: daftar referensi no.19

2.3.4 Komplikasi

Obesitas berperan terhadap kerja adipokin inflamatori yang menyebabkan komplikasi metabolik, seperti diabetes melitus tipe 2, disfungsi endotelial, hipertensi, dan dislipidemia. Adanya pelepasan TNF-α dapat memperburuk resistensi insulin. Disfungsi endotelial dan hipertensi berhubungan dengan sistem renin-angiotensin yang mensekresi adipokin.Sedangkan dislipidemia berhubungan dengan hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Komorbiditas dan lipotoksisitas asam lemak akan memicu aterogenesis. Kondisi lain yang menyebabkan sindroma metabolik adalah penyakit ginjal kronik, sleep apnea, penyakit non-alcoholic fatty-liver.Obesitas juga meningkatkan risiko kanker, seperti payudara, kolon, ginjal, hepatoselular, dan prostat.Penyakit sendi degeneratif juga dapat disebabkan obesitas akibat beban berat pada sendi dan adipokin inflamatori. Selain itu, obesitas juga meningkatkan risiko preeklampsi dan eklampsi.9Pembentukan batu empedu berhubungan dengan obesitas. Pada saat puasa, terjadi peningkatan mobilisasi kolesterol dari tempat penyimpanan lemak, yang akan melewati hati lalu masuk ke duktus bilier. Proses tersebut akan menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol dan supersaturasi empedu dan membentuk batu empedu. Penurunan berat badan yang terlalu cepat juga dapat meningkatkan risiko kolelitiasis.5,9

(17)

2.3.5 Tatalaksana nutrisi

Tatalaksana obesitas terdiri atas 2 proses, yaitu penilaian status nutrisi dan manajemen. Penilaian status nutrisi meliputi menilai derajat obesitas dengan IMT, lingkar pinggang, komorbid, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan kesiapan pasien untuk menurunkan berat badan. Manajemen meliputi tatalaksana penurunan dan menjaga berat badan dan mengontrol faktor risiko penyakit lain. Rekomendasi tatalaksana obesitas terdiri atas diet, aktivitas fisik, dan terapi perilaku. Terapi farmakologi dan pembedahan bariatrik hanya diindikasikan pada kondisi tertentu.

Kombinasi diet rendah kalori, peningkatan aktifitas fisik, dan terapi perilaku merupakan terapi terbaik untuk menurunkan dan menjaga berat badan.11

Tabel 2.3 Panduan tatalaksana obesitas dan berat badan lebih

Tatalaksana IMT (kg/m2)

25.26,7 27-29,9 30-34,9 35-39,9 ≥40 Diet, aktifitas

fisik, terapi perilaku

Jika ada komorbid

Jika ada komorbid

+ + +

Farmakoterapi Jika ada

komorbid

+ + +

Pembedahan Jika ada

komorbid

Jika ada komorbid

Jika ada komorbid +: indikasi pilihan terapi dengan/tanpa komorbid

Sumber: daftar referensi no.11

Pasien dengan berat badan lebih atau obesitas harus menurunkan berat badan sekitar 10% dari berat badan aktual selama 6 bulan atau 0,5-1 kg setiap minggu. Penurunan berat badan dianggap berhasil jika terjadi kenaikan berat badan <3 kg dalam 2 tahun atau penurunan lingkar pinggang menetap sebesar 4 cm.11

Pengurangan asupan kalori yang dianjurkan adalah 500-1000 kkal/hari dari asupan biasaatau yang disebut diet rendah kalori, dandapat menurunkan 10- 11 kg berat badan selama 6 bulan.11 Diet rendah kalori terdiri dari 55-60%

karbohidrat, <30% lemak, tinggi serat, dan rendah indeks glikemik.20Diet sangat rendah kalori yaitu 200-800 kkal sebaiknya tidak dilakukan secara rutin dan hanya diberikan pada kondisi tertentu.11,20Diet sangat rendah kalori dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, penurunan tekanan darah, dan peningkatan risiko

(18)

kolelitiasis.20Penelitian membuktikan bahwa diet sangat rendah kalori dibandingkan diet rendah kalori tidak lebih efektif dalam menurunkan berat badan setelah 1 tahun.11

Tabel 2.4 Rekomendasi diet rendah kalori oleh National Institutes of Health

Zat Gizi Rekomendasi

Energi Pengurangan 500-1000 kkal dari asupan biasa

Protein 15-25% kalori total

Lemak total ≤30% kalori total

Asam lemak jenuh 8-10% kalori total Asam lemak tak jenuh tunggal Hingga 15% kalori total Asam lemak tak jenuh ganda Hingga 10% kalori total

Kolesterol <300 mg/hari

Karbohidrat ≥55% kalori total

Serat 20-30 g/hari

NaCl 6 gr NaCl atau 2,4 gr Na

Kalsium 1000-1500 mg/hari

Sumber: daftar referensi no.11

Rekomendasi asupan lemak pada pasien dengan kadar kolesterol tinggi adalah lemak jenuh <7% dari kalori total dan asupan kolesterol <200 mg/hari.

Bahan makanan sumber protein yang dianjurkan berasal dari protein nabati dan protein hewani tanpa lemak.Karbohidrat kompleks dapat memenuhi asupan vitamin, mineral, dan serat. Diet tinggi serat larut air, seperti gandum, legume, buah, dan sayur dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Diet tinggi serat dapat meningkatkan rasa kenyang dengan asupan kalori dan lemak yang rendah. Batas atas asupan serat adalah 35 gr/hari.11

Penurunan berat badan setelah 6 bulan sangat sulit dilakukan, karena terjadi penurunan ekspenditur energi sebagai respon terhadap asupan energi yang dibatasi dan hilangnya respon aktivitas metabolik massa bebas lemak. Ekspenditur energi saat istirahat juga akan menurun hingga 25-35% di bawah normal sebagai respon terhadap puasa dalam jangka lama. Penurunan berat badan selain diikuti oleh penurunan massa lemak, juga massa bebas lemak. Penurunan berat badan setelah 6 bulan harus semakin mengurangi asupan kalori dan meningkatkan ekspenditur energi dan sangat sulit dilakukan.11

(19)

BAB 3

SKRINING DAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

SKRINING GIZI (Malnutrition Screening Tool) Skor

1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir

a. Tidak ada penurunan berat badan 1

b. Tidak yakin/tidak tahu/terasa baju lebih longgar c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut

1–5 kg 1

6–10 kg 2

11–15 kg 3

>15 kg 4

2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak nafsu makan

a. Tidak 0

b. Ya

3. Pasien dengan diagnosis khusus

a. Ya: obes I, kolelitiasis simptomatik

3 2

1

(20)

SUBJEKTIF Keluhan utama

Nyeriperut yang semakin berat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri perut yang semakin berat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit (RS).Nyeri perut telah dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu.Nyeri perut bersifat hilang-timbul sampai pasien keringat dingin.Nyeri perut dirasakan terutama setelah makan dan menjalar hingga ke punggung.Ketika nyeri perut timbul, pasien hanya berobat bolak-balik ke puskesmas dan diberikan obat penghilang rasa sakit.Dua bulan yang lalu, pasien dirawat di RS selama 10 hari akibat nyeri perut yang semakin berat dan didiagnosa dengan batu empedu. Satu bulan yang lalu, pasien kembali masuk RS dengan keluhan yang sama dan dilakukan pemeriksaan foto perut dengan hasil batu empedu. Dua minggu SMRS, pasien mulai berobat ke RS untuk persiapan operasi.Mual dijumpai.Muntah tidak dijumpai. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) dijumpai normal.

Saat pemeriksaan,nyeri perut mulai berkurang dibandingkan sebelumnya dan masih merasa sedikit mual.Pasien memiliki riwayat operasi usus buntu 12 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes melitus,sakit jantung, kolesterol, sakit ginjal, sakit paru disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, sakit jantung, kolesterol, sakit ginjal, sakit paru, keluarga yang mengalami kegemukan disangkal.

Riwayat asupan makanan

Sebelum nyeri perut terasa semakin memberat 2 bulan yang lalu, pasien makan nasi 3 kali sehari yaitu masing-masing 1 porsi nasi (2 centong nasi), dengan 1-2 porsi lauk hewani (lele/daging/ikan/telur) yang dimasak dengan digoreng atau

(21)

santan.Pasien hanya makan sayur dan buah 2-3 kali seminggu, seperti 1 porsi sayur bayam/sawi dan 1 buah jeruk/salak/papaya/semangka. Pasien mengonsumsi 1 potong roti manis dan 1 gelas teh manis dengan gula 1 sendok makan setiap hari. Pasien suka mengonsumsi 3 potong gorengan atau 1 porsi bakso/mi ayam dan 3-4 keping biskuit setiap hari.

Selama sakit, pasien tetap makan seperti sebelum sakit, tetapi mulai mengurangi konsumsi gorengan dan bakso/mi ayam dan mulai makan sayur 2 porsi sehari, dan 1 buah jeruk/apel sehari.

Selama 24 jam terakhir di RS, pasien mengonsumsi makanan rumah sakit dan mampu menghabiskan ¾ porsi nasi, sedangkan lauk hewani, sayuran, buah, dan selingan habis dikonsumsi.

Riwayat penurunan berat badan

Menurut pasien, berat badan 2 bulan yang lalu adalah 73 kg dan berat badan sebelum masuk RS adalah 70 kg.

Riwayat sosial kebiasaan

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak, pekerjaan suami adalah wiraswasta usaha nasi padang.Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pasien tidak pernah berolahraga.

OBJEKTIF

Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :frekuensi nadi:80x/menit,regular, isi cukup, frekuensi nafas: 20x/menit, regular,kedalaman cukup,suhu: 36,70C Status generalis

Kepala : rambut hitam kusam,tersebar merata, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung: tidak terdapat deviasi septum

Leher : tidak terdapat pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening

Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi geligi lengkap, oral higiene baik

(22)

Toraks :tidak ada iga gambang Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : vokal fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, terdapat ronkhi di kedua lapangan paru, tidak terdapat wheezing

Jantung

Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur, tidak terdapat gallop Abdomen :

Inspeksi : buncit, tidak tampak kuning Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada epigastrium, lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Ekstremitas : akral hangat, tidak terdapatpitting edemapada kedua tungkai Kapasitas fungsional: ambulatory

Fungsi saluran cerna: terdapat mual

Antropometri

• TB : 165cm

• LLA : 30 cm

• BBestimasi : 75,8 kg

• BB ideal : 65kg

• BBA : 116%

• IMT : 27,8 kg/m2

• LP : 93 cm

Kesan : obes I

(23)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Hb (g/dl) 13,3

Hematokrit (%) 39

Leukosit (ribu/µl) 6,1

Trombosit (ribu/µl) 314

Ureum (mg/dl) 24

Kreatinin (mg/dl) 0,8

Protein (g/dl) 6,7

Albumin (g/dl) 24

Globulin (g/dl) 2,7

SGOT (U/l) 16

SGPT (U/l) 28

Na (mmol/l) 142

K (mmol/l) 3,2

Cl (mmol/l) 104

Masa perdarahan (menit) 1’30”

Masa pembekuan (menit) 11’00”

Analisa asupan

Energi (kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Sebelum sakit 1949 57,6 71,4 265,3

Selama sakit 1751,3 51,1 58,2 254,3

24 jam terakhir 1525 56 50 215

Balans cairan

Input: Output:

Oral : 1500 ml Urin : 900 ml IVFD : - ml

- Ondansetron 2 x 8 mg iv

IWL : 1516 ml

1500 ml 2416 ml

Balans cairan: - 916 ml

Terapi DPJP

- Ranitidin 2 x 150 mg iv - Sukralfrat 3 x CII per oral - Ketorolac 3 x 30 mg iv - Pro kolesistektomi

Diagnosis klinis DPJP: Kolelitiasis simptomatik

(24)

ASSESMENT

Status gizi : Obes I

Status metabolisme : Hipermetabolisme sedang Status GIT : Terdapat mual

Status cairan : Balans cairan -916 ml Status elektrolit : Hipokalemia

Status asam basa : Tidak diperiksa

Diagnosa kerja gizi : Obes I,hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis

PLANNING

• Kebutuhan kalori basal (Harris Benedict) = 1383,95 kkal

• Kebutuhan kalori total (FS 1,3) = 1799,14 kkal ~ 1800 kkal

• Protein 1,2 g/kgBB = 78gr (17%)  N:NPC = 1:119

• Lemak 20% = 40 gr

• Karbohidrat 65% = 292,5 gr

• Vitamin dan mineral mencapai AKG

• Cairan 30-40 ml/kgBB = 1950-2600 ml

Nutrisi dinaikkan10% dari asupan 24 jam terakhir yaitu = 1700 kkal

• Protein 15% = 63,75 gr ~ 64 gr

• Lemak 20% = 37,8 gr ~ 38 gr

• Karbohidrat 65% = 276,25 gr ~ 276 gr

• Bentuk dan jenis diet = Makanan biasa

• Frekuensi = 6 kali (3 kali makan besar, 3 kali selingan)

• Jalur pemberian = per oral

(25)

Preskripsi:

Satuan E (kkal)

P (gr)

L (gr)

KH (gr) Sarapan Nasi

Lauk hewani lemak sedang Sayur

Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 75 25 50 50

6 7 1

5

5

60

5 12

Selingan Kacang hijau 1P 140 3,1 3,5 24,7

Siang Nasi

Lauk hewani lemak sedang Sayur

Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 75 25 50 50

6 7 1

5

5

60

5 12

Selingan Kue bolu 1potong 103,5 2,2 1 21,5

Malam Nasi

Lauk hewanirendah lemak Sayur

Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 50 25 50 50

6 7 1

2

5

60

5 12

Selingan Biskuit 3buah 131,2 3 30

1737,2 50,3 31,5 307,2

Monitoring:

• Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut) setiap hari

• Toleransi dan analisis asupan setiap hari

Evaluasi

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

(26)

Pemantauan

Hari I Hari II Hari III

S Mual mulai menurun, nasi habis ¾ porsi, lauk hewani dan sayur habis 1 porsi, buah tidak dimakan 1 kali saat makan malam, selingan habis 1 porsi

Mual tidak dijumpai, nasi habis ¾ porsi, lauk hewani, sayur, dan buah habis 1 porsi, selingan habis 1 porsi

Mualdijumpai, pasien baru bisa makan di malam hari, bubur habis ½ porsi, lauk hewani habis ½ porsi, sayur dan buah habis 1 porsi, selingan malam tidak dimakan O KU: CM, TSS, hemodinamik stabil

Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler

Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan epigastrium mulai menurun

Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: ambulatory

Analisa asupan

E = 1490,4 kkal; P =45,8 gr; L = 31,5 gr; KH = 250,2 gr Balans cairan: - 500 ml

Terapi DPJP: tetap

KU: CM, TSS, hemodinamik stabil Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler

Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan epigastrium mulai menurun

Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: ambulatory

Analisa asupan

E = 1540 kkal; P = 45,8 gr; L = 31,5 gr; KH = 262,2 gr Balans cairan: - 550 ml

Terapi DPJP: tetap

KU: CM, TSS, hemodinamik stabil Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler

Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan dijumpai, tampak 3 luka operasi tertutup perban, rembesan tidak dijumpai

Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: bedridden

Laporan operasi:

Diagnosa pre operatif: kolesistolitiasis simptomatik Diagnosa post operatif: kolesistolitiasis simptomatik Macam operasi: laparoskopi kolesistektomi

Analisa asupan

E = 645 kkal; P = 16,5gr; L = 15,2 gr; KH = 106 gr Balans cairan: - 1000ml

Terapi DPJP: ceftriaxon 2 x 1 gr iv, ketolorac 3 x 30 gr iv, omeprazole 2 x 40 gr iv, ondansetron 2 x 4 mg iv

(27)

A Obes I, hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik, pro kolesistektomi

Obes I, hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik, pro kolesistektomi

Obes I, hipermetabolisme sedang, post kolesistektomi

P Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral

Preskripsi sesuai dengan sebelumnya

Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral

Preskripsi sesuai dengan sebelumnya

Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral

Preskripsi sesuai dengan sebelumnya M Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis

& toleransi asupan

Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis

& toleransi asupan

Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis & toleransi asupan

E Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

(28)

BAB 4 PEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini adalah seorang perempuan, berusia 42 tahun yang dirawat dengan diagnosis obes I, hipermetabolisme sedangpada kolelitiasis simptomatik.

Pasien masuk akibat nyeri perut yang semakin memberat sejak 2 bulan sebelum masuk RS dan direncanakan untuk kolesistektomi.

Pasien ini dilakukan skrining gizi dengan menggunakan formulir malnutrition screening tool (MST) yang telah dimodifikasi berdasarkan kriteria penurunan berat badan dan penurunan asupan makanan karena berkurangnya nafsu makan, dan diagnosis khusus.Hasil skrining menunjukkan adanya penurunan berat badan (tidak yakin, tidak tahu, terasa baju lebih longgar), penurunan nafsu makan, dan diagnosisobes I pada kolelitiasis simptomatik sehingga diperoleh skor 3, yang mengindikasikan pasien perlu dilakukan assessment gizi lebih lanjut. Berbagai formulir skrining gizi yang sering dipakai adalah MST, malnutrition universal screening tool (MUST), nutritional risk index (NRI), dan nutritional risk screen (NRS), namun MST merupakan formulir skrining gizi yang lebih tepat dilakukan pada pasien rawat inap karena mudah dan cepat.21

Hasil pengukuran antropometrimenunjukkanbahwa berat badan estimasi pasien 75,8 kg dengan tinggi badan 165 cm, sehingga didapatkan indeks massa tubuh(IMT) pasien 27,8 kg/m2 dengan kesan obes I. Hasil pengukuran lingkar pinggang pasien adalah 93 cm. Obes I dan lingkar pinggang >80 cm dapat meningkatkan risiko sedang terjadinya komplikasi obesitas.19

Hasil anamnesis menunjukkan bahwa pasien memiliki faktor risiko terjadinya kolelitiasis, yaitu perempuan, usia>40 tahun, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, dan pola asupan makan yang tidak baik. Pola asupan makan yang tidak baik didapatkan dari hasil analisis asupan pasien sebelum sakit dengan nutrisurvey. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien mengonsumsi makanan tinggi lemak yaitu 32% dari kalori total, rendah serat yaitu hanya 9,3 gr, dan tinggi kolesterol yaitu 291,5 mg. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kadar lipid darah dan pasien menyangkal memiliki riwayat dislipidemia, sehingga

(29)

penilaian lipid dan kolesterol hanya diperoleh melalui analisis asupan nutrisi. Pola asupan makan tinggi lemak dan kolesterol akanmeningkatkan sekresi kolesterol pada empedu sehingga menyebabkan terjadinya supersaturasi kolesterol pada empedu.Diet rendah serat akan memperlambat masa transit saluran cerna yang akan meningkatkan absorpsi empedu dan kondisi litogenik.4,22 Mekanisme obesitas terhadap pembentukan kolelitiasis adalah biosintesis kolesterol yang berlebihansehingga menyebabkan supersaturasi kolesterol pada empedu.1

Pada pasien dijumpai adanya lemak di daerah abdomen.Lemak abdomen dapat menyebabkan komplikasimetabolik, seperti resistensi insulin, hiperinsulinemia, penurunan jumlah reseptor insulin, dan rendahnya kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang berperan dalam pembentukan kolelitiasis. Hiperinsulinemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol dan supersaturasi kolesterol pada empedu melalui upregulation reseptor low density lipoprotein (LDL) atau aktivasi hidroksimetilglutaril koenzim A (HMG koA) reduktase. Insulin juga dapat menganggu motilitas kandung empedu.4,23

Saat pemeriksaan pasien sedang dalam kondisi stabil dan sedang menunggu jadwal kolesistektomi. Tatalaksana nutrisi yang diberikan sesuai keadaan pasien dan tidak memperberat gejala kolelitiasis yaitu dengan memberikan diet rendah lemak.3,10

Perhitungan kebutuhan nutrisi menggunakan berat badan ideal pasien yaitu 65 kg, karena pasien termasuk dalam kriteria obes I dan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal adalah 116%.Kebutuhan nutrisi dihitung berdasarkan persamaan Harris Benedict dengan menggunakan faktor stres 1,3 sehingga didapatkan kebutuhan energi total adalah 1800 kkal. Kebutuhan karbohidrat dan protein pada kolelitiasis sesuai dengan individu sehat, yang perlu dibatasi adalah kebutuhan lemak yaitu <30% kalori total. Kebutuhan karbohidrat 292,5 gr, protein 78 gr, dan lemak 40 gr.Bahan makanan sumber lemak yang diberikan tergolong rendah lemak dan lemak sedang, seperti ikan, daging ayam tanpa kulit, daging sapi, dan lain-lain.

Makanan yang diberikan adalah makan biasa dengan frekuensi 3 kali makan besar dan 3 makan selingan secara oral, karena pasien tidak mengalami

(30)

gangguan gastrointestinal, kecuali mual yang mulai berkurang. Selain itu, pasien juga lebih menyukai makanan biasa dibandingkan bubur.

Pada tahap awal pemberian nutrisi disesuaikan dengan asupan nutrisi pasien selama sakit yaitu 2 bulan sebelum masuk RS. Jumlah kalori yang diberikan adalah 1700 kkal atau dinaikkan 10% dari analisis asupan 24 jam terakhir dengan karbohidrat 276 gr, protein 64 gr, dan lemak 38 gr. Rencana awal pemberian nutrisi dengan mempertimbangkan keadaan pasien yang masih mengalami penurunan nafsu makan dan mual. Pada pemantaun hari pertama, pasien belum mampu menghabiskan nutrisi yang diberikan karena masih mengalami penurunan nafsu makan dan sedikit mual.Tetapi, mual yang dirasakan sedikit menurun jika dibandingkan dengan hari sebelumnya.Pemantauan hari kedua, asupan nutrisi pasien sudah meningkat jika dibandingkan hari sebelumnya.Nyeri perut setelah makan tidak dijumpai, sehingga pasien mampu mentoleransi asupan nutrisi yang diberikan.Pemantauan hari ketiga, pasien hanya mampu mulai makan malam hari sebelumnya, yaitu sekitar 38% dari kalori total yang direncanakan karena baru menjalani kolesistektomi.

Tatalaksana nutrisi yang harus diperhatikan pada pasien setelah kolesistektomi adalah timbulnya gejala gastrointestinal, seperti gangguan gaster, mual, muntah, kembung, atau diare.Oleh karena itu, pasien perlu meningkatkan asupan serat dan menurunkan asupan lemak.Pola makan yang dianjurkan adalah small frequent feeding.3,15 Selain itu, pasien juga perlu melakukan program penurunan berat badan setelah keadaan pasien stabil. Pasien sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan kadar lipid darah, karena hasil analisis asupan lemak yang tinggi dan dapat mempengaruhi tatalaksana nutrisi. Perhitungan IMT pasien adalah 27,8 kg/m2, sehingga tatalaksana penurunan berat badan meliputi diet, aktifitas fisik, dan terapi perilaku. Asupan kalori pasien dikurangi 500-1000 kkal dari asupan biasanya, asupan lemak ≤30% dari kalori total, kolesterol <30 0 mg, asam lemak jenuh 8-10% kalori total, asam lemak tak jenuh tunggal hingga 15%

kalori total, asam lemak tak jenuh ganda hingga 10% kalori total, dan serat 20-30 gr.Jika pasien menjalani tatalaksana tersebut, diharapkan akan terdapat penurunan berat badan 0,5-1 kg per minggu.11

(31)

BAB 5 KESIMPULAN

Kolelitiasis merupakan penyakit gastrointestinal dengan prevalensi yang semakin meningkat.Salah satu faktor risiko kolelitiasis adalah obesitas. Prevalensi obesitas yang semakin meningkat, juga akan meningkatkan kejadian kolelitiasis.

Tatalaksana kolelitiasis dan obesitas berkaitan dengan nutrisi, sehingga diperlukan tatalaksana nutrisi yangbaik.

Pasien pada kasus ini adalah seorang perempuan dengan diagnosisobes I, hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik. Tatalaksana nutrisi disesuaikan dengan kebutuhan energi total, karbohidrat, dan lemak pada pasien.Anjuran kebutuhan lemak pada pasien kolelitiasishanya sebesar≤30% dan berasal dari bahan makanan sumber golongan rendah lemak atau lemak sedang.Pasien telah menjalani kolesistektomi, sehingga tatalaksana nutrisi yang perlu diperhatikan adalah penurunan berat badan dan menurunkan gejala gastrointestinal setelah kolesistektomi.

(32)

DAFTAR REFERENSI

1. Njeze GE. Gallstones. Nigerian J Surg 2013;19:55.

2. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of gallbladder disease: cholelitiasis and cancer. Gut and Liver 2012;6:172-87.

3. Sucher K, Mattfeldt-Beman M. Diseases of the liver, gallbladder, and exocrine pancreas. Dalam: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology. Edisi ke 2. California: Wadswroth; 2011:437- 70.

4. Vyas A, Bhatt G, Kothiyal P. Gallstones cause and treatment: a review. J Adv Res Biosci 2013;1:32-45.

5. Albright BE, Popescu WM. Nutritional diseases: obesity and malnutrition.

Dalam: Hines RL, Marschall KE, editor. Handbook for Stoelting's Anesthesia and Co-Existing Disease. Edisi ke 4. Philadelphia: Saunders Elsevier;

2013:314-33.

6. Visscher TLS, Snijder MB, Seidell JC. Epidemiology: definition and classification of obesity. Dalam: Kopelman PG, Caterson ID, Dietz WH, editor. Clinical Obesity in Adults and Children. Edisi ke 3. Singapura:

Blackwell Publishing; 2010:3-14.

7. Nguyen DM, El-Serag HB. The epidemiology of obesity. Gastroenterol Clin North Am 2010;39:1-7.

8. Riset Kesehatan Dasar 2013.

www.depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pd f. (diakses 6 April 20140).

9. Redinger RN. The pathophysiology of obesity and its clinical manifestations.

Gastroenterol Hepatol 2007;3:856-3.

10. Hasse JM. Medical nutrition therapy for liver, biliary sytem and exocrine pancreas disorder. Dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition Therapy. Edisi ke 12. Canada: Sauders Elsevier; 2008:728-9.

11. Lee RD. Energy balance and body weight. Dalam: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Patophysiology. Edisi ke 2.

California: Wadsworth; 2011:238--82.

12. Sherwood L. Human physiology from cells to system. Edisi ke 7. California:

Brooks/Cole; 2010.

(33)

13. Gallbladder Anatomy. 2013. www.emedicine.medscape.com/article/1900182- overview. (diakses 18 April 2014).

14. Cholecystectomy. www.facs.org/public_info/operation/cholesys.pdf. (diakses 19 April 2014).

15. Radu D, Georgescu D, Teodorescu M. Diet and postcholecystectomy syndrome. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 2012;18:219022.

16. Gurevich-Panigrahi T, Panigrahi S, Wiechec E, Los M. Obesity:

pathophysiology and clinical management. Current Medical Chemistry 2009;16:1-16.

17. Srivastata N, Lakhan R, Mittal B. Pathophysiology and genetics of obesity.

Indian J Exp Biol 2007;45:929-36.

18. Kanazawa M, Yoshiike N, Osaka T, Numba Y, Zimmet P, Inoue S. Criteria and classification of obesity in Japan and Asia-Oceania. Asia Pacific J Clin Nutr 2002;11:732-7.

19. IASO. The Asia-Pacific persepectives: redefining obesity and its treatment.

World Health Organization 2000.

20. Fock KM, Khoo J. Diet and exercise in management of obesity and overweight. J Gastroenterol Hepatol 2013;28:59-63.

21. Schueren MAEB-dvd, Guaitoli PR, Jansma EP, Vet HCWd. Nutrition screening tools: does one size fit all? a systematic review of screening tools for hospital setting. Clin Nutr 2014;33:39-58.

22. Gaby AR. Nutritional approaches to prevention and treatment of gallstones.

Altern Med Rev 2009;14:258-67.

23. Tsai CJ, Leitzmann MF, Willett WC, Giovannucci EL. Central adiposity, regional fat distribution, and the risk of cholecystectomy in women. Gut 2006;55:708-14.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi kandung empedu
Gambar 2.2Etiologi obesitas
Gambar 2.3Mekanisme patofisiologi obesitas

Referensi

Dokumen terkait

Jika setelah penilaian kembali, kepemilikan Perusahaan dan entitas anak pada nilai wajar aset bersih yang teridentifikasi dari pihak yang diakuisisi melebihi dari

pembimbing mikro yaitu Bapak Sudrajat, M.Pd. Dosen pembimbing mikro memberikan masukan, baik berupa kritik maupun saran setiap kali mahasiswa selesai praktik mengajar termasuk

Dari paparan konsep di atas, penulis berpikir gerakan Saemaul Undong di Korea Selatan efektif dan tepat untuk diterapkan di negara- negara berkembang karena

Melalui kegiatan PPM IbM ini,tujuanyang akan dilakukan adalah : memberikan informasi pengetahuan dan ketrampilan IPTEKS diversifikasi pisang dan nanas dari daging

Lembar Kerja Siswa dengan pendekatan realistik berbasis mangrove pada materi perkalian dan pembagian bilangan bulat yang telah dibuat dan diujicobakan telah memenuhi

Dokumen pengadaan Bab II Persyaratan peserta halaman 2 2.6 pengalaman di lingkungan pemerintah maupun swasta paling sedikit 1 pekerjaan , kok di halaman 28 bab V LDK point B

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa MA-Alwathoniyyah Semarang melalui sosialisasi aplikasi desain grafis,

Pemilihan rute optimal pengangkutan sampah di Kabupaten Tapin menggunakan SIG dapat memperpendek jarak 181,36 Km, mempercepat waktu 705 menit, biaya lebih murah Rp