• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN SAMPAH UNTUK BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH MINI DI KAWASAN MEDAN SUNGGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN SAMPAH UNTUK BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH MINI DI KAWASAN MEDAN SUNGGAL"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI PENGOLAHAN SAMPAH UNTUK BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH MINI DI KAWASAN

MEDAN SUNGGAL

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Energi Listrik

Oleh

Andri S. Firdaus Sihite NIM : 110402079

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Sampah merupakan sisa dari aktvitas manusia dalam kehidupannya setiap hari, sehingga volume sampah akan bergantung pada jumlah penduduk suatu daerah. Kota Medan adalah ibu Kota Provinsi memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga produksi sampahnya tergolong besar juga, oleh karena itu pengolahan sampah yang tidak efisien akan menjadi masalah baru di kawasan perkotaan. Pengolahan sampah yang diterapkan di Kota Medan masih menganut paradigma (angkut- buang) dari sumber sampah ke TPA tanpa perlakuan khusus terhadap sampah, meskipun dalam UU No.18 tahun 2008 pengolahan sampah telah diatur sebagaimana mestinya demi terwujudnya peningkatan kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sampah merupakan salah satu sumber energy bio massa dapat diperbaharui karena sampah memiliki nilai kalori tertentu. Salah satu cara pengolahan sampah yang baik adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan bakar pembangkit listrik bertenaga sampa (PLTSa). Adapun cara pengolahan sampah yang dimaksudkan dapat diterapkan di kawasan kecamatan Medan Sunggal. Selain mengurangi volume sampah dan kita akan memperoleh hasil berupa energy listrik yang bernilai ekonomis. Dengan volume harian sampah > 132 m3yang terdiridari:

plastic, dedaunan, kayu, kertas,plastic dan karetdi kawasan tersebutberpotensi menghasilkan daya output listrik sebesar 451,46 kw. Berdasarkan analisa ekonomi dan SWOT kelayakan penerapan PLTSa sebagai solusi maslah sampah layak dijadikan alternative dengan nilai NPV sebesar Rp.17,917,061,218.75 dan nilai PBP 6,5 tahun, serta nilai BCR 3,0. Nilai tersebut lebih besar dari 0 (nol) sehingga layak dijadikan solusi.

(5)

KATA PENGANTAR

Di dalam Nama Allah Tritunggal Yang Maha Kuasa. Segala pujian dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan penyertaanNya yang dicurahkan kepada kita semua. Khususnya kepada penulis, atas kasih dan penyertaan Tuhan yang memberikan pertolonganNya sehingga Skripsi ini dapat dikerjakan oleh penulis. Skripsi ini di laksanakan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik jurusan Teknik Elektro di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Dalam menyusun Skripsi ini saya menyadari bahwa proses penulisan Skripsi ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan Terima kasih kepada:

1. Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk menyumbangkan ide-ide dan pemikiran serta mengarahkan saya dalam penyusunan Skripsi saya ini.

2. Ir. Eddy Warman, M.T dan Muhammad Safril S.T, M.T selaku dosen penguji saya yang memberikan kritik dan saran yang membangun demi kelengkapan Skripsi ini.

3. Kedua Orang Tua saya, Ayahanda S. Sihite dan ibunda H.R. Manalu, Atas dukungan moral dan finansial kepada saya dalam menjalani masa

perkuliahan hingga dalam menyelesaikan Skripsi ini. Abang Saya Rizal Sihte ST, Adik-adik saya Destrina Sihite, SKG, Novita Sihite & Adelia Sihite atas dukungan nya dalam keseharian saya dalam mengerjakan Skripsi ini.

4. Bang Syamsyarief Baqaruzi, S.T, M.T, yang banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

5. Rekan-rekan angkatan 2011 yang selalu memberi semangat dan saran dalam pengerjaan Tugas akhir ini.

6. Dinas kebersihan dan pertamanan kota medan.

7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(6)

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

9.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan penulis, maka penulis menyadari bahwa laporan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 2 Juli 2018 Penulis,

ANDRI S. F. SIHITE 110402079

(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ....ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Pembatasan Masalah ... 3

1.6 Metode Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sampah ... 6

2.1.1 Sumber dan Komposisi Sampah ... 6

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Sampah ... 8

2.1.3 Karakteristik Sampah ... 9

2.2 Sistem Pengolahan Sampah ... 11

2.2.1 Penyediaan Tempat Sampah... 11

2.2.2 Pengumpulan Sampah ... 12

2.3 Jenis-Jenis TPA di Indonesia... 14

2.3.1 TPA Tradisional/ Non-saniter/ Pembuangan Terbuka ... 14

2.3.2 TPA Terkendali (Controlled Landfill) ... 15

2.3.3 TPA Sanitasi (Sanitary Landfill) ... 15

(8)

2.4 Nilai Kalori Sampah ... 17

2.5 Metoda Konversi Termokimia ... 18

2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) ... 22

2.6.1 Insenerasi... 22

2.6.2 Gasifikasi... 24

2.6.3 Pirolisis ... 25

2.6 Teknologi PLTSa dengan Steam Turbin ... 25

2.7 Harga Penjialan Listrik ke PLN ... 29

2.8 Analisa Ekonomi Teknik ... 30

2.9 Analisis SWOT ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 36

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 36

3.3 Variabel yang Diamati ... 36

3.4 Diagram Alur Penelitian ... 37

3.5 Jadwal Penelitian ... 38

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Komposisi Sampah ... 39

4.2 Volume Sampah ... 39

4.3 Perhitungan Berat Sampah Dan Produksi Daya Listrik ... 41

4.4 Analisa Ekonomi ... 44

4.5 ANALISA S-W-O-T ... 49

4.5.1 Faktor Internal ... 49

4.5.2 Faktor Eksternal ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 KESIMPULAN ... 51

(9)

5.2 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 Lampiran ... 53

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengelompokan Sampah Berdasarkan Sumbernya ... 7

Tabel 2.2 Karakteristik Sampah Kota di Indonesia ... 10

Tabel 2.3 Nilai Kalor Sampah Menurut Tchobanagolus 1993 ... 18

Tabel 2.4 Hasil Pengujian Rata- rata Kondisi Sampah ... 19

Tabel 2.5 Harga Jual Listrik ke PLN (Type Gasifikasi) ... 30

Tabel 2.6 Harga Jual Listrik ke PLN ( Type Incinerator) ... 30

Tabel 2.7 Matriks S-W-O-T ... 33

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 38

Tabel 4.1.a Kapasitas Pengangkutan dan Wilayah Kerja ... 40

Tabel 4.1.b Volume Sampah yang Diangkut Setiap Hari ... 40

Tabel 4.2 Perhitungan Berat Sampah ... 42

Tabel 4.3 Komposisi Sampah Yang Digunakan ... 42

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan ERP... 44

Tabel 4.5 Energi yang Dihasilkan PLTSa Sesuai Perhitungan ... 44

Tabel 4.6 Biaya Investasi PLTSa ... 45

Tabel 4.7 Biaya Operasional & Maintenance ... 46

Tabel 4.8 Penyusunan Cash Flow ... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyediaan Tempat Sampah ... 12

Gambar 2.2 Titik Pengumpulan Sampah per Kelurahan ... 13

Gambar 2.3 Jenis TPA Terbuka ... 14

Gambar 2.4 Jenis TPA Terkendali ... 15

Gambar 2.5 Jenis TPA Sanitasi ... 16

Gambar 2.6 PLTSa Type Insinerasi dan Pengolahan Gas Buang ... 23

Gambar 2.7 PLTSa Type Gasifikasi ... 24

Gambar 2.8 Proses Pirolisis ... 25

Gambar 2.9 Perbandingan Efisiensi Turbin Konvensional & CHP ... 28

Gambar 2.10 Sistem Co-Generation ... 29

Gambar 2.11 Grafik Kuadran S-W-O-T ... 34

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian... 37

Gambar 4.1 Komposisi Sampah Kecamatan Medan Sunggal ... 39

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk (growth) memiliki pengaruh langsung terhadap volume sampah yang dihasilkan masyarakat, karena sampah berasal dari sisa aktivitas masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Semakin tinggi pertumbuhan jumlah penduduk tentunya semakin tinggi laju pertumbuhan yang terjadi. Hal ini berbanding lurus dengan bertambahnya volume sampah.

Kepadatan penduduk (urban) menyebabkan berkurangnya lahan di daerah perkotaan dan sebaliknya volume sampah yang dihasilkan masyarakat meningkat dari waktu ke waktu. Sehingga sampah menjadi masalah besar di daerah perkotaan yang mengganggu kenyamanan kota dan membutuhkan pengolahan yang tepat untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. Disamping itu keberadaan sampah juga merupakan potensi sumber energi terbarukan (renewable energi) yang tersedia sangat melimpah namun hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Pengolahan sampah di Kota Medan saat ini masih menganut paradigma lama dan bersifat terpusat dalam pengolahan sampah perkotaan. Pengolahan sampah yang ditangani pemerintah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan adalah dengan metode penimbunan (open dumping). Sekilas, pengolahan sampah dengan cara penimbunan (open dumping) ini telihat mudah dan ekonomis karena hanya dengan mengumpulkan sampah ke suatu tempat pembuangan akhir (TPA) dan tidak memerlukan perlakuan lain. Namun, jumlah penduduk semakin bertambah seiring berjalannya waktu sampah akan semakin banyak, sehingga TPA yang disediakan diperkirakan tidak akan mampu menampung sampah yang dihasilkan masyarakat. Hal ini akan memicu munculnya masalah yang baru seperti: (a) Kebutuhan lahan TPA yang cepat meningkat akibat tidak dilakukannya proses reduksi volume sampah secara efektif, (b) Berbagai permasalahan lingkungan dan kesehatan, mulai dari bau yang menyengat hingga potensi penyebaran penyakit di kawasan kota maupun di daerah sekitar TPA, (c) Teknik reduksi konvensional dengan cara dibakar

(13)

langsung memberikan dampak buruk ke atmosfer berupa polusi gas-gas rumah kaca dan gas beracun lainnya.

Dalam UU No.18 tahun 2008 pengolahan sampah telah diatur sebagaimana mestinya demi terwujudnya peningkatan kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dalam undang-undang tersebut disebutkan juga bahwa, pengolahan sampah yang dimaksud adalah sebagai suatu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Namun demikian cara sederhana kumpul-angkut-buang masih banyak diterapkan di Indonesia. Banyak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia yang seharusnya dikelola dengan sistem sanitary landfill atau controlled landfill, seringkali dioperasikan secara open dumping. Meskipun Pasal 44 UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah mewajibkan seluruh tempat pembuangan terbuka memiliki rencana penutupan/perbaikan dalam waktu satu tahun dan penutupan atau perbaikan dari seluruh pembuangan terbuka diselesaikan dalam waktu lima tahun, namun target ini masih sangat jauh dari harapan terutama di Kota Medan.

Pengolahan sampah yang dinilai efisien saat ini adalah dengan memanfaatkannya menjadi bahan bakar PLTSa dimana cara ini dapat mengubah pola pikir masyarakat. Dahulunya sampah adalah barang sisa yang tidak mempunyai manfaat lagi, sehingga pengelolaan sampah selalu dianggap cost centre, sehingga ada anggapan bahwa semakin banyak sampah yang dikelola, maka akan semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengelolanya, pola pikir tersebut akan berubah setelah diterapkannay PLTSa di kawasan pembuangan sampah dan akan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengolah sampah perkotaan dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber energi pembangkit listrik dalam skala kecil di kawasan Medan Sunggal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana komposisi dan volume sampah yang dihasilkan masyarakat di Kawasan Medan Sungal?

(14)

2.

3. Bagaimana potensi sampah untuk menjadi sumber energi/bahan bakar PLTSa di Kawasan Medan Sunggal?

4. Bagaimana kelayakan pembangunan PLTSa di Medan Sunggal ditinjau dari analisa ekonomis dan analisa SWOT.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisa komposisi dan volume sampah yang dihasilkan masyarakat berdasarkan sifat dan jenis sampah untuk memudahkan pengelolaannya.

2. Menganalisa potensi sampah menjadi sumber energi listrik untuk dijadikan bahan bakar PLTSa di Kawasan Medan Sunggal.

3. Mengetahui kemungkinan pembangunan PLTSa ditinjaudari analisa ekonomi dan analaisa SWOT.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, Penelitian ini diharapkan sebagai literature dalam Ilmu energi terbarukan (waste to energi)kepada mahasiswa di Departemen Teknik Elektro yang menyusun tugas akhir di bidang ini.

2. Secara praktis diharapkan bermanfaat bagi pemerintah kota Medan (Dinas Kebersihan dan Pertamanan)untuk pengolahan sampah di kota Medan.

1.5 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, setiap masalah dibatasi atau di fokuskan agar mempermudah pemecahan masalahnya. Penelitian ini dilakukan di Lapangan dengan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Sunggal.

2. Penelitian ini membahas tentang pengolahan sampah untuk dijadikan bahan bakar PLTSa.

(15)

3. Pada penelitian ini hanya membahas produksi listrik berdasarkan nilai kalor sampah.

4. Penelitian ini hanya membahas analisa ekonomi dan analisa SWOT 5. Biaya bahan bakar PLTSa dianggap Rp.1,-

6. Biaya pengangkutan disubsidi PEMKO Medan 7. Tidak membahas pengolahan gas buang PLTSa

8. Penelitian ini tidak membahas zat organik yang dihasilkan PLTSa secara spesifik.

9. Tidak membahas AMDAL secara spesifik

10. Metode konversi sampah adalah metode Thermokimia 1.6 Metode Penelitian

1. Studi literatur, baik mempelajari penelitian-penelitian sebelumnya dan penelaahan referensi dan teori yang digunakan mendukung dalam penulisan penelitian ini.

2. Studi bimbingan, penulis melakukan diskusi tentang topik penelitian dengan dosen pembimbing maupun penguji.

3. Pengumpulan data dan analisis dari penelitian ini adalah dengan cara pengolahan data secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan data sekunder, membaca referensi dari jurnal penelitian dan buku.

4. Menyatakan kesimpulan dan saran yang berpeluang menjadi pengembangan penelitian di masa mendatang.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini dituliskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujun penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2:TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan tentang kerangka teori dan kerangka berpikir yang akan mendukung analisis dan pembahasan tentang pengertian sampah, sumber

(16)

dan komposisi sampah, volume sampah, karakteristik dari sampah, manajemen pengolahan sampah, potensi sampah, prinsip kerja PLTSa.

BAB 3:METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini,penelitian ini dilakukan dengan studi literatur,pengambilan dan cara pengolahan data, analisis datadan pemecahan masalah.

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, disajikan berupa data hasil penelitian, dan analisis dari data diolah serta membandingkan dengan literature yang didapat.

BAB 5: PENUTUP

Pada bab ini kesimpulan dapat diambil berdasarkan tujuan penelitian, studi literature dan analisi data yang dilakukan. Pada bab ini juga terdapat saran terkait dengan penelitian yang dilakukan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah

Sampah merupakan limbah atau material sisa berbentuk padat dari suatu proses alamiah maupun dari aktivitas manusia (UU No.18 Tahun 2008). Menurut SNI 15-2454-2002 sampah adalah sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna dan harus dikelolah kembali supaya tidak membahayakan lingkungan untuk melindungi investasi pembangunan.

Sampah pada umumnya dikategorikan menjadi tiga bagian besar yaitu sampah organik, sampah anorganik dan sampah bahan beracun dan berbahaya (B3). Sampah organik adalah sampah yang dapat terdegradasi atau membusuk dengan proses alamiah oleh bakteri pengurai (bio degradable) seperti: sisa makanan, kotoran hewan, kertas, daun, kayu dan lain-lain. Sampah anorganik adalah sampah yang sulit terdegradasi (unbio degradable) yang membutuhkan waktu yang lama untuk terurai sendiri sehingga, membutuhkan tindakan lanjutan untuk mengolahnya hingga terurai kembali dengan cepat supaya tidak mencemari lingkungan. Adapun contoh sampah anorganik adalah plastik, logam, kaca, karet, dll. Komposisi sampah diperlukan dalam memetakan sampah untuk diteliti dan memudahkan kita dalam pengolahan sampah tersebut. Pengelompokan sampah yang paling sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan sampah lain-lain.

2.1.1 Sumber dan Komposisi Sampah

Sampah dapat dikategorikan berdasarkan sumbernya dalam suatu komunitas menjadi pemukiman, perkantoran, kawasan industry, konstruksi bangunan dan fasilitas umum. Pengelompokan sampah bertujuan untuk menetukan tempat pengumpulan nya di tempat sampah demi kemudahan pengolahan yang akan dilakukan nantinya. Adapun pengkategorian sampah berdasarkan sumbernya dapat dilihat pada tabel 2.1

(18)

Tabel 2.1 Pengelompokan sampah berdasarkan Asal (Sumbernya).

Sumber: Juwita Sari, Anugrah. 2012. Potensi Sampah TPA Cipayung Sebagai Bahan BakuRefused Derified Fuel (RDF).

Sumber Penghasil sampah Jenis-jenis sampah yang dihasilkan

PEMUKIMAN

Perumahan

Apartemen

Sampah sisa makanan

Kertas, karton

Plastik

Tekstil

Sampah Pekarangan

Gelas, kaca

Kaleng

Aluminium

Besi KOMERSIL &

PERKANTORAN

Toko

Rumah Makan

Pasar

Hotel

Kantor

Bengkel

Kertas, Karton

Plastik

Gelas, Kaca

Minyak

Bahan berbahaya lainnya

INSTITUSI

Sekolah

Universitas

Rumah Sakit

Penjara

Kertas, Karton

Plastik

Gelas, Kaca

Bio Medis

Bahan berbahaya lainnya

INDUSTRI Pabrik

Scrap

Limbah Industri

Bahan berbahaya lainnya

PERTANIAN

Perkebunan

Ladang

Sawah

Peternakan

Plastik

Kaleng

Hama

Pestisida

Sampah Kebun

Kotoran ternak FASILITAS UMUM

Taman

Pantai

Tempat rekreasi

Sisa makanan

Plastik

Kertas, karton

Sampah Taman,dll

(19)

Pengelompokan sampah bertujuan untuk mengetahui komponen–komponen sampah dan untuk mengetahui cara pengelolaan yakni, sampah yang dapat menbusuk, seperti (sisa makan, daun, sampah kebun, pertanian, dan lainnya), sampah yang berupa debu, sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampa-sampah yang berasal dari industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisik berbahaya. Sampah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Sampah Organik

Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik / pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya.

2. Sampah Anorganik

Sampah nonorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah yang tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan bangunan bekas dan lainnya.

3. Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun)

Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam-logam berat, yang umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola sampah B3 sesuai peraturan berlaku.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Sampah

Sampah, sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa penting yang mempengaruhi sampah antara lain:

1. Jumlah penduduk. Sampah berasal dari sisa aktivitas manusia, sehingga dapat disimpulkan, semakin banyak penduduk, semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan.

(20)

2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang tiap harinya.

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengemasan dan produk manufaktur yang semakin beragam dapat mempengaruhi jumlah dan jenis sampahnya.

4. Frekuensi pengumpulan. Jika periode pengumpulan dilakukan semakin sering maka sampah yang terkumpul akan semakin banyak juga.

5. Musim, Jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang berlangsung.

6. Kondisi Ekonomi, Kondisi ekonomi yang berbeda menghasilkan sampah dengan komponen yang berbeda pula. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu masyarakat, produksi sampah kering seperti kertas, plastik, dan kaleng cenderung tinggi, sedangkan sampah makanannya lebih rendah.

Hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakat ekonomi tinggi yang lebih praktis dan bersih.

7. Cuaca, daerah yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi, akan memberi pengaruh terhadap kadar air dari sampah di daerah tersebut.

8. Kemasan produk. Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi komposisi sampah. Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas

2.1.3 Karakteristik Sampah

Selain komposisi sampah, karakteristik sampah juga dibutuhkan untuk pengolahan sampah. Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisika dan kimia sebagai berikut:

1) Karakteristik fisika: densitas sampah,kadar air, kadar volatile, kadar abu, nilai kalor dan ukuran sampah.

2) Karakteristik kimia: unsur penyusun sampah yang terdiri dari: C,N,O,P,H,S dan sebagainya.

(21)

Adapun gambaran umum karakteristik sampah perkotaan di Indonesia dapat diperlihatkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik Sampah Kota Di Indonesia

No Karakteristik Indonesia

1 Kadar air 60 %

2 Nilai Kalor 1272,22 Kcal/Kg

3 Kadar Abu 10,59 %

4 Berat Jenis 150 - 250 Kg/m3

Sumber: ade, siti fatimah 2009, Analisis kelayakan usaha pengolahan sampah menjadi PLTSa.

2.2 Sistem Pengolahan Sampah

Secara garis besar, strategi sistem manajemen sampah terpadu berdasarkan pada empat hierarki sistem manajemen sampah. Empat komponen tersebut adalah pengurangan pemakaian bahan / barang (reduce) dan pemakaian kembali sampah (re-use), daur ulang sampah (recycle), pembakaran sampah dengan recovery energidan pembuangan ke TPA (EPA, 2006).Pada umumnya pengolahan sampah di kota-kota besar di Indonesia masih dengan cara konvensional, yaitu mengumpulkannya di TPS dan mengangkutnya ke TPA. Kondisi sampah yang telah bercampur akan mempersulit pengelompokan sampah serta kadar air sampah yang mengakibatkan sampah akan sulit dibakar. Pengolahan Sampah di Indonesia dikategorikan buruk meskipun pemerintah telah mengaturnya dalam perundang- undangan akan tetapi masih perlu dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadap efektifitas penerapannya di kalangan masyarakat.

 Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Membangun prinsip-prinsip layanan pengelolaan sampah padat bagi masyarakat, menyediakan mekanisme insentif dan disinsentif, mendefinisikan pembagian tanggung jawab pengelolaan sampah pada berbagai tingkat pemerintahan, memfasilitasi sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan partisipasi sektor swasta dalam SWM dan menerapkan mekanisme sanksi bagi pihak yang tidak patuh.

(22)

 Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Mendefinisikan perencanaan TPA dan hal- hal yang diperlukan untuk setiap lokasi yang berbeda. Pasal 19 sampai 22 dari PP ini mengharuskan setiap TPA memiliki zona penyangga dan menerapkan metode pembuangan terkendali. Kota-kota besar/metropolitan diwajibkan menyediakan fasilitas sanitary landfill, sedangkan kota-kota sedang/keci perlu menyediakan fasilitas controlled landfill.

 Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Upaya pelestarian lingkungan melalui pengelolaan sampah sebagai sumber daya. Peraturan tersebut memungkinkan penetapan target pengurangan sampah, dengan menekankan pentingnya pemilahan sampah di sumber asal, serta mengimbau agar dilakukan daur ulang dan pemanfaatan kembali dalam desain produk dan kemasan.

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT /M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Perencanaan dan pelaksanaan solusi rencana induk bagi sampah padat perkotaan (municipal solid waste/MSW) secara menyeluruh di tingkat regional atau lokal dan mencakup perencanaan umum pengelolaan sampah, standar desain infrastruktur TPA, penyediaan fasilitas pengolahan/pemrosesan sampah dan penutupan/rehabilitasi TPA

Pengolahan sampah yang telah diaturkan tersebut tidak terlaksana dengan baik dan sistematis sehingga menimbulkan dampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, kenyamanan, kebersihan lingkungan, pariwisata dan sosial ekonomi.

2.2.1 Penyediaan Tempat Sampah

Penanggulangan sampah dapat dilakukan dengan sedini mungkin di sumber sampah dan menghimbau masyarakat untuk membuang sampah sesuaidengan tempat yang disediakan. Hal ini tentu saja membutuhkan kesadaran masyarakat dalam membuang sampah sehingga dibutuhkan ketegasan dalam memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Sampah yang terkumpul tidak lagi bercampur, sehingga sampah akan lebih cepat dikelola. Pengolahan

(23)

sampah berbasis PLTSa mini dikawasan kota dianggap lebih efisien karena berkurangnya biaya pengangkutan sampah (TPS-TPA) oleh truk, hasil sampingan berupa listrik dapat dijual, tidak adanya lagi bau busuk saat truk – truk mengangkut sampah dari kawasan pemukiman. Adapun pada Gambar 2.1 merupakan tempat pemisahan sampah dari tingkat produsen sampah.

Gambar 2.1 Penyediaan tempat sampah untuk pemisahan sampah sejak awal.

2.2.2 Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah dilakukan untuk memudahkan pengangkutan sampah ke tempat pengolahan sampah untuk memperoleh sampah secara kontiniu.

Dengan disediakannya tempat sampah yang memadai di kawasan pemukiman dan TPS yang memadai sesuai aturan perundang-undangan dapat mengurangi pembuangan sampah yang sembarangan dan proses pengolahan sampah akan semakin mudah. Lamanya waktu pengumpulan akan mempengaruhi sifat fisik dari sampah dan volume sampah tersebut, misalnya pada musim hujan tingkat kadar air yang terkandung di dalam sampah akan meningkat, yang mengakibatkan pembusukan akan semakin cepat dan menimbulkan bau busuk yang mengganggu bagi masyarakat. Hal ini juga dapat mengganggu kenyamanan lingkungan dan

(24)

menambah tingkat kesulitan pengolahan sampah yang berdampak langsung terhadap keberlangsungan operasional PLTSa karena sampah akan sulit dibakar.

Maka demi menjaga ketersediaan sampah untuk operasional PLTSa maka kita perlu tampil trengginas memburu sampah. Periode pengumpulan sampah harus ditetapkan supaya pemulung tidak akan mengacak-acak sampah di TPS, dan diperlukan upaya persuasif kepada masyarakat untuk berperan serta dalam mengolah sampah. Masyarakat diwajibkan membuang sampah dengan terlebih dahulu memisahkannya sesuai sifat dan jenisnya ke tempat yang disediakandan tindakan tegas terhadap masyarakat yang tidak taat terhadap peraturan tersebut.

Pengumpulan sampah akan berpengaruh pengolahan sampah karena semakin sering pengumpulan sampah yang dilakukan maka volume sampah akan semakin banyak diperoleh dan kadar air sampah akan cepat berkurang karena faktor eksternal seperti hujan dan embun tidak lagi menambah kelembaban sampah. Penentuan rute pengumpulan sampah perlu diatur untuk memaksimalkan pengumpulan sampah dengan mendahulukan kawasan yang memiliki volume sampah yang lebih banyak demi menjaga kenyamanan lingkungan dan keutuhan sampah diperlihatkan pada Gambar 2.2 merupakan titik pengumpulan sampah di kecamatan Sunggal

Gambar 2.2 Titik Pengumpulan Sampah per kelurahan di Kecamatan Sunggal

(25)

2.3 Jenis-Jenis TPA di Indonesia

2.3.1 TPA Tradisional/ Non-saniter/ Pembuangan Terbuka

Tempat pembuangan sampah tradisional, atau non-saniter, atau lazim disebut sebagai pembuangan terbuka, umum ditemukan di seluruh Indonesia, khususnya di kawasan kabupaten kecil. Pembuangan terbuka umumnya tidak memiliki rencana desain, peralatan, anggaran atau operasional dan pemeliharaan, tidak terdapat sel-sel pelapis dan sistem penampungan sampah dan pengolahan lindi, dan penuangan sampah dilakukan berdasarkan kontur alami lokasi.

Pembuangan sampah tidak terkoordinasi atau direncanakan, yaitu pengemudi truk sampah biasanya menuangkan sampah yang diangkutnya di lokasi yang paling mudah mereka capai. Tumpukan sampah tidak diuruk karena peralatan untuk memadatkan atau menguruk sampah tidak tersedia. TPA tersebut tidak memiliki pagar atau kontrol akses sehingga pemulung dan hewan ternak bebas berkeliaran, hingga kebakaran biasa terjadi di TPAjenis ini akibat adanya ulah dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan demi mendapatkan material logam. Adapun TPA terbuka dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Jenis TPA Terbuka 2.3.2 TPA Terkendali (Controlled Landfill)

TPA Terkendali atau Controlled landfill digunakan untuk kota kecil dan sedang dan diharapkan tersedia lapisan dasar dengan permeabilitas rendah (tanah

(26)

lempung yang dipadatkan, High-density polyethylene/HDPE, Geosynthetic Clay Liners/ GCL), sistem penampungan lindi, sistem pengolahan lindi pasif, zona penyangga, ventilasi/pembakaran gas, penutupan sampah ± 1,5 meter dilaksaakan setiap tujuh hari dan beberapa peralatan berat berupa buldoser dan/atau eskavator untuk operasional pembuangan. TPA terkendali dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Gambar TPA terkendali.

2.3.3 TPA Sanitasi (Sanitary Landfill)

TPA Sanitasi atau Sanitary landfill digunakan untuk kota-kota besar/metropolitan (dengan populasi lebih dari 0,5 juta jiwa) dan harus memiliki lapisan dasar berpermeabilitas rendah (tanah liat dipadatkan, HDPE, GCL), sistem penampungan lindi, pelapis kerikil dengan pipa berlubang dengan diameter minimal 20 cm , sistem pengolahan lindi aktif (resirkulasi, mixer, aerator, pengolahan secara biologi/kimia, dll), zona penyangga, sistem pemanfaatan gas dan pembakaran, termasuk melakukan penutupan sampah setiap hari dan penyediaan peralatan berat. TPA dengan jenis sanitasi (sanitary landfill)dapat dilihat pada gambar 2.5

(27)

Gambar 2.5 TPA Sanitary Landfil.

Sanitary landfill digunakan untuk kota-kota besar/metropolitan (dengan populasi lebih dari 0,5 juta jiwa) dan harus memiliki lapisan dasar berpermeabilitas rendah (tanah liat dipadatkan, HDPE, GCL), sistem penampungan lindi, pelapis kerikil dengan pipa berlubang dengan diameter minimal 20 cm , sistem pengolahan lindi aktif (resirkulasi, mixer, aerator, pengolahan secara biologi/kimia, dll).

Suatu sanitary landfill harus dipersiapkan secara teknis dengan hati-hati, dengan bentuk struktur yang stabil dari lapisan sel sampah yang dipisahkan oleh bahan penutup tanah, dengan dasar dan sisi lerengnya dirancang untuk meminimalkan infiltrasi dan memfasilitasi penampungan lindi. TPA ditempatkan dan dirancang serta dioperasikan untuk mengisolasi sampah dari lingkungan sekitarnya, khusunya tanah dan air tanah. Bahkan setelah ditutup, TPA membutuhkan perawatan jangka panjang untuk memastikan bahwa sampah tetap terisolasi, termasuk pemeliharaan sistem pengurukan, penampungan dan pengolahan lindi, pengumpulan dan pembakaran, atau pemanfaatan LFG, dan pemantauan air tanah Menurut Standar Nasional Indonesia/SNI, pemilihan lokasi TPA harus memenuhi persyaratan utama seperti diuraikan berikut ini untuk memastikan terpenuhinya standar lingkungan dan teknis yang baik:

(28)

 Lokasi tidak berada dalam wilayah seismik aktif yang rawan gempa, tanah longsor, banjir dan lain-lain;

 Lokasi tidak berada di wilayah yang rentan secara hidrogeologi atau dengan kedalaman air tanah kurang dari tiga meter; dan tidak boleh dibangun berdekatan dengan sumber air tanah;

 Kemiringan lereng TPA tidak boleh melebihi 20%;

 Lokasi tidak berada di dekat bandara (jarak minimum 1,5 - 3 km);

 Lokasi tidak berada di dekat kawasan perumahan (harus berada sedikitnya satu kilometer dari perimeter TPA);

 Lokasi tidak berada dalam zona yang dilindungi, seperti hutan lindung.

2.4 Nilai Kalori Sampah

Kalori yang dihasilkan sampah berasal pada saat pembakaran sampah di tungku incinerator. Jumlah panas yang dikeluarkan pada saat pembakaran sebanding dengan panas yang dibebaskan dari sejumlah pembakaran sampah.

Nilai kalor biasanya dinyatakan dalam satuan energi per bagian dari bahan, seperti kcal/kg, kJ/kg, Btu/m3.

Nilai kalori atau heating value merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada saat terjadinya oksidasi (pembakaran) unsur–unsur kimia yang ada pada bahan bakar tersebut. Banyaknya nilai kalor yang dihasilkan akan mempengaruhi besarnya energi yang dihasilkan nantinyaoleh PLTSa.

Dalam pengukuran nilai kalori yang dihasilkan oleh pembakaran tiap komposisi sampah, nilai kalori dari sampah perkotaan sangat bervariasi yang berkisar 5.500 Btu/lbs – 10.000 Btu/lbs. Berikut ini adalah tabel 2.3 nilai kalori dari beberapa jenis sampah perkotaan menurut Tchobanoglus 1993.

(29)

Tabel 2.3 Nilai kalori sampah menurut Tchobanoglus 1993

KOMPONEN SAMPAH NILAI KALOR (KJ/Kg) NILAI KALOR (KCal/Kg)

Sisa-sisa Makanan 3.489 – 6.978 833 – 1.667

Kertas keras 13.956 – 17.445 3.333 – 4.167

Kertas Putih 11.630 – 18.608 2.778 – 4.444

Plastik 27.912 – 37.216 6.667 – 8.889

Tekstil 15.119 – 18.608 3.611 – 4.444

Daun 15.119 – 18.608 556 – 4.444

Kaca 116 – 233 28 – 56

Kaleng 233 – 1.163 56 – 278

Sumber: Tchobanoglus 1993, integrated Solid Waste management engineering 2.5 Metoda Konversi Termokimia

Komposisi sampah berguna untk menganalisa karakteristik bahan bakar yang dikonversi menjadi energi listrik, biomassa dari sampah padat organik dapat dibedakan menjadi dua jenis proses yaitu proses konversi termokimia dan biokimia. Adapun untuk menghitung potensi energi dilakukan pengujian seperti yang akan ditampilkan pada persamaan. Pada saat pengamatan komposisi sampah, juga dilakukan pengamatan terhadap berat jenis sampah. Berdasarkan beberapa referensi tentang berat jenis sampah , berat jenis sampah yang masuk ke TPA rata rata adalah sebesar 216 kg/m3 sampah. Dan untuk hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2.4 hasil pengujian pada penelitian di Bantar gerbang. Nilai yang tertera dianggap memiliki kesamaan nilai denga sampah dikota Medan karena sifat-sifat sampah di seluruh Indonesia dapat dikategorikan sama.

(30)

Tabel 2.4 Hasil Pengujian Rata-rata kondisi sampah

Parameter Hasil Pengujian Rata-Rata Total Moisture 64,73% ar

Proximate Analysis:

Moisture in Analysis 21,47% adb Voltatile Analysis 54,36% adb Fixed Carbon 11,02% adb

Gross Calorific Value 5728,63 kcal/kg adb Gross Calorific Value 2672,48 kcal/kg ar Ultimate Analysis:

Carbon (C) 32.07% adb Hydrogen (H) 6,21% adb Nitrogen (N) 1,75% adb Oxygen (O) 47,36% adb

Sumber: Thesis Baqaruzi Syamsarief, S.T

Dari tabel 2.4 tersebut dapat disampaikan bahwa ar (as received) merupakan kondisi keadaan sampah ketika baru diambil (keadaan asal), adb (air dried merupakan kondisi keadaan sampah kehilangan air bebasnya (secara teknis, uji analisis dilakukan dengan menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan pada udara terbuka). Gross Calorific Value (adb): untuk kondisi ini nilai cenderung tidak menunjukkan besaran kalor yang tepat karena free moisture tidak termasuk di dalamnya. Gross Calorific Value (ar): analisis untuk kalori pada kondisi ini memasukkan kadar air total. Untuk menghitung potensi listrik dari sampah kita akan mengunakan nilai kalor NCV (Net Calorific Value) dan GCV (Gas Calorfic Value) dengan menggunakan data hasil pengujian lab pada tabel diatas.

Proses konversi termokimia dengan teknologi insinerasi, gasifikasi, dan pirolisis dimana panas dari proses pembakaran digunakan untuk mengubah air

(31)

menjadi uap panas yang kemudian digunakan untuk menggerakkan steam turbin generator untuk menghasilkan listrik, sedangkan teknologi gasifikasi diperoleh melalui pembakaran parsial biomassa dengan lingkungan yang sedikit oksigen dan menghasilkan syngas berupa CO, CO2, H2O, char, tar, dan hidrogen (H).

Dalam proses konversi Thermokimima ada beberapa variabell yang akan dihitung berdasarkan persamaan yang telah ditentukan. Adapun persamaan- persamaan yang digunakan dalam perhitungan adalah:

Mencari nilai H ar dihitung dengan rumus yang dijelaskan berikut ini H ar= ( ) {( )

( )} ……...(2.1) Dimana:

H ar =hydrogen as received (%) M ad = Moisture air dried (%)

M ar = Total Moisture as received (%) M adb = Moisture in Analysis (%)

Selanjutnya mencari nilai dari NCV Termokimia dengan rumus yang dijelaskan pada bab dua dengan memasukkan parameter nilai hasil pengujian dan nilai GCV ada pada tabel 2.4:

NCV Termokimia = GCV – ((5,72 X (9 X H ar)) ………(2.2) Diamana:

NCV = Net Caloric Value (kcal/kg) GCV = Gross caloric Value (%) H ar = hidrogen as received (%)

Proses konversi termokimia menggunakan berat total sampah diperoleh dapat dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Wc = W gros x % sampah ... (2.3)

(32)

Dimana:

Wgross = berat keseluruhan komponen sampah ( Ton/ hari)

Wc = berat bersih masing-masing sampah (ton/hari)

Setelah memperoleh berat masing-masing komponen sampah maka dilakukan perhitungan dengan persamaan berikut:

𝑊 = 𝑊𝐺 𝑊𝐶...……...………...…...(2.4) dimana:

W = Total Waste Quantity (Ton/hari) WGross = Total Timbulan Sampah (m3/hari);

WC = Komposisi Sampah (%)

NCV Termokimia = GCV gross ar –( (5,72* (9* H ar))...(2.5) dimana :

NCV Termokimia = Net Calorific Value as received (Kcal/kg).

GCV ar = Gross Calorific Value as received (Kcal/kg), H ar = Hydrogen as received (%)

𝐸𝑅𝑃 = 𝑁𝐶𝑉 Gross 𝑊 1000 / 860 ... (2.6) dimana:

ERP = Energi Recovery Potential (kWh) NCV = Net Calorific Value (kcal/kg) W = Total Waste Quantity (Ton) 1000 = kg sampah / TON

860 = Konversi Satuan ( 1 kWh = 860 kkal)

(33)

P = ERP/24 ... (2.7) dimana:

P = Power Generation Potential (kW) ERP = Energi Recovery Potential (kWh) 24 = Satuan penggunaan 1 hari (24 Jam) 2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Pembangkit listrik tenaga sampah adalah pembangkit listrik dengan mekanisme pembangkitan yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan proses konversi thermal dan proses konversi biologis. Proses Konversi thermal pada dasarnya memiliki prinsip kerja yang sama dengan PLTU pada umumnya.

Namun dikarenakan perbedaan bahan bakar, maka pembangkit ini memiliki komponen tambahan berupa tempat pengolahan bahan bakarnya sendiri sebelum memanfaatkan teknologi insenerasi, pirolisis, dan gasifikasi. Sedangkan proses konversi biologis adalah dengan Anaerobik Digestion dan Landfill gasification Dalam menentukan proses pembangkitan harus memilih teknologi yang paling tepat untuk dijadikan solusi atas permasalahan sampah bergantung pada kondisi daerahnya masing-masing.

2.6.1 Insenerasi

Insinerasi adalah istilah umum yang diberikan untuk konversi termal langsung pada sampah melalui pembakaran dengan kadar oksigen tinggi, pada suhu di atas 850 °C. sampah diubah menjadi panas, yang digunakan untuk memanaskan air dalam boiler untuk menghasilkan uap. Uap dapat didistribusikan untuk dijual (biasanya kepada manufaktur industri/ kimia) atau dapat dikonversi menjadi listrik melalui turbin uap. efisiensi yang untuk menghasilkan listrik berada di kisaran 18% - 27%) untuk pembangkit dengan ukuran 25.000 sampai dengan 600.000 ton per tahun. teknologi tersebut juga memproduksi residu sampah berupa abu, abu boiler, abu terbang, dan residu scrubber dari operasi pembersihan cerobong gas. Insinerasi dengan alas bergerak/conveyer belt adalah teknologi yang sudah terbukti keandalannya untuk pembakaran sampah sehingga teknologi ini lebih tepat untuk diterapkan. Di Indonesia, teknologi ini sendiri

(34)

cukup sederhana, dengan permasalahan utama terletak pada pengoptimalan panas dan pemulihan energi serta minimalisasi emisi hasil insinerasi. Sampah yang belum dipilah dapat langsung dimasukkan ke pembakaran sampah tanpa perlu dipilah terlebih dahulu. Meskipun kadar air yang tinggi dalam sampah Indonesia akan mengurangi efisiensi termal jika dibandingkan dengan apa yang dicapai di Eropa, pengoperasian insinerator harus dijaga dalam suhu operasi kritis. Apabila suhu lebih rendah, senyawa beracun organik volatil (VOC) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan tidak terurai sempurna, serta emisi gas pembangkit akan melanggar aturan standar keamanan nasional. Untuk mencapai dan mempertahankan suhu operasi minimum yang aman, di saat volume aliran sampah mungkin rendah dan/atau memiliki kadar air yang tinggi, diperlukan bahan bakar tambahan. Hal ini dapat menyebabkan metode pengolahan sampah yang seharusnya murah menjadi sangat mahal, dan untuk gasbuang insinerator masih membutuhkan perawatan dengan sistem pendinginan gas dan scrubber untuk menghilangkan dioksin karsinogenik berbahaya. Sistem pengolahan gas buang ini memakan biaya yang cukup mahal dan membutuhkan pengoperasian dan pemeliharaan yang hati-hati. Adapun PLTSa Thermal dan sitem pengolahan gas buangnya dapat dilihat seperti pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) tipe Insinerasi dan pengolahan Gas buang

(35)

2.6.2 Gasifikasi

Pengelolaan sampah akan membutuhkan beberapa bentuk perlakuan untuk menghasilkan bahan baku yang konsisten dalam bentuk dan ukuran, yang biasanya menggunakan pemisahan bahan kaca, logam dan lain lain. Bahan baku tersebut kemudian dimanfaatkan proses oksidasi parsial yaitu dengan adanya keterbatasan oksigen/udara, dengan suhu konversi 900°- 1.100°C dengan kadar udara dan 1.000°- 1.400°C dengan kadar oksigen. Proses konversi ini relatif efisien, dengan 80% dari energi kimia dalam sampah yaitu karbon dan hidrogen diubah menjadi energi kimia dalam bentuk gas. Gas ini disebut sebagai gas sintesis (syngas) dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti menyediakan energi untuk boiler uap atau mesin gas dan konversi berikutnya berupa panas dan/atau energi. Karena udara yang lebih umum digunakan dalam proses konversi menghasilkan energi gas sintesis yang lebih rendah daripada yang dihasilkan menggunakan gasifikasi oksigen maka nilai kalor bersih (NCV) dari syngas menjadi 4-6 MJ/Nm3, untuk gasifikasi udara dan 10-18 MJ/Nm3 untuk gasifikasi oksigen sebagai perbandingan, gas alam memiliki nilai NCV 38 MJ/Nm3. Komponen- komponen dan prinsip kerja pembangkit Listrik dengan prinsip gasifikasi seperti pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Pembangkit Listrik tipe Gasifikasi

(36)

2.6.3 Pirolisis

Pirolisis menggunakan degradasi termal sampah dengan kondisi tanpa oksigen. Seperti gasifikasi, pengolahan sampah berteknologi pirolisis mungkin membutuhkan beberapa bentuk prapengolahan untuk menghasilkan bahan baku yang konsisten yaitu pemisahan materi kaca, logam, puing-puing dll, namun gasifikasi pengolahan sampah komersial berskala global saat ini masih terbatas.

Instalasi pirolisis memerlukan sumber panas eksternal dan suhu pembakaran yang harus dipertahankan pada 400°-850° Celcius. Teknologi ini menghasilkan syngas, minyak pirolisis untuk bahan bakar, residu padat atau arang, dan residu abu/logam. Syngas pirolisis dari sampah diperkirakan memiliki Net Calorific Value/ NCV sebesar 10-20 MJ/Nm3. Adapun prinsip prilosis dapat dilihat gambar 2.8

Gambar 2.8 Proses Pirolisis 2.6 Teknologi PLTSa dengan Steam Turbin

Pembakaran langsung dari sampah untuk PLTSa telah tersedia secara komersial yang bisa diaplikasikan pada berbagai skala dari beberapa MW sampai 100 MW atau lebih. Dan merupakan bentuk yang paling umum di setiap PLTSa Di seluruh dunia, 90% jenis PLTSa yang digunakan berjalan melalui pembakaran.

Ada dua komponen utama dari PLTSa yang berbasis kepada pembakaran.

1. Boiler berbahan bakar sampah untuk menghasilkan uap 2. Steam turbin yang digunakan untuk menghasilkan listrik

(37)

Dua bentuk boiler yang paling umum adalah stoker dan Fluidised bed, uap yang dihasilkan di dalam boiler di injeksi ke dalam steam turbin untuk mengubah panas yang terkandung di dalamnya uap menjadi energi mekanik, untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan listrik. Ada tiga tipe utama steam turbin dengan masing-masing memiliki spesifikasinya dan karakteristiknya:

1. Steam Turbin Kondensasi Umumnya digunakan dalam pembangkit listrik konvensional. Uap super panas bertekanan tinggi yang diproduksi dalam suatu boiler dialirkan masuk ke turbin dimana uap tersebut mengembang dan mendingin (kondensasi). Energi kinetik yang terlepas akibat pengembangan uap akan memutar bilah-bilah turbin berikut alternatornya, sehingga menghasilkan listrik. Jika pembangkit listrik tersebut dimaksimalkan, maka sangat diharapkan dapat tercapai tekanan dan suhu pembuangan yang paling rendah. Pembuangan suhu rendah akan menghasilkan sedikit energi useful dari uap yang keluar dari turbin, dan sebagian besar dari sisa panasnya biasanya dibuang ke dalam air pendingin atau ke udara.

2. Steam Turbin Ekstraksi

Efisiensi termal dari suatu sistem turbin ekstraksi dan kondensasi ini tidak setinggi sistem pembangkit Kombinasi panas dan daya (Combine Heat and Power/CHP), tekanan balik karena tidak semua energi dalam uap pembuangan diekstraksi. Sebagian daripadanya (10% sampai 20%) hilang dalam kondensator. Efisiensi pembangkitan listrik pada sistem pembangkit uap kondensasi dengan ekstraksi panas tergantung pada jumlah panas yang diproduksi. Dalam suatu kondisi terkondensasi penuh, ketika tidak ada panas useful yang diproduksi, maka efisiensinya dapat mencapai 40%.

Dalam aplikasinya di industri, sistem turbin ekstraksi dan kondensasi ini digunakan jika beban listrik tinggi dikombinasi dengan suatu kebutuhan panas yang berubah-ubah. Turbin ekstraksi dan kondensasi ini sangat fleksibel dalam merubah output uap untuk proses industri maupun panas distrik. Sebaliknya, turbin tekanan balik konvensional digunakan bila hanyaterdapat sedikit variasi dari beban termal. Sistem turbin ekstraksi dan kondensasi umumnya dipakai pada pembangkitpembangkit skala besar.

(38)

Hal ini terutama terjadi di Eropa Utara dimana sistem ini dapat membangkikan listrik dan panas distrik pada musim dingin tetapi pada musim panas beroperasi dalam kondisi terkondensasi penuh untuk hanya menghasilkan listrik. Listrik yang demikian ini yang disebut “tenaga kondensasi “tidak dianggap sebagai pembangkit CHP. Steam Turbin Tekanan Balik kandungan energi uap buangan terutama tergantung pada tekanannya, sehingga dengan merubah tekanan buangan dapat dimungkinkan mengontrol rasio panas terhadap listrik suatu turbin tenaga balik. Meningkatkan tekanan balik akan menurunkan produksi listrik tetapi meningkatkan produksi panas. Kadang kala memungkinkan untuk mengekstraksi (mengeluarkan) uap dari turbin pada suatu tekanan menengah yang mengakibatkan produksi panas ditingkatkan. Bila air panas diperlukan, seperti dalam hal pemanasan distrik daerah perkotaan, uap buangan dari turbin akan terkondensasi dalam suatu “kondensor panas” dimana panas diekstrasksi oleh air yang akan mengalir ke jaringan air panas distrik. Listrik yang dibangkitkan dari suatu turbin tekanan balik dapat dianggap secara menyeluruh sebagai produksi CHP. Turbin tekanan balik merupakan suatu jenis sistem CHP yang paling umum dipakai di industri. Sistem tersebut dapat menggunakan bahan bakar apapun, baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas. Berbeda dengan mesin pembakaran internal dan turbin gas yang pilihan pemakaiannya disesuaikan dengan ukuran yang tersedia di pasaran, maka dengan turbin uap,pembangunannya, dalam batasan-batasan tertentu, dapat direncanakan khusus sesuai dengan kebutuhan listrik pembangkit tersebut. Unit-unit turbin uap tekanan balik mempunyai karakteristik efisiensi panas yang tinggi, yang kadang-kadang dapat lebih dari 90%. Efisiensi pembangkitan listriknya biasanya dalam kisaran 15% sampai 25%. Adapun perbandingan efisiensi turbin konvensionl dengan CHP seperti pada gambar 2.9

(39)

Gambar 2.9 Perbandingan Efisiensi turbin konvensional dan CHP

CHP juga dikenal sebagai Co-generation, adalah produksi simultan dari tenaga listrik dan panas dari satu sumber energi. Sistem CHP bisa mencapai keseluruhan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan proses terpisah listrik dan panas. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9. Sistem CHP berbahan bakar sampah dapat menyediakan panas atau uap untuk digunakan dalam industrial (contohnya pabrik kertas, baja, atau industri pengolahan) atau untuk penggunaan ruang dan pemanas air pada suatu bangunan yaitu langsung melalui sistem pemanas. Viabilitas CHP biasanya tergantung oleh harga jual listrik dan ketersediaan dari biaya bahan baku sampah yang tersedia untuk co-generation.

Adapun system Co generation dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut

(40)

Gambar 2.10 Sistem Co-generation

Jika uapnya adalah jenis kondensasi penuh tanpa adanya ekstraksi panas, listrik yang dibangkitkan oleh seluruh sistem tidak dianggap sebagai suatu produksi CHP. Namun, jika sistem uap panas memiliki kemampuan ekstraksi, listrik yang dihasilkan oleh sistem turbin gas dan sistem uap diperhitungkan sebagai listrik CHP ketika panasnya di manfaatkan untuk pemanasan proses atau distrik. Jenis pembangkit seperti ini dapat mencapai efisiensi termal yang tinggi ketika melakukan konversi energi primer menjadi energi panas dan listrik. Hal ini disebabkan karena adanya suatu perubahan suhu yang nyata mendekati 1000°C dari keseluruhan sistem bila dibandingkan dengan perubahan suhu sekitar 550°C sampai 600°C yang dicapai sistem turbin uap dan turbin gas modern ketika beroperasi hanya sebagai fasilitas listrik saja. Efisiensi termal dari pendekatan segmen listrik tersebut dan juga dari unit- unit lebih besar yang paling baru, dapat melebihi 50%. Keunggulan dari sistem ini adalah pemanfaatan lebih penuh panas buangan yang biasanya akan hilang begitu saja.

2.7 Harga Pembelian Listrik PLTSa Berdasarkan Jenis Teknologi

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia No 44 tahun 2015 telah mengatir harga pembelian energy listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari pembangkit lstrik berbasis sampah kota . Adapun ketentuanh harga yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel 2.5

(41)

a) Melalui pengumpulan sampah dan pemanfatan gas metana dengan teknologi Sanitary Landfill, Anaerob Disgestion atau yang sejenis.

Tabel 2.5 Harga pembelian Listrik Oleh PLN

No Tegangan Jaringan Listrik Harga Pembelian (Rp/kwh) Sampai dengan 20 MW

1 Tegangan Tinggi 1.655

2 Tegangan Menengah 1.655

3 Tegangan Rendah 2.016

Sumber: PERMEN ESDM No.44 tahun 2015

b) Melalui Pemanfaatan Panas / Thermal menggunakan teknologi Thermokimia. Adapun harga yang Telah ditetapkan dapat dilihat pada tabel 2.6

Tabel 2.6 harga beli Energi Listrik oleh PLN terhadap PLTSa thermal

No Tegangan Jaringan Listrik Harga Pembelian ( Rp/kwh)

≤ 20 MW 20 mw < kapasitas ≤50 Mw >50 MW

1 Tegangan Tinggi 1.870 1.595 1.655

2 Tegangan Menengah 1.870 - -

3 Tegangan Rendah 2.243 - -

Sumber: PERMEN ESDM No.44 tahun 2015 2.8 Analisa Ekonomi Teknik

Analisa ini diperlukan untuk meninjau kelayakan pembangunan PLTSa berdasarkan biaya investasi, umur ekonomis, nilai masa kini dan periode pengembalian modal guna memberi rekomendasi dalam pembangunan PLTSa.

Sebelum melakukan perhitungan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi alternative, masing-masing alternatif memiliki karakteristik. Selanjutnya dilakukan perbandingan dan pemilihan alternatif dengan

(42)

menggunakan simulasi dan analisis keekonomian yang meliputi analisis NPV (Net Present Value), PBP (Pay Back Period).

Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan batasan kondisi suatu keputusan dapat ditentukan.

1. Depresiasi

Umur ekonomis pembangkit yang diperkirakan sekitar 20 tahun dan pada akhir umur pembangkit tersebut masih ada nilai residu yang tersisa sekitar 10% dari masa pemakaiannya.

a) Residu

Nilai residu (10%) = Investasi awal

Depresiasi =

……….….(2.8) Dimana:

Depresiasi = nilai penyusutan (Rp)

Investasi = nilai biaya awal pembangunan (Rp) Residu = nilai sisa di akhir umur barang (Rp) T = umur/ periode pemakakaian (tahun) 2. Penyusunan Cashflow

Penyusunan cashflow menggunakan beberapa asumsi diantaranya :

• Discount rate (%)

• Discount Faktor ( %)

• Umur ekonomis pembangkit ( n Tahun)

• Load Faktor= m ( bilangan bulat); berdasarkan asumsi 3. NPV (Net Present Value)

NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow atau gambaran ongkos total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang (nilai pada awal proyek). Secara matematik nilai NPV dapat dinyatakan seperti Persamaan:

NPV=

𝐶

( )

+

( )

( ) ………..……..(2.9) Dimana: I = Discount rate yang digunakan

COF = Cash outflow /Investasi

(43)

C = Cash in flow pada periode t

n = Periode terakhir cash flow diharapkan.

NPV = Biaya investasi – Biaya penerimaan a) Payback Periode (PP)

Dengan menggunakan persamaan PBP =

……...………...…(2.10) Dimana :

PBP = Pay back periode /periode pengembalian investasi (tahun) Investmen cost = Beasr biaya investasi (Rp)

Annual CIF = Biaya pendapatan tahunan (RP)

b) Benefit Cost Ratio (BCR)

Dengan menggunakan persamaan (3) nilai BCR dapat dihitung sebagai berikut:

BC=

...

(2.11) BCR = Benefit Cost ratio

Investment Cost = Biaya investasi (Rp)

CIF = Pendapatan Tahunan (Rp)

2.9 Analisis SWOT

Analisis kondisi internal maupun eksternal suatu hasil yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja.

Analisis internal meliputi penliaian terhadap kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup peluang (Opportunity) dan tantangan (Threat). Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT yaitu:

a) Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT

Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak

(44)

eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara - internal dan eksternal yang dapat dilihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Tabel Matriks S-W-O-T b) Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT

Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson agar diketahui secara pasti posisi hasil yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

i. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point setta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap S- W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang peling tinggi. Perhitungan bobot (b) masing-masing point dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point ) dibagi dengan banyaknya jumlah point ).

(45)

ii. Melakukan pengurangan antara jumlah total S dengan W (d) dan O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y;

iii. Mencari posisi hasil yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT.

Opportunity

Kuadran II Kuadran I

(-;+) Ubah Strategi (+;+) progresif

Weakness Strenght

( -; -) Stragtegi Bertahan (+; -) Difersifikasi Strategi

Kuadran III Kuadran IV

Threath

Gambar 2. 11 Grafik kuadran SWOT

- Kuadran I (positif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah berpeluang, rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif (kondisi prima dan mantap) sehingga sangat dimungkinkan untuk terusmelakukan pengembangan, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

- Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah hasil yang kuat tetapi kita menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan hasil akan mengalami kesulitan sehingga disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi.

(46)

- Kuadran III (negatif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah hasil yang lemah namun sangat berpeluang.

Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya hasil disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.

Kuadran IV (negatif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah hasil yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal hasil berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya hasil disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada salah satu kawasan kota Medan di Kec. Medan Sunggal. Penelitian ini akan dilaksanakan setelah selesai seminar proposal dan telah disetujui. Lamanya penelitian ini direncanakan selama 2 (dua) bulan.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan penelusuran studi literatur pengelolaan sampah, pengumpulan data dari Dinas Kebersihan Kota Medan, kajian teknis meliputi perhitungan total kapasitas volume dan komposisi sampah yang akan diolah sebagai bahan bakar pembangkit listrik Tenaga sampah kota (PLTSa), potensi energi listrik yang mampu dibangkitkan, cara memperoleh sampah secara kontiniu dan biaya investasi PLTSa sebagai pengelola sampah berbasis renewable energy ramah lingkungan, di tutup penyajian hasil akhir serta kesimpulan.

3.3 Variabel yang Diamati

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

 Jenis dan Volume sampah yang ada di lokasi pembuangan sampah.

 Nilai kalor sampah dan

 daya listrik yang dibagkitkan PLTSa dan

 hasil penjualannya.

 Analisa Ekonomi

 Analisis SWOT

(48)

3.4 Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagaram Alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian Mulai

Studi Literatur

Perhitungan kalor Sampah

Selesai

Estimasi Produksi Daya Listrik Pengolahan

Data

Pengumpulan data

Kesimpulan dan saran Analisa Ekonomi & SWOT

Identifikasi Masalah

(49)

3.5 Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

NO Kegiatan Penelitian

Bulan

Bulan ke I

Minggu ke

Bulan ke II

Minggu ke

Bulan ke III

Minggu ke

BulanKe IV

Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul Tugas Akhir

2 Penyusunan Proposal Tugas Akhir

3 Seminar Proposal Tugas Akhir

4 Perbaikan Proposal Tugas Akhir

5 Pelaksanaan Penelitian

6 Pengumpulan data,

Pengelolahan data

dan penyusunan laporan Penelitian

7 Perbaikan Laporan Penelitian

8 Seminar Hasil Penelitian Tugas Akhir

Gambar

Tabel 2.1 Pengelompokan sampah berdasarkan Asal (Sumbernya).
Tabel 2.2 Karakteristik Sampah Kota Di Indonesia
Gambar 2.1 Penyediaan tempat sampah untuk pemisahan sampah sejak awal.
Gambar 2.2 Titik Pengumpulan Sampah per kelurahan di Kecamatan Sunggal
+7

Referensi

Dokumen terkait