• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIMENSI DAN NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris vitata) DI KHDTK PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DIMENSI DAN NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris vitata) DI KHDTK PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DIMENSI DAN NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris vitata) DI KHDTK

PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

FAULANS VAREZ ANTONIO PURBA 171201081

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

DIMENSI DAN NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris vitata) YANG

BERASAL DARI KHDTK PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh :

FAULANS VAREZ ANTONIO PURBA 171201081

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

i

(4)

ii

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Faulans Varez Antonio Purba

NIM : 171201081

Judul Skripsi : Dimensi dan Nilai Turunan Dimensi Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) Di KHDTK Pondok Buluh Kabupaten Simalungun

Menyatakan bahwa skripsi adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan penulisan ilmiah.

Medan, Desember 2021

Faulans V. A. Purba NIM 171201081

(5)

iii

iii ABSTRACT

FAULANS PURBA : Dimension dan Fiber Derivatives Value of Yellow Bamboo (Bambusa vulgaris vitata) at KHDTK Pondok Buluh Simalungun Regency.

Supervised by RUDI HARTONO

Bamboo can be used as a material that has the potential as a raw material to replace wood in several uses, one of which is as pulp and paper. This study has the purpose of analyzing dimension and derivation of fiber dimensions the yellow bamboo that grows in KHDTK Pondok Buluh. Bamboo stems were taken from the 1st, 3rd, 5th, 7th, and 9th meters and then macerated using the Franklin method.

The fiber dimensions were calculated which included fiber length, fiber diameter, lumen diameter, and fiber wall thickness. The value of the derivative of the fiber dimensions is calculated which includes Runkle Ratio, Felting Power, Muhlsteph Ratio, Coefficient of Ridigity, Flexibility Ratio. The results of this study, obtained the average length of Yellow Bamboo fiber is 1864,1 μm, fiber diameter is 15,68 μm, lumen diameter is 6,44 μm, and fiber wall thickness is 4,61 μm. Then calculated the fiber dimension derivative and obtained a runkle ratio of 1.72, felting power of 119.26, muhlsteph ratio of 82.18%, coefficient of ridigity of 0.29, and flexibility ratio of 0.4. Based on the result of the derivative of the fiber dimensions, yellow bamboo gets a score of 275 in quality class II.

Keywords : Derivation of fiber dimensions; fiber dimension; KHDTK Pondok Buluh; Yellow bamboo (Bambusa vulgaris vitata)

(6)

iv

iv ABSTRAK

FAULANS PURBA : Dimensi Dan Nilai Turunan Serat Pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) Di KHDTK Pondok Buluh Kabupaten Simalungun.

Dibimbing oleh RUDI HARTONO

Bambu dapat dijadikan menjadi salah satu material yang berpotensi sebagai bahan baku pengganti kayu dalam beberapa penggunaan, salah satunya adalah sebagai pulp dan kertas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dimensi dan nilai turunan dimensi serat bambu kuning yang tumbuh di KHDTK Pondok Buluh.

Batang bambu diambil dari meter ke-1, 3, 5, 7, dan 9 lalu dimaserasi dengan menggunakan metode Franklin. Dihitung dimensi seratnya yang meliputi panjanga serat, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Dihitung nilai turunan dimensi serat yang meliputi Runkle Ratio, Felting Power, Muhlsteph Ratio, Coefficient of Ridigity, Flexibility Ratio . Hasil penelitian ini, didapatkan rata-rata panjang serat Bambu Kuning sebesar 1864,1 μm, diameter serat sebesar 15,68 μm, diameter lumen sebesar 6,44 μm, dan dinding serat setebal 4,61 μm.

Hasil perhitungan turunan dimensi serat dan didapatkan runkle ratio sebesar 1,72, felting power sebesar 119,26, muhlsteph ratio sebesar 82,18%, coefficient of ridigity sebesar 0,29, dan flexibility ratio sebesar 0,4. Berdasarkan nilai turunan dimensi serat, maka Bambu Kuning mendapatkan skor 275 yang termasuk dalam kelas mutu II.

Kata kunci : Turunan dimensi serat; dimensi serat; KHDTK Pondok Buluh;

Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)

(7)

v

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samosir pada tanggal 23 Oktober 1999 dari pasangan Ayah yang bernama Edu Sumarton Purba dan Ibu yang bernama Lastina Samosir. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 2005 penulis memasuki pendidikan tingkat dasar di SDN 091409 Sarimatondang dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis memasuki pendidikan tingkat lanjut di SMPN 1 Sidamanik dan lulus pada tahun 2014. Tahun 2014 penulis memasuki pendidikan tingkat atas di SMAN 1 Sidamanik dan lulus pada tahun 2017 dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota biasa Unit Kegiatan Mahasiswa ROBOTIK SIKONEK USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2019 di Kampung Nipah, kecamatan Sei Nagalawan dan di KHDTK Hutan Diklat Pondok Buluh, kecamatan Dolok Panribuan, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2020, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli (BP2LHK Aek Nauli), dimulai pada bulan Juni sampai Juli 2020. Pada awal tahun 2021 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Dimensi dan Nilai Turunan Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) di KHDTK Pondok Buluh Kabupaten Simalungun” di bawah bimbingan Dr. Rudi Hartono S.Hut., M.Si.

(8)

vi

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dimensi dan Nilai Turunan Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) di KHDTK Pondok Buluh Kabupaten Simalungun”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Muhdi, S.Hut., M.Si., IPU selaku dosen penguji I (pertama), Bapak Ahmad Baiquni Rangkuti S. Hut., M.Si selaku dosen penguji II (kedua), dan Ibu Ridahati Rambey S.Hut., M.Si selaku dosen penguji III (ketiga) yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam skripsi ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua Bapak Edu Sumarton Purba dan Ibu Lastina Samosir yang telah memberi doa, nasihat dan semangat kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2021

Faulans V. A. Purba

(9)

vii

vii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRACT... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Geografis dan Administratif ... 3

Morfologi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 3

Anatomi Bambu ... 4

Dimensi Serat dan Nilai Turunannya ... 5

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 7

Alat dan Bahan Penelitian ... 7

Prosedur Penelitian ... 7

Persiapan Sampel ... 7

Pengamatan Struktur Anatomi Serat... 8

Pengukuran Dimensi Serat ... 8

Perhitungan Nilai Turunan Dimensi Serat ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Serat ... 11

Nilai Turunan Dimensi Serat ... 16

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 20

Saran ... 20 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

viii

viii

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Rangkuman Dimensi Serat dari beberapa spesies ... 5

2. Rangkuman Nilai Turunan Dimensi Serat dari beberapa Spesies ... 6

3. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas .. 9

4. Dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 11

5. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap panjang serat .... 14

6. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap diameter serat ... 15

7. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap diameter lumen serat ... 15

8. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap tebal dinding serat ... 16

9. Turunan dimensi serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 16

10. Kelas Mutu Bambu Kuning berdasarkan kriteria LPHH, 1976. ... 18

(11)

ix

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman 1. (A).Serat bambu, (B) Penampang Melintang, dan (C). Penampang

Radial ... 4

2. Cara pengambilan sampel ... 7

3. Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 11

4. Grafik Panjang Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 12

5. Gambar perbandingan panjang serat bambu kuning dengan beberapa jenis bambu lain ... 13

6. Grafik diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ... 14

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Dokumentasi alat dan bahan pengujian yang digunakan ... 24

2. Pengambilan Sampel Bambu Kuning dari KHDTK Pondok Buluh ... 24

3. Uji DMRT Panjang Serat ... 25

4. Uji DMRT Diameter Serat ... 25

5. Uji DMRT Diameter Lumen ... 25

6. Uji DMRT Tebal Dinding Serat ... 26

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ada sekitar 1500 jenis bambu yang ada di dunia, dari jumlah tersebut sebanyak 176 jenis dan 24 marga atau sekitar 11,5% dari jumlah jenis bambu berada di Indonesia (Fatmalasari et al, 2019). Produksi bambu di Indonesia merupakan hasil hutan bukan kayu yang terbesar berdasarkan data Statistik Produksi Kehutanan pada tahun 2020. Indonesia mampu menghasilkan sebanyak 11.303.317 batang bambu yang didominasi oleh pulau jawa pada tahun 2020 (Badan Pusat Statistik, 2020).

Bambu merupakan tanaman serbaguna dan banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Bambu sering dijadikan sebagai dasar untuk bahan pembangunan rumah, pembuatan jembatan dan sebagainya. Meskipun demikian, Bambu Kuning lebih banyak dijadikan sebagai tanaman hias di sekitar rumah atau bahkan dijadikan pagar rumah (Muhtar et al, 2017). Kelebihan bambu dibanding tanaman kayu lainnya adalah rasio susut bambu yang lebih rendah, dapat dilengkungkan dan elastis, dan nilai dekoratif yang tinggi. Bambu mudah dibelah, dibentuk dan mudah dikerjakan, serta harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan bahan baku kayu. Karena perbandingan yang besar antara kekuatan dan massanya, batang yang lurus dan laju pertumbuhan yang cepat, bambu dapat dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menggantikan penggunaan kayu (timber) di masa depan (Huang et al, 2015).

Sifat-sifat bambu perlu diketahui agar penggunaannya bisa sesuai dengan sifatnya. Salah satu yang perlu diketahui adalah tentang dimensi serat. Dimensi serat bambu akan mempengaruhi sifat kelenturan dan kekuatan tekan bambu, serat juga berperan penting untuk industri kertas. Penelitian tentang dimensi serat bambu dan turunannya belum banyak dilakukan di Pondok Buluh. Penelitian tentang Bambu Kuning sudah pernah dilakukan sebelumnya salah satunya seperti penelitian Fatriasari dan Hermiati (2008), hasilnya bahwa Bambu Kuning memiliki panjang serat 2641 µm, diameter serat 21 µm, dan diameter lumen sebesar 8 µm.

(14)

2

Bambu mempunyai keunggulan jika digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas, karena cepat pertumbuhan dan mudah diputihkan. Bambu memiliki serat dengan fleksibilitas tinggi karena termasuk dalam kelas serat panjang dengan panjang serat rata-rata 1900 µm. Serat dengan fleksibilitas yang tinggi, lumen yang lebar, dan dinding serat yang tipis akan sangat berpengaruh terhadap pembuatan pulp dan kertas (Arsad, 2015).

Untuk mengetahui penggunaan Bambu Kuning sebagai bahan baku pulp dan kertas maka dibutuhkan data tentang turunan dimensi serat. Menurut hasil penelitian Fatriasari dan Hermiati (2008), berdasarkan dimensi dan nilai turunan seratnya, Bambu Kuning dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan bambu betung, bambu tali, bambu andong, bambu hitam, dan bambu ampel. Walaupun sudah dilakukan oleh orang lain, perbedaan lokasi tumbuh dapat menyebabkan perbedaan sifat-sifat dimensi serat pada Bambu Kuning. Bambu yang digunakan pada penelitian ini adalah Bambu Kuning yang berasal dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Hutan (KHDTK) Pondok Buluh di kabupaten Simalungun. Berdasarkan hal itu maka dicoba melakukan penelitian turunan dimensi serat Bambu Kuning yang berasal dari Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Pondok Buluh.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dimensi serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) yang berasal dari KHDTK Pondok Buluh.

2. Untuk menganalisis nilai turunan dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) yang berasal dari KHDTK Pondok Buluh.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai dimensi serat dan nilai turunan dimensi serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) yang berasal dari KHDTK Pondok Buluh.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Geografis dan Administratif

Hutan Diklat Pondok Buluh merupakan bagian dari Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Pematang Siantar. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Buluh berada sekitar 25,4 km dari kota Pematang Siantar dengan waktu tempuh ± 40 menit. Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh ditetapkan sebagai hutan pendidikan melalui surat Keputusan Dirjen Kehutanan Nomor 34/Kpts/DJ/I/1983 pada tanggal 8 Februari 1983 tentang penunjukkan kompleks hutan Pematang Siantar yang terletak di Kabupaten Simalungun sebagai kawasan hutan pendidikan dengan luas 800 ha. Melalui SK Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan Nomor 1030/Menhut-VII/KUH/2015 pada tanggal 20 April 2015 tentang Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Hutan Lindung ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan Pondok Buluh seluas 1.272,70 ha (Rikardo et al, 2015).

Secara Geografis KHDTK Pondok Buluh terletak diantara 99º 56’ BT s/d 99º 00’ BT dan antara 2º 43’LU s/d 2º 47’ LU. Berdasarkan administratif pemerintahan, areal hutan Pondok Buluh berada di Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun (Ompusunggu, 2017).

Morfologi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)

Batang bambu berbentuk silinder, berongga, dan meruncing ke arah atas.

Diameter batang bambu mengecil dari bawah ke atas, yang menyebabkan ketebalan dinding batang mengecil ke arah atas (Darwis et al, 2020).

Taksonomi Bambu Kuning menurut Muhtar et al (2017) adalah : Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monokotiledon Ordo : Graminales

(16)

4

Famili : Gramineae Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa vulgaris vitata

Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) merupakan jenis bambu yang dapat tumbuh hingga 9 m pada bambu dewasa, berkayu, bulat, berlubang, beruas- ruas, batang berwarna kuning, bergaris hijau membujur. Bambu ini berdaun tunggal, berseling, berpelepah, berbentuk lanset, ujung meruncing, tepi rata, pangkal membulat, panjang ruas 15-27 cm dan lebar 2-3 cm, pertulangan sejajar, warna daun hijau (Rini et al, 2017).

Anatomi Bambu

Secara anatomis, batang bambu tersusun atas ikatan pembuluh, serat dan jaringan parenkim. Ikatan pembuluh pada batang bambu terdiri dari protoxylem, pembuluh metaxilem, dan floem yang berdinding tipis. Ikatan pembuluh pada batang bambu berperan penting untuk mendukung kekuatan dari bambu (Darwis et al, 2020). Gambaran untuk serat dengan perbesaran 4x pada bambu dapat dilihat pada Gambar 1.

Susunan anatomis bambu berbeda dengan kayu dalam hal jaringan utama penyusunnya karena bambu tersusun atas sel-sel parenkim dan gugus vaskular yang mengandung pembuluh dan serat yang berdinding tebal, sedangkan serat berfungsi memberikan ketahanan terhadap kayu. Selain kesuburan, perbedaan ketinggian tempat tumbuh bambu juga dapat mempengaruhi jumlah jenis bambu

(A) (B) (C)

Gambar 1. (A).Serat bambu, (B) Penampang Melintang, dan (C). Penampang Radial

sumber: (A).Darwis, 2020; (B) dan (C) Loiwatu dan Manuhuwa, 2008

(17)

5

yang dapat tumbuh. Tempat yang relatif tinggi umumnya memiliki lebih banyak jenis bambu daripada tempat yang lebih rendah (Praptoyo dan Wathoni, 2013).

Dimensi Serat dan Nilai Turunannya

Pengukuran dimensi serat dilakukan sebagai dasar untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis dan juga penggunaannya sebagai bahan baku pulp dan kertas.

Pengukuran dimensi serat terdiri dari panjang serat, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Serat yang berdinding tipis mengakibatkan serat tersebut mudah menggepeng sehingga menghasilkan lembaran pulp dan kertas yang lebih padat dan ketahanan lebih baik dibandingkan dengan serat yang memiliki dinding tebal (Sutiya et al, 2012).

Penelitian dimensi serat sudah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti terangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Rangkuman Dimensi Serat dari beberapa spesies

Spesies Panjang

serat (µm)

Diameter serat (µm)

Diameter Lumen (µm)

Dinding serat(µm)

Shorea leprosula1 984 29,8 22,9 3,4

Avicennia marina2 1244 13,2 7,3 2,9

Acasia mangium Wild 3 1454 32,8 26,8 3,0

Anthocepalus microphyllus4 2108 38,4 29,2 4,6

Elaeis gueninsis Jacq5 2486 27 4,6 22,3

Imperata cylindrica6 2190 20 8,7 5,6

Bambusa vulgaris7 3220 12,7 4,1 4,3

Gigantochloa puriens8 3515 25,9 12,5 0,8

Gigantochloa levis 8 2039 22,7 6,7 9,3

Gigantochloa scortechinii8 1745 17,2 6,4 4,3

Gigantochloa wrayi 8 1789 17,9 5,4 7

Gigantochloa apus8 3085 30,6 4,2 13,2

Bambusa rigida8 1809 25,5 4,5 10,5

Dendrocalamus asper9 4693 26,4 5,3 11,3

Eucalyptus pallita10 1020 13,2 6,9 3,1

Ket. 1). Laksono dan Solistyo, 2012; 2). Sulastri, 2014; 3). Ulfah dan Supiani, 2012; 4). Lempang, 2014; 5). Wardani et al, 2014; 6). Sutiya et al, 2012 7). Praptoyo dan Yogasara, 2012; 8). Darwis et al, 2020; 9). Fatriasari dan Hermiati, 2008; 10). Lukmandaru et al, 2016.

Selain dimensi serat, persyaratan serat untuk bahan baku pulp dan kertas juga ditentukan melalui nilai turunan dimensi serat dan juga kelas serat. Nilai turunan dimensi serat meliputi Runkel Ratio (RR), Felting Power (FP), Muhlsteph

(18)

6

Ratio (MR), Flexibility Ratio (FR), dan Coefficient of Ridigity (CR) (Kardiansyah dan Sugesty, 2015).

Rangkuman penelitian mengenai nilai turunan dimensi serat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman Nilai Turunan Dimensi Serat dari beberapa Spesies

Spesies RR FP MR CR FR Total

Skor

Kelas mutu Bambu Betung

(Dendrocalamus asper)1 2,31 190,85 90,85 0,35 0,3 275 II Bambu Kuning

(Bambusa vulgaris vitata)1 1,67 122,89 85,97 0,31 0,38 275 II Bambu Tali

(Gigantochloa apus)1 4,12 101,39 96,18 0,4 0,19 275 II Akasia daun lebar

(Acasia mangium Wild)2 0,18 44,33 33,12 0,09 0,81 425 II Jabon merah

(Anthocephalus microphyllus)3

0,32 54,81 43,32 0,12 0,76 350 II Kelapa sawit

(Elaeis gueninsis Jacq)4 0,19 82,6 29,61 0,08 0,81 550 I Alang-alang

(Imperata cylindrica)5 1,29 109,37 42,24 0,28 0,44 325 II

Ket. 1). Fatriasari dan Hermiati, 2008; 2). Ulfah dan Supiani, 2012; 3). Lempang, 2014;

4). Wardani et al, 2014; 5). Sutiya et al, 2012;

(19)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengamatan struktur anatomi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2021 sampai Juli 2021.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah, pipet tetes, tabung reaksi, gelas ukur, waterbath, rak tabung reaksi, mikroskop, preparat glass, dan cover glass. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah CH3COOH, H2O2, Alkohol 20%, 40%, 60%, dan 96%, Safranin 2%, Aquadest, Kertas Saring, Aluminium foil, dan Bambu Kuning yang diperoleh dari daerah KHDTK Pondok Buluh LHK Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Prosedur Penelitian Persiapan sampel

Bambu Kuning dari KHDTK Pondok Buluh diambil sebanyak tiga batang sebagai pengulangan yang akan digunakan. Setiap batang bambu diambil bagian pangkal sampai ujung mulai dari meter ke-1, 3, 5, 7, 9. Jadi dalam satu batang akan menghasilkan 5 sampel dan total berjumlah 15 sampel.

Gambar 2. Cara pengambilan sampel

(20)

8

𝑑 − 𝑙 2

2𝑤 𝑙

𝐿 𝑑

𝑑² − 𝑙²

𝑑² 𝑥 100%

𝑤 𝑑 𝑙 𝑑

Pengamatan Dimensi Serat

Metode yang digunakan dalam proses maserasi adalah metode Franklin (1945). Batang bambu dicacah menjadi sebesar batang korek api. Maserasi dilakukan dengan cara merebus bambu ke dalam larutan campuran hidrogen peroksida (H2O2) dan asam asetat glasial (CH3COOH) dengan perbandingan 1 : 1 pada suhu ± 95 °C selama 1 – 2 jam, atau sampai cacahan berubah warna menjadi putih dan lunak. Sampel yang telah dimaserasi kemudian dicuci dengan air mengalir sampai cacahan tersebut bebas asam. Sampel didehidrasi dengan alkohol 20%, 40%, dan 60%, dan 96% kemudian ditetesi dengan safranin dan direndam dalam safranin selama kurang lebih 3 jam. Setelah itu serat kembali dicuci bersih dengan akuades. Serat-serat kemudian diletakkan pada gelas objek dan diatur sedemikian rupa agar tidak menumpuk satu dengan lainnya, lalu ditutup dengan gelas penutup (cover glass). Setelah itu dilakukan pengukuran dimensi terhadap serat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x untuk mengetahui panjang serat dan 40x untuk mengetahui diameter serat dan diameter lumen.

Pengukuran Dimensi Serat

1. Dimensi serat yang diukur sebanyak 25 serat. Dimensi serat yang diukur adalah panjang serat, diameter serat, tebal dinding serat, dan diameter lumen.

2. Tebal dinding serat dihitung dengan rumus w =

3. Dihitung turunan dimensinya Runkel Ratio (RR) =

Felting Power (FP) =

Muhlstep Ratio (MR) = Coefficient of Ridigity (CR) = Flexibility Ratio (FR) = Keterangan

w : tebal dinding serat L : panjang serat

(21)

9

l : diameter lumen d : diameter serat

Perhitungan Nilai Turunan Dimensi Serat

Kualitas serat atau kelas mutunya dapat ditentukan melalui perbandingan nilai-nilai dimensi serat dan turunanya dengan Tabel kriteria penilaian kayu Indonesia untuk bahan pulp dan kertas (LPHH, 1976) dalam Dewi dan Supartini (2011) yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas

No. Uraian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai 1 Panjang Serat >2000 100 1000 - 2000 50 <1000 25 2 Runkle Ratio <0,25 100 0,25 - 0,50 50 >0,5 - 1 25 3 Felting Power >90 100 50 - 90 50 <50 25 4 Mulsteph Ratio <30 100 30 - 60 50 >60 25 5 Ridigity

Coefficient <0,10 100 0,1 - 0,15 50 >0,15 25 6 Flexibility Ratio >0,8 100 0,5 - 0,8 50 <0,5 25

450 - 600 225 - 449 <225

Sumber : LPHH (1976) dalam Dewi dan Supartini (2011)

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh posisi batang bambu terhadap dimensi serat Bambu Kuning maka dilakukan sidik ragam dengan rancangan percobaan acak lengkap non faktorial (RAL). Sebagai perlakuan adalah posisi batang bambu dari bagian dari pangkal sampai ujung mulai dari meter ke-1, 3, 5, 7, 9 dengan 3 ulangan. Secara sistematis diformulasikan sebagai berikut :

Yij= μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Respon yang diperoleh dari pengaruh posisi batang bambu pada perlakuan

ke-i ulangan ke-j μ = Rataan Umum

τi = Pengaruh perlakuan bahan baku ke-i εij = Galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = meter ke-1, 3, 5, 7, 9

(22)

10

j = 1, 2, 3

Adapun hipotesis yang digunakan adalah :

Ho = Perbedaan posisi batang tidak berpengaruh nyata terhadap dimensi serat bambu

H1 = Perbedaan posisi batang berpengaruh nyata terhadap dimensi serat bambu Untuk mengetahui pengaruh posisi batang terhadap dimensi serat Bambu Kuning maka dilakukan analisis keragaman (analysis of variance). Hasil anova yang berbeda nyata selanjutnya diteruskan dengan melakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95% untuk menentukan pengaruh dari masing-masing posisi batang.

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Serat

Pengukuran dimensi serat meliputi beberapa bagian yaitu panjang serat, diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Pengukuran dimensi serat diperoleh dari hasil rata-rata untuk setiap dimensi serat yang diukur. Untuk mengukur ketebalan dinding serat dilakukan perhitungan terhadap diameter serat dikurangi dengan diameter lumen kemudian dibagi dengan dua. Dalam melakukan pengukuran dimensi pada serat bambu diambil serat yang masih utuh dan tidak patah, terlipat, pecah, dan kerusakan lainnya

Hasil pengukuran dimensi serat dari Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) meter ke-

Nilai rata-rata Dimensi Serat Panjang Serat

(µm) skor Diameter serat (µm)

Diameter Lumen (µm)

Tebal dinding serat (µm) 1 1977,53 ± 649,74 50 15,88 ± 6,30 7,51 ± 6,37 4,18 ± 1,58 3 1817,77 ± 528,38 50 17,33 ± 8,66 9,26 ± 9,37 4,03 ± 1,41 5 1846,50 ± 508,31 50 15,63 ± 8,12 7,70 ± 9,21 3,96 ± 1,47 7 1757,97 ± 487,77 50 15,10 ± 4,29 3,82 ± 3,52 5,63 ± 2,02 9 1920,77 ± 569,37 50 14,49 ± 5,22 3,94 ± 5,29 5,27 ± 1,79 Rata-rata 1864,11 ± 86,31 50 15,69 ± 1,06 6,45 ± 2,44 4,62 ± 0,77 Sumber: Data Primer Penelitian (2021)

A. Serat dengan perbesaran 4x

A. Serat bambu dengan perbesaran 4x B. Serat dengan perbesaran 40x

Gambar 3. Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)

(24)

12

Pada Tabel 4 diketahui nilai rata–rata panjang serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) yang diambil dari KHDTK Pondok Buluh. Jika data tersebut dimuat dalam bentuk grafik maka akan tampak pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Panjang Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) Pada grafik panjang serat yang ada pada Gambar 4. dengan serat terpanjang terdapat pada ketinggian meter ke-1 dengan panjang rata - rata 1977,532 µm, dan serat terpendek terdapat pada ketinggian meter ke-7 sebesar 1757,978 µm. Rata – rata panjang serat berkisar antara 1757,978–1977,532 µm dengan panjang rata-rata keseluruhan sebesar 1864,108 µm, termasuk kedalam golongan serat berukuran sedang dengan kelas mutu II atau sedang. Berdasarkan Tabel rangkuman pada Tabel 1. panjang serat bambu ini lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Eucalyptus (Eucalyptus pallita) dengan serat sepanjang 1020 µm (Lukmandaru, 2016). Panjang serat bambu ini juga lebih panjang dari kayu Akasia (Acacia mangium Wild) yang biasa digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan panjang serat sebesar 1454 µm (Ulfah dan Supiani, 2012).

Perbandingan nilai panjang serat Bambu Kuning yang berasal dari Pondok Buluh jika dibandingkan dengan beberapa jenis bambu yang terdapat pada Tabel 1, gambaran perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

0 500 1000 1500 2000 2500

1 3 5 7 9

Panjang serat m)

Meter Ketinggian

Panjang Serat

(25)

13

Gambar 5. Gambar perbandingan panjang serat bambu kuning dengan beberapa jenis bambu lain

Ket: 1). Praptoyo dan Yogasara, 2012; 2). Darwis et al, 2020; 3). Fatriasari dan Hermiati, 2008

Berdasarkan grafik pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa panjang serat Bambu Kuning jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Bambu Belangke (Gigantochloa puriens) dengan panjang serat sebesar 3515 µm (Darwis et al, 2020). Berdasarkan grafik panjang serat yang terdapat pada Gambar 5, maka Bambu Kuning memiliki serat yang lebih pendek dibandingkan dengan semua jenis bambu dari genus Gigantocholoa. Namun dibandingkan dengan genus bambu yang sama, panjang serat bambu ini lebih tinggi dari Bambusa rigida (Darwis et al, 2020) tetapi lebih rendah dibandingkan dengan bambu asper (Bambusa vulgaris) (Praptoyo dan Yogasara, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Praptoyo dan Wathoni (2013) yang melaporkan bahwa tempat tumbuh memberi pengaruh yang nyata terhadap panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding sel karena beberapa faktor seperti kondisi unsur hara dan juga curah hujan pada tempat tersebut dan perbedaan jenis bambu juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap dimensi pada serat.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai panjang serat sebagaimana disajikan pada Tabel 5 bahwa posisi batang tidak berbeda nyata terhadap nilai panjang serat pada selang kepercayaan 95%.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Jenis Bambu

Panjang Serat m) Bambusa vulgaris vitata

Bambusa vulgaris¹ Gigantochloa puriens² Gigantochloa brang² Bambusa rigida² Gigantochloa wrayi² Dendrocalamus asper³

(26)

14

Tabel 5. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap panjang serat

SK db JK KT F Sig

Perlakuan 4 89387,57 22346,89 0,903tn 0,498

Galat 10 247437,44 24743,74

Total 14 336825,01

Ket: tn) Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Pada hasil pengukuran rata- rata diameter serat pada serat Bambu Kuning pada Tabel 4 jika dimuat dalam bentuk grafik diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)

Pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) besar diameter berkisar antara 14,49 – 17,33 µm, dengan rata-rata keseluruhan sebesar 15,68 µm.

Diameter terbesar terdapat pada ketinggian meter ke-3 sebesar 17,313 µm dan diameter terkecil terdapat pada ketinggian meter ke-9 sebesar 14,499 µm. Jika dibandingkan dengan kayu Jabon merah (Anthocephalus microphyllus) (Lempang, 2014), diameter serat dari bambu ini lebih kecil dengan nilai 38,47 µm. Tetapi jika dibandingkan dengan bambu ampel (Bambusa vulgaris) (Praptoyo dan Yogasara, 2012), diameter bambu ini lebih tinggi dengan diameter bambu ampel sebesar 12,7 µm.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai diameter serat sebagaimana disajikan pada Tabel 6 bahwa posisi batang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai diameter serat bambu.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 3 5 7 9

m)

Meter ke-

Diameter Serat Diameter Lumen Tebal dinding serat

(27)

15

Tabel 6. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap diameter serat

SK db JK KT F Sig

Perlakuan 4 13,741 3,435 1,454tn 0,287

Galat 10 23,627 2,363

Total 14 37,368

Ket: tn) Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Rata – rata hasil pengukuran diameter lumen terhadap serat Bambu Kuning pada Tabel 2, didapatkan diameter lumen terbesar terdapat pada ketinggian meter ke-3 sebesar 9,29 µm, dan diameter lumen terkecil terdapat pada ketinggian meter ke-7 sebesar 3,93 µm. Pada Tabel 4, diameter lumen pada serat Bambu Kuning berkisar antara 3,93 – 9,29 µm. Serat dewasa umumnya terdiri dari bagian dinding sel dan lumen. Dinding serat dapat mengandung lignin sehingga dapat sangat tebal dan menutup lumen serat (Sulastri et al, 2014).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai diameter lumen sebagaimana disajikan pada Tabel 7 bahwa posisi batang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai diameter lumen bambu.

Tabel 7. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap diameter lumen serat

SK db JK KT F Sig

Perlakuan 4 70,286 17,571 4,160** 0,031

Galat 10 42,244 4,224

Total 14 112,530

Ket: **) Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Pada pengukuran tebal dinding serat pada serat Bambu Kuning, didapatkan tebal dinding tertinggi terdapat pada ketinggian meter ke-7 sebesar 5,52 µm, dan tebal dinding terkecil terdapat pada ketinggian meter ke-5 sebesar 3,96 µm. Tebal dinding serat berdasarkan Tabel 4 berkisar antara 3,96 – 5,63 µm dengan tebal keseluruhan sebesar 4,6 µm. Hasil ini lebih kecil dibandingkan dengan tebal dinding serat pada kayu Meranti (Laksono dan Solistyo, 2012) dengan dinding serat setebal 3,48 µm. Namun, jika dibandingkan dengan bambu Belangke (Darwis et al, 2020) dengan ketebalan 0,8 µm, dinding serat pada Bambu Kuning jauh lebih besar. Dinding serat yang tipis akan memudahkan serat melembek dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat akibatnya kekuatan tarik menjadi tinggi (Boerhendhy, 2006).

(28)

16

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai tebal dinding serat sebagaimana disajikan pada Tabel 8 bahwa posisi batang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai tebal dinding serat bambu.

Tabel 8. Sidik ragam pengaruh posisi batang bambu terhadap tebal dinding serat

SK db JK KT F Sig

Perlakuan 4 6,885 1,721 5,116** 0,017

Galat 10 3,364 0,336

Total 14 10,249

Ket: **) Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Nilai Turunan Dimensi Serat

Pengukuran nilai turunan dimensi serat dapat dilihat pada Tabel 5 yang dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 9. Turunan dimensi serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) Meter ke- Runkle

Ratio

Felting Power

Muhlsteph Ratio (%)

Coefficient of Ridigity

Flexibility Ratio

1 1,11 124,51 77,59 0,26 0,47

3 0,87 104,83 71,44 0,23 0,53

5 1,02 118,08 75,71 0,25 0,49

7 2,94 116,41 93,58 0,37 0,25

9 2,67 132,47 92,61 0,36 0,27

Rata-rata 1,72 119,26 82,18 0,29 0,40

Pada turunan serat dari Tabel 5 terlihat bahwa nilai runkle ratio pada serat Bambu Kuning, nilai runkle ratio terbesar terdapat pada ketinggian meter ke-7 dengan nilai sebesar 2,94 dan runkle ratio terkecil terdapat pada ketinggian meter ke-3 dengan nilai 0,87. Runkel ratio adalah perbandingan dari dua kali ketebalan dinding serat dan diameter lumen. Nilai dari Runkel ratio ini akan menentukan kesesuaian untuk produksi pulp nantinya. Menurut Augustina et al (2020) Semakin rendah runkle ratio maka pembentukan lembaran pulp yang akan dihasilkan akan lebih mudah dipipihkan, lebih mudah dibentuk, dan area permukaan yang terbentuk akan semakin besar. Hal ini menyebabkan pulp dan kertas yang dihasilkan semakin kuat karena ikatan antar seratnya yang semakin besar.

Berdasarkan Tabel 5, nilai felting power pada serat Bambu Kuning diperoleh nilai terbesar adalah 132,47 pada ketinggian meter ke-9 dan nilai

(29)

17

terkecil terdapat pada ketinggian meter ke-3 dengan nilai 104,83. Nilai felting power didapat dari hasil perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat.

Berdasarkan Fatriasari dan Hermiati (2008) daya tenun (felting power) yang tinggi menandakan serat tersebut tersusun lebih rapat sehingga akan menghasilkan kertas yang memiliki kekuatan sobek yang relatif tinggi. Artinya semakin tinggi nilai felting power, maka semakin besar semakin besar pula sifat lentur serat sehingga pembentukan ikatan antar serat menjadi lebih baik.

Berdasarkan Nilai muhlsteph ratio pada Tabel 5, nilai rasio yang terbesar terdapat pada ketinggian meter ke-7 dengan nilai 93,58% dan nilai muhlsteph ratio terkecil adalah 71,44% pada ketinggian meter ke-3. Nilai muhlsteph ratio mempengaruhi kepadatan lembaran pulp yang juga akan berpengaruh pada kekuatan pulp yang akan dihasilkan. Semakin rendah muhlsteph ratio maka semakin besar kerapatan lembaran dan sifat kekakuan pulp yang akan menghasilkan lembaran kertas yang halus, plastis, dan kua. Sebaliknya, nilai muhlsteph ratio yang rendah dan akan menghasilkan kekuatan dan sifat kekakuan yang rendah pula (Sutiya et al, 2012).

Berdasarkan Tabel 5, nilai koefisien kekakuan (coefficient of ridigity) terbesar adalah 0,37 yang terdapat pada ketinggian meter ke-7 dan nilai terkecil terdapat pada meter ke-3 dengan nilai 0,23. Nilai coefficient of ridigity berdasarkan Tabel 5 berkisar antara 0,23 – 0,37 dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 0,29. Koefisien kekakuan merupakan hasil perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Nilai coefficient of ridigity yang tinggi akan menghasilkan sifat kekakuan kertas tinggi. Kertas yang dihasilkan juga akan memiliki kekuatan tarik yang rendah (Herlina et al, 2018).

Flexibility ratio yang diperoleh pada turunan dimensi serat pada Tabel 3, nilai tertinggi terdapat pada ketinggian meter ke-3 dengan nilai 0,53 dan nilai flexibility ratio terkecil adalah 0,25 yang terdapat pada ketinggian meter ke-7.

Nilai rasio fleksibilitas berdasarkan pada Tabel 5 berkisar antara 0,25 – 0,53 dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 0,4. Hal ini berarti pada ketinggian meter ke-3 memiliki serat dengan diameter lumen paling lebar dan diameter serat yang kecil. Flexibility Ratio adalah hasil perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat. Nilai flexibility ratio yang tinggi menyebabkan kertas yang

(30)

18

dihasilkan memiliki kekuatan tarik yang baik dan lebih fleksibel dan tidak mudah kaku (Herlina et al, 2018).

Pengukuran nilai turunan dimensi serat dapat dilihat pada Tabel 6 yang dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 10. Kelas Mutu Bambu Kuning berdasarkan kriteria LPHH, 1976.

Meter ke-

Panjang

serat RR FP MR CR FR Total

Skor Kelas

1 50 - 100 25 25 25 225 II

3 50 25 100 25 25 25 250 II

5 50 - 100 25 25 25 225 II

7 50 - 100 25 25 25 225 II

9 50 - 100 25 25 25 225 II

Berdasarkan Tabel 5, runkle ratio pada Bambu Kuning berkisar antara 0,87–2,94 dengan nilai rata-rata sebesar 1,72. Berdasarkan penilaian serat kayu sebagai bahan pulp (LPHH, 1976) pada Tabel 3, maka runkle ratio pada ketinggian meter ke-3 termasuk dalam kelas mutu III dengan skor 25. Tetapi secara keseluruhan runkle ratio untuk bambu ini tidak termasuk kelas mutu dengan nilai rata-rata runkel sebesar 1,72. Bahan baku pembuatan pulp yang baik yaitu serat yang memiliki runkle ratio dengan kelas mutu I dengan runkle ratio yang lebih kecil dari 0.25 karena mempunyai dinding sel yang tipis dan diameter lumen yang besar sehingga serat dapat pipih seluruhnya di dalam lembaran pulp dan ikatan antar serat baik (Mutia et al, 2016).

Nilai felting power pada Bambu Kuning berdasarkan Tabel 5 berkisar antara 104,83 – 132,47 dengan rata-rata keseluruhan sebesar 119,26. Berdasarkan Tabel 3, serat dengan nilai felting power lebih dari 90 maka termasuk dalam kelas mutu I. Artinya, Bambu Kuning dengan nilai felting power lebih dari 90 pada setiap ketinggian termasuk dalam kelas mutu I.

Pada Tabel 5, nilai muhlsteph ratio pada Bambu Kuning berkisar antara 71,44-93,58% dengan rata-rata keseluruhan 82,18%. Berdasarkan penilaian serat kayu untuk bahan pulp di Indonesia (LHPP, 1976) pada Tabel 3, nilai muhlsteph ratio yang lebih besar dari 60% berada di kelas mutu III. Maka Bambu Kuning pada setiap ketinggian termasuk dalam kelas mutu III dengan nilai rata-rata sebesar 82,18%.

(31)

19

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai coefficient of ridigity pada serat Bambu Kuning berkisar antara 0,23 – 0,37 atau nilai lebih dari 0,2. Artinya serat Bambu Kuning dari semua ketinggian termasuk dalam kelas mutu III dengan skor mencapai 25. Menurut Fatriasari dan Hermiati (2008) pada pembentukan lembaran kertas serat dengan nilai coefficient of ridigity yang rendah cenderung lebih fleksibel/lentur, sehingga kualitas ikatan antar seratnya bagus dan mudah dibentuk menjadi kertas.

Berdasarkan kriteria Pulp pada Tabel 3, flexibility ratio Bambu Kuning pada ketinggian disetiap batang termasuk dalam kelas mutu III dengan nilai skor sebesar 25. Rata-rata keseluruhan untuk nilai flexibility ratio pada Bambu Kuning mencapai 0,4 saja, artinya secara keseluruhan untuk flexibility ratio maka Bambu Kuning termasuk dalam kelas mutu III.

Berdasarkan analisis dimensi serat dan nilai turunannya dibandingkan dengan persyaratan bahan baku pulp dan kertas yang terdapat pada Tabel 3, maka keseluruhan serat dari Bambu Kuning termasuk kedalam kelas mutu II dengan nilai skor mencapai 225. Menurut Nuriyatin dan Sofyan (2011), serat bambu dengan kelas mutu II dapat diindikasikan cukup baik jika digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas. Dengan demikian Bambu Kuning terindikasi cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas.

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

1. Hasil pengukuran dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) pada ketinggian meter ke-1 sampai dengan meter ke-9, didapatkan panjang berkisar antara 1757,978 - 1977,532 µm dengan rata-rata 1864,11 µm, diameter serat berada diantara 14,499 - 15,882 µm dengan rata-rata 15,69 µm, diameter lumen berkisar antara 3,825 - 9,266 µm dengan rata-rata 6,45 µm, dan tebal dinding serat berkisar 3,966 - 5,638 µm dengan rata-rata 4,62 µm.

2. Nilai dari turunan dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) dengan ketinggian meter ke-1 sampai dengan meter ke-9, didapatkan nilai runkle ratio sebesar 0,871 - 2,947 dengan rata-rata 1,72, felting power sebesar 104,837 - 132,479 dengan rata-rata 119,26, muhlsteph ratio sebesar 71,440 - 93,582% dengan rata-rata 82,18%, coefficient of ridigity sebesar 0,232 - 0,373 dengan rata-rata 0,29, dan flexibility ratio berkisar antara 0,253 - 0,534 dengan rata-rata 0,40. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata) yang diambil dari KHDTK Pondok Buluh termasuk dalam kelas mutu II dengan total perolehan skor sebesar 225 dan cukup baik apabila digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada penelitian lanjutan mengenai potensi bambu dan sifat-sifat dari bambu, baik itu sifat anatomi, mekanik, dan kimia pada bambu.

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

Arsad E. 2015. Teknologi pengolahan dan manfaat bambu. Jurnal riset industri hasil hutan 7(1):45-52.

Augustina S, Wahyudi I, Darmawan IW, Malik J. 2020. Ciri Anatomi Morfologi Serat dan Sifat Fisis Tiga Jenis Lesser-Used Wood Species Asal Kalimantan Utara Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 25(4):599- 609.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Produksi Kehutanan 2020. Badan Pusat Statistik.

Boerhendhy I, Agustina DS. 2006. Potensi pemanfaatan kayu karet untuk mendukung peremajaan perkebunan karet rakyat. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):61-67.

Darwis A. Iswanto A.H. Jeon W.S. Kim N.H. Wirjosentono B. Susilowati A. and Hartono R. 2020. Variation of quantitative anatomical characteristics in the culm of belangke bamboo (Gigantochloa pruriens). Bioresources 15(3):6617-6626.

Dewi L.M. and Supartini S. 2011. Anatomical Properties of Shorea Mujongensis Ps Ashton a Critically Endangered Species of Dipterocarps From Kalimantan. Indonesian Journal of Forestry Research 8(2):91-100.

Fatmalasari D, Mulyaningsih TM, and Aryanti E. 2019. Jenis-Jenis Bambu Dataran Tinggi di Sempadan Sungai Trengwilis Taman Nasional Gunung Rinjani Lombok. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 16(2) : 144-156.

Fatriasari W, Hermiati E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat fisis-kimia pada enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 1(2) :67-72.

Franklin GL. 1945. Preparation of thin sections of synthetic resins and wood- resin composites and a new macerating method for wood. Nature 155(3924) : 51.

Herlina H, Istikowati WT, Fatriani F. 2019. Analisis Kimia Dan Serat Pandan Rasau (Pandanus Helicopus) Sebagai Alternatif Bahan Baku Pulp Kertas, Jurnal Sylva Scienteae 1(2):150-159,

(34)

22

Huang XY, Qi JQ, Xie JL, Hao JF, Qin BD, Chen SM. 2015, Variation in anatomical characteristics of bamboo, Bambusa rigida. Sains Malays 44(1):17-23,

Kardiansyah T, Sugesty S. 2014. Karakteristik pulp kimia mekanis dari kenaf (Hibiscus cannabinus L) untuk kertas lainer Jurnal Selulosa 4(1):37-46

Laksono AD, Sulistyo J. 2012. Dimensi Serat Dan Sifat Fisika Mekanika Dua Jenis Kayu Meranti Merah Dengan Kondisi Tempat Tumbuh Yang Berbeda Asal Kalimantan Tengah Universitas Gadjah Mada

Lempang M. 2014. Sifat dasar dan potensi kegunaan kayu jabon merah Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 3(2):163-175

Loiwatu M, Manuhuwa E. 2008. Komponen kimia dan anatomi tiga jenis bambu dari Seram Maluku Agritech 28(2):76-83

Lukmandaru G, Zumaini UF, Soeprijadi D, Nugroho WD, Susanto M. 2016.

Chemical properties and fiber dimension of Eucalyptus pellita from the 2nd generation of progeny tests in Pelaihari South Borneo Indonesia.

Journal of The Korean Wood Science and Technology 44(4) : 571-588

Mutia T, Sugesty S, Hardiani H, Kardiansyah T, Risdianto H. 2016. Potensi serat dan pulp bambu untuk komposit peredam suara Jurnal selulosa 4(01):25- 36

Muhtar FD, Sinyo Y, Ahmad H. 2017. Pemanfaatan Tumbuhan Bambu Oleh Masyarakat Di Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan Jurnal Saintifik 1(1): 37-44

Nuriyatin N, Sofyan K. 2011 Kemungkinan pemanfaatan beberapa jenis bambu tertentu berdasarkan pola penyusunan berkas pembuluh sebagai bahan baku pulp dan kertas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 29(4):287-300

Ompusunggu ML. 2017 Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara

Praptoyo H, Wathoni F. 2013. Pengaruh perbedaan tempat tumbuh terhadap variasi sifat anatomi bambu wulung (Gigantochloa atroviolaceae) pada kedudukan aksial dalam Suwinarti W Kusuma IW Erwin dan Ismail In Seminar Nasional “Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia XVI”(Hal 21–

35) Balikpapan Universitas Mulawarman

Praptoyo H, Yogasara A. 2012. Sifat Anatomi Bambu Ampel (Bambusa Vulgaris Schrad) Pada Arah Aksial dan Radial Jurnal Fakultas Kehutanan UGM

(35)

23

Rini D S Wulandari FT, Aji IML. 2017. Studi Jenis dan Sebaran Bambu di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru Sangkareang Mataram 3 (4) : 37 – 41

Rikardo R Purwoko A, Latifah S. 2015. Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan dan Pelatihan Pondok Buluh Peronema Forestry Science Journal 4(3):231-330

Sulastri MR. 2014. Dimensi Serat Avicennia marina (Forsk) Vierh and Avicennia alba Blume Protobiont 3(1):12-16

Sutiya B, Istikowati WT, Rahmadi A, Sunardi. 2012. Kandungan kimia dan sifat serat alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai Gambaran bahan baku pulp dan kertas Bioscientiae 9(1):1-7

Ulfah D, Supiani S. 2012. Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Dimensi Serat Dan Nilai Turunan Serat Kayu Akasia Daun Lebar (Acacia Mangium Willd) Jurnal Hutan Tropis 13(1):1-10

Wardani L, Mahdie F, Hadi YS. 2014. Struktur Dan Dimensi Serat Pelepah Kelapa Sawit Frond Stucture and Dimensions Fiber of Oil Palm Jurnal Hutan Tropis 2(1):47-51

Yani A. 2014. Keanekaragaman Bambu Dan Manfaatnya Di Desa Tabalangan Bengkulu Tengah Gradien 10 (2):987–991

(36)

LAMPIRAN

a b c

d e f

Ket: a). Tabung Reaksi; b).Larutan; c). Waterbath; d). Merebus Bambu; e). Mikroskop ; f). Serat Bambu Kuning

Lampiran 2. Pengambilan Sampel Bambu Kuning dari KHDTK Pondok Buluh Lampiran 1. Dokumentasi alat dan bahan pengujian yang digunakan

(37)

25

Lampiran 3. Uji DMRT Panjang Serat

Ketinggian N Subset for alpha = 0,05

1

7 3 1757,97829

3 3 1817,77276

5 3 1846,50757

9 3 1920,77059

1 3 1977,53183

Sig, 0,147

Lampiran 4. Uji DMRT Diameter Serat

Ketinggian N Subset for alpha = 0,05

1

9 3 14,49867

7 3 14,98967

5 3 15,63667

1 3 15,882

3 3 17,313

Sig, 0,066

Lampiran 5. Uji DMRT Diameter Lumen

Ketinggian N Subset for alpha = 0,05

1 2

7 3 39,360

9 3 39,367

1 3 75,180 75,180

5 3 77,053 77,053

3 3 92,923

Sig, ,063 ,337

(38)

26

Lampiran 6. Uji DMRT Tebal Dinding Serat

Ketinggian N Subset for alpha = 0,05

1 2

5 3 39,653

3 3 40,100

1 3 41,817

9 3 52,783

7 3 55,533

Sig, ,672 ,574

Gambar

Gambar 1. (A).Serat bambu, (B) Penampang Melintang, dan (C). Penampang  Radial
Tabel 4. Dimensi serat pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)  meter ke-
Gambar 4. Grafik Panjang Serat Bambu Kuning (Bambusa vulgaris vitata)  Pada  grafik  panjang  serat  yang  ada  pada  Gambar  4
Gambar  5.  Gambar  perbandingan  panjang  serat  bambu  kuning  dengan  beberapa   jenis bambu lain
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada formula V, yaitu krim dengan minyak atsiri lengkuas 3,50 g memberikan daya antijamur yang lebih baik dibanding krim formula III dan formula IV (krim dengan

Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui sejauh mana penggunaan teknologi informasi, terutama komputer, dalam proses operasi perusahaan; (2) mengetahui pengaruh langsung

Apabila Pemerintah akan mengem- bangkan air tanah di daerah penelitian sebaiknya pada satuan bentuk lahan tanggul alam karena dari potensi mau- pun mutu akan tercukupi

Disebut demikian karena dengan adanya lemak Disebut demikian karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuk yang tidak larut dalam air itu, maka

Dari pernyataan di atas penulis tertarik untuk mengkomparasikan atau membandingkan bagaimana proses dan prestasi belajar terutama dalagm mata pelajaran Pendidikan Agama

tersebut terlihat bahwa Kabupaten Lombok Timur memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi, Kemudian diikuti oleh Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten

Kotler menyatakan bahwa jasa adalah berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh salah satu pihak dalam memberikan penawaran pada pihak lain dalam wujud tidak kasat mata dan tidak