• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRES AKADEMIK DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 PANTAI CERMIN MASA PANDEMI COVID-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN STRES AKADEMIK DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 PANTAI CERMIN MASA PANDEMI COVID-19"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

e-isssn : 2655- 0865

Email : official@ranahresearch.com Online: https://ranahresearch.com.

141

HUBUNGAN STRES AKADEMIK DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 PANTAI CERMIN MASA PANDEMI

COVID-19

Bunga Islami Yusa1

1)Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Negeri Padang

KATA KUNCI A B S T R A K

Stres akademik, psychological well-being, siswa SMAN 1 Pantai Cermin

Sejak tahun 2020, dunia termasuk Indonesia dinyatakan sudah terinfeksi sebuah virus yang dinilai berbahaya dan sudah merenggut banyak korban jiwa yaitu virus Covid-19.

Dalam rangka mengurangi angka penularan, pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan salah satunya kebijakan dalam proses pembelajaran dimana proses pembelajaran tersebut dibatasi atau dilakukan secara online. Namun, proses pembelajaran boleh dilakukan secara offline dengan memenuhi persyaratan yang berlaku.

Perubahan sistem pembelajaran ini dinilai kurang efektif dan mampu memicu stres bagi siswa sehingga dapat berpengaruh pada kesejahteraan psikologisnya. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara stres akademik dengan psychological well-being siswa SMA Negeri 1 Pantai Cermin masa pandemi Covid-19.

Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah Skala Psychological Well-Being dan Skala Stres Akademik yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan terhadap 169 subjek dari SMAN 1 Pantai Cermin menggunakan teknik incidental sampling. Analisis korelasi dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson Product moment dengan hasil korelasi antara stres akademik dengan psychological well-being yaitu r = -0,285 dengan nilai signifikansi p = 0,000, sehingga Ha diterima.

Artinya, terdapat hubungan negatif signifikan antara stres akademik dengan psychological well-being pada siswa SMAN 1 Pantai Cermin.

KORESPONDEN

E-mail:

bungaislamiyusa@gmail.com

PENDAHULUAN

Dunia termasuk Indonesia dibuat kewalahan karena terinfeksi sebuah virus berbahaya dari Wuhan, Tiongkok yang bernama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) serta nama penyakitnya yaitu Coronavirus Disease 2019 atau disingkat menjadi Covid-19 (WHO, 2020). Data global pada 24 Februari 2021 melaporkan bahwa setidaknya terdapat 112jt kasus dari 216 negara di dunia teridentifikasi serta diperkirakan sekitar 2,48jt orang diantaranya meninggal dunia.

(2)

142 Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan baru guna menekan angka penyebaran virus ini seperti kebijakan lockdown serta social distancing dan menghasilkan penurunan secara signifikan pada laju angka penyebarannya (Center for Tropical Medicine UGM, 2020;

Fang,Weedon.,&Handley, 2020). Kebijakan baru juga diberlakukan dalam ranah akademik, dimana melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 menyatakan proses pembelajaran tatap muka dialihkan menjadi daring. Namun, sistem pembelajaran ini dinilai banyak kekurangan serta memperlihatkan bahwa kalangan pendidik masih belum siap untuk menyesuaikan diri dengan era digital (Charismiadji, 2020). Kemudian pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 116266/A5/HK/2020 berisikan aturan kebijakan sekolah tatap muka yang sudah boleh dilakukan pada tahun ajaran 2020/2021 dengan persyaratan tertentu, namun tidak diwajibkan. Berdasarkan surat ini, sudah banyak sekolah yang menerapkan proses belajar mengajar secara langsung termasuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pantai Cermin, di Kabupaten Solok. Melalui survei oleh peneliti, SMAN 1 Pantai Cermin sudah melakukan proses belajar mengajar secara langsung yang dicampur dengan sistem pembelajaran online. Artinya, proses belajar mengajar dilakukan dengan pembagian shift antar siswa. Kelas yang awalnya siswa berjumlah 30 orang, dibagi menjadi dua shift dengan 15 siswa bersekolah tatap muka dan 15 siswa bersekolah secara daring di minggu pertama. Kemudian pada minggu-minggu berikutnya dilakukan pergantian shift, sehingga dapat dikatakan siswa bersekolah dengan sistem pembelajaran satu minggu dilakukan secara tatap muka dan satu minggu lagi dilakukan secara daring. Selain itu, jam pembelajaran juga dibatasi untuk sekolah tatap muka yaitu 3 jam (08.00-11.00 WIB) dengan 3 mata pelajaran. Satu jam mata pelajaran yaitu 30 menit.

Kegiatan selama 3 jam sekolah tatap muka ini, tidak adanya jam istirahat.

Dalam proses pembelajaran, emosi positif memiliki peran penting bagi siswa karena emosi yang positif akan memberikan dampak positif juga terhadap kesejahteraan psikologis siswa tersebut (Fredrickson dan Joiner, 2002). Siswa dengan kesejahteraan psikologis akan dapat mengembangkan potensinya dan memiliki pemikiran positif terhadap permasalahan dalam hidup. Kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi dimana individu sudah mampu dalam segi penerimaan terhadap dirinya, dapat menjalin hubungan positif dengan orang lain, dapat menentukan keputusannya, mempunyai arah serta tujuan dalam hidupnya, dan mampu menggali serta mengembangkan potensi yang dimilikinya (Disabato, Goodman, Kashdan, Short,& Jarden, 2016). Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan sulitnya tercapai kesejahteraan psikologis bagi siswa, salah satunya adalah stres akademik.

Berdasarkan wawancara oleh peneliti kepada lima orang siswa SMAN 1 Pantai Cermin dari kelas yang berbeda. Kegiatan wawancara dilaksanakan di lingkungan sekolah pada Maret 2021. Lima orang siswa tersebut menjelaskan bahwa mereka lebih memilih kegiatan pembelajaran langsung atau tatap muka dari pada melalui alat komunikasi (online).

Meskipun saat ini sistem pembelajaran mereka tidak sepenuhnya daring (satu minggu tatap muka, satu minggu daring), mereka mengatakan sistem tersebut tetap kurang efektif untuk proses pembelajaran. Mereka melakukan sekolah tatap muka, namun interaksi dengan guru tetap terbatas yang mengakibatkan siswa kesulitan memahami materi pelajaran. Kebanyakan guru hanya memberikan tugas kepada muridnya dan mereka harus tetap berusaha mencari sendiri materi-materi secara online untuk menyelesaikan tugas tersebut. Tugas yang diberikan

(3)

143 juga dinilai banyak baik saat sekolah tatap muka maupun saat sekolah daring. Hal ini menyebabkan mereka kewalahan karena tuntutan tugas yang lebih banyak dari biasanya, sehingga dapat mengganggu waktu tidur mereka. Mereka memiliki kecemasan akan capaian- capaian pembelajaran yang harus mereka kuasai sendiri. Mereka mengaku terkadang merasa lelah dengan tuntutan-tuntutan yang ada sehingga mereka pasrah dan masa bodo atas ketidakpahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Selain itu, mereka mengatakan bahwa prestasi akademik mereka tidak stabil. Hambatan lain yang juga sangat mempengaruhi adalah kekuatan jaringan serta paket kuota. Beberapa kasus mengungkapkan bahwa terdapat beberapa siswa yang akhirnya putus sekolah dan menikah saat sekolah daring atau saat sekolah tatap muka tidak sepenuhnya dilakukan. Ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran. Setyawan & Dewi (2015) mengungkapkan bahwa jika kepuasan siswa tinggi, maka tingkat well-being siswa akan tinggi dan ini akan berpengaruh terhadap motivasi siswa tersebut.

Permasalahan-permasalahan yang kemudian timbul termasuk ketidakstabilan prestasi akademik siswa mampu memicu stres akademik pada siswa khususnya terhadap siswa yang tidak memiliki kesiapan serta tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar (Ifdil & Ardi, 2013). Stres akademik yaitu suatu penilaian dan respon dari individu terhadap stressor bersumber dari lingkungan akademik (Gadzella, & Masten, 2005). Siswa dengan stres akademik cenderung berkaitan dengan permasalahan kecemasan serta depresi ( Abouserie, 1994; Gadzella, Masten dan Stacks, 1998; Pury, 2002 ). Artinya, siswa yang mengalami stres akademik cenderung memiliki emosi yang negatif sehingga memberikan dampak yang negatif pada kesejahteraan psikologisnya.

Penelitian sebelumnya oleh Cole (2014) menyatakan bahwa korelasi dari variabel stres akademik terhadap variabel psychological well-being secara umum adalah negatif tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek psychological well-being yang paling dipengaruhi oleh stres akademik.

Peneliti kali ini akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan dari stres akademik dengan psychological well-being serta aspek psychological well-being mana saja yang paling terpengaruh pada siswa SMA N 1 Pantai Cermin.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional untuk melihat hubungan antara dua variabel melalui metode pengolahan data statistik.

Sampel berjumlah 169 siswa dengan teknik pengambilan sampel yaitu incidental sampling, artinya siapa saja siswa SMAN 1 Pantai Cermin yang kebetulan dijumpai oleh peneliti dan layak untuk digunakan sebagai sampel (pengecualian untuk siswa kelas 1).

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pemberian kusioner kepada sampel.

Instrumen penelitian yaitu Skala Stres Akademik berjumlah 21 item favorable dan Skala Psychological Well-Being berjumlah 32 item (17 item favorable dan 15 item unfavorable) yang dilakukan oleh peneliti dan sudah melalui pengujian validitas serta reliabilitas

(4)

144 menggunakan bantuan program SPSS 26’ for Windows. Nilai reliabilitas untuk Skala Stres Akademik adalah 0,839 dan untuk Skala Psychological Well-Being adalah 0,879.

Skala penelitian dalam penelitian ini yaitu Skala Likert yang sudah dimodifikasi terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) dengan ketetapan skor 4,3,2,1 untuk favorable dan 1,2,3,4 untuk unfavorable. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melakukan uji asumsi dan uji hipotesis yang dibantu oleh software dari program SPSS 26’ for Window.

HASIL

Berdasarkan deskripsi data penelitian, ditemukan nilai minimum dan maksimum variabel psychological well-being adalah 67 dan 117, sedangkan untuk variabel stres akademik adalah 35 dan 101. Nilai mean dan standar deviasi dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik hipotetik. Untuk variabel psychological well-being nilai mean hipotetiknya adalah 80 dan standar deviasi hipotetik yaitu 16. Sedangkan variabel stres akademik memiliki nilai mean hipotetik 52,5 dan standar deviasi hipotetiknya yaitu 10,5.

Kategorisasi dalam penelitian ini membagi subjek menjadi 5 kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Penormaan yang digunakan adalah statistik hipotetik dengan alat ukur sebagai acuan. Berdasarkan hasil perhitungan yang juga dibantu oleh program SPSS 26’ for Windows diperoleh subjek yang memiliki psychological well- being rendah 1 orang (0,6%), sedang 41 orang (24,3%), tinggi 96 orang (56,8%), dan sangat tinggi 31 orang (18,3%). Kategorisasi juga dilakukan terhadap aspek-aspek psychological well-being dimana pada aspek penerimaan diri terdapat 2 orang tergolong rendah (1,2%), sedang 22 orang (13,0%), tinggi 79 orang (46,7%), dan sangat tinggi 66 (39,1%). Pada aspek hubungan positif dengan orang lain terdapat 5 orang tergolong rendah (3,0%), sedang 22 orang (13,0%), tinggi 88 orang (52,1%), dan sangat tinggi 54 (32,0%). Aspek otonomi terdapat 1 orang tergolong sangat rendah (0,6%), rendah 9 orang (5,3%), sedang 36 orang (21,3%), tinggi 104 orang (61,5%), dan sangat tinggi 19 (11,2%). Untuk aspek penguasaan lingkungan terdapat 8 orang tergolong rendah (4,7%), sedang 55 orang (32,5%), tinggi 93 orang (55,0%), dan sangat tinggi 13 (7,7%). Aspek pertumbuhan pribadi terdapat 1 orang tergolong sangat rendah (0,6%), rendah 10 orang (5,9%), sedang 64 orang (37,9%), tinggi 85 orang (50,3%), dan sangat tinggi 9 (5,3%). Selanjutnya untuk aspek tujuan hidup terdapat 7 orang tergolong rendah (4,1%), sedang 34 orang (20,1%), tinggi 86 orang (50,9%), dan sangat tinggi 42 (24,9%). Sementara subjek yang memiliki stres akademik sangat rendah 1 orang (0,6%), rendah 5 orang (3,0%), sedang 80 orang (47,3%), tinggi 75 orang (44,4%), dan sangat tinggi 8 orang (4,7%).

Setelah dilakukan analisis data menggunakan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas diperoleh hasil bahwa nilai residual dinyatakan berdistribusi normal (p=

0,200>0,05) dan kedua variabel memiliki hubungan linear (sig deviation from linearity sebesar 0,019 < 0,05). Selanjutnya, dilakukan analisis hipotesis yaitu uji korelasi dengan teknik korelasi Pearson Product moment ditemukan hasil bahwa variabel stes akademik dengan variabel psychological well-being berkorelasi (p=0,000<0,05) dengan koefisien

(5)

145 korelasi -0,285. Berdasarkan pedoman derajat hubungan uji korelasi dalam Sugiyono (2013), derajat hubungan variabel stres akademik dengan variabel psychological well-being tergolong dalam kategori yang lemah, sementara tanda minus (-) menunjukkan bahwa hubungan keduanya adalah negatif, artinya semakin tinggi stres akademik maka semakin rendah psychological well-beingnya begitu juga sebaliknya.

Selanjutnya mengkaji hubungan variabel stres akademik dengan variabel psychological well-being ditinjau dari aspek-aspek psychological well-being, ditemukan bahwa variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek penerimaan diri (koefisien korelasi=

-0,224 dan taraf signifikansi (p)=0,003, p<0.05) dengan derajat hubungan yang lemah serta bentuk hubungannya adalah negatif. Variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek hubungan positif dengan orang lain (koefisien korelasi= -0,269 dan taraf signifikansi (p)=

0,000, p<0.05) dengan derajat hubungan lemah serta bentuk hubungannya adalah negatif.

Variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek otonomi (koefisien korelasi= -0,224 dan taraf signifikansi (p)= 0,003, p<0.05) dengan derajat hubungan lemah serta bentuk hubungannya adalah negatif. Variabel stres akademik tidak berkorelasi dengan aspek penguasaan lingkungan (koefisien korelasi= -0,036 dan taraf signifikansi (p)= 0,642, p>0.05) dengan derajat hubungan yang sangat lemah dan bentuk hubungannya adalah negatif.

Variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek pertumbuhan pribadi (koefisien korelasi= - 0,218dan taraf signifikansi (p)= 0,004, p<0.05) dengan derajat hubungan lemah serta bentuk hubungannya adalah negatif. Serta variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek tujuan hidup (koefisien korelasi= -0,171 dan taraf signifikansi (p)= 0,027 dengan p<0.05) dengan derajat hubungan yang sangat lemah dan bentuk hubungannya adalah negatif.

DISKUSI

Berdasarkan temuan penelitian, didapatkan hasil tingkat psychological well-being siswa dominan berada pada kateori tinggi dengan persentase 56,8 dan sangat tinggi dengan persentase 18,3. Pengkategorisasian juga dilakukan terhadap aspek-aspek dari psychological well-being dan menunjukkan dominan pada tingkat kategori yang tinggi. Artinya, siswa SMAN 1 Pantai Cermin secara umum dapat dikatakan memiliki psychological well-being yang tinggi baik dalam segi penerimaan diri, memiliki hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan pribadi, serta tujuan hidup. Ini sejalan dengan Ryff (1989) yaitu individu dengan psychological well-being yang tinggi akan merasa puas dengan hidupnya, memiliki keadaan emosional yang baik, mampu menghadapi dengan baik situasi dan kondisi buruk yang bisa memberikan dampak negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, berkepribadian mandiri tanpa bergantung dengan orang lain, memiliki tujuan hidup, mampu mengatur kondisi lingkungannya, serta dapat mengembangkan dirinya sendiri. Individu yang memiliki skor lebih tinggi pada psychological well-being cenderung mengadopsi strategi koping yang adaptif, seperti komitmen, penilaian ulang positif, atau mencari dukungan instrumental dan emosional. Sebaliknya, individu yang memiliki skor lebih rendah pada psychological well-being cenderung menggunakan strategi koping yang lebih tidak fungsional, seperti menyalahkan diri sendiri, mengabaikan masalahnya, atau berlindung dalam pikiran-pikiran fantastis (Aulia & Panjaitan, 2019).

(6)

146 Hasil kategorisasi yang telah dilakukan terhadap variabel stres akademik menunjukkan hasil bahwa variabel stres akademik dominan berada pada kategori yang sedang dengan persentase 47,3. Ini menandakan bahwa sebagian besar subjek mengalami stres akademik selama masa Covid-19. Menurut Ningsih dkk. (2020), kondisi selama pandemi ini tentunya membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak betah belajar sehingga memicu adanya academic stressor. Stres akademik bisa muncul pada individu karena adanya academic stressor yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar seperti banyaknya tugas yang harus diselesaikan, lama waktu belajar, serta mendapat nilai ulangan yang jelek (Nurmaliah, 2014).

Berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel stres akademik dengan variabel psychological well-being pada siswa SMAN 1 Pantai Cermin. Ini berarti, semakin tinggi stres akademik siswa maka semakin rendah psychological well-beingnya (kesejahteraan psikologisnya). Begitu pula sebaliknya, semakin rendah stres akademik siswa maka akan semakin tinggi tingkat psychological well-beingnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cole (2014) yang menjelaskan secara umum mengenai hubungan stres akademik dengan psychological well-being yaitu terdapat hubungan yang negatif diantara keduanya.

Pada penelitian ini, siswa mengalami stres akademik pada kategori sedang tetapi tetap sejahtera secara psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMAN 1 Pantai Cermin mampu merespon stressor yang ada dengan respon yang positif. Respon yang positif ini akan mampu menjadi pendorong bagi siswa untuk lebih berusaha, meningkatkan kinerja, meningkatkan kepercayaan diri, serta memperoleh hasil yang baik. Menurut Quick et al (1997), stres ada dua yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan hasil dari respon terhadap tekanan yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif. Sedangkan distress merupakan hasil dari respon terhadap tekanan yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa siswa mampu merespon dengan positif (eustress) sehingga siswa tetap sejahtera secara psikologisnya. Bagaimana siswa merespon stres dan mempersiapkan diri dapat membantu remaja untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya (Kempf, 2011). Stres yang dialami siswa akan berdampak positif jika direspos secara positif, namun sebaiknya tidak berkelanjutan atau berlebihan karena akan berubah menjadi dampak negatif jika dalam waktu berkepanjangan.

Lebih lanjut, pengkajian mengenai hubungan variabel stres akademik dengan variabel psychological well-being ditinjau dari aspek-aspek psychological well-being didapatkan kesimpulan bahwa variabel stres akademik berkorelasi dengan aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, pertumbuhan pribadi, dan tujuan hidup dengan derajat hubungan yang lemah dan sangat lemah untuk aspek tujuan hidup serta bentuk hubungannya adalah negatif. Sedangkan hubungan antara variabel stres akademik dengan aspek penguasaan lingkungan dari variabel psychological well-being dinyatakan tidak berkorelasi dengan derajat hubungan yang sangat lemah dan berntuk hubungannya adalah negatif. Stres akademik dengan aspek penerimaan diri, hubungan positif, otonomi, pertumbuhan pribadi, dan tujuan hidup memiliki hubungan signifikan yang berarti stres akademik siswa sebagian besar dipengaruhi oleh bagaimana siswa tersebut menerima keadaan dirinya, bagaimana hubungan siswa tersebut dengan orang lain, bagaimana

(7)

147 kemandirian siswa, bagaimana pertumbuhan pribadi siswa tersebut, serta bagaimana siswa memikirkan dan merancang arah dan tujuan hidupnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan penelitian, dapat diperoleh kesimpulan yaitu secara umum siswa SMAN 1 Pantai Cermin memiliki tingkat stres akademik yang lebih dominan pada kategori sedang dengan persentase 47,3%. Mayoritas siswa SMAN 1 Pantai Cermin memiliki tingkatan psychological well-being yang dominan pada kategori tinggi dengan persentase 56,8%. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara stres akademik dengan psychological well-being siswa SMAN 1 Pantai Cermin. Semakin tinggi stres akademik siswa maka semakin rendah psychological well-beingnya (kesejahteraan psikologisnya).

Sebaliknya, semakin rendah stres akamik siswa maka akan semakin tinggi tingkat psychological well-beingnya. Selanjutnya hubungan stres akademik dengan psychological well-being siswa SMAN 1 Pantai Cermin ditinjau dari aspek-aspek psikologisnya adalah negatif signifikan pada aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, pertumbuhan pribadi, dan tujuan hidup. Namun stres akademik dinyatakan memiliki hubungan negatif yang tidak signifikan dengan aspek penguasaan lingkungan.

SARAN

1. Kepada Subjek Penelitian

Berdasarkan temuan penelitian, ditemukan bahwa aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, pengembangan pribadi, dan tujuan hidup memiliki peranan dalam stres akademik yang dialami oleh siswa. Ini menunjukkan bahwa siswa tidak merasa puas terhadap dirinya, cenderung tidak terbuka dengan orang lain dan merasa terasingkan, terlalu bergantung dengan orang lain, tidak tertarik dengan kehidupan, serta seperti kehilangan arah dalam hidupnya. Sehingga peneliti menyarankan agar subjek segera berkonsultasi dengan BK terkait permasalahan yang mengganggu pikiran, dan juga agar subjek dapat lebih terbuka serta lebih dapat memandang secara positif permasalahan yang dihadapi. Peneliti menyarankan supaya subjek tidak menjadikan permasalahan yang ada sebagai beban. Namun terkadang untuk mengatasi permasalahan pada diri siswa sekolah ataupun keluarga seharusnya memberikan perhatian lebih serta memberikan support kepada siswa tersebut. Karena dalam permasalahan yang dialami oleh siswa, untuk mengatasinya akan lebih baik ada hubungan timbal balik antara lingkungan dengan siswa tersebut. Seperti memberikan motivasi serta menstimulus siswa agar dapat kembali memiliki pandangan hidup positif, merasa percaya diri, dan menyadari harapan-harapan yang mereka miliki. Selain itu, pihak guru sebaiknya dapat lebih banyak menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan siswa baik secara offline maupun online. Ini bisa berupa membuat grup whatsapp dimana siswa bebas berinteraksi dengan guru, dan guru juga aktif dalam meresponnya. Dengan begitu siswa akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan pada aspek kesejahteraan psikologis sehingga dapat menurunkan tingkat stres akademik yang dialami siswa.

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

Peneliti mengharapkan agar peneliti selanjutnya dapat memperluas cakupan populasi penelitian dan juga lebih menspesifikan kriteria subjek. Peneliti juga berharap untuk

(8)

148 peneliti selanjutnya yang meneliti topik sama yaitu hubungan stres akademik dengan psychological well-being agar menggunakan teknik pengumpulan data dan analisis data yang berbeda sehingga dapat memperkaya kajian terkait stres akademik dengan psychological well-being.

DAFTAR PUSTAKA

Abouserie, R. (1994). Sources and levels of stres in relation to locus of control and selfesteem in university students. Educational Psychology, 14(3), 323-330.

Agolla, J. E., & Ongori, H. (2009). An assesment of academic stres among undergraduate students. Academic Journals, Educational Research and Review, 4(2), 63-67.

Aulia, S., & Panjaitan, U. (2019). Kesejahteraan psikologis dan tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 127-134.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi (Ed.2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Carveth, J. A., Gesse, T., & Moss, N. (1996). Survival strategies for nurse midwifery students. Journal of Nurse Midwifery, 41, 50–54.

Center for Tropical Medicine UGM. (2020). Desa Tangguh COVID-19. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Charismiadji, I. (2020). Mengelola Pembelajaran Daring yang Efektif https://news.detik.com/kolom/d-4960969/mengelola-pembelajaran-daringyang- efektif pada tanggal 04 Juni 2020, pukul 12.05 WIB.

Cole, N. N., Nonterah, C. W., Utsey, S. O., Hook, J. N., Hubbard, R. R., Annabella, O. H., Fischer, N. L. (2015). Predictor and moderator effects of ego resilience and mindfulness on the relationship between stres akademik and psychological well- being in a sample of Ghanaian college students. Journal of Black Psychology, 41(4), 340-357.

Disabato, Goodman, Kashdan, Short, & Jarden. (2016). Different types ofwellbeing? A cross- cultural examination of hedonic and eudaimonic well-being. Psychological Assessment, 28(5), 471. doi: 10.1037/pas0000209

Dixit, M., &Signh, N. (2015). Stres akademik of school student in relation to their self esteem. Global Journal For Research Analysis, 4, 1-2.

Fairbrother., & Warn. (2003). Workplace dimensions, stress & job satisfaction. Journal of Managerial Psychology, 18(1), 8-21.

Fang, J., Weedon, A., & Handley, E. (2020). Coronavirus COVID-19’s Wuhan Lockdown: A Month On.

Feist, J., & Gregory, J. F. (2006). Theories of Personality Sixth Edition. United States:

McGraw-Hill Companies. Inc.

(9)

149 Fredrickson, B. L., & Joiner, T. (2002). Positive emotions trigger upward spirals toward

emotional well-being. Psychological Science, l3(2), 172- 175

Gadzella, B. M., & Masten, W. G. (2005). An analysis categories in the student-life stress inventory. American Journal of Psychological Research, 1(1), 1-10.

Gadzella, B. M., Masten, W. G., & Stacks, J. (1998). Students’ stres and their learning strategies, text anxiety, and attributions. College Student Journal, 32, 416-422.

Hardjana. (1994). Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius

Heiman., & Kariv. (2005). Task-Oriented versus emotion-oriented coping strategies: the case of college students. College Student Journal, 39 (1), 72-89.

Hicks, T., & Heastie, S. (2008). High school to collage transition: A profile of the stressor, physical and. Journal of Diversity, 15(3), 143-147.

Hidalgo, J. L. et al.. (2010). Psychological Well-Being, Assessment Tools and Related Factors. New York: Nova Science Publishers, Inc.

Ifdil, T., & Ardi, Z. (2013). Kondisi stres akademik siswa SMA Negeri di Kota Padang.

Jurnal Konseling dan Pendidikan, 1(2), 143-150. doi: 10.29210/12200

Kadapatti, M., & Vijayalaxmi, A. H. M. (2012). Stressors of stres akademik-A study on Pre- University Students. Indian Journal of Scientific Research, 3, 171-175.

Karlsen, B., Itsoe, T., Hanestad, B. R., Murberg, T., & Bru, E. (2004). Perceptions of support, diabetes-related coping and psychological well-being in adults with type 1 and type 2 diabetes. Psychology, Health and Medicine, 9 (1), 53-70. doi:

10.1080/13548500310001637751

Kempf, Jennifer. (2011). Recognizing and managing stress: coping strategies for adolescents.

Thesis. University of Wisconsin-Stout.

Kusuma, P. P., & Gusniarti, U. (2008). Gifted review: Hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Jurnal Keberbakatan & Kreativitas, 2(1), 31-43. Retrieved from https://issuu.com/puskat/docs/jurnal_edisi_3

Lakoy, F. S. (2009). Psychological well-being perempuan bekerja dengan status menikah dan belum menikah. Jurnal Psikologi, 7(2), 71- 80.

Levin, J. S. (1994). Religion in Aging and Health. United States of America: Sage Publications, Inc.

Lin, Y. M., & Chen, F. S. (2009). Stres akademik inventory of students at universities and colleges of technology. Jurnal World Transactions on Engineering and Technology Education, 7(2), 157-161.

Mawarpury, M. (2013). Coping sebagai prediktor kesejahteraan psikologis: Studi meta analisis. Psycho Idea, 11(1), 38-47. doi: 10.30595/psychoidea.v11i1.254

(10)

150 Millatina, A., & Yanuvianti, M. (2015). Hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being pada wanita menopouse (di RS Harapan Bunda Bandung).

Prosiding Psikologi, 2, 300-308

Nasution. (2011). Metode Research Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ningsih, S., Yandri, H., Sasferi, N., & Juliawati, D. (2020). An analysis of junior high school students' learning stress levels during the covid-19 outbreak: review of gender differences. Psychocentrum Review, 2(2), 69-76.

Nurmaliyah, F. (2014). Menurunkan stres akademik siswa dengan menggunakan teknik self instruction. Jurnal Pendidikan Humaniora, 2(3), 273-282.

Pury, C. L. (2002). Information-processing predictors of emotional response to stres.

Cognition and Emotion, 16, 667-683.

Quick, J.C., J.D. Quick., D.L. Nelson., & J.J. Hurrell. (1997). Preventive Stress Management In Organizations. Washington, DC: American Psychological Association.

Riduwan. (2008). Belajar Mudah Penelitian (Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula).

Bandung: CV.Alfabeta.

Robinson, J. P., Shaver, P. R., Wrightsman, L. S. (1991). Measures of Personality & Social Psychological Attitudes. San Diego: Academic Press, Inc.

Robotham, D. (2008). Stress among higher education students: towards a research agenda.

Higher Education, 56(6), 735-746. doi: 10.1007/s10734-008-9137-1

Rodriguez, T. J. (2011). Psychological well-being and coping mechanisms of battered women. Asian Journal of Health: Social Descriptive Section, 1(1), 111–127.

Retrieved from

https://pdfs.semanticscholar.org/dafc/92fbd4acc077587cd6abdda6c503c8fe42c9.pdf Rotter, J. B. (1996). Generalized expectancies for internal versus external control

reinforcement. Psycological Monographs, 80(1), 1-28. doi: 10.1037/h0092976 Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of

psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069-1081. doi: 10.1037/0022-3514.57.6.1069

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Direction in Psychological Science, 57(6), 99-104.

Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). The structurs of psychological well being Revisited.

Journal of Personality and Social Psychology, 69, 719-727.

Ryff, C. D., Singer, B. (1996). Psychological well-being: Meaning, measurement, and implication for psychotherapy research. Psychotherapy, Psychosomatic. Special Article, 65(1), 14-23. doi: 10.1159/000289026

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (7th ed.). United States of America: John Willey & Sons Inc.

(11)

151 Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2012). Health psychology: Biopsychosocial interaction 8th

edition. Asia: John Wiley & Sons

Setyawan, I., & Dewi, K. S. (2015). Kesejahteraan Sekolah ditinjau dari Orientasii Belajar Mencari Makna dan Kemampuan Empati Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Psikologi Undip, 14(1), 9-20.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suryani., & Hendryadi. (2015). Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group.

WHO. (2020). WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCov on 11 February 2020. Retrieved of https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director- generals-remaks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february-2020.

Wilkinson, E. G. (2002). Bimbingan Dokter Pada Stres. Jakarta: Dian Rakyat.

Wulandari, S. (2014). Hubungan antara Efikasi Diri dan Stres Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang Mengikuti Program Akselerasi. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Islam Indonesia.

Yusuf, M. A. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan (Edisi Pertama). Jakarta: Prenadamedia Group.

Referensi

Dokumen terkait

(1) wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi tidak dapat membayar Retribusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Wajib

• High Demand For Steel •High demand for Supporting industry • Strategic Industry INDUSTRI PERKAPALAN Offshore Fabrication Power Plant Fabrication R&amp;D Center Ship Repair Design

Maka hipotesis kesepuluh yang menyatakan bahwa ROA secara persial memiliki pengaruh positive yang signifikan terhadap CAR pada Bank Umum Swasta Nasional Non

Tetapi setelah dilakukan teguran oleh Pengadilan, pihak yang kalah tidak mengindahkan, maka putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap itu tidak dapat

Berikut ini adalah hasil dari eksperimen yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan CLSC pada data uji ketiga dengan menggunakan algoritma Simulated Annealing

Isu-isu seperti “adab” dan etika perlu terus menjadi teras kepada usaha yang dilakukan di universiti (untuk memastikan manusia yang terhasil dari sistem universiti tidak

 Peserta test wawancara adalah peserta yang menempati rangking 1 s/d 3 dari hasil penggabungan nilai Test TPA dan Test Kecakapan dari masing-masing formasi.. Sedangkan

Akan tetapi tidak semua perempuan tersebut ditampilkan sebagai sampul majalah, hanya beberapa di antara mereka yang ditampilkan dalam sampul, dan direpresentasikan