8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan akan di uraikan. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan awal dalam penelitian, sehingga memberikan gambaran umum tentang pengaruh Covid-19 guna menambah wawasan ilmu pengetahuan yang sangat luas mengenai variabel- variabel yang terkait dengan Pengaruh Covid-19 Terhadap Tingkat Kemiskinan.
Adapun hasil penelitian-penelitian relevan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Metode
Analisis
Hasil Penelitian 1. Aknol
Kristian Pakpahan (2020)
Covid-19 dan kemiskinan di Indonesia
Regresi Linier Sederhana
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan pendapatan didalam perekonomian domestic seperti penurunan daya beli masyarakat dan juga penurunan konsumsi masyarakat, ancaman kerugian juga terjadi pada perbankan dan sektor perusahaan lainnya dikarenakan pandemi covid 19.
2. Alex Sarmigi (2020)
Analisis
Pengaruh Covid 19 terhadap Perekonomian di Indonesia
Regresi Linier Sederhana
Dari hasil peneliyian maka dapat disimpulkan bahwa variabel covid-19 memiliki pengaruh negatif terhadap variabel perekonomian di Indonesia, dari hasil tersebut disebutkan bahwa covid tidak mempengaruhi usaha sektor perdagangan yang di perhutungkan karena pemberdayaan pemerintah
3. I Ketut Badastra (2020)
Dampak Sosial Ekonomi Covid 19
Regresi Linier Berganda
Penelitian ini menimbulkan gangguan pada rantai nilai dunia usaha sehingga banyak usaha pada berbagai sektor dan skala usaha yang berhenti operasi sementara atau permanen. Sektor ekonomi terdampak paraha adalah sektor pariwisata dan transportasi,
9
diikuti oleh sektor perdagangan, industri pengolahan dan sektorsektor lainnya. Pemilik usaha mikro dan kecil, Pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan menurun dramatis, serta pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam pada tahun 2020.
4. Haposan Hutahean (2020)
Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Kecil menengah Masa Pandemi
Covid19 Di Kabupaten Deliserdang
Regresi Linier Berganda
Dapat dilihat bahwan nilai Modal(X1) adalah 0,469. Hal ini menyatakan bahwa setiap bertambahnya
Modalsebesar 1 persen
mengakibatkan Pendapatan Usaha Mikrodi Kabupaten Deliserdang akan mengalami peningkatan sebesar 0,46.
Modal dan tenaga kerja secara bersamasama(simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Usaha Mikro di Kabupaten Deliserdang
Sumber: Diolah Peneliti (2021)
B. Tinjauan Teori
1. Pandemi COVID-19
Covid-19 merupakan sejenis virus dari famili Coronaviridae yang berimplikasi terhadap penyakit menular dan mematikan yang menyerang mamalia seperti manusia pada saluran pernafasan hingga ke paru-paru. Pada umumnya pengidap Covid-19 akan mengalami gejala awal berupa demam, sakit tenggorokan, pilek dan juga batuk-batuk bahkan sampai parah dapat menyebabkan pneumonia.
Virus ini dapat menular melalui kontak langsung dalam jarak dekat dengan pengidap Covid-19 melalui cairan pernafasan yang keluar dari tubuh penderita saat batuk atau mengeluarkan ludah dan riyak (Yuliana, 2020). Covid-19 atau yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan virus corona adalah salah satu virus yang menyerang sistem pernapasan.
Virus corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut sampai mati. Kejadian ini merupakan virus jenis baru yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, maupun lansia. Infeksi virus ini disebut Covid-19. Virus ini berawal
10
ditemukan di Kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan cepat dan menyebar di berbagai wilayah lain di Cina bahkan ke beberapa negara termasuk Indonesia (Setyadi & Indriyani, 2021). Asal mula virus corona pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Kemudian dila porkan banyak pasien yang menderita virus ini dan ternyata terkait dengan pasar hewan dan makanan laut tersebut. Di pasar tersebut dijual hewan liar seperti ular, kelelawar, dan ayam. Di duga virus ini berasal dari kelelawar. Diduga pula virus ini menyebar dari hewan ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia.
Kemenkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), virus ini bisa mati dalam rentang waktu 5-7 hari, masa inkubasi corona paling pendek berlangsung selama dua sampai tiga hari. Sedangkan paling lama bisa mencapai 10 hingga 12 hari. Ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan oleh virus untuk menjangkit dan menampakkan gejala-gejala awal. Dalam masa ini virus corona sulit untuk dideteksi. Virus corona sangat sensitif terhadap panas dengan suhu setidaknya 56 derajat celcius selama 30 menit.
Virus corona belum bisa diobati dengan penanganan medis apa pun. Walau demikian, sebenarnya virus corona yang masuk ke dalam tubuh manusia bisa mati dalam rentang waktu 5-7 hari. Dengan sistem imun tubuh yang cukup baik, virus corona tak mudah menyebar ke seluruh anggota tubuh. Menurut WHO virus corona COVID-19 menyebar orang ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang menyebar ketika seseorang batuk atau menghembuskan nafas. Tetesan ini kemudian jatuh ke benda yang disentuh oleh orang lain. Menurut ahli virus atau virologis (Khoirudin, 2021), virus corona penyebab sakit Covid-19 merupakan tipe virus yang umum menyerang saluran pernafasan. Tetapi strain covid-19 memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi akibat adanya mutasi genetik dan kemungkinan transmisi inter-spesies.
Ada beberapa dampak ekonomi yang diakibatkan dengan adanya pandemi Covid-19 di antaraya yaitu (Maimunah, 2020) :
1) Kelangkaan Barang
11
Saat kasus covid-19 meningkat pemerintah mengeluarkan kebijakan lockdown beberapa bulan kedepan, yang artinya semua masyarakat harus tetap stay dirumah dan semua toko akan tutup kecuali toko bahan bahan pangan dan pasar yang tetap buka. Itu pun harus mematuhi kebijakan dan pasti hanya di jam tertentu. Hal ini mengakibatkan permintaan pasar yang banyak namun barang semakin menipis hal itu akan membuat harga akan naik sehingga masyarakat menengah kebawah sulit untuk mendapat kan nya.
2) Sektor Wisata
Pada saat pandemi covid-19 banyak tempat wisata yang harus tutup sampai waktu yang belum ditentukan dan tujuan utama yaitu untuk mencegah penyebaran virus covid-19. Wisata yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar ini menyebabkan ekonomi mengalami penurunan yang bsear sejak adanya Covid-19.
3) Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat
Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan lockdown banyak aktifitas ekonomi mengalami penurunan yang sifgnifikan sehingga Kemiskinan dan pengangguran semakin naik di Tahun 2020. Saat pandemi banyak para pengusaha UMKM merumahkan sebagian karyawannya, padahal Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting bagi perekonomian negara, tidak terkecuali bagi negara Indonesia. Bukan hanya UMKM yang mengalami dampak ini akan tetapi para pekerja harian juga sangat dirugikan, mereka sulit mendapatkan penghasilan dan susah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerja harian seperti pedagang asongan, ojek online, pedagang kaki lima, dan banyak pekerja lakian yang biasa memenuhi hidup dari penghasilan harian. Contohnya seperti pedagang keliling yang dulunya berjualan setiap harinya, karna adanya kebijakan lockdown mereka tidak bisa berjualan.
2. Kemiskinan
Pengertian kemiskinan umumnya selalu dikaitkan hanya dengan sektor ekonomi semata. Padahal kemiskinan bisa dilihat dari sisi sosial maupun budaya masyarakat. Pada prinsipnya kemiskinan menggambarkan kondisi ketiadaan
12
kepemilikan dan rendahnya pendapatan, atau secara lebih rinci menggambarkan suatu kondisi tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, papan, dan sandang. Beberapa definisi menggambarkan kondisi ketiadaan tersebut.
Salah satunya adalah definsi kemiskinan yang digunakan BPS, yang menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan. Standar masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidupnya (Harahap, 2013).
Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Dewi, Anggraeni, & Dwimawanti, 2018).
Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan identifikasi dan pengukuran terhadap sekelompok masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut miskin miskin yang di nyatakan oleh Harahap (2013). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.
Kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup.
13
Secara umum, kemiskinan merupakan kondisi kurangnya tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenehi standar kualitas hidupnya. Jadi, mereka yang termasuk ke dalam garis kemiskinan adalah apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat pokok. Jika di dalam suatu negara tingkat kemiskinannya cukup tinggi, maka biasanya negara tersebut digolongkan ke dalam negara yang sedang berkembang.
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan (Kesra) tahun 2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas hidup” yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan.
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
14
Kemiskinan menurut PBB didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti orang lain.
Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (2020) ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Menurut badan pusat statistik, (Badan Pusat Statistik, 2020) indikator kemiskinan terdiri dari:
1) Penduduk Miskin
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank.
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
2) Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
15
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
• Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference population) yaitu 20% penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasarkan GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK).
Dari penduduk referensi ini, kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
• Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi, yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari 52 komoditi tersebut.
• Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non-makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993, komoditi non-makanan terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di perdesaan. Kemudian sejak tahun 1998, terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di perdesaan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas Modul Konsumsi. Rasio tersebut dihitung berdasarkan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-
16
makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non-makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
3) Persentase Penduduk Miskin
Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).
4) Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
5) Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
6) Gini Ratio
Dalam mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Gini ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan. Nilai gini ratio berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai gini ratio yang semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi.
7) Ukuran Bank Dunia
Ukuran Bank Dunia adalah salah satu ukuran ketimpangan yang mengacu pada persentase pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah. Adapun kriteria tingkat ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah sebagai berikut:
17
• Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan tinggi.
• Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan moderat/sedang/menengah.
• Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan rendah.
Dimensi Kemiskinan juga bersifat kompleks, oleh karena itu para ahli mengklasifikasikannya dalam tiga jenis kemiskinan (Harniati, 2010), yaitu:
Jenis Kemiskinan
a) Kemiskinan alamiah
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah. Kondisi alam dan sumber daya yang rendah membuat peluang produksi juga rendah. Khusus untuk sektor pertanian, kemiskinan yang terjadi lebih diakibatkan kualitas lahan dan iklim yang tidak mendukung aktivitas pertanian. Dari seluruh wilayah di Indonesia, lahan subur justru banyak dijumpai di pulau Jawa. Sedangkan di luar Jawa, sumber daya alam yang subur jumlahnya terbatas, hal ini membuat petani hanya dapat menanami lahan sewaktu ada hujan, keadaan ini menyebabkan hasil produksi hanya dapat diperoleh sekali dalam satu tahun.
b) Kemiskinan kultural
Kemiskinan yang terkait erat dengan sikap seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya, sekalipun ada usaha untuk memperbaiki dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan ini dapat pula disebabkan karena sebagian sistem dalam tradisi masyarakat berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya kemiskinan masyarakat. Sebagai contoh adalah sistem waris yang mengakibatkan pembagian lahan, sehingga kepemilikan lahan per keluarga semakin lama menjadi semakin sempit.
18 c) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan yang secara langsung maupun tidak disebabkan oleh tatanan kelembagaan atau struktur sosial dalam masyarakat. Tatanan kelembagaan atau struktur sosial disini dapat diartikan sebagai tatanan organisasi maupun aturan permainan yang diterapkan. Kebijakan- kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah seringkali menyebabkan sebagian kelompok dalam masyarakat mengalami kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi lebih disebabkan keterbatasan bahkan tidak dimilikinya akses kelompok miskin kepada sumber daya-sumber daya pembangunan yang ada. (Indra, kompas online, 2007). Kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial yang berlaku ini telah menyebabkan terkurungnya kelompok masyarakat tertentu dalam suasana kemiskinan, yang bahkan telah berlangsung secara turun temurun. Kemiskinan struktural hanya dapat diatasi jika terjadi suatu proses perubahan struktur dalam masyarakat secara mendasar.
Ketiga dimensi menggambarkan bahwa penyebab kemiskinan tidak lah tunggal, bisa berasal dari kondisi alam yang tidak memberikan keuntungan secara ekonomi, seperti yang diperlihatkan kemiskinan alamiah. Namun bisa juga kemiskinan disebabkan karena faktor manusianya, seperti yang digambarkan pada kemiskinan secara kultural, bahkan bisa juga karena kondisi yang dibentuk oleh manusia melalui struktur dan institusi dalam masyarakat, seperti diperlihatkan dimensi kemiskinan struktural (Harniati, 2010).
Adanya kemiskinan struktural dalam masyarakat dapat dilihat melalui beberapa karakteristik dari kemiskinan structural itu sendiri. Ciri pertama yang mudah dilihat adalah tidak terjadinya mobilitas sosial secara vertikal, jika pun terjadi prosesnya berjalan sangat lamban. Tidak terjadinya mobilitas secara vertikal menyebabkan kelompok yang miskin tetap hidup dengan kemiskinannya, sedangkan kelompok yang kaya akan tetap menikmati kekayaannya. Kondisi ini disebabkan karena adanya kungkungan struktural yang membuat tidak adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup. Kungkungan struktural tersebut telah membentuk berbagai rintangan bagi kelompok miskin, sebagai contoh adalah
19
mahalnya biaya pendidikan menyebabkan kelompok miskin tidak bisa mencapai pendidikan yang tinggi untuk bisa melepaskan diri dari jerat kemiskinan.
Ciri lain dari keberadaan kemiskinan struktural adalah adanya ketergantungan yang tinggi kelompok miskin terhadap kelompok sosial diatasnya.
Ketergantungan ini yang mengurangi kemampuan kelompok miskin untuk memiliki bargaining posisi dalam hubungan sosial yang memang telah timpang, misalnya antara pemilik tanah dengan petani penggarap atau buruh tani. Para petani penggarap tak bisa menentukan bagaimana pembagian hasilnya, buruh tani tak dapat menentukan berapa upahnya, semuanya tergantung pada pemilik tanah. Pada kondisi seperti ini kelompok yang lebih rendah relatif tidak dapat memperbaiki kehidupannya.
20 C. Kerangka Berpikir
Kajian Empiris
1. Aknol Kristian Pakpahan (2020): Covid 19 dan Kemiskinan di Indonesia 2. Alex Sarmigi (2020):
Analisis Pengaruh covid 19 terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia 3. I Ketut Budastara (2020):
Dampak Sosial Ekonomi covid 19
Kajian Teoritis
1. Pandemi Covid 19
Virus ini dapat menular melalui kontak langsung dalam jarak dekat dengan pengidap Covid-19 melalui cairan pernafasan yang keluar dari tubuh penderita saat batuk atau mengeluarkan ludah dan riyak (Yuliana, 2020).
2. Kemiskinan
Definsi kemiskinan yang digunakan BPS, yang menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh tingkat jumlah terkonfirmasi covid-19, angka harapan hidup, angka ketimpangan pendapatan, dan PDRB per kapita terhadap kemiskinan di provinsi Indonesia?
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian: Kuantitatif Deskriptif
2. Sumber Data: Data Sekunder (diperoleh melalui website bps.go.id dan covid19.go.id) 3. Metode Pengumpulan Data: Studi Pustaka
4. Metode Analisis Data: Analisis Statistik Deskriptif dan Pengujian Hipotesis
Hasil:
Variabel covid 19 memiliki hubungan yang signifikan dan pengaruh positif terhadap kemiskinan, sedangkan variabel kontrol angka harapan hidup memiliki hasil tidak signifikan dan berpengaruh negatif, angka ketimpangan pendapatan memilikihasil tidak signifikan dan pengaruh positif, dan PDRB per Kapita mendapat hasil signifikan dan berpengaruh negatif
21 D. Pengembangan Hipotesis
Berasarkan teori-teori, penelitian terdahulu, serta kerangka konseptual yang telah dijelaskan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Tingkat terkorvirmasi positif covid 19 secara signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi indonesia.
H2: Tingkat angka harapan hidup secara tidak signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi indonesia.
H3: Tingkat ketimpangan pendapatan secara tidak signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi indonesia.
H4: Tingkat PDRB per kapita secara signifikan mempunyai pengaruh negatif terhadap kemiskinan di provinsi Indonesia.