Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur saat ini
menyebabkan semakin pesatnya laju perekonomian dan meningkatnya permintaan
konsumen terhadap produk. Meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk
menimbulkan persaingan industri manufaktur di Indonesia semakin ketat. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari periode ke periode semakin bertambah. Berdasarkan data Bursa
Efek Indonesia sampai 31 Desember 2013, tercatat 141 perusahaan yang bergerak
di bidang industri manufaktur. Kemudian dari perusahaan-perusahan tersebut
dibagi menjadi tiga kelompok/sektor yang terdiri dari sektor industri dasar dan
kimia (58 emiten), sektor industri barang konsumsi (38 emiten), dan sektor aneka
industri (45 emiten). (www.idx.co.id).
Industri manufaktur memiliki prospek yang menguntungkan, karena
menghasilkan devisa yang menjadi sumber dana bagi pembangunan
perekonomian di Indonesia. Industri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai
7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan
Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian. Berbagai faktor negatif di Indonesia
seperti kenaikan harga gas, tarif dasar listrik, upah minimum pekerja, infrastruktur
yang belum dapat diandalkan, serta melemahnya nilai tukar, tetap tidak
mengganggu pertumbuhan sektor ini. Menurut MS Hidayat, Menteri Perindustrian
kinerja sektor industri manufaktur pada 2013 tumbuh akibat meningkatnya
investasi disektor otomotif, industri pupuk, industri kimia dan semen.
(www.kemenperin.go.id) Daya tahan sektor manufaktur terutama ditopang sektor konsumsi yang tumbuh 28% dan kontribusi industri dasar terhadap indeks
manufaktur tergolong kecil yakni hanya sebesar 20%. Sementara itu, perusahaan
dari aneka industri justru berperan sebagai penekan kinerja indeks karena
mencatat penurunan 11% sejak awal tahun. (www.ift.co.id)
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa sektor yang
bidang industri manufaktur yaitu aneka industri. Ini dapat dilihat pada pergerakan
indeks saham aneka industri pada tahun 2013 berada di posisi -2,37%. Berbeda
dengan indeks saham industri dasar yang berada di posisi 12,08% dan indeks
saham industri barang konsumsi di posisi 18,76% (www.idx.co.id). Sehingga dalam penelitian ini yang diangkat adalah sektor aneka industri, karena sektor
aneka industri mengalami penurunan pergerakan indeks saham lebih besar
dibandingkan sektor industri dasar dan sektor barang konsumsi. Pendanaan
menjadi salah satu faktor penting untuk menghadapi persaingan ini. Salah satu
sumber pendanaan yang bisa digunakan yaitu, memasuki pasar modal dengan
menerbitkan saham. Saham merupakan surat berharga atas kepemilikan suatu
perusahaan atau disebut pemegang saham dan memiliki hak klaim atas
penghasilan dan aktiva perusahaan.
Adanya penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan dan tingginya
permintaan saham oleh investor mengakibatkan munculnya kesepakatan harga
yaitu harga saham. Harga saham dapat mencerminkan kinerja suatu perushaan
baik atau sedang mengalami masalah. Apabila kinerja perusahaan dalam keadaan
baik maka akan telihat pada tingginya pemintaan investor akan saham yang
mengakibatkan naiknya harga saham perusahaan. Maupun sebaliknya apabila
kinerja perusahaan sedang mengalami masalah dan keuntungan yang diperoleh
menurun maka para investor akan menjual sahamnya yang berakibat pada
menurunnya harga saham.Bagi investor naik atau turunnya harga saham menjadi
informasi dimana saatnya untuk membeli dan menjual sahamnya. Ada dua
keuntungan yang diperoleh investor dengan memiliki saham yaitu dividen dan
capital gain.
Dalam sektor aneka industri terdapat lima subsektor yaitu subsektor
otomotif dan komponen, subsektor textile dan garmen, subsektor alas kaki,
subsektor kabel, dan subsektor elektronik. Terdapat 45 perusahaan yang
menerbitkan sahamnya. Namun pada tahun 2013, 27 perusahaan mengalami
penuruan harga saham yang diakibatkan dari belum stabilnya perekonomian dan
rata-rata penurunan harga saham 27 perusahaan sektor aneka industri di Bursa
Efek Indonesia adalah sebagai berikut:
26 Voksel Elektric Tbk 410 450 820 1.030 740
27 Sat Nusapersada Tbk 450 80 85 100 82
Rata-Rata 3.291,30 6.454,33 6.243,33 3.985,11 1.304,48
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
Dari Tabel 1.1 rata-rata perusahaan sektor aneka industri mengalami
penurunan harga saham selama tiga tahun. Pada tahun 2009 rata-rata harga saham
perusahaan sekator aneka industri adalah Rp 3.291. Kemudian naik ditahun 2010
menjadi Rp 6.454. Kenaikan harga itu tidak bertahan lama, pada tahun 2011
mengalami penurunan menjadi Rp 6.243. Penurunan kembali terjadi di tahun
2012 menjadi Rp 3.985, dan di tahun 2013 merupakan harga rata-rata saham
paling rendah selama periode 2009-2013 yaitu, Rp 1.304. Menurunnya harga
saham dapat memperlihatkan turunya kinerja perusahaan sektor aneka industri, ini
mengakibatkan investor melakukan evaluasi kembali untuk menginvestasikan
dananya di perusahaan tersebut.
Kinerja perusahaan menjadi tolak ukur para investor untuk melakukan investasi. Suad Husnan (2005: 54), “sebelum pemodal melakukan investasi pada sekuritas, perlu dirumuskan terlebih dahulu kebijakan investasi, menganlisis laporan keuangan, dan mengevaluasi kinerja perusahaan”. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari kinerja keuangan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan dapat
diukur dengan banyak indikator, salah satunya analisis laporan keuangan. Analisis
kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal dan
profitabilitas.
Struktur modal merupakan masalah yang penting bagi perusahaan karena
baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi
keuangan yang pada akhirnya akan memengaruhi nilai perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (2010: 282), “Struktur modal adalah pertimbangan atau perbandingan antara jumlah utang jangka panjang dengan modal sendiri”.
Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan berdampak luas terutama
apabila perusahaan terlalu besar dalam menggunakan hutang, maka beban tetap
Struktur modal dalam penelitian ini dianalisis menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER). DER merupakan rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam mengelola struktur modal dengan membandingkan total utang
dan total modal. Beberapa perusahaan dalam sektor aneka industri melakukan
banyak pinjaman untuk menunjang kegiatan operasionalnya yang memang
membutuhkan banyak dana. Hal ini berdampak pada nilai DER yang semakin
tinggi karena perusahaan mengguankan lebih banyak dalam operasionalnya.
Adapun data nilai Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
19 Ricky Putra Globalindo Tbk 84 82 83 130 181
20 Sunson Textile Manufacture Tbk 180 170 182 184 173
21 Tifico Fiber Indonesia Tbk -121,4 111 32 27 21
22 Primarindo Asia Infrastructure Tbk -147 -145 -148 -153 -156
23 Sepatu Bata Tbk 38 46 46 48 61
24 KMI Wire and Cable Tbk 114 105 51 37 70
25 Sumi Indo Kabel Tbk 14 22 22 34 23
26 Voksel Elektric Tbk 230 192 217 182 250
27 Sat Nusapersada Tbk 93 76 64 72 62
Rata-Rata 160,29 114,39 76,25 73,15 81,76
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
Dari Tabel 1.2 rata-rata nilai DER perusahaan sektor aneka industri pada
tahun 2012 menjadi yang terendah yaitu 73,15% Dan tahun 2009 menjadi yang
nilai tertinggi yaitu 160,29%. Namun pada tahun 2013 mengalami peningkatan
nilai kembali menjadi 81,76% Dari data diatas terlihat nilai DER perusahaan
sektor aneka industri mengalami peningkatan pemakaian total hutang
dibandingkan total modal.
DER merupakan kemampuan perusahaan untuk menjamin utang dengan
modal yang dimiliki. Semakin rendah rasio DER maka akan semakin baik dan
nilai perusahaan akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya semakin tinggi rasio
DER nilai perusahaan semakin rendah karena kinerja perusahaan dalam
membiayai kegiatan oprasionalnya lebih banyak menggunakan utang atau
pinjaman. Menurut Bringham dan Houston (2006:17), semakin tinggi resiko dari
penggunaan lebih banyak utang akan cenderung menurunkan harga saham.
Semakin tinggi rasio ini berarti kemampuan perusahaan dalam menjamin utang
tidak dapat ditutupi oleh modal yang membuat resiko perusahaan tinggi, ini
diakibatkan dari tingginya bunga yang dikeluarkan. Mengakibatkan pula para
investor menjual sahamnya yang berdampka pada penurunan harga saham.
Struktur modal yang optimal yaitu perusahaan tidak boleh memiliki jumlah
ratio tidak boleh lebih dari 50% sehingga hutang tidak lebih besar dari modal sendiri.
Faktor lain yang mempengaruhi harga saham adalah profitabilitas.
Meningkatnya profitabilitas suatu perusahaan, menggambarkan perusahaan
melaksanakan kegiatan industrinya dengan baik. Profitabilitas bagi para investor
sebagai tolak ukur untuk berinvestasi. Menurut Gitman (2009) rasio profitabilitas
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan
hasil pengembalian dari penjualan investasi serta kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan.
Dapat dilihat profitabilitas perusahaan menjadi suatu acuan bagi investor untuk
menanamkan modalnya dan dapat melihat gambaran perusahaan dari rasio
tersebut.
Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur
profitabilitas adalah ROA. Return on asset adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aktiva, atau dapat dikatakan perbandingan antara laba
bersih dengan total aset. Semakin besar nilai ROA semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan
tersebut dari segi penggunaan aset. Begitu juga sebaliknya bila nilai ROA kecil
maka tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan akan kecil dan posisi
perusahaan akan kurang baik. Menurut Suad Husnan (2006) Return On Assets
menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang diperoleh dari seluruh kekayaan
yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian jika rasio profitabilitas yang
diperoleh perusahaan meningkat, maka kepercayaan investor pada perusahaan
akan meningkat dengan menyertakan modalnya untuk diinvestasikan pada
perusahaan yang berdampak pada naiknya harga saham.
Terdapat beberapa perusahaan dalam sektor aneka industri mengalami
kerugian. Kerugian yang dialami perusahaan sektor aneka industri terjadi karena
adanya penurunan pendapatan yang disebabkan merosotnya permintaan global
dan melemahnya nilai tukar rupiah. Hal ini berdampak pada nilai ROA yang
menurun dilihat pada periode tahun pengamatan. Berikut tabel Return on asset
Tabel 1.3
Return on Asset(ROA) Sektor Aneka Industri di BEI Periode 2009-2013
(dalam %)
No Nama Perusahaan
Periode
2009 2010 2011 2012 2013
1 Astra Internasional Tbk 14 15,07 13,37 12,48 10,42
2 Astra Otoparts Tbk 17,44 21,94 15,82 12,79 8,39
3 Gajah Tunggal Tbk 10,2 8,01 5,92 8,8 1,41
4 Indo Kordsa Tbk 5,61 9,7 4,28 9,81 1,44
5 Indomobil Sukses Internasional Tbk 3,03 6,58 7,52 5,11 3,17
6 Indospring Tbk 9,46 9,23 10,57 8,05 5,73
7 Multi Prima Sejahtera Tbk 7,4 9,36 7,19 9,64 5,47
8 Multistrada Arah Sarana Tbk 6,89 5,8 3,01 0,05 0,2
9 Nipress Tbk 1,17 3,75 3,99 4,1 4,38
10 Prima Alloy Steel Tbk -8,61 0,07 0,28 2,7 0,88
11 Apac Citra Centertex Tbk -1,27 -12,39 -6,52 -7 -0,49
12 Asia Pacific Fibers Tbk 25,88 8,4 -1,48 -7,96 -4,76
13 Eratex Djaja Tbk -24,84 -41,87 49,23 1,43 0,22
14 Indo-Rama Synthetics Tbk 2.08 4,57 6,55 0,14 0,17
15 Nusantara Inti Corpora Tbk 0,75 0,52 0,77 0,09 0,1
16 Pan Brother Tbk 4,08 4,02 4,76 4,51 4,47
17 Panasia Indo Resource Tbk 0,05 0,12 1,71 0,23 -5,67
18 Polychem Indonesia Tbk 1,45 0,98 5,41 1,4 2,28
19 Ricky Putra Globalindo Tbk 0,62 1,77 1,9 2,02 -2,75
20 Sunson Textile Manufacture Tbk 3,55 1,14 -2,86 -1,74 0,45
21 Tifico Fiber Indonesia Tbk -9,29 5,45 7,68 2,11 -1,83
22 Primarindo Asia Infrastructure Tbk 13 14,33 2,66 2,62 -9,01
23 Sepatu Bata Tbk 12,71 12,6 11 12 9,14
24 KMI Wire and Cable Tbk 4,22 8,13 5,88 10,78 3,93
25 Sumi Indo Kabel Tbk 5,11 0,77 2,92 4,99 2,28
27 Sat Nusapersada Tbk -4,04 -1,53 -0,98 1,06 1,05
Rata-Rata 3,89 3,62 6,21 4,03 1,58
SUMBER: www.idx.co.id (data diolah)
Dari Tabel 1.3 terlihat nilai ROA pada sektor aneka industri terjadi
fluktuasi. Ditahun 2011 nilai ROA pada sektor aneka industri yang tertinggi yaitu
6,21%. Namun ditahun berikutnya mengalami penurunan yang pada akhirnya
2013 menjadi nilai ROA yang terendah yaitu 1,58%. Hal itu menunjukan
kemampuan perusahaan-perusahaan sektor aneka industri dalam mengahasilkan
laba atas aktiva rendah
ROA merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang
berasal dari produktivitas asset. Menurut David dan Kurniawan (2010, 282) “hubungan antara harga saham dengan Return On Assets (ROA) adalah postif artinya, semakin besar hasil yang diperoleh dari aset, maka semakin besar harga dari saham.” Semakina baik kemampuan perusahaan dalam pengelolaan asset, akan meningkatkan laba perusahaan. Dengan meningkatnya laba perusahaan akan
meningkatakan dividen yang diberikan pada investor dengan harapan
meningkatkan kemakmuran. Dengan meningkatnya kemakmuran maka investor
atau calon investor semakin tertarik untuk membeli saham perusahaan, semakin
banyak investor yang tertarik maka harga saham meningkat karena permintaan
terhadap saham perusahaan meningkat.
Jika struktur modal dan profitabilitas terjadi penurunan presentase maka
akan mengakibatkan penarikan modal oleh para investor yang hasilnya berdampak
pada harga saham di pasar modal menjadi turun. Apabila dibiarkan penurunan
tersebut akan terus terjadi, maka semakin banyak para investor yang
meninggalkan perusahaan alas kaki. Untuk itu perlu adanya perbaikan kondisi
keuangan perusahaan agar meminimalisir penurunan tersebut dan kinerja
manajemen perusahaan yang baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti
terkait struktur modal dan profitabilitas pada harga saham dengan judul
”PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PROF ITABILITAS TERHAPA
HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR ANEKA INDUSTRI YANG
1.2Identifikasi Masalah
Kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa masih
diwarnai ketidakpastian dan berbagai faktor negatif di Indonesia membuat kondisi
dimana industri manufaktur dapat mempertahankan pertumbuhannya. Namun
sektor aneka industri yang berada pada bidang industri manufaktur di Bursa Efek
Indoneisa mengalami penurunan di tahun 2013 dibandingkan sektor kedua
lainnya. Peristiwa tersebut berdampak juga pada kinerja perusahaan di pasar
modal dengan menurunnya harga saham perusahaan tersebut.
Harga saham juga dapat mencerminkan kinerja suatu perusahaan baik atau
sedang mengalami masalah. Apabila kinerja perusahaan dalam keadaan baik maka
akan telihat pada pemintaan saham tinggi yang mengakibatkan naiknya harga
saham perusahaan. Maupun sebaliknya apabila kinerja perusahaan sedang
mengalami masalah dan keuntungan yang diperoleh menurun maka para investor
akan menjual sahamnya yang berakibat pada menurunnya harga saham. Adapun
analisis kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur
modal dan profitabilitas.
Struktur modal merupakan masalah yang penting bagi perusahaan karena
baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi
keuangan yang pada akhirnya akan memengaruhi nilai perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (2010: 282), “Struktur modal adalah pertimbangan atau perbandingan antara jumlah utang jangka panjang dengan modal sendiri”.
Indikator yang di pakai untuk mengukur struktur modal adalah Debt to Equity Ratio (DER).
Profitabilita bagi para investor sebagai tolak ukur untuk berinvestasi.
Menurut Gitman (2009) rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian dari penjualan
investasi serta kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menjadi
dasar pembagian dividen perusahaan. Indikator yang dipakai dalam mengukur
Menurut Bringham dan Houston (2006:17), semakin tinggi resiko dari
penggunaan lebih banyak utang akan cenderung menurunkan harga saham.
Semakin rendah DER maka investor dan calon investor akan tertarik untuk
membeli saham perusahaan, yang pada akhirnya akan mingkatkan harga saham.
Menurut David dan Kurniawan (2010, 282) “hubungan antara harga saham
dengan Return On Assets (ROA) adalah postif artinya, semakin besar hasil yang diperoleh dari aset, maka semakin besar harga dari saham.”
1.3Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang penelitian, terdapat batasan-batasan
penelitian yang tertuang pada rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran struktur modal pada sektor aneka industri di Bursa
Efek Indoneisa periode 2009-2013?
2. Bagaimana gambaran profitabilitas pada sektor aneka industri di Bursa
Efek Indoneisa periode 2009-2013?
3. Bagaimana gambaran harga saham pada sektor aneka industri di Bursa
Efek Indoneisa periode 2009-2013?
4. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap harga saham pada sektor
aneka industri di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013?
5. Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap harga saham pada sektor
aneka industri di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013?
1.4Tujuan Penelitian
Ada pun tujuan diadakanya penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran struktur modal pada sektor aneka
industri di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013.
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran profitabilitas pada sektor aneka
industri di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013.
3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran harga saham pada sektor aneka
4. Unutk mengetahui bagaimana pengaruh struktur modal terhadap harga
saham pada sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia periode
2009-2013.
5. Unutk mengetahui bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap harga
saham pada sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia periode
2009-2013.
1.5Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mendapatkan kegunaan secara teoritis
maupun praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran
dan dapat menambah informasi bagi penulis dan menjadi pelengkap
kajian-kajian dalam ilmu manajemen keuangan, khususnya yang
berkaitan dengan struktur modal dan profitabilitas terhadap harga
saham.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber
informasi bagi perusahaan terkait untuk mengatasi masalah penurunan