Laporan Akhir
V - 11
sungai besar dan sungai kecil, yaitu kurang lebih 3.830,18 ha. Nama sungai diKabupaten Ngawi yang mempunyai sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel
5.1 berikut ini.
Pengelolaan kawasan sempadan sungai antara lain dilakukan dengan :
1. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang
mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air
sungai;
2. Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan
pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan;
3. Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan
sungai sebagai bagian dari latar depan;
4. Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata
alam-petualangan seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan;
5. Sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan
timbulnya banjir dapat digunakan untuk pariwisata; serta
6. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk
Laporan Akhir
V - 12
Gambar 5.3Konservasi Sungai Di Kawasan Terbangun Dan Diluar Terbangun
C. Kawasan Sekitar Danau Atau Waduk
Kawasan sekitar waduk atau bendungan adalah kawasan tertentu di
sekeliling waduk atau bendungan yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi waduk atau bendungan. Adapun kriteria
penetapan sempadan bendungan/waduk adalah daratan sepanjang tepian
waduk/bendungan yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
bendungan/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat. Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk
melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat menganggu
kelestarian fungsi danau/waduk.
Di Kabupaten Ngawi terdapat 3 (tiga) waduk/bendungan yaitu Waduk
Pondok, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo. Luas sempadan waduk di
Kabupaten Ngawi kurang lebih 368,53 Ha. Guna meminimasi adanya erosi dan
sedimentasi pada waduk, maka perlu upaya perlindungan sepanjang sungai dari
kerusakan lingkungan terutama mulai dari hulu sungai dan kawasan lindung
bawahannya. Pengamanan terhadap sepanjang DAS Bengawan Solo juga perlu
dilakukan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan sempadan sungai yang
dilakukan secara lintas wilayah. Pengelolaan kawasan sempadan danau/waduk
dilakukan dengan :
1. Perlindungan sekitar waduk/danau untuk kegiatan yang menyebabkan alih
fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
2. Waduk selain untuk irigasi, pengendali air, perikanan, sumber energi listrik
juga untuk pariwisata. Untuk itu diperlukan pelestarian waduk beserta
seluruh tangkapan air di atasnya;
3. Waduk yang digunakan untuk pariwisata seperti di Waduk Pondok -
Kecamatan Bringin, untuk kepentingan pariwisata diijinkan membangun
selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada;
4. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup
tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap
Laporan Akhir
V - 13
5. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untukbangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk.
Gambar 5.4
Kawasan Sempadan Waduk Pondok
D. Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
Kriteria penetapan kawasan sekitar mata air adalah perlindungan
sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
Keberadaan sumber mata air di wilayah Kabupaten Ngawi lokasinya
cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Sine ada
61 mata air, Kecamatan Ngrambe ada 44 mata air, Kecamatan Jogorogo ada 3
mata air, Kecamatan Kendal ada 12 mata air, Kecamatan Bringin 1 mata air,
Kecamatan Padas ada 8 mata air, Kecamatan Paron ada 2 mata air, Kecamatan
Kedunggalar ada 22 mata air, Kecamatan Widodaren ada 27 mata air. Luas
kawasan sempadan mata air secara keseluruhan di Kabupaten Ngawi kurang
lebih 3.960 ha.
Perlindungan terhadap sumber mata air dilakukan dengan pembatasan
kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan
sekitarnya. Pengelolaan kawasan sekitar mata air antara lain dilakukan dengan
:
1. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih
fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
2. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi;
3. Sumber air yang digunakan untuk pariwisata seperti di Kecamatan Bringin,
Kecamatan Ngrambe, Kecamatan Jogorogo dan sumber air lainnya. Selain
sebagai sumber air minum dan irigasi, sumber air juga digunakan untuk
pariwisata peruntukkannya diijinkan selama tidak mengurangi kualitas tata
air yang ada. Penggunaan sumber air untuk rekreasi dan renang, perlu
dibuat kolam tersendiri;
4. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup
tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap
air; serta
5. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air.
E. Kawasan Sempadan Irigasi
Kawasan sempadan irigasi adalah kawasan sepanjang kanan-kiri
saluran irigasi primer dan sekunder, baik irigasi bertangggul maupun tidak.
Kawasan ini bermanfaat untuk pelestarian saliran irigasi, baik dari sisi kualitas
air maupun manfaat bagi area yang diairi. Adapun kawasan sempadan irigasi di
Kabupaten Ngawi adalah meliputi :
1. Garis sempadan pada jaringan irigasi diukur dari batas luar tepi atas atau
kaki tanggul sebelah luar atau bangunan pengairan yang ada dengan jarak:
a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan
kemampuan 4 m3/det (empat meter kubik per detik) atau lebih ;
b. 4 (empat) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan
kemampuan 1 (satu) sampai 4 m3/det (empat meter kubik per detik) ;
atau
c. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan
Laporan Akhir
V - 14
2. Garis sempadan jaringan irigasi untuk pagar diukur dari batas luar tepi atassaluran atau bangunannya dengan jarak:
a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan
4 m3/det (empat meter kubik per detik) atau lebih ;
b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan
1 (satu) sampai 4 m3/det (empat meter kubik per detik) ; atau
c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan
kurang dari 1 m3/det (satu meter kubik per detik).
Gambar 5.5
Kawasan Sempadan Irigasi
Pengelolaan kawasan lindung setempat sempadan irigasi dilakukan dengan :
1. Perlindungan sekitar saluran irigasi atau sebagai sempadan saluran irigasi
dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan
kualitas air irigasi;
2. Bangunan sepanjang sempadan irigasi yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan irigasi dilarang untuk didirikan;
3. Saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan
perdesaan dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka
keberadaannya dilestarikan dan dilarang untuk digunakan sebagai fungsi
drainase;
4. Melestarikan kawasan sumber air untuk melestarikan debit irigasi;
5. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih
fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; serta 6. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum
atau irigasi.
Gambar 5.6
Laporan Akhir
V - 15
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI
Laporan Akhir
V - 16
5.1.4. Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar BudayaKawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi :
Pada prinsipnya kawasan cagar alam ini merupakan kawasan lindung
yang ditetapkan fungsinya untuk menjaga kelestarian alam terutama satwa
langka dan dilindungi. Di Kabupaten Ngawi kawasan cagar alam terdapat di
Desa Ngrayudan Kecamatan Jogorogo, Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo,
Desa Dero Kecamatan Bringin.
Kawasan cagar alam yaitu kawasan yang ditunjuk mempunyai
keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistem, mewakili formasi
biota tertentu dan atau unit-unit penyusun, mempunyai kondisi alam baik biota
maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum terganggu manusia,
mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif
dengan daerah penyangga yang cukup luas, mempunyai ciri khas dan dapat
merupakan satu-satunya contoh disuatu daerah; serta keberadaanya
memerlukan upaya konservasi. Rencana pengelolaan kawasan cagar alam
antara lain dilakukan dengan :
1. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya;
2. Mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami baik biota maupun fisiknya melalui upaya pencegahan pemanfaatan kawasan pada kawasan
suaka alam dan upaya konservasi;
3. Peningkatan kegiatan konservasi dan rehabilitasi yang berguna untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang
disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia;
Pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam yang mengalami
perubahah fungsi, maka dilakukan pembatasan pengembangan, pengembalian
rona awal, disertai pengawasan yang ketat terhadap penetapan fungsi kawasan.
Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan lindung yang
pemanfaatannya untuk menjaga kelestarian dan atau menyempurnakan
unsur-unsur yang menunjang kemantapan fungsi lindungnya yang di landaskan pada
mekanisme saling menguntungkan antara lingkungan eksternal dengan
mahkluk hidup didalamnya. Kawasan pelestarian alam memberikan
kesempatan untuk digunakan sejauh tetap menjaga dan melindungi
keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan. Jenis
dan kriteria kawasan pelestarian alam yang ada di wilayah Kabupaten Ngawi
meliputi obyek wisata alam dan cagar budaya.
Perlindungan Obyek Wisata Alam dilakukan untuk kebutuhan berwisata
yang didukung oleh arsitektur bentang alam yang baik. Keberadaan Obyek
Wisata Alam di wilayah Kabupaten Ngawi terdapat di Waduk Pondok (Desa Dero
Kecamatan Bringin), Taman Rekreasi dan Pemandian Tawun (Desa Tawun
Kecamatan Kasreman), Bumi Perkemahan Selondo, Air Terjun Srambang (Desa
Girimulyo Kecamatan Jogorogo) dan Perkebunan Teh Jamus (Desa Girikerto
Kecamatan Sine). Kondisi Obyek wisata alam yang ada di Kabupaten Ngawi
masih baik dan tetap terawat. Mengingat fungsinya sebagai kawasan hutan
lindung, maka keberadaannya dilindungi. Luas keseluruhan untuk obyek wisata
alam adalah kurang lebih 936,84 Ha.
Kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi sekaligus merupakan
kawasan dengan fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kawasan pelestarian
alam jenis cagar budaya terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan
Laporan Akhir
V - 17
Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat (Desa Kauman Kecamatan Widodaren),Makam Patih Pringgokusumo (Dusun Banjar Desa Ngawi Kecamatan Ngawi),
Makam PH. Kertonegoro (Desa Sine Kecamatan Sine), Makam Patih Ronggolono
(Desa Hargomulyo Kecamatan Ngrambe), Arca banteng (Dusun Reco Banteng
Desa Wonorejo Kecamatan Kedunggalar), Candi Pandem (Dusun Pandem Desa
Krandegan Kecamatan Ngrambe), petilasan Kraton Wirotho (Desa Tanjungsari
Kecamatan Jogorogo). Luas kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi adalah
kurang lebih 1.715,85 Ha.
Gambar 5.7.
Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi
Rencana pengelolaan kawasan konservasi budaya dan sejarah meliputi :
1. Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch dan Arca Banteng juga memiliki
nilai wisata dan penelitian/pendidikan, sehingga diperlukan pengembangan
jalur wisata yang menjadikan candi sebagai salah satu obyek wisata yang
menarik dan menjadi salah satu tujuan atau obyek penelitian benda
purbakala dan tujuan pendidikan dasar-menengah;
2. Benda cagar budaya berupa bangunan yang fungsional, sepertiMuseum
Trinil dan Benteng Van Den Bosch, perumahan dan berbagai bangunan
peninggalan Belanda harus dikonservasi dan direhabilitasi bagi bangunan
yang sudah mulai rusak; serta
3. Penerapan sistem insentif bagi bangunan yang dilestarikan dan
pemberlakuan sistem disinsentif bagi bangunan yang mengalami
perubahan fungsi.
Penetapan kawasan yang dilestarikan baik di perkotaan maupun
perdesaan disekitar benda cagar budaya. Juga menjadikan benda cagar budaya
sebagai orientasi bagi pedoman pembangunan pada kawasan sekitarnya.
5.1.5. Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan bencana alam meliputi kawasan rawan longsor, kawasan
rawan banjir, kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, daerah rawan
tsunami, dan kawasan rawan bencana alam lainnya
A. Kawasan Rawan Longsor
Kawasan rawan longsor lebih disebabkan oleh adanya kegiatan
eksploitasi berlebih pada kawasan perbukitan atau pegunungan yang sebagian
besar disebabkan adanya aktivitas penebangan/penggundulan hutan (alih
fungsi lahan) akibat kegiatan pembangunan. Daerah rawan longsor di
Kabupaten Ngawi yaitu wilayah perbukitan dan daerah aliran sungai yang
Laporan Akhir
V - 18
Tipologi zona berpotensi longsor berdasarkanhasil kajian hidrogeomorfologi
Kecamatan di Kabupaten Ngawi yang rawan longsor diantaranya adalah
Kecamatan Sine (Desa Gendol), Kecamatan Jogorogo (Desa Girimulyo),
Kecamatan Ngrambe, Kendal, Karangjati, Padas, Pitu dan Karanganyar. Dari
kecamatan tersebut, Kecamatan Sine, Jogorogo, Ngrambe dan Kendal
merupakan wilayah paling rawan bencana tanah longsor karena wilayah ini
berdekatan dengan hutan gundul dan kritis disamping lokasinya berada di
lereng Gunung Lawu dengan luas total kurang lebih sebesar 2.022,71 Ha.
Guna mengantisipasi adanya bahaya-bahaya tanah longsor dan tanah
bergerak, maka perlu adanya penghijauan dengan melakukan pengembangan
jenis tanaman tahunan dan didukung dengan adanya upaya-upaya
perlindungan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di sekitarnya.
Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada
gambar 5.8 berikut :
1. PENCEGAHAN TERJADINYA BENCANA TANAH LONGSOR
Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman(gb. Kiri)
Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman (gb.kanan)
Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan.(gb.kiri)
Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan)
Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri)
Laporan Akhir
V - 19
Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan)
Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan)
Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri)
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan)
2. TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam
di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau
pemerintah kabupaten dan provinsi sebagai data dasar untuk
melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat
digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana
pengembangan wilayah.
Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana,
sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya,
oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
tersebut.
Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Kabupaten atau
Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat
yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara
antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga
secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah
Pemeriksaan bencana longsor
Laporan Akhir
V - 20
dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlandabencana tanah longsor.
3. SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA
a. Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah
penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban
tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara
lain:
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial,
ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga
perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya
tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah
longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
c. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor
tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang
disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk
bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Pengelolaan lahan pada kawasan rawan longsor ini diarahkan pada
pengembalian fungsi lindung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung
perlindungan seperti perkebunan tanaman keras dan memiliki kerapatan
tanaman yang tinggi. Mengingat di Kabupaten Ngawi banyak alih fungsi lahan
lindung yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan kawasan maka
diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah atau PTP dengan
masyarakat baik dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya
dilakukan pemilihan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil
buah seperti durian, kopi, bunga seperti cengkeh, dan getahnya seperti karet..
Selanjutnya pada daearah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur
tajam atau terjal juga merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk
ini diperlukan pengelolaan DAS dengan membuat terasering dan penanaman
tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat kawasan sepanjang
DAS ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah
pendangkalan waduk yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya
penamanam vegetasi yang berkayu dengan tegakan tinggi juga harus diikuti
oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover yang juga memiliki fungsi
ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan ternak.
Untuk pencegahan terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar 5.9 di