• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI SUMATERA BARAT1) Oleh :

Nur Arifatul Ulya2) ABSTRAK

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki kawasan hutan cukup luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan sektor kehutanan dalam perekonomian dan kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan peranan sektor kehutanan Provinsi Sumatera Barat. Sektor kehutanan berperan sebagai sektor basis dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat, di mana sektor kehutanan selalu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Barat. Oleh karena itu perlu optimalisasi pengelolaan kawasan dan hasil hutan.

Kata kunci :Sektor kehutanan, kontribusi, Location Quotient, peranan dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki kawasan hutan cukup luas. Berdasarkan data Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Barat tahun 2004 diketahui bahwa luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Barat mencapai 851.507 hektar atau 36,46 % dari luas Provinsi Sumatera Barat.

Provinsi Sumatera Barat dilalui oleh Bukit Barisan mengakibatkan sangat bervariasinya topografi wilayah Sumatera Barat mulai dari datar, berbukit, lembah, dan bergunung, di mana daerah yang mempunyai kelerengan di atas 40 %tercatat sekitar 1.691.892 ha (30 %) dari total luas wilayah daerah. Hal ini berdampak pada luasnya kawasan lindung di Provinsi Sumatera Barat, sehingga harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya agar masyarakat terhindar dari berbagai peristiwa alam yang merugikan. Meskipun sebagai provinsi yang agraris, sektor kehutanan sangat menentukan dan memberikan kontribusi bagi perekonomian provinsi. Tercatat hasil hutan seperti kayu bulat, kayu gergajian, kulit kayu, getah pinus, rotan, damar, sarang burung, dan lain-lain mampu memberikan hasil secara kontinu dari tahun ke tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dan kontribusi pertumbuhan ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat. Dengan diketahuinya peranan sektor kehutanan dan kontribusi ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat, diharapkan dapat ditentukan strategi pembangunan daerah yang dapat ditunjang dari upaya pengelolaan hutan yang optimal.

1Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya

Hutan. Padang, 20 September 2006

(2)

II. METODE PENELITIAN

Peranan sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dilakukan dengan pendekatan Economic Base Model. Dengan pendekatan ini aktivitas perekonomian dalam suatu wilayah digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor barang dan jasa ke luar batas wilayah perekonomian. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah perekonomian yang bersangkutan. Aktivitas basis berperan sebagai penggerak utama perekonomian suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain maka akan semain maju pertumbuhan wilayah tersebut.

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi peranan sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat adalah metode Location Quotient (LQ). Metode LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian suatu wilayah yang mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Atau dengan kata lain untuk mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran penetapan sektor unggulan sebagai leading sector perekonomian suatu wilayah (Adisasmita, 2006). Formula matematis dari LQ adalah :

vi/Vi LQ =

vt/Vt Di mana :

vi = jumlah PDRB sektor i tingkat provinsi Vi = jumlah PDRB seluruh sektor tingkat provinsi vt = jumlah PDB sektor i tingkat nasional Vt = jumlah PDB seluruh sektor tingkat nasional

Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan bahwa :

o Jika nilai LQ lebih besar dari 1, suatu sektor merupakan sektor basis

o Jika nilai LQ lebih kecil dari 1, suatu sektor merupakan sektor non-basis

o Jika nilai LQ sama dengan 1, suatu sektor merupakan sektor non-basis. Data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) yang digunakan adalah PDRB Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2000 sampai 2003 harga konstan tahun1993 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. Data Product Domestic Bruto (PDB) yang digunakan adalah PDB Indonesia tahun 2000 sampai tahun 2003 yang bersumber dari Statistik Indonesia tahun 2003 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Dari data PDRB dan PDB tersebut, sektor yang dikaji peranannya adalah sektor kehutanan. Data PDRB total dan PDB total yang digunakan adalah total PDRB dan PDB tanpa migas, karena Provinsi Sumatera Barat tidak memiliki industri migas.

Nilai kontribusi pertumbuhan ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat, digunakan analisis defferential shift (D) dengan formula Blakely (1994) dalam Kusumadijaya dan Nuitja (2002) yaitu :

D = (git - Git) Di mana :

D = defferential shift

git = pertumbuhan ekonomi sektor i di suatu daerah pada tahun t

(3)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Kondisi Geografis Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat terletak pada kedudukan 0054’ Lintang Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 98036’ sampai dengan 1010 53’ Bujur Timur dengan luas total wilayah sekitar 42.297,21 km2 atau 4.229.721 hektar. Provinsi Sumatera Barat meliputi areal daratan seluas ± 42.297 km2 termasuk ± 375 pulau besar dan kecil di sekitarnya dan lautan yang berbatasan dalam jarak 12 mil dari garis pantai ke arah laut lepas.

Posisi Provinsi Sumatera Barat yang dilewati oleh Bukit Barisan mengakibatkan topografi wilayah Sumatera Barat sangat bervariasi. Secara umum topografinya mulai dari datar, berbukit, lembah, dan bergunung, di mana daerah yang mempunyai kelerengan di atas 40 % tercatat sekitar 1.691.892 ha (30 %) dari total luas wilayah daerah.

Suhu rata-rata di pantai barat berkisar antara 21°C-38°C, pada daerah-daerah perbukitan berkisar antara 15°C-34°C, sedangkan pada daerah dataran di sebelah timur Bukit Barisan mempunyai suhu antara 190°C-34°C. Meskipun umumnya musim kemarau jatuh pada bulan April-Agustus dan musim hujan jatuh pada bulan September-Maret, namun di pantai barat masih sering terjadi hujan pada bulan-bulan di musim kemarau (Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat, 2006).

2. Potensi Lahan di Sumatera Barat

Wilayah Sumatera Barat dengan kelerengan di atas 40% tercatat sekitar 1.691.892 hektar (30%) dari total luas wilayah daerah. Kondisi ini menyebabkan dari 4.229.70 hektar lahan yang tersedia, maksimal hanya sekitar 2.335.687 hektar (55,2%) yang dapat dibudidayakan, sedangkan sisanya seluas 1.894.043 hektar (44,8%) merupakan kawasan lindung yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya agar masyarakat terhindar dari berbagai peristiwa alam yang merugikan (Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat, 2006).

Dari segi penggunaan lahan dan kawasan budidaya, hutan merupakan bagian terbesar (851.507 hektar atau 36,46%) yang sebagian dapat dibudidayakan di Sumatera Barat dengan hasil utama kayu bulat dan kayu olahan. Luas kawasan budidaya menurut jenis penggunaannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas kawasan budidaya menurut jenis penggunaan tanah di Sumatera Barat tahun 2004

No. Jenis penggunaan tanah Luas (ha) Luas (%)

1 Kampung/Pemukiman 106.725 4,57

2 Sawah irigasi dan non irigasi 266.584 11,41

3 Industri/Perusahaan 2.900 0,12

4 Pertambangan 1.114 0,05

5 Tanah kering 72.835 3,12

6 Perkebunan 591.680 25,33

7 Hutan 851.507 36,46

8 Semak belukar, alang-alang 224.759 9,62

9 Padang rumput 104.273 4,46

10 Danau, rawa, sungai, dan lain-lain 96.375 4,13

11 Kolam, tambak, situ 16.935 0,73

Jumlah 23.35.687 100,00

Sumber : Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Barat dalam Badan Perencanaan Pembangunan Provins

(4)

3. Potensi Kawasan Hutan di Sumatera Barat

Sesuai dengan Peta Hasil Pemaduserasian antara Tata Guna Hutan Kesepakatan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat, luas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah 2.600.286 hektar. Kawasan hutan tersebut dibagi menjadi :

o Hutan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 846.178 ha

o Hutan Lindung (HL) seluas 910.533 ha

o Hutan Produksi (HP) seluas 246.383 ha

o Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) seluas 189.346 ha.

Dengan demikian, dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat seluas 4.229.760 ha sebesar 61,51% merupakan kawasan hutan yang terdiri dari hutan tetap (KSA/KPA, HL, HPT, dan HP) seluas 2.410.940 ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 189.346 ha, serta sisanya merupakan areal penggunaan lain (APL) seluas 1.629.444 ha (38,49%).

Selama periode 1996 sampai 2000 telah terjadi penyusutan luas areal hutan yang sangat signifikan dalam jumlah seluas 1.207.073 hektar. Terjadinya alih fungsi hutan ini teridentifikasi cukup signifikan di Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Alih fungsi yang terjadi pada daerah itu adalah hutan produksi menjadi perkebunan. Selain itu terjadi penurunan kualitas hutan, baik hutan produksi, konservasi, maupun hutan lindung. Dari indikator keanekaragaman jenis flora dan fauna dan indikator struktur komunitasnya, hutan produksi terdapat di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Solok, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Umumnya penyebab penurunan kualitas hutan-hutan itu karena penebangan hutan produksi yang dilakukan tidak diikuti dengan penanaman kembali (replanting).

Luas dan kualitas hutan lindung dan hutan konservasi mengalami penurunan. Pada beberapa bagian hutan lindung di Kabupaten Solok, Pasaman, dan Sawahlunto Sijunjung peralihan fungsi menjadi perkebunan dan perladangan masih saja terjadi. Peningkatan intensitas penebangan hutan di daerah perbatasan Taman Nasional Kerinci Seblat masih terus terjadi sejak tahun 1998. Penurunan kualitas hutan yang disebabkan oleh penebangan hutan ini berakibat kepada penurunan drastis populasi fauna dan flora spesifik di daerah ini seperti badak, harimau, berbagai jenis elang, dan tumbuhan (Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat, 2006).

Seiring dengan maraknya konversi kawasan hutan menjadi perkebunan, pro-duksi hasil hutan di Provinsi Sumatera Barat juga mengalami penurunan. Propro-duksi hasil hutan menurut jenisnya di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi hasil hutan menurut jenisnya di Provinsi Sumatera Barat

No Jenis hasil hutan Satuan unit 1996 1997 1998 1999 2000 2001

1. Kayu bulat m3 665.827,5 921.887,6 655.842,2 439.807,8 272.253,3 288.109,5 2. Kayu gergajian m3 54.473,2 452.104,8 - 34.260,4 8.239,2 5.236,7 3. Kulit kayu kg - 124.788,7 - - - - 4. Getah Pinus kg 573.418,0 1.101.066,0 263.297,0 310.825,0 617.731,0 543.419 5. Manau btg 987.478,0 726.608,0 870.246,0 803.392,0 440.421,0 367.500 6. Rotan kg 102.950,0 84.400,0 151.650,0 36.550,0 16.700,0 10.000,0 7. Damar kg - - - 10.554.380,0 586.043,0 - 8. Sarang burung kg 11.911,2 6.311,7 1.266,7 - - - 9. Tabu-tabu btg 1.065.196,0 758.605,0 1.259.140,0 801.901,0 231.164,0 174.000,0 10. Semumbu btg 16.400,0 18.900,0 34.200,0 33.500,0 - 9.500

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dalam Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera

(5)

B. Pembahasan

Hasil perhitungan LQ terhadap sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 3.

Nilai LQ sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2000 sampai 2003 adalah lebih dari 1. Berarti dari tahun 2000 sampai tahun 2003 sektor kehutanan merupakan sektor basis atau leading sector dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat yang dapat menjadi sumber pertumbuhan pereko-nomian di Provinsi Sumatera Barat. Sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya dan hasilnya tidak saja dapat memenuhi wilayah Provinsi Sumatera Barat tetapi juga dapat ”diekspor” ke luar daerah atau ke provinsi lainnya.

Pada periode tahun 2000 sampai 2003 nilai LQ tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 1,41. Berarti pada tahun tersebut output sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat rata-rata 1,41 kali lebih tinggi dibandingkan output sektor kehutanan di Indonesia. Sedangkan nilai LQ terendah terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar 1,23.

Nilai defferential shift sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai defferential shift sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Barat tahun 2001 sampai 2003

Defferential shift (%)

No. Sektor perekonomian 2001 2002 2003

1 Pertanian 3,30 4,88 7,58

Tanaman bahan makanan 0,56 5,65 2,60

Tanaman perkebunan 18,53 17,03 15,62

Peternakan dan hasil-hasilnya 0,67 -0,74 5,95

Kehutanan 0,85 7,96 5,51

Perikanan -0,61 -3,71 3,40

2 Pertambangan dan penggalian -1,47 -1,02 -0,10

3 Industri pengolahan -0,02 -0,84 -1,51

4 Listrik, gas, dan air bersih 10,20 7,31 -3,41

5 Bangunan -2,12 -1,97 0,04

6 Perdagangan, hotel, dan restoran -0,20 0,97 0,29

7 Pengangkutan dan komunikasi -4,41 -5,03 -8,08

8 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan -1,91 -3,56 -1,20

9 Jasa-jasa -0,84 -0,22 0,40

Sumber : Diolah dari data BPS

Nilai defferential shift sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2001 sampai 2003 selalu positif. Hal ini mengindikasikan bahwa dari tahun ke tahun sektor kehutanan mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian di Provinsi Sumatera Barat. Nilainya sendiri berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 2001 sampai 2003 nilai defferential shift tertinggi sektor kehutanan terjadi pada tahun 2002, sebesar 7,76%. Berarti pada tahun 2002 sektor kehutanan mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat sebesar 7,96%.

Tabel 3. Nilai LQ sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat

Tahun Nilai LQ sektor

kehutanan

2000 1,23 2001 1,24 2002 1,34 2003 1,41

(6)

Nilai defferential shift sektor kehutanan dalam periode 2001 sampai 2003 menempati urutan kedua dalam rumpun sektor pertanian. Nilai tertinggi selalu ditempati oleh sektor tanaman perkebunan. Mengingat 30 % kawasan mempunyai kelerengan di atas 40 % maka peran kehutanan dan jasa lingkungan terhadap kawasan budidaya lainnya sangat penting. Secara keseluruhan di Provinsi Sumatera Barat sektor pertanian pada periode 2001 sampai 20003 selalu mampu memberikan kontribusi pada pertumbuhan perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan sektor lainnya tidak selalu mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat.

Sektor kehutanan dengan hasil hutan seperti kayu bulat, kayu gergajian, kulit kayu, getah pinus, rotan, damar, sarang burung, dan lain-lain mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Sektor kehutanan mampu menjadi prime mover dalam perekonomian dan selalu mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Hal ini juga terjadi pada sektor pertanian secara umum. Sebagai provinsi yang masih agraris, struktur perekonomian Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian. Dilihat dari kontribusi masing-masing sektor, sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat. PDRB atas dasar berlakumenunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian secara umum menempati peringkat pertama pada tahun 2003 yang besarnya adalah 22,88%.

Sektor kehutanan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dalam jangka panjang bisa jadi terancam. Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan, kebutuhan lahan untuk kehidupan masyarakat maupun untuk kepentingan pembangunan non kehutanan semakin meningkat, sehingga terjadi konversi areal-areal yang sebetulnya layak untuk tetap dipertahankan sebagai kawasan lindung.

Selain untuk perkebunan, kawasan hutan juga dikonversi untuk lokasi transmigrasi dan pada beberapa lokasi dilakukan pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan, jalur transmisi listrik, pembangunan tower repeater Telkom, dan sebagainya. Hal lain yang menyebabkan kurangnya areal berhutan adalah kurangnya perhatian masyarakat terhadap keberadaan hutan sehingga disinyalir banyak terjadi ketidaksinkronan penggunaan lahan dengan peruntukannya. Di samping itu adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang tidak sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi menyebabkan telah terjadi konversi areal berhutan menjadi kawasan berbudidaya yang tidak termonitor (tidak melalui prosedur kehutanan) antara lain perkebunan sawit, karet, gambir, kopi, dan sebagainya serta perladangan masyarakat dan pembukaan jalan.

Nilai LQ dan defferential shift sektor kehutanan menunjukkan pentingnya peranan sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Di sisi lain kawasan konservasi cukup luas tetapi degradasi dan konversi hutan terjadi dengan cepat. Hal ini menuntut perhatian dari pemerintah daerah untuk mempertahankan kawasan konservasi, melakukan rehabilitasi kawasan hutan yang rusak, dan membatasi konversi kawasan hutan terutama kawasan lindung dengan pertimbangan yang lebih mendalam, baik ekonomi maupun ekologis.

(7)

IV. KESIMPULAN

1. Sektor kehutanan merupakan sektor basis dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 2000 sampai 2003.

2. Sektor kehutanan selalu memberikan kontribusi bagi perekonomian Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 2001 sampai 2003.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat tahun 2005-2019. Draft. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2003. Statistik Indonesia 2003. Badan Pusat

Statistik Indonesia. Jakarta.

Adisasmita, R. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hendrayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan

Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian Vol. 12, Desember 2003.

Kusumadijaya, K. dan I. N. S. Nuitja. 2002. Analisis Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas : Studi Kasus di Provinsi DKI Jakarta tahun 1994-1998. ATMA nan JAYA, April 2002. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Luas kawasan budidaya menurut jenis penggunaan tanah di Sumatera Barat  tahun 2004
Tabel 4. Nilai defferential shift sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Barat tahun 2001  sampai 2003

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa dodol yang disimpan pada hari ke-0 dan ke-5 pada perlakuan yang dilapisi kitosan, baik 1% dan 2% tidak berbeda nyata dengan

Sedangkan di Jerman, terdapat kekuasaan kehakiman tertinggi yakni Mahkamah Konstitusi Jerman (Bundesverfassungsgericht) beserta dengan kekuasaan kehakiman yang ada

Fanatisme para babes dalam mendukung Manchester United ditunjukkan dari aspek-aspek fanatisme yang disampaikan Goddard (2001:7) pertama, yaitu tentang kegiatan dan

Mendasar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan

Pendirian rumah ibadah merupakan sesuatu yang sangat hakiki bagi setiap pemeluk agama manapun, karena rumah ibadah selain berfungsi sebagai simbol kesatuan dan

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Seram Bagian Barat mengalami

Inti KMFH (Komite Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) periode 2013-2014 serta seluruh fungsionaris dan aktifis Lembaga Mahasiswa Fakultas Hukum

Dengan mempertimbangkan kondisi daerah, permasalahan pembangunan, tantangan yang dihadapi serta isu-isu strategis, dirumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran