• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHUILUAN. Latar Belakang. Cephalopoda merupakan salah satu kelompok binatang lunak (filum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHUILUAN. Latar Belakang. Cephalopoda merupakan salah satu kelompok binatang lunak (filum"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHUILUAN

Latar Belakang

Cephalopoda merupakan salah satu kelompok binatang lunak (filum Moluska), meliputi cumi-cumi (squid), sotong (cuttlefish), gurita (octopus) dan kerabatnya. Sekitar 700 spesies telah diketahui hidup tersebar di perairan pasang surut (intertidal), di samudera yang dalam,

dan

di lapisan penndcaan laut, baik di perairan kutub yang dingin maupun di perairan tropis yang hangat (Hanlon dan Messenger 1996; Vecchione et al. 2001; Day 2002). Beberapa jenis Cephalopoda memiliki nilai komersial dan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang penting dalam sektor perilcanan laut (Roper et al. 1984).

Cephalopoda yang hidup di perairan Indonesia dan telah diidentifikasi sekitar 100 jenis, narnun yang memiliki nilai komersial sekitar 24 jenis (Djajasasmita et al. 1993). Salah satu jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memiliki potensi yang cukup besar adalah Sepioteuthis lessoniana (Chikuni 1983). Cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran panjang mantel 36 cm dengan bobot tubuh 1.8 kg, sedangkan hewan betina memilih panjang mantel yang berkisar antara 8 - 20 cm (Silas et al. 1982 dalam Roper et al. 1984). Di dalam laboratorium, S. lessonrana dapat tumbuh sampai 2 kg bobot basah dalam waktu enam bulan (DiMarco et al. 1993), bahkan pada umur 194 hari ada yang telah mencapai panjang mantel 280 rnrn

(2)

Di perairan Indonesia Timur, cumi-cumi S. lessoniana dikenal dengan nama sotong buluh (Sudjoko 1988), di perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat, disebut cumi lamun (Marzulu et al. 1989), di perairan Riau Qsebut sotong karang (Sukendi et

al. 1993), di perairan Sulawesi Selatan disebut pantolang dan sumampara, dan di daerah Bojonegara (Cilegon, Banten) disebut corak.

Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di perairan Selat Malaka, Selat Makassar - Laut Flores,

dan

Laut Jawa, telah melebihi loo%, yang berarti telah terjadi ~xnangkapan yang berlebih (ove$shing), narnun secara nasional masih sekitar 76% (Anonim 1998). Hal ini disebabkan karena banyaknya jurnlah alat tangkap yang terpasang serta gangguan alarn yang relatif kecil pada perairan-perairan tersebut di atas (Djajasasmita et al. 1993).

Alat penangkap cumi-cumi yang biasa dipakai di perairan Selat Alas (Nusa Tenggal-a Barat) dan perairan sebelah barat Pulau Flores adalah payang oras (Marzuki et al. 1989), sedangkan di perairan Sulawesi Selatan digunakan payang atau lampara, pukat pantai, pukat cincin, jaring hanyut, bagan perahu, bagan tancap, dan pancing (Djajasasmita et al. 1993). Di perairan Pulau Haruku, Maluku Tengah, pernah dilakukan ujicoba penangkapan sotong buluh dengan menggunakan ~ z g s (lambaian) dan dioperasikan dengan cara tonda (Yusuf dan Hamzah 1996).

Ilasil tangkapan yang diperoleh nelayan diperdagangkan dalam bentuk olahan dan segar. Pengolahan dilakukan dengan penggaraman yang diikuti dengan pengerir~gan dengan bantuan sinar matahari. Selain itu ada juga yang diperdagangkan dalam bentuk segar baik didinginkan di dalam es maupun dibekukan. Sebagian besar

(3)

hasil tangkapai dijual di pasaran lokal. Beberapa daerah produksi cumi-cumi telah melakukan ekspor (Djajasasmita et al. 1993). Konsumen cumi-cumi terbesar adalah Jepang, Spanyol, Italia, dan Korea (Sudjoko 1988).

Daging cumi-cumi licin dan bersih, memiliki aroma yang khas, dan sekitar 80% biigian tubuhnya dapat dimakan (Tang

dan

Alawi 1996). Selain itu, daging cumi-cimi mempunyai nilai gizi yang baik karena mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sarvesan 1974). Salah satu di antara asam amino esensial yang ditemukan pada cumi-cumi adalah lisina (lysine), dengan kandungan 560 mglg total nitrogen. Daging Cephalopoda juga mengandung asam lemak tidak jenuh (polyrmrsaturated fatty acid, PUFA). Jaringan otot cumi-curni rnengan~dung 1 1.6 sarnpai 19.4% asam eikopentanoat (20:s Omega-3)

dm

37.1 sampai 51.3% asam dokosaheksanoat (22:6 Omega-3) (Kreuzer 1986). Kandungan asam lemak yang terdapat pada daging cumi-cumi mengandung 48.9 sampai 58.9% Omega--3 dan 1.0 sampai 2.6% Omega4 (Takama et a/. 1994).

Seluruh produksi cumi-cumi di Indonesia berasal dari h a i l tangkapan di alam, slzdangkan sumbangan dan hasil budidaya sampai saat ini belurn terungkap. Jika pei~angkapan dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kelestarian sumbertlaya dapat menyebabkan terjadinya overfishzng dan pada gilirannya akan menyebabkan kepunahan. Untuk itu perlu dilakukan usaha budidaya Cephalopoda terutama yang memiliki nilai komersial. Usaha budidaya yang baik dapat dilakukan jika telih diketahui sifat-sifat biologis hewan tersebut, baik mengenai reproduksi,

(4)

makanan, pertumbuhan, maupun aspek-aspek lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupannya.

Beberapa penelitian budidaya di Indonesia yang menggunakan S. lessoniana antara lain meliputi musim pemijahan (Danakusumah et al. 1995a), penetasan telur ( H a m h 1993, 1997; Ahmad dan Gunarto 1995; Danakusumah et al. 1995b, 1997; Pongsapan et al. 1995; Hamzah dan Prarnudji 1996; Ahmad et al. 1996), pembenihan (Tang dan Alawi 1996), pemeliharaan larva (Ahmad et al. 1996; Usman et al. '1998), pakan (Marthnus dan Ahmad 1996; Ahmad et al. 1996), dan padat penebaran (Ahrnad et al. 1996; Danakusumah 1999).

Teknologi budidaya cumi-curni untuk skala laboratorium yang meliputi upaya penangkapan dan penyediaan induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva,

dan

pernbesaran, telah dilakukan sejak tahun 1994 (Danakusumah et al. 1995a). Pada tahaptahap am1 penelitian, tingkat kelulusan hidup (sintasan) dari masa larva sampai menjadi induk hanya sekitar 3%. Namun dengan adanya usaha penelitian yang inirensif, meliputi pemberian pakan hidup dan penebaran awal yang tidak terlalu padat, nlaka sintasan yang dapat dicapai saat ini sekitar 60% (Danakusumah 1997).

Menurut Lee et al. (1994, 1998), S. lessoniana mempunyai potensi yang besar sebagai spesies marikultur yang komersial. Hal ini disebabkan karena c u m i - m i ini memiliki karakteristik budidaya yang menonjol, diantaranya adalah: (a) Dapat dipelihara dengan sistem resirkulasi yang tertutup, (b) Siklus hidup selesai dalarn 4 - 6 bulan. (c) Pertumbuhan sangat cepat, dengan ukuran dewasa yang &pat mencapai 0.4 - 2.2 kg, (d) Memiliki makanan yang sangat bervariasi, khususnya krustase dan

(5)

ikan hidup, (e) Dapat mentolerir kehidupan berkelompok (4 ekor cumi-cumi untuk setiap m3), ( f ) Timbulnya penyakit

dan

kanibalisme sangat rendah,

dan

(g)

I Reproduksi di dalam kurungan berjalan sempurna sehingga dapat menghasilkan

beberapa generasi selanjutnya (enam generasi secara berturut-turut).

Di perairan pantai Bojo-Labuange, Kabupaten Barru, Sulawesi - Selatan,

Danakusumah et al. (1995~) berhasil memelihara anak cumi-cumi hasil penetasan hingga dewasa dan memijah di dalam keramba. Induk ini memijah sebanyak dua kali sebelurn mati, yang pertama pada saat berumur 106 hari (252 butir, 83 kapsul telur) dan yarkg kedua pada saat benunur 114 hari (121 butir, 35 kapsul).

Walaupun penelitian yang berhubungan dengan aspek budidaya sebagaimana disebutkan di atas telah dilakukan cukup lama, penelitian yang berkaitan erat dengan aspek reproduksi masih sangat h a n g . Berdasarkan ha1 tersebut maka penelitian ini dilakukan, yang akan mengamati aspek biologi reproduksi S. lessoniana yang berasal I dari perairan Teluk Banten.

Perumusan Masalah

Cumi-cumi S. lessoniana ditemukan di seluruh perairan Indonesia, dengan kata lain dia memiliki potensi yang sangat besar dan memilil nilai ekonomis yang tinggi sehingga pengembangan cumi-curni ini di Indonesia merupakan upaya yang sangat ~nenjanjikan. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sumberdaya cumi-cumi yang saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan dm alam hams disertai dengan upaya

(6)

budidaya. Dengan demikian produksi curni-cumi dapat lebih ditingkatkan lagi sekalilps menjaga kelestarian sumberdaya tersebut.

Usaha budidaya cumi-cumi dapat berkembang dengan baik bila ada dukungan sejumlah hasil-hasil penelitian tentang pembenihan dan budidaya. Keberhasilan pembenihan sendiri sangat membutuhkan informasi dan pengetahuan tentang aspek ekologi dan reproduksi cumi-cumi tersebut, karena ha1 tersebut sangat berkaitan erat denga~l produksi benih. Data yang berhubungan dengan aspek-aspek reproduksi cumi- cumi jrang hidup di perairan Indonesia, khususnya S. lessoniana, secara rinci masih sangat kurang (Andy Omar 1999).

Berdasarkan pernasalahan tersebut di atas, maka sebelwn melakukan usaha pembenihan dibutuhkan beberapa pengarnatan yaitu studi tentang kebiasaan makan cumi-curni tersebut, biometnk, hubungan bobot tubuh

-

panjang mantel, faktor kondisi, aspek reproduksi cumi-cumi yang meliputi nisbah kelarnin, tingkat kematangan gonad, pengamatan histologi testis dan ovarium, indeks reproduksi, dan fekunditas. Dalam penelitian ini juga dilakukan uji coba pengaruh berbagai tingkat suhu dan salinitas terhadap perkembangan kapsul telur, laju perturnbuhan, lama inkuba!;i dan daya tetas. Pada tahap akhir dari penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perkembangan embrio yang berada di dalam kapsul telur.

Tujuan Penelitian

(7)

a. Mengetahui aspek biologi cumi-cumi S. lessoniana yang berasal dari perairan Teluk Banten dan sekitarnya.

b. Mengetahui aspek reproduksi cumi-cumi S. lessoniana.

c. Mempelajari pengaruh berbagai tingkat suhu terhadap perkembangan kapsul telur cumi-cumi di dalam laboratorium.

d. Mempelajari pengaruh berbagai tingkat salinitas terhadap perkembangan kapsul telur curni-cumi di dalam laboratorium.

e. Mempelajari perkembangan embrio yang berada di dalarn kapsul telur.

Berdasarkan rumusan masalah

dan

tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas ma.ka diajukan hipotesis sebagai berikut:

a. Tidak ada perbedaan laju pertumbuhan pada setiap perlakuan suhu yang diujikan.

b. Tidak ada perbedaan lama inkubasi pada setiap perlakuan suhu yang diuj ikan. c. Tidak ada perbedaan daya tetas pada setiap perlakuan suhu yang diujikan. d. Tidak ada perbedaan laju pertumbuhan pada setiap perlakuan salinitas yang

diuj ikan.

e. Tidak ada perbedaan lama inkubasi pada setiap perlakuan salinitas yang diujikan.

(8)

Manfaat Penelitian

Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat inemberikan tainbahan informasi kepada para nelayan, khususnya informasi tentang pembenihan. Dengan meningkatnya usaha budidaya cumi-cumi S. lessoniunu, maka diharapkan kebutuhan masyarakat akan cumi-cumi, baik untuk pasar domestik maupun untuk keperluan ekspor, dapat terpenuhi sehingga pada akhirnya kelestarian sumberdaya cuini-cumi di alam tetap dapat berlangsung.

Referensi

Dokumen terkait

 Siswa dapat mengelmpokkan karakteristik dari bahan serat,  Siswa dapat menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat ,  Siswa dapat menyebutkan

Hasil reboisasi melalui GNRHL dan HKm tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 pada citra hasil klasifikasi tahun 2004 teridentifikasi sebagai semak belukar dan pertanian

Adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang berperan dalam melihat warna.. Dari

Pantai Pulau Bengkalis bagian Barat yang mengalami laju abrasi dan akresi paling tinggi pada kurun waktu tahun 1988 – 2014 .... Laju perubahan garis pantai Pulau Bengkalis bagian

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pengetahuan, sikap dan manajemen lak- tasi ibu di wilayah kerja Puskesmas Samaenre pada tahun 2014 sebagian besar masih berada pada

Pemanfaatan limbah buah dan sayuran untuk pembuatan pupuk nabati, dan sosialisasi kepada masyarakat Desa Lengau Serpang dalam pemakaian masker serta membudayakan cuci tangan

Berdasarkan penelitian seorang ahli bernama Pennebaker (dalam Hernowo, 2003, hlm.30) mengemukakan bahwa “menulis dapat membuat seseorang menjadi lebih sehat, karena dengan

Model usahatani terpadu yang dibangun oleh Panggabean (1982), Amareko (1983), Howara (2004) dan Handayani (2009) dapat menunjukkan bahwasanya dengan melakukan