• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Yb. Mangunwijaya dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Yb. Mangunwijaya dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra - USD Repository"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH SETADEWA DALAM NOVEL

BURUNG-BURUNG MANYAR

KARYA YB. MANGUNWIJAYA

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Agustina Galuh Prabaningtyas

NIM: 091224036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKLUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

KONFLIK BATIN TOKOH SETADEWA DALAM NOVEL

BURUNG-BURUNG MANYAR

KARYA YB. MANGUNWIJAYA

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Agustina Galuh Prabaningtyas

NIM: 091224036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

i

KONFLIK BATIN TOKOH SETADEWA DALAM NOVEL

BURUNG-BURUNG MANYAR

KARYA YB. MANGUNWIJAYA

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Agustina Galuh Prabaningtyas

NIM: 091224036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria

Bapak Ignatius Subagio dan Ibu MB. Rahayu

Kakakku Gregorius Galih Prabowo

Saudara, Sahabatku

(7)

v

Motto

“Pengetahuan diperoleh dengan belajar, kepercayaan dengan keraguan, keahlian dengan berlatih, dan cinta dengan mencintai”

(Thomas Szasz)

“Pekerjaan hebat tidak dilakukan dengan kekuatan, tapi dengan ketekunan dan kegigihan”

(Samuel Jhonson)

“Kita hidup untuk saat ini, kita bermimpi untuk masa depan, dan belajar untuk kebenaran abadi”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,19 November 2013

Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Agustina Galuh Prabaningtyas

NIM : 091224036

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KONFLIK BATIN TOKOH SETADEWA DALAM NOVEL

BURUNG-BURUNG MANYAR KARYA YB. MANGUNWIJAYA DAN

IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolalanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakart, 19 November 2013 Yang Menyatakan

(10)

viii ABSTRAK

Prabaningtyas, Agustina Galuh. Konflik Batin Tokoh Setadewa dalam Novel Burung-burung Manyar Karya YB. Mangunwijaya dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji Konfik Batin Tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya YB. Mangunwijaya dan implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan alur, latar, karakteristik tokoh dan konflik batin yang dialami tokoh Setadewa, serta implementasi dalam pembelajaran sastra di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Dengan mengguakan metode ini, peneliti membagi tiga tahap. Pertama, peneliti menganalisis alur, latar, dan karakteristik tokoh Setadewa dalam novel

Burung-burung Manyar. Kedua, peneliti menggunakan hasil analisis pertama untuk menggali konflik batin yang dialami oleh tokoh Setadewa. Ketiga, implementasi novelBurng-burung Manyaruntuk pembelajaran sastra di SMA.

Analisis struktur novel Burung-burung Manyar meliputi alur, latar dan karakteristik tokoh utama. Watak dari Setadewa sebagai tokoh utama dalam novel

Burung-burung Manyar yaitu jujur, setia, liar, pemberontak, dan berani. Latar tempat yang membuat terbentuknya konflik batin yang dialami tokoh Setadewa adalah Dalem, Tanah Abang (Jakarta), Magelang, Istana Soekarno. Latar waktu yang mempengaruhi konflik batin tokoh Setadewa adalah tahun 1944 ayahnya ditangkap oleh Jepang; tahun 1945 wanita yang Setadewa sayangi, yaitu Atik berpihak kepada Republik; tahun 1968—1978. Latar sosial dalam novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat di zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Tema novel ini adalah perjuangan hidup seorang pria untuk memperoleh kehidupan yang layak.

Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi dari Setadewa. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut menimbulkan rasa takut, tidak percaya diri, emosional, dan frustasi.

(11)

ix

(12)

x ABSTRACT

Prabaningtyas, Agustina Galuh. Setadewa’s Inner Conflicts in the Novel

Burung-Burung Manyar Written by YB. Mangunwijaya and the Implementation in Literature Learning in Senior High Schools (A Psychological Literature Review).Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University. This research examined Setadewa’s Inner Conflicts in the Novel Burung-Burung Manyar Written by YB. Mangunwijaya and the Implementation in Literature Learning in Senior High Schools (A Psychological Literature Review). The approach used in this research was psychological literature approach. This research was aimed to describe the plots, settings, character’s characteristics, and inner conflicts experienced by Setadewa, and the implementation in literature learning in Senior High Schools.

The method used in this research was descriptive analysis method. Using this method, the researcher divided it into three steps. First, the researcher analyzed the plots, settings, and Setadewa’s characteristics in the novel Burung-Burung Manyar. Second, the researcher usedthe results of the first analysis to dig up the inner conflicts experienced by Setadewa. Third, the implementation of the novelBurung-Burung Manyarwas for literature learning in Senior High Schools.

The structural analysis of the novel Burung-Burung Manyar included the plots, settings, and main character’s characteristics. Setadewa, the main character in the novel Burung-Burung Manyar was honest, faithful, wild, rebellious, and brave. The places that created Setadewa’s inner conflicts were Dalem, Tanah Abang (Jakarta), Magelang, Istana Soekarno. The time settings that influenced Setadewa’s inner conflicts were the year of 1944, his father was caught by Japan; in 1945, Atik, someone whom Setadewa loved, took side with the Republic; from 1968 until 1978. The social settings in this novel described the life of society occupied by The Netherlands and Japan.The theme of this novel was a man’s life struggle for his proper life.

Based on the results of psychological literature analysis, it could be concluded that Setadewa’s physiological needs, needs for feeling secure, needs for possessing and love, needs for appreciation, and needs for self-actualization were not fulfilled. Consequently, it made him afraid, unconfident, emotional, and frustrated.

(13)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Peneliti menyadari bahwa proses menyususn penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia; Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan berkaitan dengan penyususnan skripsi ini.

2. Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dari awal hingga penulisan skripsi ini selesai.

3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang selalu memberi masuk penulis dalam menyusus skripsi dari awal hingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membekali ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Univeritas Sanata Dharma.

5. Karyawan sekretariat PBSI, FKIP yang dengan ramah telah mempelancar urusan akademik dan administrasi perkuliahan yang diperlukan penulis.

6. Bapak Ignatius Subagio dan Ibu Maria Bernadheta Rahayu yang telah mendukung penulis baik secara material dan spiritual kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(14)

xii

memberi dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberi dukungan dan perhatian sampai terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, berbagai saran, masukan dan kritik yang membangun demi sempurnanya skripsi ini agar lebih baik dan bermanfaat sangat penulis harapkan. Semoga berkat dan rahmat Tuhan selalu menyertai setiap langkah kita. Amin

Penulis

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

MOTTO……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI………. vii

ABSTRAK……… viii

ABSTRACT……….. x

KATA PENGANTAR………. xi

DAFTAR ISI……… xiii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1Latar Belakang………. 1

1.2Rumusan Masalah………... 5

1.3Tujuan Penelitian……… 5

1.4 Manfaat Penelitian………... 6

1.5Batasan Istilah………. 6

1.6Sistematika Penyajian………. 7

BAB II LANDASAN TEORI………... 9

2.1 Penelitian Relevan……….. 9

(16)

xiv

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA………... 33

KTSP……… 35

2.4.1 Silabus……… 36

2.4.2 RPP………. 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 45

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 45

3.2 Metode Penelitian………... 45

3.3 Sumber Data……… 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 47

3.5 Teknik Analisis Data……….. 47

(17)

xv

4.2.1 LatarTempat………... 64

4.2.2 Latar Waktu………. 71

4.2.3 Latar Sosial……….. 76

4.3Keterkaitan Antarunsur Latar………. 82

4.4Analisis Karakteristik Tokoh Setadewa………. 89

4.4.1 Metode Langsung……… 90

4.4.2 Metode Tidak Langsung………. 96

4.5Analisis Psikologi Tokoh Setadewa……….. 105

4.5.1 Analisis konflik batin terkait dengan latar……… 105

4.5.2 Analisis konflik batin terkait dengan alur……… 107

4.6 Analisis konflik batin menggunakan teori AbrahamMaslow……… 111

4.6.1Kebutuhan Akan Fisiologis……… 112

4.6.2Kebutuhan Akan Keamanan……… 113

4.6.3Kebutuhan Akan Cinta dan Memiliki………... 116

4.6.4Kebutuhan Akan Penghargaan………. 119

4.6.5Kebutuhan Akan Aktualisasi diri………. 122

4.7 Akibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan Dasar……… 125

4.7.1 Rasa Takut (Kebutuhan akan keamanan dan cinta)……… 126

4.7.2 Tidak Percaya Diri (Kebutuhan akan cinta ) ………. 127

4.7.3 Emosional (Kebutuhan akan penghargaan)……….. ……… 128

4.7.4 Frustasi (Kebutuhan akan fisiologis, keamanan, cinta, penghargaan dan aktualisasi diri)………. 128

BAB V PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA……… 130

(18)

xvi

5.1.2 RPP……….. 141

BAB VI PENUTUP………... 184

6.1 Kesimpulan……….. 184

6.2 Implikas………... 185

6.3 Saran………. 186

DAFTAR PUSTAKA………. 187

LAMPIRAN………

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapnya (Sudjiman, 1990:71). Karya sastra dibangun oleh pengarangnya sebagai hasil rekaman kreatifnya berdasarkan perenungan, penafsiran, penghayatan hidup terhadap realitas sosial dan lingkungan masyarakat di mana pengarang itu hidup dan berkembang (Sumardjo, 1984:15).

(20)

1996. Mangunwijaya mampu menggambarkan situasi yang sedang terjadi melalui karya sastranya. Beliau termasuk sastrawan angkatan tahun 1980-an yang di mana karya-karyanya berlatar belakang sejarah Indonesia.

Karya sastra YB Mangunwijya ini sudah banyak diteliti dengan berbagai pendekatan. Macam-macam pendekatan dalam karya sastra yaitu pendekatan struktural, pendekatan semiotik, pendekatan psikologis, pendekatan sosiologis, pendekatan feminisme, pendekatan postkolonialisme,dll. Karya sastra YB Mangunwijaya khususnya novel yang telah diteliti dengan berbagai pendekatan yaitu novel Durga Umayi dengan judul “Gaya dan Fungsinya dalam Novel Durga Umayi Karya YB. Mangunwijaya (suatu Kajian Stilistika) oleh Alfian Rokhmansyah 2009. Selanjutnya Novel Burung-burung Rantau dengan judul “Multikuturalisme dalam Novel Burung-burung Rantau dengan Analisis Semiotik Karya YB. Mangunwijaya

oleh Ali Imron-Ma’ruf, 2011, dan novel Trilogi dengan judul “Pemberontakan Perempuan dalam novel (Analisis Wacana Novel Trilogi Rara Mendut, Genduk duku,

dan Lusi Lindri Karya YB. Mangunwijaya” oleh Rohmadtika Dita 2012.

(21)

panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.

Memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik yaitu unsur yang membangun sebuah karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang membangun sebuah karya dari luar karya sastra tersebut.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesaia di SMA materi mengenai sastra juga terdapat di dalam kurikulum yang wajib diajarkan oleh guru. Salah satu karya sastra yang wajib diajarkan oleh guru yaitu novel. Karya sastra seperti novel ini banyak pesan moral yang terkandung dalam ceritanya. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mengambil pesan-pesan dalam novel tersebut dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Peneliti memilih novel yang berjudul Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya karena dapat diterapkan di dalam pembelajaran sastra dan isi dari novel ini menceritakan zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Cerita ini dikemas sedemikian sehingga dapat menarik pembaca dan menambah wawasan mengenai sejarah dilihat dari sudut pandang sastra. Tidak hanya itu novel ini juga menceritakan kisah cinta Setadewa atau kerap dipanggil Teto dan Atik yang tidak pernah menyatu.

(22)

tidak terpilih. Kesedihan dan kegagalan yang dialami oleh manyar jantan juga dialami oleh Seta ketika mengetahui bahwa Atik yang selama ini diidamkannya telah menjadi milik orang lain. Namun Seta lekas bangkit dan berusaha menerima Atik sebagai adik angkatnya.

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis konflik batin tokoh utama yang ditinjau dari segi psikologis dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Fokus penelitian ini pada aspek karakterisasi tokoh Setadewa dalam novel

Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya. Selain karakterisasi, pembahasan akan diarahkan pada konflik batin tokoh utama dalam novel ini. Setelah mengetahui tentang karakterisasi dan konflik batin, dalam penelitian ini juga dipaparkan implementasi hasil untuk pembelajaran. Hasil dari analisis konflik batin ini akan digunakan sebagai materi pembelajaran sastra SMA untuk kelas XII.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana alur dan latar dalam novel Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya?

2. Bagaimanakah karakteristik tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyarkarya Y.B Mangunwijaya?

3. Bagaimanakah konfik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyarkarya Y.B Mangunwijaya?

4. Bagaimanakah implementasi hasil analisis dengan pendekatan psikologi sastra tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya dalam pembelajaran sastra di SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti mendeskripsikan empat tujuan, yaitu:

1. Mendeskripsikan alur dan latar dalam novel Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya

(24)

3. Mendeskripsikan konfik batin tokoh setadewa dalam novel Burung-burung Manyarkarya Y.B Mangunwijaya

4. Mendeskripsikan implementasi hasil analisis dengan pendekatan psikologis tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya dalam pembelajaran sastra di SMA

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan untuk:

1. Menambah kajian kritik sastra dengan pendekatan psikologis sastra.

2. Memberikan sumbangan bagi pembelajaran di SMA khususnya yang berkaitan dengan sastra.

1.5 Batasan Istilah

Dalam penelitian ini terdapat batasan istilah yang bertujuan menghindari salah tafsir. Batasan istilah tersebut adalah :

(25)

2. Karakteristik adalah karakterisasi atau dalam bahasa Inggris

characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi. (Minderop, 2005:2).

3. Konfik batin adalah keadaan pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama pada diri seseorang (Heerdjan,1987:31)

4. Novel adalah Prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Istilah lain: Roman.(Sudjiman, 1990:55).

5. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman, 200:70).

1.6 Sistematika Penyajian

(26)

yang terdiri dari penelitian relevan dan kerangka teori. Bab ini menjelaskan teori yang akan digunakan sebagai dasar penelitian. Bab III yaitu metodelogi penelitian yaitu berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian yang akan dilakukan, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sumber data.

(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Relevan

Ada tiga penelitian yang relevan dengan topik ini yaitu penelitian Irsasri (2011) dengan judul “Novel Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya (Tinjauan

Sosiologi Sastra, Perspektif Historis, dan Nilai Pendidikan)”, penelitian Sunarjo (1986) dengan judul “Suatu Pendekatan tentang Pertautan Sintaksis dalam Roman Burung-burung Manyar”, dan penelitian Santoso (1987) dengan judul “Roman

Burung-burung Manyar Sebagai Karya sastra dan Nilai Pendidikannya bagi

Pembinaan Watak Siswa SMTA Sebuah Pendekatan Struktural

Penelitian Irsasri dengan judul “Novel Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya (Tinjauan Sosiologi Sastra, Perspektif Historis, dan Nilai

Pendidikan)”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menggunakan metode

kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologis. Hasil penelitian meliputi: (1) hasil analisis sosiologi pengarang yang mewarnai cerita dalam novel mencakup: (a) riwayat hidup pengarang (b) pengarang sebagai rohaniwan, (c) filosofi yang mendasari cerita novel. (2) latar belakang sosial budaya yang terdapat dalam novel

(28)

beberapa periode yaitu (a) periode 1934-1944 masa revolusi perjuangan Republik Indonesia dalam mencapai kemerdekaan, (b) periode 1945-1950 masa Republik Indonesia mempertahankan kedaulatan negara yang harus berjibaku dengan berbagai tindak konfrontatif Belanda, (c) periode 1968-1978 atau masa orde baru yang menumbuhkan masa pembangunan yang masih terjadi ketimpangan dan ketidak jujuran diberbagai bidang. (4) nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel

Burung-burung Manyaradalah (a) nilai hedonisme, nilai kesenangan dan kenikmatan atas dasar penangkapan inderawi, (b) nilai vital kehidupan, yang mendukung kehidupan dan peradaban menyangkut pengalaman yang lebih mendalam, (c) nilai kerohanian, nilai esteti menyangkut rasa keindahan nilai epistemologis dan (d) nilai kesucian, tataran tingkat tertinggi pencapaian rasa dan keheningan batin manusia dalam kehidupan di dunia.

Penelitian Sunarjo (1986) dengan judul “Suatu Pendekatan tentang Pertautan Sintaksis dalam Roman Burung-burung Manyar”. Penelitian ini menggunakan

(29)

petunjuk bahwa Y.B. Mangunwijaya adalah pengarang yang senantiasa dan selalu mengusahakan meningkatkan kualitas, termasuk dalam menulis.

PenelitianSantoso (1987) dengan judul “Roman Burung-burung Manyar Sebagai Karya sastra dan Nilai Pendidikannya bagi Pembinaan Watak Siswa SMTA Sebuah

Pendekatan Struktural”. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Hasil dari

penelitian ini: 1. Roman Burung-burung Manyar pada dasarnya memang roman serius. Hal ini terlihat dari permasalahan yang dikemukakan roman yaitu masalah revolusi fisik di Indonesia, 2. Roman Burung-burung Manyar adalah sebuah karya sastra yang memiliki kelengkapan unsur fiksi. Unsur tersebut saling berkaitan untuk membentuk kebulatan (totalitas), 3. BBM adalah roman yang serius yang kaya akan nilai-nilai yang berfungsi sebagai cerminan kualitas hidup, 4. BBM adalah roman yang coba mengungkapkan revolusi Indonesia secara objektif.

2.2 Unsur Intrinsik

2.2.1 Tokoh

(30)

novel yang bersangkutan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

Nurgiyantoro (2010: 178) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. (Altenbernd & Lewis, 1966:59 dalam Nurgiyantoro) tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero—tokoh yang merupakan pengejawantahan normal-normal, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh dalam karya sastra yang merupakan penentang utama dari tokoh utama (Sudjiman, 1990:7).

Nurgiantoro (2010: 181-183) berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau bulat. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungakap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.

2.2.2 Perwatakan

(31)

Pada umumnya jenis perwatakan dalam sebuah novel ada dua macam, yaitu perwatakan datar dan perwatakan bulat. Perwatakan datar adalah masing-masing tokoh dilukiskan hanya dengan satu sudut, selamanya baik-baik saja, atau sebaliknya, selama buruk-buruk saja. Perwatakan bulat adalah melukiskan seseorang tokoh secara kompleks dari berbagai dimensi (Montague dan Henshaw, 1966:14; Froster, 1970:75-85; Abrams, 1981:20 dalam Sukada).

Selanjutnya perwatakan dikategorikan dalam dua macam perkembangan yaitu perwatakan dinamis dan perwatakan statis. Perwatakan dinamis yaitu perwatakan yang mengalami perkembangan, sedangkan perwatakan statis tidak mengalami perubahan (Montague dan Henshaw, 1966:14 dalam Sukada). Scholes dan Kollog (1966:169 dalam Sukada) membedakan dua macam dinamik atau perkembangan perwatakan tersebut, masing-masing basis yang berhubungan dengan etnik dan basis yang berhubungan temporal kronologis. Yang pertama berubah karena faktor etnis sebagai dasar, sedangkan yang kedua berubah karena dasar perkembangan waktu.

Berhasilnya suatu perwatakan bisa menimbulkan kepercayaan terhadap cerita: pembaca harus merasakan bahwa tokoh-tokoh tersebut berlaku seperti dalam kehidupan sebenarnya Hardy (1996:304-5) (dalam Sukada,1987: 63).

(32)

a) Cara Analitik: pengarang dengan kisahnya dapat menjelaskan karakteristik seorang tokoh

b) Cara Dramatik: menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal lain, seperti

1. Menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh

2. Cakapan (percakapan) antara tokoh dengan tokoh lain, atau percakapan tokoh-tokoh lain tentang dia

3. Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain atau dia 4. Perbuatan sang tokoh

c) Cara Analitik yang panjang ditutup dengan dua-tiga kalimat cara dramatic, dan cara dramatic yang panjang ditutup dengan dua-tiga kalimat cara analitik (Lukman Ali,ed, 1967:123-4) (dalam Sukada,1987:64-65). Selanjutnya, karakterisasi tokoh diperdalam lagi oleh Mindrop dalam bukunya yang berjudul Metode Karakterisasi Telaah Fiksi (Minderop, 2005: 8-49), dijelaskan secara detail tentang telling dan showing. Metode langsung (telling) pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang.

A.Metode langsung ini mencakup: Melalui Penggunaan Nama Tokoh, Melalui Penampilan Tokoh, dan Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang. 1. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh

(33)

melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain. Nama tersebut mengacu pada karakteristik dominan si tokoh. Misalnya, tokoh Edward Murdstone dalam David Copperfield karya Charles Dickens; (stone sama dengan batu—keras) berarti si tokoh memiliki watak yang keras.

Penggunaan nama dapat pula mengandung kiasan (allusion) susastra atau historis dalam bentuk asosiasi. Nama Ethan Brand dalam Ethan Brand karya Nathaniel Hawthorne, mengacu pada tokoh pembakar kapur yang gemar bertualang. Nama ini mengandung kiasan dengan tanda (brand) terhadap Cain, pewaris dosa sehingga Brand dibuang sebagaimana ajaran yang terdapat dalam kitab Injil. Pembaca perlu pula mencermati penggunaan nama secara ironis yang dikarakterisasikan melalui inversion (kebalikannya). Demikianlah, melalui penamaan tersebut tidak saja watak si tokoh yang tampak, bahkan tema suatu novel, ceritera pendek atau drama dapat terungkap melalui cerminan karakter para tokoh (Minderop, 2005: 8-10).

2. Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

(34)

tentang usia, kondisi fisik/kesehatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh. Dari pelukisan ini tampak apakah tokoh merupakan sosok yang kuat, terkadang lemah, relatif bahagia, tenang atau kadang kala kasar. Sesungguhnya perwatakan tokoh melalui penampilan tidak dapat disangkal terkait pula kondisi psikologis tokoh dalam cerita rekaan. Misalnya, seorang tokoh dengan kondisi fisik tinggi dan langsing biasanya diasosiasikan dengan watak intelektual atau tipe tokoh astetis agak tertutup dan introspektif.

Metode perwatakan yang menggunakan penampilan tokoh memberikan kebebasan kepada pengarang untuk mengekspresikan persepsi dan sudut pandangnya. Secara subjektif pengarang bebas menampilkan appearance para tokoh, yang sacara implicit memberikan gambaran watak tokoh. Namun demikian, terdapat hal-hal yang sifatnya universal, misalnya untuk menggambarkan seorang tokoh dengan positif (bijaksana, elegan, cerdas), biasanya pengarang menampilkan tokoh yang berpenampilan rapih dengan sosok yang proporsional (Minderop, 2005: 10-15).

3. Karakteristik Melalui Tuturan Pengarang

(35)

ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin sang tokoh. Dengan demikian, pengarang terus-menerus mengawasi karakterisasi tokoh. Pengarang tidak sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya (Minderop, 2005: 15-16).

Metode Tidak Langsung(Showing)

Metode lainnya adalah metode tidak langsung dengan metode dramatic yang mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilakan diri sacara langsung melalui tingkah laku mereka. Dalam hal ini para pembaca dapat menganalisis sendiri karakter para tokoh.

Karakterisasi melalui dialogterbagai atas: Apa yang dikatakan Penutur, Jatidiri Penutur, Lokasi dan Situasi Percakapan, Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur, Kualitas Mental Para Tokoh, Nada Suara, Penekanan, Dialek, dan Kosa Kata Para Tokoh.

a. Apa yang Dikatakan Penutur

(36)

mengembangkan peristiwa-peristiwa dalam suatu alur atau sebaliknya. Bila si penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri tersembul kesan ia seorang yang berpusat pada diri sendiri dan agak membosankan. Jika si penutur selalu membicarakan tokoh lain ia terkesan tokoh yang senang bergosip dan suka mencampuri orang lain.

b. Jatidiri Penutur

Jatidiri penutur di sini adalah ucapan yang disampaikan oleh seorang protagonis (tokoh sentral) yang seyogyanya dianggap lebih penting daripada apa yang diucapkan oleh tokoh bawahan (tokoh minor), walaupun percakapan tokoh bawahan kerapkali memberikan informasi krusial yang tersembunyi mengenai watak tokoh lainnya.

c. Lokasi dan Situasi Percakapan 1. Lokasi Percakapan

(37)

watak para tokoh penghuni rumah ini. Pelukisan lokasi di atas dapat memberikan inspirasi kepada pembaca betapa penghuni yang meninggali rumah tersebut menyimpan suatu misteri dan keburukan yang disembunyikan.

2. Situasi Percakapan

Percakapan antara Seth, Ames, Louisa, dan Minnie terjadi dalam situasi pesta yang diadakan di rumah keluarga Mannon. Situasi percakapan riang–gembira diiringi aluan musik dan penyanyi serta diselingi dengan acara minum-minum. Pada acara ini para tokoh di atas mulai berguning tentang majikan mereka—jendral Manno— yang tidak hadir karena sedang bertugas membela Negara. Situasi percakapan ini sangat mendukung watak para tokoh yang gemar bergunjing(Minderop, 2005: 28-30).

d. Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur

(38)

e. Kualitas Mental para Tokoh

Pickering dan Hooper (dalam Minderop, 2005:33). Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded) atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu.

2.2.3 Alur/Plot

Jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab-akibat). Alur yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990:4).

Sementara itu, Sudjiman (1992:30-36) mengatakan struktur alur meliputi paparan (exposition), rangsangan (inceting moment), gawatan (rising action), tikaian (conflict), rumitan (complication), klimaks (climax), leraian (falling action) dan selesaian (denovement).

(39)

Paparan adalah penyampaian informasi kepada pembaca. Paparan biasanya terletak pada awal cerita. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh menjelaskan temapt peristiwa yang akan terjadi. Paparan ini berfungsi untuk mengatarkan pembaca ke dalam persoalan utama yang menjadi isi cerita darma itu.

2. Rangsangan

Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu samapi pada gawatan.

3. Gawatan/ Tegangan

Gawatan adalah peristiwa yang ditimbulkan oleh munculnya keinginan, pikiran, prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, hasil dari prakarsa itu tidak pasti sehingga menimbulkan kegawatan.

4. Tikaian

Tikaian adalah munculnya perselisihan yang diakibatkan oleh adanya dua kekuatan yang dipertentangkan; satu diantaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi protagonist dalam cerita.

(40)

Rumitan adalah perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks cerita, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks.

6. Klimaks

Klimaks adalah bagian alur yang menunjukan adanya pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, perhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir yang menentukan. Klimaks merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Bagian ini terutama dipandang dari segi tanggapan emosional dari pembaca atau penonton menimbulkan puncak ketegangan.

7. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur yang sudah tercapai klimaks dan kritis, merupakan peristiwa yang menunjukan perkembangan lakuan kearah selesaian, dalam hal ini pertentangan mereka. Ketegangan emosional menyusut, suasanan panas mulai mendingin, menuju kembali kekeadaan semula seperti sebelum terjadinya pertentangan.

8. Selesaian

(41)

menggantung tanpa pemecahan, tanpa ada penyelesian masalah dalam keadaan yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidak pahaman.

2.2.4 Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010:216).

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan social. Kegita unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengarui satu dengan yang lain.

1. Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

2. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

(42)

Menurut Stanton (2007:35) latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Latar berfungsi untuk mengekspresikan perwatakan dan kemauan, memiliki hubungan erat dengan alam dan manusia (Wellek dan Werren dalam Sukada, 1987:61).

2.3 Teori Psikologi Abraham Maslow

Teori dari Abraham Maslow mempunyai beberapa sebutan, seperti teori humanistik, teori transpersonal, kekuatan ketiga dalam psikologis, kekuatan keempat dalam kepribadian, teori kebutuhan dan teori aktualisasi diri. Akan tetapi, Abraham Maslow menyebutnya sebagai teori holistik-dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus-menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang yang mempunyai potensi untuk menuju kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri (Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:325).

(43)

Teori kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi (maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:330-331). Pertama, Maslow mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation), yaitu keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi. Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Contohnya, keinginan untuk berhungangan seksual dapat termotivasi tidak hanya oleh adanya kebutuhan yang berkaitan dengan alat kelamin, tetapi juga oleh kebutuhan akan dominasi, kebersamaan, cinta dan harga diri. Selain itu, motivasi untuk melakukan sebuah tingkah laku dapat disadari maupun tidak disadari oleh orang yang melakukan. Contohnya, motivasi seorang mahasiswa untuk mendapatkan nilai tinggi dapat menutupi motivasi sesungguhnya yang adalah kebutuhan untuk mendominasi atau memperoleh kekuasaan.

(44)

mereka beralih ke kebutuhan-kebutuhan lain seperti keamanan, pertemanan, dan penghargaan diri.

Keempat, semua orang di manapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama (all people everywhere are motivated by the same basic needs). Bagaimana cara orang-orang di kultur yang berbeda-beda memperoleh makanan, membangun tempat tinggal, mengekspresiakan pertemanan, dan seterusnya bisa bervariasi, tetapi kebutuhan dasar untuk makanan, keamanan, dan pertemanan merupakan kebutuhan yang berlaku umum untuk semua spesies.

Asumsi terakhir mengenai motivasi adalah kebutuhan-kebutuhan dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki (need can be arranged on a hierarchy).

Menurut Maslow tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan sekaligus memuaskan. Masalah yang terpenting, menurut Maslow ialah seorang harus terlebih dahulu mencapai kebutuhan yang paling mendasar sebelum mempu mencapai kebutuhan di atasnya. Maslow menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut, kebutuhan: fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri ,dan aktualisasi diri (Minderop, 2010:48).

Kebutuhan manusia tersusun menurut tingkatan, yaitu

(45)

Kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia adalah kebutuhan fisiologis, termasuk di dalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh,dll. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari semua kebutuhan. Orang-orang yang terus-menerus merasa lapar akan termotivasi untuk makan—tidak termotivasi untuk mencari teman atau memperoleh harga diri. Mereka tidak melihat lebih jauh dari makanan, dan selama kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka motivasi utama mereka adalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan.

Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainya, setidaknya ada dua hal yang penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Orang-orang bisa cukup makan sehingga makanan akan kehilangan kekuatan untuk memotivasi. Bagi orang yang baru saja selesai makan dalam porsi besar, pikiran tentang makanan bahkan dapat menyebabkan perasaan mual.

(46)

merasa percaya diri bahwa mereka dapat terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan harga diri (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:332-333).

2. Kebutuhan akan Keamanan

Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan (safety need), yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mencekam, seperti perang, teroris, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan.

(47)

akan rasa aman dan ketika mereka tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman tersebut, mereka akan mengalami apa yang disebut dengan kecemasan dasar (basic anxiety) (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:333-334).

3. Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan

Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs), seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:334).

Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaan cukup terpenuhi sejak dari masa kecil tidak manjadi panik ketika cintanya ditolak. Orang yang seperi ini mempunyai kepercayaan dari bahwa mereka akan diterima oleh orang-orang yang penting bagi mereka, jadi ketika orang lain menolak mereka, mereka tidak merasa hancur.

(48)

Maslow percaya bahwa orang semacam ini lama-kelamaan akan belajar untuk tidak mengutamakan cinta dan terbiasa dengan ketidakhadiran cinta.

Kategori ketiga adalah orang-orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena hanya menerima sedikit cinta dan keberadaan, maka mereka akan sangat termotivasi untuk mencarinya. Dengan kata lain, orang yang menerima sedikit cinta mempunyai kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan yang lebih besar daripada orang yang menerima cinta dalam jumlah cukup atau yang tidak menerima cinta sama sekali (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:334-335).

4. Kebutuhan akan Penghargaan

Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yang mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow (1970) mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan—reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri didasari oleh lebih dari reputasi maupun gengsi. Harga diri menggambarkan sebuah “keinginan untuk memperoleh kekuatan, pencapaian atau keberhasilan,

(49)

serta kemandirian dan kebebasan”. Dengan kata lain, harga diri didasari oleh kemampuan nyata dan bukan hanya didasari oleh opini orang lain. (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:335).

5. Kebutuhan akan Aktualisasi diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling penting dalam teori Maslow tentang motivasi pada manusia. Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin (Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:336).

(50)

Oleh sebab itu, kebutuhan-kebutuhan muncul secara bertahap, dan seseorang dapat termotivasi secara bersama oleh kebutuhan-kebutuhan dari dua atau lebih level. Sebagai contoh, orang yang mengaktualisasi diri diundang sebagai tamu kehormatan di sebuah acara makan malam bersama yang diadakan teman-teman dekatnya di sebuah restoran. Tingkah laku makan memenuhi kebutuhan fisiologis; tetapi pada saat yang bersamaan, sang tamu kehormatan bisa juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keamanan, cinta, penghargaan, dan aktualisasi dirinya.

(51)

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika dimaki, ditolak, dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan.

Maslow (1970) membuat daftar lima belas karakteristik sementara yang merupakan ciri-ciri orang-orang yang mengaktualisasi diri sampai batasan tertentu. Kelima belas cirri itu:Persepsi yang Lebih Efisien akan Kenyataan; Penerimaan akan Diri, Orang lain, dan Hal-hal alamiah; Spontanitas,Kesederhanaan, dan Kealamian; Berpusat pada Masalah; Kebutuhan akan Privasi; Kemandirian; Penghargaan yang Selalu Baru; Pengalaman puncak; Gemeinschaftsgefuhl; Hubungan Interpersonal yang Kuat; Struktur Karakter Demokratis; Diskriminasi antara Cara dan Tujuan; Rasa Jenaka/Humor yang Filosofis; Kreativitas; Tidak Mengikuti kulturasi.

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA

(52)

tentang makna karya sastra, melaikan diajar untuk memperoleh secara mandiri (Gani, 1988:125).

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat:

1. Membantu keterampilan berbahasa 2. Meningkatkan pengetahuan budaya 3. Mengembangkan cipta dan rasa 4. Menunjukan pembentukan watak

(53)

2.4.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1, Ayat 15), dijelaskan bahawa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilakasanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyususnan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Sanjaya, 2008:128).

(54)

dari segi vocal, intonasi, dan intonasi,dan penghayatan serta menjelaskan unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel.

2.4.2 Silabus

Silabus merupakan penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Depdiknas, 2006:7).

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau kelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan (BNSP,2006:14)

Berikut ini uraian prinsip pengembangan silabus yang terdapat pada Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

1. Ilmiah: keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmuan.

2. Relevansi: cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran,dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis: komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dan mencapai kompetensi.

(55)

5. Memadai: cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Actual dan kontekstual: cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian harus memperhatian perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyatan dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibe keseluruhan kompnen silabus dapat mengakomodasi keragaman perseta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh: komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotorik)

Komponen-komponen yang ada di dalam silabus antara lain yaitu identifikasi, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, alokasi waktu, sumber/bahan/alat. Berdasarkan kompenen tersebut terdapat langkah-langkah penting yang terdapat dalam silabus pembelajaran.

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

(56)

a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitan materi

b. Berkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam suatu materi pelajaran

c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran

2. Mengidentifikasi Materi Pokok

Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Potensi peserta didik

b. Relevansi dengan karakteristik daerah

c. Tingkat perkembangan fiksi, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik

d. Struktur keilmuan

e. Aktualisasi, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran

f. Relevansi dengan kebutuhan peresta didik dan tutuntan lingkungan, serta

(57)

3. Mengembangkan Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar adalah kegitan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan perserta didik. Hal-hal yang perlu diaktifkan dalam mengembangkan kegiatan pelajaran adalah sebagi berikut:

a. Kegitan pembelajaran disusun untuk memberiakan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru agar dapat melaksanakan proses pembelajarn secara professional

b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peresta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran

d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu siswa dan materi

4. Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar

(58)

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, porensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian terhadapt pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian digunakan dengan melakukan tes atau non tes dalam bentuk tulisan atau lisan, pengamatan kegiatan siswa, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio dan penilaian diri. Hal-hal yang perlu diperhatiakn dalam penilaian (BNSP, 2006:17) yaitu,

a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi b. Penilaian menggunakan acuan criteria

c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, dan

e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran

6. Menentukan Alokasi Waktu

(59)

Tingkat perkembangan psikologi peserta didik, 2. Tingkat kesukaran materi, 3. Cakupan materi, 4. Frekuensi penggunaan materi (di luar/ di dalam kelas), dan 5. Tingkat pentingnya materi yang dipelajari.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompentesi dasar, serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

2.4.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP disusun untuk setiap pertemuan pembelajaran. Komponen-komponen yang penting yang ada dalam RPP, meliputi: Standar kompetensi (SK), Kompetensi dasar (KD), hasil belajar, indikator pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

Menurut Muslich (2007:54) langkah-langkah penyusunan RPP

(60)

2. Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut

3. Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut

4. Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut 5. Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran

tersebut

6. Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/dikenakan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumskan

7. Pilih metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran

8. Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup

9. Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/ jenis materi pembelajaran

10. Sebutkan sumber/ media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/ unti pertemuan

(61)

Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra (Rahmanto,1988:27), yaitu bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Pertama, bahasa yang digunakan dalam novel itu harus ada pada taraf kemampuan siswa. Bahasa pada sebuah karya sastra yang digunakan dalam pembelajaran harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa dan tidak mengandung kosakata asing yang kurang mereka pahami. Kedua, aspek psikologi. Dalam tahap perkembangan psikologi ini hendaknya diperatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya di dalam minat dan keengganan siswa di dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologi ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemampuan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan pemecahan masalah.

Untuk membantu pemahaman guru terhadap psikologi anak sekolah mengengah, Rahmanto (1988:30) menyajikan perkembangan psikologi sebagai berikut:

1. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

2. Tahapan romantic (10 sampai 12 tahun)

(62)

3. Tahapan realistic (13 samapi 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

4. Tahapan generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminta pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

Daftar SK dan KD Kelas XII Semester 1

Mendengarkan

5. Memahami

pembacaan novel

5.1 Menanggapipembacaan penggalan noveldari segi vokal, intonasi, dan penghayatan

(63)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis. Pedekatan psikologis merupakan penelaahaan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra yang dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, dan teks sendiri (karya). Selain itu psikologis juga mempelajari proses-proses kejiwaan maka psikologis dapat diikutsertakan dalam studi sastra. Hal ini disebabkan jiwa manusia merupakan sumber ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1987:105).

Selanjutnya penelitian ini dilihat dari sifat, tujuan, dan metodenya ialah menggunkana jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat menerapkan. Jika kondisi atau ciri populasi yang diteliti sama dengan ciri-ciri dari populasi lain, temuannya dapat diterapkan juga pada populasi lain itu. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menemukan suatu teori, maksudnya pada langkah awal peneliti menemukan fakta-fakta, berdasarkan fakta-fakta itu, peneliti mencoba menemukan sesuatu (suatu teori).

3.2 Metode Penelitian

(64)

lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2004:53).

Berdasarkan metode tersebut, peneliti akan menggali konflik batin yang dialami tokoh Setadewa dalam menghadapi kemelut hidup. Hal ini akan berkaitan dengan tokoh Setadewa yang diperjelas dan didukung oleh latar yang digambarkan dalam novelBurung-burung Manyar.

3.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber datanya yaitu :

•Judul buku : Burung-burung Manyar

•Pengarang :YB. Mangunwijaya

•Penerbit :Djambatan

•Tahun terbit :2010

•Jumlah halaman :319

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan penelitian pembelajaran siswa ialah novel Burung-burung Manyar, sedangkan data penelitiannya ialah hasil analisis psikologis tokoh Setadewa dalam novel

(65)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat yakni dengan cara mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel

Burung-burung Manyar yang berkaitan dengan masalah di atas. Hal ini dilakukan untuk menemukan rumusan masalah di atas. Yang akan dianalisis dalam novel ini yaitu konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar.

3.5 Teknik Analisis Data

(66)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS NOVELBURUNG-BURUNG MANYAR

Dalam bab empat ini akan dianalisis mengenai Alur, Latar, Kepribadian tokoh Setadewa dan Psikologi Tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyarkarya YB.Mangunwijaya menurut teori Abraham Maslow.

4.1 Alur

Alur yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990:4). Sudjiman (1992:30-36) mengatakan struktur alur meliputi paparan (exposition), rangsangan (inceting moment), gawatan (rising action), tikaian (conflict), rumitan (complication), klimaks (climax), leraian (falling action) dan selesaian (denovement).

(67)

mulai mengalami perubahan setelah Jepang datang. Bab ini lah yang menjadi awal perubahan kehidupan Setadewa.

(68)

4.1.1 Paparan

Paparan adalah penyampaian informasi kepada pembaca (Sudjiman, 1992:32) paparan biasanya terletak pada awal cerita. Tahap paparan dalam novel Burung-burung Manyar diawali dengan memaparkan tentang tokoh utama yaitu Setadewa dan latar belakang Setadewa sebagai anak kolong. Pemaparang terletak pada bab 1 Anak Kolong.

(1) Pernah dengar “anak kolong”? Nah, dulu aku inilah salah satu modelnya. Asli totok. Granisun divisi II Magelang (ucapkan: MaKhelang). Bukan dari divisi TNI dong. Kan aku sudah bilang: totok. Jadi KNIL jelas colonial, mana bisa tidak. Papiku loitenantkeluaran Akdemi Breda Holland. Jawa! DAN Keraton! Semula tergabung dalam Legiun Mangkunegara. Tetapi Papi minta agar dimasukkan ke dalam slagorde langsung di bawah Sri Baginda Neerlandiansaja; Ratu Wilhelmina kala itu. tidak usah dibawahi raja Jawa. Terus terang Papi tidak suka pada raja-raja Inlander, walaupun konon salah seorang nenek canggah atau gantung-siwur berkedudukan selir Keraton Mangkunegara. Soalnya Papi suka hidup bebas model Eropa dan barangkali itulah sebabnya, ibu kandungku seorang nyonya yang, menurut babu-babu pengasuhku, totok Belanda Vaderland sana (Mangunwijaya, 2010: hlm 1).

Melalui kutipan di atas, tokoh ‘Aku’ menggambarkan siapa sebenarnya dia.

Ayah tokoh ‘Aku’ asli Jawa totok, sedangkan ibu dari tokoh ‘Aku’ berasal dari

Belanda. Jadi tokoh ‘Aku’ di sini, digambarkan bahwa dia adalah keturunan Indo.

Tokoh ‘Aku’ mengibaratkan dirinya sebagai anak kolong. Seperti apa itu anak

kolong?

(2) Tetapi sudah pagi-pagi aku tidak percaya. Itu akibat kesalahan kawan-kawan sepermainan di garnisun, ya anak-anak kolong yang tersohor kasar dan tak tahu adat; yang blak-blakan sering mengindoktrinasi, bahwa aku ini anak Jawa Inlander belaka. Sama seperti mereka. Makanya jangan sok dan sebagainya (Mangunwijaya, 2010: hlm 3—4).

(69)

yang airnya lezat berwarna coklat “van houten’s cacao”, segar dan nyaman menghanyutkan (pakaian diikat di atas kepala) melalui kampong Bogeman, terus ke Pencinan dan muncul di jembatan di muka Pasar Besar (Mangunwijaya, 2010:, hlm 4).

Anak kolong itu kasar, tak tahu adat, blak-blakan sering mengdokrinasi orang lain, dan suka berenang-renang di tangsi. Ternyata sifat seperti inilah yang menjadi

dasar dari tokoh ‘Aku’.

(4) Sering aku menepuk pinggang seran komandannya yang semua kami kenal. Ia hanya melirik saja, mulut agak memulur tersenyum tak kentara. Disiplin dong! Tentara Kerajaan dikira apa. Tentu saja Mami sama sekali tak suka dengan kekolonganku. Maklumlah, anak letnan Kerajaan yang bersekolah di Sekolah Dasar Kaum Eropa, masing ningrat Keraton bahkan Surakarta segala, kok telanjang di selokan kebak tai; tanpa sepatu keluyuran dengan anak-anak kolong kampungan (Mangunwijaya, 2010:, hlm 5).

Melalui kutipan di atas jelas, bahwa tokoh ‘Aku’ berasal dari keluarga yang

berada dan dihormati oleh masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu

kehidupan tokoh ‘Aku’ berubah.

4.1.2 Rangsangan

Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah iru samapi pada gawatan. Mulai terjadi rangsangan pada bab 3 Buah Gugur.

(70)

Kutipan di atas menandakan adanya perubahan kehidupan tokoh ‘Aku’ sejak

datangnya Jepang dan KNIL pun kalah. Kekalahan KNIL berdampak pada kehidupan

tokoh ‘Aku’ yang membuat tokoh ‘Aku’ harus tinggal menumpang di tempat seorang

kenalan baik di Embong Menur, suatu daerah perumahan kaum berada.

(6) Pokoknya Mami mendapat ultimatum dari Kepala Kenpeitai yang berwenang atas nasib Papi. Mami boleh pilih: Papi mati atau Mami suka menjadi gundiknya. Mami memilih yang akhir. Dan Mami tidak mau segala kenyataan dirinya ditutup-tutupi (Burung-burung Manyar, hlm 41—42).

(7) Dan semakin bencilah seluruh jiwaku kepada segala yang berbau Jepang. Termasuk itu pengkhianat-pengkhianat Soekarno-Hatta… (Mangunwijaya, 2010: hal 42).

Kutipan di atas menggambarkan adanya suatu peristiwa yang menimbulkan

tokoh ‘Aku’ benci dengan Jepang. Oleh karena itu tokoh ‘Aku’ melakukan hal guna

membalas perlakuan Jepang atas semua ini.

4.1.3 Gawatan

Gawatan adalah peristiwa yang ditimbulkan oleh munculnya keinginan, pikiran, prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, hasil dari prakarsa itu tidak pasti sehingga menimbulkan kegawatan. Terjadinya peristiwa gawatan terletak pada bab 5 Anak Harimau Mengamuk

(8) …Dan aku memilih Belanda. Karena aku yakin ketika itu, bahwa tidak sebanding korban akibat ketidak-dewasaan dengan keuntungan yang akan dicapai. Itu dilihat dari titik penglihatan orang kampung, anak kolong. Kan aku sudah bilang, aku anak kolong, dan aku bangga jadi anak Kumpeni. Bangga ikut bergerak di bawah tanah melawan Jepang, justru pada jaman orang-orang kita serba membongkok kea rah Si Cebol Kuning itu. justru pada jaman beribu-ribu orang romusha diserahkan kepada kaum sadis made in Japan itu (Mangunwijaya, 2010: hlm 57).

(71)

Kutipan di atas jelas menggambarkan tokoh ‘Aku’ sangat membenci Jepan.

Akhirnya tokoh ‘Aku’ ikut bergabung guna melawan Jepang dengan menjadi anggota NICA.

(10) … Ayah dan Atik sekarang menyumbang apa-adanya di kantor perdana mentri RI. (Perdana mentri lenong!) Atik Cuma jadi juru ketik kecil yang tak pumya arti. Ayah bertugas entah, sering kian kemari Yogya—Jakarta (Mangunwijaya, 2010: hlm 70).

Peristiwa menjadi gawat setelah Seto mengetahui bahwa ayah dan Atik menjadi anggota RI. Di sini tokoh Setadewa mengalami pertentangan batin yang sangat mendalam.

4.1.4 Tikaian

Tikaian adalah munculnya perselisihan yang diakibatkan oleh adanya dua kekuatan yang dipertentangkan; satu diantaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi protagonist dalam cerita.

Pertikaian pun mulai terjadi ketika Setadewa bertugas dan berhadapan dengan RI. Di sini tokoh mengalami pertentangan batin, karena dia membela Belanda, sedangkan ayah dan Atik membela RI. Pertikaian terlihat dalam bab 6 Merpati Lepas.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan kader posyandu tentang IVA test di wilayah kerja Puskesmas Mantigan Ngawi.. Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembuatan Kepala Kepala Madrasah termasuk dalam kategori sangat baik

Hasil penelitian model I adalah: (a) ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE dan BOPO sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA dengan nilai signifikansi

[r]

[r]

Hasil penelitian menunjukan pertama , penghimpunan dana zakat profesi PNS yang diperoleh dari 31 dinas instansi pemerintah daerah Kabupaten Karawang dari berdirinya

Mahasiswa : Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran UNDIPSemarang. Judul KTI : Hubungan Partisipasi Kelas Ibu Hamil terhadap Tingkat Kecemasan

Sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di desa dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan