• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASAR KEMASAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN WIROGUNAN DENGAN DESA MAGUWOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASAR KEMASAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN WIROGUNAN DENGAN DESA MAGUWOHARJO"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASAR KEMASAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN

WIROGUNAN DENGAN DESA MAGUWOHARJO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

AGUS KADARMAN NIM : 058114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

STUDI PERBANDINGAN PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASAR KEMASAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN

WIROGUNAN DENGAN DESA MAGUWOHARJO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

AGUS KADARMAN NIM : 058114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi

STUDI PERBANDINGAN PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASAR KEMASAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN

WIROGUNAN DENGAN DESA MAGUWOHARJO

Yang Diajukan Oleh : Agus Kadarman NIM : 058114033

Skripsi ini telah disetujui oleh : Dosen Pembimbing

(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahan pada :  Bapa di Surga, Yesus Kristus dan bunda Maria

yang telah memberkatiku setiap saat

 Almarhum papaku Jong Tek Hwa B.A. yang semasa hidupnya telah memberikan kasih dan cinta tak terhingga kepadaku

 Mamaku Mok Ting Soen  Sahabat sahabat ku

(6)

vi PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan serta kesabaran dalam membimbing sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dosen Penguji skripsi dan pembimbing akademis yang telah memberikan saran dan kritik yang yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi menjadi lebih baik.

3. Dr. C. J. Soegihardjo selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan kritik sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Dinas Perijinan Kota Yogyakarta, Walikota Yogyakarta, Camat Mergangsan, Lurah Wirogunan yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

5. Lita Septiana, atas segala cinta, kasih sayang, perhatian, motivasi, dan nasihat untuk belajar tentang hidup pada penulis selama ini.

(7)

vii

7. Teman-teman Dota dan Travian Made, Edvan, Nixon, Inus, Yoyok, Hadian dan David atas kebersamaan dan dorongan semangat bagi penulis.

8. Kakakku Indra Kariadi yang telah mendukung dan berkorban untuk memotivasi penulis.

9. Sepeda motor jupiter mx “Sonia” yang telah menemani penulis dalam melakukan penelitian dan mengikuti keinginan egois penulis ke mana saja. 10. Teman-teman FKK dan FST 2005 atas segala kemurahan hati telah menerima

penulis sebagai bagian hidup kalian.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 10 Juli 2010

(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juli 2010

(9)
(10)

ix INTISARI

Penggunaan Obat Tradisional di Indonesia terus meningkat, mengingat kuatnya budaya dan tradisi memakai jamu baik untuk maksud pengobatan, memelihara kesehatan, mencegah penyakit maupun memulihkan kesehatan. Umumnya informasi tentang obat tradisional hanya diperoleh dari kemasannya saja. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional. Tingkat pemahaman informasi pada kemasan obat tradisional antara daerah yang satu dengan yang lain dapat beragam bergantung pada kondisi masing-masing daerah. Oleh karena itu perlu diteliti perbandingan tingkat pemahaman informasi pada kemasan obat tradisional antara dua daerah.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan survey epidemiologi deskriptif. Instrumen penelitian berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional tergolong tinggi untuk nama produk (97,08%), indikasi (88,61%), keterangan kadaluwarsa (74,37%), cara pemakaian (88,61%) dan komposisi (78,77%). Sedangkan yang masih tergolong rendah adalah logo (4,76%), nomor batch (10,00%), efek samping (47,22%), kontraindikasi (47,71%) dan nomor ijin edar (30,00%). Dengan analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap informasi pada kemasan obat tradisional antara dua daerah yang diteliti.

(11)

x ABSTRACT

The usage of traditional medicine in Indonesia is increasing, cosidering the strength of the culture and tradition in consuming the herbal medicine for medicating, perserving the health,preventing, and recovering from the disseasses. It is very common that the information about the traditional medicine is only from the package, this way the society’s understanding on the traditional medicine package. The information understanding level on the traditional medicine package may vary in one place to another, it depends on condition in each region.Thus, the research on how the understanding of society toward the package of traditional medicine is necessary.

The approach used here was the non-experimental research with descriptive epidemiology research design. The instrument of research was questionnaire method. The gained data were examined with descriptive statistic.

The result of research showed that the understanding of society toward the information in the traditional medicine package is high in the product’s name, for 97.08%. It is 74.37 % on the information of expiry, 88.61% in the way of consuming medicine, and 78.77% in composition. Therefore, the society’s low understanding are in the logo; for 4.76% ,batch number for 10.00%, side effect for 47.22%, contradiction is for 47,71% and distribution lisence number for 30.00%

The statistic analysis showed that there are two significant differences toward the information on the traditional medicine package among two regions which were analyzed

(12)

xi

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian... 3

3. Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Perilaku Kesehatan... 5

(13)

xii

3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock... 9

C. Obat Tradisional ... 9

1. Penggolongan obat tradisional... 10

2. Peraturan obat tradisional ... 12

3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional ... 14

4. Wilayah Desa dan Kelurahan... 15

5. Pemahaman ibu-ibu terhadap obat tradisional berdasar kemasan di Desa Maguwoharjo ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Definisi Operasional... 18

C. Variabel Penelitian ... 19

D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling ... 19

E. Instrumen Penelitian ... 20

F. Tata Cara Penelitian... 22

1. Studi pustaka dan sampling tempat... 22

2. Penyebaran kuisioner ... 22

3. Analisis data penelitian ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Karakteristik Responden ... 24

1. Usia ... 24

2. Pendidikan... 25

(14)

xiii

1. Logo ... 28

2. Nomor ijin edar ... 34

3. Nomorbatch... 37

4. Nama produk... 40

5. Khasiat atau kegunaan ... 41

6. Efek samping ... 44

7. Cara pemakaian... 46

8. Keterangan kadaluarsa ... 49

9. Kontraindikasi... 52

10. Komposisi ... 55

11. Evaluasi pemahaman informasi pada kemasan secara keseluruhan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN... 63

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pemahaman responden mengenai logo... 28

Tabel II. Pemahaman responden mengenai nomor ijin edar... 33

Tabel III. Pemahaman responden mengenai nomor batch... 36

Tabel IV. Pemahaman responden mengenai nama produk/merk... 39

Tabel V. Pemahaman responden mengenai khasiat atau kegunaan... 41

Tabel VI. Pemahaman responden mengenai efek samping... 43

Tabel VII. Pemahaman responden mengenai cara pemakaian... 46

Tabel VIII. Pemahaman responden mengenai keterangan kadaluwarsa... 48

Tabel IX. Pemahaman responden mengenai kontraindikasi... 51

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Logo jamu... 13

Gambar 2. Logo herbal terstandar... 13

Gambar 3. Logo fitofarmaka... 14

Gambar 4. Karakteristik usia responden... 23

Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan responden... 24

Gambar 6. Karakteristik pekerjaan responden... 25

Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan responden... 26

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian... 62 Lampiran 2. Perhitungan jumlah sampel... 66 Lampiran 3. Karakteristik responden... 67

Lampiran 4. Hasil kuisioner pemahaman tentang kemasan obat tradisional…… 70

Lampiran 5. Perbandingan pemahaman Informasi pada kemasan obat

(18)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat tradisional merupakan produk yang pada saat ini sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Obat tradisional tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan (kuratif), tetapi juga dapat bermanfaat dalam peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Soedibyo, 1998).

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis yang berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relative lebih aman dibandingkan obat sintesis. Walaupun demikian bukan berarti tanaman obat atau obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Dengan informasi yang cukup diharapkan masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan.

(19)

mengonsumsi obat tradisional yang aman dan sesuai dengan kebutuhannya. Pemahaman masyarakat tentang obat tradisional yang mereka dapat lewat informasi di kemasan obat tradisional mungkin saja beragam, sehingga memungkinkan terjadinya penggunaan yang tidak tepat, apalagi bila tidak ada informasi dari tenaga kesehatan yang terkait. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional.

Dalam upaya mengatasi kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai informasi pada kemasan obat tradisional, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya adalah dengan penyuluhan informasi kesehatan dan pengadaan fasilitas kesehatan di berbagai daerah. Namun pada kenyataannya, tingkat pemahaman masyarakat suatu daerah dengan daerah lainnya mengenai informasi obat tradisional pada kemasan berbeda-beda.

(20)

1. Permasalahan

a. Bagaimanakah karakteristik ibu-ibu responden pengguna obat tradisional di kelurahan Wirogunan?

b. Bagaimana pemahaman ibu-ibu di Kelurahan Wirogunan terhadap informasi pada kemasan obat tradisional yang meliputi logo, nomor izin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomorbatch, dan keterangan kadaluwarsa?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai “Evaluasi Pemahaman Ibu-ibu Mengenai Obat Tradisional Berdasar Kemasan pada Masyarakat Kelurahan Wirogunan” belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama pada tempat tersebut. Penelitian terkait pernah dilakukan oleh Wisely (2008) dengan judul ”Studi tentang Pemahaman Obat Tradisional berdasarkan informasi pada Kemasan dan Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan pada Masyarakat Desa Maguwoharjo”. Penelitian ini berbeda dalam hal kondisi subyek penelitian, tempat penelitian, dan waktu penelitian. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

(21)

b. Manfaat praktis

Dapat menjadi acuan bagi pihak terkait khususnya pemerintah dalam pemerataan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai informasi kemasan obat tradisional, yang berkaitan dengan peningkatan mutu kesehatan masyarakat di berbagai daerah.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diharapkan akan memberi informasi mengenai pemahaman ibu-ibu tentang kemasan obat tradisional, serta melihat evaluasi pemahaman ibu-ibu terhadap obat tradisional berdasarkan informasi pada kemasan antara daerah yang satu dengan yang lain.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik ibu-ibu responden pengguna obat tradisional di Kelurahan Wirogunan.

(22)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Kesehatan

Smet (1994) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu sifat seperti kepercayaan, harapan, motivasi, nilai-nilai persepsi dan unsur-unsur kognitif lain, karakteristik kepribadian termasuk afektif, status emosional dan sifat individu, aksi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan perawatan kesehatan, perbaikan kesehatan dan peningkatan kesehatan.

Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau suatu objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi : (a) perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), (b) perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) (c) perilaku kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasa sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha (Notoatmodjo, 2007). Lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan, yaitu

(23)

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit,

2. fragmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama, contohnya: berobat ke dokter, sekaligus ke shinshe dan dukun,

3. procrastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan,

4. self medication, adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya, dan

5. discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan (Sarwono, 2007).

B. Teori tentang Perilaku

Beberapa teori yang sering digunakan untuk analisa perilaku kesehatan individu maupun suatu kelompok masyarakat adalah sebagai berikut.

1. Teori Adopsi Inovasi Rogers

Menurut Teori Inovasi Rogers, implisit dalam proses perubahan perilaku adalah adanya suatu gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan yang diharapkan untuk diterima oleh individu tersebut. Teori ini dikenal sebagai

(24)

(trial) dan bila menyukainya maka setuju untuk menerima ide atau hal baru tersebut (adoption) (Sarwono, 2007)..

Dari pengalaman dilapangan serta penelitian mengenai penerapan teori ini ternyata membuat Rogers menyimpulkan bahwa proses adopsi ini tidak berhenti setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Rogers mengubah teori itu dan membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap, yaitu

a. Tahapknowledge

Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ide baru, ini menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh tentang obyek atau topik tersebut.

b. Tahappersuasion

Oleh petugas kesehatan, tahapknowledgetersebut digunakan untuk membujuk atau meningkatkan motivasi individu guna bersedia menerima obyek atau topik yang dianjurkan tersebut.

c. Tahapdecision

Tergantung pada hasil persuasi petugas atau pendidik kesehatan dan pertimbangan pribadi individu, maka dalam tahap decision dibuat keputusan untuk menerima atau justru menolak ide tersebut.

d. Tahapconfirmation

(25)

ada keberatan dan kritik dari lingkungan terutama dari kelompok acuannya, maka biasanya adopsi itu tidak jadi dipertahankan dan individu kembali lagi pada perilaku semula. Sebaliknya suatu penolakan pun akan dapat berubah menjadi adopsi apabila lingkungannya justru memberikan dukungan agar individu menerima ide baru tersebut. Tidak setiap orang mempunyai kecepatan yang sama dalam hal mengadopsi sesuatu yang baru (Sarwono, 2007).

2. Model perubahan perilaku dari Green

(26)

3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock

Menurut Rosenstock (1982) model kepercayaan kesehatan mencakup lima unsur utama (Sarwono, 2007). Unsur utama adalah persepsi individu tentang kemungkinannya terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Unsur yang kedua adalah pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu. Semakin berat risiko suatu penyakit maka semakin besar kemungkinan individu itu terserang penyakit tersebut sehingga timbul ancaman yang besar dari dalam dirinya (perceived threast). Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. Beberapa alternatif tindakan ditawarkan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi ancaman tersebut. Individu akan mempertimbangkan, apakah alternatif tersebut dapat mengurangi ancaman penyakit. Sebaliknya, konsekuensi negatif dari tindakan yang dianjurkan (biaya yang lebih mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan sebagainya) seringkali menimbulkan keinginan individu untuk menghindari alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan. Dalam memutuskan, menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut, diperlukan satu unsur lagi yaitu faktor pencetus(cues to action) yang dapat datang dari dalam diri individu, nasehat orang lain, kampanye kesehatan, dan lain-lain (Sarwono, 2007).

C. Obat tradisional

(27)

bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

1. Penggolongan obat tradisional

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni dengan logo sebagai penanda pada kemasan adalah sebagai berikut.

a. Jamu atau obat tradisional Indonesia

Jamu harus memenuhi kriteria sebagai berikut. (1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, (2) klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan (3) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

(28)

Gambar 1. Logo jamu

(ranting daun terletak dalam lingkaran) b. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

(1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, (2) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik,

(3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, dan

(4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Contoh : Diapet®, Lelap®, Tolak Angin®.

(29)

c. Fitofarmaka

Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

(1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, (2) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik,

(3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, dan

(4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian medium dan tinggi. Contoh : X-Gra®, Tensigard®, Stimuno®.

Gambar 3. Logo fitofarmaka

(jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang terletak dalam lingkaran) (Anonim, 2004)

2. Peraturan obat tradisional

(30)

Pasal 105

(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standard dan atau persyaratan yang ditentukan.

Penjelasan pasal

Standar untuk obat tradisional adalah buku Material Medika

Pasal 106

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.

Penjelasan pasal

Obat dan bahan obat tradisional yang dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong tidak diwajibkan memiliki ijin edar dan belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.

b. Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka:

Pasal 17

(31)

Tabel I. Informasi yang harus dicantumkan pada kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka

No. Informasi yang harus dicantumkan Pembungkus/Bungkus luar 1. Nama Obat tradisional/Obat herbal

terstandar/Fitofarmaka

2. Bentuk sediaan

3. Besar kemasan

4. Komposisi

5. Logo Obat tradisional/Obat herbal terstandar/Fitofarmaka

6. Nama pendaftar

7. Alamat pendaftar

Nama industri negara asal/pemberi lisensi/penerima kontrak

Alamat industri negara asal/pemberi lisensi/penerima kontrak

8. Nomor ijin edar

9. Nomorbatch

10. Batas kadaluwarsa

11. Klaim penggunaan

12. Kontraindikasi ±

13. Efek samping ±

14. Interaksi obat ±

15. Cara penyimpanan

16. Informasi khusus sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya:

√ = informasi harus dicantumkan

± = informasi dapat dicantumkan dengan menyebutkan ”Lihat Brosur”

3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional

(32)

modern, bentuk dan kemasannya tidak meyakinkan, bahkan ada yang menyebutnya dirty drug. Sebaliknya yang fanatik dengan obat tradisional mengganggap bahwa yang berasal dari alam pasti baik dan aman sehingga menggunakan bertahun-tahun, obat tradisional dapat menyembuhkan kausal penyakit dan bukan sekedar simtomatik (Hakim, 2002).

Persepsi lain yang justru membahayakan dan memperburuk citra obat tradisional adalah mengganggap obat tradisional sepoten dan memiliki onset secepat obat modern. Hal tersebut rupanya dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab untuk menambahkan bahan-bahan kimia (obat) yang ternyata berbahaya ke dalam produknya. Masyarakat secara tidak sadar terkecoh kerena tidak tahu akan bahaya yang kelak dialaminya, dan produsen lebih bergairah karena produknya merajai pasar tanpa merasa bersalah telah meracuni sekian juta manusia (Hakim, 2002).

4. Wilayah Desa dan Kelurahan

Maguwoharjo adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Wirogunan adalah sebuah Kelurahan yang terletak di Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

(33)

berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.

Menurut PP No.72 tahun 2005 tentang desa, disebutkan bahwa desa bukanlah bawahan Kecamatan, karena Kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah Kabupaten / kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan. Perubahan status desa menjadi Kelurahan memperhatikan syarat-syarat yaitu luas wilayah, jumlah penduduk, prasarana dan sarana pemerintahan, potensi ekonomi, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Desa yang diubah menjadi Kelurahan, Lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.

(34)

5. Pemahaman Ibu-ibu terhadap Obat Tradisional berdasar Kemasan di Desa Maguwoharjo

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan survei epidemiologi deskriptif. Survei epidemiologi adalah survei terhadap fenomena kesehatan dalam masyarakat yang dilakukan tanpa adanya perlakuan (manusia). Survei epidemiologi deskriptif adalah penelitian yang tujuan utamanya melakukan eksplorasi-deskriptif terhadap fenomena kesehatan di masyarakat. Penelitian ini hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena yang terjadi, tanpa mencoba menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).

B. Definisi Operasional

1. Pemahaman : kemampuan untuk mengartikan, menjelaskan dan menangkap arti dari informasi yang terdapat pada kemasan obat tradisonal. 2. Obat tradisional : obat dengan bahan berupa bahan tumbuhan segar ataupun simplisia yang dibuat dengan meramu sehingga dihasilkan jamu berbentuk cairan ataupun serbuk kering.

3. Kemasan : pembungkus luar yang tidak bersentuhan dengan isi, yang memiliki berbagai informasi seperti logo, nomor izin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor

batch, keterangan kadaluwarsa.

(36)

4. Masyarakat : ibu-ibu yang pernah mengkonsumsi obat tradisional, berusia 26-60 tahun, yang sudah atau pernah menikah.

5. Karakteristik responden : data pribadi responden, yang meliputi umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengeluaran perbulan.

C. Variabel Penelitian

Pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional.

D. Subyek penelitian dan teknik sampling

Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sudah atau pernah menikah, berusia di bawah 60 tahun, yang pernah mengkonsumsi obat tradisional dan bertempat tinggal di Kelurahan Wirogunan.

Jumlah subyek ditentukan sesuai rumus berikut (Notoatmodjo, 2002):

n : besar sampel yang diambil N : besar populasi

d : tingkat signifikansi (10 %)

Perhitungan jumlah sampel minimal yang diambil adalah sebagai berikut.

(37)

Pengambilan sampel lebih besar daripada sampel minimal dengan tujuan jika ada sampel yang tidak memenuhi syarat penelitian, maka jumlah sampel yang diambil masih memenuhi jumlah sampel minimal. Pada penelitian ini seluruh sampel yang diambil memenuhi syarat, sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 120.

Untuk menentukan subyek penelitian, digunakan teknik sampling. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu tabel random. Hakikat dari pengambilan sampel secara acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Berdasarkan data jumlah total RT yang terdapat di Kelurahan Wirogunan adalah 76 RT, kemudian dengan menggunakan tabel random diambil 30 RT. Dari 30 RT diambil empat sampel pada tiap RT. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik undian (lottery technique). Pengambilan sampel dari tiap RT dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai ibu-ibu yang berusia antara 26-60 tahun dan sudah atau pernah menikah. Setelah data tersebut didapatkan kemudian dilakukan teknik undian untuk menentukan sampel yang akan diambil (Sevilla; dkk, 1993).

E. Instrumen Penelitian

(38)

terdiri dari dua bagian yang berisi pertanyaan dan pernyataan yang mengacu pada permasalahan penelitian ini.

Bagian pertama dari kuesioner merupakan jenis pertanyaaan terbuka yang berisi pertanyaan mengenai karakteristik responden. Disebut pertanyaan terbuka karena jawaban tidak disediakan dan responden harus mengisi sendiri.

Bagian kedua dari kuesioner berisi pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional. Untuk setiap butir pernyataan diberi empat alternatif jawaban, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Responden diwajibkan untuk memilih salah satu jawaban pada setiap pernyataan tersebut. Peneliti melihat kecenderungan jawaban dengan menjumlahkan persentase jawaban responden yaitu S+SS dan ST+STS. Setelah diperoleh persentase dan dilakukan interpretasi data, maka dilakukan penarikan kesimpulan. Pernyataan dalam kuesioner ini terdiri dari dua sifat, yaitu

favourable dan unfavourable. Hal ini bertujuan untuk menghindari stereotipe

jawaban. Menurut Azwar (1988), suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut yang favorable. Sebaliknya, suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap, dan karenanya disebut dengan pernyataan unfavorable. Sebagai kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai sikap, maka suatu skala hendaknya berisi sebagian pernyataan favorable dan sebagian pernyataan yang

(39)

F. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka dan sampling tempat

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, mencari literatur-literatur yang ada mengenai obat tradisional, perilaku kesehatan, metodologi penelitian dan perhitungan statistik yang diperlukan. Dilanjutkan dengan mencari jumlah RT tiap pedukuhan yang terdapat di Kelurahan Wirogunan, kemudian diambil secara acak berdasarkan tabel random.

2. Penyebaran kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan pada RT yang telah terpilih. Dimana pemilihan ini dilakukan secara random dari keseluruhan RT yang ada di kelurahan Wirogunan. Kuisioner yang disebarkan adalah kuisioner yang lolos hasil uji validitas dan relibilitas yang telah dilakukan pada penelitian berjudul “Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasar Kemasan dan Motivasi Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan Pada Masyarakat Desa Maguwoharjo Depok Sleman” (Wisely, 2008).

3. Analisis data penelitian

(40)
(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi beberapa aspek, antara lain: usia, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran per bulan.

1. Usia

Usia berpengaruh terhadap banyaknya pengalaman seseorang dalam melakukan pengobatan. Seseorang yang berusia di atas 60 tahun mempunyai frekuensi untuk melakukan swamedikasi yang semakin menurun (Holt dan Hall, 1990). Oleh karena itu, usia responden dalam penelitian ini dibatasi hingga umur 60 tahun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (26,7%) responden berusia antara 26 sampai 30 tahun.

26-30 26,7%

31-35 18,3% 36-40

15,8% 41-45

15,8% 46-50

7,5%

51-55 9,2%

56-60 6,7%

Gambar 4. Karakteristik usia ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan

(42)

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang berpengaruh, baik itu terhadap tingkat daya tangkap responden terhadap informasi, pengetahuan, sikap dan minat responden terhadap suatu alternatif pemeliharaan kesehatan. Seperti yang dinyatakan oleh Holt dan Hall (1990), tingkat pendidikan seseorang dalam hubungannya dengan sikap terhadap kesehatan, termasuk dalam hal pengobatan sendiri merupakan salah satu faktor yang menentukan karena pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas seseorang terhadap berbagai informasi kesehatan yang ada di masyarakat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (48,3%) responden adalah lulusan SLTA atau sederajatnya.

Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan

3. Pekerjaan

(43)

sikap seseorang. Hal ini dapat menentukan perilaku masing-masing individu, termasuk perilaku dalam memilih alternatif pemeliharaan kesehatan. Menurut Sarwono (2007), pekerjaan dapat mempengaruhi pada tingkat sosial seseorang dan interaksi didalam kelompok sosial tersebut dapat mempengaruhi cara pandang dan minat terhadap sesuatu. Selain itu pekerjaan juga dapat berpengaruh pada perilaku kesehatan seseorang karena adanya kebutuhan sebagai upaya pemenuhan tuntutan kelompok sosialnya. Dari hasil penelitian menunjukan pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga memiliki persentase terbesar, yakni 51,7%.

SWASTA

Gambar 6. Karakteristik pekerjaan ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan

4. Pengeluaran perbulan

(44)

Pendapatan secara umum akan mempengaruhi daya beli serta pertimbangan ekonomi dalam memilih upaya pemeliharaan kesehatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (59,2%) responden memiliki pengeluaran perbulan sebesar <Rp.1.500.000. Pertanyaan pengeluaran perbulan di sini terkait dengan pendapatan, peneliti lebih mudah menanyakan pengeluaran perbulan responden dari pada pendapatan perbulan.

<1.500.000 59,2%

1.500.000-2.500.000 20,8%

2.500.000-3.500.000

11,7%

>3.500.000 8,3%

Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan

(45)

tentang: logo, nomor izin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomorbatch, dan keterangan kadaluwarsa.

logo

Gambar 8. Tingkat pemahaman kemasan obat tradisional ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan

1. Logo

Tingkat pemahaman masyarakat tentang logo khususnya pada kemasan obat tradisional, yang meliputi penanda atau logo dan klaim khasiat serta keamanan dari obat bahan alam Indonesia (jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka) tergolong rendah. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang logo sebesar 4,8%.

(46)

Tabel II. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai logo

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

5,8 94,2 TIDAK

SETUJU

Saya tidak tahu logo diatas adalah logo Jamu.

Logo Jamu yang saya kenal seperti logo dibawah.

94,2 5,8 SETUJU

Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar.

2,5 97,5 TIDAK

SETUJU

Saya tahu ini adalah logo Fitofarmaka.

4,2 95,8 TIDAK

SETUJU

Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).

90,8 9,2 SETUJU

Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)

95,8 4,2 SETUJU

Saya tidak tahu bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).

(47)

a. Penanda obat bahan alam Indonesia

Pernyataan pertama yang tercantum pada kuisioner adalah”Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 2,5% responden (3 orang) menjawab sangat setuju, 3,3% responden (4 orang) menjawab setuju, 90,8% responden (109 orang) menjawab tidak setuju, dan 3,3% responden (4 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 94,2%.

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 1 ayat (2) tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat bahan alam indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu: jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

1) Jamu

(48)

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 5 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, logo jamu berupa ranting daun yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”JAMU”.

2) Obat herbal terstandar

Pernyataan ke-3 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 1,67% responden (2 orang) menjawab sangat setuju, 0,8% responden (1 orang) menjawab setuju, 9,2% responden (11 orang) menjawab tidak setuju, dan 88,3% responden (106 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,5%.

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 7 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, logo obat herbal terstandar berupa 3 pasang jari-jari daun yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

3) Fitofarmaka

(49)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 95,8%.

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 8 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, logo fitofarmaka berupa jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”FITOFARMAKA”.

b. Klaim khasiat serta keamanan obat bahan alam Indonesia 1) Jamu

Pernyataan ke-5 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis)”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 77,5% responden (93 orang) menjawab sangat setuju, 13,3% responden (16 orang) menjawab setuju, 4,2% responden (5 orang) menjawab tidak setuju, dan 7,5% responden (9 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 90,8%.

(50)

2) Obat Herbal Tersandar

Pernyataan ke-6 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)”.Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 87,5% responden (105 orang) menjawab sangat setuju, 8,3% responden (10 orang) menjawab setuju, 2,5% responden (3 orang) menjawab tidak setuju dan 1,7% responden (2 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 95,8%.

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 3 ayat (1) butir (b) tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, klaim khasiat dan keamanan pada obat herbal terstandar harus dibuktikan secara ilmiah atau praklinis.

3) Fitofarmaka

(51)

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 pasal 4 ayat (1) butir (b) tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, klaim khasiat dan keamanan pada fitofarmaka harus dibuktikan melalui uji klinik.

2. Nomor ijin edar

Tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor ijin edar pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan pengetahuan responden tergolong rendah. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor ijin edar sebesar 30,0%. Obat yang tidak mencantumkan nomor ijin edar merupakan produk yang belum terdaftar yang berarti obat tersebut palsu.

Tabel III. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai nomor ijin edar

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

nomor ijin edar.

15,8 84,2 TIDAK

SETUJU Bagi saya informasi tentang nomor ijin

edaritu tidak penting.

59,2 40,8 SETUJU

Saya tahu bahwa nomor ijin edar

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dan diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

45,8 54,2 TIDAK

SETUJU

Dari nomor ijin edar saya dapat mengetahui obat tersebut palsu atau tidak.

9,2 90,8 TIDAK

SETUJU

(52)

pendaftar produk obat tersebut serta beberapa informasi lainnya. Nomor ijin edar yang dipalsukan akan dapat ditelusuri dengan melihat kesesuaian kode nomor dengan fisik produk serta data pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

a. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-8 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu membaca informasi tentang nomor ijin edar”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 7,5% responden (9 orang) menjawab sangat setuju, 8,3% responden (10 orang) menjawab setuju, 4,2% responden (5 orang) menjawab tidak setuju, dan 80,0% responden (96 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 84,2%.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang nomor izin edar.

b. Persepsi responden mengenai nomor ijin edar

(53)

setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 59,2%. Perlu diketahui bahwa penggunaan obat yang tidak mencantumkan nomor registrasi sangatlah beresiko karena kebenaran kandungan dan mutu obat tidak terjamin.

c. Pengetahuan

1) Pendaftaran obat tradisional

Pernyataan ke-10 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu bahwa nomor ijin edar dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dan diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 10,8% responden (13 orang) menjawab sangat setuju, 35,0% responden (42 orang) menjawab setuju, 45,0% responden (54 orang) menjawab tidak setuju, dan 9,2% responden (11 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 54,2%.

Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 pasal 2 ayat (1) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, nomor ijin edar dikeluarkan dan diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

2) Melihat obat palsu melalui nomor ijin edar

(54)

menjawab tidak setuju, dan 80,8% responden (97 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 90,8%.

Salah satu cara untuk mengetahui obat palsu adalah dengan melihat nomor ijin edar. Nomor ijin edar yang dipalsukan akan dapat ditelusuri dengan melihat kesesuaian kode nomor dengan fisik produk serta data pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kepentingan adanya nomor ijin edar juga ditegaskan didalam pertimbangan butir (a) keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

3. Nomorbatch

Tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor batch pada kemasan obat tradisional, yang meliputi kebiasaan membaca responden, persepsi, dan pengetahuan responden tergolong rendah.

Tabel IV. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai nomorbatch

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

nomor batch.

12,5 87,5 TIDAK

SETUJU Bagi saya informasi tentang nomor batch

itu tidak penting.

86,7 13,3 SETUJU

Saya tahu bahwa nomor batch digunakan untuk memudahkan penelusuran jika ada obat yang gagal produksi atau rusak.

4,2 95,8 TIDAK

SETUJU

(55)

juga merupakan hal penting untuk diperhatikan. Nomor batch merupakan kode yang diberikan oleh industri farmasi yang bertujuan untuk memudahkan dilakukan penelusuran balik bila terjadi suatu masalah pada produk obat yang beredar dipasaran, baik masalah keamanan dan ataupun masalah mutu.

a. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-12 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu membaca informasi tentang nomor batch”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 5,0% responden (6 orang) menjawab sangat setuju, 7,5% responden (9 orang) menjawab setuju, 2,5% responden (3 orang) menjawab tidak setuju, dan 85,0% responden (102 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 87,5%.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang nomorbatch.

b. Persepsi responden mengenai nomorbatch

(56)

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 86,7%. Sebagian responden berpendapat bahwa nomor batch merupakan label harga (barcode)

yang biasa mereka temui di toko-toko, sehingga mereka merasa hal tersebut tidaklah penting untuk diketahui.

c. Pengetahuan

Pernyataan ke-14 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu bahwa nomor batch digunakan untuk memudahkan penelusuran jika ada obat yang gagal produksi atau rusak”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 2,5% responden (3 orang) menjawab sangat setuju, 1,7% responden (2 orang) menjawab setuju, 17,5% responden (21 orang) menjawab tidak setuju, dan 78,3% responden (94 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 95,8%. Sebagian besar responden berpendapat bahwa nomor batch merupakan label harga (barcode)

yang biasa mereka temui di toko-toko.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI, No: 246/Menkes/ Per/V/1990 bab 1 pasal 1 ayat (15) tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional, nomor batch digunakan untuk memudahkan dilakukan penelusuran balik bila terjadi suatu masalah pada produk obat yang beredar dipasaran, baik masalah keamanan dan ataupun masalah mutu.

(57)

4. Nama produk

Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi nama produk pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : pengetahuan dan kebiasaan membaca responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang nama produk sebesar 97,1%. Masyarakat lebih percaya dan lebih memilih obat tradisional yang sudah terkenal dimasyarakat daripada yang belum, hal ini dikarenakan ketakutan masyarakat akan beredarnya obat tradisional palsu.

Tabel V. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai nama produk/merk

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya tahu pada setiap kemasan obat tradisional pasti terdapat nama produk/merk.

94,2 5,8 SETUJU

Saya tidak pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah warna kemasannya.

- 100,0 TIDAK

SETUJU

a. Pengetahuan

(58)

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang nama produk atau merk.

b. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-16 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah warna kemasannya”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 10,0% responden (12 orang) menjawab tidak setuju, dan 90,0% responden (108 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 100,0%.

Menurut responden warna kemasan bukanlah indentitas yang baik untuk diingat dan diperhatikan, karena tak jarang bentuk dan warna kemasan ditiru produk lain. Tujuannya adalah mendompleng atau mendongkrak popularitas supaya bisa bersaing dengan produk yang ditiru.

5. Khasiat atau kegunaan

(59)

mengobati suatu penyakit. Informasi tentang indikasi berguna untuk panduan penggunaan obat, termasuk menyaring informasi dari promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita. Penggunaan obat akan tidak efektif bila tidak sesuai indikasi.

Tabel VI. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai khasiat atau kegunaan

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

khasiat/kegunaanyang ada pada kemasan.

75,0 25,0 SETUJU

Bagi saya informasi tentang

khasiat/kegunaanitu tidak penting.

4,2 95,8 TIDAK

SETUJU Saya tahu setiap bahan penyusun yang ada

pada kemasan memiliki khasiat/kegunaan

tersendiri

66,7 33,3 SETUJU

a. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-17 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu membaca informasi tentang khasiat/kegunaan yang ada pada kemasan”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 67,5% responden (81 orang) menjawab sangat setuju, 7,5% responden (9 orang) menjawab setuju, 10,8% responden (13 orang) menjawab tidak setuju, dan 14,2% responden (17 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 75,0%. Penggunaan obat dikatakan tepat dan benar jika seorang konsumen cermat dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi, sehingga didalam penggunaannya obat dapat menghasilkan efek yang optimal dan meminimalkan potensi resiko.

(60)

laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang khasiat atau kegunaan.

b. Persepsi responden mengenai khasiat atau kegunaan

Pernyataan ke-18 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya informasi tentang khasiat/kegunaan itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 2,5% responden (3 orang) menjawab sangat setuju, 1,7% responden (2 orang) menjawab setuju, 2,5% responden (3 orang) menjawab tidak setuju, dan 93,3% responden (112 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 95,8%. Informasi tentang indikasi penting untuk diketahui, karena infomasi ini digunakan sebagai panduan penggunaan obat termasuk menyaring informasi dari promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.

c. Pengetahuan

(61)

besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 66,7%.

Ada sebagian responden (33,3%) cenderung tidak setuju dengan pernyataan tersebut, menurut Handayani dan Suharmiati (2002), komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri obat tradisional dalam bentuk obat tradisional pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan bervariasi sehingga memungkinkan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan tanaman obat.

6. Efek samping

Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi efek samping pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan pengetahuan responden tergolong cukup rendah. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi efek samping 47,2%. Sama halnya dengan informasi indikasi pada kemasan obat tradisonal, informasi tentang efek sampingpun berguna sebagai panduan penggunaan obat, termasuk menyaring informasi dari promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.

Tabel VII. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai efek samping

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

efek samping.

55,0 45,0 SETUJU

Bagi saya informasi tentang efek samping

itu tidak penting.

39,2 60,8 TIDAK

SETUJU Menurut saya semua obat tradisional tidak

memilikiefek samping.

(62)

a. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-20 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu membaca informasi tentang efek samping”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 45,0% responden (54 orang) menjawab sangat setuju, 10,0% responden (12 orang) menjawab setuju, 5,8% responden (7 orang) menjawab tidak setuju, dan 39,2% responden (47 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 55,0%. Penggunaan obat dikatakan tepat dan benar jika seorang konsumen cermat dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi, sehingga didalam penggunaannya obat dapat menghasilkan efek yang optimal dan meminimalkan potensi resiko.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang efek samping.

b. Persepsi responden mengenai efek samping

(63)

dengan persentase sebesar 60,8%. Perlu diketahui bahwa penggunaan obat yang tidak mencantumkan efek samping sangatlah beresiko karena kebenaran kandungan dan mutu obat tidak terjamin.

c. Pengetahuan

Pernyataan ke-22 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya semua obat tradisional tidak memiliki efek samping”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 63,3% responden (76 orang) menjawab sangat setuju, 10,8% responden (13 orang) menjawab setuju, 15,0% responden (18 orang) menjawab tidak setuju, dan 10,8% responden (13 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 74,2%.

Sebagian besar responden (74,2%) cenderung setuju dengan pernyataan tersebut, padahal pernyataan tersebut tidaklah benar. Menurut Winata (2003) sangat keliru bila mengganggap obat tradisional tidak memiliki efek samping, karena bagaimanapun tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional mengandung zat kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat berinteraksi dengan tubuh.

7. Cara pemakaian

(64)

tentang cara pemakaian berguna sebagai panduan penggunaan obat, sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.

Tabel VIII. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai cara pemakaian

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

cara pemakaianyang ada pada kemasan.

87,5 12,5 SETUJU

Bagi saya informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting.

2,5 97,5 TIDAK

SETUJU Bagi saya cara pemakaian untuk semua

obat tradisional sama.

19,2 80,8 TIDAK

SETUJU

a. Kebiasaan membaca responden

Pernyataan ke-23 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu membaca informasi tentang cara pemakaian yang ada pada kemasan”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 85,0% responden (102 orang) menjawab sangat setuju, 2,5% responden (3 orang) menjawab setuju, 7,5% responden (9 orang) menjawab tidak setuju, dan 5,0% responden (6 orang) menjawab sangat setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 87,5%. Penggunaan obat dikatakan tepat dan benar jika seorang konsumen cermat dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi, sehingga didalam penggunaannya obat dapat menghasilkan efek yang optimal dan meminimalkan potensi resiko.

(65)

b. Persepsi responden mengenai cara pemakaian

Pernyataan ke-24 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 0,8% responden (1 orang) menjawab sangat setuju, 1,7% responden (2 orang) menjawab setuju, 6,7% responden (8 orang) menjawab tidak setuju dan 90,8% responden (109 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,5%.

Menurut Soesilo (1995), suatu obat yang penggunaanya tidak disertai informasi yang benar dan tepat akan menyebabkan tidak tercapainya sasaran upaya kesehatan, bahkan dapat memungkinkan terjadinya efek yang merugikan seperti keracunan dan timbulnya efek samping. Obat akan bermanfaat apabila digunakan secara tepat dan benar, demikian juga dengan obat tradisional.

c. Pengetahuan

Pernyataan ke-25 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya cara pemakaian untuk semua obat tradisional sama”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 12,5% responden (15 orang) menjawab sangat setuju, 6,7% responden (8 orang) menjawab setuju, 12,5% responden (15 orang) menjawab tidak setuju, dan 68,3% responden (82 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 80,8%.

(66)

usia. Hal ini berkaitan dengan dosis dan indikasi dari obat tradisional tersebut. Menurut Stoklosa dan Ansel (1996) umur seseorang menjadi pertimbangan dalam menentukan dosis pemakaian obat utamanya untuk anak-anak dan orang yang lanjut usia.

8. Keterangan kadaluwarsa

Tingkat pemahaman masyarakat tentang keterangan kadaluwarsa pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan pengetahuan responden tergolong cukup tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang keterangan kadaluwarsa sebesar 74,4%. Menurut Chosin (2001) waktu kadaluwarsa adalah salah satu penanda yang banyak digunakan sebagai indikator mutu dan keamanan terhadap paparan waktu.

Tabel IX. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai keterangan kadaluwarsa

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

tanggal kadaluawarsa yang ada pada kemasan.

64,2 35,8 SETUJU

Bagi saya informasi tentang tanggal kadaluawarsaitu tidak penting.

8,3 91,7 TIDAK

SETUJU Menurut saya semua obat tradisional

memilikitanggal kadaluawarsa.

44,2 55,8 TIDAK

SETUJU Menurut saya obat tradisional yang sudah

kadaluwarsamasih boleh dikonsumsi.

2,5 97,5 TIDAK

SETUJU

a. Kebiasaan membaca responden

(67)

sangat setuju, 8,3% responden (10 orang) menjawab setuju, 5,0% responden (6 orang) menjawab tidak setuju, dan 30,8% responden (37 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 64,2%.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang tanggal kadaluwarsa.

b. Persepsi responden mengenai keterangan kadaluwarsa

(68)

c. Pengetahuan

1) Ada atau tidaknya tanggal kadaluwarsa

Pernyataan ke-28 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya semua obat tradisional memiliki tanggal kadaluawarsa”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 27,5% responden (33 orang) menjawab sangat setuju, 16,7% responden (20 orang) menjawab setuju, 9,2% responden (11 orang) menjawab tidak setuju, dan 46,7% responden (56 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 55,8%.

Ada sebagian besar responden (55,8%) menyatakan obat tradisional tidak memiliki tanggal kadaluwarsa, hal tersebut tidaklah benar karena obat tradisional dapat mengalami penurunan mutu dan keamanan akibat kondisi lingkungan penanganan, pengangkutan dan penyimpanan sebelum digunakan (Chosin, 2001).

2) Obat tradisional yang kadaluwarsa

(69)

9. Kontraindikasi

Tingkat pemahaman masyarakat tentang kontraindikasi pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan pengetahuan responden tergolong cukup rendah. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang kontraindikasi sebesar 47,7%. Kebanyakan responden tidak paham tentang informasi kontraindikasi, terutama pengertian serta manfaat dari informasi kontraindikasi.

Tabel X. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai kontraindikasi

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

kontraindikasi.

40,8 59,2 TIDAK

SETUJU Bagi saya informasi tentangkontraindikasi

itu tidak penting.

17,5 82,5 TIDAK

SETUJU Menurut saya semua orang boleh minum

obat tradisional, walaupun sedang hamil dan menyusui atapun mengalami gangguan fungsi organ.

39,2 60,8 TIDAK

SETUJU

Menurut saya kontraindikasi sama artinya dengan efek samping.

93,3 6,7 SETUJU

a. Kebiasaan membaca responden

(70)

disebabkan karena ketidakpahaman responden baik itu pengertian maupun manfaat dari informasi kontraindikasi.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang kontraindikasi.

b. Persepsi responden mengenai kontraindikasi

Pernyataan ke-31 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya informasi tentang kontraindikasi itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 13,3% responden (16 orang) menjawab sangat setuju, 4,2% responden (5 orang) menjawab setuju, 22,5% responden (27 orang) menjawab tidak setuju, dan 60,0% responden (72 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 82,5%. Beberapa responden menganggap informasi tentang kontraindikasi tidak penting karena responden tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kontraindikasi.

c. Pengetahuan

(1) Penggunaan obat tradisional pada ibu hamil, menyusui atau yang mengalami gangguan fungsi organ

(71)

menyatakan bahwa 29,2% responden (35 orang) menjawab sangat setuju, 10,0% responden (12 orang) menjawab setuju, 18,3% responden (22 orang) menjawab tidak setuju, dan 42,5% responden (51 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 60,8%.

Masih ada responden (39,2)% yang menganggap setiap obat tradisional aman dikonsumsi oleh wanita hamil dan menyusui ataupun yang mengalami gangguan fungsi organ. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat masa kehamilan merupakan masa yang rentan terhadap interaksi atau komplikasi dari zat atau makanan atau asupan yang masuk terutama bagi janin dalam kandungan. Suhadi (2000) menyatakan bahwa penggunaan obat tradisional tidak boleh berlebihan terutama bila seseorang dalam keadaan hamil karena dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Begitu juga untuk yang mengalami gangguan fungsi organ.

(2) Pengertian kontraindikasi

(72)

benar. Kontraindikasi adalah setiap keadaan, teristimewa setiap keadaan penyakit yang menyebabkan suatu cara pengobatan tidak tepat atau tidak dikehendaki, sedangkan efek samping adalah efek lain yang ditimbulkan selain efek utama. Jadi keliru bila menganggap kontraindikasi sama dengan efek samping.

10. Komposisi

Tingkat pemahaman masyarakat tentang komposisi pada kemasan obat tradisional, yang meliputi: kebiasaan membaca responden, persepsi dan pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang komposisi sebesar 78,8%. Banyaknya komponen penyusun obat tadisional yang ditulis dalam bahasa latin, menjadi salah satu kendala bagi responden untuk bisa lebih peduli terhadap kegunaan masing-masing bahan penyusun obat tradisional.

Tabel XI. Pemahaman ibu-ibu responden di Kelurahan Wirogunan mengenai komposisi

Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan

Saya selalu membaca informasi tentang

komposisiyang ada pada kemasan.

61,7 38,3 SETUJU

Bagi saya informasi tentang komposisi itu tidak penting

21,7 78,3 TIDAK

SETUJU Menurut saya obat tradisional tidak boleh

mengandung bahan kimia obat.

95,8 4,2 SETUJU

a. Kebiasaan membaca responden

(73)

tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 61,7%. Kebanyakan responden (38,3%) tidak membaca informasi tentang komposisi, hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya komponen penyusun obat tadisional yang ditulis dalam bahasa latin.

Berdasarkan Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 bab V pasal 17 ayat (2) tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi tentang komposisi

b. Persepsi responden mengenai komposisi

Gambar

Gambar 1. Logo jamu...............................................................................
Gambar 1. Logo jamu
Gambar 3. Logo fitofarmaka
Tabel I. Informasi yang harus dicantumkan pada kemasan obat tradisional,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah analisis data yang mendeskripsikan tentang pelnggaran prinsip kerja sama, implikatur percakapan, dan tema yang digunakan dalam wacana humor politik

a.. +uatu perusahaan akan memproduksi 9 macam barang.. yang jumlahnya tidak boleh lebih dari&amp;L unit. &#34;euntungan dari kedua produk tersebut masing- masing adalah

learning melibatkan siswa dalam berpendapat sehingga aktivitas siswa akan muncul sesuai dengan teori dari Hamalik (2011) bahwa pembelajaran discovery berorientasi

 Melalui teks bacaan“Pekarangan Rumah Bersih Sehingga Keluarga Sehat” siswa dapat menemukan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan tidak sehat secara

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dipahami bahwa penggunaan metode Problem Solving dapat membantu untuk meningkatkan berpikir kritis siswa besiswa,

Dengan demikian, maka knowledge base dari beberapa bad smell yang lain juga dapat dimodelkan dengan teknik yang sama seperti yang telah dicontohkan selama bad smell

Jika merupakan suatu batuan sedimen seperti batu kapur, harus mengalami kontak dengan massa batuan beku panas yang besar dibawah tekanan yang cukup untuk mencegah dekomposisi dari

Mahasiswa pelajari sradha Sradha dicari sampai ke pura Gemakan dharma dengan berbeda Inilah karya pantun jenaka Kalau hendak mencari dupa Janganlah lupa mencari api Bagaimana