• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TREND PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN PERAK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Tahun 1999-2009) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS TREND PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN PERAK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Tahun 1999-2009) SKRIPSI"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

TREND

PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL

KERAJINAN PERAK DI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

(Tahun 1999-2009)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Aan Mariana

NIM 061324016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

ANALISIS TREND PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

PERAK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Tahun 1999-2009)

Aan Mariana Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah trend perkembangan jumlah industri kecil kerajinan perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009, trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009,

trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh pengrajin perak di Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009, dan trend perkembangan jumlah laba yang diperoleh pengrajin perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009.

Penelitian ini menggunakan trend primer dengan metode kuadrat terkecil, rumus yang digunakan adalah Y’ = a + bX. Data yang harus dicari terlebih dahulu yaitu jumlah industri kecil kerajinan perak, jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin perak, jumlah omset yang diperoleh pengrajin perak, jumlah laba yang diperoleh pengrajin perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009. Sumber data merupakan data primer yang diperoleh secara langsung dari para pengrajin perak dan sumber lain yang mendukung.

(9)

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON THE DEVELOPMENT TREND OF SMALL

INDUSTRIES OF SILVER CRAFTS IN YOGYAKARTA

SPECIAL REGION

The research aims to find out how the development trend of: 1) silver small crafts industries in Yogyakarta Special Region in 1999-2009; 2) workers who work as silver crafters in Yogyakarta Special Region in 1999-2009; 3) total turnover gained by silver crafters in Yogyakarta Special Region in 1999-2009; and 4) total profit gained by silver crafters in Yogyakarta Special Region in 1999-2009.

The research used primary trend by applying the smallest quadrate method. The formulation was Y’ = a + bX. The data were small industries of silver crafts, workers who work as silver crafters, total of turnover gained by silver crafters, total of profit gained by silver crafters in Yogyakarta Special Region in 1999-2009. The data source was primary data which directly gained from the silver crafters and other sources which support then.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat, karunia, dan penyertaan-Nya, penyusunan skripsi dengan judul ”ANALISIS TREND PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

PERAK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Tahun 1999-2009)” ini dapat terlaksana dengan lancar. Penyusunan skripsi merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi.

Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan pihak-pihak lain, penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Indra Darmawan S. E., M. Si, selaku Dosen Pembimbing I, atas dorongan, bimbingan dan arahan dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini.

(11)

4. Bapak Drs. P. A. Rubiyanto, selaku Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi yang telah banyak membantu proses penyusunan skripsi ini.

5. Segenap Dosen yang telah membantu penulis dalam memperoleh pengetahuan dan mengembangkan segenap kemampuan berpikir, selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Sanata Dharma ini.

6. Mbak Titin yang telah banyak membantu dan melayani penulis selama duduk di bangku kuliah ini.

7. Segenap Karyawan di UPT Perpustakaan Mrican Sanata Dharma, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis.

8. Paulus Kerani dan Elisabeth Slemah, selaku orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan baik spiritual, material, motivasi dan telah menghantarkan penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Sanata Dharma ini.

9. Theresia, Nius Effendi, Neti Susanti, Titin Rotania, Dimas Satria Pratama, selaku kakak, adik dan ponaan penulis yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama ini.

10.Aditya Arya M. kekasihku yang tersayang, semoga Tuhan selalu mempersatukan kita untuk selama-lamanya.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GRAFIK... xx

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Pengertian, Ciri-Ciri dan Karakteristik Industri Kecil... 8

(14)

C. Struktur dan Penggolongan IndustriKecil... 13

D. Perilaku Industri Kecil... 15

E. Kondisi Umum Industri Kecil Menengah (IKM) Tradisional di Indonesia... 16

1. Industri Kecil Menengah Kerajinan Tradisional Terancam Bangkrut... 16

2. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab kebangkrutan Industri Kecil Menengah (IKM) kerajinan tradisional... 18

F. Trend Perkembangan Ekonomi... 25

1. Pengertian Produktivitas... 25

2. Pengertian Pembinaan dan Modal... 26

3. Pengertian Kesempatan Kerja, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja... 28

4. Pengertian Laba/Rugi... 30

G. Perkembangan Industri Kecil di Indonesia... 31

1. Industri Kecil dalam Dimensi Pemerataan... 31

2. Industri Kecil dalam Perekonomian Indonesia... 33

3. Pentingnya Industri Kecil Bagi Pembangunan di Desa... 35

H. Penelitian Terdahulu... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 45

(15)

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 45

C. Subyek dan Obyek Penelitian... 46

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 46

E. Variabel Penelitian... 47

F. Teknik Pengumpulan Data... 47

G. Definisi Operasional... 48

H. Teknik Analisis Data... 49

BAB IV GAMBARAN UMUM... 52

A. Deskripsi Daerah Penelitian... 52

1. Keadaan Geografis... 52

2. Keadaan Demografi... 65

3. Perekonomian Kecamatan Kotagede... 65

4. Kehidupan Sosial Budaya... 66

B. Deskripsi Data... 69

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 71

A. Analisis Data……….... 71

1. Trend Perkembangan Jumlah Industri Kecil Kerajinan Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 71

(16)

3. Trend Perkembangan Jumlah Omset Yang Diperoleh Pengrajin Perak di Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 1999-2009... 90

4. Trend Perkembangan Jumlah Laba Yang Diperoleh Pengrajin Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 99

B. Pembahasan 1. Trend Perkembangan Jumlah Industri Kecil Kerajinan Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 108

2. Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Sebagai Pengrajin Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 111

3. Trend Perkembangan Jumlah Omset Yang Diperoleh Pengrajin Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 114

4. Trend Perkembangan Jumlah Laba Yang Diperoleh Pengrajin Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 118

BAB VI PENUTUP... 122

A. Kesimpulan... 122

B. Saran... 123

(17)

DAFTAR PUSTAKA...

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Industri Kecil Kerajinan Perak di DI Y

Tahun 1999-2009... 51

Tabel IV.1 Banyaknya Penduduk di Kecamatan Kotagede dirinci

menurut Kelurahan dan jenis kelamin keadaan akhir

tahun 2008... 65

Tabel IV.2 Data Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Biaya,

Omset dan Laba pada Industri Kecil Kerajinan

Perak di Kecamatan Kotagede

Tahun 1999-2009... 69

Tabel V.1 Jumlah Industri Kecil Kerajinan Perak di Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 72

Tabel V.2 Perhitungan Trend Industri Kecil Kerajinan Perak

di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2018... 74

Tabel V.3 Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja sebagai

Pengrajin Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 1999-2009... 82

Tabel V.4 Perhitungan Trend Tenaga Kerja yang Bekerja

sebagai Pengrajin Perak di Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 1999-2018... 83

Tabel V.5 Jumlah Omset yang diperoleh Pengrajin Perak

(19)

Tabel V.6 Perhitungan Trend Omset yang diperoleh Pengrajin

Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 1999-2018... 92

Tabel V.7 Jumlah Laba yang diperoleh Pengrajin Perak

di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1999-2009... 100

Tabel V.8 Perhitungan Trend Laba yang diperoleh Pengrajin

Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 1999-2018... 102

Tabel V.9 Jumlah Trend Industri Kecil Kerajinan Perak

di DIY Tahun 1999-2018... 109

Tabel V.10 Jumlah Trend Tenaga Kerja yang Bekeja sebagai

Pengrajin Perak di DIY Tahun 1999-2018... 112

Tabel V.11 Jumlah Trend Omset yang diperoleh Pengrajin Perak

di DIY Tahun 1999-2018... 115

Tabel V.12 Jumlah Trend Laba yang diperoleh Pengrajin Perak

(20)

DAFTAR GRAFIK

Grafik V.1 Trend Perhitungan Industri Kecil Kerajinan Perak

di DIY Tahun 1999-2018... 109

Grafik V.2 Trend Perhitungan Tenaga Kerja yang Bekerja sebagai

Pengrajin Perak di DIY Tahun 1999-2018... 112

Grafik V.3 Trend Perhitungan Omset yang Diperoleh Pengrajin

Perak di DIY Tahun 1999-2018... 115

Grafik V.4 Trend Perhitungan Laba yang Diperoleh Pengrajin

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan industri dewasa ini sangat pesat sehingga

menambah perkembangan diberbagai bidang usaha, seperti halnya

perkembangan di dunia industri kerajinan. Perkembangan dunia industri

kerajinan pada saat ini yang mengalami perkembangan pesat, ditandai dengan

terus bertambahnya industri-industri kerajinan yang telah memproduksi

berbagai macam kerajinan seperti kerajinan gerabah, kerajinan keris, kerajinan

kayu, kerajinan anyaman dari bambu, kerajinan anyaman dari rotan, kerajinan

batu, kerajinan kerang, dan sebagainya. Industri kerajinan merupakan usaha

sehari-hari penduduk hampir diseluruh daerah pedesaan di Indonesia selain

pertanian, serta menjadi sumber penghidupan bagi sebagian penduduk di

beberapa wilayah perkotaan.

Perkembangan industri kerajinan sebagaimana ditunjukkan diatas terus

mengalami peningkatan yang sangat pesat. Peningkatan industri kerajinan

yang pesat tersebut terjadi tujuh tahun yang lalu hingga sekarang ini. Pada

tahun 2003 industri kerajinan di Daerah Istimewa Yogyakarta mampu

menyumbang PDRB sebesar Rp 3,068 triliun, pada tahun 2007 meningkat

menjadi Rp 4,475 triliun. Meskipun angka nominal meningkat namun

kontribusi industri kerajinan terhadap PDRB pada tahun 2003 sebesar 15,65%,

(22)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2003-2007, BPS).

Peningkatan yang dialami oleh industri kerajinan diatas yang terus

mengalami perkembangan sangat pesat ternyata tidak dirasakan oleh industri

kerajinan perak. Industri kerajinan perak yang terkenal sejak puluhan tahun

yang lalu hingga saat ini mengalami penurunan drastis. Pada tahun 2007

perajin perak berkisar 132 orang, akan tetapi hingga tahun 2009 berkisar 97

orang (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop)

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).

Perkembangan industri kerajinan perak dewasa ini mengalami

penurunan sehingga menjadi pusat perhatian dalam pengolahan perak di

Yogyakarta seperti industri kerajinan perak di Kecamatan Kotagede yang juga

ikut mengalami penurunan. Sebelum gempa para perajin perak di Kotagede

berkisar 650 orang, pasca gempa menurun drastis menjadi sekitar 125 orang.

Sekarang ini tinggal 100-an orang yang masih bertahan di beberapa gerai

perajin perak yang berjumlah 25-an buah di seputaran Kotagede dan

sekitarnya (www.KabariNew.com/?32210).

Berdasarkan ulasan di atas, perkembangan industri kerajinan perak di

Kecamatan Kotagede sangat memprihatinkan terkait semakin menurunnya

para perajin perak. Faktor yang mendorong menurunnya kerajinan perak

dikarenakan generasi muda yang menjadi perajin perak semakin sedikit,

mereka tidak berminat dalam hal kerajinan perak dan banyak yang memilih

(23)

pergi keluar daerah untuk bekerja karena tidak ingin meneruskan usaha

kerajinan perak. Generasi muda tidak tertarik dalam melanjutkan kerajinan

perak karena bahan baku yang mahal. Adapun faktor lain yang memicu

menurunnya industri kerajinan perak seperti semakin berkurangnya kunjungan

wisatawan asing, adanya monopoli perusahaan, adanya kebiasaan budaya,

tidak adanya manajemen keuangan, serta belum berkembangnya desain

kerajinan.

Semakin menurunnya jumlah para perajin perak juga disebabkan harga

bahan baku yang semakin meningkat. Peningkatan mulai terjadi sejak tahun

2006 pasca gempa hingga sekarang ini. Sebelum terjadi gempa bumi harga

bahan baku perak hanya Rp 2.000.000,00 per kilogram, setelah terjadi pasca

gempa bumi tahun 2006 harga bahan baku perak mencapai Rp 4.000.000,00

per kilogram. Dengan semakin meningkatnya harga bahan baku perak

akibatnya omset penjualan para pedagang dan perajin menurun hingga

50%(http://www.kapanlagi.com/h/0000192388.html).

Penurunan omset menyebabkan para perajin kesulitan dalam membeli

bahan baku perak. Apabila omset yang terbatas digunakan untuk membeli

kebutuhan bahan baku akibatnya para pengrajin akan mengalami kesulitan

dalam memperoleh keuntungan. Hal itu juga yang menjadi alasan para

generasi muda enggan untuk melanjutkan usaha perak.

Fenomena kerajinan perak yang semakin menurun beberapa tahun

belakangan ini disebabkan oleh kualitas dan desain. Keterbatasan kualitas dan

(24)

Vietnam, dan India. Dengan keadaan tersebut, akibatnya kerajinan perak

Kotagede semakin menurun. Hal itu disebabkan oleh faktor kurangnya

ketrampilan, pengetahuan dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Untuk menghadapi penurunan para perajin perak, perlu dilakukan

peningkatan kualitas bahan baku, Sumber Daya, teknologi serta menjalin

kerjasama dengan pihak luar, baik instansi pemerintah maupun swasta.

Industri kerajinan perak merupakan salah satu daya tarik dari

Kecamatan Kotagede. Banyak para wisatawan asing yang datang

mengunjungi Kecamatan Kotagede untuk membeli perak serta ada para

wisatawan asing yang belajar kursus membuat perak di Kotagede. Para

wisatawan asing tertarik kursus untuk mendapatkan pengetahuan teknik

pembuatan perak dan dapat mengembangkan desain-desain perak.

Melihat realita yang terjadi di atas maka sangat disayangkan apabila

kerajinan perak yang menjadi warisan Kotagede Yogyakarta yang telah

mendunia ini semakin lama akan semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu

adanya dukungan dari pemerintah dan semua pihak sangat diperlukan dalam

rangka memajukan kembali industri kerajinan perak Kotagede.

Sejalan dengan uraian di atas, maka industri kecil kerajinan perak

sebagai salah satu kerajinan andalan dari daerah Yogyakarta terutama di

daerah Kotagede sehingga diharapkan harus mampu mengikuti perkembangan

yang selalu berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,

(25)

Kecil Kerajinan Perak Di Daerah Istimewa Yogyakarta (Tahun

1999-2009).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana trend perkembangan jumlah industri kecil kerajinan perak di

Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009?

2. Bagaimana trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai

perajin perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009?

3. Bagaimana trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh perajin

perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009?

4. Bagaimana trend perkembangan jumlah laba yang diperoleh perajin perak

di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui trend perkembangan jumlah industri kecil kerajinan

perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009.

2. Untuk mengetahui trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja

sebagai perajin perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009.

3. Untuk menganalisis perkembangan jumlah omset yang diperoleh perajin

perak di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1999-2009.

4. Untuk menganalisis perkembangan jumlah laba yang diperoleh perajin

(26)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Para Perajin Perak

Penulis berharap para perajin perak terus mengembangkan usahanya demi

memajukan produk lokal khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Bagi Pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, melindungi

serta menumbuhkan iklim usaha. Dengan demikian, kemampuan industri

kerajinan perak dari waktu ke waktu perlu diperhatikan, karena sebagian

besar penduduk di Kecamatan Kotagede Daerah Istimewa Yogyakarta

hidup dengan menggantungkan diri dari sektor kerajinan perak dan

industri kerajinan perak ini menjadi salah satu icon di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik bagi penulis karena dapat

menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman untuk

mengembangkan teori-teori yang telah dipelajari diperkuliahan.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi koleksi perpustakaan Sanata

Dharma Yogyakarta, yang berguna bagi para Mahasiswa/i Sanata Dharma

serta semua pihak-pihak yang membutuhkan dalam rangka pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan dalam bidang ekonomi terlebih

yang berhubungan dengan perkembangan industri kecil kerajinan perak di

(27)

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

peneliti selanjutnya, khususnya yang akan meneliti tentang perkembangan

industri kecil kerajinan perak di Daerah Istimewa Yogyakarta serta dapat

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Ciri-Ciri dan Karakteristik Industri Kecil

Untuk industri kecil sampai saat ini belum ada definisi yang

memuaskan bagi berbagai pihak. Masing-masing ahli mengemukakan definisi

yang berbeda satu dengan yang lain.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri kecil adalah perusahaan

atau usaha industri pengolahan yang mempunyai tenaga (termasuk pengusaha)

5 sampai 19 orang. Menurut Departemen Keuangan industri kecil adalah yang

mempunyai modal usaha sebesar Rp 10.000.000,00 sampai dengan paling

banyak Rp 300.000.000,00.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, kriteria usaha kecil

adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar

lima ratus juta rupiah).

Industri kecil adalah kegiatan industri yang dikerjakan di rumah-rumah

pendudukyang pekerjanya merupakan anggota keluarga sendiri yang tidak

(29)

luar usaha pertanian, baik itu merupakan mata pencaharian utama maupun

sampingan Tambunan (1993:83).

Menurut Sandi (1990:154) industri kecil adalah industri yang bergerak

dengan sejumlah tenaga kerja dan modal kecil, menggunakan teknologi

sederhana tetapi jumlah keseluruhan tenaga kerja mungkin besar karena

merupakan industri rumah tangga.

Industri kecil merupakan perusahaan perseorangan dengan bentuk

usaha paling murah sederhana dalam pengolahannya, serta usaha tersebut

dimiliki secara pribadi yang untung ruginya di tanggung pribadi Wibowo

(1988:3).

Menurut Kartomidjojo dalam Gati (2008:16), industri kecil pada

umumnya mempunyai struktur kurang mapan, modal dan pemasarannya

lemah, dan produksi rendah. Disamping itu juga belum mendapat kepercayaan

dari lembaga perkreditan formal untuk meminjam dan menambah modal dan

pada umumnya industri kecil didirikan tanpa izin usaha dan tanpa melalui

prosedur resmi.

Menurut Martani Husein (1993:153) industri kecil memiliki beberapa

ciri-ciri tertentu sebagai berikut:

1. Tipe kepemilikan perorangan.

2. Jumlah anggota relatif stabil.

3. Menggunakan energi tradisional.

4. Teknologi yang digunakan masih sederhana dan tradisional.

(30)

6. Pemasaran pada pasar lokal dan terbatas.

7. Biasanya bersifat informal.

8. Pola kegiatan yang tidak teratur, baik dalam arti waktu dan pemasaran.

9. Tidak mempunyai tempat usaha yang permanen, biasanya tidak terpisah

dengan tempat tinggal.

Karakteristik industri kecil menurut Tambunan (1999:20) antara lain:

1. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat

khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi disamping rumah pemilik usaha.

2. Sebagian tenaga kerja yang bekerja di industri ini adalah pekerja bayaran

(wage labour).

3. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup

sophisticated.

Dari beberapa definisi diatas secara umum terdapat kesamaan sifat dan

karakter tentang industri kecil, antara lain memiliki modal kecil, usaha

dimiliki pribadi, menggunakan teknologi sederhana, serta tenaga kerja relatif

sedikit. Karena itu sangat cocok dikembangkan dipedesaan, sifat industri

dipedesaan biasanya mendekati informal, yaitu menunjukkan indikasi yang

kurang stabil, modal relatif kecil, pemasaran terbatas, menyerap tenaga kerja

relatif sedikit dan bersifat sementara Kabul (1990:28).

Dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan batasan untuk industri

kecil. Industri kecil adalah perusahaan atau usaha industri pengolahan yang

modalnya antara Rp 10.000.000,00 sampai Rp 500.000.000,00 dan jumlah

(31)

B. Peranan Industri Kecil

Menurut Mubyarto, dkk (1985:81) di Indonesia peranan industri kecil

merupakan kegiatan yang penting dan harus mendapat prioritas besar, hal ini

dikarenakan:

1. Industri kecil mampu memberikan lapangan kerja pada penduduk yang

tidak bekerja penuh.

2. Industri kecil memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja

kepala keluarga, tetapi juga anggota keluarga lain.

3. Industri kecil mampu memproduksi barang-barang keperluan penduduk

setempat dan daerah sekitarnya secara efisien dan murah.

Menurut Fachry Ari (1979) peranan industri kecil sebagai berikut:

1. Industri kecil menyerap tenaga kerja yang mempunyai tingkat pendidikan

rendah.

2. Peralatan yang digunakan pada industri kecil sangat sederhana sehingga

jumlah produksi tergantung pada jumlah manusia yang menggunakannya.

Menurut pandangan ekonomi Marxis dari Tyagunenko, industri kecil

memperkuat kedudukan pengusaha nasional yang sudah bergerak di lapangan

ini dan merupakan modal bagi pembangunan yang mendasarkan diri pada

sumber bahan pertanian dan bahan pokok lainnya yang hasilnya dapat dijual

dipasaran dalam negeri yang terbatas. Industri kecil membutuhkan

mesin-mesin yang relatif kecil, sehingga memudahkan pengusaha-pengusaha kecil

untuk mendirikan pabrik-pabrik secara kecil-kecilan, hanya membutuhkan

(32)

pada impor serta bantuan luar negeri. Industri kecil pada umumnya

mengkhususkan pada produksi barang-barang konsumsi dan ini dalam

batas-batas tertentu melepaskan sebagian beban impor dan menghemat devisa

negara, dan akhirnya industri kecil merupakan sumber yang penting bagi

penghasilan negara Dawam Raharjo (1979).

Disamping hal-hal tersebut diatas, pembangunan industri kecil

menurut Irsan Azhary Saleh (1986:4) menitikberatkan pada

pertimbangan-pertimbangan pemanfaatannya, yaitu:

1. Menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif

murah.

2. Industri kecil turut mengambil peranan dalam meningkatkan tabungan

domestik.

3. Industri kecil mempunyai kedudukan murah dan sederhana yang biasanya

tidak dihasilkan oleh industri besar dan sedang.

Menurut Dawam Rahardjo (1984:173) pengembangan industri kecil,

khususnya berupa pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian

bertujuan memajukan kehidupannya, agar lebih banyak menyerap tenaga kerja

dan meningkatkan pendapatan masyarakat terutama yang hidup di bawah garis

kemiskinan. Maka sejak tahun 1974-1975 dibentuk wadah birokrasi yang

bernama proyek Bimbingan dan Penyuluhan Industri Kecil (BIPIK),

(33)

C. Struktur dan Penggolongan Industri kecil

Menurut Badan Pusat Statistik yang dimaksud industri kecil adalah

industri atau perusahaan yang menggunakan tenaga kerja sebanyak lima

hingga sembilan belas orang.

Berdasarkan keterangan dari Profil Industri Kecil dan Kerajinan

Rumah Tangga, industri kecil adalah suatu unit atau kesatuan produksi yang

terletak pada tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah

barang-barang (bahan baku) dengan mesin atau kimia dan tangan menjadi

produk baru atau mengubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi

barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk mendekatkan produk

tersebut kepada konsumen akhir. Bank Indonesia memberi batasan tentang

industri kecil bahwa industri kecil adalah industri yang memiliki asset atau

kekayaan tidak melebihi enam ratus juta rupiah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri kecil adalah

industri yang memiliki kekayaan tidak lebih dari enam ratus juta rupiah dan

menggunakan tenaga kerja tidak melebihi sembilan belas orang serta

melakukan kegiatan mengubah barang-barang (bahan baku) yang kurang

nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya sesuai dengan kebutuhan

konsumen (Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, 1998).

Populasi industri kecil terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu yang

merupakan sentra-sentra produksi yang pada umumnya tersebar di daerah

pedesaan. Ditinjau dari pola usaha, struktur usaha terdapat unsur-unsur

(34)

1. Pengrajin atau pengusaha dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sifat usaha mandiri, rumah tangga dan dibantu oleh keluarga sebagai

usaha tambahan.

b. Menguasai teknologi produksi dan dibantu oleh tenaga kerja yang

merupakan anggota keluarga yang secara langsung tidak memperoleh

bayaran.

c. Pengadaan bahan baku biasanya tergantung pada pemberi pesanan.

d. Pengrajin mempunyai akses pasar dan lembaga keuangan.

2. Pengrajin atau pengusaha dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sifat usaha mandiri, rumah tangga dan sebagai usaha utama.

b. Menguasai teknologi produksi dan dibantu oleh tenaga kerja yang

dibayar.

c. Pengadaan bahan baku pada umumnya diusahakan sendiri.

d. Produksi adalah atas inisiatif sendiri dan atau didasarkan pada pesanan.

e. Penjualan diusahakan sendiri dan atau melalui para pedagang

pengumpul.

f. Tidak mempunyai akses lembaga keuangan.

3. Pengusaha Industri Kecil dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sifat usaha mandiri, pabrikan dan sebagai usaha bersama.

b. Berproduksi dengan tenaga kerja yang dibayar.

c. Mampu dalam mengadakan bahan baku dan bahan penolong.

(35)

Industri kecil yang tersebar di desa-desa diharapkan agar terhimpun

dalam sentra-sentra industri agar lebih cepat berkembang. Sentra-sentra

tersebut meliputi sentra-sentra industri kecil logam, sentra industri pangan,

sentra industri kecil kimia dan bahan bangunan, sentra industri kecil sandang,

sentra industri kecil kulit dan sentra industri kecil kerajinan dan umum.

Melalui sentra-sentra industri kecil tersebut kegiatan industri kecil

dapat terorganisir dan secara bersama-sama menghadapi tantangan yang

semakin berat. Suatu perusahaan atau industri dapat digolongkan ke dalam

golongan industri kecil apabila perusahaan atau industri tersebut memenuhi

kriteria sebagai industri kecil. Industri kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Industri memiliki kekayaan atau asset tidak lebih dari enam ratus juta

rupiah.

2. Tenaga kerja biasanya keluarga sendiri atau orang lain yang mendapat

bayaran namun tidak lebih dari sembilan orang.

3. Jangkauan pemasaran relatif kecil.

4. Teknologi sederhana atau tradisional.

D. Perilaku Industri Kecil

Menurut Gondam (2006) untuk mencapai laju pertumbuhan yang

cukup tinggi dalam sektor industri kecil maka jenis-jenis industri kecil yang

memiliki ciri-ciri seperti berikut ini hendaknya dapat lebih dikembangkan

yaitu:

1. Hasil atau produk yang dihasilkan mempunyai prospek ekspor yang cukup

(36)

2. Banyak menyerap tenaga kerja.

3. Hasil produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam sektor lainnya terutama

dengan pembangunan sektor pertanian dan konstruksi yang mempunyai

keterkaitan dengan industri lainnya antara lain industri permesinan.

5. Memiliki nilai tambah dalam hal peningkatan pendapatan bagi industri

kecil.

Dalam melakukan kegiatan usaha pada sub sektor industri kecil yang

terdapat di daerah, pada umumnya banyak perusahaan-perusahaan industri

kecil yang memanfaatkan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian. Dari

hasil pertanian tersebut para pelaku industri kecil mengolah sedemikian rupa

sehingga menjadi barang-barang produksi yang bermutu dan berkualitas serta

dapat bersaing dengan barang-barang industri lainnya yang berada di

lingkungan pasar industri.

Ditinjau dari kegiatan usaha yang terdapat pada sektor industri kecil,

produksi yang dihasilkan masih menggunakan teknologi sederhana atau

tradisional. Produk yang dihasilkan juga tidak sedikit yang diminati oleh

konsumen dalam melengkapi kebutuhan hidup sehari-hari (Profil Industri

Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, 1998).

E. Kondisi Umum Industri Kecil Menengah (IKM) Tradisional di Indonesia

1. Industri Kecil Menengah Kerajinan Tradisional Terancam Bangkrut

Menurut Ellya Zulaikha (2008) jika ditelusuri lebih lanjut,

(37)

tradisional. Industri kerajinan tradisional ini prosentasenya jauh lebih

besar daripada industri kerajinan modern. Populasinya lebih banyak

tersebar di daerah pedesaan. Disebut tradisional karena bidang yang

digeluti IKM sudah menjadi tradisi keluarga secara turun-temurun oleh

beberapa generasi sehingga pertanyaan tentang kapan usaha kerajinan

tersebut didirikan umumnya sulit dijawab. Cara kerja IKM kerajinan

tradisional cenderung menganut pola manajemen kekeluargaan di mana

pekerja adalah seluruh anggota keluarga Wiyoso (1990). Sebagian IKM

kerajinan tradisional masih bertahan menggunakan peralatan yang

digunakan leluhur mereka, tapi kini sudah banyak yang mulai beralih

menggunakan peralatan modern.

Perlahan IKM kerajinan tradisional ini mulai tumbang satu per

satu. Profit yang minim mengakibatkan masa depan sebagai pengrajin

dianggap tidak menguntungkan. Anak-anak pengrajin lebih memilih

menjadi buruh di kota daripada melanjutkan usaha orangtuanya. IKM

kerajinan tradisional terancam punah justru pada saat industri kerajinan

menjadi penyumbang terbesar kedua PDB industri kreatif. Sebagai contoh,

di Ciomas ada 800 pengrajin alas kaki yang terancam gulung tikar. Di

Tanggulangin Sidoarjo, dari data tahun 2000 di mana terdapat 350

pengrajin kulit di sana, kini (tahun 2008) tinggal 50 pengrajin saja yang

masih membuat produk sendiri, selebihnya memilih menjadi pedagang

produk dari China. 4000 pengrajin perak di Gianyar Bali juga mengalami

(38)

Ketua Asosiasi Pengrajin Perak menyatakan penurunan kapasitas produksi

tidak dapat dihindari, akibat kalah bersaing dengan produk dari Thailand

dan India. Industri kerajinan kuningan tradisional di Bondowoso, Jawa

Timur, yang sebelumnya merambah pasar internasional, seperti Singapura,

Malaysia dan Arab Saudi kini juga terancam gulung tikar karena

penurunan permintaan produk, yang berakibat pada penurunan unit usaha

di sentra tersebut hingga tinggal 20% saja.

2. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab kebangkrutan Industri Kecil Menengah (IKM) kerajinan tradisional

a. Faktor Internal

Faktor internal yang perlu dibenahi adalah kualitas dan mentalitas

Sumber Daya Manusia IKM kerajinan tradisional, kegagapan terhadap

perkembangan teknologi, kurangnya wawasan tentang pemasaran serta

desain.

1). Masalah Kualitas dan Mentalitas

Standar skill yang dimiliki pengrajin tradisional variatif, ada

kelompok pengrajin yang bisa menghasilkan produk kerajinan

dengan halus dan rapi, ada juga yang masih kasar. Kadang desain

produk kerajinan sudah bagus, tapi tidak memiliki harga jual tinggi

karena teknik pengerjaan yang kurang maksimal. Pihak pembeli dari

luar negeri biasanya menerapkan standar tinggi terhadap teknik

pengerjaan produk, akibatnya lebih banyak produk kerajinan yang

belum bisa diekspor daripada yang bisa diekspor. Keluhan tentang

(39)

tahuan pengrajin tentang standar kerja. Apa yang biasa dilakukan

selama ini dianggap sebagai yang terbaik. Ketiadaan kontrol kualitas

yang konsisten pada saat pengrajin merasa sudah trampil,

menyebabkan cara kerja cepat dan terburu-buru, sehingga kualitas

produk kurang baik.

Ada pemilik-pemilik usaha industri kerajinan yang sebenarnya

sadar betul kualitas produknya rendah, tapi membiarkan kondisi

tersebut dengan alasan pemenuhan target kuantitas atau karena

kesulitan mendapat tenaga kerja trampil. Meski sebenarnya bisa

diatasi dengan membina tenaga pengrajin baru, kenyataannya

dibutuhkan waktu cukup lama untuk mengajari tenaga kerja hingga

ia benar-benar trampil dan paham standar kerja yang tinggi.

Kalaupun sudah berhasil dibina hingga memiliki skill yang baik,

masalah yang kemudian biasa dihadapi adalah perginya para pekerja

trampil untuk membuka usaha sendiri, tidak mau bekerja pada orang

lain. Tidak mengherankan jika kebutuhan akan tenaga kerja trampil

tidak mudah dipenuhi.

Tidak semua pengrajin tradisional menekuni kerajinan sebagai

mata pencaharian utama, melainkan sebagai pekerjaan sampingan

setelah bertani. Dengan demikian harapan terhadap peningkatan

mutu kerajinan maupun konsistensi produksi tidak diprioritaskan.

Ditambah lagi pola hidup komunitas yang kadang tidak begitu

(40)

pekerja meninggalkan pekerjaan kerajinannya begitu saja jika ada

acara keluarga atau hajatan. Penghentian kegiatan produksi biasa

terjadi saat menghadapi acara-acara panen maupun ritual kegiatan

bertani atau berkebun, ritual keagamaan, ritual keluarga dan

masyarakat atau karena faktor cuaca. Sementara itu kelangkaan

bahan baku yang menghambat produksi jarang sekali terjadi di masa

lalu, tapi mulai banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal seperti itu

menyebabkan konsistensi produksi terhambat.

Selain masalah kualitas dan konsistensi produksi yang tidak

menentu, pengrajin belum memiliki visi strategis untuk bertahan di

pasar. Fokus pada produksi tanpa pengembangan desain produk

membuat IKM kerajinan tradisional terjebak sebagai pembuat

produk. Kondisi ini kadang diperburuk saat pengrajin tradisional

bersikukuh menerapkan apa yang telah dibuat generasi sebelumnya

harus sesuai tradisi. Kecenderungan untuk berpikir linier,

mekanistik, rutin dan parsial seperti itu menyebabkan beberapa pihak

yang ditunjuk sebagai konsultan pengrajin (seperti Lembaga Sosial

Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi) kadang menghadapi situasi

sulit. Pengrajin terlanjur berada di suatu daerah yang membuat orang

nyaman, sehingga pengrajin senang menerima masukan baru.

Seringkali sikap pesimis pengrajin justru disuburkan melalui

ketabuan untuk berpikir besar. Sebagai contoh, pada masyarakat

(41)

rumit. Bagi sebagian besar pengrajin tradisional, berpikir ini harus

dihindari. Sebaliknya, pengrajin dituntut untuk sadar diri dan

mensyukuri apa yang ada. Saat ada kendala eksternal seperti tingkat

persaingan yang tinggi, kenaikan ongkos produksi karena kenaikan

BBM, bencana alam, banyak pengrajin yang tetap bertahan dengan

pola kerja yang sudah ada. Ancaman kebangkrutan akan menurunkan

kapasitas produksi, atau menurunkan harga, atau menurunkan

ongkos produksi yang berdampak pada penurunan kualitas produk.

Selebihnya, pengrajin memilih bersandar sepenuhnya pada

pemerintah tanpa daya inisiatif sendiri.

2). Masalah Bahan Baku dan Peralatan

Beberapa IKM mengalami kesulitan mendapat bahan baku

dengan kualitas yang bagus dan variatif. Jika sudah memiliki

langganan pemasok bahan baku, pengrajin kerap tidak ingin

menjajagi kemungkinan adanya variasi bahan baku yang lain, atau

mencari pemasok lain yang lebih baik. Di sisi lain, pengrajin

memiliki keterbatasan waktu, dana dan tenaga untuk mencari bahan

baku dan peralatan baru hingga ke kota-kota lain. Jika ada tawaran

peralatan produksi yang baru tidak mudah disosialisasikan pada

pengrajin, karena kadang pengrajin bersikap memilih bertahan

dengan peralatan yang sudah ada. Terlebih jika peralatan yang baru

(42)

3). Masalah Desain

Industri kreatif yang dimotori SDM kreatif membutuhkan

setidaknya 4 pilar kreatifitas : CORE – 1. Curiosity, 2. Open mind, 3.

Risk dan 4. Energy Jordan (2002) yaitu keterbukaan untuk menerima

masukan dari siapapun, kehausan untuk mencoba hal-hal baru,

keberanian mengambil resiko dan memiliki energi untuk

mengerjakan semua itu. Keyakinan pengrajin bahwa apa yang

dilakukan merupakan keahlian turun temurun kadang menimbulkan

rasa paling tahu yang terbaik, sehingga menjadi penghalang untuk

menerima masukan dari yang lain. Selain itu, keinginan untuk segera

meraih keuntungan jangka pendek sekadar untuk bertahan hidup

membuat pengrajin cepat puas dengan apa yang sudah dimiliki saat

ini, tanpa keberanian mengambil resiko dengan mencoba hal-hal

baru. Akibatnya sering timbul keluhan dari pihak pembeli tentang

kualitas desain pengrajin. Desain yang dihasilkan dianggap kurang

variatif dan hampir sama dengan desain produk sejenis dari daerah

lain. Pembeli yang cerdik, kadang datang dari luar negeri, membawa

desain sendiri, kemudian pengrajin diperlakukan sebagai mesin

produksi. Para pengrajin justru bangga, karena mereka menganggap

produk mereka akan diekspor.

Pengrajin memilih tetap bertahan dengan bentuk dan cara

tradisional, karena keterbatasan wawasan desain membuat pengrajin

(43)

Wawasan desain itu sebenarnya bisa diperoleh baik melalui

pendidikan formal atau dengan melakukan banyak studi banding

produk serupa dari daerah lain. Minimal dengan menghadiri

pameran-pameran kerajinan berskala nasional dan internasional di

Indonesia. Pelatihan desain yang kerap diselenggarakan oleh instansi

pemerintah, perguruan tinggi maupun lembaga sosial masyarakat

dengan rentang waktu singkat tak berkelanjutan tidak pernah akan

cukup memberi wawasan desain jika tidak diikuti inisiatif pengrajin

untuk mengembangkannya sendiri. Sebab pelatihan-pelatihan seperti

itu bersifat membuka pikiran dan memberikan rangsangan agar

pengrajin mengetahui teknik-teknik baru atau ide desain baru.

Setelah itu, pengrajin harus memperdalam pengetahuan desain

sendiri, mengingat desain adalah bidang yang sangat dinamis dan

terus berkembang sesuai trend. Jadi pengetahuan desain harus selalu

di kembangkan. Trend desain itu berubah setiap tahun, bahkan di

beberapa rumah mode berskala nasional dan internasional, mode

-mode desain diperbaharui setiap dua bulan.

4). Masalah Pemasaran

Pedagang yang teliti justru bisa meraup keuntungan dari

ketidak mengertian pengrajin mengenai saluran distribusi. Pihak

pedagang sering bisa menjual dengan harga berlipat-lipat jauh dari

harga jual dari pengrajin sebagai produsen. Pengrajin memang

(44)

memudahkan pengrajin menjual barang. Tetapi sebagian besar

pengrajin kemudian tidak melacak lebih lanjut proses perjalanan

produk-produknya hingga ke konsumen, sehingga mereka tidak tahu

persis ke mana produk-produk mereka dipasarkan. Proses penjualan

dengan mengandalkan pesanan atau pedagang yang datang ke rumah

pengrajin menyebabkan pengrajin miskin menjadi pusat data

(database) konsumen yang seharusnya berharga untuk memprediksi

kecenderungan pasar dan langkah-langkah antisipatifnya.

Banyak pengrajin mengakui bahwa pemasaran adalah kendala

terbesar yang dihadapi saat ini. Beberapa IKM kerajinan tampak sulit

melebarkan jangkauan pemasaran ke luar propinsi atau ke luar pulau

apalagi ke luar negeri. Saluran distribusi yang biasa dilakukan selain

mengandalkan pedagang langganan adalah menitipkan di toko-toko

atau mengikuti pameran. Pameran ini ada yang berskala kota hingga

internasional. Tentu hanya IKM dengan produk berkualitas tinggi

yang dapat mengikuti pameran internasional. Sebagian besar IKM

kerajinan tradisional hanya dapat mengikuti pameran berskala kota.

Biasanya pemerintah memfasilitasi pengrajin untuk mengikuti

pameran. Tetapi proses pemilihan IKM tertentu yang bisa ikut

pameran kerapkali hanya berdasar hubungan baik dengan petugas

atau pejabat pemerintah saja, tanpa ada pertimbangan lebih lanjut

terhadap hubungannya dengan pengrajin yang lain. Dengan demikian

(45)

terasa oleh pengrajin yang lain, bahkan rawan menyebabkan

kecemburuan antar pengrajin.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang menghambat perkembangan IKM

tradisional antara lain adalah tingginya tingkat persaingan dengan

komoditi sejenis dari wilayah lain, kenaikan ongkos produksi akibat

kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan BBM, bahan baku yang

semakin menipis, maraknya penyelundupan produk impor dan bencana

alam. Mengingat kendali faktor eksternal tidak di tangan pengrajin,

langkah pro aktif yang bisa dilakukan secepatnya adalah menyiasati

kendala eksternal tersebut dengan kreativitas.

F. Trend Perkembangan Ekonomi

1. Pengertian Produktivitas

Secara teknis operasional, produktivitas merupakan rasio antara

output (keluaran) dengan input (masukan). Secara matematis rasio tersebut

diformulasikan sebagai berikut:

Output (keluaran)

Produktivitas =

Input (masukan)

Pengukuran produktivitas terhadap perkembangan sektor industri

kecil secara regional dapat diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :

(46)

Hasil produksi perusahaan sub sektor industri kecil

X 100%

Jumlah bantuan modal yang diterima + Modal pribadi

2. Pengertian Pembinaan dan Modal

Menurut Sadono Sukirno (1995) modal dapat diartikan sebagai

pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan

untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan

produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan

jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Namun disisi lain modal

merupakan pengeluaran modal yang diberikan investor kepada pengusaha

berupa pinjaman uang yang dialokasikan untuk menambah kemampuan

memproduksi serta mengembangkan usaha produksinya dan dalam jangka

waktu tertentu.

Pembinaan merupakan suatu kegiatan yang mengarah kepada

proses kemajuan terhadap peningkatan produktivitas kegiatan usaha yang

sudah ada dan menjadikan kegiatan usaha tersebut lebih baik lagi. Namun

pada dasarnya pembinaan adalah bentuk dari suatu program yang

berencana dan memiliki arah tujuan perkembangan yang lebih maju.

Dalam melakukan kegiatan pembinaan dengan sendirinya akan

terjalin hubungan kerjasama antara kedua pihak yang mempunyai motivasi

berbeda-beda. Menurut Tri Sura Suhardi (1992) ada beberapa motivasi

yang menjadi semacam pendorong terjalinnya hubungan kerjasama

(47)

a. Melaksanakan kewajiban atau perintah karena suatu peraturan

perundang-undangan;

b. Motivasi bisnis, karena saling membutuhkan dan melihat peluang yang

besar;

c. Tanggung jawab moral dan sosial terutama untuk menciptakan kesan

positif keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat

disekitarnya terutama pemerintah.

Selain hal-hal tersebut perkembangan sub sektor industri kecil juga

tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi

perkembangan tersebut. Menurut Irsan Azhari Saleh (1986) faktor-faktor

yang turut mempengaruhi perkembangan subsektor industri kecil adalah

sebagai berikut:

a. Semakin meningkatnya keterampilan pekerja pada sub sektor industri

kecil dan semakin meluasnya penyediaan tenaga listrik yang dapat

menjangkau pedesaan dan memungkinkan pemanfaatannya bagi sub

sektor industri kecil.

b. Semakin berkembang pesatnya sarana transportasi telah

memungkinkan distribusi masukan hasil produksi ke wilayah yang

lebih luas sehingga dapat mengurangi komponen ongkos produksi.

c. Semakin berkembangnya pembuatan mesin-mesin berskala kecil yang

terjadi bersamaan dengan usaha pemecahan proses produksi ke

(48)

d. Semakin diperkuatnya kebijakan pemerintah untuk mendukung sub

sektor industri kecil disamping dilaksanakannya suatu kebijakan

perlindungan terhadap sub sektor industri kecil. Kebijakan ini akan

lebih efektif apabila faktor-faktor lainnya sudah hadir dalam

perekonomian.

3. Pengertian Kesempatan Kerja, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja

Menurut T. Gilarso (2001:207) kesempatan kerja adalah

banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja.

Kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan

tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan

sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan

sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing.

Dengan demikian, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan

atas tenaga kerja.

Menurut T. Gilarso (2001:206) angkatan kerja (labor force)

didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun

ke atas yang sedang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan. Banyak

sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah

penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk

golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula.

Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu

meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan

(49)

banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap

kesejahteraan. Usia kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang

diharapkan sudah dapat bekarja dan menghasilkan pendapatannya sendiri.

Usia kerja ini berkisar antara 15 sampai 64 tahun. Selain penduduk dalam

usia kerja dan di atas usia kerja. Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak

usia sekolah dasar yang sudah pensiun atau berusia lanjut.

Bagian lain dari penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan

kerja. Yang termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah masuk

usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencari pekerjaan karena

masih sekolah. Ibu rumah tangga pun termasuk ke dalam kelompok bukan

angkatan kerja.

Penduduk dalam usia kerja yang termasuk dalam usia kerja,

dikelompokkan menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan angkatan kerja

(mencari kerja dan menganggur). Menurut T. Gilarso (2001:207) tenaga

kerja (man power) adalah manusia dengan tenaga fisiknya maupun

bakat-bakat dan keterampilannya yang digunakan dalam memproduksi barang

dan jasa.

Aspek kinerja usaha yang dilakukan oleh sektor industri kecil

secara teknis berpedoman pada keahlian serta keterampilan dari kegiatan

usahanya. Kegiatan produksi tersebut dilanjutkan kepada proses penjualan

pada lingkungan pasar serta dapat memperoleh keuntungan yang

(50)

pembelian bahan baku serta hal-hal lainnya yang menyangkut kepada

kegiatan produksi Nurimansjah Hasibun (1994).

4. Pengertian Laba/Rugi

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari

transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi suatu badan usaha,

dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha

selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau

investasi pemilik Baridwan (1992:55).

Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas

biaya-biayanya dalam jangka waktu tertentu. Laba sering digunakan

sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman

investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi Harnanto

(2003:444).

Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba di dalam

teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam

teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan

dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah

perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada

waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode

tertentu Harahap (1997).

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai

prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti

(51)

adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur

pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang

berbeda antara lain : laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan

laba bersih.

Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi

perusahaan tetapi penting juga sebagai informasi bagi pembagian laba dan

penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi

yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analisis

keuangan pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya Harahap

(2001:259). Hal ini menyebabkan adanya berbagai defenisi untuk laba.

G. Perkembangan Industri Kecil di Indonesia

1. Industri Kecil dalam Dimensi Pemerataan

Menurut Dawam Rahardjo (1984:122-123) sebenarnya terdapat

dasar-dasar pemikiran yang lebih luas di balik ketetapan politik

pemerintah untuk memberi kesempatan, melindungi, mendorong bahkan

membina dengan penyediaan berbagai fasilitas khusus atau tersendiri

kepada sektor industri, yaitu diantaranya:

a. Karena industri kecil hanya membutuhkan modal yang tidak banyak,

bisa memanfaatkan sumber-sumber yang diperoleh dengan mudah,

hanya memerlukan teknologi yang dapat dikuasai oleh keterampilan

tangan serta dapat dikelola dengan managemen yang sederhana, maka

faktor-faktor ini semua lebih memudahkan penciptaan dan

(52)

untuk menyerap tenaga kerja antara lain diukur dengan besar kecilnya

modal yang dibutuhkan untuk setiap orang atau satuan perusahaan.

b. Dalam satu-satuan usaha yang lebih kecil yang memproduksi berbagai

jenis barang yang berada dalam jangkauan pemikiran anggota

masyarakat yang kurang berpendidikan formal pun, maka sektor

industri atau usaha kecil memberikan kesempatan berinovasi kepada

para wiraswasta serta memberi jalan bagi timbul dan berkembangnya

inisiatip perseorangan.

c. Kegiatan industri kecil, lebih-lebih kerajinan rumah tangga yang

jumlahnya sangat banyak di Indonesia, memiliki kaitan yang dekat

dengan mata pencaharian pertanian di daerah pedesaan serta tersebar

di seluruh tanah air.

d. Perkembangan industri skala besar yang modern, ternyata

membutuhkan pula dukungan dari satu-satuan usaha kecil yang dapat

membuat barang-barang komponen atau suku cadang. Makin besarnya

skala produksi ternyata justru memberi kesempatan timbulnya industri

kecil oleh karena industri besar ingin melimpahkan sebagian beban

managemennya kepada satuan-satuan yang lebih kecil.

Dasar-dasar pemikiran di atas yang secara ekonomis dapat dinilai

cukup rasional, ternyata mengandung pula dimensi kemerataan dimana

industri kecil memperoleh tempat dalam pertimbangan untuk

memeratakan kesempatan berusaha, baik dilihat secara sosial, regional

(53)

2. Industri Kecil dalam Perekonomian Indonesia

Pada saat krisis melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 dan pada

pertengahan tahun 2008, kita kembali dihadapkan pada krisis keuangan

dunia, yang bermula dari krisis di Amerika Serikat, industri kecil mampu

bertahan dan terbukti menjadi salah satu pelaku ekonomi yang kuat dan

ulet, karena industri kecil ternyata cukup berhasil menyesuaikan diri

dengan lingkungan ekonomi yang berubah dengan cepat tersebut.

Menurut kriteria UNIDO (United National for Industrial

Development Organization) negara-negara dikelompokkan sebagai

berikut: Arsyad (2004:354-355).

a. Kelompok negara non-industri (non-industrial country) apabila

sumbangan sektor industri PDB kurang dari 10 persen.

b. Kelompok negara dalam proses industrialisasi (industrializing country)

apabila sumbangan tersebut antara 10-20 persen.

c. Kelompok negara semi industri (semi industrialized country) apabila

sumbangan tersebut antara 20-30 persen.

d. Kelompok negara industri (industrial country) apabila sumbangan

tersebut lebih dari 30 persen.

Sumbangan industri terhadap PDB sudah meningkat dari tahun ke

tahun. Pada tahun 1970 sektor industri menyumbang 8,4 persen terhadap

PDB dan pada tahun 1980 meningkat menjadi 15,3 persen, dan pada tahun

1987 meningkat menjadi 25 persen. Pada tahun 1997 PDB sektor industri

(54)

persen. Pada tahun 2010, PDB industri tumbuh menjadi 8,5 persen dari

tahun sebelumnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada Pelita I

Indonesia masih termasuk negara non-industri dan pada Pelita IV sudah

termasuk pada kategori negara semi industri Arsyad (2004:354).

Pengelompokkan industri menurut jumlah tenaga kerja yang

dipekerjakan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dibedakan menjadi

empat yaitu: Arsyad (2004:366).

a. Perusahaan atau industri besar jika mempekerjakan 100 orang atau

lebih.

b. Perusahaan atau industri sedang jika mempekerjakan 20 orang sampai

99 orang.

c. Perusahaan atau industri kecil jika mempekerjakan 3 orang sampai 19

orang.

d. Industri rumah tangga jika mempekerjakan kurang dari 3 orang

(termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).

Menurut Heijrahman Ranupandoyo (1986) pengertian industri

pedesaan adalah:

a. Industri yang diusahakan terutama oleh rakyat pedesaan.

b. Menjadi sumber penghidupan baik sampingan atau pokok di luar

kegiatan pertanian.

Industri kecil adalah industri berskala kecil dan industri rumah

tangga yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga.

(55)

pembangunan bidang ekonomi khususnya. Selain juga memberikan

sumbangan nyata dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat dan

peningkatan pendapatan terutama masyarakat pedesaan.

Menurut Mubyarto (1987:99), peranan industri kecil adalah:

a. Industi kecil memberikan lapangan kerja pada penduduk pedesaan

yang pada umumnya tidak bekera secara penuh.

b. Industri memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi kepala

keluarga atau pekerja, tetapi juga pada anggota keluarga lainnya.

c. Industri dalam beberapa hal mampu memproduksi barang-barang

keperluan penduduk setempat dan daerah sekitarnya secara lebih

efisien dan lebih murah dibandingkan industri besar.

3. Pentingnya Industri Kecil Bagi Pembangunan di Desa

Industri kecil penting sebagai penunjang dari industri besar dan

sedang terutama sebagai pemasok (supplier) berbagai komponen dan

barang setengah jadi (intermediate inputs) lainnya yang diperlukan

perusahaan besar dan sedang Thee Kian Wie (1988:195). Menurut I.

Nyoman Beratha (1982) Industri kecil merupakan salah satu penunjang

pembangunan di desa yang tidak diragukan lagi karena industri kecil bisa

berkembang seperti yang diharapkan akan segera nampak

keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

a. Industri kecil banyak menyerap tenaga kerja yang tidak digunakan

seperti tenaga penganggur dan setengah penganggur.

(56)

c. Sistem distribusi lebih sederhana karena pasar yang dilayani masih

kecil.

d. Pada taraf awal alat-alat dapat diselenggarakan secara lokal.

e. Dengan demikian orang yang mampu di desa masih ragu-ragu untuk

menyimpan modalnya di dalam sektor industri.

Menurut Hadi Prayitno (1985:72) alasan yang menjadi prioritas

utama bagi pembangunan industri kecil di pedesaan sebagai berikut:

a. Karena letaknya di daerah pedesaan, maka diharapkan tidak akan

menambah migrasi ke kota lain atau dapat mengurangi laju urbanisasi.

b. Sifatnya yang padat tenaga kerja akan memberikan kemampuan serap

lebih besar perunit yang di investasikannya.

c. Masih dimungkinkannya bagi tenaga kerja yang terserap untuk

kembali berburuh tani dalam usaha tani khususnya menjelang saat-saat

sibuk karena letaknya yang berdekatan.

d. Penggunaan teknologi yang masih sederhana masih mudah di pelajari

dan di laksanakan.

Menurut Hadi Prayitno (1985:71) hubungan antara pembangunan

industri dan pertanian di dalam masalah ketenagakerjaan bukan saja

penting, tetapi mempunyai arti luas dan strategis. Sebab, pembangunan

pertanian dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh pembangunan

industrialisasi dan sebaliknya, pembangunan industri dapat berjalan

dengan baik jika didukung oleh keberhasilan pembangunan pertanian.

(57)

pertanian. Sebaliknya disektor pertanian untuk selanjutnya menghendaki

agar angkatan kerja baru yang dihasilkan oleh keluarga petani tidak masuk

lagi ke dalam sektor pertanian sehingga diharapkan sebagian besar tenaga

kerja ini dapat diserap oleh sektor-sektor di luar pertanian, misalnya di

sektor industri.

H. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian oleh Wahyono Yudha

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Wahyono Yudha (1990), yang

berjudul ”Peranan Industri Kecil di Kota dalam Penyerapan Tenaga Kerja

(Studi Kasus: Industri Kecil Kerajinan Perak Kecamatan Kotagede,

Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

1990”.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus. Tujuan umumnya untuk mengetahui apakah benar sektor

industri kecil di kota dapat menyerap tenaga kerja. Sedangkan tujuan

khususnya untuk mengetahui apakah benar tenaga kerja industri kecil di

kota umumnya berasal dari desa, untuk mengetahui apa alasan responden

asal desa berurbanisasi, untuk mengetahui apakah benar tenaga kerja

industri kecil di kota tingkat pendidikannya rendah, untuk mengetahui

apakah benar tenaga kerja industri kecil di kota mengalami kesulitan untuk

mendapatkan pekerjaan di sektor formal, untuk mengetahui motivasi

responden memasuki industri kecil di kota, untuk mengetahui berapa lama

(58)

diterima responden per hari, untuk mengetahui apakah benar penerimaan

tenaga kerja industri kecil di kota tidak melalui prosedur yang formal,

untuk mengetahui apakah benar tenaga kerja industri kecil di kota

sebelumnya termasuk golongan penganggur dan setengah pengangguran.

Dari hasil penelitian terdahulu dapat dibuat suatu kesimpulan

sebagai berikut :

a. Sebagian besar tenaga kerja di industri kecil kerajinan perak Kotagede

berasal dari kota (68,3%). Hal ini disebabkan tenaga kerja yang

terserap adalah masyarakat di sekitar industri kecil itu berada, yaitu

disekitar Kotagede yang masih merupakan bagian kota Yogyakarta.

b. Alasan responden berurbanisasi, sebagian besar (42,1%) responden

menyatakan karena sulit untuk mendapatkan pekerjaan di desa. Hal ini

mengisyaratkan semakin sempitnya lahan pertanian dan proses

mekanisasi di bidang pertanian yang mengakibatkan berkurangnya

kesempatan kerja di desa sehingga mereka berurbanisasi untuk

mencari kerja (tambahan penghasilan).

c. Tenaga kerja di industri kecil kerajinan perak, tingkat pendidikannya

sebagian besar relatif rendah, yaitu 65,3% responden hanya mencapai

SD. Di sini terlihat peran industri kecil dalam menyerap tenaga kerja

dengan kualifikasi pendidikan relatif rendah. Hal ini sesuai dengan

ciri-ciri dari sektor informal.

d. Industri kecil kerajinan perak Kotagede berperan menampung tenaga

(59)

responden menyatakan pernah melamar tetapi ditolak/tidak diterima

dan pernah bekerja di sektor formal tetapi kemudian berhenti karena

PHK atau atas kemauan sendiri.

e. Sebagian besar motivasi responden memasuki industri kecil kerajian

perak adalah karena sektor ini tidak memerlukan/membutuhkan

persyaratan formal (58,3%). Hal ini sesuai dengan salah satu ciri sektor

informal, dimana untuk bekerja di sektor informal tidak membutuhkan

persyaratan khusus seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan

lain-lain.

f. Sebesar 63,3% dari 60 responden (sebagian besar responden) bekerja

11 jam sehari, yaitu dari jam 07.00-17.00, berarti dalam seminggu

bekerja 66 jam. Jam kerja yang panjang dan bervariasinya jam kerja

merupakan salah satu ciri dari sektor informal.

g. Upah minimal di industri kerajian perak per hari Rp.1000,00 (tenaga

serabutan) dan upah terbesar Rp.50.000,00 (dengan kerja lembur).

Dapat dikatakan bahwa spesialisasi dan kerja lembur mempengaruhi

besar upah yang diterima per hari. Berarti penghasilan sbulan

responden berkisar antara Rp.30.000,00-Rp.1.500.000,00.

h. Sebagian besar responden pemilik industri kecil kerajinan perak tidak

mengadakan pembukuan dalam menjalankan usahanya (80%

responden pemilik industri kecil).

i. Industri kecil kerajian perak Kotagede sebagai bagian dari sektor

(60)

yaitu responden dengan kegiatan sebelum bekerja sebagai perajin 75%

(45 responden) sedang mencari pekerjaan dan 10% (6 responden)

bekerja kurang dari jam kerja normal (35 jam dalam seminggu).

Sedang 15% (9 responden) menyatakan bahwa pekerjaan sebagai

pengrajin perak merupakan pekerjaan pokok karena mereka dapat

memperoleh penghasilan menetap perbulan.

2. Penelitian oleh Agnes Endang Sri Haryanti

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Agnes Endang Sri Haryanti

(1997), yang berjudul ”Beberapa Faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Industri Kerajinan Perak Tahun 1993-1995 (Studi Kasus:

Sentra Industri Kerajinan Perak di Kecamatan Kotagede, Kotamadya

Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1996).

Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus. Tujuan umumnya untuk mengetahui bagaimanakah

perkembangan industri kerajinan perak di kecamatan Kotagede pada tahun

1993-1995, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

perkembangan industri kerajinan perak di kecamatan Kotagede pada tahun

1993-1995. sedangkan tujuan khususnya untuk mengetahui ada tidaknya

peningkatan jumlah pengusaha industri kerajinan perak pada tahun

1993-1995, untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan jumlah tenaga kerja

yang terserap pada industri kerajinan perak pada tahun 1993-1995, untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan modal per unit usaha tahun

(61)

industri kerajinan perak pada tahun 1993-1995, untuk mengetahui ada

tidaknya peningkatan laba pengusaha pada tahun 1993-1995, untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan upah yang diterima tenaga kerja

pada tahun 1993-1995, untuk mengetahui apakah bahan baku produksi

ersedia setiap waktu dan pasar lokal, untuk mengetahui apakah harga

bahan baku produksi stabil, untuk mengetahui apakah tersedia alat

transportasi yang mudah dari pasar input ke pasar output, untuk

mengetahui apakah perbaikan peralatan yang dilakukan dapat

meningkatkan hasil produksi, untuk mengetahui apakah hasil produksi

dijual dengan harga yang menguntungkan, untuk mengetahui bagaimana

jalur yang digunakan untuk memasarkan hasil produksi pada industri

kerajinan perak, apakah jalur langsung, jalur tidak langsung atau

kedua-duanya, untuk mengetahui bagaimana luas jangkauan pemasaran hasil

produksi pada industri kerajinan perak, apakah dalam lingkup lokal,

regional, nasional atau ekspor.

Dari hasil penelitian terdahulu dapat dibuat suatu kesimpulan

sebagai berikut :

a. Kesimpulan khusus

1). Ada peningkatan jumlah industri kerajinan perak di kecamatan

Kotagede antara tahun 1993-1995. Rata-rata peningkatan sebesar

Gambar

Tabel V.5 Jumlah Omset yang diperoleh Pengrajin Perak
Tabel V.7 Jumlah Laba yang diperoleh Pengrajin Perak
Grafik V.1 Trend Perhitungan Industri Kecil Kerajinan Perak
Tabel 3.1 Jumlah Industri Kecil Kerajinan Perak di DIY
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang high- IC intensive industries akan memberikan pengungkapan modal intelektual lebih banyak karena sumber daya pengetahuan dalam bentuk teknologi yang

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Implementasi model pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition) Pada Sub Pokok

Animasi ini adalah penggabungan antara berbagai tipe animasi. Tidak jarang film-film menggunakan teknik animasi ini untuk membangun cerita atau sebagai peran pengganti. Film

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pencemaran saluran drainase di lingkungan permukiman sekitar Kawasan Pasar Kahayan terjadi akibat limbah

Sebuah usaha kerjasama dengan Fourth Partner Energy (4PEL) dari India, inisiatif ini merupakan wujud dari komitmen kami untuk mendiversifikasi portofolio bisnis kami, mencapai

Data hasil analisa keragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam dan pemupukan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter,

Guru harus berperan sebagai model akan pentingnya keterlibatan dalam sebuah pencarian kebenaran yang akan berlangsung seumur hidup sehingga dapat melakukan sesuatu yang

Tujuan dari pengujian ini adalah mencari hubungan antara gaya, arus dan jarak dari elektromagnet yang digunakan.. Hasil pengujian ini akan digunakan dalam melakukan