• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Page |

IV

-1

Bab

4

Analisis Sosial,

Ekonomi dan Lingkungan

4.1. ANALISIS SOSIAL SEBAGAI DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BIDANG CIPTA KARYA

Secara umum upaya-upaya yang dapat dilaksanakan terhadap aspek sosial pada

Perencanaan, Pelaksanaan dan Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

adalah:

1. Advokasi masyarakat untuk menimbulkan keyakinan bahwa pembangunan Bidang Cipta

Karya adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum;

2. Sosialisasi program pengamanan kegiatan ekonomi atas dampak yang ditimbulkan oleh

pembangunan Bidang Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat, yaitu

program re-settlement (pemukiman kembali) atau konsolidasi lahan;

3. Kesepakatan pemukiman kembali atau konsolidasi lahan atas masyarakat yang

lahannya digunakan oleh pembangunan bidang Cipta Karya;

4. Pengamanan kegiatan produktif masyarakat yang lahannya terkena pembangunan

Bidang Cipta Karya;

5. Pengamanan sistem ekonomi lokal, pada wilayah yang terkena dampak pembangunan

Bidang Cipta karya atau lahannya digunakan untuk pembangunan tersebut;

6. Kesepakatan kompensasi atas kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan

pembangunan ataupun biaya penggantian lahan atas lahan yang digunakan untuk

pembangunan kegiatan-kegiatan Bidang Cipta Karya;

7. Pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat yang terkena dampak pembangunan

Bidang Cipta Karya;

8. Sosialisasi program pengamanan sosial atas dampak yang ditimbulkan oleh

pembangunan Bidang Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat.

A. Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali

Kegiatan Safeguard Pengadaan Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali biasanya terjadi

jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau ditempati

(2)

Page |

IV

-2

bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, memperbaiki

pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak kegiatan pengadaan tanah.

Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk

kegiatan RPI2JM mengacu pada prinsip-prinsip berikut:

1. Transparan, kegiatan harus diinformasikan secara transparan kepada pihak yang terkena

dampak, mencakup: daftar warga, aset (tanah, bangunan, tanaman, dll) yang terkena

dampak;

2. Partisipatif, Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat

dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan

bentuk kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali;

3. Adil, Pengadaan tanah tidak memperburuk kondisi kehidupan DP Warga tersebut

memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai yang setara dengan harga

pasar tanah dan asetnya termasuk biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, dan

diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah;

4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan;

5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila :

- DP mendapatkan manfaat yang lebih besar dibanding harga tanah miliknya

- Tanah hibahkan nilainya ≤ 10% dari nilai tanah bangunan atau aset lain yang

produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.

Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah

DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team (SMT) harus dapat

menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara

sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal;

1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas lahan yang diperlukan, jumlah warga

yang terkena dampak, pendapatan serta status pekerjaan DP, harga pasaran tanah yang

diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP sebelum pembebasan tanah;

2. Kegiatan yang mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau

melibatkan pemindahan Iebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan

Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK.;

3. Jika kegiatan investasi mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau 40 KK

atau kurang dari 10% asset produktif atau melakukan pemindahan penduduk secara

temporer selama konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana;

4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung

jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan Safeguard;

(3)

Page |

IV

-3

- Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang memiliki

karakteristik ekonomi serupa saat pembayaran ganti rugi dilakukan;

- Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan

dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;

- Perhitungan ganti rugi tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman ditambah biaya

kerugian non material lain,

- Perhitungan ganti rugi aset diganti dengan aset yang sama, atau ganti rugi uang

tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset.

- Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan / atau pemukiman

dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau

badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:

- Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif;

- Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana.

6. Berkenaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:

- Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan;

- Warga yang tidak memiliki hak atas tanah tetapi menguasai/ menggarap lahan;

- Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah;

- Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun

perjanjian dengan pemilik tanah, Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang

dihibahkan untuk kepentingan agama).

B.Metode Pendugaan Dampak

Ada beberapa metode pendugaan dampak yang terjadi terhadap lingkungan, yakni melihat

dampak fisik dan dampak non fisik.

Dampak Fisik, yakni dampak pada individu, tanah, bangunan, tanaman dan asset produksi:

- Pendugaan dampak melihat kerusakan langsung yang terjadi pada alam sekitar,

- Pendugaan dampak melihat tingkat kesehatan masyarakat di sekitar lokasi,

- Pendugaan dampak melihat tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar

lokasi,

- Pendugaan dampak melihat tingkat partisipasi nyata dari masyarakat.

Dampak Non Fisik, yakni dampak terhadap lokasi, akses terhadap tempat kerja atau

terhadap prasarana dan sarana, dsb.

C. Pemilihan Alternatif

Proses Pemilihan Safeguard Lingkungan dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman

Kembali direncanakan dilakukan melalui study dan Penelitian langsung ke lokasi yang

direncanakan dengan tetap melihat tingkat efektifitas, nilai ekonomi, serta potensi dampak

(4)

Page |

IV

-4

lingkungan dan safe guard pengadaan tanah dan permukiman kembali yaitu dengan

memaparkan dan membandingkan antara 2 (dua) atau lebih safe guard yang lebih bernilai

ekonomis, lebih efektif, potensial menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak

negatif antara lain terhadap:

1. Terhadap Sub Bidang Air Minum

Dari hasil analisa teknis, pembangunan sumber air baku, perpipaan baik transmisi

maupun distribusi tidak akan mengambil lahan masyarakat. Selain itu lahan yang

digunakan untuk pembuatan sumur bor sebagian merupakan hibah dari masyarakat,

sehingga tidak perlu ada penggantian lahan maupun re-settlment penduduk. Disimpulkan

bahwa investasi Sub Bidang Air Minum tidak akan menimbulkan dampak negatif, baik

dari segi lingkungan, sosial. Sehingga pengelolaan safeguard sosial dan lingkungan

investasi Sub Bidang Air Minum hanya dalam bentuk Program Pemberdayaan Masyarakat

dan kementerian/lembaga.

2. Terhadap Sub Bidang Air Limbah

Investasi sistem terpusat (off site) memerlukan studi AMDAL. Sedangkan penyediaan

lahan bagi pembangunan fisiknya pada lahan di luar kawasan permukiman hanya perlu

dilakukan pengelolaan safeguard sosial dan lingkungan dalam bentuk Program

Pemberdayaan Masyarakat dan anggaran dari kementerian/lembaga.

3. Terhadap Sub Bidang Persampahan

Pengelolaan dan pemantauan dampak di seputar lokasi TPA akan dilaksanakan

berdasarkan hasil Studi AMDAL dan RKL dan RPL.

4. Terhadap Sub Bidang Drainase

Pembangunan saluran induk baru memerlukan lahan, untuk itu dilakukan pembelian

lahan sepanjang calon saluran induk baru. Lahan yang dibebaskan sepanjang calon

saluran induk baru. Berdasarkan hasil identifikasi didapat bahwa tidak ada aktivitas

ekonomi sepanjang calon saluran tersebut, sehingga tidak diperlukan program

pemberdayaan ekonomi sebagai kompensasi atas hilangnya mata pencaharian

masyarakat. Selain itu, pembebasan lahan tidak akan mengakibatkan hilangnya rumah

tinggal masyarakat, sehingga tidak memerlukan program re-settlment maupun konsolidasi

lahan.

5. Terhadap Sub Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan

Khusus untuk investasi pada Sub Bidang Penataan Bangunan Lingkungan, tidak ada

program yang bersifat fisik yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Secara lebih detail mengenai aspek sosial

terhadap rencana lokasi perencanaan selanjutnya akan dirincikan pada dokumen RTBL

(5)

Page |

IV

-5

6. Terhadap Sub Bidang Permukiman

Program Penataan dan Peremajaan Kawasan di Kawasan permukiman kumuh dan padat

penduduk, justru menghasilkan dampak positif. Jadi program ini sekaligus merupakan

safeguard lingkungan sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Guna meningkatkan

efektivitas program tersebut, kegiatan penataan dan peremajaan kawasan didukung oleh

program pemberdayaan masyarakat untuk pemeliharaan prasarana dasar yang akan

dibangun.

4.1.1.Rencana Pengelolaan

A. Rencana Sistem Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan

Sistem Pengelolaan Safeguard Lingkungan dan Safeguard sosial di Kabupaten Padang Lawas

direncanakan dikelola dengan sistem terpadu di bawah koordinasi Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Lawas dengan melibatkan Iangsung Satuan

Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkait sesuai tugas masing-masing SKPD.

Pengelolaan Safeguard sosial direncanakan dikelola oleh Dinas-Dinas terkait pembangunan

infrastruktur khususnya bidang Cipta Karya di Kabupaten Padang Lawas seperti untuk

pengadaan lahan dan permukiman kembali direncanakan dikelola oleh Bagian Tata

Pemerintahan Sekretariat Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dan Dinas Pekerjaan

Umum (PU).

B. Prosedur Pelaksanaan dan Pemantauan

Untuk memastikan bahwa safeguard Iingkungan dan safeguard pengadaan tanah dipantau

dengan baik, maka diperlukan tahapan prosedur sebagai berikut:

- Identifikasi, Penyaringan dan Pengelompokan dampak;

- Study dan Penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan, berupa

diskusi, dan konsultasi;

- Perumusan dan perencanaan rencana pemantauan;

- Pemantauan ulang terhadap proses diatas;

- Perumusan mekanisme pemantauan dan penanganan safeguard.

Pelaksanaan Pemantauan Safeguard Sosial dan Safeguard Pengadaan Tanah dan

Permukiman kembali dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Padang Lawas dengan melibatkan Satuan Perangkat Kerja Daerah terkait sesuai tugas

(6)

Page |

IV

-6

4.1.2.Kemiskinan

Kemiskinan adalah satu isu hangat yang selalu menjadi perhatian pemerintah dari tahun ke

tahun. Sejak satu dasawarsa terakhir, berbagai program penanggulangan kemiskinan mulai

digaungkan secara besar-besaran. Berbagai program telah dijalankan sampai saat ini, antara

lain, program BLT, Raskin, dan Jamkesmas. Berdasarkan kelasnya, terdapat 5 kelas keluarga

yang ada di Padang Lawas yaitu pra sejahtera, sejahtera I, II,III dan III plus. Paling banyak

adalah keluarga sejahtera II mencapai 22.940 keluarga. Menyusus kemudian keluarga

sejahtera I sebanyak 17.021 keluarga. Keluarga sejahtera III sebanyak 9.519 keluarga.

Keluarga pra sejahtera sebanyak 1.752 keluarga. Dan yang paling sedikit adalah keluarga

sejahtera III plus sebanyak 1.623.

Tabel 4.1.

Jumlah Keluarga Pra Sejahtera, KS I,II,III dan III Plus Menurut Kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Sumber: BPS Kabupaten Padang Lawas 2015

4.1.3.Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender Mainstraiming,

merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan

dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan

perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari

seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki:

- memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan;

- berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan. Termasuk proses

pengambilan keputusan;

(7)

Page |

IV

-7

- memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

Penyelenggaan pangarusutamaan gender mencakup baik pemenuhan kebutuhan praktis

gender maupun pemenuhan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender adalah

kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan berkaitan dengan perbaikan kondisi perempuan

dan/atau laki-laki guna menjalankan peran-peran sosial masing-masing, seperti perbaikan

taraf kehidupan, perbaikan pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, penyediaan air

bersih, dan pemberantasan buta aksara. Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan

perempuan dan/atau laki-laki yang berkaitan dengan perubahan pola relasi gender dan

perbaikan posisi perempuan dan/atau laki-laki, seperti perubahan di dalam pola pembagian

peran, pembagian kerja, kekuasaan dan kontrol terhadap sumberdaya. Pemenuhan

kebutuhan strategis ini bersifat jangka panjang, seperti perubahan hak hukum, penghapusan

kekerasan dan deskriminasi di berbagai bidang kehidupan, persamaan upah untuk jenis

pekerjaan yang sama, dan sebagainya.

Arah Pembangunan Jangka Panjang yang tercantum pada RPJPN 2005-2025 di bidang

pembangunan adalah pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak diarahkan pada

peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak di

berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi, dan

diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta penguatan kelembagaan dan jaringan

pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan

data dan statistik gender.

Sesuai dengan Buku II RPJMN 2015-2019 Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan

strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. Pengintegrasian perspektif

gender tersebut dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta

pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. PUG

ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan

yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun

perempuan. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara

penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya,

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan

manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.

Kesetaraan dan keadilan gender yang merupakan salah satu tujuan pembangunan yang

ditetapkan dalam RPJPN 2005-2025 dan dijabarkan di dalam RPJMN 2015-2019 dihadapkan

pada tiga isu strategis, yaitu:

(8)

Page |

IV

-8

2) meningkatnya perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan,

termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO); dan

3) meningkatnya kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan perlindungan

perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

Gender adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan

perempuan yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan sosial

budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang luas. Jadi, gender merupakan

konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.

Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh, kesempatan serta hak-haknya, sebagai manusia agar mampu berperan, dan

berpartisipasi serta menikmati pembangunan.

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan ditandai

dengan tidak adanya pembekuan peran, beban ganda, sub ordinasi, marginalisasi maupun

kekerasan terhadap salah satu.

Masalah Kesenjangan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastuktur PU Dan Permukiman :

1. Paradigma lama menganggap bahwa infrastruktur PU dan permukiman netral gender.

2. Ada kebijakan, program, kegiatan pembangunan tertentu yang luput dari adanya

kebutuhan, aspirasi, hambatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, sehingga

menyebabkan adanya kesejangan gender antara lain :

- Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang pentingnya

menjaga kualitas sungai;

- Adanya kesejangan bagi kelompok tertentu (perempuan, difable, lansia) dalam

penyediaan sarana jalan dan jembatan serta bangunan pelengkapnya (contoh: Rest

Area, Jembatan penyebarangan, trotoar);

- Terabaikannya perempuan untuk memperoleh akses informasi dan pernyataan aspirasi

dalam penguasaan kepemilikan asset, lahan, rumah, terkait proses pengadaan tanah

dan rencana pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman;

- Adanya kesenjangan bagi laki-laki (pekerjaan konstruksi) untuk mendapatkan akses

informasi tentang pencegahan penyakit HIV/ AIDS, yang akan berdampak negatif bagi

keluarganya;

- Adanya kesenjangan dalam peran dan partisipasi perempuan pada penyelenggaraan

pembangunan prasarana dan sarana permukiman, antara lain : air minum dan

persampahan;

- Kurangnya prasarana dan sarana yang memadai bagi kebutuhan perempuan, difable

pada bangunan, gedung dan lingkungan (antara lain : Ruang Asi, Taman Penitipan

(9)

Page |

IV

-9

- Kurang terakomodasinya aspirasi kebutuhan kelompok tertentu dalam penyusunan

regulasi zona ( antara lain : zona aman sekolah, ruang publik, ruang terbuka hijau);

- Adanya kesengajan bagi peserta perempuan yang sedang menyusui untuk

berpartisipasi secara maksimal dalam Pendidikan dan Pelatihan.

Pengarusutamaan Gender : Merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan

keadilan Gender, melalui kebijakan, program dan kegiatan yang memperhatikan

pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam

perencanaan, pelaksanaaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program

berbagai bidang pembangunan sehungga diperoleh kesetaraan AKPM ( Akses, Kontrol,

Partisipasi dan Manfaat) dalam pembangunan.

Pengarusutamaan Gender bukan hanya konsep yang memprioritaskan pemberdayaan

perempuan, melainkan mengakomodasi dan memperhatikan kebutuhan semua jenis kelamin

(baik laki-laki maupun perempuan) dan orang dengan kebutuhan khusus seperti : lansia,

anak-anak dan diffable. Terintergrasinya perspektif gender ke dalam seluruh proses

penyelengaraan pembangunan infrastruktur PUPR dan Permukiman sehingga menghasilkan

infrastruktur PUPR dan Permukiman yang responsif gender :

1. Tahap perencanaan dan pemograman;

2. Tahap pelaksanaan;

3. Tahap pemantauan dan evaluasi.

4.2. ANALISIS EKONOMI

4.2.1.PDRB Perkapita

Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2015 yang diukur berdasarkan kenaikan laju

pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010

mengalami peningkatan sebesar 5,74 persen dibanding tahun 2014. Pertumbuhan tertinggi

dicapai oleh kategori jasa keuangan dan asuransi sebesar 12,98 persen. diikuti Pengadaan

Listrik dan Gas sebesar 10,20 persen dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,90

persen.

PDRB Padang Lawas pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 7.902,93

miliar, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp. 6.342,53 miliar. Struktur

perekonomian Padang Lawas yang dihitung dengan PRDB atas dasar harga berlaku

didominasi kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 49,30 persen disusul oleh

kategori konstruksi sebesar 15,64 persen, kategori industri pengolahan sebesar 15,59 persen,

kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 7,26 persen

(10)

Page |

IV

-10

harga berlaku pada tahun 2015 mencapai Rp. 30,63 juta, meningkat 5,88 persen dibanding

tahun 2014.

PDRB per kapita diperoleh dengan membagi PDRB (atas dasar harga berlaku) dengan jumlah

penduduk pertengahan tahun. Angka tersebut secara tidak langsung menggambarkan

rata-rata pendapatan yang diterima oleh penduduk di suatu wilayah selama setahun. Pada tahun

2015 angka PDRB per kapita Padang Lawas mencapai Rp. 30,63 juta, meningkat 5,88 persen

dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 4.2.

PDRB Perkapita Kabupaten Padang Lawas Menurut Lapangan Usaha (Rupiah)

PDRB per Kapita 2013 2014*) 2015**) (1) (2) (3) (4) Atas Dasar Harga Berlaku 26.990.277,63 28.929.260,87 30631.141,76 Atas Dasar Harga Konstan

2010

23.035.418,82 23.805.761,17 24.579.285,28

Sumber : BPS Kabupaten Padang Lawas, 2016

Keterangan : *) Angka sementara

**) Angka sangat sementara

4.3. ANALISIS LINGKUNGAN

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2JM bidang

Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Padang Lawas telah mengakomodasi prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2010-2014;

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis;

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

Adapun tugas dan wewenang pemerintah kab/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang

Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yaitu:

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota;

(11)

Page |

IV

-11

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1.Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian

analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu

wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:

a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi

lingkungan hidup di suatu wilayah;

b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau

program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

KLHS memuat kajian antara lain:

a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

c. kinerja layanan/jasa ekosistem;

d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi;

f. terhadap perubahan iklim; dan

g. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan,

rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. KLHS disusun oleh Tim

Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup

Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. koordinasi penyusunan

KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai

pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk

mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam

RPI2JM per sektor dengan mempertimbang kan isu-isu pokok seperti:

1) Perubahan iklim;

(12)

Page |

IV

-12

3) Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,

dan/atau kebakaran hutan dan lahan;

4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;

5) Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;

6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan

sekelompok masyarakat; dan/atau

7) Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut

menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.2. PDRB Perkapita Kabupaten Padang Lawas Menurut Lapangan Usaha (Rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

9 Relevan dengan Surya, Slameto dan Ali seperti yang dikutip Tohirin, menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

Sales promotion kartu kredit yang memiliki cara pandang optimistis akan memandang suatu penolakkan yang diterima dari calon nasabahnya adalah karena calon nasabahnya

Nusa Tenggara Timur pada Agustus 2015 mengalami deflasi sebesar 0,73 persen setelah bulan sebelumnya mengalami inflasi yaitu sebesar 1,06 persen. deflasi terjadi

Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kewenangan desa salah satunya meliputi kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau

dengan sampel penelitan lulusan Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI yang bekerja di PNPM Mandiri serta fasilitator, asisten kota dan koordinator kota PNPM

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa share growth , pergantian dewan direksi dan reputasi KAP berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP sedangkan proporsi public ownership ,

Kemudian hubungan itu dirinci dalam soal apa saja informasi dan sifat informasinya.Model ini kemudian menjadi peta tentang alur informasi di seputar organisasi

Merupakan bagian dari sistem imun humoral. Antibodi dikenal juga sebagai immunoglobulin. Antibodi merupakan salah satu penentu kemampuan tubuh untuk mempertahankan