• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya 3.1.2 Arahan Penataan Ruang B. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) - DOCRPIJM 104ba7184f BAB III3. Bab III DK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya 3.1.2 Arahan Penataan Ruang B. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) - DOCRPIJM 104ba7184f BAB III3. Bab III DK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan

Penataan Ruang

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

B. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk :

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah

nasional;

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan,

g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(2)

RPI2-JM kabupaten/ kota adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Kriteria :

i. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan

internasional,

ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa

provinsi, dan/atau,

iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Kriteria :

i. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa

kabupaten, dan/atau,

iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Kriteria :

i. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas

dengan negara tetangga,

ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional

yang menghubungkan dengan negara tetangga,

iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang

menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau,

iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang

(3)

d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan

kepentingan :

i. Pertahanan dan keamanan.

a) Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan

pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;

b) Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah

pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang

amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan

industri sistem pertahanan; atau,

c) Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil

terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau

laut lepas.

ii. Pertumbuhan ekonomi.

a) Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

b) Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan

ekonomi nasional;

c) Memiliki potensi ekspor, didukung jaringan prasarana dan fasilitas

penunjang kegiatan ekonomi;

d) Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

e) Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan

nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional;

f) Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi

dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau,

g) Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

iii. Sosial dan budaya

a) Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat

atau budaya nasional;

b) Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta

jati diri bangsa;

c) Merupakan asset nasional atau internasional yang harus dilindungi

(4)

d) Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;

e) Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau,

f) Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

a) Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis

nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

b) Memiliki sumber daya alam strategis nasional;

c) Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan

antariksa;

d) Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir,

atau;

e) Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

a) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayat;

b) Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan

bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir

punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau

dilestarikan;

c) Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang

setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian Negara;

d) Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

e) Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

f) Rawan bencana alam nasional;

g) Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai

(5)

Tabel 3.1 Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat

Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008

tentang RTRWN di Provinsi Aceh

NO PROVINSI PKN PKW

(1) (2) (3) (4)

1 Nanggroe Aceh

Darussalam Lhokseumawe

Sabang, Banda Aceh, Takengon, Meulaboh

Tabel 3.2 Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

NO

PUSAT KEGIATAN STRATEGIS

NASIONAL STATUS PROVINSI

(1) (2) 3 (4)

Kota Sabang

I / A / 2 : Pengembangan Baru (Tahap I)

(6)

NO

SUDUT

KEPENTINGAN KOTA / KABUPATEN *) PROVINSI

STATUS Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang) RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India / Thailand / Malaysia

Pertahanan

Tabel 3.3 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

A. Arahan Strategi Nasional

1. Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis

Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan

karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap

kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,

budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan

(7)

berdasarkan beberapa kepentingan, yaitu :

a. Pertahanan dan keamanan;

b. Pertumbuhan ekonomi;

c. Sosial dan budaya;

d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;

e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Adapun daftar lengkap Kawasan Strategis Nasional (KSN) telah dipaparkan

pada bab sebelumnya.

2. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau

PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong

pengembangan kawasan perbatasan negara. PenetapanPKSN dilakukan

berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 15, yaitu sebagai

berikut :

a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas

dengan negara tetangga;

b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang

internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang

menghubungkan wilayah sekitarnya;

d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang

dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. Adapun daftar

lengkap Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) telah dipaparkan pada

bab sebelumnya.

3. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah

kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala

internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Penetapan PKN dilakukan

(8)

berikut:

a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama

kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa

provinsi;

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama

transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

PKN suatu wilayah dapat berupa kawasan megapolitan, kawasan

metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, atau

kawasan perkotaan kecil. Adapun daftar lengkap Pusat Kegiatan Nasional

(PKN) telah dipaparkan pada bab sebelumnya.

4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI)

Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

2011-2025, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam

percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode

15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun. 2011 sampai dengan tahun

2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi

(KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau

sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih

faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk

mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan

ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan

SDM IPTEK yang sama.

(9)

a. Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan;

b. Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI;

c. Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentra-

sentra produksi di masing-masing KPI;

d. Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial,

dampak ekonomi, dan politik) dan arahan Pemerintah (Presiden RI).

Adapun KPI berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun

2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia 2011-2025 dipaparkan pada Tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Berdasarkan Arahan Perpres Nomor 32 Tahun 2011.

NO KORIDOR KPI

(1) (2) (3)

1 Koridor Ekonomi

(KE) Sumatera

Sei Mangkei, Tapanuli Selatan, Dairi

Dumai Tj Api-Api – Tj Carat Muaraenim – Pendopo Palembang Prabumulih

Bangka Barat, Babel, Batam

Bandar Lampung Lampung Timur Besi Baja Cilegon

2 Koridor Ekonomi (KE) Jawa Banten

DKI Jakarta Karawang Bekasi Purwakarta Cilacap Surabaya Gresik Lamongan Pasuruan

3 Koridor Ekonomi (KE) Bali –

Nusa Tenggara

Badung, Buleleng, Lombok Tengah, Kupang Sumbawa Barat, Aegela

Nusa Penida

4 Koridor Ekonomi

(KE) Kalimantan

Kutai Kertanegara

Kutai Timur Rapak dan Ganal Kotabaru Ketapang

Kotawaringin Barat

Kapuas Pontianak Bontang Tanah Bumbu Sanggau

(10)

5 Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi

Makassar Palopo (Luwu) Mamuju-Mamasa Parepare

Kendari Kolaka Konawe Utara Morowali

Merauke (Mifee) Timika Halmahera Teluk Bintuni Morotai Ambon Manokwari

5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus

atau KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk

menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor,

logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi

lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha

yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah

provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah

Pusat juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan

berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.

Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun

perluasan dari KEK yang sudah ada.

Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :

a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi

mengganggu kawasan lindung;

b. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah

kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional

atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak

(11)

d. Mempunyai batas yang jelas.

Adapun KEK berdasarkan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011

tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus untuk Provinsi Aceh

tidak ada.

3.1.3 Arahan Wilayah Pengembangan Strategis

3.1.4 Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Prioritas Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya

Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya salah

satunya mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan mengacu

kepada peraturan perundangan tersebut, maka prioritas penanganan

infrastruktur Bidang Cipta Karya diarahkan pada kabupaten/kota yang

berfungsi strategis secara nasional. Pada pelaksanaannya, alokasi APBN

Bidang Cipta Karya terdapat 5 (lima) klaster penanganan Bidang Cipta Karya

sebagai berikut:

a. Klaster A, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional

yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota

di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK,

MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan Perda Bangunan

Gedung.

b. Klaster B, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional

yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota

di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK,

MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW.

c. Klaster C, terdiri dari kabupaten/kota yang menjadi prioritas

(12)

karakteristik antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki

cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah

kritis atau miskin.

d. Klaster D ditujukan dalam rangka pengembangan kegiatan

pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya yang bertujuan

penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

e. Klaster E ditujukan untuk kabupaten/kota yang memiliki program inovasi

baru Bidang Cipta Karya yang diusulkan secara kompetitif dan selektif.

1. Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A

Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional pada Klaster A merupakan

kabupaten/ kota yang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN),

Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan

kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis

lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan Perda

Bangunan Gedung. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan

dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas, sampai dengan akhir tahun

2013 diidentifikasi sebanyak 94 (sembilan puluh empat) kabupaten/kota di

Indonesia yang termasuk pada Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional

Klaster A, yang dipaparkan pada Tabel 3.6. berikut.

Tabel 3.6. Daftar Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A untuk Provinsi Aceh.

(13)

NO KAB/KOTA

Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional pada Klaster B adalah

kabupaten/kota yang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN),

Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan

kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis

lainnya (KEK, MP3EI) yang memiliki Perda RTRW. Sampai dengan Tahun

2013, diidentifikasi sebanyak 82 (delapan puluh dua) kabupaten/kota yang

masuk dalam klaster B yang dipaparkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Daftar Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster B untuk Provinsi Aceh

3. Kabupaten/Kota Klaster C dalam Rangka Pemenuhan Standar

Pelayanan Minimal (SPM)

Klaster C merupakan kabupaten/kota yang menjadi prioritas penanganan

dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Cipta

Karya, yaitu kabupaten/kota di luar Klaster A dan Klaster B. Pemilihan

prioritas kabupaten/kota dalam pemenuhan SPM ditentukan berdasarkan

karakteristik masing-masing daerah, antara lain daerah yang rawan bencana

alam, memiliki cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan

daerah kritis atau miskin. Selain memenuhi karakteristik tersebut, daerah

juga harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap pembangunan

infrastruktur Bidang Cipta Karya dan memiliki program yang responsif.

4. Pemberdayaan Masyarakat (Klaster D)

Klaster D khusus dialokasikan bagi program-program pemberdayaan

(14)

Program pemberdayaan masyarakat ini diperuntukkan dalam rangka

pengentasan kemiskinan, sesuai dengan amanat pembangunan nasional.

5. Kabupaten/Kota Klaster E Bagi Daerah Dengan Program dan Inovasii

Yang Kreatif

Klaster E diperuntukkan untuk kabupaten/kota yang memiliki program yang

kreatif dan inovasi baru bagi pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

dan tercantum pada Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur

Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya. Pada Klaster E ini juga

difasilitasi daerah yang berprestasi dan memiliki inovasi baru.

Tidak hanya memaparkan arahan kebijakan spasial, bagian ini juga

memaparkan kedudukan kota pada rencana pengembangan kawasan

khusus, antara lain dalam rangka pengembangan MP3EI dan KEK (jika

kabupaten/kota tersebut termasuk dalam KPI MP3EI dan/atau kawasan

pengembangan KEK.

3.2. Rencana Strategis Ifrastruktur Bidang Cipta Karya

3.2.1 Rencana Kawasan Permukiman (RKP)

A. Visi dan Misi Pengembangan Kawasan Permukiman

Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan

hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai

prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman

kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru

dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk

pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan

(15)

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat

peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan

kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi

tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada

awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan

perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d),

pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh (butir f).

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,

rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung

jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan

penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan

penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang

(16)

Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh

di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan

Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi

teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat

Pengembangan Permukiman adalah :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman

di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan

kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan

perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan

kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan

pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas

permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan

pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan

kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan

kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan

permukiman; Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

B. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Kabupaten/Kota

C. Penetapan Kawasan Permukiman Prioritas

3.2.2 Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RISPAM)

Gambar

Tabel 3.1 Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN di Provinsi Aceh
Tabel 3.3 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
Tabel 3.4. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Berdasarkan Arahan Perpres Nomor 32 Tahun 2011
Tabel 3.6. Daftar Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A
+2

Referensi

Dokumen terkait

Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri minyak kelapa

Apabila dilihat dari lima kontruk kualitas belanja daerah, hampir semua kontruk belanja daerah Kabupaten Serang masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi setiap

Mazhab Syafi’i, Hambali, dan para Ulama mazhab lainnya sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana mengatakan bahwa batas wasiat seseorang yang

Dari tabel diatas dapat dilihat dalam memanfaatkan lahan pekarangan melalui tanaman TOGA (Tanaman Obat Keluarga) terdapat 3 kegiatan yaitu Pendidikan dan Kampanye

Simpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kadar kortisol pada kedua kelompok yang diberi obat analgetik ketorolak ataupun kelompok yang diberi

Adanya pendampingan dari berbagai pihak pada kelompok Sumber Rejeki diharapkan akan mempercepat proses produksi kelompok hingga kegiatan pengolahan singkong dari

Rencana untuk pemulihan dari kerusakan, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia, tidak hanya berdampak pada kemampuan proses komputer suatu perusahaan, tetapi juga akan

Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat