Diselenggarakan
Pada tanggal 26 Juli 2018
PENCEGAHAN
PERMASALAHAN HUKUM
DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH
Oleh :
Dr. T. Saiful Bahri Johan
BIRO HUKUM SETJEN
IDENTITAS DIRI:
NAMA : TEUKU SAIFUL BAHRI JOHAN TMPT/TGL LHR : SIGLI – ACEH, 15 AGUSTUS 1962
PENDIDIKAN : - PROGRAM KAJIAN ILMU HUKUM/PERUNDANGAN UI - JAKARTA - PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK UGM - YOGAJAKARTA - PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNDIP - SEMARANG
STATUS KEL : BERKELUARGA, 1 ISTRI, 2 PUTRA & 3 PUTRI NOMOR TLP : HP. 08151659939 K. 021- 3459339 R. 021-7422489 E-mail : mrhasan95@yahoo.com
RIWAYAT PEKERJAAN:
STAF PADA PUSAT KAJIAN HUKUM KEMDAGRI STAF PADA DITJEN OTDA KEMDAGRI
STAF PADA STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI STAS PADA BIRO HUKUM KEMDAGRI
STAF PADA PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN STRATEGIS KEMDAGRI STAF PADA BIRO HUKUM KOMISI PEMILIHAN UMUM RI
STAF PENGAJAR PADA BPSDM KEMDAGRI & BPSDM KEMKUMHAM
STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
STAF PENGAJAR PADA PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM -JKT STAF PENGAJAR PADA SEKOLAH TINGGI ILMU PEMERINTAHAN – JAKARTA
STAF PENGAJAR AUDITOR HUKUM PADA JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT
PERBUATAN HUKUM
OLEH PENGUASA
Dilakukan Berdasarkan Peraturan
Vs
perbuatan melawan hukum
Dilakukan Berdasarkan Kewenangan
Vs
perbuatan penyalahguanaan wewenang
Dilakukan Berdasarkan Kepatutan
Vs
perbuatan tercela
Dalam
hukum administrasi negara
dan
hukum pidana
Keterkaitan
hukum administrasi
negara dan hukum pidana
menimbul-kan pertanyaan:
kapan seorang aparatur negara itu
melakukan perbuatan melawan
hukum yang masuk dalam ruang
lingkup hukum pidana; dan
kapan dapat dikatakan melakukan
penyalah-gunaan wewenang yang masuk dalam ruang lingkup hukum administrasi
Dalam Hukum Pidana
Pada kenyataannya hukum pidana menganut
prinsip “personal responsibility” yang artinya tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab pribadi.
Hal ini secara langsung telah memberi garis batas yang jelas dalam hal ditemukan adanya
“wilayah abu-abu” dalam peririsan antara hukum administrasi dengan hukum pidana.
Sehingga hukum administrasi berlaku prinsip
Batas kebebasan kewenangan
Aparatur Negara
Dalam kerangka Hukum Administrasi Negara, yang membatasi gerak bebas kewenangan
Aparatur Negara (“discretionary power”) adalah:
penyalahgunaan wewenang (detournement de povouir) dan
sewenang-wenang (abus de droit),
Sedangkan dalam area Hukum Pidana kriteria yang membatasi gerak bebas kewenangan
Aparatur Negara berupa unsur:
perbuatan melawan hukum “wederrechtelijkheid” (Pasal 2 UUTPK) dan
Bentuk Tipikor/Menyalahi Wewenang
Pemberian Suap/Sogok (Bribery)
Penggelapan (Embezzlement)
Pemalsuan (Fraud)
Pemerasan (Extortion)
Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Power)
Pertentangan Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri
(Internal/Insider Trading)
Pilih Kasih (Favoritism)
Menerima Komisi (Commision)
Nepotisme (Nepotism)
“ PETUNJUK “
Asal perolehannya :
Keterangan
Saksi Surat Keterangan Terdakwa
Alat bukti lain yang berupa informasi yang di ucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang
serupa, dari dokumen-dokumen
BATASAN TINDAKAN
APARAT KEPOLISIAN
Setiap Anggota Kepolisian Negara RI senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa:
a.Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
b.Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas; c.Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;
d.Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/ pertolongan;
e.Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat; f.Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan;
g.Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak di bawah umur; dan
h.Merendahkan harkat dan martabat manusia
Lanjutan
Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;
b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
c. pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;
e. korupsi dan menerima suap;
f. menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);
h. perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
i. melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;
j. menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan
Lanjutan
Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:
a.melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi,
keterangan atau pengakuan;
b.menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara
sewenang-wenang;
c.memberitakan rahasia seseorang yang berperkara; d.memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laboran hasil penyelidikan;
e.merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;
f.melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.
Lanjutan
Sejak diundangkannya UU No 30 Tahun 2014 ttg
AP (tgl17 Oktober 2014) sebenarnya telah
gugur kapasitas penyidik dalam menilai suatu perbuatan yang diduga penyalahgunaan
wewenang karena telah beralih kepada
Pengadilan TUN untuk diuji terlebih dahulu (Pasal 21 ayat (1) UU AP), yaitu:
Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur
penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerin-tahan
Catatan:
Lanjutan
Dengan demikian unsur “menyalahgunakan kewenangan” dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 ttg Tipikor, memiliki pengertian yang sama dengan “penyalahgunaan kewenangan”
dalam Pasal 21(1) UU No 30 Tahun 2014 ttg AP, atau
bahwa ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU No 30
Tahun 2014 harus dimaknai telah mencabut kewenangan yang dimiliki penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh seorang
PERLINDUNGAN & SANKSI BAGI PEJABAT Berdasarkan UU 30 tahun 2014
Pasal 6 ayat (2) huruf i
Pejabat pemerintah memiliki hak memproleh perlindungan hukum dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan.
Pasal 24 huruf f
Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus dilakukan dengan iktikad baik.
Pasal 25 ayat (2)
Diskresi harus disetujui atasan bila menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara.
Pasal 70 ayat (3)
Pejabat pemerintah wajib mengembalikan uang kas negara
atas keputusan yang mengakibatkan pembayaran negara tidak sah.
Pasal 80 ayat (4)
Pejabat yang membuat keputusan yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional, dan/atau
merusak lingkungan hidup dikenai sanksi administratif berat
BATAS WEWENANG
bahwa wewenang Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh:
a. masa atau tenggang waktu Wewenang; b. wilayah atau daerah berlakunya
Wewenang; dan
c. cakupan bidang atau materi Wewenang.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang telah berakhir masa atau tenggang
waktu Wewenang tidak dibenarkan
Lanjutan
Secara substansial bahwa setiap
kewenangan memiliki tujuan tertentu
yang dikenal dengan asas
spesialitas
(
specialialiteit beginsel
)
Penyimpangan terhadap asas ini akan
melahirkan penyalahgunaan
Diskresi yang berpotensi
membebani keuangan
Adapun penggunaan Diskresi yang
berpotensi mengubah alokasi anggaran
wajib memperoleh persetujuan dari
Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan
perat per-uu-an.
Persetujuan dimaksud dilakukan apabila
penggunaan Diskresi menimbulkan
Lanjutan
bahwa
Kebijakan publik yang dibuat
dan dijalankan dengan itikad baik,
tidak dapat dikriminalisasikan
.
Sebaliknya kebijakan yang dibuat dan
dijalankan
dengan itikad buruk
(melawan hukum dan atau
menyalahgunakan wewenang) yang
disadarinya membawa dampak
merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara
, adalah
Lanjutan
bahwa Keputusan Pejabat Negara baik
dalam rangka
“beleid”
(“vrijsbestuur”
)
maupun
“diskresi”
(kebijaksanaan -
“
discretionary power”
) tidak dapat
dilarikan ke area Hukum Pidana.
Meskipun dalam kebijakan terjadi suatu
penyimpangan administratif, namun
penilaian terhadap penyimpangan itu
tetap masuk dalam ranah Hukum
PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN
(Yurisprudensi)
Putusan MA Nomor 979 K/Pid/2004,
menyatakan Penyalahgunaan kewenangan
dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana;
Putusan MA Nomor 742 K/Pid/2007 dijelaskan unsur “menyalahgunakan kewenangan dalam Pasal 3 UU no. 31 Tahun 1999 berpedoman pada
Putusan MA No 1340 K/Pid/1999 yang telah mengambil pengertian “menyalahgunakan
kewenangan” pada Pasal 52 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986 yaitu telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikan wewenang tersebut atau dikenal dengan
Lanjutan
Frasa menyalahgunakan kewenangan/
penyalahgunaan wewenang dalam
rumusan
Pasal 3 UU Tipikor
, yang
bunyi:
Setiap orang yang dengan tujuan meng-untungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
Dalam Hukum Administrasi Negara
Penyalahgunaan kewenangan mem-punyai karakter atau ciri :
Menyimpang dari tujuan atau maksud
dari suatu pemberian kewenangan;
Menyimpang dari tujuan atau maksud
dalam kaitannya dengan asas legalitas;
Menyimpang dari tujuan atau maksud
Lanjutan
Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
oleh aparatur negara dengan
tujuan-tujuan
yang
tidak dibenarkan
dan mengakibatkan
kerugian negara atau perekonomian negara,
maka hal tersebut merupakan
perbuatan
melawan hukum
yang dipertanggung
Lanjutan
Parameter perat per-uu-an maupun asas-asas
umum pemerintahan yang baik dipergunakan untuk membuktikan instrumen atau modus
penyalahgunaan kewenangan (penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UUPTPK).
Penyalahgunaan kewenangan baru dapat
diklasifikasikan sebagai tindak pidana, apabila
terdapat kerugian negara atau
perekonomian negara.
Dalam hal tindak pidana korupsi suap, gratifikasi,
dan pemerasan, tersangka mendapat keuntung-an, masyarakat tidak dilayani, perbuatan tsb
Lanjutan
Dengan adanya UU AP, maka kata
"dapat"
dalam Pasal 2 Ayat (1) dan ayat (3) UU
Tipikor mengalami pergeseran paradigma.
Karena kata
"dapat
" dalam Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal 3 UU Tipikor telah diuji dan
diputuskan oleh MK (
Putusan Nomor
003/PUU-IV/2006),
MK menyatakan
bahwa norma a quo
tidak bertentangan
dengan UUD 1945
sepanjang
ditafsirkan
bahwa unsur kerugian negara
harus
dibuktikan dan harus dapat dihitung
meskipun sebagai
perkiraan atau
Lanjutan
Sebelum
Puts MK 25/2016
, pemahaman
kata
"dapat"
dalam Pasal 2 Ayat (1) dan
Pasal 3 UU Tipikor telah menyebabkan
perbuatan yang dituntut di depan
peng-adilan
bukan saja
karena perbuatan
meru-gikan keuangan atau perekonomian
negara secara nyata, akan tetapi
perbuatan “
yang hanya dapat"
menimbulkan kerugian sekalipun
Lanjutan
Akibat Puts MK 25/2016 tsb, KPK dan
penegak hukum lainnya akan sangat
bergantung pada pemeriksa keuangan
(SEMA No 4 Tahun 2016) yaitu BPK.
Adanya ruang upaya hukum bagi para
terdakwa dengan dalih Putusan MK tsb,
bahwa
"Apabila BPK tidak segera
PENGERTIAN
Advokasi adalah pembelaan, sokongan
atau bantuan terhadap seseorang yang
mempunyai permasalahan hukum.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemendagri
DASAR HUKUM
Pasal 92 huruf d Ayat (1) dan ayat (3)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
12 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penanganan Perkara di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri dan
BANTUAN HUKUM
BAGI APARATUR SIPIL NEGARA
Dengan lahirnya UU 5/2014 ttg ASN, dan
UU 30/2014 ttg AP semakin memperkokoh
adanya kewajiban negara untuk
memberikan perlindungan, pendampingan
dan bantuan hukum kepada ASN yang
terjerat hukum karena pelaksanaan
tugasnya
Bantuan hukum tidak diberikan kepada
ASN yang terlibat masalah hukum/tindak
pidana khusus (korupsi, narkoba dan
DALAM KASUS KEPEGAWAIAN
Sebagai turunan UU Nomor 5 tahun
2014 tentang ASN, Pemerintah telah
mengeluarkan PP Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil (PP Manajemen PNS),
ditandatangani Presiden Joko Widodo
pada 30 Maret 2017,
antara lain mengatur mengenai
Lanjutan
PNS dapat
diberhentikan dengan
hormat
atau
tidak diberhentikan
karena dihukum penjara yang telah
berkekuatan hukum tetap
(
inkracht van gewijsde
) karena
melakukan tindak pidana dengan
hukum pidana penjara p.skt 2 (dua)
tahun dan pidana yang dilakukan
tidak berencana.
Lanjutan
PNS yang pidana penjara 2 tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana tidak dengan
berencana, tidak diberhentikan sebagai PNS apabila:
perbuatannya tidak menurunkan harga dan martabat PNS;
mempunyai prestasi yang baik;
tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah diaktifkan kembali; dan
tersedia lowongan jabatan.
Lanjutan
PNS yang tidak diberhentikan, selama ybs menjalani pidana penjara tetap berstatus sebagai PNS dan tidak menerima hak
kepegawaiannya sampai diaktifkan kembali sebagai PNS.
PNS dapat diaktifkan kembali jika terdapat lowongan jabatan, dan jika tidak terdapat lowongan p.lm 2 tahun, maka PNS ybs
diberhentikan dengan hormat.
PNS yang menjalani pidana penjara sudah
berusia 58 tahun diberhentikan dengan hormat
Lanjutan
PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila PNS ybs memenuhi ketentuan sbb:
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945;
dipidana penjara atau kurungan yang telah berkrkuatan hukum tetap karena melakukan tindak kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;
menjadi angota dan/atau pengurus parpol.
dipidana dengan pidana penjara yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara p.skt 2 tahun dan pidana yang dilalukan dengan berencana
.
Lanjutan
PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 tahun yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan berencana, diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS
PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri apabila:
PNS melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat sebagai-mana diatur dalam peraturan mengenai
disiplin PNS.
PNS terbukti menggunakan ijazah palsu.
ARAH PENGATURAN
PERMENDAGRI NO 12 TAHUN 2014
Penegasan tugas Bagian Penyelesaian Sengketa Dan Bantuan Hukum
Maksimalisasi SDM Bagian Penyelesaian
Sengketa Dan Bantuan Hukum
Standarisasi metode penyelesaian permasalahan litigasi dan non litigasi
Penjelasan terkait pendanaan dalam
RUANG LINGKUP DAN BATASAN
ADVOKASI HUKUM OLEH BIRO HUKUM
Pejabat, Pegawai yang dimintai keterangan/
Kesaksian sebagai saksi/ahli dalam proses
penyelidikan dan penyidikan dalam perkara
tindak pidana oleh penyelidik/penyidik dapat
memperoleh bantuan hukum.
Advokasi hukum yang diberikan kepada
Pejabat atau pegawai dalam hal keterangan/
kesaksian atas suatu tindak pidana
yang
terkait dengan tugas kedinasan
dilakukan ketika masih berstatus sebagai
Pejabat atau pegawai di lingkungan
MEKANISME
PELAKSANAAN ADVOKASI HUKUM
Mengajukan permohonan Advokasi Hukum
kepada Kepala Biro Hukum secara tertulis
dengan mengetahui Sekretaris Jenderal.
Permohonan Advokasi Hukum sekurang-kurangnya memuat uraian singkat pokok
masalah hukum yang dimohonkan
pemberian bantuan hukum dan
BENTUK ADVOKASI HUKUM
Nasehat dan konsultasi hukum yang berkaitan
dengan materi hukum Bidang hukum tata usaha negara, perdata atau pidana
Memberikan Pemahaman tentang ketentuan
hukum acara tata usaha negara, perdata atau pidana yang harus dijalani oleh PNS ybs
Pendampingan hukum kepada PNS yang terlibat
dalam permasalahan hukum
Mengkoordinasikan dengan Komponen terkait
dalam menyiapkan materi hukum untuk
PENINGKATAN
UPAYA ADVOKASI BAGI ASN
Membentuk LKBH KORP-ASN pada
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
LKBH KORP-ASN bekerjasama dengan
Advokat/ Pengacara dalam penanganan
perkara pidana PNS yang terkait dengan
tugas-tugas kedinasan
PEMBIAYAAN ADVOKASI HUKUM
PIDANA PADA LKBH KORP-ASN
Pada Pemerintah Pusat dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pada Pemerintah Daerah dibiayai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Apabila belum ada alokasi anggaran
pembiayaan advokasi hukum pada mata
KESIMPULAN
Bahwa penanganan penyelesaian perkara
dan bantuan hukum terkait kedinasan di
lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dilaksanakan oleh Biro Hukum.
Dikecualikan terhadap perkara lanjutan
dalam tindak pidana setelah proses
penyelidikan dan penyidikan dimana ybs
telah ditetapkan sebagai Tersangka,
52
52
S U M A T E R A K A L I M A N T A N
J A V A
I R I A N J A Y A