BAB III
ARAHAN KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGIS INFRASTUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang
3.1.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019 Bidang Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar
RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan
nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari
RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi,
dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita).
Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan
jangka panjang, periode 20152019 menjadi sangat penting karena
merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk
mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan
bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan
menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang
cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja
perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan
kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan
berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki keharmonisan antar
kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin
mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif,
berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta
sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan
keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu,
ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019
adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.
Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi
pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan
infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi.
Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus
ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang
tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat
dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan
umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan
infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat
konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan,
mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih,
sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi
untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem
transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara
terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama
Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019
terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal
utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan
sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka
meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.
Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum
dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi
0 persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh
penduduk Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui
penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang
mendukung; 6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi
layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi
100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung
termasuk keserasiannya terhadap lingkungan.
Beberapa Arahan Kebijakan RPMN menyangkut Bidang Cipta
Karya diantaranya sebagai berikut:
1. Mendorong Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat Arah kebijakan dalam mendorong percepatan pembangunan
perumahan rakyat selama lima tahun kedepan akan dicapai dengan
upaya peningkatan akses masyarakat berpendapatan rendah
terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau serta didukung
oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai
1) Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan
kualitas hunian. Penyediaan hunian baru (sewa/milik) dilakukan
melalui pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional
yang efektif dan efisien termasuk pengembangan subsidi uang
muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan stimulant,
memperluas program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan, sertaintegrasi sektor perumahan dalam sistem
jaminan sosial nasional. Sementara peningkatan kualitas hunian
dilakukan melalui penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas,
pembangunan kampung deret, serta bantuan stimulan dan/atau
kredit mikro perbaikan rumah termasuk penanganan
permukiman kumuh yang berbasis komunitas.
2) Peningkatan tata kelola dan keterpaduan antara para pemangku
kepentingan pembangunan perumahan melalui: i) penguatan
kapasitas pemerintah dan pemerintah daerah dalam
memberdayakan pasar perumahan dengan mengembangkan
regulasi yang efektif dan tidak mendistorsi pasar; ii) penguatan
peran lembaga keuangan (bank/non-bank); serta iii) revitalisasi
Perum Perumnas menjadi badan pelaksana pembangunan
perumahan sekaligus pengelola Bank Tanah untuk perumahan.
3) Peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
terkait dengan penyediaan perumahan untuk MBR melalui: i)
peningkatan ekuitas Bank Tabungan Negara (BTN), Perum
Perumnas, dan Sarana Multigriya Finansial (SMF) melalui
Penyertaan Modal Negara (PMN); ii) mendorong BTN menjadi
Peraturan Presiden SMF terkait penyaluran pinjaman kepada
penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan sumber
pendanaan dari pasar modal dengan dukungan pemerintah.
4) Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan
hunian di perkotaan melalui fasilitasi penyediaan rumah susun
sewa dan rumah susun milik serta pengembangan instrumen
pengelolaan lahan untuk perumahan seperti konsolidasi lahan
(land consolidation), bank tanah (land banking), serta
pemanfaatan lahan milik BUMN, tanah terlantar, dan tanah
wakaf.
5) Pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan
murah serta pengembangan implementasi konsep rumah
tumbuh (incremental housing).
6) Penyediaan sarana air minum dan sanitasi layak yang
terintegrasi dengan penyediaan dan pengembangan perumahan.
Sarana air minum dan sanitasi menjadi infrastruktur bingkai
bagi terciptanya hunian yang layak.
2. Membangun Infrastruktur Dasar Air Minum dan Sanitasi
dalam Pencapaian UniversalAccess
Arah kebijakan dalam mendorong pembangunan infrastruktur
dasar air minum dan sanitasi dalam pencapaian universal access
selama lima tahun kedepan yaitu:
1) Menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui optimalisasi bauran sumber daya air domestik untuk memenuhi
kebutuhan air minum dan sanitasi melalui strategi:
(1) pengarusutamaan pembangunan air minum yang
memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
keterjangkauan),
(2) pengelolaan sanitasi melalui peningkatan pengelolaan
air limbah di perdesaan dengan sistem on-site dan di
perkotaan dengan sistem on-site melalui IPLT dan sistem
off-site baik skala kawasan maupun skala kota, peningkatan
kualitas TPA menjadi TPA sanitary landfill dengan prioritas
skema TPA regional, pengelolaan sampah melalui penerapan
prinsip 3R, serta
(3) peningkatan kesadaran masyarakat akan hygiene dan
sanitasi,
b) Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air
minum yakni perluasan daerah resapan air hujan,
pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai
sumber air baku air minum maupun secondary uses pada
skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan) dan
skala kawasan (kolam retensi), serta pengelolaan drainase
berwawasan lingkungan.
c) Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada melalui
pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan
idle capacity; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat
penyelenggara dan skala kota.
(secondary water uses) daur ulang air yang telah
dipergunakan (water reclaiming).
2) Penyediaan infrastruktur produktif melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan
investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan
infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi :
a) Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju
prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost
recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok
Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari pemerintah bagi
penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan
sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan dalam
rangka pemenuhan full cost recovery.
b) Pengaturan kontrak berbasis kinerja baik perancangan,
pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset
infrastruktur.
c) Rehabilitasi dan optimalisasi sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi yang ada saat ini dan peningkatan
pemenuhan pelayanan sarana sanitasi komunal.
3) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan
di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat
melalui strategi:
a) Peningkatan kualitas rencana dan implementasi Rencana
Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) dan Strategi
Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) melalui pengarusutamaan
Penyusunan RI-SPAM didasari optimalisasi bauran sumber
daya air domestik kota/kabupaten dan telah
mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya
pengamanan air minum;
b) Upaya peningkatan promosi hygiene dan sanitasi yang
terintegrasi dengan penyediaan sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi;
c) Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja
Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi.
d) Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air
minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta
media.
4) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air
minum dan sanitasi melalui sinergi dan koordinasi antar pelaku
program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai
implementasi baik secara vertikal maupun horizontal melalui
strategi:
a) Pelaksanaan sanitasi sekolah dan pesantren, sinergi
pengembangan air minum dan sanitasi dengan
kegiatankegiatan pelestarian lingkungan hidup dan
upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta integrasi
pembangunan perumahan dan penyediaan kawasan
permukiman dengan pembangunan air minum dan sanitasi.
b) Pelaksanaan pelayanan dasar berbasis regional dalam
rangka mengatasi kendala ketersediaan sumber air baku air
minum dan lahan serta dalam rangka mendukung
dan pertumbuhan ekonomi. Sinergi pendanaan air minum
dan sanitasi dilaksanakan melalui (i) pemanfaatan alokasi
dana pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana
air minum dan sanitasi di sekolah; (ii) pemanfaatan alokasi
dana kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan
promosi hygiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan
kesehatan masyarakat; serta (iii) sinergi penyediaan air
minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK),
Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP) dan sumber dana
lain yang dapat dimanfaatkan untuk bidang kesehatan,
lingkungan hidup, perumahan, dan pembangunan desa
tertinggal.
3. Menjamin Ketahanan Air untuk Mendukung Ketahanan Nasional
Untuk mewujudkan sasaran diatas, arah kebijakan
pembangunan untuk ketahanan air adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk
kehidupan sehari-hari bagi masyarakat melalui strategi:
a) Pembangunan saluran pembawa air baku dengan prioritas
pemenuhan air untuk kebutuhan pokok rumah tangga
terutama di wilayah defisit air, wilayah tertinggal, wilayah
strategis, pulau-pulau kecil dan terdepan, kawasan terpencil
serta daerah perbatasan;
b) Penyediaan sumber air keperluan rumah tangga yang tidak
tersambung SPAM konvensional termasuk conjunctive use
antara air permukaan dan air tanah sesuai ketersediaan
c) Mengembangkan dan menerapkan teknologi pengolahan air
yang murah dan ramah lingkungan sesuai dengan
kaidah-kaidah pengelolaan sumber daya air berbasis lingkungan
berkelanjutan (Eco-Sustainable Water
Infrastructure/ESWIN).
d) Mempermudah dan memberikan insentif jaringan distribusi
dan sambungan air skala rumah tangga yang belum layak
secara finansial.
e) Mengembangkan sistem penyediaan air baku yang bersifat
regional yang juga didukung dengan memanfaatkan inter
basin transfer;
f) Pengendalian pencemaran air ke sumber-sumber air, dan
mendorong penerapan insentif kebijakan tarif air terkait
pengelolaan limbah cair rumah tangga;
g) Menerapkan prinsip-prinsip efisiensi pemanfaatan air
melalui prinsip reduce, reuse, dan recycle, termasuk
menerapkan insentif penghematan air misalnya melalui
produksi dan penggunaan peralatan rumah tangga hemat
air.
h) Mendorong peran serta masyarakat dalam menjaga kualitas
air dan operasi pemeliharaan jaringan distribusi air serta
mendorong partisipasi swasta dalam pembiayaan
pembangunan prasarana air baku.
b. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan sosial dan ekonomi
produktif, melalui strategi:
a) Peningkatan layanan jaringan irigasi/rawa untuk
b) Peningkatan penyediaan air baku bagi industri dan
perkotaan, serta penerapan insentif pengendalian kualitas
air;
c) Pengendalian dan penegakan hukum bagi penggunaan air
tanah yang berlebihan yang diiringi dengan percepatan
penyediaan dan pengelolaan air baku kawasan
perekonomian, dan penerapan kebijakan pengenaan tarif air
industri yang kompetitif;
d) Pemberian insentif penghematan air pertanian/perkebunan
dan industri termasuk penerapan prinsip reduce, reuse, dan
recycle;
e) Percepatan pemanfaatan SDA untuk pembangunan PLTA,
melalui Pembangunan waduk serba guna, Sinkronisasi Pola
dan RUPTL, serta penataan perizinan SIPPA dan tarif
BJPSDA.
c. Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan ekosistemnya,
dengan strategi:
a) Pengelolaan daerah hulu secara berkelanjutan untuk
menjaga kualitas dan kapasitas sumber daya air, melalui:
Peningkatan pemahaman dan kualitas koordinasi
pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
tata ruang wilayah (kabupaten/kota/provinsi) agar
berbasis kepada ekosistem DAS.
Rehabilitasi lahan sangat kritis dan kritis.
Pengelolaan DAS terpadu, melalui: (i) Penyelesaian
Pengelolaan DAS secara terpadu; (iii) Peningkatan
penanganan kualitas 4 (empat) DAS prioritas nasional.
Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya air dan
lahan secara terpadu dan berkelanjutan dengan
mendorong keseimbangan pendekatan non struktural
dan struktural melalui penerapan paradigma
eco-sustainable water infrastructure (ESWIN) dan more
room for river.
Penataan aktivitas masyarakat, pertanian, industri
berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah dalam
rangka menjamin ketersediaan dan kualitas air.
b) Konservasi sumber daya air, melalui:
Percepatan pembangunan dan pengelolaan
sumber/tampungan air seperti waduk serbaguna, embung,
situ dengan penekanan: a. Mempercepat persiapan dan
pelaksanaan pembangunan tampungan-tampungan air
skala kecil/menengah (embung, waduk lapangan, kolam,
dan situ) pada daerah-daerah krisis dan wilayah-wilayah
strategis
B. Arahan Kebijakan Bidang Cipta Karya Sesuai Rencana Strategis Bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2015-2019
Pembangunan infarstruktur ke depan perlu diarahkan tidak
hanya dititik beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan
ekonomi wilayah (Engine of growth), namun perlu lebih bersinergi
dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carriying
pembangunan infastruktur merupakan pemicu (tringger) terciptanya
pusat-pusat pertumbuhan baru/pusat permukiman baru.
B. Kebijakan Umum Bidang Cipta Karya Sesuai Renstra Ditjen Cipta Karya Tahun 2015-2019
Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat
Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi
dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi
kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan
(Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015
tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas
Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan
permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem
penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah
dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan tugas
tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan
permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan
sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan
air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan
permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan
air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan
bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,
pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase
lingkungan serta persampahan;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan
bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,
pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase
lingkungan serta persampahan;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan
kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan,
pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan
sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta
persampahan;
f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan
g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur
keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi
pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah
Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan
masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat.
Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan
pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem
Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi
kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan,
keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi
dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk
dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur
keciptakaryaan melalui programprogram pemberdayaan masyarakat.
Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua
tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik
pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran
pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus
kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas).
Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan
strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK),
penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain
yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas
pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan,
pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta
konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat
dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja.
Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini
didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai
dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta
Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta
Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta
Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala
nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan
pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam
melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga
bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur
yang terbangun.
Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan
dengan pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang
mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan
lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM
berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan
kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses
perencanaan perlu diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat
perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan
pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga memperhatikan
kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah.
Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan
Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan
Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait
perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa
di kawasan permukiman kumuh;
Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan
air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan
perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan
nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang
perkotaan dan perdesaan;
Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS);
Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas
Pemerintah Daerah;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait
pengelolaan persampahan;
Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan
kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;
Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan
pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;
Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait
pengembangan kawasan perbatasan
3.1.2. Arahan Kebijakan Penataan Ruang
A. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Arahan dalam Rencana Tata Ruang Nasional berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, belum termuat
pusat-pusat kegiatan perkotaan khususnya terkait dengan Kabupaten
Buton Tengah, hal ini disebabkan bahwa kebijakan RTRWN
ditetapkan pada tahun 2008 sedangkan Kabupaten Buton Tengah
merupakan daerah otonom baru yang lahir pada tahun 2014 yang
lalu. Arahan rencana pusat-pusat kegiatan yang ada di Propinsi
Sulawesi Tenggara berdasarkan rencana struktur ruang nasional,
terdiri atas :
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Kota Kendari, dengan arahan
pengembangan/peningkatan fungsi pusat kegiatan.
2) Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp) di Kota Baubau, dengan
arahan pengembangan baru
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) meliputi Perkotaan Unaaha, Lasolo,
Raha dan Kolaka, dengan arahan revitalisasi kota-kota yang telah
berfungsi.
Sedangkan berdasarkan rencana pola ruang nasional secara
makro wilayah Kabupaten Buton secara utuh sebelum adanya
pemekaran dimana Kabupaten Buton tengah merupakan bagian
daripada wilayahnya, diarahkan sebagai Kawasan Lindung Nasional
juga merupakan Kawasan Andalan, hal tersebut dapat dilihat dalam
2 (dua) kebijakan yaitu :
Pertama, dengan ditetapkannya Kawasan Kapolimu-Patikala (Pulau
Muna- Pulau Buton) dengan sektor unggulan : argoindustri,
pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan
pariwisata, dan
Kedua, Kawasan Andalan laut Kapontori – Lasalimu dan sekitarnya
Ketiga, kawasan lindung Suaka Margasatwa lambusango serta
Taman Wisata Alam Laut Liwutongkidi.
Berdasarkan RTRW Pulau Sulawesi sesuai Rakerpres Tahun
2004 disusun dan digunakan sebagai rujukan Penataan Ruang Pulau
Sulawesi sampai Tahun 2023 mendatang, dimana kebijakan yang
terkait dengan Kabupaten Buton adalah sebagai berikut :
1) Pengembangan sistem pusat-pusat permukiman di wilayah Pulau
Sulawesi ditekankan pada terbentuknya fungsi dan hirarki pusat
perkotaan sesuai RTRWN (PKN, PKW, dan PKL). Adapun di wilayah
Sulawesi Tenggara, maka Kabupaten Buton dengan Kecamatan
Pasarwajo sebagai ibukota Kabupaten ditetapkan sebagai Pusat
kegiatan lokal (PKL) dan diusulkan sebagai PKWp yang merupakan
pusat jasa, pengolahan, simpul transportasi dan kegiatan wilayah.
2) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah pulau Sulawesi
meliputi sistem jaringan meliputi : Jaringan Jalan Lintas Timur
menghubungkan Poso – Uekuli – Ampana – Pagimana – Luwuk –
Batui – Kolonadale – Bungku – Asera – Andowia – Kendari –
Unaaha – Raterate – Kolaka – Lasusua – Malili – Kendari –
Tinanggea – Pomalaa – Torobulu – Tampo – Maligano – Ereke –
Baubau – Pasarwajo.
Berangkat dari kedua poin kebijakan di atas, maka untuk
membentuk fungsi dan hirarki pusat perkotaan sesuai RTRWN dan
RTRWP, dimana Kecamatan Lakudo sebagai Ibukota Kabupaten
Buton Tengah dalam arahan RTRW Kabupaten Buton Tahun
2013-2035 telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kecamatan (PPK) maka
akan diusulkan sebagai PKLp dengan arahan sebagai
pengembangan/peningkatan fungsi. Sedangkan dalam
Sulawesi, maka diharapkan terbentuk system jaringan Tampo –
Lakudo – Baubau – Batauga dan/atau Pasarwajo sebagai pintu masuk
distribusi jasa dan perdagangan serta penguat simpul transportasi
darat, laut dan udara dari dan ke Kabupaten Buton Tengah.
B. Arahan Rencana Tata Ruang Propinsi Sulawesi Tenggara
Kabupaten Buton Tengah yang sebelumnya merupakan bagian
dari wilayah kabupaten Buton secara fungsi perkotaan belum termuat
sebagai bagian dari dari arahan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara
khususnya rencana struktur ruang provinsi. Dimana Struktur ruang
provinsi sendiri merupakan gabungan dari struktur ruang kabupaten
yang membentuk hiararki tersendiri dengan pusat kegiatan lokal (PKL)
merupakan fungsi perkotaan terendah.
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
rencana struktur ruang propinsi terkait Kabupaten Buton Tengah,
secara garis besar, skenario perkembangan Kabupaten Buton Tengah
yatu diarahkan untuk pengembangan jaringan prasarana utama dan
lainnya, terdiri atas :
1) Rencana Jaringan transportasi darat, yaitu jaringan lalulintas dan
angkutan jalan yang merupakan pengembangan sistem jaringan
jalan dan jembatan, meliputi :
a. Jaringan jalan Pulau Muna ; Tampo – Raha – Lakapera – Waara
dan rencana jembatan antar pulau ; Jembatan penghubung
Pulau Muna dan Pulau Buton.
b. Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, terdiri atas:
pelabuhan penyeberangan Waara di Kecamatan Lakudo,
pelabuhan penyeberangan Mawasangka di Kecamatan
Mawasangka dan rencana pelabuhan penyeberangan Talaga di
2) Rencana Jaringan Energi, yakni pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) di Baruta Analalaki Kecamatan Sangia Wambulu.
Selanjutnya berdasarkan rencana pola ruang propinsi yang
terkait Kabupaten Buton Tengah, terdiri atas :
1) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yaitu Benteng Bombonawulu dan Makam Sangia Wambulu di Kecamatan Sangia
Wambulu.
2) Kawasan peruntukan wisata alam, yakni Pantai Katembe di
Kecamatan Lakudo serta Goa Katukotobari, Permandian Goa
Watorumbe dan Permandian Uncume.
C. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tengah Berdasarkan arahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten
Buton Tengah tahun 2015-2035, telah dirumuskan tujuan penataan
ruang yang akan dicapai untuk 20 (dua puluh) tahun mendatang yaitu
penekanan pada peningkatan sektor unggulan pertanian, kelautan
dan perikanan, pariwisata dan pertambangan bagi kesejahteraan
masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan. Dimana secara garis besar untuk pencapaian
tujuan dimaksud dijabarkan pada :
A. Rencana struktur ruang kabupaten, terdiri atas
1. Rencana pusat-pusat kegiatan, yaitu :
a) Pusat kegiatan wilayah promosi (PKWp), di Lakudo
b) Pusat kegiatan lokal (PKL,) di Lombe Kecamatan Gu dan
Mawasangka Kecamatan Mawasangka
c) Pusat pelayanan kawasan (PPK), di Tolandona Kecamatan
Sangia Wambulu, Lanto di Kecamatan Mawasangka Tengah,
Lamena di Kecamatan Mawasangka Timur dan Talaga Besar
d) Pusat pelayanan lingkungan (PPL) di Desa Kokoe di Kecamatan
Talaga Raya, Desa Terapung di Kecamatan Mawasangka, Desa
Lalibo di Kecamatan Mawasangka Tengah, Desa Wambuloli di
Kecamatan Mawasangka Timur, Kelurahan Boneoge di
Kecamatan Lakudo, Kelurahan OneWaara di Kecamatan
Lakudo dan Desa Rahia Kecamatan Gu.
2. Rencana jaringan prasarana utama,
1. Jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan dan
jembatan meliputi :
1) Jalan Kolektor Primer II
Jalan Kolektor Di Kabupaten Buton Tengah termasuk kedalam
Jalan Kolektor Primer II yang statusnya sebagai jalan strategis
provinsi, terdiri dari ruas-ruas jalan:
1. Simpang 3 Lombe – Mawasangka sepanjang 37,50 Km;
2. Lakapera (Batas Kab. Muna) – Waara – Wamengkoli
2) Jalan Kolektor Primer IV
Jalan Kolektor di Kabupaten Buton Tengah termasuk kedalam
Jalan Kolektor IV yang statusnya sebagai jalan provinsi terdiri dari
ruas-ruas jalan:
1. Tampunawou – Batas Kab. Muna sepanjang 3,5 Km;
2. Sp. 3. Polindu – Tampunawou sepanjang 4,6 Km;
3. Sp. 3 Lolibu – Lamena sepanjang 16 Km; dan
4. Tolandona – Lombe sepanjang 18,3 Km.
3) Jalan Lokal Primer
Jalan Lokal Primer (LP) adalah jalan dengan status Jalan
Kabupaten, yang menghubungkan antara PKWp dan PPK, dan
menghubungkan antara PKL dan PPK, serta jalan strategis
Kabupaten Buton Tengah dimaksud meliputi ruas-ruas jalan
sebagai berikut ruas Onewaara – sp. 3 Kolawa, Sp.3 Tolandona –
Sp. Tolandona Matanaeo, Sp. Tolandona Matanaeo – Sp. Doda
Bahari, Sp. Doda Bahari – Baruta Analalaki, Sp. Tolandona
Matanaeo – Perempatan Baruta, Perempatan Barut – PLTU, Sp. 3
Rahia – PLTU, Sp. 3 Lombe – Desa Metere, Desa Metere – Sp. 3
Lolibu, Sp. 3 Wajogu – Sp. 3 Metere , Sp. 3 Moko – Sp. 3 Ds. Metere,
Sp. 3 Lolibu – Lagili, Sp. 3 Boneoge – Madongka, Sp. 3 Polindu –
Sp. 3 Tanailandu, Sp. 3 Lanto – Sp. Watolo, Sp. Watolo –
Mawasangka, Sp. 3 Wasilomata I - Sp. Balobone, Sp. 3 Wasilomata – Sp. 3 Watolo, Pelabuhan Talaga Satu – Ds. Panggilia, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan Lakudo, Jaringan Jalan Dalam Kota
Kecamatan Sangia Wambulu, Jaringan Jalan Dalam Kota
Kecamatan GU, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan
Mawasangka Tengah, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan
Mawasangka Timur, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan
Mawasangka
4) Jalan Lingkungan Primer
Jalan Lingkungan Primer berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat
didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara
menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga
dan seterusnya sampai persil, meliputi:
1. Jaringan Jalan Dalam Desa Baruta Lestari;
2. Jaringan Jalan Kelurahan Tolandona;
3. Jaringan Jalan Dalam Desa Tolandona Matanaeo;
4. Jaringan Jalan Dalam Desa Doda Bahari;
5. Jaringan Jalan Dalam Desa Baruta Analalaki;
7. Jaringan Jalan Dalam Desa Madongka; 8. Jaringan Jalan Dalam Desa Waara; 9. Jaringan Jalan Kelurahan Boneoge;
10.Jaringan Jalan Dalam Desa Nepa Mekar; 11. Jaringan Jalan Kelurahan Wanepa-nepa; 12.Jaringan Jalan Kelurahan Lakudo;
13.Jaringan Jalan Dalam Desa Matawine;
14.Jaringan Jalan Dalam Desa Mone;
15.Jaringan Jalan Dalam Desa Moko;
16.Jaringan Jalan Dalam Desa Wajogu;
17. Jaringan Jalan Dalam Desa Metere;
18.Jaringan Jalan Dalam Desa Lolibu;
19.Jaringan Jalan Dalam Desa Wongko Lakudo;
20.Jaringan Jalan Dalam Desa One Waara; 21. Jaringan Jalan Dalam Desa Teluk Lasongko; 22.Jaringan Jalan Dalam Desa Wadiabero;
23.Jaringan Jalan Dalam Desa Kolowa; 24. Jaringan Jalan Dalam Desa Rahia; 25.Jaringan Jalan Dalam Desa Wakea-kea;
26.Jaringan Jalan Dalam Desa Waliko;
27.Jaringan Jalan Kelurahan Bombonawulu; 28. Jaringan Jalan Dalam Desa Walando; 29.Jaringan Jalan Kelurahan Watulea;
30.Jaringan Jalan Dalam Desa Lakapera;
31.Jaringan Jalan Dalam Desa Bantea;
32.Jaringan Jalan Dalam Desa Kamama Mekar;
33.Jaringan Jalan Dalam Desa Lowu-lowu;
34.Jaringan Jalan Dalam Desa Lagili;
35.Jaringan Jalan Dalam Desa Wambuloli;
36.Jaringan Jalan Dalam Desa Bone Marambe;
38.Jaringan Jalan Dalam Desa Inulu; 39. Jaringan Jalan Dalam Desa Wantopi; 40.Jaringan Jalan Dalam Desa Bungi;
41.Jaringan Jalan Dalam Desa Batu Banawa; 42. Jaringan Jalan Dalam Desa Waturumbe; 43.Jaringan Jalan Dalam Desa Waturumbe Bata;
44.Jaringan Jalan Dalam Desa Morikana;
45.Jaringan Jalan Dalam Desa Lantongau;
46.Jaringan Jalan Kelurahan Lakorua;
47.Jaringan Jalan Dalam Desa Lanto;
48.Jaringan Jalan Dalam Desa Lalibo;
49.Jaringan Jalan Dalam Desa Langkomu;
50.Jaringan Jalan Dalam Desa Gundu-Gundu;
51.Jaringan Jalan Dalam Desa Katukobari; 52. Jaringan Jalan Dalam Desa Wakambangura; 53.Jaringan Jalan Dalam Desa Kencebungi;
54.Jaringan Jalan Dalam Desa Gumanano, 55. Jaringan Jalan Dalam Desa Matara;
56.Jaringan Jalan Dalam Desa Wasilomata I;
57.Jaringan Jalan Dalam Desa Wasilomata II;
58.Jaringan Jalan Dalam Desa Napa; 59. Jaringan Jalan Dalam Desa Bolobone; 60.Jaringan Jalan Kelurahan Watolo;
61.Jaringan Jalan Kelurahan Mawasangka;
62.Jaringan Jalan Dalam Desa Oengkolaki;
63.Jaringan Jalan Dalam Desa Banga;
64.Jaringan Jalan Dalam Desa Pollindu;
65.Jaringan Jalan Dalam Desa Tanailandu;
66.Jaringan Jalan Dalam Desa Kanapa-napa;
67.Jaringan Jalan Dalam Desa Terapung;
69.Jaringan Jalan Dalam Desa Wakambangura II; 70. Jaringan Jalan Dalam Desa Air Bajo;
71.Jaringan Jalan Kelurahan Talaga I;
72.Jaringan Jalan Dalam Desa Talaga II; 73. Jaringan Jalan Dalam Desa Talaga Besar; 74.Jaringan Jalan Dalam Desa Kokoe;
75.Jaringan Jalan Dalam Desa Wulu;
76.Jaringan Jalan Dalam Desa Liwulompona; dan
77.Jaringan Jalan Dalam Desa Pangilia.
Sesuai dengan fungsi Kota Lakudo sebagai Pusat Kegiatan
Perekonomian Kabupaten, maka dalam pengembangan
sarana-prasarana kawasan kegiatan Ekonomi yang melayani skala kabupaten
atau beberapa kabupaten di sekitarnya, serta simpul transportasi.
Sehingga untuk mendukung kegiatan tersebut diusulkan rencana
pengembangan jaringan jalan dan jembatan. Usulan rencana
pengembangan jaringan jalan dan jembatan pada Kabupaten Buton
Tengah yaitu:
a) Rencana Jaringan Jalan Lokal Primer Kawasan Perkantoran Labungkari, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Madongka –
Waara, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Lagili –
Langkomu, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Gamamo –
Matara, Rencana Jaringan Jalan Lokal Primer Terapung –
Labungkari, Jaringan Jalan Lingkar Pulau Talaga Besar, Jaringan
Jalan Lingkar Pulau Talaga Kecil dan Jaringan Jalan Lokal Primer
Desa Wuluh – Koekoe - Dongkala.
b) Rencana jembatan antarpulau di Selat Buton yang
menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton.
3. Rencana jaringan prasarana lainnya, terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) melalui pengembangan
jaringan listrik desa (Lisdes) terdapat di :
a) PLTD Desa di Desa Kancibungi dan Gumanano Kecamatan
Mawasangka; dan
b) PLTD Desa di Kecamatan Talaga Raya;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu rencana PLTU Baruta
Analalaki di Kecamatan Sangia Wambulu; dan
c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdapat di Kecamatan
Talaga Raya;
2. Rencana sistem jaringan prasarana sumber daya air, yaitu :
a) Rencana pengembangan sumber daya air – wilayah sungai
(WS), meliputi : Pendayagunaan sumber air berbasis WS
(Wilayah Sungai) yang terdapat atau terkena dengan wilayah
Kabupaten Buton Tengah adalah WS Pulau Muna meliputi DAS
Mawasangka/Bula-bula, DAS Wasongkala, DAS Kalimbungu,
DAS Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS
Sangia, DAS Lapulu, DAS Kokoe, DAS Wali Kecil, DAS Wali
Besar, dan DAS Talaga Besar, DAS Talaga Kecil.
b) Rencana jaringan irigasi, meliputi: daerah irigasi non teknis
yang berasal dari beberapa sungai utama yaitu rencana Daerah
Irigasi Mawasangka di Desa Terapung Kecamatan Mawasangka
seluas 300 Ha.
c) Rencana jaringan air baku, meliputi Rencana jaringan air baku di Kabupaten Buton Tengah ini meliputi pembangunan untuk
pelayanan ke seluruh kecamatan, rehabilitas prasarana yang
sudah ada di Kabupaten Buton Tengah, serta
mengkembangkan bendungan dalam rangka penyediaan air
baku diantaranya: Bendung Boneoge di Kecamatan Lakudo,
Bendung Mawasangka di Kecamatan Mawasangka; dan
d) Rencana penyediaan air minum, meliputi:
a. jaringan perpipaan melalui Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA)terdiri atas:
a) IPA Matawine dengan kapasitas 10 lt/detik di Desa
Matawine Kecamatan Lakudo bersumber dari Mata Air
Matawine;
b) IPA Walondo dengan kapasitas produksi 20 lt/detik di
Kelurahan Bombonawulu Kecamatan Gu bersumber
dari Mata Air Walondo;
c) IPA Kamundo-Mundo dengan kapasitas 10 lt/detik di
Kecamatan Mawasangka bersumber dari Mata Air
Kamundo-Mundo;
d) IPA Waburense dengan kapasitas 5 lt/detik di
Kecamatan Mawasangka bersumber dari Mata Air
Wataeo;
e) IPA Lantongau dengan kapasitas 5 lt/detik di
Kecamatan Mawasangka Tengah bersumber dari Mata
Air Koo;
b. jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air
baku untuk air minum secara langsung melalui:
a) Mata Air Rahia di Desa Rahia Kecamatan Gu;
b) mata air di Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi Mata Air Langkomu di Desa Langkomu dan mata air
di Desa Lantongau dan Mata Air
3. Rencana Jaringan Prasarana Lingkungan, terdiri atas :
a. Sistem jaringan persampahan
secara garis besar kegiatan pengembangan prasarana
persampahan yang dapat dilakukan pada tahun perencanaan
a) Mengembangkan kegiatan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle);
b) Menciptakan industri pengolahan sampah;
c) Melakukan pemeliharaan sarana prasarana persampahan;
d) Mengoptimalkan sistem pelaksanaan pengelolaan
persampahan.
Kemudian TPA selanjutnya akan di bangun berdasarkan kebutuhan
dan perkembangan kawasan dari tingkat penduduk dan fungsi
perkotaan yang ada di Kabupaten Buton Tengah. Penetapan lokasi
TPA yang akan dikembangkan lebih lanjut melalui peraturan bupati.
Sedangkan kawasan yang berada jauh dari lokasi TPA, maka
dilakukan pengumpulan sampah di tepat sementara TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) sehingga distribusi persampahan di
Kabupaten Buton Tengah tetap teratur dan tidak terjadi penumpukan
sampah di tempat yang tidak di inginkan. Adapun TPA dan TPS yang
direncanakan diantaranya:
a) Tempat Penampungan Sementara (TPS) direncanakan di setiap
kecamatan;
b) Tempat Pemrosesan Akhir ampah (TPA) dengan metode
pengurugan berlapis bersih(sanitary landfill) terdapat pada TPA
One Wara yang menerapkan pengelolaan sampah dengan
prinsipbatasi sampah, guna ulang sampah dan daur ulang
sampah (reduce-reuse-recycle).
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah, meliputi :
Adapun rencana pengelolaan air limbah di Kabupaten Buton Tengah
yaitu:
a) sistem pembuangan air limbah setempat secara individual
tersebar pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di
b) rencana sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara
kolektif melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara
terpusat pada kawasan perkotaan di Kecamatan Lakudo dan
Mawasangka; dan
c) pengelolaan limbah cair non domestik berupa rencana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Rumah Sakit Umum Daerah di
Kecamatan Lakudo dan kawasan pertambangan di Kecamatan
Talaga. Talaga Raya Desa. Talaga Besar. Desa Walando dan Kel.
Bombonawulu Kec. Gu.
c. sistem jaringan drainase
Rencana pengembangan jaringan drainase meliputi:
a) drainase primer terdapat pada sungai dan anak sungai yang tersebar pada DAS dalam daerah meliputi DAS
Mawasangka/Bula-bula, DAS Wasongkala, DAS Kalimbungu, DAS
Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Sangia, DAS
Lapulu, DAS Kokoe, DAS Wali Kecil, DAS Wali Besar, dan DAS
Talaga Besar, DAS Talaga Kecil;
b) drainase sekunder meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan
rawan genangan menuju drainase primer di setiap kecamatan;
c) drainase tersier meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan
rawan genangan menuju drainase sekunder di setiap kecamatan; d) operasional dan pemeliharaan saluran pembuangan permukiman; e) perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase
perkotaan dengan rehabilitasi dan pemeliharaan saluran; dan
f) penyusunan rencana induk drainase perkotaan.
B. Rencana pola ruang kabupaten, terdiri atas :
1. Kawasan Lindung,
Rencana kawasan lindung adalah rencana untuk melindungi kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung
merupakan upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian
pemanfaatan kawasan lindung. Kawasan lindung yang terdiri atas:
a) kawasan hutan lindung;
b) kawasan perlindungan setempat, meliputi: sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan
sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan
lokal lainnya;
c) kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi:
kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar
alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman
nasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman
wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan;
d) kawasan rawan bencana alam, meliputi: kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan
banjir; dan
e) kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi,
kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap air tanah. 2. Kawasan Budidaya
Kawasan budi daya kabupaten adalah kawasan budi daya yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan. Kawasan budi daya yang terdiri atas:
a) kawasan peruntukan hutan produksi, yang dirinci meliputi
kawasan peruntukan: hutan produksi terbatas, hutan produksi
b) kawasan hutan rakyat;
c) kawasan peruntukan pertanian, yang dirinci meliputi kawasan peruntukan: pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan
hortikultura;
d) kawasan peruntukan perkebunan, yang dirinci berdasarkan jenis komoditas perkebunan yang ada di wilayah kabupaten;
e) kawasan peruntukan perikanan, yang dirinci meliputi kawasan
peruntukan: perikanan tangkap, budi daya perikanan, dan
pengolahan ikan;
f) kawasan peruntukan pertambangan, yang dirinci meliputi
kawasan peruntukan: mineral dan batubara, minyak dan gas
bumi, panas bumi, serta air tanah di kawasan pertambangan;
g) kawasan peruntukan industri, yang dirinci meliputi kawasan:
peruntukan industri besar, industri sedang, dan industri rumah
tangga;
h) kawasan peruntukan pariwisata, yang dirinci meliputi kawasan
peruntukan: pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata
buatan;
i) kawasan peruntukan permukiman, yang dirinci meliputi kawasan
peruntukan: permukiman perkotaan dan peruntukan
permukiman perdesaan. sebagai kawasan budi daya maka
permukiman diarahkan dalam kajian lokasi dan fungsi
masing-masing permukiman, terutama dikaitkan dengan karakter lokasi,
misalnya di pegunungan, dataran tinggi, permukiman pantai, dan
sebagainya; dan
j) kawasan peruntukan lainnya.
C. Rencana strategis kabupaten,
Rencana kawasan strategis Kabupaten Buton Tengah merupakan
pengembangan kawasan strategis dari sudut pandang pertumbuhan
1. Kawasan Perkotaan Labungkari
Kawasan Perkotaan Labungkari direncanakan sebagai pusat
pemerintahan dan kawasan perkotaan. Wilayah ini diprioritaskan
pengembangannya untuk mendorong kegiatan perekonomian
Kabupaten Buton Tengah
2. Kawasan Strategis pertanian dan perikanan Masawasangka
Tengah dan Sekitarnya
Kawasan Strategis perikanan dan pertanian mawasangka tengah
dan sekitarnya direncanakan sebagai kawasan strategis ekonomi
dengan komoditas pertanian dan perikanan. Wilayah ini
diprioritaskan pengembangannya karena memiliki potensi yang
tinggi pada perikanan dan pertanian serta diharapkan mampu
meningkatkan perekonomian.
3. Kawasan Strategis Pariwisata Lakudo dan sekitarnya
Kawasan strategis pariwisata lakudo dan sekitarnya direncanakan
sebagai kawasan strategis dengan sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata. Kawasan
strategis lakudo dan sekitarnya memiliki potensi pariwisata yang
tinggi terutama pariwisata bahari,
4. Kawasan Strategis Industri Pertambangan Di Kecamatan Talaga
Raya
Kawasan Strategis Industri Pertambangan Kecamatan Talaga Raya
direncanakan sebagai kawasan strategis sudut kepentingan
pertumbuhan akonomi. Kawasan tambang ini merupakan
tambang loham terdiri atas nikel dengal luas area potensi
pertambangan 10.931, 50 Ha.
3.1.3. Arahan Pengembangan Wilayah Strategis
A. Arah kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Sulawesi
Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang
ekonomi di Wilayah Sulawesi difokuskan sebagai pengembangan
industri berbasis logistik, serta pengembangan industri berbasis
komoditas kakao, rotan, perikanan, aspal, nikel, dan bijih besi,
serta pengembangan pariwisata bahari yangmiliki daya saing
nasional dan internasional. Persebaran lokasi pengembangan
kawasan strategis diWilayah Sulawesi meliputi: (1) Provinsi
Sulawesi Utara terdapat dua kawasan yaitu Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Mando-Bitung dan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung; (2) Provinsi Sulawesi
Tengah terdapat dua kawasan yaitu KAPET Palapas dan KEK Palu;
(3) Provinsi Sulawesi Selatan terdapat satu kawasan yaitu KAPET
Pare Pare;serta(4) Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat satu
kawasan yaitu KAPET Bangsejahtera. Percepatan pembangunan
kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi
Sulawesi
Pengembangan potensi ekonomi wilayah dimaksudkan untuk
mempercepat pertumbuhan dan memberdayaan masyarakat
berbasis komoditas unggulan wilayah. Pengembangan potensi
berbasis komoditas unggulan wilayah ini diupayakan untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas
unggulan yang dilakukan dengan:
a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)
Menyiapkan kawasan industri KEK Palu sebagai sentra
pengolahan komoditas unggulan pertambangan
manufaktur, dan logistik; serta KEK Bitung sebagai
sentra pengolahan perikanan,agro industry dan logistik.
Mengembangkan klaster-klaster industri pengolahan
pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan
yang berorientasi ekspor;
Meningkatkan produktivitas hasil olahan
pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan di
dalam dan sekitar kawasan industri;
Mengembangkan tempat penyimpanan/pembekuan
ikan yang berteknologi tinggi.
b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Dalam rangka mendukung pemerataan pertumbuhan
dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal dan
memiliki daya saing tinggi, maka upaya yang dilakukan
adalah:
Mengembangkan kawasan pengelolaan klaster-klaster
komoditas unggulan kakao, rotan, peternakan dan
perikanan secara terpadu;
Meningkatkan pembinaan dan pendampingan
komoditas unggulan kakao, rotan, peternakan dan
perikanan untuk meningkatkan produktivitas.
c) Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Mengembangkan
produktivitas komoditas unggulan dan industri-industri
produk olahan komoditas wilayah untuk mendukung
koridor ekonomi Sulawesi dan kawasan dan pertumbuhan
lainnya.
Peningkatan konektivitas antara kawasan sebagai pusatpusat
pengolahan produk bernilai tambah tinggi dan berorientasi
ekspor pada KEK Palu dan KEKBitung dengan
kawasan-kawasan sekitarnya sebagai pusat-pusat bahan baku yaitu
KAPET dan KPI-KPI di Sulawesi, termasuk di dalamnyadaerah
tertinggal, agropolitan, dan minapolitan, dilakukan melalui:
a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)
penerapan insentif fiscal yang sesuai dengan
karakteristik wilayah dan kompetitif,antara lain
fasilitas fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN
dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan
diolah dan digunakan di KEK;
Pembangunan dan pengembangan pelabuhan
Pantoloan dan pengembangan pelabuhan Bitung
sebagai Hub Internasional;
Pembangunan jalur kereta api Palu-Poso, dan jalan tol
Menado-Bitung.
pembangunan infrastruktur penunjang eksport hasil
perkebunan dan perikanan
b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Pengembangan Bandara MutiaraSis Aljufrisebagai
bandara internasional dan perpanjangan landasan
pacu Bandara Internasional Sam Ratulangi;
Pengembangan pelabuhan penyeberangan Garongkong
Barru, pengembangan pelabuhan Kendari, Bitung,
pelabuhan Pare-pare, Pembangunan ASEAN Ferry Roro
Mempercepat pembangunan dan pengembangan
jaringan jalan menuju Koridor Ekonomi meliputi
pembangunan jalan lintas Palu–Parigi , peningkatan
ruas jalan Simpang Torobulu-Lainea-Kendari, ruas
jalan Kolaka–Lasusua–Batas Sulsel, ruas jalan Kolaka–
Pomalaa,Tol Manado–Bitung, ruas jalan
Parigi-Poso-Tentena-Tidantana (Batas Sulsel)(Sultra),ruas jalan
Atinggola–Maelang–Kaiya;
Pembangunan bendungan Kuwil dan bendungan
Torere;e) Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTP) Lainea, PLTP Lahendong V dan VI,
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kendari, PLTU
Kolaka, PLTU Tawaeli, PLTU Sulsel Barru 2, PLTU
Kendari 3, PLTU Palu 3, Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) Bakaru 2, PLTA Bonto batu, PLTA Watunohu.
c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)
Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan
Administratur KEK Palu dan Bitung di bidang
perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan
kawasan;
Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan
pelatihan profesi untuk meningkatkankualitastenaga
kerja, khususnya di bidang perkebunan, perikanan,
dan logistik;
Penyiapan tenaga kerja berkualitas di sekitar kawasan
Peningkatan koordinasi antara Badan Pengelola KEK,
pemerintah pusat, dan pemerintah daerah;
Peningkatan kemampuan pengelolaan investasi di KEK
Palu dan Bitung.
b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola KAPET di
bidang perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan
kawasan;
Memberikan pembinaan kelembagaan yang
mendukung perubahan pola pikir bisnis berorientasi
daya saing secara komparatif dan kompetitif;
Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan serta
tenaga terampil untuk meningkatkan kualitas SDM
pengelola komoditas unggulan kakao, karet, rotan,
peternakan, perikanan, distribusi dan pemasaran;
PembangunanTechnology Parkbidang pangan dan
maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi.
d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim
Usaha
a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan
karakteristik wilayah dan kompetitif, antara lain
fasilitas fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN
dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan
Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan
kewenangan antara pusat, daerah, dan instansi terkait
kepada administrator kawasan-kawasan pertumbuhan;
Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan
penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan
Investasi secara Elektronik (SPIPISE)bidang
perindustrian, perdagangan, pertanahan, penanaman
modal.
b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan
iklim investasi, diantaranya adalah PP Nomor147
Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan di KAPET;
Membuat regulasi terkait dengan pembagian
kewenangan antara Kabupaten/Kota di pusat-pusat
pertumbuhan;
Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan
lahan sebagai peruntukan investasi.
c) Kawasan Perhatian Investasi (KPI)
Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan
penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan
Investasi secara Elektronik (SPIPISE) bidang perindustrian,
peternakan, dan penanaman modal.
2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
a. Pengembangan Kawasan Perkotaan
Arah kebijakan pengembangan perkotaan di Wilayah
Sulawesi diprioritaskan padapemerataan pembangunan dan
melalui penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) Berbasis
Kewilayahan di KSN Perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yaitu di KSN Perkotaan Mamminasata dan usulan
pembentukan 1 KSN Perkotaan baru yaitu KSN Bimindo (Bitung,
Minahasa Utara, Manado); melakukan optimalisasi di 4 kota
sedang sebagai buffer urbanisasi. Untuk itu, strategi
pembangunan perkotaan Wilayah Sulawesi tahun 2015-2019
adalah:
a) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN)
Membentuk Kawasan Perkotaan Metropolitan untuk
membangun pusat pertumbuhan nasional di Sulawesi
Utara serta meningkatkan konektivitas antar wilayah
khususnya kemaritiman skala nasional dan
internasional dengan mengembangkan pelabuhan
Bitung;
Meningkatkan aksesibilitas berbasis kepulauan antar
PKN, PKW, dan PKL disekitarnya melalui penyediaan
simpul transportasi terutama laut dan udara.
Mengembangkan kegiatan industri pengolahan dalam
ini pada sektor perikanan dan perkebunan serta
pengembangan sektor pariwisata untuk
mengembangkan ekonomi dan meningkatkan
keterkaitan dengan desa-kota sekitar;
b) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP)
untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan
luar Jawa termasuk kawasan perbatasan, kepulauan, dan
pesisir.
Mempercepat pemenuhan dan peningkatan pelayanan
sarana prasarana permukiman sesuai dengan tipologi,
peran, dan kondisi geografisnya.
Meningkatkan aksesibilitas antar kota melalui
penyediaan sarana transportasi antarmoda terutama
transportasi udara dan laut untuk menghubungkan
antar pusat kegiatan di Pulau Sulawesi serta
mengembangankan transportasi terintegrasi dengan
kawasan perbatasan dan penerapan konsep TOD
(Transit Oriented Development) untuk kota besar dan
metropolitan;
Menyediakan sarana prasarana ekonomi, khususnya di
sektor perdagangan dan jasa serta pariwisata yang
mampu mengakomodasi kegiatan koperasi, UMKM,
industri pengolahan kecil dan menengah;
Meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
sosial budaya melalui pengembangan sarana prasarana
dan tenaga terampil di bidang kesehatan, pendidikan,
dan sosial;
Mengembangkankonsep insentif dan disinsentif dalam
pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP); dan
Meningkatkan keamanan kota melalui pencegahan,
penyediaan fasilitas dan sistem penanganan
kriminalitas dan konflik, serta meningkatkan modal
c) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan
Adaptif terhadap Bencana.
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi
terhadap dampak perubahan iklim dan bencana (urban
resilience).
Membangunan infrastruktur kota terkait dengan
adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan
iklim dan bencana;
Pengembangandan menerapkan konsep kota hijau
melalui: green transportation, green openspace (ruang
terbuka hijau), green waste (pengelolaan sampah dan
limbah melalui 3R),green water(efisiensi pemanfaatan
dan pengelolaan air permukaan) dan green energy
(pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah
Lingkungan untuk pengurangan tingkat pencemaran di
darat, laut, dan udara, pemanfaatan energi alternatif
dan terbarukan, pemanfaatan daur ulang, serta
pengembangan kegiatan perekonomian kota (green
Economy) khususnya pada kota besar dan kota
metropolitan Sulawesi.
d) Perwujudan Kota Cerdas dan Berdaya Saing
Mengembangkan sektor ekonomi kota dengan
membangun pencitraan kota (city branding) yang
berbasis pada produk unggulan, arsitektur perkotaan
(urban design), dan berdasarkan karakter sosial budaya
Mengembangkan sektor pariwisata laut seperti Taman
Laut Bunaken;
Menyediakan infrastruktur dan meningkatkan kualitas
pelayanan publik melalui penggunaan Teknologi
Informasi dan Telekomunikasi (TIK)pada sektor
pendidikan, kesehatan, permukiman, transportasi dan
kegiatan pemerintahan (e-government);
Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
membangun daya saing kota dengan menggunakan
potensi lokal.
Meningkatkan jumlah tenaga kerja ahli dan terampil
melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan tinggi
dan pelatihan kejuruan (higher education and
vocational training); dan
Meningkatkan efisiensi pasar melalui pengaturan jalur
distribusi logistik dan mengembangkankerjasama
ekonomi skala nasional dan internasional.
e) Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan
Mewujudkan sistem, peraturan dan prosedur dalam
birokrasi kepemerintahan kota yang tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat kota; Perwujudan sistem,
peraturan dan prosedur dalam birokrasi
kepemerintahan kota yang tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat kota berkelanjutan;
Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner
dan mengelola kota berkelanjutan\melalui pendidikan,
pelatihan dan pembinaan secara bersikenambungan;
Menyederhanakanproses perijinan dan usaha bagi para
pelaku ekonomi termasuk pelayanan terpadu satu
pintu (PTSP);
Membangun dan mengembangkankelembagaan dan
kerjasama pembangunan antar kota, untuk
mewujudkan kota berkelanjutan;
Mengembangkan dan menyediakanpusat data
informasi perkotaan terpadu yang mudah diakses;
Meningkatkan peran swasta, organisasi masyarakat,
dan organisasi profesi secara aktif, baik dalam forum
dialog perencanaan dengan pemerintah dan
masyarakat perkotaan, maupun dalam pembangunan
kota berkelanjutan, seperti: pembangunan
infrastruktur perkotaan maupun masukan terhadap
rencana tata ruang kota;
Pengembangan lembaga bantuan teknis dan
pembiayaan infrastruktur perkotaan.
b. Pengembangan Kawasan Perdesaan
Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan
perdesaan di Wilayah Sulawesi adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitashidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun
potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan
jumlah desa tertinggal sedikitnya 640 desa atau meningkatnya
jumlah desa mandiri sedikitnya 260 desa.Selain itu, membangun
keterkaitan ekonomi lokal antara perkotaan dan perdesaan
melalui integrasi kawasan perdesaan mandiri pada 9 kawasan
pertumbuhan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan
kawasan perdesan di Wilayah Sulawesi akan dilakukan:
a) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan
kondisi geografis Desa
Meningkatkan kualitas sarana dan prasaranadasar bidang
pendidikan, khususnya sekolah dasar dan sekolah
menengah;
Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan melalui penyediaan puskesmas yang
pelayanannya mencakup kawasan desa tertinggal dan
berkembang;
Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana
perumahan, sanitasi (air limbah, persampahan, dan
drainase lingkungan) dan air minum di kawasan desa
tertinggal dan berkembang;
Meningkatkan distribusi tenaga pendidik dan tenaga
kesehatan khususnya di desa-desa terpencil;
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana jalan dan
transportasi, baik darat, laut, maupun udara;
Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan listrik
(tenaga surya, tenaga air, dll) dan jaringan telekomunikasi
Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana
produksi (benih, pupuk, jaringan irigasi, revitalisasi
bendungan, armada perikanan, alat tangkap, bahan bakar,
sistem informasi nelayan), pasca panen, pengolahan, dan
pasar desa;
b) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha
ekonomi Desa
Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah,
pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam
memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan
berbasis karakteristik desa;
Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan
dalam pengembangan usaha berbasis lokal melalui
fasilitasi, pelatihan, pendampingan;
Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan
melalui penyediaan lapangan usaha, dana bergulir, dan
jaminan sosial bagi masyarakat desa;
Memberikan jaminan terhadap pasokan energi bagi
kegiatan ekonomi nelayan.
c) Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan
Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa
Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan,
melalui fasilitasi dan pendampingan pengembangan
kewirausahaan;
Menguatkan lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan