• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN RENCANA STRATEGIS INFRASTUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya A. Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019 Bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III ARAHAN KEBIJAKAN RENCANA STRATEGIS INFRASTUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya A. Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019 Bidang"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ARAHAN KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGIS INFRASTUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

3.1.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019 Bidang Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar

RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan

nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari

RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi,

dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita).

Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan

jangka panjang, periode 20152019 menjadi sangat penting karena

merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk

mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan

bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan

menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang

cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja

perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan

kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan

berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki keharmonisan antar

kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin

mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif,

berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta

(2)

sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan

keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu,

ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019

adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan

Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.

Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi

pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan

infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi.

Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus

ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang

tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam

kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat

dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan

umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan

infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat

konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan,

mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih,

sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi

untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem

transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara

terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama

Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019

terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah

terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal

(3)

utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan

sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka

meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.

Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum

dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi

0 persen;

2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh

penduduk Indonesia;

3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui

penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;

5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang

mendukung; 6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi

layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi

100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;

7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung

termasuk keserasiannya terhadap lingkungan.

Beberapa Arahan Kebijakan RPMN menyangkut Bidang Cipta

Karya diantaranya sebagai berikut:

1. Mendorong Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat Arah kebijakan dalam mendorong percepatan pembangunan

perumahan rakyat selama lima tahun kedepan akan dicapai dengan

upaya peningkatan akses masyarakat berpendapatan rendah

terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau serta didukung

oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai

(4)

1) Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan

kualitas hunian. Penyediaan hunian baru (sewa/milik) dilakukan

melalui pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional

yang efektif dan efisien termasuk pengembangan subsidi uang

muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan stimulant,

memperluas program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan

Perumahan, sertaintegrasi sektor perumahan dalam sistem

jaminan sosial nasional. Sementara peningkatan kualitas hunian

dilakukan melalui penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas,

pembangunan kampung deret, serta bantuan stimulan dan/atau

kredit mikro perbaikan rumah termasuk penanganan

permukiman kumuh yang berbasis komunitas.

2) Peningkatan tata kelola dan keterpaduan antara para pemangku

kepentingan pembangunan perumahan melalui: i) penguatan

kapasitas pemerintah dan pemerintah daerah dalam

memberdayakan pasar perumahan dengan mengembangkan

regulasi yang efektif dan tidak mendistorsi pasar; ii) penguatan

peran lembaga keuangan (bank/non-bank); serta iii) revitalisasi

Perum Perumnas menjadi badan pelaksana pembangunan

perumahan sekaligus pengelola Bank Tanah untuk perumahan.

3) Peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

terkait dengan penyediaan perumahan untuk MBR melalui: i)

peningkatan ekuitas Bank Tabungan Negara (BTN), Perum

Perumnas, dan Sarana Multigriya Finansial (SMF) melalui

Penyertaan Modal Negara (PMN); ii) mendorong BTN menjadi

(5)

Peraturan Presiden SMF terkait penyaluran pinjaman kepada

penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan sumber

pendanaan dari pasar modal dengan dukungan pemerintah.

4) Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan

hunian di perkotaan melalui fasilitasi penyediaan rumah susun

sewa dan rumah susun milik serta pengembangan instrumen

pengelolaan lahan untuk perumahan seperti konsolidasi lahan

(land consolidation), bank tanah (land banking), serta

pemanfaatan lahan milik BUMN, tanah terlantar, dan tanah

wakaf.

5) Pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan

murah serta pengembangan implementasi konsep rumah

tumbuh (incremental housing).

6) Penyediaan sarana air minum dan sanitasi layak yang

terintegrasi dengan penyediaan dan pengembangan perumahan.

Sarana air minum dan sanitasi menjadi infrastruktur bingkai

bagi terciptanya hunian yang layak.

2. Membangun Infrastruktur Dasar Air Minum dan Sanitasi

dalam Pencapaian UniversalAccess

Arah kebijakan dalam mendorong pembangunan infrastruktur

dasar air minum dan sanitasi dalam pencapaian universal access

selama lima tahun kedepan yaitu:

1) Menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui optimalisasi bauran sumber daya air domestik untuk memenuhi

kebutuhan air minum dan sanitasi melalui strategi:

(6)

(1) pengarusutamaan pembangunan air minum yang

memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan

keterjangkauan),

(2) pengelolaan sanitasi melalui peningkatan pengelolaan

air limbah di perdesaan dengan sistem on-site dan di

perkotaan dengan sistem on-site melalui IPLT dan sistem

off-site baik skala kawasan maupun skala kota, peningkatan

kualitas TPA menjadi TPA sanitary landfill dengan prioritas

skema TPA regional, pengelolaan sampah melalui penerapan

prinsip 3R, serta

(3) peningkatan kesadaran masyarakat akan hygiene dan

sanitasi,

b) Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air

minum yakni perluasan daerah resapan air hujan,

pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai

sumber air baku air minum maupun secondary uses pada

skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan) dan

skala kawasan (kolam retensi), serta pengelolaan drainase

berwawasan lingkungan.

c) Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada melalui

pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan

idle capacity; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat

penyelenggara dan skala kota.

(7)

(secondary water uses) daur ulang air yang telah

dipergunakan (water reclaiming).

2) Penyediaan infrastruktur produktif melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan

investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan

infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi :

a) Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju

prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost

recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok

Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari pemerintah bagi

penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan

sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan dalam

rangka pemenuhan full cost recovery.

b) Pengaturan kontrak berbasis kinerja baik perancangan,

pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset

infrastruktur.

c) Rehabilitasi dan optimalisasi sarana dan prasarana air

minum dan sanitasi yang ada saat ini dan peningkatan

pemenuhan pelayanan sarana sanitasi komunal.

3) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan

di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat

melalui strategi:

a) Peningkatan kualitas rencana dan implementasi Rencana

Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) dan Strategi

Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) melalui pengarusutamaan

(8)

Penyusunan RI-SPAM didasari optimalisasi bauran sumber

daya air domestik kota/kabupaten dan telah

mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya

pengamanan air minum;

b) Upaya peningkatan promosi hygiene dan sanitasi yang

terintegrasi dengan penyediaan sarana dan prasarana air

minum dan sanitasi;

c) Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja

Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi.

d) Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air

minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta

media.

4) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air

minum dan sanitasi melalui sinergi dan koordinasi antar pelaku

program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai

implementasi baik secara vertikal maupun horizontal melalui

strategi:

a) Pelaksanaan sanitasi sekolah dan pesantren, sinergi

pengembangan air minum dan sanitasi dengan

kegiatankegiatan pelestarian lingkungan hidup dan

upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta integrasi

pembangunan perumahan dan penyediaan kawasan

permukiman dengan pembangunan air minum dan sanitasi.

b) Pelaksanaan pelayanan dasar berbasis regional dalam

rangka mengatasi kendala ketersediaan sumber air baku air

minum dan lahan serta dalam rangka mendukung

(9)

dan pertumbuhan ekonomi. Sinergi pendanaan air minum

dan sanitasi dilaksanakan melalui (i) pemanfaatan alokasi

dana pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana

air minum dan sanitasi di sekolah; (ii) pemanfaatan alokasi

dana kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan

promosi hygiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan

kesehatan masyarakat; serta (iii) sinergi penyediaan air

minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK),

Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP) dan sumber dana

lain yang dapat dimanfaatkan untuk bidang kesehatan,

lingkungan hidup, perumahan, dan pembangunan desa

tertinggal.

3. Menjamin Ketahanan Air untuk Mendukung Ketahanan Nasional

Untuk mewujudkan sasaran diatas, arah kebijakan

pembangunan untuk ketahanan air adalah:

a. Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk

kehidupan sehari-hari bagi masyarakat melalui strategi:

a) Pembangunan saluran pembawa air baku dengan prioritas

pemenuhan air untuk kebutuhan pokok rumah tangga

terutama di wilayah defisit air, wilayah tertinggal, wilayah

strategis, pulau-pulau kecil dan terdepan, kawasan terpencil

serta daerah perbatasan;

b) Penyediaan sumber air keperluan rumah tangga yang tidak

tersambung SPAM konvensional termasuk conjunctive use

antara air permukaan dan air tanah sesuai ketersediaan

(10)

c) Mengembangkan dan menerapkan teknologi pengolahan air

yang murah dan ramah lingkungan sesuai dengan

kaidah-kaidah pengelolaan sumber daya air berbasis lingkungan

berkelanjutan (Eco-Sustainable Water

Infrastructure/ESWIN).

d) Mempermudah dan memberikan insentif jaringan distribusi

dan sambungan air skala rumah tangga yang belum layak

secara finansial.

e) Mengembangkan sistem penyediaan air baku yang bersifat

regional yang juga didukung dengan memanfaatkan inter

basin transfer;

f) Pengendalian pencemaran air ke sumber-sumber air, dan

mendorong penerapan insentif kebijakan tarif air terkait

pengelolaan limbah cair rumah tangga;

g) Menerapkan prinsip-prinsip efisiensi pemanfaatan air

melalui prinsip reduce, reuse, dan recycle, termasuk

menerapkan insentif penghematan air misalnya melalui

produksi dan penggunaan peralatan rumah tangga hemat

air.

h) Mendorong peran serta masyarakat dalam menjaga kualitas

air dan operasi pemeliharaan jaringan distribusi air serta

mendorong partisipasi swasta dalam pembiayaan

pembangunan prasarana air baku.

b. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan sosial dan ekonomi

produktif, melalui strategi:

a) Peningkatan layanan jaringan irigasi/rawa untuk

(11)

b) Peningkatan penyediaan air baku bagi industri dan

perkotaan, serta penerapan insentif pengendalian kualitas

air;

c) Pengendalian dan penegakan hukum bagi penggunaan air

tanah yang berlebihan yang diiringi dengan percepatan

penyediaan dan pengelolaan air baku kawasan

perekonomian, dan penerapan kebijakan pengenaan tarif air

industri yang kompetitif;

d) Pemberian insentif penghematan air pertanian/perkebunan

dan industri termasuk penerapan prinsip reduce, reuse, dan

recycle;

e) Percepatan pemanfaatan SDA untuk pembangunan PLTA,

melalui Pembangunan waduk serba guna, Sinkronisasi Pola

dan RUPTL, serta penataan perizinan SIPPA dan tarif

BJPSDA.

c. Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan ekosistemnya,

dengan strategi:

a) Pengelolaan daerah hulu secara berkelanjutan untuk

menjaga kualitas dan kapasitas sumber daya air, melalui:

 Peningkatan pemahaman dan kualitas koordinasi

pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana

tata ruang wilayah (kabupaten/kota/provinsi) agar

berbasis kepada ekosistem DAS.

 Rehabilitasi lahan sangat kritis dan kritis.

 Pengelolaan DAS terpadu, melalui: (i) Penyelesaian

(12)

Pengelolaan DAS secara terpadu; (iii) Peningkatan

penanganan kualitas 4 (empat) DAS prioritas nasional.

 Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya air dan

lahan secara terpadu dan berkelanjutan dengan

mendorong keseimbangan pendekatan non struktural

dan struktural melalui penerapan paradigma

eco-sustainable water infrastructure (ESWIN) dan more

room for river.

 Penataan aktivitas masyarakat, pertanian, industri

berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah dalam

rangka menjamin ketersediaan dan kualitas air.

b) Konservasi sumber daya air, melalui:

Percepatan pembangunan dan pengelolaan

sumber/tampungan air seperti waduk serbaguna, embung,

situ dengan penekanan: a. Mempercepat persiapan dan

pelaksanaan pembangunan tampungan-tampungan air

skala kecil/menengah (embung, waduk lapangan, kolam,

dan situ) pada daerah-daerah krisis dan wilayah-wilayah

strategis

B. Arahan Kebijakan Bidang Cipta Karya Sesuai Rencana Strategis Bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2015-2019

Pembangunan infarstruktur ke depan perlu diarahkan tidak

hanya dititik beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan

ekonomi wilayah (Engine of growth), namun perlu lebih bersinergi

dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carriying

(13)

pembangunan infastruktur merupakan pemicu (tringger) terciptanya

pusat-pusat pertumbuhan baru/pusat permukiman baru.

B. Kebijakan Umum Bidang Cipta Karya Sesuai Renstra Ditjen Cipta Karya Tahun 2015-2019

Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat

Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi

dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi

kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan

(Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015

tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas

Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem

penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah

dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan tugas

tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan

sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan

air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan

(14)

air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan

bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,

pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase

lingkungan serta persampahan;

d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang

pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan

bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,

pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase

lingkungan serta persampahan;

e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan

kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan,

pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan

sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan;

f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan

g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur

keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi

pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah

Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan

masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan

pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem

(15)

Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi

kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan,

keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi

dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk

dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur

keciptakaryaan melalui programprogram pemberdayaan masyarakat.

Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua

tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik

pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran

pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus

kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas).

Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan

strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK),

penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain

yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas

pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan,

pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta

konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat

dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja.

Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini

didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai

dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta

Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta

Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta

Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala

(16)

nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan

pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi

Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam

melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga

bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur

yang terbangun.

Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan

dengan pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang

mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan

lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui Dana

Alokasi Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM

berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan

kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan

yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak.

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses

perencanaan perlu diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat

perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan

Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan

pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga memperhatikan

kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah.

Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan

Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan

(17)

 Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait

perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa

di kawasan permukiman kumuh;

 Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan

air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;

 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan

perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan

nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang

perkotaan dan perdesaan;

 Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih

dan sehat (PHBS);

 Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas

Pemerintah Daerah;

 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait

pengelolaan persampahan;

 Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan

kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;

 Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan

pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;

 Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait

pengembangan kawasan perbatasan

3.1.2. Arahan Kebijakan Penataan Ruang

A. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Arahan dalam Rencana Tata Ruang Nasional berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, belum termuat

(18)

pusat-pusat kegiatan perkotaan khususnya terkait dengan Kabupaten

Buton Tengah, hal ini disebabkan bahwa kebijakan RTRWN

ditetapkan pada tahun 2008 sedangkan Kabupaten Buton Tengah

merupakan daerah otonom baru yang lahir pada tahun 2014 yang

lalu. Arahan rencana pusat-pusat kegiatan yang ada di Propinsi

Sulawesi Tenggara berdasarkan rencana struktur ruang nasional,

terdiri atas :

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Kota Kendari, dengan arahan

pengembangan/peningkatan fungsi pusat kegiatan.

2) Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp) di Kota Baubau, dengan

arahan pengembangan baru

3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) meliputi Perkotaan Unaaha, Lasolo,

Raha dan Kolaka, dengan arahan revitalisasi kota-kota yang telah

berfungsi.

Sedangkan berdasarkan rencana pola ruang nasional secara

makro wilayah Kabupaten Buton secara utuh sebelum adanya

pemekaran dimana Kabupaten Buton tengah merupakan bagian

daripada wilayahnya, diarahkan sebagai Kawasan Lindung Nasional

juga merupakan Kawasan Andalan, hal tersebut dapat dilihat dalam

2 (dua) kebijakan yaitu :

Pertama, dengan ditetapkannya Kawasan Kapolimu-Patikala (Pulau

Muna- Pulau Buton) dengan sektor unggulan : argoindustri,

pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan

pariwisata, dan

Kedua, Kawasan Andalan laut Kapontori – Lasalimu dan sekitarnya

(19)

Ketiga, kawasan lindung Suaka Margasatwa lambusango serta

Taman Wisata Alam Laut Liwutongkidi.

Berdasarkan RTRW Pulau Sulawesi sesuai Rakerpres Tahun

2004 disusun dan digunakan sebagai rujukan Penataan Ruang Pulau

Sulawesi sampai Tahun 2023 mendatang, dimana kebijakan yang

terkait dengan Kabupaten Buton adalah sebagai berikut :

1) Pengembangan sistem pusat-pusat permukiman di wilayah Pulau

Sulawesi ditekankan pada terbentuknya fungsi dan hirarki pusat

perkotaan sesuai RTRWN (PKN, PKW, dan PKL). Adapun di wilayah

Sulawesi Tenggara, maka Kabupaten Buton dengan Kecamatan

Pasarwajo sebagai ibukota Kabupaten ditetapkan sebagai Pusat

kegiatan lokal (PKL) dan diusulkan sebagai PKWp yang merupakan

pusat jasa, pengolahan, simpul transportasi dan kegiatan wilayah.

2) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah pulau Sulawesi

meliputi sistem jaringan meliputi : Jaringan Jalan Lintas Timur

menghubungkan Poso – Uekuli – Ampana – Pagimana – Luwuk –

Batui – Kolonadale – Bungku – Asera – Andowia – Kendari –

Unaaha – Raterate – Kolaka – Lasusua – Malili – Kendari –

Tinanggea – Pomalaa – Torobulu – Tampo – Maligano – Ereke –

Baubau – Pasarwajo.

Berangkat dari kedua poin kebijakan di atas, maka untuk

membentuk fungsi dan hirarki pusat perkotaan sesuai RTRWN dan

RTRWP, dimana Kecamatan Lakudo sebagai Ibukota Kabupaten

Buton Tengah dalam arahan RTRW Kabupaten Buton Tahun

2013-2035 telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kecamatan (PPK) maka

akan diusulkan sebagai PKLp dengan arahan sebagai

pengembangan/peningkatan fungsi. Sedangkan dalam

(20)

Sulawesi, maka diharapkan terbentuk system jaringan Tampo –

Lakudo – Baubau – Batauga dan/atau Pasarwajo sebagai pintu masuk

distribusi jasa dan perdagangan serta penguat simpul transportasi

darat, laut dan udara dari dan ke Kabupaten Buton Tengah.

B. Arahan Rencana Tata Ruang Propinsi Sulawesi Tenggara

Kabupaten Buton Tengah yang sebelumnya merupakan bagian

dari wilayah kabupaten Buton secara fungsi perkotaan belum termuat

sebagai bagian dari dari arahan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara

khususnya rencana struktur ruang provinsi. Dimana Struktur ruang

provinsi sendiri merupakan gabungan dari struktur ruang kabupaten

yang membentuk hiararki tersendiri dengan pusat kegiatan lokal (PKL)

merupakan fungsi perkotaan terendah.

Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara dalam

rencana struktur ruang propinsi terkait Kabupaten Buton Tengah,

secara garis besar, skenario perkembangan Kabupaten Buton Tengah

yatu diarahkan untuk pengembangan jaringan prasarana utama dan

lainnya, terdiri atas :

1) Rencana Jaringan transportasi darat, yaitu jaringan lalulintas dan

angkutan jalan yang merupakan pengembangan sistem jaringan

jalan dan jembatan, meliputi :

a. Jaringan jalan Pulau Muna ; Tampo – Raha – Lakapera – Waara

dan rencana jembatan antar pulau ; Jembatan penghubung

Pulau Muna dan Pulau Buton.

b. Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, terdiri atas:

pelabuhan penyeberangan Waara di Kecamatan Lakudo,

pelabuhan penyeberangan Mawasangka di Kecamatan

Mawasangka dan rencana pelabuhan penyeberangan Talaga di

(21)

2) Rencana Jaringan Energi, yakni pembangkit listrik tenaga uap

(PLTU) di Baruta Analalaki Kecamatan Sangia Wambulu.

Selanjutnya berdasarkan rencana pola ruang propinsi yang

terkait Kabupaten Buton Tengah, terdiri atas :

1) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yaitu Benteng Bombonawulu dan Makam Sangia Wambulu di Kecamatan Sangia

Wambulu.

2) Kawasan peruntukan wisata alam, yakni Pantai Katembe di

Kecamatan Lakudo serta Goa Katukotobari, Permandian Goa

Watorumbe dan Permandian Uncume.

C. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tengah Berdasarkan arahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten

Buton Tengah tahun 2015-2035, telah dirumuskan tujuan penataan

ruang yang akan dicapai untuk 20 (dua puluh) tahun mendatang yaitu

penekanan pada peningkatan sektor unggulan pertanian, kelautan

dan perikanan, pariwisata dan pertambangan bagi kesejahteraan

masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya

tampung lingkungan. Dimana secara garis besar untuk pencapaian

tujuan dimaksud dijabarkan pada :

A. Rencana struktur ruang kabupaten, terdiri atas

1. Rencana pusat-pusat kegiatan, yaitu :

a) Pusat kegiatan wilayah promosi (PKWp), di Lakudo

b) Pusat kegiatan lokal (PKL,) di Lombe Kecamatan Gu dan

Mawasangka Kecamatan Mawasangka

c) Pusat pelayanan kawasan (PPK), di Tolandona Kecamatan

Sangia Wambulu, Lanto di Kecamatan Mawasangka Tengah,

Lamena di Kecamatan Mawasangka Timur dan Talaga Besar

(22)

d) Pusat pelayanan lingkungan (PPL) di Desa Kokoe di Kecamatan

Talaga Raya, Desa Terapung di Kecamatan Mawasangka, Desa

Lalibo di Kecamatan Mawasangka Tengah, Desa Wambuloli di

Kecamatan Mawasangka Timur, Kelurahan Boneoge di

Kecamatan Lakudo, Kelurahan OneWaara di Kecamatan

Lakudo dan Desa Rahia Kecamatan Gu.

2. Rencana jaringan prasarana utama,

1. Jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan dan

jembatan meliputi :

1) Jalan Kolektor Primer II

Jalan Kolektor Di Kabupaten Buton Tengah termasuk kedalam

Jalan Kolektor Primer II yang statusnya sebagai jalan strategis

provinsi, terdiri dari ruas-ruas jalan:

1. Simpang 3 Lombe – Mawasangka sepanjang 37,50 Km;

2. Lakapera (Batas Kab. Muna) – Waara – Wamengkoli

2) Jalan Kolektor Primer IV

Jalan Kolektor di Kabupaten Buton Tengah termasuk kedalam

Jalan Kolektor IV yang statusnya sebagai jalan provinsi terdiri dari

ruas-ruas jalan:

1. Tampunawou – Batas Kab. Muna sepanjang 3,5 Km;

2. Sp. 3. Polindu – Tampunawou sepanjang 4,6 Km;

3. Sp. 3 Lolibu – Lamena sepanjang 16 Km; dan

4. Tolandona – Lombe sepanjang 18,3 Km.

3) Jalan Lokal Primer

Jalan Lokal Primer (LP) adalah jalan dengan status Jalan

Kabupaten, yang menghubungkan antara PKWp dan PPK, dan

menghubungkan antara PKL dan PPK, serta jalan strategis

(23)

Kabupaten Buton Tengah dimaksud meliputi ruas-ruas jalan

sebagai berikut ruas Onewaara – sp. 3 Kolawa, Sp.3 Tolandona –

Sp. Tolandona Matanaeo, Sp. Tolandona Matanaeo – Sp. Doda

Bahari, Sp. Doda Bahari – Baruta Analalaki, Sp. Tolandona

Matanaeo – Perempatan Baruta, Perempatan Barut – PLTU, Sp. 3

Rahia – PLTU, Sp. 3 Lombe – Desa Metere, Desa Metere – Sp. 3

Lolibu, Sp. 3 Wajogu – Sp. 3 Metere , Sp. 3 Moko – Sp. 3 Ds. Metere,

Sp. 3 Lolibu – Lagili, Sp. 3 Boneoge – Madongka, Sp. 3 Polindu –

Sp. 3 Tanailandu, Sp. 3 Lanto – Sp. Watolo, Sp. Watolo –

Mawasangka, Sp. 3 Wasilomata I - Sp. Balobone, Sp. 3 Wasilomata – Sp. 3 Watolo, Pelabuhan Talaga Satu – Ds. Panggilia, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan Lakudo, Jaringan Jalan Dalam Kota

Kecamatan Sangia Wambulu, Jaringan Jalan Dalam Kota

Kecamatan GU, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan

Mawasangka Tengah, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan

Mawasangka Timur, Jaringan Jalan Dalam Kota Kecamatan

Mawasangka

4) Jalan Lingkungan Primer

Jalan Lingkungan Primer berdasarkan rencana tata ruang wilayah

kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat

didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara

menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi

sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga

dan seterusnya sampai persil, meliputi:

1. Jaringan Jalan Dalam Desa Baruta Lestari;

2. Jaringan Jalan Kelurahan Tolandona;

3. Jaringan Jalan Dalam Desa Tolandona Matanaeo;

4. Jaringan Jalan Dalam Desa Doda Bahari;

5. Jaringan Jalan Dalam Desa Baruta Analalaki;

(24)

7. Jaringan Jalan Dalam Desa Madongka; 8. Jaringan Jalan Dalam Desa Waara; 9. Jaringan Jalan Kelurahan Boneoge;

10.Jaringan Jalan Dalam Desa Nepa Mekar; 11. Jaringan Jalan Kelurahan Wanepa-nepa; 12.Jaringan Jalan Kelurahan Lakudo;

13.Jaringan Jalan Dalam Desa Matawine;

14.Jaringan Jalan Dalam Desa Mone;

15.Jaringan Jalan Dalam Desa Moko;

16.Jaringan Jalan Dalam Desa Wajogu;

17. Jaringan Jalan Dalam Desa Metere;

18.Jaringan Jalan Dalam Desa Lolibu;

19.Jaringan Jalan Dalam Desa Wongko Lakudo;

20.Jaringan Jalan Dalam Desa One Waara; 21. Jaringan Jalan Dalam Desa Teluk Lasongko; 22.Jaringan Jalan Dalam Desa Wadiabero;

23.Jaringan Jalan Dalam Desa Kolowa; 24. Jaringan Jalan Dalam Desa Rahia; 25.Jaringan Jalan Dalam Desa Wakea-kea;

26.Jaringan Jalan Dalam Desa Waliko;

27.Jaringan Jalan Kelurahan Bombonawulu; 28. Jaringan Jalan Dalam Desa Walando; 29.Jaringan Jalan Kelurahan Watulea;

30.Jaringan Jalan Dalam Desa Lakapera;

31.Jaringan Jalan Dalam Desa Bantea;

32.Jaringan Jalan Dalam Desa Kamama Mekar;

33.Jaringan Jalan Dalam Desa Lowu-lowu;

34.Jaringan Jalan Dalam Desa Lagili;

35.Jaringan Jalan Dalam Desa Wambuloli;

36.Jaringan Jalan Dalam Desa Bone Marambe;

(25)

38.Jaringan Jalan Dalam Desa Inulu; 39. Jaringan Jalan Dalam Desa Wantopi; 40.Jaringan Jalan Dalam Desa Bungi;

41.Jaringan Jalan Dalam Desa Batu Banawa; 42. Jaringan Jalan Dalam Desa Waturumbe; 43.Jaringan Jalan Dalam Desa Waturumbe Bata;

44.Jaringan Jalan Dalam Desa Morikana;

45.Jaringan Jalan Dalam Desa Lantongau;

46.Jaringan Jalan Kelurahan Lakorua;

47.Jaringan Jalan Dalam Desa Lanto;

48.Jaringan Jalan Dalam Desa Lalibo;

49.Jaringan Jalan Dalam Desa Langkomu;

50.Jaringan Jalan Dalam Desa Gundu-Gundu;

51.Jaringan Jalan Dalam Desa Katukobari; 52. Jaringan Jalan Dalam Desa Wakambangura; 53.Jaringan Jalan Dalam Desa Kencebungi;

54.Jaringan Jalan Dalam Desa Gumanano, 55. Jaringan Jalan Dalam Desa Matara;

56.Jaringan Jalan Dalam Desa Wasilomata I;

57.Jaringan Jalan Dalam Desa Wasilomata II;

58.Jaringan Jalan Dalam Desa Napa; 59. Jaringan Jalan Dalam Desa Bolobone; 60.Jaringan Jalan Kelurahan Watolo;

61.Jaringan Jalan Kelurahan Mawasangka;

62.Jaringan Jalan Dalam Desa Oengkolaki;

63.Jaringan Jalan Dalam Desa Banga;

64.Jaringan Jalan Dalam Desa Pollindu;

65.Jaringan Jalan Dalam Desa Tanailandu;

66.Jaringan Jalan Dalam Desa Kanapa-napa;

67.Jaringan Jalan Dalam Desa Terapung;

(26)

69.Jaringan Jalan Dalam Desa Wakambangura II; 70. Jaringan Jalan Dalam Desa Air Bajo;

71.Jaringan Jalan Kelurahan Talaga I;

72.Jaringan Jalan Dalam Desa Talaga II; 73. Jaringan Jalan Dalam Desa Talaga Besar; 74.Jaringan Jalan Dalam Desa Kokoe;

75.Jaringan Jalan Dalam Desa Wulu;

76.Jaringan Jalan Dalam Desa Liwulompona; dan

77.Jaringan Jalan Dalam Desa Pangilia.

Sesuai dengan fungsi Kota Lakudo sebagai Pusat Kegiatan

Perekonomian Kabupaten, maka dalam pengembangan

sarana-prasarana kawasan kegiatan Ekonomi yang melayani skala kabupaten

atau beberapa kabupaten di sekitarnya, serta simpul transportasi.

Sehingga untuk mendukung kegiatan tersebut diusulkan rencana

pengembangan jaringan jalan dan jembatan. Usulan rencana

pengembangan jaringan jalan dan jembatan pada Kabupaten Buton

Tengah yaitu:

a) Rencana Jaringan Jalan Lokal Primer Kawasan Perkantoran Labungkari, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Madongka –

Waara, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Lagili –

Langkomu, Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Gamamo –

Matara, Rencana Jaringan Jalan Lokal Primer Terapung –

Labungkari, Jaringan Jalan Lingkar Pulau Talaga Besar, Jaringan

Jalan Lingkar Pulau Talaga Kecil dan Jaringan Jalan Lokal Primer

Desa Wuluh – Koekoe - Dongkala.

b) Rencana jembatan antarpulau di Selat Buton yang

menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton.

3. Rencana jaringan prasarana lainnya, terdiri atas :

(27)

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) melalui pengembangan

jaringan listrik desa (Lisdes) terdapat di :

a) PLTD Desa di Desa Kancibungi dan Gumanano Kecamatan

Mawasangka; dan

b) PLTD Desa di Kecamatan Talaga Raya;

b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu rencana PLTU Baruta

Analalaki di Kecamatan Sangia Wambulu; dan

c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdapat di Kecamatan

Talaga Raya;

2. Rencana sistem jaringan prasarana sumber daya air, yaitu :

a) Rencana pengembangan sumber daya air – wilayah sungai

(WS), meliputi : Pendayagunaan sumber air berbasis WS

(Wilayah Sungai) yang terdapat atau terkena dengan wilayah

Kabupaten Buton Tengah adalah WS Pulau Muna meliputi DAS

Mawasangka/Bula-bula, DAS Wasongkala, DAS Kalimbungu,

DAS Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS

Sangia, DAS Lapulu, DAS Kokoe, DAS Wali Kecil, DAS Wali

Besar, dan DAS Talaga Besar, DAS Talaga Kecil.

b) Rencana jaringan irigasi, meliputi: daerah irigasi non teknis

yang berasal dari beberapa sungai utama yaitu rencana Daerah

Irigasi Mawasangka di Desa Terapung Kecamatan Mawasangka

seluas 300 Ha.

c) Rencana jaringan air baku, meliputi Rencana jaringan air baku di Kabupaten Buton Tengah ini meliputi pembangunan untuk

pelayanan ke seluruh kecamatan, rehabilitas prasarana yang

sudah ada di Kabupaten Buton Tengah, serta

mengkembangkan bendungan dalam rangka penyediaan air

baku diantaranya: Bendung Boneoge di Kecamatan Lakudo,

Bendung Mawasangka di Kecamatan Mawasangka; dan

(28)

d) Rencana penyediaan air minum, meliputi:

a. jaringan perpipaan melalui Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA)terdiri atas:

a) IPA Matawine dengan kapasitas 10 lt/detik di Desa

Matawine Kecamatan Lakudo bersumber dari Mata Air

Matawine;

b) IPA Walondo dengan kapasitas produksi 20 lt/detik di

Kelurahan Bombonawulu Kecamatan Gu bersumber

dari Mata Air Walondo;

c) IPA Kamundo-Mundo dengan kapasitas 10 lt/detik di

Kecamatan Mawasangka bersumber dari Mata Air

Kamundo-Mundo;

d) IPA Waburense dengan kapasitas 5 lt/detik di

Kecamatan Mawasangka bersumber dari Mata Air

Wataeo;

e) IPA Lantongau dengan kapasitas 5 lt/detik di

Kecamatan Mawasangka Tengah bersumber dari Mata

Air Koo;

b. jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air

baku untuk air minum secara langsung melalui:

a) Mata Air Rahia di Desa Rahia Kecamatan Gu;

b) mata air di Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi Mata Air Langkomu di Desa Langkomu dan mata air

di Desa Lantongau dan Mata Air

3. Rencana Jaringan Prasarana Lingkungan, terdiri atas :

a. Sistem jaringan persampahan

secara garis besar kegiatan pengembangan prasarana

persampahan yang dapat dilakukan pada tahun perencanaan

(29)

a) Mengembangkan kegiatan pengelolaan sampah berbasis

masyarakat dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle);

b) Menciptakan industri pengolahan sampah;

c) Melakukan pemeliharaan sarana prasarana persampahan;

d) Mengoptimalkan sistem pelaksanaan pengelolaan

persampahan.

Kemudian TPA selanjutnya akan di bangun berdasarkan kebutuhan

dan perkembangan kawasan dari tingkat penduduk dan fungsi

perkotaan yang ada di Kabupaten Buton Tengah. Penetapan lokasi

TPA yang akan dikembangkan lebih lanjut melalui peraturan bupati.

Sedangkan kawasan yang berada jauh dari lokasi TPA, maka

dilakukan pengumpulan sampah di tepat sementara TPS (Tempat

Pembuangan Sementara) sehingga distribusi persampahan di

Kabupaten Buton Tengah tetap teratur dan tidak terjadi penumpukan

sampah di tempat yang tidak di inginkan. Adapun TPA dan TPS yang

direncanakan diantaranya:

a) Tempat Penampungan Sementara (TPS) direncanakan di setiap

kecamatan;

b) Tempat Pemrosesan Akhir ampah (TPA) dengan metode

pengurugan berlapis bersih(sanitary landfill) terdapat pada TPA

One Wara yang menerapkan pengelolaan sampah dengan

prinsipbatasi sampah, guna ulang sampah dan daur ulang

sampah (reduce-reuse-recycle).

b. Sistem Pengelolaan Air Limbah, meliputi :

Adapun rencana pengelolaan air limbah di Kabupaten Buton Tengah

yaitu:

a) sistem pembuangan air limbah setempat secara individual

tersebar pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di

(30)

b) rencana sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara

kolektif melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara

terpusat pada kawasan perkotaan di Kecamatan Lakudo dan

Mawasangka; dan

c) pengelolaan limbah cair non domestik berupa rencana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Rumah Sakit Umum Daerah di

Kecamatan Lakudo dan kawasan pertambangan di Kecamatan

Talaga. Talaga Raya Desa. Talaga Besar. Desa Walando dan Kel.

Bombonawulu Kec. Gu.

c. sistem jaringan drainase

Rencana pengembangan jaringan drainase meliputi:

a) drainase primer terdapat pada sungai dan anak sungai yang tersebar pada DAS dalam daerah meliputi DAS

Mawasangka/Bula-bula, DAS Wasongkala, DAS Kalimbungu, DAS

Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Sangia, DAS

Lapulu, DAS Kokoe, DAS Wali Kecil, DAS Wali Besar, dan DAS

Talaga Besar, DAS Talaga Kecil;

b) drainase sekunder meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan

rawan genangan menuju drainase primer di setiap kecamatan;

c) drainase tersier meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan

rawan genangan menuju drainase sekunder di setiap kecamatan; d) operasional dan pemeliharaan saluran pembuangan permukiman; e) perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase

perkotaan dengan rehabilitasi dan pemeliharaan saluran; dan

f) penyusunan rencana induk drainase perkotaan.

B. Rencana pola ruang kabupaten, terdiri atas :

1. Kawasan Lindung,

Rencana kawasan lindung adalah rencana untuk melindungi kawasan

yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

(31)

dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan

pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung

merupakan upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian

pemanfaatan kawasan lindung. Kawasan lindung yang terdiri atas:

a) kawasan hutan lindung;

b) kawasan perlindungan setempat, meliputi: sempadan pantai,

sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan

sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan

lokal lainnya;

c) kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi:

kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan

lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar

alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman

nasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman

wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan cagar budaya

dan ilmu pengetahuan;

d) kawasan rawan bencana alam, meliputi: kawasan rawan tanah

longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan

banjir; dan

e) kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi,

kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang

memberikan perlindungan terhadap air tanah. 2. Kawasan Budidaya

Kawasan budi daya kabupaten adalah kawasan budi daya yang

ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar

kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

sumber daya buatan. Kawasan budi daya yang terdiri atas:

a) kawasan peruntukan hutan produksi, yang dirinci meliputi

kawasan peruntukan: hutan produksi terbatas, hutan produksi

(32)

b) kawasan hutan rakyat;

c) kawasan peruntukan pertanian, yang dirinci meliputi kawasan peruntukan: pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan

hortikultura;

d) kawasan peruntukan perkebunan, yang dirinci berdasarkan jenis komoditas perkebunan yang ada di wilayah kabupaten;

e) kawasan peruntukan perikanan, yang dirinci meliputi kawasan

peruntukan: perikanan tangkap, budi daya perikanan, dan

pengolahan ikan;

f) kawasan peruntukan pertambangan, yang dirinci meliputi

kawasan peruntukan: mineral dan batubara, minyak dan gas

bumi, panas bumi, serta air tanah di kawasan pertambangan;

g) kawasan peruntukan industri, yang dirinci meliputi kawasan:

peruntukan industri besar, industri sedang, dan industri rumah

tangga;

h) kawasan peruntukan pariwisata, yang dirinci meliputi kawasan

peruntukan: pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata

buatan;

i) kawasan peruntukan permukiman, yang dirinci meliputi kawasan

peruntukan: permukiman perkotaan dan peruntukan

permukiman perdesaan. sebagai kawasan budi daya maka

permukiman diarahkan dalam kajian lokasi dan fungsi

masing-masing permukiman, terutama dikaitkan dengan karakter lokasi,

misalnya di pegunungan, dataran tinggi, permukiman pantai, dan

sebagainya; dan

j) kawasan peruntukan lainnya.

C. Rencana strategis kabupaten,

Rencana kawasan strategis Kabupaten Buton Tengah merupakan

pengembangan kawasan strategis dari sudut pandang pertumbuhan

(33)

1. Kawasan Perkotaan Labungkari

Kawasan Perkotaan Labungkari direncanakan sebagai pusat

pemerintahan dan kawasan perkotaan. Wilayah ini diprioritaskan

pengembangannya untuk mendorong kegiatan perekonomian

Kabupaten Buton Tengah

2. Kawasan Strategis pertanian dan perikanan Masawasangka

Tengah dan Sekitarnya

Kawasan Strategis perikanan dan pertanian mawasangka tengah

dan sekitarnya direncanakan sebagai kawasan strategis ekonomi

dengan komoditas pertanian dan perikanan. Wilayah ini

diprioritaskan pengembangannya karena memiliki potensi yang

tinggi pada perikanan dan pertanian serta diharapkan mampu

meningkatkan perekonomian.

3. Kawasan Strategis Pariwisata Lakudo dan sekitarnya

Kawasan strategis pariwisata lakudo dan sekitarnya direncanakan

sebagai kawasan strategis dengan sudut kepentingan

pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata. Kawasan

strategis lakudo dan sekitarnya memiliki potensi pariwisata yang

tinggi terutama pariwisata bahari,

4. Kawasan Strategis Industri Pertambangan Di Kecamatan Talaga

Raya

Kawasan Strategis Industri Pertambangan Kecamatan Talaga Raya

direncanakan sebagai kawasan strategis sudut kepentingan

pertumbuhan akonomi. Kawasan tambang ini merupakan

tambang loham terdiri atas nikel dengal luas area potensi

pertambangan 10.931, 50 Ha.

3.1.3. Arahan Pengembangan Wilayah Strategis

A. Arah kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Sulawesi

(34)

Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang

ekonomi di Wilayah Sulawesi difokuskan sebagai pengembangan

industri berbasis logistik, serta pengembangan industri berbasis

komoditas kakao, rotan, perikanan, aspal, nikel, dan bijih besi,

serta pengembangan pariwisata bahari yangmiliki daya saing

nasional dan internasional. Persebaran lokasi pengembangan

kawasan strategis diWilayah Sulawesi meliputi: (1) Provinsi

Sulawesi Utara terdapat dua kawasan yaitu Kawasan

Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Mando-Bitung dan

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung; (2) Provinsi Sulawesi

Tengah terdapat dua kawasan yaitu KAPET Palapas dan KEK Palu;

(3) Provinsi Sulawesi Selatan terdapat satu kawasan yaitu KAPET

Pare Pare;serta(4) Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat satu

kawasan yaitu KAPET Bangsejahtera. Percepatan pembangunan

kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut:

a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi

Sulawesi

Pengembangan potensi ekonomi wilayah dimaksudkan untuk

mempercepat pertumbuhan dan memberdayaan masyarakat

berbasis komoditas unggulan wilayah. Pengembangan potensi

berbasis komoditas unggulan wilayah ini diupayakan untuk

meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas

unggulan yang dilakukan dengan:

a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)

 Menyiapkan kawasan industri KEK Palu sebagai sentra

pengolahan komoditas unggulan pertambangan

(35)

manufaktur, dan logistik; serta KEK Bitung sebagai

sentra pengolahan perikanan,agro industry dan logistik.

 Mengembangkan klaster-klaster industri pengolahan

pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan

yang berorientasi ekspor;

 Meningkatkan produktivitas hasil olahan

pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan di

dalam dan sekitar kawasan industri;

 Mengembangkan tempat penyimpanan/pembekuan

ikan yang berteknologi tinggi.

b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

Dalam rangka mendukung pemerataan pertumbuhan

dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal dan

memiliki daya saing tinggi, maka upaya yang dilakukan

adalah:

 Mengembangkan kawasan pengelolaan klaster-klaster

komoditas unggulan kakao, rotan, peternakan dan

perikanan secara terpadu;

 Meningkatkan pembinaan dan pendampingan

komoditas unggulan kakao, rotan, peternakan dan

perikanan untuk meningkatkan produktivitas.

c) Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Mengembangkan

produktivitas komoditas unggulan dan industri-industri

produk olahan komoditas wilayah untuk mendukung

koridor ekonomi Sulawesi dan kawasan dan pertumbuhan

lainnya.

(36)

Peningkatan konektivitas antara kawasan sebagai pusatpusat

pengolahan produk bernilai tambah tinggi dan berorientasi

ekspor pada KEK Palu dan KEKBitung dengan

kawasan-kawasan sekitarnya sebagai pusat-pusat bahan baku yaitu

KAPET dan KPI-KPI di Sulawesi, termasuk di dalamnyadaerah

tertinggal, agropolitan, dan minapolitan, dilakukan melalui:

a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)

 penerapan insentif fiscal yang sesuai dengan

karakteristik wilayah dan kompetitif,antara lain

fasilitas fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN

dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan

diolah dan digunakan di KEK;

 Pembangunan dan pengembangan pelabuhan

Pantoloan dan pengembangan pelabuhan Bitung

sebagai Hub Internasional;

 Pembangunan jalur kereta api Palu-Poso, dan jalan tol

Menado-Bitung.

 pembangunan infrastruktur penunjang eksport hasil

perkebunan dan perikanan

b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

 Pengembangan Bandara MutiaraSis Aljufrisebagai

bandara internasional dan perpanjangan landasan

pacu Bandara Internasional Sam Ratulangi;

 Pengembangan pelabuhan penyeberangan Garongkong

Barru, pengembangan pelabuhan Kendari, Bitung,

pelabuhan Pare-pare, Pembangunan ASEAN Ferry Roro

(37)

 Mempercepat pembangunan dan pengembangan

jaringan jalan menuju Koridor Ekonomi meliputi

pembangunan jalan lintas Palu–Parigi , peningkatan

ruas jalan Simpang Torobulu-Lainea-Kendari, ruas

jalan Kolaka–Lasusua–Batas Sulsel, ruas jalan Kolaka–

Pomalaa,Tol Manado–Bitung, ruas jalan

Parigi-Poso-Tentena-Tidantana (Batas Sulsel)(Sultra),ruas jalan

Atinggola–Maelang–Kaiya;

 Pembangunan bendungan Kuwil dan bendungan

Torere;e) Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga

Panas Bumi (PLTP) Lainea, PLTP Lahendong V dan VI,

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kendari, PLTU

Kolaka, PLTU Tawaeli, PLTU Sulsel Barru 2, PLTU

Kendari 3, PLTU Palu 3, Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) Bakaru 2, PLTA Bonto batu, PLTA Watunohu.

c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK

a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)dan Kawasan Industri (KI)

 Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan

Administratur KEK Palu dan Bitung di bidang

perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan

kawasan;

 Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan

pelatihan profesi untuk meningkatkankualitastenaga

kerja, khususnya di bidang perkebunan, perikanan,

dan logistik;

 Penyiapan tenaga kerja berkualitas di sekitar kawasan

(38)

 Peningkatan koordinasi antara Badan Pengelola KEK,

pemerintah pusat, dan pemerintah daerah;

 Peningkatan kemampuan pengelolaan investasi di KEK

Palu dan Bitung.

b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

 Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola KAPET di

bidang perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan

kawasan;

 Memberikan pembinaan kelembagaan yang

mendukung perubahan pola pikir bisnis berorientasi

daya saing secara komparatif dan kompetitif;

 Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan serta

tenaga terampil untuk meningkatkan kualitas SDM

pengelola komoditas unggulan kakao, karet, rotan,

peternakan, perikanan, distribusi dan pemasaran;

 PembangunanTechnology Parkbidang pangan dan

maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi.

d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim

Usaha

a) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)

 Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan

karakteristik wilayah dan kompetitif, antara lain

fasilitas fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN

dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan

(39)

 Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan

kewenangan antara pusat, daerah, dan instansi terkait

kepada administrator kawasan-kawasan pertumbuhan;

 Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan

penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan

Investasi secara Elektronik (SPIPISE)bidang

perindustrian, perdagangan, pertanahan, penanaman

modal.

b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

 Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan

iklim investasi, diantaranya adalah PP Nomor147

Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan di KAPET;

 Membuat regulasi terkait dengan pembagian

kewenangan antara Kabupaten/Kota di pusat-pusat

pertumbuhan;

 Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan

lahan sebagai peruntukan investasi.

c) Kawasan Perhatian Investasi (KPI)

Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan

penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan

Investasi secara Elektronik (SPIPISE) bidang perindustrian,

peternakan, dan penanaman modal.

2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan

a. Pengembangan Kawasan Perkotaan

Arah kebijakan pengembangan perkotaan di Wilayah

Sulawesi diprioritaskan padapemerataan pembangunan dan

(40)

melalui penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) Berbasis

Kewilayahan di KSN Perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Nasional

(PKN) yaitu di KSN Perkotaan Mamminasata dan usulan

pembentukan 1 KSN Perkotaan baru yaitu KSN Bimindo (Bitung,

Minahasa Utara, Manado); melakukan optimalisasi di 4 kota

sedang sebagai buffer urbanisasi. Untuk itu, strategi

pembangunan perkotaan Wilayah Sulawesi tahun 2015-2019

adalah:

a) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN)

 Membentuk Kawasan Perkotaan Metropolitan untuk

membangun pusat pertumbuhan nasional di Sulawesi

Utara serta meningkatkan konektivitas antar wilayah

khususnya kemaritiman skala nasional dan

internasional dengan mengembangkan pelabuhan

Bitung;

 Meningkatkan aksesibilitas berbasis kepulauan antar

PKN, PKW, dan PKL disekitarnya melalui penyediaan

simpul transportasi terutama laut dan udara.

 Mengembangkan kegiatan industri pengolahan dalam

ini pada sektor perikanan dan perkebunan serta

pengembangan sektor pariwisata untuk

mengembangkan ekonomi dan meningkatkan

keterkaitan dengan desa-kota sekitar;

b) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP)

untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan

(41)

luar Jawa termasuk kawasan perbatasan, kepulauan, dan

pesisir.

 Mempercepat pemenuhan dan peningkatan pelayanan

sarana prasarana permukiman sesuai dengan tipologi,

peran, dan kondisi geografisnya.

 Meningkatkan aksesibilitas antar kota melalui

penyediaan sarana transportasi antarmoda terutama

transportasi udara dan laut untuk menghubungkan

antar pusat kegiatan di Pulau Sulawesi serta

mengembangankan transportasi terintegrasi dengan

kawasan perbatasan dan penerapan konsep TOD

(Transit Oriented Development) untuk kota besar dan

metropolitan;

 Menyediakan sarana prasarana ekonomi, khususnya di

sektor perdagangan dan jasa serta pariwisata yang

mampu mengakomodasi kegiatan koperasi, UMKM,

industri pengolahan kecil dan menengah;

 Meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan

sosial budaya melalui pengembangan sarana prasarana

dan tenaga terampil di bidang kesehatan, pendidikan,

dan sosial;

 Mengembangkankonsep insentif dan disinsentif dalam

pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP); dan

 Meningkatkan keamanan kota melalui pencegahan,

penyediaan fasilitas dan sistem penanganan

kriminalitas dan konflik, serta meningkatkan modal

(42)

c) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan

Adaptif terhadap Bencana.

 Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi

terhadap dampak perubahan iklim dan bencana (urban

resilience).

 Membangunan infrastruktur kota terkait dengan

adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan

iklim dan bencana;

 Pengembangandan menerapkan konsep kota hijau

melalui: green transportation, green openspace (ruang

terbuka hijau), green waste (pengelolaan sampah dan

limbah melalui 3R),green water(efisiensi pemanfaatan

dan pengelolaan air permukaan) dan green energy

(pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah

Lingkungan untuk pengurangan tingkat pencemaran di

darat, laut, dan udara, pemanfaatan energi alternatif

dan terbarukan, pemanfaatan daur ulang, serta

pengembangan kegiatan perekonomian kota (green

Economy) khususnya pada kota besar dan kota

metropolitan Sulawesi.

d) Perwujudan Kota Cerdas dan Berdaya Saing

 Mengembangkan sektor ekonomi kota dengan

membangun pencitraan kota (city branding) yang

berbasis pada produk unggulan, arsitektur perkotaan

(urban design), dan berdasarkan karakter sosial budaya

(43)

 Mengembangkan sektor pariwisata laut seperti Taman

Laut Bunaken;

 Menyediakan infrastruktur dan meningkatkan kualitas

pelayanan publik melalui penggunaan Teknologi

Informasi dan Telekomunikasi (TIK)pada sektor

pendidikan, kesehatan, permukiman, transportasi dan

kegiatan pemerintahan (e-government);

 Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk

membangun daya saing kota dengan menggunakan

potensi lokal.

 Meningkatkan jumlah tenaga kerja ahli dan terampil

melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan tinggi

dan pelatihan kejuruan (higher education and

vocational training); dan

 Meningkatkan efisiensi pasar melalui pengaturan jalur

distribusi logistik dan mengembangkankerjasama

ekonomi skala nasional dan internasional.

e) Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan

 Mewujudkan sistem, peraturan dan prosedur dalam

birokrasi kepemerintahan kota yang tanggap terhadap

kebutuhan masyarakat kota; Perwujudan sistem,

peraturan dan prosedur dalam birokrasi

kepemerintahan kota yang tanggap terhadap

kebutuhan masyarakat kota berkelanjutan;

 Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner

(44)

dan mengelola kota berkelanjutan\melalui pendidikan,

pelatihan dan pembinaan secara bersikenambungan;

 Menyederhanakanproses perijinan dan usaha bagi para

pelaku ekonomi termasuk pelayanan terpadu satu

pintu (PTSP);

 Membangun dan mengembangkankelembagaan dan

kerjasama pembangunan antar kota, untuk

mewujudkan kota berkelanjutan;

 Mengembangkan dan menyediakanpusat data

informasi perkotaan terpadu yang mudah diakses;

 Meningkatkan peran swasta, organisasi masyarakat,

dan organisasi profesi secara aktif, baik dalam forum

dialog perencanaan dengan pemerintah dan

masyarakat perkotaan, maupun dalam pembangunan

kota berkelanjutan, seperti: pembangunan

infrastruktur perkotaan maupun masukan terhadap

rencana tata ruang kota;

 Pengembangan lembaga bantuan teknis dan

pembiayaan infrastruktur perkotaan.

b. Pengembangan Kawasan Perdesaan

Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan

perdesaan di Wilayah Sulawesi adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa dan kualitashidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan

dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun

potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan

(45)

jumlah desa tertinggal sedikitnya 640 desa atau meningkatnya

jumlah desa mandiri sedikitnya 260 desa.Selain itu, membangun

keterkaitan ekonomi lokal antara perkotaan dan perdesaan

melalui integrasi kawasan perdesaan mandiri pada 9 kawasan

pertumbuhan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan

kawasan perdesan di Wilayah Sulawesi akan dilakukan:

a) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan

kondisi geografis Desa

 Meningkatkan kualitas sarana dan prasaranadasar bidang

pendidikan, khususnya sekolah dasar dan sekolah

menengah;

 Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana

kesehatan melalui penyediaan puskesmas yang

pelayanannya mencakup kawasan desa tertinggal dan

berkembang;

 Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana

perumahan, sanitasi (air limbah, persampahan, dan

drainase lingkungan) dan air minum di kawasan desa

tertinggal dan berkembang;

 Meningkatkan distribusi tenaga pendidik dan tenaga

kesehatan khususnya di desa-desa terpencil;

 Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana jalan dan

transportasi, baik darat, laut, maupun udara;

 Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan listrik

(tenaga surya, tenaga air, dll) dan jaringan telekomunikasi

(46)

 Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana

produksi (benih, pupuk, jaringan irigasi, revitalisasi

bendungan, armada perikanan, alat tangkap, bahan bakar,

sistem informasi nelayan), pasca panen, pengolahan, dan

pasar desa;

b) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha

ekonomi Desa

 Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah,

pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam

memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan

berbasis karakteristik desa;

 Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan

dalam pengembangan usaha berbasis lokal melalui

fasilitasi, pelatihan, pendampingan;

 Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan

melalui penyediaan lapangan usaha, dana bergulir, dan

jaminan sosial bagi masyarakat desa;

 Memberikan jaminan terhadap pasokan energi bagi

kegiatan ekonomi nelayan.

c) Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan

Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa

 Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan,

melalui fasilitasi dan pendampingan pengembangan

kewirausahaan;

 Menguatkan lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan

Referensi

Dokumen terkait

Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri minyak kelapa

Apabila dilihat dari lima kontruk kualitas belanja daerah, hampir semua kontruk belanja daerah Kabupaten Serang masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi setiap

IoT adalah teknologi yang memungkinkan sebuah perangkat terhubung ke jaringan internet untuk dimonitor atau dikendalikan dari jarak jauh oleh pengguna. Teknologi ini

Mazhab Syafi’i, Hambali, dan para Ulama mazhab lainnya sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana mengatakan bahwa batas wasiat seseorang yang

Dari tabel diatas dapat dilihat dalam memanfaatkan lahan pekarangan melalui tanaman TOGA (Tanaman Obat Keluarga) terdapat 3 kegiatan yaitu Pendidikan dan Kampanye

Observasi yang dilakukan meliputi mengamati tingkah laku anak dalam membeli buku yang mereka sukai sehingga dari situ bisa diketahui jenis ilustrasi serta interaktif seperti

Simpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kadar kortisol pada kedua kelompok yang diberi obat analgetik ketorolak ataupun kelompok yang diberi

Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat