• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Kajian: PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN DI KAWASAN PERDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Judul Kajian: PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN DI KAWASAN PERDESAAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Judul Kajian:

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN DI KAWASAN PERDESAAN Nama Unit Pelaksana:

Direktorat Permukiman dan Perumahan Email : basah_hernowo@bappenas.go.id

Abstrak

Studi pengembangan sumber daya lahan bertujuan untuk mencari strategi dan program dalam menangani masalah-masalah yang timbul di daerah rawan kekeringan, terutama di daerah lahan kering wilayah pedesaan, baik dari aspek sumber daya lahan maupun sumber daya masyarakatnya.

Data yang digunakan dalam kegiatan studi ini adalah data sekunder skala nasional maupun regional yang tersedia dan kasus-kasus contoh yang terjadi dan berhubungan erat dengan pertanian, sumber daya lahan, daerah lahan kering dan wilayah pedesaan dari segi fisik maupun sosial ekonomi.

Dalam studi kajian ini digunakan pendekatan analisis deskriptif dimana data yang didapatkan kemudian dianalisis dan ditabulasi untuk mendukung deskripsi kajian, sehingga menghasilkan sintesis kajian dan keluaran strategi yang tepat.

Kesimpulan dari kajian ini pada dasarnya adalah bahwa usaha pengembangan sumberdaya lahan di kawasan pedesaan, dilakukan melalui aspek fisik dan sosial ekonomi. Aspek Fisik berupa konservasi lahan, konservasi dan pengelolaan air , serta diversifikasi usahatani. Sementara itu, aspek sosial ekonomi dilakukan melalui; diversifikasi usaha rumah tangga dan peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan.

Sedangkan rekomendasi dari kajian ini adalah perlunya dilakukan langkah-langkah dalam bidang: (a) Konservasi lahan, (b) Konservasi dan pengeloaan air, (c) Diversifikasi usahatani, (d) Diversifikasi usaha rumah tangga petani, (e) Peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan, (f) Pengembangan peraturan perundangan

Latar Belakang

Pengembangan sumber daya lahan merupakan konsekuensi dari usaha untuk mempertahankan kemampuan lahan dalam mendukung produktifitas tanaman. Kondisi tersebut erat kaitannya dengan dua hal penting, yaitu; produktifitas lahan dan produktifitas petani. Potensi produktivitas apabila dikelola dengan pola yang tepat, dan sebaliknya usaha kelola pertanian/usahatani akan memperoleh optimalisasi hasil, apabila didukung oleh kondisi lahan yang potensial.

Faktor eksternal lingkungan yang merupakan gejala alam yang sulit diatasi, sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan proses produksi pertanian. Gejala umum yang sering terjadi dan menjadi kendala dalam produksi pertanian adalah terjadinya kemarau panjang atau kekeringan. Daerah yang relatif sering mengalami kekeringan adalah wilayah timur Indonesia (terutama NTT dan NTB). Selain itu, penggunaan lahan secara terus menerus, tanpa memperhatikan kebutuhan dan kemampuan lahan tersebut akan mengakibatkan semakin kurusnya/marjinalnya tanah tersebut.

(2)

Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya, pada saat ini cenderung semakin menurun, akibat dari dampak krisis ekonomi yang hingga kini masih dirasakan, sehingga pembiayaan bagi penyediaan sarana produksi dan proses produksi semakin menurun, dan selanjutnya menjadikan produktifitas padi semakin menurun dan akan mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan petani. Petani dan Masyarakat pedesaan yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia adalah golongan yang paling berkompeten untuk segera mendapatkan perhatian dan dukungan dari seluruh pihak, terutama melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi produktifitas pertanian, agar memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya.

Tujuan Studi

Tujuan umum dari kajian ini adalah mencari strategi dan program dalam menangani masalah-masalah yang timbul di daerah rawan kekeringan, terutama di daerah lahan kering wilayah pedesaan, baik dari aspek sumber daya lahan maupun sumber daya masyarakatnya.

Tujuan khusus dari kajian ini, adalah: 1) Mencari pola penanganan masalah fisik lahan rawan kekeringan, terutama daerah lahan kering di kawasan pedesaan dan 2) Mencari alternatif penanganan masalah, baik sosial maupun ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan di lahan rawan kekeringan, terutama daerah lahan kering.

Sasaran yang ingin dicapai dalam kajian ini, adalah: 1) Meningkatkan produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap kekeringan di kawasan pedesaan, 2) Menekan serendah mungkin pengaruh negatif penurunan produktifitas lahan di kawasan pedesaan, 3) Mengurangi semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan, terutama di daerah lahan kering.

Ruang Lingkup Studi

Studi Kajian Pengembangan Sumber Daya Lahan di Kawasan Perdesaan dilakukan melalui analisis deskriptif dengan menganalisis data-data sekunder skala nasional maupun regional yang tersedia dan analisis kasus-kasus contoh yang terjadi dan berhubungan erat dengan pertanian, sumber daya lahan, daerah lahan kering dan wilayah pedesaan, dari segi fisik maupun social ekonomi. Data sumber yang digunakan bersumber dari data-data jadi/resmi beberapa instansi, literature resmi dan beberapa tulisan resmi hasil studi/kajian yang berhubungan dengan kajian ini dari beberapa instansi/lembaga. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dan ditabulasi untuk mendukung deskripsi kajian, sehingga menghasilkan sistesis kajian dan keluaran strategi yang tepat.

Permasalahan

Secara umum permasalahan dalam pengembangan sumber daya lahan di kawasan perdesaan adalah:

1. Rendahnya produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap kekeringan di kawasan perdesaan

2. Tingginya pengaruh negative penurunan produktifitas lahan di kawasan perdesaan

3. Semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan terutama di daerah lahan kering

(3)

Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis dapat digambarkan dalam diagram berikut:

SKALA LOKAL DAN REGIONAL SKALA NASI

i potens STRATEGI Konservasi Lahan dan Air Diversifikas i Usahatani Diversifikas i Usaha Rumah KELUAR ALTERNA MASAL AH KENDALA Iklim Pengelolaan Lahan di i POTENSI Fisik Lahan Sosial, Ek i PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran

Hasil pengumpulan Data

1. Kondisi Umum Pedesaan Dan Sumber Daya Pertanian

Secara administratif, hingga tahun 2001, wilayah pedesaan mencapai 78,6% dari seluruh wilayah Indonesia. Dalam skala nasional, pekerjaan utama terbesar penduduk Indonesia, yaitu sebesar 43,2%, bekerja di bidang pertanian, yang merupakan frekuensi terbanyak dibandingkan pekerjaan di bidang lainnya. Keadaan ini menunjukkan, bahwa sektor pertanian, terutama di wilayah pedesaan, masih memegang peranan penting bagi kontribusi perekonomian regional maupun nasional. Petani memiliki posisi yang penting sebagai salahsatu subjek pelaku ekonomi dalam tatanan lokal, regional bahkan nasional.

Beberapa faktor yang saling berkaitan dalam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan atau petani umumnya, faktor-faktor tersebut adalah; Ketidak berdayaan

(4)

(Isolation) dan Rentan (Vulnerability). Faktor-faktor tersebut menjadikan masyarakat pedesaan memiliki tingkat Kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat perkotaan (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan Penduduk miskin

Kota (Juta Jawa) Penduduk miskin Desa (Juta Jawa) Kelompok Pulau 1996 1999 1996 1999 Sumatera 1,5 2,6 4,8 6,0 Jawa+Bali 6,8 11,3 12,5 17,5 Kalimantan 0,2 0,3 1,4 1,9 Sulawesi 0,5 0,7 2,1 2,3 Irian+NTB+Pulau lainnya 0,5 0,7 4,2 5,0 JUMLAH 9,5 15,6 25,0 32,7

Sumber: BPS (2000) yang diolah

Peningkatan jumlah penduduk miskin mencapai 6,1% di wilayah perkotaan dan 7,7% di wilayah pedesaan. Peningkatan tersebut lebih terkonsentrasi di wilayah pedesaan Jawa dan Bali, hal ini salahsatunya disebabkan oleh adanya ketersediaan sumber-sumber produksi pangan di wilayah pedesaan, sedangkan untuk wilayah Jawa dan Bali, ketergantungan terhadap ketersediaan sumber-sumber pangan relatif lebih tinggi.

Keadaan iklim dan lingkungan menjadi salahsatu faktor penting dalam pengembangan wilayah pedesaan di samping jenis tanah yang dikandungnya. Daerah Indonesia bagian Tenggara yang cenderung beriklim kering, kurang potensial bagi tumbuhan tanaman pangan dibandingkan dengan Indonesia bagian Barat. Ditinjau dari Potensi curah hujan tahunan regional di kawasan Indonesia yang berkisar antara 2000-3000 mm, kawasan Barat Indonesia memberikan prospek yang lebih baik karena hujan turun hampir sepanjang tahun walaupun dalam jumlah yang bervariasi.

Pemanfaatan lahan dalam sektor pertanian yang paling luas diperuntukkan bagi Tanaman Pangan, berupa; Sawah dan Kebun/Tegalan (15,57% dan 21,29%). Pemanfaatan lahan yang paling sedikit diperuntukkan bagi sub-sektor perikanan, berupa kolam dan tambak (1,17%). Lahan sawah dengan pola pengairan irigasi teknis dan semi-teknis sebagian besar terdapat di Pulau Jawa (Bali) dan sebagian Sumatera dan Sulawesi. Daerah sawah merupakan andalan utama bagi supply pangan secara nasional. Produksi yang relatif tinggi dibandingkan tipe lahan lainnya, menjadi alasan mengapa jenis lahan tersebut menjadi andalan produksi beras nasional (Tabel 2).

(5)

Tabel 2. Produksi rata-rata Padi berdasarkan Tipe Lahan Produksi (Ton)

Padi Sawah Padi Ladang

Pulau 1999 2000 1999 2000 Jawa 26 914 532 28 161 252 1 008 738 999 034 Sumatera 10 957 594 10 797 520 858 457 880 700 Kalimantan 2 628 038 2 484 430 438 514 456 319 Sulawesi 5 099 102 4 449 671 125 497 79 252 Bali,NTB,NTT 2 500 381 2 536 786 204 751 227 828 Maluku,Irian 101 489 81 434 29 294 25 186 Sumber: BPS (2000)

Perbedaan produktivitas padi pada dua tipe lahan tersebut, pada dasarnya disebabkan selain ketersediaan air yang terbatas, kesuburan lahan/tanah sangat mempengaruhi tempat padi tersebut tumbuh. Lahan sawah relatif lebih subur dalam mendukung pertumbuhan tanaman padi dan produktifitasnya.

2. Pertanian Lahan Kering

Lahan kering sebagai salahsatu tipologi lahan usahatani yang diusahakan oleh petani, secara umum memiliki beberapa tipikal yang berubungan dengan ketersediaan air bagi tanaman, antara lain; 1) memiliki sumber daya air yang terbatas, 2) mengandalkan pada air hujan dan 3) memiliki air tanah yang relatif dalam dan 4) hilangnya air yang relatif cepat (fast-drain). Keterbatasan sumber air tersebut menjadikan daerah pertanian lahan kering sangat rawan terhadap kekeringan.

Keberadaan lahan kering menjadi areal sumber produksi pertanian secara umum, di dalam peruntukkannya telah dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah tersebut, pada dasarnya mendukung pembudidayaan tanaman di daerah lahan kering, dengan memperhatikan kepada; 1) meningkatkan produktifitas tanaman, 2) meningkatkan fungsi perlindung-an/pelestarian lahan, 3) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan 4) memperluas/menciptakan kesempatan kerja. Pada pertanian lahan kering, kondisi yang merugikan tersebut, akan semakin menjadikan marjinalnya lahan tersebut, dan mengakibatkan lahan menjadi kritis, yang sebagian besar terdapat di luar Jawa (Tabel 3).

(6)

Tabel 3. Luas Lahan Kritis di Luar Kehutanan Pulau Luas lahan kritis

(Ha) Jawa 1 699 682 Sumatera 4 352 999 Kalimantan 1 610 680 Sulawesi 948 213 Maluku,Irian 2 234 469 Bali,NTB,NTT 1 610 680 JUMLAH 12 456 723 Sumber: BPS (2000)

Kondisi tanah di daerah lahan kering yang relatif lebih rentan terhadap penurunan produktifitas, menjadi permasalahan bagi para petaninya. Ekonomi keluarga petani subsisten di lahan kering, menjadi lebih beresiko dengan keadaan fisik tanahnya.

Analisis Data

Faktor Ekternal dan Faktor internal lahan mempengaruhi produktifitasnya. Beberapa faktor internal yang menjadi permasalahan pada daerah lahan kering, adalah; a) Kandungan unsur hara, (terutama unsur N) keberadaannya sangat minim. Pemupukan dengan N sintetis yang kurang berimbang, menjadikan mudah hilangnya nitrogen melalui proses denitrifikasi, b) Ketersediaan air, baik air permukaan maupun air tanah, di daerah lahan kering umumnya sangat terbatas dan c) Serangan hama dan penyakit tanaman, dalam intensitas yang melebihi ambang toleransi serangan, mengakibatkan menurunnya produktifitas tanaman.

Adapun faktor eksternal yang menjadi permasalahan di daerah lahan kering, adalah:

a) Intensitas curah hujan relatif sangat sedikit, sehingga mempengaruhi supply air kepada lahan dan tanaman, sehingga produktifitas tanaman yang tidak optimal.

b) Pemilihan benih tanaman (padi) umumnya tanpa melihat mutu benih dan deskripsinya. c) Pola pemupukan yang umumnya dilakukan petani adalah dengan menggunakan pupuk

sintetis dengan dosis yang belum tepat, sehingga efektifitas pupuk terhadap pertumbuhan tanaman belum tercapai.

d) Pengendalian penyakit yang dilakukan petani, menggunakan pestisida sintetis dengan dosis yang tidak tepat, sehingga efektifitasnya tidak tercapai dan sering menimbulkan immunitas pada hama dan penyakit tanaman.

e) Pola tanam yang dialkukan umumnya monokultur, hal ini mengakibatkan adanya ketergantungan hanya pada satu komoditas pertanian saja.

Beberapa potensi yang dimiliki petani dan daerah lahan kering, menjadi penting dalam menghadapi kendala-kendala yang ada, serta dalam usaha mengembangkan pertanian di daerah lahan kering. Beberapa potensi tersebut, yaitu;

(7)

a) Areal lahan yang belum dimanfaatkan masih luas (7.577.909 Ha),

b) Lahan kering selain dapat ditanami untuk tanaman pangan, palawija dan sebagian hortikultura, cocok untuk tanaman pakan ternak (rumput-rumputan dan Leguminosae), dalam usaha mengembangkan usahaternak bagi petani,

c) Produktifitas lahan kering, masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan, melalui pengelolaan lahan yang tepat, potensi optimal tersebut masih dapat dicapai.

Selain potensi fisik yang dimiliki, potensi sosial, ekonomi dan kelembagaan di tingkat lokal, regional maupun nasional, dapat memberikan kontribusi dalam menghadapi kendala-kendala yang ada. Potensi tersebut, yaitu;

a) Pasar komoditas produk pertanian, baik tanaman pangan (Padi) maupun tanaman palawija dan hortikultura, masih sangat luas. Di samping untuk memenuhi kebutuhan lokal, regional maupun nasional, potensi peningkatan produksi beras dilakukan juga untuk mengurangi impor beras,

b) Motivasi petani relatif tinggi dalam usaha mengembangkan usahatani, terutama di daerah lahan kering,

c) Adanya dukungan pihak pemerintah berupa kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah dan beberapa program bantuan, dapat merangsang usaha petani dalam meningkatkan usahataninya,

d) Terdapat lembaga pendukung pengembangan pertanian, seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), yang banyak membantu petani dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani,

e) Terdapat lembaga sosial tradisional, seperti kelompok tani, kelompok pengajian dan kelompok arisan, yang relatif telah memiliki pola pemikiran yang sama. Kesamaan dalam pola pemikiran, merupakan salahsatu modal dalam mengembangkan usahatani, yang beberapa unit pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama (kolektif).

Kesimpulan dan rekomendasi

Usaha pengembangan sumberdaya lahan di kawasan pedesaan, dilakukan melalui aspek fisik dan sosial ekonomi. Aspek Fisik berupa konservasi lahan, konservasi dn pengelolaan air , serta diversifikasi usahatani. Sementara itu, aspek sosial ekonomi dilakukan melalui; diversifikasi usaha rumah tangga dan peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan.

Konservasi lahan dilakukan melalui; a) Pengolahan lahan dilakukan bersamaan dengan terjadinya penambahan bahan organik, b) Pemupukan yang dilakukan sebaiknya merupakan kombinasi pupuk sintesis dan organik, dan dalam jangka panjang diusahakan untuk sepenuhnya menggunakan pupuk organik, karena memiliki beberapa keuntungan, c) Selain penggunaan pupuk organik, digunakan Pupuk Hayati secara bertahap yang bersumber antara lain dari; Rhizobium, Azotobacter, Ganggang Biru dan Azollae, d) Pemilihan Benih yang sesuai dengan kondisi setempat dan berumur genjah (cepat panen), serta e) Pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan mulai menggunakan predator alami hama tanaman.

(8)

tersebut berfungsi juga sebagai sumber pakan ternak yang baik dan sebagai sumber pembuatan kompos, b) Pengembangan sumber-sumber air tanah maupun sungai dengan pengeboran sumur-sumur gali dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat, serta penataan kembali saluran-saluran irigasi sekunder maupun tersier.

Diversifikasi usahatani merupakan penganeka ragaman penanaman tanaman dalam satu lahan. Diversifikasi dapat dilakukan dengan memadukan antar sub-sektor pertanian, dengan pola a) Pertanaman Campuran; yaitu dengan penanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam petak dan waktu yang bersamaan, b) Pertanaman Baris; yaitu dengan penanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam petak dalam larikan-larikan, dan dalam waktu yang bersamaan, c) Pertanaman Tumpangsari Bergilir; yaitu dengan penanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam satu musim tanam, dan dalam bulan/musim yang berbeda, d) Pertanaman Tumpang Gilir; yaitu dengan penanaman lebih dari satu jenis tanaman, namun satu jenis tanaman ditanam dalam musim/bulan yang sama dan yang lainnya pada musim/bulan yang berbeda pada masa tanaman utama yang sama.

Pola diversifikasi lain yang dapat dilakukan adalah antar sub-sektor pertanian. Pola tanaman pangan-peternakan, merupakan pola yang dapat dilakukan di daerah lahan kering. Sumber ternak yang dimanfaatkan, terutama adalah kotoran ternak dari ternak; Sapi, Kambing/Domba atau Ayam. Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik bagi tanah/tanaman di petak usahatani. Sementara itu, sisa panen padi, seperti jerami dan daun kacang-kacangan sebaliknya dapat dimanfaatkan bagi ternak.

Diversifikasi usaha rumah tangga petani yang dilakukan dapat bersumber dari kegiatan di luar pertanian (non-farm). Dalam mencari dan mengembangkan kegiatan non-farm, perlu diperhatikan dan dipertimbangkan beberapa hal, yaitu; ketersediaan sumber bahan baku, memiliki pasar yang masih luas, Harga jual yang relatif tinggi dan stabil, tidak merusak dan mencemari lingkungan (destruktif), melibatkan dan menyerap banyak tenaga kerja dan dilakukan secara berkelompok dan sederhana dalam prakteknya. Kegiatan usaha tersebut dapat berupa; kerajinan tangan, budidaya tawon madu, pembuatan minyak nilam dan kegiatan lainnya yang menunjang ekonomi rumah tangga petani.

Peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan dapat berupa pengembangan Lembaga sosial, seperti; Kelompok tani atau kelompok pengajian, sedangkan lembaga ekonomi, seperti; Koperasi atau Usaha Bersama (UB) dengan pola yang sederhana.

Peningkatan aktifitas dan dinamika petani dalam usahataninya melalui kelembagaan, lebih mengarah kepada pengembangan lembaga yang paling banyak dimanfaatkan oleh petani, yaitu; Kelompok Tani (KT). Melalui kelompok tani, para petani sebagian besar mendapatkan informasi mengenai pertanian, yang bersumber utama dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan tersebar melalui sesama petani. Hal ini disebabkan minimnya akses petani terhadap media massa, karena keterbatasan waktu, biaya dan ketersediaan media massa tersebut. Program pengembangan kelembagaan pertanian di perdesaan dapat dilakukan melalui:

• Menginventarisasi dan mengidentifikasi lembaga social dan ekonomi formal maupun non-formal di Pedesaan

• Meningkatkan peran lembaga yang belum aktif.

• Menuntukan satu forum komunikasi dan menentukan lembaga koordinator operasional.

• Mengembangkan forum komunikasi di perdesaan

(9)

Pengembangan peraturan perundangan dapat berupa (1) penyempurnaan dan penyusunan peraturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) mendorong peningkatan produktivitas dan pemeliharaan tanah oleh pemilik tanah dengan pelibatan masyarakat; (3) mengkaji kembali seluruh produk hukum dan membuat peraturan pengendalian sumberdaya lahan yang strategis seperti lahan-lahan pertanian beririgasi teknis, lahan penyangga sumber daya air, dan lahan-lahan yang berfungsi sebagai kawasan lindung.

Gambar

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan  Penduduk miskin
Tabel 3. Luas Lahan Kritis di Luar Kehutanan  Pulau  Luas lahan kritis

Referensi

Dokumen terkait

baik dalam keadaan hidup atau mati akan mengakibatkan perubahan histopatologi pada usus mencit jika diinokulasikan secara oral yang nantinya hasil penelitian ini akan membuktikan

Dari data yang telah didapat dan diasumsikan agar data tersebut bisa diolah, maka data tersebut perlu diubah menjadi data yang dapat dibaca pada grafik untuk

Salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan di lahan pasang surut untuk budidaya tanaman padi atau jagung adalah pengelolaan air pada jaringan tata air mikro

Perubahan bagi Smelser adalah berkisar ada proses tersendiri, proses itu sama halnya sebagaimana unit-unit sosial yang khusus beronotomi itu dibentuk (Long, 1987:162).

Dari pendapat-pendapat para pakar ekonomi tentang definisi harga tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga adalah elemen dalam bauran pemasaran yang tidak

Pada perlakuan A3: kompos pada minggu ke-2 berwarna hitam dan pada minggu ke-4 kompos masih tetap berwarna coklat sangat tua dan begitu pula pada minggu ke-6, pada minggu ke-8

Tim penguji ujian akhir disertasi terdiri dari delapan orang yaitu: Pimpinan sidang (Direktur/Wadir 1/Wadir 2/ KPS) yang ditunjuk untuk mewakili), Promotor (satu orang)

Tujuan: Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan pepsin pada penderita refluks laringofaring yang didiagnosis berdasarkan refluks symptom index (RSI) dan