• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN POTENSI KEWIRAUSAHAAN SANTRI (Studi Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir Kota Salatiga) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA ASUH DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN POTENSI KEWIRAUSAHAAN SANTRI (Studi Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir Kota Salatiga) SKRIPSI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH DI PONDOK PESANTREN

DALAM MENGEMBANGKAN POTENSI

KEWIRAUSAHAAN SANTRI

(Studi Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit,

Kecamatan Tingkir Kota Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

AFIF HUSEIN

NIM 11114077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

MOTTO

“PEKERJAANKU MERUPAKAN AMALAN DARI ILMUKU”

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tua (Rifa’i dan Fadhilah) yang senantiasa memberikan semua

dukungan materi maupun non materi, dan senantiasa memberikan doa yang

terbaik untuk anak-anaknya.

Saudaraku (Andhika Preatama) yang selalu mengingatkanku akan sebuah

tanggungjawab dalam mendidik adik-adiknya.

Abah dan Ummah (K. Roikhudin Mahbub dan ) yang selalu membimbing

dan mengarahkan di perantauan.

Keluarga besar Pondok Pesantren Ittihadul Asna yang telah banyak

memberikan ilmu dan pengalamanya terutama dibidang agama.

Keluarga besar Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi dan Brigsus

Nagasandhi IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan ilmu dan

pengalamanya dalam berorganisasi.

Orang tersayang (Esti Makrufah) yang setia menemani dan motivasi dalam

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dalam meneliti dan menyusun

skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya kelak di Yaumul

Akhir.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang

diterima dari berbagai pihak, baik berupa material maupun spiritual. Dengan

berakhirnya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga.

4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang

senantiasa membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Dr. Sa’adi, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam proses nimbingan akademik

(9)

viii

6. Seluruh Dosen dan Staf IAIN Salatiga yang telah membantu proses

penyusunan skripsi.

7. Bapak, ibu, keluarga dan teman-teman yang telah berkontribusi selama masa

studi.

8. Keluarga besar Pondok Pesantren Ittihadul Asna yang telah memberikan

banyak ilmu dan pengalaman serta tempat untuk menempa diri dalam bidang

agama.

9. Keluarga besar Racana Kusuma Dilaga – Woro Srikandhi dan Brigsus Nagasandhi IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak ilmu dan

pengalaman serta tempat untuk menempa diri dalam berorganisasi.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan

balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Saran dan kritik

yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 5 Maret 2018

(10)

ix ABSTRAK

Husein Afif. 2018. Pola Asuh di Pondok Pesantren Dalam Mengembangkan Potensi Kewirausahaan Santri (Studi Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga). Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Insitut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Pola Asuh Kewirausahaan Santri

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pola asuh di Pondok Pesantren Ittihadul Asna dalam mengembangkan potensi kewirausahaan santri. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana pola asuh pondok pesantren dalam mengembangkan potensi kewirausahan santri di Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?, (2) apa faktor pendukung dan penghambat dari pola asuh pondok pesantren dalam mengembangkan potensi kewirausahan santri di Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?.

Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer yaitu hasil wawancara kepada santri yang berwirausaha, dan sumber sekunder yang dapat berupa foto-foto peralatan/fasilitas santrri dalam berwirausaha, dan struktur pengurus. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengadakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAM JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

E.Ruang Lingkup Penelitian ... 5

F.Penegasan Istilah ... 6

G.Metode Penelitian ... 8

H.Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Pola Asuh ... 16

1.Pengertian Pola Asuh ... 16

2.Macam-macam Pola Asuh ... 17

3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua ... 20

4.Pola Asuh Orang Tua Menurut Perspektif Islam ... 22

5.Pondok Pesantren ... 27

6.Pengertian Pondok Pesantren ... 27

7.Unsur-unsur Pondok Pesantren ... 29

8.Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ... 36

(12)

xi

10.Pengertian Kewirausahaan ... 38

11.Karakteristik Kewirausahaan ... 40

12.Sifat-sifat Wirausaha Muslim ... 41

BAB III PROFIL TEMPAT PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN A.Profil Tempat Penelitian 1.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Ittihadul Asna ... 45

2.Visi dan Misi Pondok Pesantren Ittihadul Asna ... 47

3.Kegiatan dalam Pondok Pesantren Ittihadul Asna ... 47

4.Struktur Organisasi Pondok Pesantren Ittihadul Asna ... 48

B.Metode Penelitian ... 49

1.Pendekatan dan jenis penelitian ... 49

2.Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.Teknik Analisi Data ... 52

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan dalam

mengembangkan potensi peserta didik guna memiliki kepribadian, akhlak

yang baik, kecerdasan, serta keterampilan yang ada pada peserta didik

yang diperlukan dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam

dimana di dalamnya terjadi interaksi atau komunikasi antara kiai dan

ustadz sebagai guru, dan santri sebagai murid yang bertempat di masjid,

halaman pondok, atau di rumah-rumah untuk mengaji dan membahas

buku-buku agama karya ulama masa lalu.

Pada umumnya pondok pesantren didirikan oleh para ulama secara

mandiri, sebagai tanggungjawab ketaatan terhadap Allah Swt. Untuk

mengajarkan, mengamalkan dan mendakwahkan ajaran-ajaran agamanya.

Kurikulum dalam pesantren beragam, tetapi terdapat kesamaan fungsi

pendidikan dalam pesantren, yaitu pondok pesantren sebagai pusat

pendidikan dan pendalaman ilmu-ilmu agama khususnya dan ilmu

pengetahuan yang lain pada umumnya.

Mengingat pendirian dan pengolahan pendidikan pesantren

dilakukan secara mandiri dan penuh keikhlasan para ulama, masyarakat

dan pendukungnya, maka di kalangan santripun tumbuh pula jiwa

(14)

2

perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

pondok pesantren juga terus berbenah diri dan meningkatkan kualitas

pendidikannya, baik dalam materi/kurikulumnya, maupun metode

pembelajarannya.

Pola asuh merupakan cara, model dalam mendidik, mendampingi,

membimbing anak dengan tujuan mengubah perilaku, pengetahuan,

keterampilan, serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat dan benar agar

anak tersebut mandiri, tumbuh, dan berkembang secara sehat dan optimal.

Wirausaha merupakan sebuah usaha yang dilakukan seseorang

dengan memanfaatkan ilmu dan keterampilan yang dimiliki seseorang

guna menciptakan, mengkolaborasikan serta mengembangkan

keterampilan yang dimiliki guna menghasilakan sebuah produk guna

mendapatkan penghasilan yang diinginkan.

Pondok Pesantren Ittihadul Asna merupakan suatu lembaga

pendidikan agama yang berbasis salafi modern. Artinya santri yang belajar

di dalam pondok tidak hanya belajar kitab kuning saja yang identik dengan

pondok salafi, tetapi para santri juga mengenyam pendidikan di sekolah.

Didalam pondok ini juga terdapat banyak santri yang hanya mengikuti

kegiatan mengaji saja, tidak mengenyam pendidikan sekolah seperti

kebanyakan santri yang lain. Santri yang tidak sekolah, aktivitas

keseharian setiap pagi sampai sore hari tidur ataupun melakukan hal yang

kurang berguna dalam masa depanya, mereka hanya mengikuti pendidikan

(15)

3

Dalam hal ini pengasuh pondok pesantren berusaha menerapkan

pola asuh kepada santrinya agar memanfaatkan segala waktu yang tersedia

dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Salah satunya yaitu dengan

mengajari para santriuntuk berwirausaha dalam mempersiapkan diri

menghadapi masa depan ketika kembali kemasyarakat dan dalam

menghidupi keluarga.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

secara mendalam tentang “POLA ASUH DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN POTENSI KEWIRAUSAHAAN SANTRI (Studi Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kec. Tingkir Kota Salatiga)”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat

dikemukakan suatu fokus penelitian dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola asuh pengasuh pondok pesantren dalam

mengembangkan potensi kewirausahaan santri di Pondok Pesantren

Ittihadul Asna Klumpit, Kec. Tingkir Kota Salatiga?

2. Apa faktor yang mendukung dan menghambat dari pola

asuhAuthoratitative pengasuh pondok pesantren dalam

mengembangkan potensi kewirausahaan santri di Pondok Pesantren

(16)

4 C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian pasti memiliki arah dan tujuan yang ditargetkan.

Tanpa tujuan, maka penelitian yang dilakukan tidak memberikan manfaat

dan penyelesaian dari penelitian yang dilakukan. Adapun tujuan utama

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola asuh pengasuh pondok pesantren dalam

mengembangkan potensi kewirausahaan santri di Pondok Pesantren

Ittihadul Asna Klumpit, Kec. Tingkir Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dari pola

asuh Authoratitativepengasuh pondok pesantren dalam

mengembangkan potensi berwirausaha santri di pondok pesantren

Ittihadul Asna Klumpit, Kec. Tingkir Kota Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tidaklah berarti jika tidak memiliki manfaat yang

dapat diperoleh, oleh karena itu penelitian dikatakan berharga apabila

memiliki manfaat yang dapat diperoleh baik secara teoritis maupun

praktis. Adapun manfaat penelitian ini secara terperinci adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai

sarana memperluas khazanah pengetahuan tentang pendidikan

berwirausaha pada umumnya dan pola asuh pengasuh pondok

(17)

5 2. Manfaat Praktis

a. Bagi pondok pesantren khususnya santri, untuk dapat memberikan

gambaran, pemahaman dan masukan bagi pengasuh pondok

pesantren agar dalam mendidik/mengasuh santri tidak hanya

dalam hal agama, tetapi juga dalam berwirausaha agar para santri

punya ketrampilan/usaha ketika besok sudah kembali

kemasyarakat asalnya.

b. Bagi peneliti, untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan

tentang pola asuh pengasuh pondok pesantren terhadap santri dan

bekal peneliti dalam dunia kewirausahaan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mempermudah penulisan laporan skripsi ini serta lebih

terarah dan berjalan dengan baik, maka perlu kiranya dibuat suatu batasan

masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam

laporan penulisan skripsi ini adalah :

1. Peneliti hanya meneliti santri Pondok Pesantren Ittihadul Asna

Klumpit, Kec. Tingkir Kota Salatiga.

2. Peneliti hanya mengakses aktivitas santri yang berkaitan dengan

berwirausaha santri Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit, Kec.

Tingkir Kota Salatiga.

3. Aktivitas yang diteliti adalah bagaimana usaha santri dalam

mengembangkan potensi berwirausaha yang telah diarahkan pengasuh

(18)

6 F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada

judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara

lain adalah:

1. Pola Asuh

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus

besar bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja,

bentuk (struktur) yang tetap (Depdikbud, 1988:54). Sedangkan kata

asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,

membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan memimpin

(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga

(Depdikbud, 1988:692). Jadi pola asuh merupakan suatu keseluruhan

model mendidik anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan,

nilai-nilai yang dianggap paling tepat agar anak dapat mandiri,

tumbuh, dan berkrembang secara sehat dan optimal.

2. Pondok Pesantren

Secara etimologis, pondok pesantren adalah gabungan dari pondok

dan pesantren. Pondok, berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti

hotel, yang dalam pesantren Indonesia lebih disamakan dengan

lingkungan padepokan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar

sebagai asrama bagi para santri. Lembaga Research Islam (Pondok

Pesantren Luhur)mendefinisikan pesantren adalah suatu tempat yang

(19)

7

islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Mujamil,

2005:2). Jadi, pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan

islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan

sistem asrama, dimana santri-santri menerima pendidikan agama

melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada

dibawah seorang kiai atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas

yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Arifin,

1991:240)

3. Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah suatu kemampuan menciptakan kegiatan

usaha. Kemampuan menciptakan dan memerlukan adanya kreativitas

dan inovasi dari yang sudah ada sebelumnya. Kemampuan

berwirausaha yang kreatif dan inovatif dapat dijadikan dasar, kiat, dan

sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses (Suryana, 2006:2)

4. Santri

Istilah “santri” mempunyai dua konotasi atau pengertian, pertama:

dikonotasikan dengan orang-orang yang taat menjalankan dan

melaksanakan perintah agama Islam," atau dalam terminologi lain

sering disebut “muslim ortodoks”. Istilah “santri” dibedakan secara

kontras dengan kelompok abangan, yakni orang-orang yang lebih

dipengaruhi oleh nilai budaya jawa pra Islam, khususnya

nilai-nilai yang berasal dari mistisisme hindu dan budha (Raharjo, 1986:37).

(20)

8

dilembaga pendidikan pesantren. Keduanya jelas berbeda, tetapi jelas

pula kesamaannya, yakni sama-sama taat dalam menjalankan syariat

Islam (Bawani, 1993:93).

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif ini

dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi dilapangan,

mencatat secara hati-hati, melakukan analisis reflektif terhadap

berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan, dan membuat laporan

penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2011:14). Oleh karena itu

peneliti akan terjun langsung kelapangan dengan mencatat serta

menganalisis data yang ditemukan secara mendetail dan dijadikan

sebuah laporan yang ditemukan di Pondok Pesantren Ittihadul Asna

guna memperoleh data yang valid tentang pola asuh kiai dalam

mengembangkan potensi kewirausahaan santri.

Bogdan taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

(Moloeng, 2011:3). Maka dari itu peneliti tidak hanya terjun

kelapangan melihat apa yang terjadi di lapangan, tetapi juga

melakukan wawancara dan mengamati hal-hal yang diteliti dalam

(21)

9

mengembangkan potensi kewirausahaan santri Pondok Pesantren

Ittihadul Asna.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti memilih lokasi penelitian di Pondok Pesantren Ittihadul

Asna Klumpit, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Alasan peneliti

memilih lokasi tersebut karena pondok Ittihadul Asna memiliki

karakteristik berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya di

Salatiga yaitu banyak santri yang diberi kebebasan untuk

mengembangkan potensinya dalam berwirausaha baik di dalam

pondok maupun di luar pondok. Selain itu pola asuh kiai yang sangat

karismatik dan menyatu dengan santri tidak seperti pondok pesantren

yang lain antara kiai dan santri ada jarak pisah yang jauh. Maka dari

itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang pola asuh di pondok

pesantrendalam mengembangkan potensi para santrinya dalam

berwirausaha.

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti bertindak sebagai

instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti mutlak

diperlukan, karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai

pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kualitatif

dalam pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti (Moleong,

2002:117). Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai

(22)

10

data peneliti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat

mungkin sampai yang sekecil-kecilnya dari data yang didapat tentang

pola asuh di pondok pesantren terhadap potensi kewirausahaan santri

di Pondok Pesantren Ittihadul Asna.

4. Sumber Data

Sumber data adalah tempat data diperoleh dengan menggunakan

metode tertentu baik berupa manusia, artefak, ataupun

dokumen-dokumen (Sutopo 2006:56-57). Sumber data dikelompokan menjadi 2

kelompok yaitu:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau

kata-kata yang diperlukan secara lisan, gerak-gerik ataupun perilaku

yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto,

2010:22). Sumber data primer yang peneliti dapatkan berasal dari

informasi-informasi santri yang ada di Pondok Pesantren Ittihadul

Asna.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan

lain-lain), foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat

memperkaya data primer (Arikunto, 2012:22). Peneliti

menggunakan data sekunder ini untuk melengkapi dan

(23)

11

wawancara. Adapun sumber data yang digunakan adalah data dari

foto peralatan/fasilitas agar santri dapat mengembangkan potensi

wirausaha yang dimiliki para santri.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan adalah langkah-langkah yang digunakan

sebagai alat untuk mengumpulkan data dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah penelitian. Pengumpulan data dapat

diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan

gabungan/triangulasi (Sugiyono, 2011:225). Pada penelitian ini

peneliti menggunakan prosedur pengumpulan data dengan cara

observasi, dokumentasi, dan wawancara.

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan

sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain

yang diselidiki (Kusuma, 1987:25). Metode ini digunakan untuk

memperoleh data tentang situasi dan kondisi santri di Pondok

Pesantren Ittihadul Asna serta hal-hal yang ada hubunganya

dengan data yang penulis butuhkan, karena itu penulis

kemukakan bahwa pelaksanaan dari metode ini juga didukung

oleh metode lain.

b.Metode Wawancara

Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau

(24)

12

dijawab secara lisan pula (margono, 2000:165). Adapun metode

ini peneliti gunakan untuk mencari data tentang pola asuh di

pondok pesantren dalam mengembangkan potensi berwirausaha

santri.

c. Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental (Sugiyono, 2011:240). Metode ini peneliti gunakan

untuk memperkuat bukti-bukti dari hasil observasi dan

wawancara yang peneliti lakukan berupa gambar, karya, ataupun

tulisan.

6. Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain (Moleong, 2011:248). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa langkah awal dari analisis data adalah mengumpulkan data

yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian mempresentasikan

(25)

13 7. Pengecekan Keabsahan Data

Ada empat kriteria dalam menetapkan keabsahan data yaitu:

kepercayaan(creadibility), keteralihan (transferability), ketergantungan

(dependability), kepastian (confirmability) (moleong, 2011:324).

Peneliti akan menggunakan kriteria kepercayaan (creadbility).

Kriteria kepercayaan berfungsi untuk melakukan penelaahan data

secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai.

Peneliti melakukan pengamatan secara teliti dan detail mengenai

pondok pesantren dengan melakukan observasi sampai data yang

diperlukan cukup.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang akan penulis lakukan ada empat tahap

yaitu :

a. Tahap Sebelum Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan :

1) Mengajukan judul penelitian

2) Menyusun proposal penelitian

3) Konsultasi kepada pembimbing

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Melaksanakan penelitian ditempat yang telah ditentukan

(26)

14

3) Pencatatan data yang terkumpul

4) Mengembangkan data yang terkumpul

c. Tahap Analisis Data

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Mencoding data

2) Menganalisis data

3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian

4) Pengecekan keabsahan data

d. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi kegiatan:

1) Melaporkan hasil kegiatan

2) Konsultasi kepada pembimbing

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam

beberapa bab agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun dengan

baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.

Sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian ini terdiri dari lima

BAB, yaitu:

BAB I Pendahuluan:Menjelaskan secara umum tentang arah penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai pola asuh di pondok

pesantren dalam mengembangkan potensi kewirausahan santri, sehingga

(27)

15

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka:Berisi tentang hakekat dan arti pola asuh, macam-macam tipe pola asuh, arti pondok pesantren, arti santri dan arti

kewirausahaan.

BAB III Profil Tempat Penelitian dan Metode Penelitian:Menjelaskan tentang data dan temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang diuraikan dalam Bab I. Uraian

ini terdiri dari data yang berhubungan pola asuh pondok pesantren dalam

mengembangkan potensi kewirausahaan santri sesuai dengan

pertanyaan-pertanyaan peneliti dan hasil analisis data. Data tersebut diperoleh dari

pengamatan, hasil wawancara serta deskripsi informasi lainnya.

BAB IV Analisis dan Temuan Data : Berisi tentang pembahasan yang terdiri atas hasil penelitian, yaitu analisis data dan temuan data dari

Pola Asuh di Pondok Pesantren Dalam Mengembangkan Potensi

Kewirausahaan Santri Pada Pondok Pesantren Ittihadul Asna Klumpit,

Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

(28)

16

nonverbal orangtua yang bercirikan kealamian dari interaksi orang tua

kepada anak sepanjang situasi yang berkembang.

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang

berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji.

Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dan utama dalam

kehidupan anak, dan harus menjadi suri tauladan yang baik bagi

anak-anaknya. Menurut Baumrind pola asuh pada prinsipnya merupakan

parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing,

dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas

perkembanganya menuju proses pendewasaan.

Di dalam pondok pesantren seorang kiai berkedudukan sebagai

orang tua menggantikan peran orang tua kandung yang telah

mempercayakan kepada kiai pondok untuk mendidik anaknya dalam

segala hal selayaknya orang tua kandung.

Dalam mendidik anaknya, orang tua memiliki berbagai macam

bentuk pola asuh yang bisa dipilih dan digunakan. Tapi sebelum

membahas tentang macam-macam pola asuh orang tua. Terlebih

(29)

17

Menurut Khon pola asuh merupakan cara orang tua berinteraksi

dengan anak yang meliputi pemberian aturan, hadiah, hukuman,

pemberian perhatian, serta tanggapan orang tua terhadap setiap

perilaku anak. Menurut Theresia Indira Shanti pola asuh merupakan

pola interaksi antara anak dan orang tua. Lebih jelasnya, yaitu

bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak.

Termasuk caranya menerapkan aturan, mengerjakan nilai, memberikan

perhatian dan kasih sayang, serta menunjukan sikap dan perilaku yang

baik, sehingga dijadikan contoh/panutan bagi anaknya (Mualifah,

2009:42-43)

Dari pengertian tersebut, pola asuh adalah semua interaksi antara

orang tua dengan anak dimana orang tua mengajarkan sesuatu yang

Bentuk pola asuh Baumrind ada tiga macam yaitu:

a. Pola asuh Authoritarian

Menurut Baumrind, bentuk pola asuh Authoritarian (otoriter)

(30)

18

1) Memperlakukan anaknya dengan tegas.

2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan

keinginan orang tua.

3) Kurang memiliki kasih sayang.

4) Kurang simpatik.

5) Mudah menyalahkan segala aktifitas anak terutama ketika anak

ingin berlaku kreatif.

Pola perilaku authoritarian, orang tua mempunyai ciri-ciri yaitu

suka memaksakan anak-anaknya untuk patuh terhadap

aturan-aturan yang sudah ditetapkan orang tua, berusaha membentuk

tingkah laku, sikap, serta cenderung mengekang keinginan anak,

tidak mendorong anak untuk mandiri, jarang memberikan pujian

ketika anak sudah mendapatkan prestasi atau melakukan sesuatu

yang baik, hak anak sangat dibatasi tetapi dituntut untuk

mempunyai tanggung jawab sebagaimana halnya orang dewasa,

dan yang sering terjadi adalah anak harus tunduk dan harus patuh

terhadap orang tua yang memaksakan kehendaknya, pengontrolan

tingkah laku anak sangat ketat, sering menghukum anak dengan

hukuman fisik, serta terlalu banyak mengatur kehidupan anak,

sehingga anak tidak dibiarkan untuk mengembangkan segala

(31)

19 b. Pola Asuh Authoritative

Sedangkan pola asuh authoritative mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua diberikan secara

seimbang.

2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima

dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait

dengan pengambilan keputusan keluarga.

3) Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan

anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial

sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi orang tua tetap

memberi kehangatan, dan komunikasi dua arah.

4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman yang

diberikan orang tua kepada anak.

5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa

membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreatifitasnya,

namun tetap membimbing dan mengarahkan anak.

Dalam bertindak, bersikap kepada anak selalu memberikan

alasan kepada anak, mendorong untuk saling membantu dan

bertindak secara objektif. Orang tua cenderung tegas, tetapi kreatif

dan percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung jawab

(32)

batas-20

batas normatif. Anak dari orang tua seperti ini akan tumbuh

menjadi anak yang mandiri tegas terhadap diri sendiri, ramah

dengan teman sebaya, dan mau bekerja sama dengan orang tua.

Mereka juga kemungkinan berhasil secara intelektual dan sosial

(Mualifah, 2009:46-47).

c. Pola Asuh Permisif

Sedangkan pola asuh permisif mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin

2) Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggung jawab.

3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi

kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri.

4) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga

anak tidak diberi kesempatan untuk mengatur diri sendiri dan

kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri.

5) Orang tua kurang peduli pada anak (Mualifah, 2009:48-49).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Banyak pemikiran yang melahirkan sikap yang mengakui

otoritas orang tua hanya karena rasa takut dan anggapan bahwa orang

tua adalah bagian dari kehidupannya. Akibatnya, tidak ada

konformitas dan transaksional antara orang tua dan anak sebagai

panutan untuk mengembangkan nilai-nilai yang diharapkan. Menurut

(33)

21

penuh keterbukaan akan melahirkan kepadaman pengakuan anak

terhadap otoritasnya.

Karena adanya pemikiran yang demikian, maka orang tua

memberikan gagasan yang sulit untuk diterima oleh anak-anaknya dan

sulit untuk dihilangkan, bahwa orang tua harus menggunakan

kekuasaan dalam menghadapi anak-anaknya, penggunaan pola asuh

seperti ini merupakan penghalang bagi terciptanya keharmonisan

keluarga.

Menurut Mussen ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pola asuh orang tua :

1. Lingkungan Tempat Tinggal

Lingkungan tempat tinggal suatu keluarga akan

mempengaruhi cara orang tua dalam menerapkan pola asuh. Hal ini

bisa dilihat bila suatu keluarga tinggal di kota besar, maka orang

tua kemungkinan akan banyak mengontrol karena merasa khawatir,

hal ini sangat jauh berbeda jika suatu keluarga tinggal disuatu

pedesaan,

2. Sub Kultur Budaya

Budaya disuatu lingkunan tempat keluarga menetap akan

mempengaruhi pola asuh orang tua. Hal ini dapat dilihat banyak

orang tua di Amerika Serikat yang memperkenankan anak-anak

mereka untuk mempertanyakan tindakan orang tua dan mengambil

(34)

22

Meksiko, perilaku seperti ini dianggap tidak sopan dan tidak pada

tempatnya.

3. Status Sosial

Keluarga dari kelas sosial yang berbeda mempunyai

pandangan yang berbeda tentang cara mengasuh anak yang tepat

dan dapat diterima (Mussen, 1994:392).

4. Pola Asuh Orang Tua Menurut Perspektif Islam

Dalam syariat Islam sudah diajarkan bahwa mendidik anak dan

membimbing anak merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim

karena anak merupakan amanat yang harus dipertanggungjawabkan

oleh orang tua.

Pernyataan tersebut berangkat dari hadist Rasulluah Saw:

Artinya : “Qutaibah bin Said memberitahu kami, Abdul Aziz,

yakni Al-Darawardiy memberitahu kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw, pernah bersabda:

“setiap orang dilahirkan ibunya dalam keadaan suci (fitrah).

Selanjutnya kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Jika kedua orang tuanya muslim, maka ia akan menjadi muslim. Setiap orang saat dilahirkan ibunya, ia ditonjok oleh kepalan tangan setan pada kedua sisi lambungnya, kecuali Maryam dan puteranya (Isa as)” (Syamsi Hasan, : 422-423)

Hadits tersebut mengandung makna bahwa sesungguhnya

kesuksesan atau bahkan masa depan anak adalah tergantung

bagaimana orang tua mendidik dan membimbingnya. Hadits tersebut

juga bermakna bahwa setiap anak yang lahir sesungguhnya sudah

memiliki potensi, namun potensi itulah yang kemudian bisa

(35)

23

(keluarga dan sekitar) dengan baik. Hal ini juga dipertegas dalam

firman Allah Swt :QS. At-Tahrim (66) : 6

َٰٓ َي

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Kementerian Agama, 2010:560)

Maksud dari ayat tersebut adalah perintah memelihara keluarga,

termasuk anak, bagaimana orang tua bisa mengarahkan, mendidik dan

mengajarkan anak agar dapat terhindar dari siksa api neraka. Hal ini

juga memberikan arahan bagaimana orang tua harus mampu

menerapkan pendidikan yang bisa membuat anak mempunyai prinsip

untuk menjalankan hidupnya dengan positif, menjalankan ajaran Islam

dengan benar, sehingga mampu membentuk mereka menjadi anak

yang mempunyai akhlakul karimah, dan menunjukan kepada mereka

hal-hal yang bermanfaat.

Konsep pendidikan dalam Islam ini mengajarkan bahwa pola asuh

yang dilakukan oleh orang tua juga termasuk mencakup bagaimana

orang tua mampu membentuk akhlakul karimah terhadap

anak-anaknya, yang didalamnya mencakup tentang model pola asuh yang

bagaimana seharusnya dilakukan oleh para orang tua dan tentunya

disesuaikan dengan karakter anak. Beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pola asuh orang tua :

(36)

24

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf (Kementerian Agama, 2010:37)

QS. Al-Luqman (31) : 13

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu

ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"(Kementerian Agama, 2010:412)

beberapa ayat yang sudah diuraikan tersebut menunjukan bahwa

konsep pola asuh dalam Islam memang tidak menjelaskan gaya pola

asuh yang terbaik atau lebih baik, namun lebih menjelaskan tentang

hgal-hal yang selayaknya dan seharusnya dilakukan oleh orang tua

yang semuanya harus tergantung pada situasi dan kondisi anak, karena

semua hal yang dilakukan oleh orang tua pasti berpengaruh terhadap

pembentukan kepribadian anak, terutama ketika anak sedang

mengalami masa perkembangan modelling (mencontoh setiap perilaku

di sekitarnya). Adapun pengaruh orang tua bisa mencakup lima

dimensi potensi anak, yaitu fisik, emosi, kognitif, sosial, dan spiritual.

Kelima hal tersebut seharusnya dikembangkan orang tua untuk

membentuk anak-anak yang shalih dan sholihah (Mualifah, 2009:60).

Konsep pola asuh dalam islam lebih berorientasi pada praktik

pengasuhan, bukan pada gaya pola asuh dalam sebuah keluarga.

(37)

25

Pengasuhan yang lebih mengarah kepada pendidikan yang

berpengaruh terhadap anak. Adapun metode-metode tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Pola Asuh yang Bersifat Nasehat

Didalamnya mengandung beberapa hal. Pertama, seruan

atau ajakan yamg menyenangkan disertai dengan penolakan yang

lemah lembut jika memang ada perilaku anak yang dianggap tidak

sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Kedua, metode cerita

yang disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan

nasihat. Ketiga, gabungan antara metode wasiat dan nasehat

(Mualifah, 2009:63)

1) Seruan yang menyenangkan dan diiringi dengan kelembutan

atau upaya penolakan. Metode ini mempunyai pengaruh yang

sangat besar terhadap jiwa dan perasaan. Seruan yang

menyenangkan disertai kelembutan akan lebih mudah diterima

oleh masyarakat. Misalnya, bentuk seruan kepada wanita

QS. Al-Imron (3) : 42-43

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai

Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku´lah bersama orang-orang

(38)

26

Dari ayat tersebut, kita bisa ambil benang merahnya,

sesungguhnya Allah memerintahkan Maryam untuk taat,

namun metode yang digunakan tidak langsung menunjukan

perintah, tetapi dengan memuji dan menyanjung kelebihan

Maryam terlebih dahulu. Sehingga, inilah yang disebut

menyampaikan dan memerintahkan sesuatu dengan cara yang

menyenangkan dan penuh kelembutan. Demikian juga dalam

menyampaikan atau memerintah kepada anak dengan metode

yang serupa di dalam Al-Qur’an, yakni memuji kelebihan anak tersebut. setelah itu, kita menyampaikan konsep pendidikan

yang kita inginkan sehingga anak tidak merasa sebagai objek

yang diperintah, tetapi merasa dihargai dengan kelebihan yang

dimilikinya.

2) Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung

pelajaran nasihat. Metode ini mempunyai pengaruh terhadap

jiwa dan akal, melalui argumentasi-argumentasi dan cara yang

lebih rasional. Didalam Al-Qur’an, metode ini dipergunakan dibeberapa tempat, lebih-lebih dalam berita tentang rasul dan

kaumnya. Sebagai pelajaran yang bisa diambil dari sana

kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan

(39)

27

Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua menurut perspektif islam

adalah, mempersiapkan anak yang sholeh dan sholehah dan

berpegang teguh pada ajaran Islam, dalam mendidik anak sesuai

dengan Al-Qur’an dan Hadist. B. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan

satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat

belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat

tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata

pondok berasal dari bahasa arab Funduq yang berarti asrama atau

hotel. Dijawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan

istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan istilah

dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau

disebut Surau (Zamakhsyari, 1994:18).

Pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para

pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat tinggal kiai bersama

santrinya bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pondok bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal

atau asrama santri untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh kiai,

melainkan juga sebagai tempat latihan bagi santri untuk hidup mandiri

(40)

28

Adapun secara terminologi definisi pondok pesantren banyak

sekali ragamnya sesuai dengan versi para ahli yang

mengemukakannya, akan tetapi berbagai ragam definisi tersebut

memiliki dasar yang kuat dan rasional serta dapat

dipertanggungjawabkan secara logika, dan masing-masing dari

definisi tersebut saling melengkapi kekurangannya. Oleh karena itu,

layak untuk dicermati pengertian dan makna pondok pesantren yang

terkandung secara representatif dan komprehensif.

Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana

para siswanya semua tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan

guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama

untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam komplek

yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar

dan kegiatan keagamaan lainnya. Komplek ini biasanya dikelilingi

oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri

sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyari, 1994:18).

Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama,

umumnya dengan cara non klasikal, dimana seorang kiai mengajarkan

ilmu agama islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang

ditulis dalam bahasa arab oleh ulama’ abad pertengahan, dan para

santrinya biasanya tinggal dipondok (asrama) dalam pesantren

(41)

29

Pesantren merupakan lembaga pendidikan trasidional Islam untuk

memahami, menghayati dan mengamnalkan ajaranIslam dengan

menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup

bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:55).

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh beberapa ahli diatas

dapat diambil kesimpulam bahwa pondok pesantren adalah lembaga

pendidikan yang bernafaskan Islam untuk memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan moral agama sebagai

pedoman hidup bermasyarakat, yang didalamnya mengandung

beberapa elemen yang tidak bisa dipisahkan yang antara lain kiai

sebgaai pengasuh sekaligus pendidik, masjid sebagai sarana

peribadatan sekaligus berfungsi sebagai tempat pendidikan para santri

dan asrama sebagai tempat tinggal dan belajar santri.

2. Unsur-unsur Pondok Pesantren

Dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren

sekurang-kurangnya ada unsur-unsur : Kiai yang mengajar dan

mendidik serta jadi panutan, santri yang belajar kepada kiai, masjid

sebagai tempat penyelenggara pendidikan dan sholat jama’ah, dan

asrama tempat tinggal santri. Sementara itu menurut zamakhsyari

Dhofier ada lima elemen utama pesantren yaitu pondok, masjid,

pengajian kitab-kitab klasik, santri dan kiai (Zamakhsyari, 1994:44).

Unsur-unsur pondok pesantren tersebut sebagaimana berikut:

(42)

30

Menurut Hasbullah bahwa perkembangan pondok pesantren

bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau

asrama para santri untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh

kiai, tetapi juga sebagai latihan bagi santri yang bersangkutan agar

mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Dalam perkembangan

selanjutnya, terutama masa sekarang tampaknya lebih menonjol

fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan setiap

santri dikenakan semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan

pondok tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa harus menyediakan asrama atau

tempat bagi santri, antara lain adalah:

1) Kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman pengetahuanya

tentang Islam yang dapat menarik perhatian santri-santri jauh.

2) Hampir semua pesantren berada di desa-desa diminta tidak

tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk

menampung santri-santri.

3) Ada sikap timbal balik antara santri dan kiai, dimana para

santri menganggap kiai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri.

Sedangkan kiai menganggap para santri sebagai titipan tuhan

yang senantiasa harus dilindungi. (Zamakhsyari, 1994:46-47)

Fenomena diatas menunjukan bahwa dalam sistem pendidikan

pesantren berlangsung sehari semalam, yang artinya semua tingkah

(43)

31

Sehingga bila terjadi suatu yang menyimpang dari tingkah laku

santri dapat langsung ditegur dan diberi bimbingan langsung dari

kiai.

b. Masjid

Menurut bahasa, masjid merupakan isim makan (nama tempat)

yang diambil dari fiil (kata kerja) bahasa Arab sajada, yang artinya

tempat untuk sujud. Pada mulanya yang dimaksud dengan masjid

adalah bagian (tempat) di muka bumi yang dipergunakan untuk

bersujud, baik dihalaman, lapangan, ataupun di padang pasir yang

luas. Akan tetapi, pengertian masjid ini lama kelamaan tumbuh dan

berubah sehingga pengertiannya menjadi satu bangunan yang

membelakangi arah kiblat dan dipergunakan sebagai tempat sholat

baik sendiri atau jamaah (Mundzirin, 1983:1-2)

Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan

pendidikan Islam baik dalam pengertian modern maupun

tradisional. Dalam konteks yang lebih jauh masjidlah yang menjadi

pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar

adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan

pesantren. Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah

pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat

rumahnya.

Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat

(44)

32

memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai

tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani,

sosial, politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek

kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam

rangka pesantren, masjid dianggap sebagai tempat yang paling

tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek

sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang umat, dan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik (Zamakhsyari, 1994:49).

c. Santri

Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, santri

biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu santri mukim dan santri

kalong sebagaimana dijelaskan oleh Hasbullah bahwa:

1) Santri Mukim adalah santri yang berasal dari daerah yang jauh

dan menetap di pesantren. Santri mukim yang telah lama

tinggal dipesantren biasanya diberi tanggung jawab untuk

mengurusi kebutuhanya sehari-hari.

2) Santri kalong adalah santri yang berasal dari desa sekitar

pesantren yang tidak menetap dipesantren. Mereka biasanya

pulang pergi dari rumah ke pesantren (Hasbullah, 1996:143)

Adapun alasan santri pergi dan menetap disuatu pesantren

(45)

33

1) Santri ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas

Islam secara lebih mendalam dibawah bimbingan kiai yang

memimpin pesantren tersebut.

2) Santri ingin memperoleh pengalaman kehidupan bersama, baik

dalam bidang pengajaran, keorganisasian, maupun hubungan

pesantren-pesantren terkenal.

3) Santri ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukan

kewajiban sehari-hari di keluarganya(Zamakhsyari, 1994:52).

d.Kiai

Peran penting kiai dalam pendirian, pertumbuhan,

perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia

merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin

pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung

pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta

ketrampilan kiai. Dalam konteks ini, pribadi kiai sangat

menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantrenn

(Hasbullah, 1999:144)

Istilah kiai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari

bahasa jawa (Manfed, 1986:130). Dalam bahasa jawa, perkataan

kiai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu:

1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap

keramat. Contohnya, “kiai garuda kencana” dipakai untuk

(46)

34

2) Gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya.

3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli

agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren

dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.

Adanya kiai dalam pesantren merupakan hal yang sangat

mutlak bagi sebuah pesantren, sebab dia adalah tokoh sentral

yang memberikan pengajaran, karena kiai menjadi satu-satunya

yang paling dominan dalam kehidupan suatu pesantren.

Menurut Saiful Akhyar Lubis Menyatakan bahwa “Kiai

adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju

mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan

kharisma sang kiai (Saiful, 2007:169)

Menurut asal-usulnya, perkataan kiai dalam bahasa jawa

dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

1) Kiai merupakan tokoh sentral yang memberikan pengajaran.

2) Kiai merupakan elemen paling esensial sebagai pendiri dan

penentu pertumbuhan perkembangan pesantrennya.

3) Kiai merupakan julukan atau gelar yang diberikan oleh

masyarakat bahwa umumnya tokoh-tokoh tersebut alumni

dari pesantren.

Predikat kiai akan diperoloeh oleh seseorang apabila

(47)

35

1) Keturunan, biasanya kiai besar mempunyai silsilah yang

cukup panjang dan falid.

2) Pengetahuan agama, seseorang tidak akan pernah

memperoleh predikat kiai apabila tidak menguasai

pengetahuan agama atau kitab islam klasik, bahkan

kepopuleran kiai ditentukan oleh keahlianya menguasai

cabang ilmu tertentu.

3) Jumlah muridnya merupakan indikasi kebesaran kiai yang

terlibat banyaknya murid yang mengkaji kepadanya.

4) Cara mengabdi kiai kepada masyarakat (Abudin, 2001:144).

Berdasrkan proses tersebut, dapat kita ketahui bahwa untuk

menjadi seorang kiai setiap orang mempunyai kesempatan

bilamana mampu memenuhi beberpa kriteria diatasdan dapat

diterima oleh masyarakat,

e. Pengajian Kitab-kitab Klasik

Unsur lain yang membedakan antara pondok pesantren

dengan lembaga pendidikan lain adalah bahwa dalam pondok

pesantren ini diajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang oleh

ulama’ terdahulu. Dikalangan pesantren kitab-kitab klasik ini

disebut dengan kitabkuning, bahkan karena tidak

dilengkapiderngan sandangan (syakal), istilah lain kerap oleh

(48)

36

Kitab-kitab yang diajarkan dalam pondok pesantren sangatlah

beranekaragam. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan

dipesantren dapat digolongkan dalam beberpa kelompok : (1)

nahwu dan shorof, (2) fiqh, (3) ushul fiqh, (4) hadits, (5) tafsir,

(6) tauhid (akidah), (7) tasawuf dan etika. Disamping itu,

kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang

terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir, fiqh dan

tasawuf. Kesemuanya ini dapat digolonggkan kedalam tiga

kelompok yaitu kitab-kitab dasar, kitab-kitab menengah, dan

kitab-kitab besar(Zamakhsyari, 1994:52).

3. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara

meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang dan sesuai dengan

perkembangan serta kemajuan zaman karena saat sekarang ini kita

berada dalam era globalisasi yang serba canggih dengan

perkembangan teknologi yang begitu pesat sehingga untuk

meningkatkan kualitas hidup pondok pesantren harus selalu berproses

menuju kearah yang lebih baik dengan meningkatkan kualitasnya.

Sistem merupakan suatu keseluruhan komponen yang

masing-masing bekerja dalam fungsiunya berkaitan dengan fungsi dari

komponen lainnya yang secara terpadu bergerak menuju kearah satu

tujuan yang telah ditetapkan. Komponen yang bertugas sesuai

(49)

37

sistem. Sistem pendidikan adalah satu keseluruhan terpadu dari semua

satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan yang lainnya,

untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan (Arifin, 2003:72).

Sedangkan dalam pesantren dengan pola hidup bersama antara

santri dengan kiai dan masjid sebagai pusat aktivitas merupakan suatu

sistem pendidikan yang khas yang tidak ada dalam lembaga

pendidikan lain. Keunikan lain yang terdapat dalam sistem pendidikan

pesantren adalah tentang metode pengajarannya sebagai berikut :

1) Sorogan

Kata sorogan berasal dari bahasa jawa Sodoran atau yang

disodorkan artinya suatu sistem belajar secara individu dimana

seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi

saling mengenal diantara keduanya (Hasbullah, 1996 : 50).

Seorang kiai atau guru menghadap satu persatu, secara bergantian.

Sedangkan dalam pelaksanaannya, santri datang bersama-sama,

akan tetapi para santri antri menunggu gilirannya.

Sistem sorogan ini menggambarkan bahwa kiai dalam

memberikan pengajarannya senantiasa berorientasi pada tujuan,

selalu berusaha agar santri yang bersangkutan dapat membaca,

mengerti dan mendalami isi kitab. Dengan adanya suatu sistem

pengajaran sorogan ini seorang kiai mampu mengevalusi langsung

kemampuan santri, dan hubungan antara santri dan kiai lebih

(50)

38 2) Wetonan

Metode wetonan atau bandongan adalah metode yang

paling utama di lingkungan pesantren. Metode wetonan

(bandongan) ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru

membaca, menterjemahkan, menerangkan dan menulis buku-buku

Islam dalam bahasa Arab sedang sekelompok santri

mendengarkan. Mereka memperhatikan bukunya sendiri dan

membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan ) tentang

kata-kata atau buah pikiran yang sulit (Zamakhsyari, 1984:28).

C. Kewirausahaan

1. Pengertian Kewirausahaan

Istilah wirausaha merupakan terjemah dari kata entrepreneur

(bahasa prancis) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan

arti betweentaker atau gobetween, yaitu orang yang berani bertindak

mengambil peluang (Sudrajat, 2005:5-6).

Menurut intruksi Presiden RI No. 4 tahun 1995 : “Kewirausahaan adalah semangat, sikap perilaku, dan kemampuan seseorang dalam

menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya

mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk

baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan

pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan lebih

(51)

39

Jadi, wirausaha ini mengarah kepada orang yang melakukan usaha

atau kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya.

Sedangkan kewirausahaan menunjukkan kepada sikap mental yang

dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan

(Basrowi, 2011:2).

Objek studi kewirausahaan meliputi kemampuan seseorang dalam

hal-hal sebagai berikut :

a. Kemampuan merumuskan tujuan hidup atau usaha. Dalam hal

merumuskan tujuan hidup/usaha diperlukan adanya perenungan

dan koreksi, yang kemudian dibaca dan diamati berulang-ulang

sampai dipahami apa yang menjadi kemauannya.

b. Kemampuan memotivasi diri, yaitu untuk melahirkan suatu tekad

kemauan besar.

c. Kemampuan berinisiatif, yaitu mengajarkan sesuatu yang baik

tanpa menunggu perintah orang lain, yang dilakukan

berulang-ulang sehingga menjadi terbiasa berinisiatif.

d. Kemampuan berinovasi, yang melahirkan kreativitas (daya cipta)

dan setelah dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan motivasi.

Kebiasaan inovatif adalah desakan dalam diri untuk selalu mencari

berbagai kemungkinan atau kombinasi baru yang dapat dijadikan

perangkat dalam penyajian barang dan jasa bagi kemakmuran

masyarakat.

(52)

40

f. Kemampuan mengatur dan membiasakn diri, yaitu untuk selalu

tepat waktu dalam segala tindakan melalui kebiasaan dan tidak

menunda pekerjaan.

g. Kemampuan mental yang dilandasi agama.

h. Kemampuan membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari

pengalaman yang baik ataupun menyakitkan (Suryana, 2006:2-5)

2. Karakteristik Kewirausahaan

Perilaku dan sikap tidak bisa dipisahkan untuk menjadikan lebih

sempurna karena kedua-duanya memiliki karakteristik yang berbeda.

Sikap itu cara pandang dan pola pikir atas hal-hal yang dihadapinya.

Sedangkan perilaku adalah tindakan dari kebiasaan atas kebenaran

yang ia pegang teguh. Keduanya masuk menjadi ciri-ciri dan

karakteristik wirausaha yang cerdas. Perilaku juga disebut sebagai

langkah dan tindakan yang ia lakukan untuk menghadapai dan

menyiasati pekerjaan sehari-hari (Hendro, 2011:166).

Seorang wirausahawan harus profesional, terutama dalam

berbisnis. Selain itu, ia harus memiliki karakteristik yang baik

didasarkan pada pandangan Al-Qur’an agar bisnisnya terus sejalan dengan semangat Al-Qur’an. Sehingga dia bisa menjalankan bisnis dengan baik dalam bimbingan Allah dan mencapai sukses dunia

akhirat.

(53)

41

Sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha

yang sesuai dengan ajaran islam yaitu:

a. Sifat Takwa, Tawakal, Dzikir, dan Syukur.

Sifat tersebut harus dilakukan dalam kehidupan (praktek bisnis)

sehari-hari.

“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah

mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada

Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”

(Kementerian Agama, 2010:558)

Berdzikir artinya, selalu menyebut asma Allah dalam hati dengan

merendahkan diri dan rasa takut serta tidak mengeraskan suara

dalam segala keadaan, selalu ingat Allah membuat hati tenang

segala usaha dapat dilakukan dengan kepala dingin dan lancar.

Tawakal adalah suatu sifat penyerahan diri kepada Allah secara

aktif, tidak cepat menyerah. Karena sudah biasa dalam dunia

wirausaha mengalami jatuh bangun sebelum bisnis berhasil. Sifat

tawakal akan tercermin dalam hubungan manusia muslim dengan

Allah seperti membaca dzikir dan bersyukur (Bukhari Alma,

2008:270-272).

(54)

42

Jujur dalam segala kegiatan bisnis, menimbang, mengukur,

membagi janji membayar hutang, jujur dalam berhubungan dengan

orang lain, akan membuat ketenangan lahir batin.

Seorang penguasaha harus jujur dan dapat dipercaya. Dia harus

menyadari bahwa status dan profesinya adalah amanah. Ini adalah

amanah dari Allah, sehingga ia harus menjaganya.

QS. Al-Mu’minun (23) : 8

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang

dipikulnya) dan janjinya” (Kementerian Agama, 2010:342)

Rasulullah SAW adalah pebisnis yang jujur dan adil dalam

membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para

pelangganya mengeluh dan sering menjaga janjinya dan

menyerahkan barang-barang yang dipesan dengan tepat pada

waktunya.

c. Niat Suci dan Ibadah

Az-Zariyat (51) : 56

supaya mereka mengabdi kepada-Ku”(Kementerian Agama, 2010:523)

Bagi seorang muslim melakukan bisnis adalah dalam rangka

beribadah kepada Allah. Demikian pula hasil yang diperoleh dalam

bisnis akan dipergunakan kembali dijalan Allah.

(55)

43

Rosulullah telah mengajarkan kepada kita agar mulai bekerja sejak

pagi hari, selesai shalat subuh, jangan kamu tidur, bergeraklah,

carilah rizki dari Rabb-Mu. Para malaikat akan turun dan membagi

rizki sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

e. Toleransi

Toleransi, tenggang rasa, tepo seliro (jawa), harus dianut oleh

orang-orang yang bergerak dalam bidang bisnis. Dengan demikian

tampak orang bisnis itu supel, mudah bergaul, komunikatif, praktis,

tidak banyak teori, fleksibel, pandai melihat situasi dan kondisi,

toleransi terhadap langganan, dan tidak kaku.

f.

Berinfaq dan Berzakat

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah

beserta orang-orang yang ruku”(Kementerian Agama, 2010:7)

Mengeluarkan zakat dan infaq harus menjadi budaya muslim yang

bergerak dalam bidang bisnis. Harta yang dikelola dalam bidang

bisnis, laba yang diperoleh, harus disisakan sebagian untuk

membantu anggota masyarakat yang membutuhkan. Dalam ajaran

islam sudah jelas bahwa harta yang dizakatkan dan di infaqkan

tidak akan hilang, melainkan menjdai tabungan kita yang dilipat

ganda baik di dunia maupun di akhirat.

(56)

44

Manfaat silaturahmi disamping mempererat persaudaraan, juga

sering kali membuka peluang bisnis bagi yang lainnya. Hadits nabi

menyatakan: “siapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi

(HR.Buhari)” (Bukhari Alma, 2007:273).

h. ProAktif

Berfikir positif terhadap fenomena yang terjadi di lingkungannya,

selektif dalam merespon pada hal yang positif saja. Ciri-ciri orang

yang pro aktif dalam keseharian tidak pernah marah, sabar, tenang,

dewasa, bijaksana, selalu berupaya menjadi bagian dari

penyelesaian masalah dan diterima disemua komunitas masyarakat

(57)

45 BAB III

PROFIL TEMPAT PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

A. Profil Tempat Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Ittihadul Asna

Awal mula berdirinya Pondok Pesntren Ittihadul Asna sekitar tahun

1980-an y1980-ang di pimpin oleh Beliau K.H. Aff1980-andi namun belum berbentuk pondok

pesantren seperti umunya, hanya dalam segi pembelajaran yaitu ada seorang

guru atau ustadz dan santri yang belajar kitab kuning.

Setelah KH. Affandi wafat, dilanjutkan oleh putra pertama yang bernama

Kiai Mahbub bin Affandi, dalam kepemimpinan beliau pondok tersebut

masih sama tak jauh beda dengan kondisi ketika di asuh oleh bapaknya KH.

Affandi.

Sekitar tahun 1990-an Kiai Mahbub wafat, dan sepeninggal beliau terjadi

kefakuman dalam aktivitas pondok pesantren karena tidak ada yang

meneruskan atau mengelola pondok pesantren tersebut. Karena putra-putri

beliau belum siap untuk memimpin pondok pesantren tersebut.

Setelah terjadi kefakuman sekitar 12 tahun, tepatnya pada tahun 2002

akhirnya pondok pesantren tersebut kembali diaktifkan dan dipimpin oleh

Kiai Roikhudin bin Mahbub, beliau adalah putra ketiga dari lima bersaudara.

(58)

46

yaitu ada santri, bangunan, pembelajaran, tempat ibadah, dan seorang

pengasuh.

Sebenarnya Kiai Roikhudin tidak tahu bahwa kakek dan bapaknya

mempunyai Pondok Pesantren, karena beliau dari kecil sudah berada di

pondok pesantren yaitu di pondok pesantren Al-Ittihad Poncol selama 5 tahun

dan Pondok Pesantrren Mahir Ar-Riyad Kediri selama kurang lebih 10 tahun.

Setelah beliau pulang ke kampung halaman, beliau diberi wasiat oleh

bapaknya yang dititipkan melalui pamanya yang bernama KH. Nuroodin

Zuhri, bahwa beliau diminta untuk melanjutkan pondok pesantren yang telah

di dirikan kakeknya KH. Affandi.

Pada saat itu Kiai Roikhudin masih sangatlah muda dan belum menikah

yaitu berumur 29 tahun yang diminta untuk melanjutkan perjuangan pondok

pesantren tersebut.

Awal mula berdirinya pondok pesantren Ittihadul Asna dari dulunya bukan

langsung bernama “Ittihadul Asna” tetapi dulunya bernama “Tanbihul Ghofilin” yang merupakan nama Mushola yang ada di pondok tersebut.

Tetapi oleh Kiai Roikhudin Mahbub nama tersebut diganti dengan nama

“IttihadulAsna”.

Nama Ittihadul Asna diambil dari dua latar belakang pendidikan beliau

yaitu “Al-Ittihad” merupakan nama pondok pesantren pertama yang menjadi tempat singgahnya untuk menuntut ilmu yang berada di Poncol, Popongan,

Kec. Bringin Kab. Semarang. Sedangkan kata “Al-Asna” merupakan nama

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi pola pembinaan santri dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan di pondok pesantren Riyadlul Jannah Mojokerto dan pondok pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo yaitu dengan

Jika dilihat dari faktor sosial santri pondok Pesantren Pabelan sangat berpengaruh pada perilaku konsumtif, yaitu interaksi sosial dengan teman sebaya maka memberikan

Para santri menggunakan metode wahdah dengan cara (a) mempersiapkan al- Qur‟an pojok, (b) membaca satu persatu ayat-ayat yang hendak dihafalnya, dan (c) setiap ayat yang

Hasil penelitian menunjukan: 1) pola kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga yaitu jenis otokratik yang ditegaskan untuk santri dalam hal kegiatan

Keberadaan pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu

Dengan demikian kegiatan keagamaan yang dilakukan Pondok Pesantren Yayasan Ahmad Bone yaitu shalat dhuha secara berjamaah yang sudah menjadi kewajiban para santri setiap harinya, shalat

3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keikhlasan berkhidmah santri ndalem di Pondok Pesantren Yambu’ul Qur’an juga berbeda antara santri ndalem yang kurang ikhlas dengan santri ndalem yang