POLA KEPEMIMPINAN KIAI
TERHADAP RANAH AFEKTIF SANTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-HASAN
BANYUPUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SALATIGA
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban Dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Agama Islam
Oleh:
Muhamad Zaenal Arifin
NIM: 111-12-243
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
“Kejujuran dan Kesungguhandalam mengerjakan sesuatu hal apapun”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Munir dan Ibu Siti Mardiyah yang
mendukung secara dhohir dan bathin, juga adik saya M. Ainnur Rofiq agar menjadi motivasi dalam jenjang pendidikannya.
2. Kepada guru-guru saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
3. Kepada keluarga besar MAPALA MITAPASA, Pondok Pesantren
Al-Hasan, segenap temanm-teman PKM 1 IAIN Salatiga, Keluarga Sabar
Kantin Kita , teman-teman PAI angkatan 2012 khususnya PAI G, dan
seluruh teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang
telah mendukung dan membantu sacara moril,
4. Kepada Sri Fitriyati yang telah mensupport secara moril, dan mendorong
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan harapannya bisa menjadi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang, segala
puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga peneliti diberikan kemudahan menyelesaikan skripsi.
Shalawat serta salam terlimpahkan kepadanabiullahMuhammad SAW, keluarga, dan para pengikutnya.
Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan
Strata Satu (S1) Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pendidikan Agama Islam Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga,
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga,
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M. Ag., selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI),
4. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
ikhlas meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini,
5. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang selalu
memotivasi dan menginspirasi dalam hingga akhir perkuliahan,
6. Bapak Sutrisno, M.Pd yang telah memberi ide dan motivasi dalam
pembuatan skripsi,
7. Segenap bapak dan ibu dosen, karyawan dan sivitas akademik IAIN
Salatiga yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini,
8. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, dan
ABSTRAK
Arifin, Muhamad Zaenal. 2017. Pola kepemimipinan Kiai terhadap ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M.Pd.
Kata Kunci: pola kepemimpinan, kiai, ranah afektif santri
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang sekaligus memiliki kurikulum pendidikan karakter berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang, yaitu santri. Dialektika Kiai dan santri sangat erat, karena Kiai yang akan memimpin dan mengarahkan santri-santri. Tujuan skripsi ini untuk menjawab 1) pola kepemimpinan kiai, 2) ranah afektif santri, 3) pengaruh pola kepemimpinan kiai terhadap ranah afektif santri di pondok pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sekunder. Metode pengambilan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
DEKLARASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 7
F. Metodologi Penelitian... 8
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian... 8
2. Kehadiran Peneliti ... 9
4. Sumber Data ... 9
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 10
6. Analisis Data ... 12
7. Pengecekan Keabsahan Data... 14
G. Tahap-tahap Penelitian ... 15
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI... 17
A. Pengertian Kepemimpinan... 17
B. Pengertian Pola Kepemimpinan... 20
C. Kepemimpinan Kiai ... 25
D. Pengertian Ranah Afektif Santri ... 32
E. Pengertian Pondok Pesantren... 39
BAB III PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN... 42
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Hasan... 42
1. Tinjauan Historis ... 42
2. Visi Misi... 45
3. Letak Geografis ... 46
4. Struktur Organisasi... 46
5. Tata Tertib ... 49
6. Sarana Dan Fasilitas ... 50
7. Daftar Ustadz, Ustadzah, Dan Tenaga Pengajar ... 52
8. Daftar Santri ... 52
B. Hasil Temuan Penelitian ... 61
1. Pola Kepemimpinan Kiai Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 61
2. Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 64
3. Kepemimpinan Kiai Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 67
BAB IV PEMBAHASAN... 71
A. Pola Kepemimpinan Kiai Di Pondok Pesantren Al-Hasan... 71
B. Ranah Afektif Santri Pondok Pesantren Al-Hasan ... 73
C. Pengaruh Pola Kepemimpinan Kiai Terhadap Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 74
D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Kiai Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Santri ... 75
BAB V PENUTUP... 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Keterangan Sarana Prasarana Pondok Pesantren Al-Hasan... 50
Tabel 4.2: Keterangan Daftar Uztadz, Uztadzah, Dan Tenaga Pengajar ... 51
Tabel 4.3: Keterangan Nama Santri Putra Pondok Pesantren Al-Hasan ... 51
Tabel 4.4: Keterangan Nama Santri Putri Pondok Pesantren Al-Hasan ... 53
Tabel 4.5: Keterangan Jadual Kegiatan Harian Santri ... 56
Tabel 4.6: Keterangan Jadual Kegiatan Mingguan Santri ... 57
Tabel 4.7: Keterangan Jadual Kegiatan Bulanan Santri... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1: Keterangan Struktur Organisasi Pengurus Putra... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 02 Surat Izin Penelitian
Lampiran 03 Surat Izin Penelitian (Kesbangpol Salatiga)
Lampiran 04 Surat Kenyataan Penelitian
Lampiran 05 Pedoman Wawancara
Lampiran 06 Hasil Wawancara
Lampiran 07 Foto Kegiatan Santri dan Dokumentasi
Lampiran 08 Data Santri
Lampiran 09 Lembar Konsultasi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu
agama islam (Nasir, 2005:80). Salah satu ciri pesantren yaitu santri yang
tinggal di asrama dan mendalami ilmu agama. Menurut Munir Mulkhan
(2003:300) santri adalah orang yang belajar di pondok pesantren. Untuk
menggali ilmu dari Kiai tersebut secara teratur dalam waktu yang lama, para
santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di
dekat kediaman Kiai. Yang mana kedekatan Kiai dan santri tersebut
menimbulkan pola relasi tertentu.
Berbicara tentang hubungan Kiai dan santri sangat erat kaitannya
dengan kepemimpinan di pondok pesantren. Dalam hal ini Kiai dan santri
yang di persatukan dalam pondok pesantren memunculkan pola relasi
tersendiri. Sehingga Kiai dalam memimpin sebuah pondok pesantren
memiliki gaya kepemimpinan tersendiri. Apalagi relasi Kiai dan santri
dibarengi dengan ketaatan santri terhadap Kiai menjadikan Kiai sebagai
pemimpin pesantren (lembaga pendidikan nonformal) berupaya mewujudkan
potensi santri dengan nilai-nilai moral yang baik dan berupaya pula untuk
merealisasikan fungsinya yang menurut Khusnan (2011:1) terbagi menjadi
empat, yaitu:
2. Social control(kontrol sosial)
3. Social engineering(rekayasa sosial)
4. Community development(pengembangan masyarakat)
Namun dalam perjalanannya mengalami kendala dan berbagai masalah.
Adapun menurut Asmari (2009:22) salah satu masalah sensitif dalam konteks pesantren adalah kepemimpinan. Pemimpin pesantren yang dikenal masyarakat sebagai Kiai mempunyai aura kharisma yang dahsyat.
Dalam kehidupan pesantren saat ini pemimpin selalu dikritik daribanyak
sisi, yang mana hal tersebut mengakibatkan kurang loyalnya santri terhadap kepemimpinan yang ada. Dalam artian yang sesungguhnya, bahwa tujuan dari pesantren yang idealnya berpengaruh pada moral santri, seperti meningkatkan ketawaduan, keikhlasan, kesabaran dan lain sebagainya, ternyata tidak semuanya terealisasi (perilaku santri tidak seperti yang diharapkan).
Seperti firman Allah SWT dalam surat Al – Maidah ayat 51 yang
berbunyi:
ْاوُﺬِﺨﱠﺘَﺗ َﻻ ْاﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ ﺎَﮭﱡﯾَﺄَٰٓﯾ
ۚﺾ ۡﻌَﺑ ُءٓﺎَﯿِﻟ ۡوَأ ۡﻢُﮭُﻀ ۡﻌَﺑ َۘءٓﺎَﯿِﻟ ۡوَأ ٰٓىَﺮ َٰﺼﱠﻨﻟٱَو َدﻮُﮭَﯿ ۡﻟٱ
. َﻦﯿِﻤِﻠٰﱠﻈﻟٱ َم ۡﻮَﻘ ۡﻟٱ يِﺪ ۡﮭَﯾ َﻻ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ ۗۡﻢُﮭ ۡﻨِﻣ ۥُﮫﱠﻧِﺈَﻓ ۡﻢُﻜﻨﱢﻣ ﻢُﮭﱠﻟَﻮَﺘَﯾ ﻦَﻣَو
(Q.S. Al Maidah:51)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang
Pondok pesantren Al-Hasan adalah sebuah lembaga pendidikan yang
berbasis pendidikan non formal. Dimana didalamnya memeliki sistematika
pembelajaran sendiri. Terletak di jalan Imam Bonjol, Banyuputih Timur,
Sidorejo Lor, Salatiga yang dihuni sebanyak 69 santri yang terdiri 30 santri
putra dan 39 santri putri.
Pondok pesantrenAl-Hasan dipimpin oleh seorang Kiai yang bernama
Kiai Ma’arif. Dengan segala gaya kepemimpinannya megatur roda kehidupan
dipesantren tersebut mulai dari kegiatan islami maupun kegiatan umum.
Meskipun sudah ada jadwal yang baku pada pondok tersebut, akan tetapi
masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh santrinya. Untuk
meningkatkan kualitas internnya, Kiai Ma’arif setiap waktu menyempatkan
diri untuk memantau kegiatan pesantren setiap harinya yang sudah terlaksana,
meski dengan aktifitas beliau yang sudah padat.
Sejak KH. Ichsanudin meninggal dunia, Kiai Ma’arif lah yang
memegang pondok tersebut. Beliau dengan gaya kepemimpinannya
merekonstruksi ulang peraturan yang ada untuk diperbarui agar lebih baik.
Bahkan beliau turun langsung dalam kegiatan pondok untuk mengetahui
perkembangan santrinya. Karakter perilaku dan sifat santri yang
bermacam-macam akan membentuk dan saling mengisi emosional antar santri. Sebagai
pemimpin pondok yang demokratis, beliau bekerjasama dengan pengurus
pondok untuk mengatur kehidupan dipondok.
Hal itu menjadikan Kiai Ma’arif untuk mengubah dan menunjukan
mempunyai adab. Menurut Qomar (2002:64) karakteristik pesantren dapat
diperlihatkan melalui profil Kiainya. Dengan gaya kepemimpinannya beliau,
melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat membentuk perilaku dan sifat santri
agar tidak mudah terprovokasi oleh lingkungannya.
Adapun hasil dari observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 2
Mei 2017,ditemukanbahwa perilaku santri masih dirasa kurang sesuai dengan
apa yang termaktub dalam akhlak santri (berkaitan dengan kepemimpinan
Kiai). Ketidaksesuaian tersebut berkaitan dengan kepemimpinan yang ada.
Pola relasi Kiai dan santri yang kurang dipahami oleh santri dan pola pikir
atau persepsi santri yang keliru menimbulkan penyimpangan akhlak santri.
Sehingga secara tidak langsung akan membangun citra buruk dari pondok
pesantren itu sendiri.
Melihat dari observasi lapangan peneliti menemukan beberapa
problematika pada pondok pesantren tersebut, yaitu afektif santri yang
simpang siur dengan pola kepemimpinan sang Kiai. Ironi bila santri bertolak
belakang kepribadiannya dengan Kiai. Meskipun dalam ilmu psikologi setiap
manusia memliki ciri khas gaya kehidupan sendiri-sendiri. Yang menjadi
sorotan dimana status pendidikan santri di pondok tersebut ialah dari kalangan
SMP/MTs, SMA/MA, dan Perguruan Tinggi. Siklus kehidupan yang terjadi
ialah tidak seimbangnya sikap dari kepribadian masing-masing santri karena
hidup satu rumpun tanpa adanya sekat diantaranya mereka. Jadi porsi yang
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlunya penyelesaian
masalah melalui kegiatan penelitian yang dilakukan peneliti dengan judul
POLA KEPEMIMPINAN KIAI TERHADAP RANAH AFEKTIF SANTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA TAHUN 2017.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana pola kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren Al-Hasan
Salatiga tahun 2017?
2. Bagaiamana ranah afektif santri di pondok pesantren Al-Hasan Salatiga
tahun 2017?
3. Bagaimana pengaruh pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif
santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan pola kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren
Al-Hasan Salatiga tahun tahun 2017.
2. Untuk mendeskripsikan ranah afektif santri di pondok pesantren
Al-Hasan Salatiga tahun 2017.
3. Untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah
afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga tahun tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis.
a. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan tentang pola kepemimpinan
pengasuh pondok pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan
formalnya, yang mencakup mulai dari input pendidikan, proses
pembelajarannya dan output pendidikannya.
b. Sebagai wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang pola yang
seperti apa yang digunakan oleh pengasuh pondok pesantren dalam
meningkatkan kualitas pendidikan karakter santrinya.
c. Sebagai bahan penelitian atas pola kepemimpinan pengasuh pondok
pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter di
pondok pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor,
Salatiga.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi manfaat :
a. Bagi pesantren, sebagai revolusi pembenahan sistem pendidikan
karakter. Yang mana menjadi wawasan baru untuk Kiai guna
membenahi pola kepemimpinan untuk menghadapi banyak karakter
yang berbeda dalam satu lingkungan. Memeberikan stimulus kepada
santri melalui perkataan dan perilaku Kiai yang menjuru pada ranah
afektif santri agar terciptanya insan kamil dan berakhlaqul karimah.
b. Bagi santri, sebagai wawasan akan pentingnya membangun sikap dan
nilai melihat dari gaya kepemimpinan Kiai Ma’arif. Juga menambah
lingkungan yang tidak sejalan dengan apa yang kita bayangkan. Sifat
humanisme dan demokrasi akan terwujud melalui pengembangan
ilmu yang maksimal.
c. Bagi masyarakat, sebagai motivasi penduduk sekitar akan pentingnya
hidup bersosial. Dengan Kiai dan santri yang mempunyai jiwa
pemimpin yang baik akan memunculkan motivasi untuk generasi
muda masyarakat sekitar, karena pesantren dan masyarakat setempat
merupan dua elemen yang tidak bisa terpisahkan.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Tinjauan pustaka yang dapat dihadirkan diantaranya adalah :
1. Kunti Zakiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012)
dalam skripsinya yang berjudul “Pola relasi Kiai dan santri (Persepsi
santri terhadap kepemimpinan Kiai di pondok pesantren Pancasila
Blotongan, Sidorejo, Salatiga, Tahun 2012)”, menyimpulkan dari
penelitian yang telah dilakukan, persepsi santri terhadap kepemimpinan
Kiai adalah kepemimpinan karismatik karena dikagumi oleh banyak
santri-santri (pengikut). Ada pun kekaguman tersebut disebabkan oleh
karakteriatik Kiai yang khas (daya tariknya yang sangat memikat). Otoritas Kiai dalam masalah kedalaman ilmu, ketinggian pribadi dan
pengelolaan yang hati-hati dalam hubungan-hubungan personal.
2. Umu Syafa’atun (Universitas Islam Negeri Walisongo, 2014) “Peran
bahwa KH. Hakim Annaisabury adalah sosok yang demokratis. Dalam
memimpin pondok beliau menerapkan tiga aspek, yaitu aspek pengaruh,
karakter, dan kerohanian. Peran beliau dalam meningkatkan kedisiplinan
pondok dengan adanya sistem absen santri pada waktu sholat berjama’ah
dan mengaji.
Dari uraian diatas, menunjukan sudah adanya penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini. Tetapi fokus penelitian merujuk pada
ranah afektif santri, karena persepsi dan otoritas peraturan dirasa kurang untuk
menumbuhkan kesadaran santri. Penelitian ini berfokus bagaimana
kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri. Tidak sebatas melihat
pemimpin dan mendekripsikannya, akan tetapi bisa merespond dan
menanamkan dalam diri. Dengan demikian, penelitian ini telah memenuhi
kriteria kebaruan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Milles dan
Huberman dalam Sugiono (2013) mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus
sampai tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Dalam pendekatannya,
penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan(field research).
Penelitian ini kualitatif deskriptif, karena peneliti berusaha
2. Kehadiran peneliti
Peneliti melakukan penelitian secara langsung di Pondok
Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga dengan
cara membaur pada masyarakat pondok. Adapun peneliti berpartisipasi
secara lengkap, dalam artian peneliti menjadi anggota secara penuh dari
kelompok yang diamati. Sehingga peneliti mengetahui dan menghayati
secara utuh dan mendalam sebagaimana yang dialami para santri yang
diteliti. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh data informan secara
detail dan mendalam langsung dari objek yang diteliti.
3. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di pondok pesantren Al-Hasan
Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga. Adapun Pondok Pesantren
Al-Hasan sendiri beralamat di Jalan Imam Bonjol No. 89 Banyuputih Timur,
Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga.
4. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan
menjadi dua yang menurut Sugiarto (dalam Khafid, 2007) adalah:
1. Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti
sehingga dapat diambil, diteliti, dan kemudian diolah sendiri oleh
peneliti, sehingga dapat diambil kesimpulan. Adapun sumber data ini
memposisikan manusia sebagai subyek atau yang kerap disebut
Adapun sumber data primer adalah Kiai dan santri baik putra
maupun putri di Pondok Pesantren Al-Hasan. Data tersebut diperoleh
melalui wawancara terbuka oleh Kiai dan santri, sebagaimana
informasi digali secara mendalam terkait hubungan kepemimpinan
Kiai dengan ranah afektif santri.
2. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber
penelitian dengan mempelajari dokumen, buku-buku yang ada
kaitannya dengan penelitian ini atau data yang diperoleh dalam
bentuk sudah jadi, yaitu diolah dan disajikan oleh pihak lain.
Adapun sumber data sekunder yang dibutuhkan seperti
data-data administrasi pondok, inventaris pondok, foto-foto, dokumen
dapat berupa catatan pribadi, buku, notulen rapat, gambar, foto, bagan
dan lain sebagainya dan hal-hal yang berkaitan dengan Pondok
Pesantren Al-Hasan.
5. Prosedur pengumpulan data
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian (Asamani,
2011:23). Menurut Suwartono (2014:41) metode ini sangat sesuai
Observasi ini digunakan untuk memperoleh data-data yang
diperlukan, dengan pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti
tentang pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri di
pondok pesantren Al-Hasan.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face
to face) dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan ang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Suprayogo, 2001:172). Pengumpulan data dengan
cara mewawancarai informan yang diteliti.
Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara
baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang
menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan,
kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden
(Suprayogo, 2001:174). Mereka mengetahui bahwa mereka sedang
diwawancarai dan mengatahui pula apa maksud wawancara tersebut
(Suprayogo, 2001:175).
Metode wawancara digunakan adalah untuk memperoleh data
secara mendalam mengenai sikap, tingkah laku, dan interaksi sosial
atas dasar pandangan dan pengalaman. Adapun wawancara dilakukan
3. Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada
subyek penelitian. Adapun metode dokumentasi peneliti gunakan
untuk mengumpulkan data-data mengenai gambaran umum pondok
pesantren, sejarah berdirinya, bangunan fisik, kegiatan santri, dan
para santri yang bersangkutan.
Dengan metode ini akan tercipta data yang otentik mengenai
gambaran nyata kehidupan pondok pesantren Al-Hasan. Dimana data
ini sebagai pendukung dari metode wawancara.
4. Triangulasi data
Triangulasi dalam teknik pengumpulan data menurut Sugiyono
(2013:224) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data
dan sumber data yang telah ada.
6. Analisis data
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013: 246) mengemukakan
bahwa aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh.Adapun pembagiannya sebagai berikut:
1. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
Fokus pada hal-hal penting dan dicari tema dan polanya. Dalam
mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai
yaitu temuan (Sugiyono, 2013: 247).
Dalam reduksi data ini penulis memilih data-data yang
diperoleh selama penelitian. Hal ini bisa dilakukan dengan
menajamkan, mengorganisasikan data sehingga kesimpulan
klimaksnya dapat dicek kembali.
2. Penyajian data
Setelah dilakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya
adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan
huberman (Sugiyono, 2013: 249) menyatakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah teks yang bersifat naratif.
Dari reduksi data yang diperoleh akan disajikan dengan bentuk
teks naratif. Hasil dari reduksi data akan diuraikan secara singkat dan
akurat mengenai hasil wawancara tanpa mengurangi isinya.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Langkahterakhir dalam analisis data kualitatif menurut Miles
da Huberman (Sugiyono, 2013: 252) adalah penarikan kesimpulan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2013:
252-253).
Kegiatan ini adalah menarik kesimpulan dari data yang telah
tersaji dan memverifikasinya dengan cara menelusuri kembali data
yang diperoleh.
7. Pengecekan keabsahan data
Menurut Moleong (2008:324) ada empat kriteria yang digunakan,
yaitu : kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan(depandibility), dan kepastian(confirmability).
Pada penelitian ini menggunakan kriteria kepercayaan
(credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan
penelaahan data secara akurat dan validitas yang tinggi agar tingakat
kepercayaan penemuan dapat dicapai. Kemudian peneliti menggunakan
teknik triangulasi data yaitu teknik pemeriksaaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330).
Peneliti melakukan triangulasi data menggunakan teknik
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan
triangulasi (bandingan data hasil wawancara antar narasumber serta
G. Tahap-TahapPenelitian
Penelitian ini terlaksana dengan tahapan sebagai berikut :
1. Tahapan pra lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma teori, penjajakan alat teori, permohonan izin ke subyek yang
diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.
2. Tahap di lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data tentang pola
kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri di pondok pesantren
Al-Hasan. Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
3. Tahap pelaporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua data dan rangkaian penelitian, dan selanjutnya pemberian makna
data. Kemudian melakukan konsultasi hasil penelitian untuk mendapatkan
saran dan perbaikan demi mendapatkan kesempurnaan skripsi yang
kemudian ditindak lanjuti. Dari proses tersebut menjadikan penelitian ini
layak untuk disidangkan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami skripsi ini,
maka peneliti memberikan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bagian Awal meliputi sampul, lembar berlogo, halaman nota
persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar
lampiran.
Bab I meliputi pendahuluan, terinci dalam latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II meliputi landasan teori, terinci dalam pengertian
kepemimpinan, pengertian pola kepemimpinan kiai, pengertian ranah afektif
santri, dan pengertian pondok pesantren.
Bab III meliputi paparan data dan hasil temuan penelitian, terinci
dalam gambaran umum pondok pesantren Al-Hasan, dan hasil temuan
penelitian tentang pola kepemimpinan kiai terhadap ranah afektif di pondok
pesantren Al-Hasan.
Bab IV meliputi pembahasan yang terinci dalam pola kepemimpinan
kiai di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, ranah afektif santri di pondok
pesantren Al-Hasan Salatiga, pengaruh pola kepemimpinan kiai terhadap
ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, faktor pendukung
dan penghambat kiai dalam mengembangkan ranah afektif santri.
Bab V meliputi penutup yang terinci dalam kesimpulan dan saran.
Bagian akhir meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan riwayat
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kepemimpinan
1. Kepemimpinan secara umum
Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,
sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan
manfaat bagi kesejahteraan manusia. Kepemimpinan dapat dijelaskan
atau diuraikan dalam berbagai macam, hal ini tergantung dari sudut mana
kita melihat atau menangkap makna-makna dari kepemimpinan itu
sendiri, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa
kesamaan. Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses
ketika seseorang memimpin (directs), membimbing (guides),
memengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan,
atau tingkah laku orang lain (Kayo, 2005:7).
Sedangkan pengertian kepemimpinan menurut para ahli:
a. Menurut Ordway Tead (Moedjiono, 2002:4) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang lain untuk
bekerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.
b. Menurut Koonts dan O’Donnell dalam Moedjiono (2002:6)
memandang kepemimpinan sebagai aktivitas membujuk manusia
untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
yang dipimpin di mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi
daripada dipengaruhi karena sebagai suatu hubungan kekuasaan.
Kepemimpinan mungkin diketahui dan mungkin pula tidak oleh
pemimpin atau pengikut.
2. Kepemimpinan secara islam
Kepemimpinan dipandang dari segi islam mempunyai definisi
tersendiri. Banyak tokoh pimpinan islam menyebut islam mempunyai
gaya kepemimpinan tersendiri. Menurut Moedjiono (2002:11)
kepemimpinan dalam Islam adalah dalam rangka menjalankan
fungsi-fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Selain itu juga landasan
dalam menjalankan kepemimpinan dalam Islam harus berdasarkan atas Al
Quran dan hadis.
Sedangkan menurut Ihsan Tanjung (Moedjiono, 2002:11)
kepemimpinan di dalam Islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau
menjadi pelayan umat. Sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Baqoroh ayat 30 :
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat, “ Aku hendak menjadikan khalifah) di bumi “ Mereka
berkata, “ Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang
Kepemimpinan yang asalnya adalah hak Allah diberikan kepada
manusia sebagai khalifatullah fil ardh, wakil Allah SWT di muka bumi.
Jika bukan karena iradahNya, tak ada seorang pun yang mendapatkan
amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar. Oleh karena itu, setiap
amanah harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Allah
memberikan amanah kepada pemimpin untuk mengatur urusan orang
yang dipimpinnya, mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang
dipimpinnya guna mencapai tujuan bersama, menjaga dan melindungi
kepentingan yang dipimpinnya.
3. Syarat kepemimpinan
Menurut konsep Al Quran sekurang-kurangnya ada lima syarat
kepemimpinan yang harus dikembangkan (Kayo, 2005:75), yaitu:
a. Beriman dan bertaqwa
b. Berilmu pengetahuan
c. Mempunyai kemampuan menyusun perencanaan dan evaluasi
d. Mempunyai kesadaran dan tanggung jawab moral, serta mau
menerima kritik
e. Mempunyai kekuatan mental melaksanakan kegiatan
Menurut Imam Mawardi yang dikutip oleh Helmy dalam Risalah
Nahdatul Ulama (2009:24), persyaratan yang paling popular dan kuat
untuk menjadi pemimpin ada tujuh:
a. Memiliki sifat adil secara mutlak.
c. Tidak cacat pendengaran, penglihatan, dan lisan
d. Tidak cacat anggota badan sehingga mempengaruhi citra dan
kewibawaannya serta mempengaruhi kelincahan bergerak.
e. Memiliki visi untuk mensejahterakan dan mengarahkan pembangunan
pada kemaslahatan yang dipimpinnya.
f. Memiliki keberanian dan ketegasan dalam memberikan putusan.
g. Memiliki keturunan pemimpin (namun untuk persyaratan yang
ketujuh ini perlu dipertimbangkan dan sudah mulai diabaikan).
B. Pengertian Pola Kepemimpinan 1. Pengertian Pola
Pola dalam KBBI yaitu sistem; cara kerja pada pemerintahan atau
organisasi. Menurut Sarwono (2005:40) pola adalah model, cara kerja,
atau sistem. Kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau hubungan
yang menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama
atau secara bekerja sama atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan
tujuan bersama.
Sedangkan kepemimpinan menurut Purwanto (2006:26) adalah
sekumpulan dari serangkaian kemampuandan sifat-sifat ke pribadian,
termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam
rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela,
2. Tipologi kepemimpinan
Menurut KBBI tipologi ialah ilmu watak tentang bagian manusia
dalam golongan-golongan menurut corak watak masing-masing.
Sedangkan kepemimpinan seseorang dapat digolongkan melalui watak
seseorang tersebut.
a. Kepemimpinan otokratis
Menurut Siagian (2003:31) pemimpin yang otokratis memiliki
karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif.
Dilihat dari segi persepsinya pemimpin yang otokratik adalah
seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan
mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang sebenarnya
sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif
diinterprestasikannya sebagai kenyataan.
Adapun Kayo (2005:61) mengutip pendapat Siagian, seorang
pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang:
1) Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
3) Menganggap bawahan sebagi alat semata-mata
4) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
5) Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
6) Dalam tindakan penggeraknya sering menggunakan aprproaach
b. Kepemimpinan demokratis/partisipatif
Siagian (2003:40) menyatakan bahwa tipe kepemimpinan ini
adalah tipe kepemimpinan yang paling ideal dan paling didambakan.
Pendekatan dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan adalah
pendekatan yang holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang
demokratis dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena
perilakunya dalam kehidupan organisasional, perilakunya mendorong
para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi
dan kreativitasnya (Siagian, 2003:43).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Kayo, 2005):
1) Menempatkan manusia dalam pandangan yang terhormat, mulia
dan berpotensi.
2) Senantiasa berusaha mempertautkan antara kepentingan dan
tujuan organisasi dengan tujuan dan kepentingan pribadi.
3) Terbuka, menerima kritik dan saran dari siapa saja.
4) Berupaya menciptakan iklim yang kondusif dan mengutamakan
kerjasama yang kompak.
5) Mendorong bawahan untuk bebas berinisiatif, melalui kreativitas
yang dinamis.
6) Senantiasa membina diri untuk dapat berkembang sebagai
c. Kepemimpinan kharismatik
Menurut Ma’mur Asmani (2009:23) adalah pancaran
kewibawaan seorang Kiai dimata umat. Karisma biasanya lebih dari
kedalaman ilmu, keagungan budi, intensitas dalam mendekatkan diri
kepada Allah, konsistensi dalam berjuang dan aura yang memang
kuat dalam diri kepribadian sang Kiai. Karakteriatiknya yang khas
yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu
memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang karismatik adalah seseorang yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut
tidak dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu
dikagumi (Siagian, 2003:37).
Hal tersebut senada dengan pendapat Ma’mur Asmani
(2009:23) bahwa “Mereka (pemimpin/Kiai) memiliki aura karisma
yang dahsyat. Setiap petuah yang diberikan direkam umat, sepak
terjangnya menjadi teladan, dan perilakunya menjadi inspirasi orng
lain. Ucapan, tingkah laku, dan ketetapannya menjadi pelajaran yang
amat berharga.”
d. Kepemimpinanlaissez-faire/kendali bebas
Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang
Laissez-faire (Kendali Bebas) tentang perannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya
organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang
mengetahui apa yang menjadi tujuan dari organisasi, sasaran-sasaran
apa yang harus dicapai, tugas-tugas apa yang harus ditunaikan oleh
masing-masing anggota (Siagian, 2003:38). Atau dengan kata lain,
“Anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai keyakinan dan
bisikan hati nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan
tujuan organisasi tetap tercapai” (Siagian, 2003:39).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan laissez-faire (Siagian,
2003:39-40):
1) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.
2) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali
dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya
secara langsung.
3) Status quo organisasionalnya tidak terganggu.
4) Penumbuhan dan pengembangan kemempuan berpikir dan
bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para
anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
5) Sepanjang dan selama para anggota organisasi perilaku dan
prestasi kerja yang mwmadai, intervensi pimpinan dalam
C. Kepemimpinan Kiai 1. Pengertian kiai
Menurut KBBI Kiai adalah sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai
dalam agama islam). Sedangkan (Lubis, 2007:169) menyatakan bahwa
“Kiai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju
mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang
Kiai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang Kiai disalah satu
pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot
karena Kiai yang menggantikannya tidak sepopuler Kiai yang telah wafat
itu.
Menurut Abdullah ibnu Abbas (dalam Rasyid, 2007:18), Kiai
adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat yang
berkuasa atas segala sesuatu.
Kiai adalah sosok penyebar ilmu terbaik dari guru apapun. Sikap
tidak menerima imbalan berupa apapun menjadikan sosok yang dicintai
oleh Allah. Seorang Kiai identik dengan pesantren juga santri. Akan
tetapi seorang yang mempunyai akhlaq yang baik, bisa disebut dengan
Kiai. Terjemah saya terkait dengan Kiai yaitu kamalul ‘ilmi wal ‘adabi
(singkatan dari kata Kiai). Jadi seseorang yang telah mencapai ilmu dan
2. Sifat terpuji kiai
Menurut Moedjiono (2002:61-67) sifat-sifat terpuji yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin berdasarkan Al-Qur'an meliputi:
a. Senantiasa memberikan peringatan, surat Adh-Dhariyat ayat 55:
ﯿِﻨِﻣ ۡﺆُﻤۡﻟٱ ُﻊَﻔﻨَﺗ ٰىَﺮ ۡﻛﱢﺬﻟٱ ﱠنِﺈَﻓ ۡﺮﱢﻛَذَو
َﻦ
(Q.S Adh-Dhariyat: 55).
Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman.”( Q.S Adh-Dhariyat: 55)
b. Berpengetahuan luas, kreatif, inisiatif, peka, lapang dada dan
selalu tanggap, surat Al-Mujadalah: 11:
اَذِإ ْا ٓﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ ﺎَﮭﱡﯾَﺄَٰٓﯾ
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”( Q.S. Al-Mujadalah: 11)
c. Bertindak adil, jujur dan konsekuen, merujuk pada al-Qur'an
ِسﺎﱠﻨﻟٱ َﻦ ۡﯿَﺑ ﻢُﺘ ۡﻤَﻜَﺣ اَذِإَو ﺎَﮭِﻠ ۡھَأ ٰٓﻰَﻟِإ ِﺖَٰﻨ َٰﻣَ ۡﻷٱ ْاوﱡدَﺆُﺗ نَأ ۡﻢُﻛُﺮُﻣۡﺄَﯾ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ
ٱ ﱠنِإ ۗٓۦِﮫِﺑ ﻢُﻜُﻈِﻌَﯾ ﺎﱠﻤِﻌِﻧ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ ِۚل ۡﺪَﻌۡﻟﭑِﺑ ْاﻮُﻤُﻜ ۡﺤَﺗ نَأ
ﺎ َۢﻌﯿِﻤَﺳ َنﺎَﻛ َ ﱠ
اﺮﯿِﺼَﺑ
(Q.S An Nisa: 58).Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”(Q.S An Nisa: 58)
d. Bertanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam surat
Al-‘An’am ayat 164 :
Artinya: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain . Kemudian kepada Tuhanmulah kamu
e. Suka bermusyawarah, termaktub dalam surat Ali-Imran ayat 159
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(Q.S. Ali Imran:159)
f. Selektif terhadap informasi, dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat
ayat 16:
ِۚض ۡرَ ۡﻷٱ ﻲِﻓ ﺎَﻣَو ِت َٰﻮ َٰﻤﱠﺴﻟٱ ﻲِﻓ ﺎَﻣ ُﻢَﻠ ۡﻌَﯾ ُ ﱠ ٱَو ۡﻢُﻜِﻨﯾِﺪِﺑ َ ﱠ ٱ َنﻮُﻤﱢﻠَﻌُﺗَأ ۡﻞُﻗ
َو
ﻢﯿِﻠَﻋ ٍء ۡﻲَﺷ ﱢﻞُﻜِﺑ ُ ﱠ ٱ
(Q.S. Al-Hujurat: 16).Artinya: “Katakanlah: „Apakah kamu akan memberitahukan
kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu?”(Q.S. Al-Hujurat: 16)
ﺔﱠﻤِﺋَأ ۡﻢُﮭ ۡﻨِﻣ ﺎَﻨۡﻠَﻌَﺟَو
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
kami.”(Q.S. As-Sajadah: 24).
3. Tipologi kiai
Menurut Suprayogo (2007:199-120) membagi tipologi Kiai
sebagai berikut:
a. Kiai spiritual
Kiai spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang
lebih menekankan pada upaya mendekatkan diri pada Tuhan
lewat amalan tertentu (Suprayogo, 2007:199). Atau dengan kata
lain lebih condong kepada akhirat sentris. Kiai yang masuk
kategori spiritual ini bisa dibedakan menjadi 3 macam, pertama,
Kiai religius, yaitu yang melakukan pendekatan kepada Tuhan
dengan menekankan pada ajaran agama dan tasawuf. Kedua,Kiai
Mistis, adalah Kiai spiritual yang melakukan pendekatan dengan
olah kanuragan. Ketiga, Kiai medis, merupakan Kiai spiritual
yang melakukan pendekatan dengan menggunakan
pengetahuanya mengobati orang lain.
b. Kiai advokatif
Kiai advokatif yaitu Kiai yang mengasuh pondok
memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat
dan senantiasa mencari jalan keluarnya (Suprayogo, 2007:199).
c. Kiai politik
Kiai politik adalah pengasuh pondok pesantren yang
senantiasa perduli pada organisasi politik dan juga pada
kekuasaan (Suprayogo, 2007: 120). Kiai yang masuk kategori ini
bisa dibedakan menjadi dua: pertama, Kiai politik adaptif yaitu
Kiai yang bersedia menyesuaikan diri dengan pemerintah, seperti
masuk di parpol tertentu. Kedua, Kiai politik mitra kritis yaitu
Kiai yang berafiliasi politik.
Sedangkan menurut Abdurrahman Mas'ud (dalam Amin ,
2010: 48-49) memasukkan Kiai ke dalam lima tipologi:
1) Kiai ulama
Kiai (ulama) encyclopedi dan multidisipliner yang
mengonsentrasikan diri dalam dunia ilmu belajar, mengajar, dan
menulis, menghasilkan banyak kitab, seperti Nawawi al-Bantani.
2) Kiai spesialisasi
Kiai spesialisasi adalah Kiai yang ahli dalam salah satu
spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam.
3) Kiai kharismatik
Kiai karismatik merupakan Kiai yang memperoleh
4) Kiai dai keliling
Kiai dai keliling adalah Kiai yang perhatian dan
keterlibatannya lebih besar melalui ceramah dalam
menyampaikan ilmunya sebagai bentuk interaksi dengan publik
bersamaan dengan misi sunnisme atau ahlussunah wal jama’ah
dengan bahasa retorikal yang efektif.
5) Kiai pergerakan
Disebut Kiai pergerakan, karena peran dan skill
kepemimpinannya yang luar biasa, baik dalam masyarakat
maupun organisasi yang didirikannya, serta kedalaman ilmu
keagamaan yang dimilikinya, sehingga menjadi pemimpin yang
paling menonjol.
4. Kepemimpinan kiai
Gaya kepemimpinan yang diterapkan Kiai dalam sebuah pondok
pesantren biasanya adalah gaya kepemimpinan karismatik. Hal tersebut
karena gaya kepemimpinan karismatik merupakan gaya kepemimpinan
yang bernuansa moral karena pada umumnya, bermuara pada otoritas
keulamaan dalam masalah kedalaman ilmu, ketinggian pribadi,
pengelolaan yang hati-hati dalam hubungan-hubungan personal dengan
anggota-anggota masyarakat muslim, serta pembinaan reputasi individual
(berdasarkan kepada keteladanan moralitas yang mereka miliki) (A’la,
Karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat
memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya
kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang karismatik adalah
seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut
tersebut tidak dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu
itu dikagumi (Siagian, 2003:37).
D. Pengertian Ranah Afektif Santri 1. Pengertian afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi dan nilai (Andersen, 1981:4). Pemikiran atau perilaku harus
memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif
(Andersen, 1981:4). Pertama : perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua : perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain
yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, ranah dan target. Intensitas
menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih
kuat dari pada yang lain.
Sikap dan perilaku seseorang adalah wujud nyata dari gerak
seseorang yang bermuara dari hati, makna akhlak yang baik adalah rupa
batin yang baik, maka dengan kadar terhapusnya sifat-sifat tercela,
teguhlah gantinya sifat-sifat terpuji. (al-Ghazali, 2008:223). Ranah afektif
a. Pemahaman jasad
Peran dimensi afektif sangatlah sentral dalam membentuk
fondasi akhlak manusia.
Hatilah apabila dikenal oleh manusia, maka sesungguhnya
manusia telah mengenal dirinya. Dan apabila manusia telah mengenal
dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya. Dan hati itu, apabila tidak
dikenal oleh manusia, maka manusia tidak akan mengenal dirinya,
dan apabila manusia itu tidak mengenal dirinya, maka ia tidak
mengenal akan Tuhannya. Dan barang siapa tidak mengenal hatinya,
maka ia lebih tidak mengenal akan yang lainnya. Karena kebanyakan
manusia itu, tidak mengetahui hatinya dan dirinya (al-Ghazali, t.t.: 6).
b. Hakikat hati
Pertama adalah ruh. Ruh memiliki dua makna yaitu: yang
pertama ruh dalam pengertian biologi, yaitu benda halus yang
bersumber dari benda hitam dalam rongga hati yang berupa daging
berbentuk seperti pohon cemara. Benda halus ini tersebar melalui
pembuluh nadi dan pembuluh balik pada seluruh bagian tubuh. Benda
halus itu seumpama lampu di dalam sebuah rumah. Itulah yang
dimaksudkan para dokter dengan nama ruh (nyawa) (al-Ghazali,
2008:205). Pengertian yang kedua adalah luthf rabbani yang
mengetahui dan merasa yang merupakan makna hakikat hati. Ruh dan
hati saling bergantian mengacu pada luthf tersebut dalam satu
Kedua adalah hati. Hati memiliki dua makna, pertama: daging
yang berbentuk shaunaubur yang terletak pada dada sebelah kiri, di
dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam (al-Ghazali,
2008:204). Ini adalah sumber ruh. Kedua: luthf rabbani ruhani, yang
memiliki kaitan dengan daging ini, luthfrabbaniini adalah mengenai
Allah SWT (Munif, 2017:37)
Ketiga adalah nafsu. Nafsu memiliki dua makna; pertama,
makna yang mencakup kekuatan marah, syahwat dan sifat-sifat
tercela (al-Ghazali, 2008:205). Kedua, adalah lathifah atau hakikat
manusia, yaitu diri manusia dan zat-nya (Munif, 2017:38).
Keempat adalah akal. Akal memiliki dua makna: pertama,
pengetahuan terhadap hakikat segala sesuatu (al-Ghazali, 2008:206).
Kedua adalah yang memperoleh pengetahuan dan itu adalah hati
adalahluthf(al-Ghazali, t.t.:10).
c. Tentara hati
Tentara hati (batin) diklasifikasikan menjadi tiga jenis.
Pertama, jenis pembangkit dan pendorong. Jenis yang pertama ini
adakalanya sebagai pemberi manfaat semisal nafsu dan sahwat,
adakalanya yang yang menentang dan tidak memberi manfaat semisal
marah. Kedua adalah jenis penggerak anggota badan untuk
menghasilkan maksud-maksud tertentu. Yaitu tentara yang
segala sesuatu yaitu kekuatan penglihatan seperti mata, kekuatan
pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan (al-Ghazali,
t.t.:14).
d. Karakteristik hati
1) Hati sebagai raja
Karena itu, apabila seseorang mematuhi ajakan kejahatan
atau syahwat, ia melihat dirinya bersujud di hadapan babi atau
keledai. Jika ia mengikuti amarahnya, ia bersujud di hadapan
anjing, karena pada hakikatnya ia mematuhi keledai yakni
syahwat dan mematuhi babi yakni kejahatan. Di dalam hal ini
yakni menaati syahwat dan kejahatan berarti ia menaati setan yang
menguasai manusia. Jika penguasaan hawa nafsu dengan
sifat-sifat ini terus berlanjut, yang merupakan tentara setan terhadap
hati, sementara hati tidak dapat melawan untuk mengalahkan
tentara setan ini, maka selamanya hati dikuasai (al-Ghazali,
2008:208).
Sebagaimana raja dalam kerajaannya, ia merasa cukup
dalam pengaturannya dan bermusyawarah dengan menterinya dan
menolak isyarat budak yang keji tadi. Ia menjadikan menterinya
sebagai tempat musyawarah sehingga budak itu disiasati, tidak
mensiasati, disuruh dan diatur, tidak menyuruh dan tidak
mengatur. Luruslah urusan negeri raja tersebut (al-Ghazali,
2) Inkonsisten
Hal ini dikarenakan dalam hati manusia berkumpul empat
sifat, yakni sifat kebuasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan
sifat ketuhanan. Apabila manusia dikuasai sifat kemarahan, maka
ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, yaitu
permusuhan, kemarahan dan serangan terhadap manusia lain
dengan pukulan dan makian. Sekiranya manusia itu dikuasai oleh
nafsu-syahwat, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan hewan,
yaitu kerakusan, kelobaan, nafsu syahwat dan lain-lain
(al-Ghazali, t.t.:26).
Semua manusia terdapat campuran empat sifat pokok,
yakni rabbaniyah (ketuhanan), kesetanan, kebuasan dan
kebinatangan. Keempat sifat itu terkumpul dalam hati.
Seolah-olah dalam manusia terdapat sifat babi, anjing, setan dan ahli pikir
(al-Ghazali, t.t.:27).
e. Keajaiban hati
Tempat ilmu adalah hati, yakni hati yang halus yang mengatur
seluruh anggota tubuh manusia (al-Ghazali, t.t.:33). Selama cermin
itu bersih dari kotoran dan noda, maka segala sesuatu dapat terlihat
padanya, tetapi jika cermin itu dipenuhi noda, sementara tidak ada
yang dapat menghilangkan noda darinya dan mengkilapkannya, maka
Maka orang yang berilmu ibarat hati, dimana keadaan hakikat
segala sesuatu ada di dalamnya. Pengetahuan adalah gambaran
hakikat sesuatu dan pengetahuan itu sendiri adalah hasil bentuk di
dalam cermin. Seperti halnya genggaman membutuhkan
penggenggam (semisal tangan) dan yang digenggam (semisal pedang)
serta keberadaan pedang di dalam genggaman sehingga pedang
benar-benar dalam genggaman. Begitu juga ilmu, pada saat ilmu kitu
benar-benar sampai dan berada dalam hati maka itu dinamakan ilmu
(al-Ghazali, 2010:18).
Hati mempunyai dua pintu, menuju alam lahir dan menuju
alam batin. Pada waktu tidur, pada saat indera-indera eksternal
terputus, pintu batin terbuka. Tersingkaplah rahasia-rahasia alam
malakut dan lauhul al-mahfudz yang berbentuk seperti cahaya.
Ketahuilah, hati bagaikan cermin dan lauh al-mahfudz juga seperti
cermin karena di sana terdapat gambaran seluruh realitas wujud. Jika
dua cermin ini dihadapkan, maka gambar yang ada pada cermin yang
satu akan dipantulkan ke dalam cermin lainnya. Seperti itulah proses
ditampakkannya gambar yang ada dalam lauh al-mahfuzd ke dalam
hati (Soleh, 2009:133).
2. Pengertian santri
Santri berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata “cantrik”, yang
artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini
suatu keahlian (Madjid, 1998:19). Menurut KBBI santri adalah orang
yang mendalami agama Islam.
Menurut Hamid (1993:65) istilah santri berasal dari kata shastra
dari bahasa Tamil yang berarti seorang ahli buku suci (Hindu). Dalam
dunia pesantren istilah santri adalah murid pesantren yang biasanya
tingggal di asrama atau pondok. Hanya santri yang rumahnya dekat
dengan dengan pesantren tidak demikian. Dauly (2001:15) santri berarti
orang baik yang suka menolong. Dalam istilah lain juga diterangkan
bahwa santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar dalam
pesantren.
Santri dikelompokkan menjadi dua, Dhofier (1985:51)
menyebutnya, pertama santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal
dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri
mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya
merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab
mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul
tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan
menengah. Kedua, Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari
daerah sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesatren.
Untuk mengikuti pelajaran di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari
rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan
E. Pengertian Pondok Pesantren
Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di
Indonesia adalah Pondok Pesantren. Pondok pesantren adalah sebuah
komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan sekitarnya.
Dalam komplek itu berdiri beberapa buah bangunan rumah kediaman
pengasuh, sebuah langgar atau sebuah surau atau masjid tempat pengajaran
diberikan asrama tempat tinggal siswa pesantren (Wahid, 1985:10).
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan
wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi
historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia(Indigenous)(Madjid, 1997:3).
Menguatkan arti dari pesantren, Nasir (2005: 80) mendefinisikan
bahwa pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu
agama Islam.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan Kiai sebagai tokoh
atau figur utamanya yang merupakan ciri khas pondok pesantren,
sebagaimana lazimnya disamping Kiai sebagai pendiri sekaligus pembina,
pesantren. Begitu juga dengan sejumlah santri yang dalam sehari-harinya
Dalam realitasnya, saat ini pondok pesantren memiliki ciri khas
budaya yang berbeda. Menurut Jamal Ma’mur Asmari (2003:7-10) membagi
pesantren kedalam tiga macam :
1. Pesantren tradisional/salaf
Sejarah pendidikan pendidikan di Indonesia mencacat, bahwa
pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di
Indonesia. (Depag, 2003:7). Dinamakan pesantren tradisional, karena
pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam
tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah
bimbingan seorang guru yang dikenal dengan sebutan Kiai (Dhofier,
1985:44).
Pesantren model ini menerapkan pengajian hanya terbatas pada
kitab kuning, intensifikasi musyawarah atau bahthul masail, dan
berlakunya sistem diniyah. Kultur dan paradigma berpikirnya didominasi
oleh term-term klasik, seperti tawadlu’ yang berlebih, zuhud, qona’ah,
barakahatauakhirat oriented(Asmari, 2003:7).
2. Pesantren modern
Berkembangnya pendidikan Islam diindonesia merupakan catatan
positif bagi nusantara yang berpenduduk mayoritas muslim. Pendidikan
Islam sebagai lembaga alternatif diharapkan mampu menyiapkan kualitas
Berdasarkan tuntutan zaman, reformasi pesantren terus mengalami
perkembangan. Pondok modern menekankan penguasaan bahasa asing
(Arab dan Inggris), tidak ada pengajian kitab-kitab kuning, kurikulum
mengadopsi kurikulum modern, lentur terhadap term-term tawadlu’,
barakah,dan sejenisnya (Asmari, 2003:9).
3. Pesantren salaf semi modern
Karakteristik pesantren model ini adalah ada pengajian kitab salaf,
ada kurikulum modern, dan mempunyai indepensi dalam menentukan
arah dan kebijakan ruang terbuka buat santri. Bergesernya nilai barakah,
tawadlu’, dan zuhud menyebabkan orientasi ukhrawi perjuangan pada
BAB III
PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Hasan 1. Tinjauan historis
Pondok Pesantren Al-Hasan merupakan lembaga pendidikan dan
pengajaran Islam yang berdiri sekitar tahun 1955. Pendirinya adalah KH.
Ishom bersama isteri pertama beliau yang bernama Nyai Zuhrotun. Selain
menjadi seorang kyai, KH. Ishom juga menjabat sebagai kepala bagian di
KUA. Beliau adalah sosok kyai yang mempunyai kepribadian tegas dan
keras. Sifat tegas dan keras tersebut beliau terapkan dalam mendidik
putra-putri dan para santri supaya menjadi insan yang mempunyai akhlak
baik dan mempunyai pengetahuan luas untuk bekal hidup serta dapat
meneruskan perjuangan beliau dalam menegakkan agama Islam.
Pondok pesantren tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi yang
berada di daerah Bancaan. Program pertama yang ditanamkan oleh KH.
Ishom dalam membina para santri adalah dalam bidang tajwid
(Al-Qur’an) dan akhlak, dengan tetap memandang penting pembinaan iman
dan takwa. Seiring dengan perkembangan zaman dan karena beberapa
alasan, KH. Ishom menikah dengan isteri yang kedua, Nyai. Hj. ’Atifah
dan mendirikan pondok pesantren yang kedua di daerah Banyuputih
dengan nama dan sistem pembelajaran yang sama dengan pondok yang
Ishom yang kedua tersebut, mempunyai dua keturunan yaitu M. Rofiq
Ishom dan Nyai Kamalah Ishom, S.E. Walaupun menjadi pengasuh dua
pesantren dengan lokasi yang berbeda, KH. Ishom tetap memperlakukan
kedua pesantren tersebut dengan adil, hal tersebut dapat dilihat dari cara
pembagian waktu untuk kedua pesantren, santri dan kedua isteri beliau.
Dalam waktu satu minggu, beliau lebih sering menghabiskan siang
hari di Bancaan dan malam harinya di Banyuputih. Namun pada tahun
1975, isteri beliau yang pertama, Nyai Zuhrotun tutup usia, Pondok
Pesantren Al-Hasan yang berada di Bancaan digabung menjadi satu di
Banyuputih. Keluarga dan para santri diboyong ke Banyuputih. Salah satu
alasan penggabungan pesantren tersebut adalah supaya KH. Ishom dapat
lebih maksimal dalam mendidik dan mengawasi para santri, dan juga
karena sudah berusia 64 tahun. Dengan usia yang sudah dapat dikatakan
menginjak lanjut tersebut, mengharuskan KH. Ishom untuk banyak
beristirahat dan mengurangi kegiatan yang banyak menguras tenaga.
Pada tahun 1979 keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan
kembali berduka karena pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren
Al-Hasan Salatiga yaitu KH. Ishom tutup usia. Sehingga pengasuh Pondok
Pesantren Al-Hasan Salatiga mulai tahun 1980 sampai 1997 diasuh oleh
isteri kedua beliau, Nyai Hj. ’Atifah dengan dibantu putra-putri beliau.
Pada tahun 1997 keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan kembali
berduka, karena Nyai Hj. ’Atifah tutup usia sehingga pengasuh Pondok
beliau KH. Ichsanudin dan Nyai Kamalah Ishom, S.E. Sistem
pembelajaran yang dipakai oleh KH. Ishom dengan KH. Ichsanudin tidak
jauh berbeda, yaitu tetap mengedepankan ilmu tajwid dan akhlak.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Pondok Pesantren Al-Hasan adalah
pesantren Al-Qur’an, pesantren yang mengajarkan ilmu Al-Qur’an.
Setelah berjalan dengan penuh rintangan, pada bulan Desember
2016 Al-Hasan kembali berduka. KH. Ichsanudin kembali ke
rahmatullah. Hampir semua merasa kehilangan, tak hanya keluarga
ataupun santri bahkan warga sekitar sampai warga Salatiga ikut
merasakan kepergian sang KH. Ichsanudin. Dimasa hidupnya beliau
dikenal sebagai Kiai yang mempunyai kharismatik tinggi, pembelajaran
Qur’an dengan tajwid menjadi prioritas beliau. Karena membaca
Al-Qur’an tidak sekedar membaca dengan terburu ataupun banyak lembar,
akan tetapi bagaimana kita berinteraksi dengan sang maha kuasa dengan
baik. Karena kepergian KH. Ichsanudin, kini Pondok Pesantren Al-Hasan
dipimpin putranya, yaitu Kiai Ma’arif sampai sekarang.
Eksistensi Pondok Pesantren Al-Hasan dengan perkembangan dan
kemajuan yang hadir di tengah-tengah masyarakat merupakan suatu usaha
yang membutuhkan proses waktu yang panjang. Pada tahun 2004, Pondok
Pesantren Al-Hasan baru dapat membangun wisma santri putra-putri
dengan bangunan yang dapat dikatakan bagus, sebelumnya para santri
tidak membuat para santri berkecil hati dan menjadi penghambat mereka
dalam menuntut ilmu.
2. Visi dan misi
Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al-Hasan, yaitu:
Visi :
a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa
b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)
c. Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah.
d. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Misi :
a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan kepribadian yang
kokoh.
b. Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana
tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia dan
akhirat.
c. Membangun karakter islami dan mengedepankan Aklaqul yang bers
asas Qur’aniyah.
d. Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai iman
3. Letak geografis
Pondok pesantren Al-Hasan beralamat di Jl. Imam Bonjol, Dusun
Sidorejo Lor, Desa Sidorejo, Kota Salatiga, 50714. Secara geografis
pondok pesantren Al-Hasan terletak di tengah pemukiman padat
penduduk. Sebelah utara berbatasan dengan Jl. Gang Buntu, Dusun
Sinoman Lor. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cabean, batas
sebelah barat berdampingan dengan Dusun Banyu Putih Barat dan
sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sinoman.
4. Struktur organisasi
Gambar 4.1
STRUKTUR KEPENGURUSAN PUTRA
5. Tata tertib
a. Kewajiban didalam pondok
1) Mengikuti sholat berjamaah di masjid, dari awal samapai akhir
(do’a)
2) Sholat juma’at harus keluar dari pondok maksimal jam 12.00
(bagi santri putra)
3) Mengikuti kegiatan mengaji
4) Menghormati dan menaati pengasuh serta pengurus pondok
5) Wajib kembali ke pondok sebelum jam 16.30 dan HP
dikumpulkan
6) Kepulangan diwajibkan dua minggu sekali untuk putri dan putra
dengan syarat izin pengasuh
7) Menaati semua peraturan dan menjalankan semua kegiatan yang
sudah disusun oleh setia seksi.
b. Kewajiban diluar pondok
1) Santri wajib menjaga tingkah laku dan akhlaqul karimah
2) Wajib menjaga dan memelihara nama baik Pondok Pesantren
Al-Hasan
3) Keluar pondok harus memakai pakaian santri, kecuali ada sesuatu
hal dan dan alasan yang mengharuskan untuk tidak memakainya.
c. Larangan didalam pondok
1) Dilarang memakai barang orang lain tanpa izin