• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Skripsi : Pola kepemimipinan Kiai terhadap ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017. - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Judul Skripsi : Pola kepemimipinan Kiai terhadap ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017. - Test Repository"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KEPEMIMPINAN KIAI

TERHADAP RANAH AFEKTIF SANTRI

DI PONDOK PESANTREN AL-HASAN

BANYUPUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SALATIGA

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban Dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Agama Islam

Oleh:

Muhamad Zaenal Arifin

NIM: 111-12-243

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

KEMENTRIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“Kejujuran dan Kesungguhandalam mengerjakan sesuatu hal apapun”

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya, Bapak Munir dan Ibu Siti Mardiyah yang

mendukung secara dhohir dan bathin, juga adik saya M. Ainnur Rofiq agar menjadi motivasi dalam jenjang pendidikannya.

2. Kepada guru-guru saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

3. Kepada keluarga besar MAPALA MITAPASA, Pondok Pesantren

Al-Hasan, segenap temanm-teman PKM 1 IAIN Salatiga, Keluarga Sabar

Kantin Kita , teman-teman PAI angkatan 2012 khususnya PAI G, dan

seluruh teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang

telah mendukung dan membantu sacara moril,

4. Kepada Sri Fitriyati yang telah mensupport secara moril, dan mendorong

penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan harapannya bisa menjadi

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang, segala

puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya, sehingga peneliti diberikan kemudahan menyelesaikan skripsi.

Shalawat serta salam terlimpahkan kepadanabiullahMuhammad SAW, keluarga, dan para pengikutnya.

Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan

Strata Satu (S1) Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pendidikan Agama Islam Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga,

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga,

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M. Ag., selaku ketua jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI),

4. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

ikhlas meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini,

5. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang selalu

memotivasi dan menginspirasi dalam hingga akhir perkuliahan,

6. Bapak Sutrisno, M.Pd yang telah memberi ide dan motivasi dalam

pembuatan skripsi,

7. Segenap bapak dan ibu dosen, karyawan dan sivitas akademik IAIN

Salatiga yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini,

8. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, dan

(9)
(10)

ABSTRAK

Arifin, Muhamad Zaenal. 2017. Pola kepemimipinan Kiai terhadap ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M.Pd.

Kata Kunci: pola kepemimpinan, kiai, ranah afektif santri

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang sekaligus memiliki kurikulum pendidikan karakter berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang, yaitu santri. Dialektika Kiai dan santri sangat erat, karena Kiai yang akan memimpin dan mengarahkan santri-santri. Tujuan skripsi ini untuk menjawab 1) pola kepemimpinan kiai, 2) ranah afektif santri, 3) pengaruh pola kepemimpinan kiai terhadap ranah afektif santri di pondok pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga tahun 2017.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sekunder. Metode pengambilan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(11)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

DEKLARASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 7

F. Metodologi Penelitian... 8

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian... 8

2. Kehadiran Peneliti ... 9

(12)

4. Sumber Data ... 9

5. Prosedur Pengumpulan Data ... 10

6. Analisis Data ... 12

7. Pengecekan Keabsahan Data... 14

G. Tahap-tahap Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI... 17

A. Pengertian Kepemimpinan... 17

B. Pengertian Pola Kepemimpinan... 20

C. Kepemimpinan Kiai ... 25

D. Pengertian Ranah Afektif Santri ... 32

E. Pengertian Pondok Pesantren... 39

BAB III PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN... 42

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Hasan... 42

1. Tinjauan Historis ... 42

2. Visi Misi... 45

3. Letak Geografis ... 46

4. Struktur Organisasi... 46

5. Tata Tertib ... 49

6. Sarana Dan Fasilitas ... 50

7. Daftar Ustadz, Ustadzah, Dan Tenaga Pengajar ... 52

8. Daftar Santri ... 52

(13)

B. Hasil Temuan Penelitian ... 61

1. Pola Kepemimpinan Kiai Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 61

2. Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 64

3. Kepemimpinan Kiai Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 67

BAB IV PEMBAHASAN... 71

A. Pola Kepemimpinan Kiai Di Pondok Pesantren Al-Hasan... 71

B. Ranah Afektif Santri Pondok Pesantren Al-Hasan ... 73

C. Pengaruh Pola Kepemimpinan Kiai Terhadap Ranah Afektif Santri Di Pondok Pesantren Al-Hasan ... 74

D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Kiai Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Santri ... 75

BAB V PENUTUP... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1: Keterangan Sarana Prasarana Pondok Pesantren Al-Hasan... 50

Tabel 4.2: Keterangan Daftar Uztadz, Uztadzah, Dan Tenaga Pengajar ... 51

Tabel 4.3: Keterangan Nama Santri Putra Pondok Pesantren Al-Hasan ... 51

Tabel 4.4: Keterangan Nama Santri Putri Pondok Pesantren Al-Hasan ... 53

Tabel 4.5: Keterangan Jadual Kegiatan Harian Santri ... 56

Tabel 4.6: Keterangan Jadual Kegiatan Mingguan Santri ... 57

Tabel 4.7: Keterangan Jadual Kegiatan Bulanan Santri... 58

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1: Keterangan Struktur Organisasi Pengurus Putra... 45

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 02 Surat Izin Penelitian

Lampiran 03 Surat Izin Penelitian (Kesbangpol Salatiga)

Lampiran 04 Surat Kenyataan Penelitian

Lampiran 05 Pedoman Wawancara

Lampiran 06 Hasil Wawancara

Lampiran 07 Foto Kegiatan Santri dan Dokumentasi

Lampiran 08 Data Santri

Lampiran 09 Lembar Konsultasi

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu

agama islam (Nasir, 2005:80). Salah satu ciri pesantren yaitu santri yang

tinggal di asrama dan mendalami ilmu agama. Menurut Munir Mulkhan

(2003:300) santri adalah orang yang belajar di pondok pesantren. Untuk

menggali ilmu dari Kiai tersebut secara teratur dalam waktu yang lama, para

santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di

dekat kediaman Kiai. Yang mana kedekatan Kiai dan santri tersebut

menimbulkan pola relasi tertentu.

Berbicara tentang hubungan Kiai dan santri sangat erat kaitannya

dengan kepemimpinan di pondok pesantren. Dalam hal ini Kiai dan santri

yang di persatukan dalam pondok pesantren memunculkan pola relasi

tersendiri. Sehingga Kiai dalam memimpin sebuah pondok pesantren

memiliki gaya kepemimpinan tersendiri. Apalagi relasi Kiai dan santri

dibarengi dengan ketaatan santri terhadap Kiai menjadikan Kiai sebagai

pemimpin pesantren (lembaga pendidikan nonformal) berupaya mewujudkan

potensi santri dengan nilai-nilai moral yang baik dan berupaya pula untuk

merealisasikan fungsinya yang menurut Khusnan (2011:1) terbagi menjadi

empat, yaitu:

(18)

2. Social control(kontrol sosial)

3. Social engineering(rekayasa sosial)

4. Community development(pengembangan masyarakat)

Namun dalam perjalanannya mengalami kendala dan berbagai masalah.

Adapun menurut Asmari (2009:22) salah satu masalah sensitif dalam konteks pesantren adalah kepemimpinan. Pemimpin pesantren yang dikenal masyarakat sebagai Kiai mempunyai aura kharisma yang dahsyat.

Dalam kehidupan pesantren saat ini pemimpin selalu dikritik daribanyak

sisi, yang mana hal tersebut mengakibatkan kurang loyalnya santri terhadap kepemimpinan yang ada. Dalam artian yang sesungguhnya, bahwa tujuan dari pesantren yang idealnya berpengaruh pada moral santri, seperti meningkatkan ketawaduan, keikhlasan, kesabaran dan lain sebagainya, ternyata tidak semuanya terealisasi (perilaku santri tidak seperti yang diharapkan).

Seperti firman Allah SWT dalam surat Al – Maidah ayat 51 yang

berbunyi:

ْاوُﺬِﺨﱠﺘَﺗ َﻻ ْاﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ ﺎَﮭﱡﯾَﺄَٰٓﯾ

ۚﺾ ۡﻌَﺑ ُءٓﺎَﯿِﻟ ۡوَأ ۡﻢُﮭُﻀ ۡﻌَﺑ َۘءٓﺎَﯿِﻟ ۡوَأ ٰٓىَﺮ َٰﺼﱠﻨﻟٱَو َدﻮُﮭَﯿ ۡﻟٱ

. َﻦﯿِﻤِﻠٰﱠﻈﻟٱ َم ۡﻮَﻘ ۡﻟٱ يِﺪ ۡﮭَﯾ َﻻ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ ۗۡﻢُﮭ ۡﻨِﻣ ۥُﮫﱠﻧِﺈَﻓ ۡﻢُﻜﻨﱢﻣ ﻢُﮭﱠﻟَﻮَﺘَﯾ ﻦَﻣَو

(Q.S. Al Maidah:

51)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang

(19)

Pondok pesantren Al-Hasan adalah sebuah lembaga pendidikan yang

berbasis pendidikan non formal. Dimana didalamnya memeliki sistematika

pembelajaran sendiri. Terletak di jalan Imam Bonjol, Banyuputih Timur,

Sidorejo Lor, Salatiga yang dihuni sebanyak 69 santri yang terdiri 30 santri

putra dan 39 santri putri.

Pondok pesantrenAl-Hasan dipimpin oleh seorang Kiai yang bernama

Kiai Ma’arif. Dengan segala gaya kepemimpinannya megatur roda kehidupan

dipesantren tersebut mulai dari kegiatan islami maupun kegiatan umum.

Meskipun sudah ada jadwal yang baku pada pondok tersebut, akan tetapi

masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh santrinya. Untuk

meningkatkan kualitas internnya, Kiai Ma’arif setiap waktu menyempatkan

diri untuk memantau kegiatan pesantren setiap harinya yang sudah terlaksana,

meski dengan aktifitas beliau yang sudah padat.

Sejak KH. Ichsanudin meninggal dunia, Kiai Ma’arif lah yang

memegang pondok tersebut. Beliau dengan gaya kepemimpinannya

merekonstruksi ulang peraturan yang ada untuk diperbarui agar lebih baik.

Bahkan beliau turun langsung dalam kegiatan pondok untuk mengetahui

perkembangan santrinya. Karakter perilaku dan sifat santri yang

bermacam-macam akan membentuk dan saling mengisi emosional antar santri. Sebagai

pemimpin pondok yang demokratis, beliau bekerjasama dengan pengurus

pondok untuk mengatur kehidupan dipondok.

Hal itu menjadikan Kiai Ma’arif untuk mengubah dan menunjukan

(20)

mempunyai adab. Menurut Qomar (2002:64) karakteristik pesantren dapat

diperlihatkan melalui profil Kiainya. Dengan gaya kepemimpinannya beliau,

melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat membentuk perilaku dan sifat santri

agar tidak mudah terprovokasi oleh lingkungannya.

Adapun hasil dari observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 2

Mei 2017,ditemukanbahwa perilaku santri masih dirasa kurang sesuai dengan

apa yang termaktub dalam akhlak santri (berkaitan dengan kepemimpinan

Kiai). Ketidaksesuaian tersebut berkaitan dengan kepemimpinan yang ada.

Pola relasi Kiai dan santri yang kurang dipahami oleh santri dan pola pikir

atau persepsi santri yang keliru menimbulkan penyimpangan akhlak santri.

Sehingga secara tidak langsung akan membangun citra buruk dari pondok

pesantren itu sendiri.

Melihat dari observasi lapangan peneliti menemukan beberapa

problematika pada pondok pesantren tersebut, yaitu afektif santri yang

simpang siur dengan pola kepemimpinan sang Kiai. Ironi bila santri bertolak

belakang kepribadiannya dengan Kiai. Meskipun dalam ilmu psikologi setiap

manusia memliki ciri khas gaya kehidupan sendiri-sendiri. Yang menjadi

sorotan dimana status pendidikan santri di pondok tersebut ialah dari kalangan

SMP/MTs, SMA/MA, dan Perguruan Tinggi. Siklus kehidupan yang terjadi

ialah tidak seimbangnya sikap dari kepribadian masing-masing santri karena

hidup satu rumpun tanpa adanya sekat diantaranya mereka. Jadi porsi yang

(21)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlunya penyelesaian

masalah melalui kegiatan penelitian yang dilakukan peneliti dengan judul

POLA KEPEMIMPINAN KIAI TERHADAP RANAH AFEKTIF SANTRI

DI PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA TAHUN 2017.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana pola kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren Al-Hasan

Salatiga tahun 2017?

2. Bagaiamana ranah afektif santri di pondok pesantren Al-Hasan Salatiga

tahun 2017?

3. Bagaimana pengaruh pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif

santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan pola kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren

Al-Hasan Salatiga tahun tahun 2017.

2. Untuk mendeskripsikan ranah afektif santri di pondok pesantren

Al-Hasan Salatiga tahun 2017.

3. Untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah

afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga tahun tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis.

(22)

a. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan tentang pola kepemimpinan

pengasuh pondok pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan

formalnya, yang mencakup mulai dari input pendidikan, proses

pembelajarannya dan output pendidikannya.

b. Sebagai wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang pola yang

seperti apa yang digunakan oleh pengasuh pondok pesantren dalam

meningkatkan kualitas pendidikan karakter santrinya.

c. Sebagai bahan penelitian atas pola kepemimpinan pengasuh pondok

pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter di

pondok pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor,

Salatiga.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi manfaat :

a. Bagi pesantren, sebagai revolusi pembenahan sistem pendidikan

karakter. Yang mana menjadi wawasan baru untuk Kiai guna

membenahi pola kepemimpinan untuk menghadapi banyak karakter

yang berbeda dalam satu lingkungan. Memeberikan stimulus kepada

santri melalui perkataan dan perilaku Kiai yang menjuru pada ranah

afektif santri agar terciptanya insan kamil dan berakhlaqul karimah.

b. Bagi santri, sebagai wawasan akan pentingnya membangun sikap dan

nilai melihat dari gaya kepemimpinan Kiai Ma’arif. Juga menambah

(23)

lingkungan yang tidak sejalan dengan apa yang kita bayangkan. Sifat

humanisme dan demokrasi akan terwujud melalui pengembangan

ilmu yang maksimal.

c. Bagi masyarakat, sebagai motivasi penduduk sekitar akan pentingnya

hidup bersosial. Dengan Kiai dan santri yang mempunyai jiwa

pemimpin yang baik akan memunculkan motivasi untuk generasi

muda masyarakat sekitar, karena pesantren dan masyarakat setempat

merupan dua elemen yang tidak bisa terpisahkan.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Tinjauan pustaka yang dapat dihadirkan diantaranya adalah :

1. Kunti Zakiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012)

dalam skripsinya yang berjudul “Pola relasi Kiai dan santri (Persepsi

santri terhadap kepemimpinan Kiai di pondok pesantren Pancasila

Blotongan, Sidorejo, Salatiga, Tahun 2012)”, menyimpulkan dari

penelitian yang telah dilakukan, persepsi santri terhadap kepemimpinan

Kiai adalah kepemimpinan karismatik karena dikagumi oleh banyak

santri-santri (pengikut). Ada pun kekaguman tersebut disebabkan oleh

karakteriatik Kiai yang khas (daya tariknya yang sangat memikat). Otoritas Kiai dalam masalah kedalaman ilmu, ketinggian pribadi dan

pengelolaan yang hati-hati dalam hubungan-hubungan personal.

2. Umu Syafa’atun (Universitas Islam Negeri Walisongo, 2014) “Peran

(24)

bahwa KH. Hakim Annaisabury adalah sosok yang demokratis. Dalam

memimpin pondok beliau menerapkan tiga aspek, yaitu aspek pengaruh,

karakter, dan kerohanian. Peran beliau dalam meningkatkan kedisiplinan

pondok dengan adanya sistem absen santri pada waktu sholat berjama’ah

dan mengaji.

Dari uraian diatas, menunjukan sudah adanya penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian ini. Tetapi fokus penelitian merujuk pada

ranah afektif santri, karena persepsi dan otoritas peraturan dirasa kurang untuk

menumbuhkan kesadaran santri. Penelitian ini berfokus bagaimana

kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri. Tidak sebatas melihat

pemimpin dan mendekripsikannya, akan tetapi bisa merespond dan

menanamkan dalam diri. Dengan demikian, penelitian ini telah memenuhi

kriteria kebaruan.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Milles dan

Huberman dalam Sugiono (2013) mengemukakan bahwa aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus

sampai tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Dalam pendekatannya,

penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan(field research).

Penelitian ini kualitatif deskriptif, karena peneliti berusaha

(25)

2. Kehadiran peneliti

Peneliti melakukan penelitian secara langsung di Pondok

Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga dengan

cara membaur pada masyarakat pondok. Adapun peneliti berpartisipasi

secara lengkap, dalam artian peneliti menjadi anggota secara penuh dari

kelompok yang diamati. Sehingga peneliti mengetahui dan menghayati

secara utuh dan mendalam sebagaimana yang dialami para santri yang

diteliti. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh data informan secara

detail dan mendalam langsung dari objek yang diteliti.

3. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di pondok pesantren Al-Hasan

Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga. Adapun Pondok Pesantren

Al-Hasan sendiri beralamat di Jalan Imam Bonjol No. 89 Banyuputih Timur,

Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga.

4. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan

menjadi dua yang menurut Sugiarto (dalam Khafid, 2007) adalah:

1. Data primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti

sehingga dapat diambil, diteliti, dan kemudian diolah sendiri oleh

peneliti, sehingga dapat diambil kesimpulan. Adapun sumber data ini

memposisikan manusia sebagai subyek atau yang kerap disebut

(26)

Adapun sumber data primer adalah Kiai dan santri baik putra

maupun putri di Pondok Pesantren Al-Hasan. Data tersebut diperoleh

melalui wawancara terbuka oleh Kiai dan santri, sebagaimana

informasi digali secara mendalam terkait hubungan kepemimpinan

Kiai dengan ranah afektif santri.

2. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber

penelitian dengan mempelajari dokumen, buku-buku yang ada

kaitannya dengan penelitian ini atau data yang diperoleh dalam

bentuk sudah jadi, yaitu diolah dan disajikan oleh pihak lain.

Adapun sumber data sekunder yang dibutuhkan seperti

data-data administrasi pondok, inventaris pondok, foto-foto, dokumen

dapat berupa catatan pribadi, buku, notulen rapat, gambar, foto, bagan

dan lain sebagainya dan hal-hal yang berkaitan dengan Pondok

Pesantren Al-Hasan.

5. Prosedur pengumpulan data

Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian (Asamani,

2011:23). Menurut Suwartono (2014:41) metode ini sangat sesuai

(27)

Observasi ini digunakan untuk memperoleh data-data yang

diperlukan, dengan pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti

tentang pola kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri di

pondok pesantren Al-Hasan.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face

to face) dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

dan ang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Suprayogo, 2001:172). Pengumpulan data dengan

cara mewawancarai informan yang diteliti.

Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang

menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan,

kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden

(Suprayogo, 2001:174). Mereka mengetahui bahwa mereka sedang

diwawancarai dan mengatahui pula apa maksud wawancara tersebut

(Suprayogo, 2001:175).

Metode wawancara digunakan adalah untuk memperoleh data

secara mendalam mengenai sikap, tingkah laku, dan interaksi sosial

atas dasar pandangan dan pengalaman. Adapun wawancara dilakukan

(28)

3. Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada

subyek penelitian. Adapun metode dokumentasi peneliti gunakan

untuk mengumpulkan data-data mengenai gambaran umum pondok

pesantren, sejarah berdirinya, bangunan fisik, kegiatan santri, dan

para santri yang bersangkutan.

Dengan metode ini akan tercipta data yang otentik mengenai

gambaran nyata kehidupan pondok pesantren Al-Hasan. Dimana data

ini sebagai pendukung dari metode wawancara.

4. Triangulasi data

Triangulasi dalam teknik pengumpulan data menurut Sugiyono

(2013:224) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data

dan sumber data yang telah ada.

6. Analisis data

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013: 246) mengemukakan

bahwa aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh.Adapun pembagiannya sebagai berikut:

1. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

(29)

Fokus pada hal-hal penting dan dicari tema dan polanya. Dalam

mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai

yaitu temuan (Sugiyono, 2013: 247).

Dalam reduksi data ini penulis memilih data-data yang

diperoleh selama penelitian. Hal ini bisa dilakukan dengan

menajamkan, mengorganisasikan data sehingga kesimpulan

klimaksnya dapat dicek kembali.

2. Penyajian data

Setelah dilakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya

adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan

huberman (Sugiyono, 2013: 249) menyatakan bahwa yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah teks yang bersifat naratif.

Dari reduksi data yang diperoleh akan disajikan dengan bentuk

teks naratif. Hasil dari reduksi data akan diuraikan secara singkat dan

akurat mengenai hasil wawancara tanpa mengurangi isinya.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Langkahterakhir dalam analisis data kualitatif menurut Miles

da Huberman (Sugiyono, 2013: 252) adalah penarikan kesimpulan

(30)

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2013:

252-253).

Kegiatan ini adalah menarik kesimpulan dari data yang telah

tersaji dan memverifikasinya dengan cara menelusuri kembali data

yang diperoleh.

7. Pengecekan keabsahan data

Menurut Moleong (2008:324) ada empat kriteria yang digunakan,

yaitu : kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),

ketergantungan(depandibility), dan kepastian(confirmability).

Pada penelitian ini menggunakan kriteria kepercayaan

(credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan

penelaahan data secara akurat dan validitas yang tinggi agar tingakat

kepercayaan penemuan dapat dicapai. Kemudian peneliti menggunakan

teknik triangulasi data yaitu teknik pemeriksaaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330).

Peneliti melakukan triangulasi data menggunakan teknik

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan

triangulasi (bandingan data hasil wawancara antar narasumber serta

(31)

G. Tahap-TahapPenelitian

Penelitian ini terlaksana dengan tahapan sebagai berikut :

1. Tahapan pra lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian

paradigma teori, penjajakan alat teori, permohonan izin ke subyek yang

diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.

2. Tahap di lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data tentang pola

kepemimpinan Kiai terhadap ranah afektif santri di pondok pesantren

Al-Hasan. Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

3. Tahap pelaporan

Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari

semua data dan rangkaian penelitian, dan selanjutnya pemberian makna

data. Kemudian melakukan konsultasi hasil penelitian untuk mendapatkan

saran dan perbaikan demi mendapatkan kesempurnaan skripsi yang

kemudian ditindak lanjuti. Dari proses tersebut menjadikan penelitian ini

layak untuk disidangkan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami skripsi ini,

maka peneliti memberikan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bagian Awal meliputi sampul, lembar berlogo, halaman nota

(32)

persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar

lampiran.

Bab I meliputi pendahuluan, terinci dalam latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II meliputi landasan teori, terinci dalam pengertian

kepemimpinan, pengertian pola kepemimpinan kiai, pengertian ranah afektif

santri, dan pengertian pondok pesantren.

Bab III meliputi paparan data dan hasil temuan penelitian, terinci

dalam gambaran umum pondok pesantren Al-Hasan, dan hasil temuan

penelitian tentang pola kepemimpinan kiai terhadap ranah afektif di pondok

pesantren Al-Hasan.

Bab IV meliputi pembahasan yang terinci dalam pola kepemimpinan

kiai di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, ranah afektif santri di pondok

pesantren Al-Hasan Salatiga, pengaruh pola kepemimpinan kiai terhadap

ranah afektif santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga, faktor pendukung

dan penghambat kiai dalam mengembangkan ranah afektif santri.

Bab V meliputi penutup yang terinci dalam kesimpulan dan saran.

Bagian akhir meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan riwayat

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kepemimpinan

1. Kepemimpinan secara umum

Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,

sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan

manfaat bagi kesejahteraan manusia. Kepemimpinan dapat dijelaskan

atau diuraikan dalam berbagai macam, hal ini tergantung dari sudut mana

kita melihat atau menangkap makna-makna dari kepemimpinan itu

sendiri, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa

kesamaan. Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses

ketika seseorang memimpin (directs), membimbing (guides),

memengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan,

atau tingkah laku orang lain (Kayo, 2005:7).

Sedangkan pengertian kepemimpinan menurut para ahli:

a. Menurut Ordway Tead (Moedjiono, 2002:4) mendefinisikan

kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang lain untuk

bekerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.

b. Menurut Koonts dan O’Donnell dalam Moedjiono (2002:6)

memandang kepemimpinan sebagai aktivitas membujuk manusia

untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.

(34)

yang dipimpin di mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi

daripada dipengaruhi karena sebagai suatu hubungan kekuasaan.

Kepemimpinan mungkin diketahui dan mungkin pula tidak oleh

pemimpin atau pengikut.

2. Kepemimpinan secara islam

Kepemimpinan dipandang dari segi islam mempunyai definisi

tersendiri. Banyak tokoh pimpinan islam menyebut islam mempunyai

gaya kepemimpinan tersendiri. Menurut Moedjiono (2002:11)

kepemimpinan dalam Islam adalah dalam rangka menjalankan

fungsi-fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Selain itu juga landasan

dalam menjalankan kepemimpinan dalam Islam harus berdasarkan atas Al

Quran dan hadis.

Sedangkan menurut Ihsan Tanjung (Moedjiono, 2002:11)

kepemimpinan di dalam Islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau

menjadi pelayan umat. Sebagaimana firman Allah dalam surat

Al-Baqoroh ayat 30 :

Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para

Malaikat, “ Aku hendak menjadikan khalifah) di bumi “ Mereka

berkata, “ Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang

(35)

Kepemimpinan yang asalnya adalah hak Allah diberikan kepada

manusia sebagai khalifatullah fil ardh, wakil Allah SWT di muka bumi.

Jika bukan karena iradahNya, tak ada seorang pun yang mendapatkan

amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar. Oleh karena itu, setiap

amanah harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Allah

memberikan amanah kepada pemimpin untuk mengatur urusan orang

yang dipimpinnya, mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang

dipimpinnya guna mencapai tujuan bersama, menjaga dan melindungi

kepentingan yang dipimpinnya.

3. Syarat kepemimpinan

Menurut konsep Al Quran sekurang-kurangnya ada lima syarat

kepemimpinan yang harus dikembangkan (Kayo, 2005:75), yaitu:

a. Beriman dan bertaqwa

b. Berilmu pengetahuan

c. Mempunyai kemampuan menyusun perencanaan dan evaluasi

d. Mempunyai kesadaran dan tanggung jawab moral, serta mau

menerima kritik

e. Mempunyai kekuatan mental melaksanakan kegiatan

Menurut Imam Mawardi yang dikutip oleh Helmy dalam Risalah

Nahdatul Ulama (2009:24), persyaratan yang paling popular dan kuat

untuk menjadi pemimpin ada tujuh:

a. Memiliki sifat adil secara mutlak.

(36)

c. Tidak cacat pendengaran, penglihatan, dan lisan

d. Tidak cacat anggota badan sehingga mempengaruhi citra dan

kewibawaannya serta mempengaruhi kelincahan bergerak.

e. Memiliki visi untuk mensejahterakan dan mengarahkan pembangunan

pada kemaslahatan yang dipimpinnya.

f. Memiliki keberanian dan ketegasan dalam memberikan putusan.

g. Memiliki keturunan pemimpin (namun untuk persyaratan yang

ketujuh ini perlu dipertimbangkan dan sudah mulai diabaikan).

B. Pengertian Pola Kepemimpinan 1. Pengertian Pola

Pola dalam KBBI yaitu sistem; cara kerja pada pemerintahan atau

organisasi. Menurut Sarwono (2005:40) pola adalah model, cara kerja,

atau sistem. Kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau hubungan

yang menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama

atau secara bekerja sama atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan

tujuan bersama.

Sedangkan kepemimpinan menurut Purwanto (2006:26) adalah

sekumpulan dari serangkaian kemampuandan sifat-sifat ke pribadian,

termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam

rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela,

(37)

2. Tipologi kepemimpinan

Menurut KBBI tipologi ialah ilmu watak tentang bagian manusia

dalam golongan-golongan menurut corak watak masing-masing.

Sedangkan kepemimpinan seseorang dapat digolongkan melalui watak

seseorang tersebut.

a. Kepemimpinan otokratis

Menurut Siagian (2003:31) pemimpin yang otokratis memiliki

karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif.

Dilihat dari segi persepsinya pemimpin yang otokratik adalah

seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan

mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang sebenarnya

sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif

diinterprestasikannya sebagai kenyataan.

Adapun Kayo (2005:61) mengutip pendapat Siagian, seorang

pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang:

1) Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

3) Menganggap bawahan sebagi alat semata-mata

4) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat

5) Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya

6) Dalam tindakan penggeraknya sering menggunakan aprproaach

(38)

b. Kepemimpinan demokratis/partisipatif

Siagian (2003:40) menyatakan bahwa tipe kepemimpinan ini

adalah tipe kepemimpinan yang paling ideal dan paling didambakan.

Pendekatan dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan adalah

pendekatan yang holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang

demokratis dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena

perilakunya dalam kehidupan organisasional, perilakunya mendorong

para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi

dan kreativitasnya (Siagian, 2003:43).

Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Kayo, 2005):

1) Menempatkan manusia dalam pandangan yang terhormat, mulia

dan berpotensi.

2) Senantiasa berusaha mempertautkan antara kepentingan dan

tujuan organisasi dengan tujuan dan kepentingan pribadi.

3) Terbuka, menerima kritik dan saran dari siapa saja.

4) Berupaya menciptakan iklim yang kondusif dan mengutamakan

kerjasama yang kompak.

5) Mendorong bawahan untuk bebas berinisiatif, melalui kreativitas

yang dinamis.

6) Senantiasa membina diri untuk dapat berkembang sebagai

(39)

c. Kepemimpinan kharismatik

Menurut Ma’mur Asmani (2009:23) adalah pancaran

kewibawaan seorang Kiai dimata umat. Karisma biasanya lebih dari

kedalaman ilmu, keagungan budi, intensitas dalam mendekatkan diri

kepada Allah, konsistensi dalam berjuang dan aura yang memang

kuat dalam diri kepribadian sang Kiai. Karakteriatiknya yang khas

yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu

memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.

Tegasnya seorang pemimpin yang karismatik adalah seseorang yang

dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut

tidak dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu

dikagumi (Siagian, 2003:37).

Hal tersebut senada dengan pendapat Ma’mur Asmani

(2009:23) bahwa “Mereka (pemimpin/Kiai) memiliki aura karisma

yang dahsyat. Setiap petuah yang diberikan direkam umat, sepak

terjangnya menjadi teladan, dan perilakunya menjadi inspirasi orng

lain. Ucapan, tingkah laku, dan ketetapannya menjadi pelajaran yang

amat berharga.”

d. Kepemimpinanlaissez-faire/kendali bebas

Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang

Laissez-faire (Kendali Bebas) tentang perannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya

(40)

organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang

mengetahui apa yang menjadi tujuan dari organisasi, sasaran-sasaran

apa yang harus dicapai, tugas-tugas apa yang harus ditunaikan oleh

masing-masing anggota (Siagian, 2003:38). Atau dengan kata lain,

“Anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai keyakinan dan

bisikan hati nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan

tujuan organisasi tetap tercapai” (Siagian, 2003:39).

Ciri-ciri gaya kepemimpinan laissez-faire (Siagian,

2003:39-40):

1) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.

2) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan

yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali

dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya

secara langsung.

3) Status quo organisasionalnya tidak terganggu.

4) Penumbuhan dan pengembangan kemempuan berpikir dan

bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para

anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.

5) Sepanjang dan selama para anggota organisasi perilaku dan

prestasi kerja yang mwmadai, intervensi pimpinan dalam

(41)

C. Kepemimpinan Kiai 1. Pengertian kiai

Menurut KBBI Kiai adalah sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai

dalam agama islam). Sedangkan (Lubis, 2007:169) menyatakan bahwa

“Kiai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju

mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang

Kiai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang Kiai disalah satu

pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot

karena Kiai yang menggantikannya tidak sepopuler Kiai yang telah wafat

itu.

Menurut Abdullah ibnu Abbas (dalam Rasyid, 2007:18), Kiai

adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat yang

berkuasa atas segala sesuatu.

Kiai adalah sosok penyebar ilmu terbaik dari guru apapun. Sikap

tidak menerima imbalan berupa apapun menjadikan sosok yang dicintai

oleh Allah. Seorang Kiai identik dengan pesantren juga santri. Akan

tetapi seorang yang mempunyai akhlaq yang baik, bisa disebut dengan

Kiai. Terjemah saya terkait dengan Kiai yaitu kamalul ‘ilmi wal ‘adabi

(singkatan dari kata Kiai). Jadi seseorang yang telah mencapai ilmu dan

(42)

2. Sifat terpuji kiai

Menurut Moedjiono (2002:61-67) sifat-sifat terpuji yang harus

dimiliki oleh seorang pemimpin berdasarkan Al-Qur'an meliputi:

a. Senantiasa memberikan peringatan, surat Adh-Dhariyat ayat 55:

ﯿِﻨِﻣ ۡﺆُﻤۡﻟٱ ُﻊَﻔﻨَﺗ ٰىَﺮ ۡﻛﱢﺬﻟٱ ﱠنِﺈَﻓ ۡﺮﱢﻛَذَو

َﻦ

(Q.S Adh-Dhariyat: 55).

Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena

sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang

beriman.”( Q.S Adh-Dhariyat: 55)

b. Berpengetahuan luas, kreatif, inisiatif, peka, lapang dada dan

selalu tanggap, surat Al-Mujadalah: 11:

اَذِإ ْا ٓﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ ﺎَﮭﱡﯾَﺄَٰٓﯾ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan

kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka

lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.

Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan.”( Q.S. Al-Mujadalah: 11)

c. Bertindak adil, jujur dan konsekuen, merujuk pada al-Qur'an

(43)

ِسﺎﱠﻨﻟٱ َﻦ ۡﯿَﺑ ﻢُﺘ ۡﻤَﻜَﺣ اَذِإَو ﺎَﮭِﻠ ۡھَأ ٰٓﻰَﻟِإ ِﺖَٰﻨ َٰﻣَ ۡﻷٱ ْاوﱡدَﺆُﺗ نَأ ۡﻢُﻛُﺮُﻣۡﺄَﯾ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ

ٱ ﱠنِإ ۗٓۦِﮫِﺑ ﻢُﻜُﻈِﻌَﯾ ﺎﱠﻤِﻌِﻧ َ ﱠ ٱ ﱠنِإ ِۚل ۡﺪَﻌۡﻟﭑِﺑ ْاﻮُﻤُﻜ ۡﺤَﺗ نَأ

ﺎ َۢﻌﯿِﻤَﺳ َنﺎَﻛ َ ﱠ

اﺮﯿِﺼَﺑ

(Q.S An Nisa: 58).

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

Mendengar lagi Maha Melihat.”(Q.S An Nisa: 58)

d. Bertanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam surat

Al-‘An’am ayat 164 :

Artinya: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain . Kemudian kepada Tuhanmulah kamu

(44)

e. Suka bermusyawarah, termaktub dalam surat Ali-Imran ayat 159

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku

lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(Q.S. Ali Imran:159)

f. Selektif terhadap informasi, dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat

ayat 16:

ِۚض ۡرَ ۡﻷٱ ﻲِﻓ ﺎَﻣَو ِت َٰﻮ َٰﻤﱠﺴﻟٱ ﻲِﻓ ﺎَﻣ ُﻢَﻠ ۡﻌَﯾ ُ ﱠ ٱَو ۡﻢُﻜِﻨﯾِﺪِﺑ َ ﱠ ٱ َنﻮُﻤﱢﻠَﻌُﺗَأ ۡﻞُﻗ

َو

ﻢﯿِﻠَﻋ ٍء ۡﻲَﺷ ﱢﻞُﻜِﺑ ُ ﱠ ٱ

(Q.S. Al-Hujurat: 16).

Artinya: “Katakanlah: „Apakah kamu akan memberitahukan

kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui

segala sesuatu?”(Q.S. Al-Hujurat: 16)

(45)

ﺔﱠﻤِﺋَأ ۡﻢُﮭ ۡﻨِﻣ ﺎَﻨۡﻠَﻌَﺟَو

pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat

kami.”(Q.S. As-Sajadah: 24).

3. Tipologi kiai

Menurut Suprayogo (2007:199-120) membagi tipologi Kiai

sebagai berikut:

a. Kiai spiritual

Kiai spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang

lebih menekankan pada upaya mendekatkan diri pada Tuhan

lewat amalan tertentu (Suprayogo, 2007:199). Atau dengan kata

lain lebih condong kepada akhirat sentris. Kiai yang masuk

kategori spiritual ini bisa dibedakan menjadi 3 macam, pertama,

Kiai religius, yaitu yang melakukan pendekatan kepada Tuhan

dengan menekankan pada ajaran agama dan tasawuf. Kedua,Kiai

Mistis, adalah Kiai spiritual yang melakukan pendekatan dengan

olah kanuragan. Ketiga, Kiai medis, merupakan Kiai spiritual

yang melakukan pendekatan dengan menggunakan

pengetahuanya mengobati orang lain.

b. Kiai advokatif

Kiai advokatif yaitu Kiai yang mengasuh pondok

(46)

memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat

dan senantiasa mencari jalan keluarnya (Suprayogo, 2007:199).

c. Kiai politik

Kiai politik adalah pengasuh pondok pesantren yang

senantiasa perduli pada organisasi politik dan juga pada

kekuasaan (Suprayogo, 2007: 120). Kiai yang masuk kategori ini

bisa dibedakan menjadi dua: pertama, Kiai politik adaptif yaitu

Kiai yang bersedia menyesuaikan diri dengan pemerintah, seperti

masuk di parpol tertentu. Kedua, Kiai politik mitra kritis yaitu

Kiai yang berafiliasi politik.

Sedangkan menurut Abdurrahman Mas'ud (dalam Amin ,

2010: 48-49) memasukkan Kiai ke dalam lima tipologi:

1) Kiai ulama

Kiai (ulama) encyclopedi dan multidisipliner yang

mengonsentrasikan diri dalam dunia ilmu belajar, mengajar, dan

menulis, menghasilkan banyak kitab, seperti Nawawi al-Bantani.

2) Kiai spesialisasi

Kiai spesialisasi adalah Kiai yang ahli dalam salah satu

spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam.

3) Kiai kharismatik

Kiai karismatik merupakan Kiai yang memperoleh

(47)

4) Kiai dai keliling

Kiai dai keliling adalah Kiai yang perhatian dan

keterlibatannya lebih besar melalui ceramah dalam

menyampaikan ilmunya sebagai bentuk interaksi dengan publik

bersamaan dengan misi sunnisme atau ahlussunah wal jama’ah

dengan bahasa retorikal yang efektif.

5) Kiai pergerakan

Disebut Kiai pergerakan, karena peran dan skill

kepemimpinannya yang luar biasa, baik dalam masyarakat

maupun organisasi yang didirikannya, serta kedalaman ilmu

keagamaan yang dimilikinya, sehingga menjadi pemimpin yang

paling menonjol.

4. Kepemimpinan kiai

Gaya kepemimpinan yang diterapkan Kiai dalam sebuah pondok

pesantren biasanya adalah gaya kepemimpinan karismatik. Hal tersebut

karena gaya kepemimpinan karismatik merupakan gaya kepemimpinan

yang bernuansa moral karena pada umumnya, bermuara pada otoritas

keulamaan dalam masalah kedalaman ilmu, ketinggian pribadi,

pengelolaan yang hati-hati dalam hubungan-hubungan personal dengan

anggota-anggota masyarakat muslim, serta pembinaan reputasi individual

(berdasarkan kepada keteladanan moralitas yang mereka miliki) (A’la,

(48)

Karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat

memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya

kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang karismatik adalah

seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut

tersebut tidak dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu

itu dikagumi (Siagian, 2003:37).

D. Pengertian Ranah Afektif Santri 1. Pengertian afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap,

emosi dan nilai (Andersen, 1981:4). Pemikiran atau perilaku harus

memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif

(Andersen, 1981:4). Pertama : perilaku melibatkan perasaan dan emosi

seseorang. Kedua : perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain

yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, ranah dan target. Intensitas

menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih

kuat dari pada yang lain.

Sikap dan perilaku seseorang adalah wujud nyata dari gerak

seseorang yang bermuara dari hati, makna akhlak yang baik adalah rupa

batin yang baik, maka dengan kadar terhapusnya sifat-sifat tercela,

teguhlah gantinya sifat-sifat terpuji. (al-Ghazali, 2008:223). Ranah afektif

(49)

a. Pemahaman jasad

Peran dimensi afektif sangatlah sentral dalam membentuk

fondasi akhlak manusia.

Hatilah apabila dikenal oleh manusia, maka sesungguhnya

manusia telah mengenal dirinya. Dan apabila manusia telah mengenal

dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya. Dan hati itu, apabila tidak

dikenal oleh manusia, maka manusia tidak akan mengenal dirinya,

dan apabila manusia itu tidak mengenal dirinya, maka ia tidak

mengenal akan Tuhannya. Dan barang siapa tidak mengenal hatinya,

maka ia lebih tidak mengenal akan yang lainnya. Karena kebanyakan

manusia itu, tidak mengetahui hatinya dan dirinya (al-Ghazali, t.t.: 6).

b. Hakikat hati

Pertama adalah ruh. Ruh memiliki dua makna yaitu: yang

pertama ruh dalam pengertian biologi, yaitu benda halus yang

bersumber dari benda hitam dalam rongga hati yang berupa daging

berbentuk seperti pohon cemara. Benda halus ini tersebar melalui

pembuluh nadi dan pembuluh balik pada seluruh bagian tubuh. Benda

halus itu seumpama lampu di dalam sebuah rumah. Itulah yang

dimaksudkan para dokter dengan nama ruh (nyawa) (al-Ghazali,

2008:205). Pengertian yang kedua adalah luthf rabbani yang

mengetahui dan merasa yang merupakan makna hakikat hati. Ruh dan

hati saling bergantian mengacu pada luthf tersebut dalam satu

(50)

Kedua adalah hati. Hati memiliki dua makna, pertama: daging

yang berbentuk shaunaubur yang terletak pada dada sebelah kiri, di

dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam (al-Ghazali,

2008:204). Ini adalah sumber ruh. Kedua: luthf rabbani ruhani, yang

memiliki kaitan dengan daging ini, luthfrabbaniini adalah mengenai

Allah SWT (Munif, 2017:37)

Ketiga adalah nafsu. Nafsu memiliki dua makna; pertama,

makna yang mencakup kekuatan marah, syahwat dan sifat-sifat

tercela (al-Ghazali, 2008:205). Kedua, adalah lathifah atau hakikat

manusia, yaitu diri manusia dan zat-nya (Munif, 2017:38).

Keempat adalah akal. Akal memiliki dua makna: pertama,

pengetahuan terhadap hakikat segala sesuatu (al-Ghazali, 2008:206).

Kedua adalah yang memperoleh pengetahuan dan itu adalah hati

adalahluthf(al-Ghazali, t.t.:10).

c. Tentara hati

Tentara hati (batin) diklasifikasikan menjadi tiga jenis.

Pertama, jenis pembangkit dan pendorong. Jenis yang pertama ini

adakalanya sebagai pemberi manfaat semisal nafsu dan sahwat,

adakalanya yang yang menentang dan tidak memberi manfaat semisal

marah. Kedua adalah jenis penggerak anggota badan untuk

menghasilkan maksud-maksud tertentu. Yaitu tentara yang

(51)

segala sesuatu yaitu kekuatan penglihatan seperti mata, kekuatan

pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan (al-Ghazali,

t.t.:14).

d. Karakteristik hati

1) Hati sebagai raja

Karena itu, apabila seseorang mematuhi ajakan kejahatan

atau syahwat, ia melihat dirinya bersujud di hadapan babi atau

keledai. Jika ia mengikuti amarahnya, ia bersujud di hadapan

anjing, karena pada hakikatnya ia mematuhi keledai yakni

syahwat dan mematuhi babi yakni kejahatan. Di dalam hal ini

yakni menaati syahwat dan kejahatan berarti ia menaati setan yang

menguasai manusia. Jika penguasaan hawa nafsu dengan

sifat-sifat ini terus berlanjut, yang merupakan tentara setan terhadap

hati, sementara hati tidak dapat melawan untuk mengalahkan

tentara setan ini, maka selamanya hati dikuasai (al-Ghazali,

2008:208).

Sebagaimana raja dalam kerajaannya, ia merasa cukup

dalam pengaturannya dan bermusyawarah dengan menterinya dan

menolak isyarat budak yang keji tadi. Ia menjadikan menterinya

sebagai tempat musyawarah sehingga budak itu disiasati, tidak

mensiasati, disuruh dan diatur, tidak menyuruh dan tidak

mengatur. Luruslah urusan negeri raja tersebut (al-Ghazali,

(52)

2) Inkonsisten

Hal ini dikarenakan dalam hati manusia berkumpul empat

sifat, yakni sifat kebuasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan

sifat ketuhanan. Apabila manusia dikuasai sifat kemarahan, maka

ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, yaitu

permusuhan, kemarahan dan serangan terhadap manusia lain

dengan pukulan dan makian. Sekiranya manusia itu dikuasai oleh

nafsu-syahwat, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan hewan,

yaitu kerakusan, kelobaan, nafsu syahwat dan lain-lain

(al-Ghazali, t.t.:26).

Semua manusia terdapat campuran empat sifat pokok,

yakni rabbaniyah (ketuhanan), kesetanan, kebuasan dan

kebinatangan. Keempat sifat itu terkumpul dalam hati.

Seolah-olah dalam manusia terdapat sifat babi, anjing, setan dan ahli pikir

(al-Ghazali, t.t.:27).

e. Keajaiban hati

Tempat ilmu adalah hati, yakni hati yang halus yang mengatur

seluruh anggota tubuh manusia (al-Ghazali, t.t.:33). Selama cermin

itu bersih dari kotoran dan noda, maka segala sesuatu dapat terlihat

padanya, tetapi jika cermin itu dipenuhi noda, sementara tidak ada

yang dapat menghilangkan noda darinya dan mengkilapkannya, maka

(53)

Maka orang yang berilmu ibarat hati, dimana keadaan hakikat

segala sesuatu ada di dalamnya. Pengetahuan adalah gambaran

hakikat sesuatu dan pengetahuan itu sendiri adalah hasil bentuk di

dalam cermin. Seperti halnya genggaman membutuhkan

penggenggam (semisal tangan) dan yang digenggam (semisal pedang)

serta keberadaan pedang di dalam genggaman sehingga pedang

benar-benar dalam genggaman. Begitu juga ilmu, pada saat ilmu kitu

benar-benar sampai dan berada dalam hati maka itu dinamakan ilmu

(al-Ghazali, 2010:18).

Hati mempunyai dua pintu, menuju alam lahir dan menuju

alam batin. Pada waktu tidur, pada saat indera-indera eksternal

terputus, pintu batin terbuka. Tersingkaplah rahasia-rahasia alam

malakut dan lauhul al-mahfudz yang berbentuk seperti cahaya.

Ketahuilah, hati bagaikan cermin dan lauh al-mahfudz juga seperti

cermin karena di sana terdapat gambaran seluruh realitas wujud. Jika

dua cermin ini dihadapkan, maka gambar yang ada pada cermin yang

satu akan dipantulkan ke dalam cermin lainnya. Seperti itulah proses

ditampakkannya gambar yang ada dalam lauh al-mahfuzd ke dalam

hati (Soleh, 2009:133).

2. Pengertian santri

Santri berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata “cantrik”, yang

artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini

(54)

suatu keahlian (Madjid, 1998:19). Menurut KBBI santri adalah orang

yang mendalami agama Islam.

Menurut Hamid (1993:65) istilah santri berasal dari kata shastra

dari bahasa Tamil yang berarti seorang ahli buku suci (Hindu). Dalam

dunia pesantren istilah santri adalah murid pesantren yang biasanya

tingggal di asrama atau pondok. Hanya santri yang rumahnya dekat

dengan dengan pesantren tidak demikian. Dauly (2001:15) santri berarti

orang baik yang suka menolong. Dalam istilah lain juga diterangkan

bahwa santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar dalam

pesantren.

Santri dikelompokkan menjadi dua, Dhofier (1985:51)

menyebutnya, pertama santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal

dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri

mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya

merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab

mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul

tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan

menengah. Kedua, Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari

daerah sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesatren.

Untuk mengikuti pelajaran di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari

rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan

(55)

E. Pengertian Pondok Pesantren

Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di

Indonesia adalah Pondok Pesantren. Pondok pesantren adalah sebuah

komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan sekitarnya.

Dalam komplek itu berdiri beberapa buah bangunan rumah kediaman

pengasuh, sebuah langgar atau sebuah surau atau masjid tempat pengajaran

diberikan asrama tempat tinggal siswa pesantren (Wahid, 1985:10).

Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan

wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi

historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga

mengandung makna keaslian Indonesia(Indigenous)(Madjid, 1997:3).

Menguatkan arti dari pesantren, Nasir (2005: 80) mendefinisikan

bahwa pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu

agama Islam.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan Kiai sebagai tokoh

atau figur utamanya yang merupakan ciri khas pondok pesantren,

sebagaimana lazimnya disamping Kiai sebagai pendiri sekaligus pembina,

pesantren. Begitu juga dengan sejumlah santri yang dalam sehari-harinya

(56)

Dalam realitasnya, saat ini pondok pesantren memiliki ciri khas

budaya yang berbeda. Menurut Jamal Ma’mur Asmari (2003:7-10) membagi

pesantren kedalam tiga macam :

1. Pesantren tradisional/salaf

Sejarah pendidikan pendidikan di Indonesia mencacat, bahwa

pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di

Indonesia. (Depag, 2003:7). Dinamakan pesantren tradisional, karena

pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam

tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah

bimbingan seorang guru yang dikenal dengan sebutan Kiai (Dhofier,

1985:44).

Pesantren model ini menerapkan pengajian hanya terbatas pada

kitab kuning, intensifikasi musyawarah atau bahthul masail, dan

berlakunya sistem diniyah. Kultur dan paradigma berpikirnya didominasi

oleh term-term klasik, seperti tawadlu’ yang berlebih, zuhud, qona’ah,

barakahatauakhirat oriented(Asmari, 2003:7).

2. Pesantren modern

Berkembangnya pendidikan Islam diindonesia merupakan catatan

positif bagi nusantara yang berpenduduk mayoritas muslim. Pendidikan

Islam sebagai lembaga alternatif diharapkan mampu menyiapkan kualitas

(57)

Berdasarkan tuntutan zaman, reformasi pesantren terus mengalami

perkembangan. Pondok modern menekankan penguasaan bahasa asing

(Arab dan Inggris), tidak ada pengajian kitab-kitab kuning, kurikulum

mengadopsi kurikulum modern, lentur terhadap term-term tawadlu’,

barakah,dan sejenisnya (Asmari, 2003:9).

3. Pesantren salaf semi modern

Karakteristik pesantren model ini adalah ada pengajian kitab salaf,

ada kurikulum modern, dan mempunyai indepensi dalam menentukan

arah dan kebijakan ruang terbuka buat santri. Bergesernya nilai barakah,

tawadlu’, dan zuhud menyebabkan orientasi ukhrawi perjuangan pada

(58)

BAB III

PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Hasan 1. Tinjauan historis

Pondok Pesantren Al-Hasan merupakan lembaga pendidikan dan

pengajaran Islam yang berdiri sekitar tahun 1955. Pendirinya adalah KH.

Ishom bersama isteri pertama beliau yang bernama Nyai Zuhrotun. Selain

menjadi seorang kyai, KH. Ishom juga menjabat sebagai kepala bagian di

KUA. Beliau adalah sosok kyai yang mempunyai kepribadian tegas dan

keras. Sifat tegas dan keras tersebut beliau terapkan dalam mendidik

putra-putri dan para santri supaya menjadi insan yang mempunyai akhlak

baik dan mempunyai pengetahuan luas untuk bekal hidup serta dapat

meneruskan perjuangan beliau dalam menegakkan agama Islam.

Pondok pesantren tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi yang

berada di daerah Bancaan. Program pertama yang ditanamkan oleh KH.

Ishom dalam membina para santri adalah dalam bidang tajwid

(Al-Qur’an) dan akhlak, dengan tetap memandang penting pembinaan iman

dan takwa. Seiring dengan perkembangan zaman dan karena beberapa

alasan, KH. Ishom menikah dengan isteri yang kedua, Nyai. Hj. ’Atifah

dan mendirikan pondok pesantren yang kedua di daerah Banyuputih

dengan nama dan sistem pembelajaran yang sama dengan pondok yang

(59)

Ishom yang kedua tersebut, mempunyai dua keturunan yaitu M. Rofiq

Ishom dan Nyai Kamalah Ishom, S.E. Walaupun menjadi pengasuh dua

pesantren dengan lokasi yang berbeda, KH. Ishom tetap memperlakukan

kedua pesantren tersebut dengan adil, hal tersebut dapat dilihat dari cara

pembagian waktu untuk kedua pesantren, santri dan kedua isteri beliau.

Dalam waktu satu minggu, beliau lebih sering menghabiskan siang

hari di Bancaan dan malam harinya di Banyuputih. Namun pada tahun

1975, isteri beliau yang pertama, Nyai Zuhrotun tutup usia, Pondok

Pesantren Al-Hasan yang berada di Bancaan digabung menjadi satu di

Banyuputih. Keluarga dan para santri diboyong ke Banyuputih. Salah satu

alasan penggabungan pesantren tersebut adalah supaya KH. Ishom dapat

lebih maksimal dalam mendidik dan mengawasi para santri, dan juga

karena sudah berusia 64 tahun. Dengan usia yang sudah dapat dikatakan

menginjak lanjut tersebut, mengharuskan KH. Ishom untuk banyak

beristirahat dan mengurangi kegiatan yang banyak menguras tenaga.

Pada tahun 1979 keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan

kembali berduka karena pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren

Al-Hasan Salatiga yaitu KH. Ishom tutup usia. Sehingga pengasuh Pondok

Pesantren Al-Hasan Salatiga mulai tahun 1980 sampai 1997 diasuh oleh

isteri kedua beliau, Nyai Hj. ’Atifah dengan dibantu putra-putri beliau.

Pada tahun 1997 keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hasan kembali

berduka, karena Nyai Hj. ’Atifah tutup usia sehingga pengasuh Pondok

(60)

beliau KH. Ichsanudin dan Nyai Kamalah Ishom, S.E. Sistem

pembelajaran yang dipakai oleh KH. Ishom dengan KH. Ichsanudin tidak

jauh berbeda, yaitu tetap mengedepankan ilmu tajwid dan akhlak.

Sehingga dapat dikatakan bahwa Pondok Pesantren Al-Hasan adalah

pesantren Al-Qur’an, pesantren yang mengajarkan ilmu Al-Qur’an.

Setelah berjalan dengan penuh rintangan, pada bulan Desember

2016 Al-Hasan kembali berduka. KH. Ichsanudin kembali ke

rahmatullah. Hampir semua merasa kehilangan, tak hanya keluarga

ataupun santri bahkan warga sekitar sampai warga Salatiga ikut

merasakan kepergian sang KH. Ichsanudin. Dimasa hidupnya beliau

dikenal sebagai Kiai yang mempunyai kharismatik tinggi, pembelajaran

Qur’an dengan tajwid menjadi prioritas beliau. Karena membaca

Al-Qur’an tidak sekedar membaca dengan terburu ataupun banyak lembar,

akan tetapi bagaimana kita berinteraksi dengan sang maha kuasa dengan

baik. Karena kepergian KH. Ichsanudin, kini Pondok Pesantren Al-Hasan

dipimpin putranya, yaitu Kiai Ma’arif sampai sekarang.

Eksistensi Pondok Pesantren Al-Hasan dengan perkembangan dan

kemajuan yang hadir di tengah-tengah masyarakat merupakan suatu usaha

yang membutuhkan proses waktu yang panjang. Pada tahun 2004, Pondok

Pesantren Al-Hasan baru dapat membangun wisma santri putra-putri

dengan bangunan yang dapat dikatakan bagus, sebelumnya para santri

(61)

tidak membuat para santri berkecil hati dan menjadi penghambat mereka

dalam menuntut ilmu.

2. Visi dan misi

Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al-Hasan, yaitu:

Visi :

a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa

b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)

c. Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah.

d. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Misi :

a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan

sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan kepribadian yang

kokoh.

b. Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana

tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia dan

akhirat.

c. Membangun karakter islami dan mengedepankan Aklaqul yang bers

asas Qur’aniyah.

d. Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai iman

(62)

3. Letak geografis

Pondok pesantren Al-Hasan beralamat di Jl. Imam Bonjol, Dusun

Sidorejo Lor, Desa Sidorejo, Kota Salatiga, 50714. Secara geografis

pondok pesantren Al-Hasan terletak di tengah pemukiman padat

penduduk. Sebelah utara berbatasan dengan Jl. Gang Buntu, Dusun

Sinoman Lor. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cabean, batas

sebelah barat berdampingan dengan Dusun Banyu Putih Barat dan

sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sinoman.

4. Struktur organisasi

Gambar 4.1

(63)

STRUKTUR KEPENGURUSAN PUTRA

(64)
(65)

5. Tata tertib

a. Kewajiban didalam pondok

1) Mengikuti sholat berjamaah di masjid, dari awal samapai akhir

(do’a)

2) Sholat juma’at harus keluar dari pondok maksimal jam 12.00

(bagi santri putra)

3) Mengikuti kegiatan mengaji

4) Menghormati dan menaati pengasuh serta pengurus pondok

5) Wajib kembali ke pondok sebelum jam 16.30 dan HP

dikumpulkan

6) Kepulangan diwajibkan dua minggu sekali untuk putri dan putra

dengan syarat izin pengasuh

7) Menaati semua peraturan dan menjalankan semua kegiatan yang

sudah disusun oleh setia seksi.

b. Kewajiban diluar pondok

1) Santri wajib menjaga tingkah laku dan akhlaqul karimah

2) Wajib menjaga dan memelihara nama baik Pondok Pesantren

Al-Hasan

3) Keluar pondok harus memakai pakaian santri, kecuali ada sesuatu

hal dan dan alasan yang mengharuskan untuk tidak memakainya.

c. Larangan didalam pondok

1) Dilarang memakai barang orang lain tanpa izin

Gambar

Gambar 4.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Manajemen Stres, Cemas,

Meningkatnya pemahaman para anggota Pokdakan Mina Makmur Abadi dan Pokdakan Siwarak Mina Sejahtera mengenai teknologi pembenihan ikan nila yang baik dan produksi benih monosek

Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, narasumber yaitu Bu Reni, Bu Wiwin, dan Bu Ari menyatakan bahwa salah satu konflik yang terjadi dalam keluarga adalah karena

Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan pengambilan sampel dengan teknik sensus sampling pada 75 orang aparat pengawas intern

Bidang PBB & BPHTB Bidang Pajak Daerah & Pendapatan Lain- lain Subbag Umum & Kepegawaian Bidang Anggaran UPT Bidang Akuntansi & Perbendaharaan Seksi

Hal-hal yang diobservasi mengenai Perubahan Sosial Ekonomi industri sarung tenun di Desa beji baik itu dilihat dari jumlah pengrajin, cara memproduksi dan memasarkan Kain Tenun,

Menurut ketiganya, penentuan strategi coping yang baru ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor dukungan sosial, faktor materi, tenaga, waktu,

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW KELAS VIIA DI SMP MUHAMMADIYAH I PURWOKERTO TAHUN