Kuliah 07
Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)
Persamaan diferensial satu variabel bebas (ordinari) orde dua disebut juga sebagai Problem Kondisi Batas. Hal ini disebabkan persamaan diferensial tersebut tidak akan dapat memberikan jawaban spesifik tanpa adanya dua kondisi yang diketahui (nilai variabel tergantung diketahui pada dua nilai variabel bebas). Dua kondisi ini pada umumnya berada pada ujung kiri dan kanan domain komputasi.
Beberapa fenomena atau problem keteknikan yang terkait dengan PDOPKB di antaranya adalah distribusi polutan pada aliran permanen, lendutan pada balok gelagar jembatan, aliran air tanah radial tak tertekan, dll.
Distribusi polutan Dd 2 c dx2 −U dc dx−Rc=0, kondisi batas: di x = 0, c = a dan di x = L, c = β,
dengan c adalah konsentrasi polutan di x, D adalah koefisien difusi, U adalah kecepatan aliran, dan R adalah koefisien sumber (source).
Lendutan pada balok gelagar jembatan
d2w dx2 − S EIw= q 2EIx x
(
−l)
,kondisi batas: di x = 0 dan x = l, z = 0,
dengan w adalah lendutan (penurunan elevasi gelagar) di x. S, E, dan I adalah koefisien terkait dengan tegangan tarik aksial, modulus elastisitas material konstruksi dan momen inersia tampang gelagar, q adalah koefisien terkait beban merata, dan l adalah panjang balok gelagar dari tumpuan kiri ke tumpuan kanan. Aliran air tanah radial di sekeliling sumur
d2
( )
h2 dr2 + 1 r d h( )
2 dr =0, dengan kondisi batas: di r = a, dhdr =α dan r = b, h = β,
h adalah tebal aliran air tanah di atas dasar kedap air, r adalah jarak dari pusat sumur. Persamaan dapat disederhanakan dengan subsitusi f = h2.
d2 f dr2 + 1 r df dr =0
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde dua ini secara numerik dapat digunakan Metode Diferensi Hingga, Metode Elemen Hingga, atau metode yang
lain. Dibawah ini akan dibahas penyelesaian dengan Metode Beda Hingga. Metode Elemen Hingga superior di problem persamaan diferensial parsail (mempunyai lebih dari satu variabel bebas).
Penyelesaian dengan Metode Beda Hingga (MBH)
Penyelesaian dengan MBH mendekati solusi persamaan diferensial dengan membagi domain komputasi menjadi beberapa interval dengan ukuran seragam kemudian mengganti suku-suku diferensial pada persamaan asal dengan skema diferensi yang sesuai dan berlaku pada domain komputasi diskret yang sudah disiapkan.
Diskretisasi domain komputasi menggunakan cara yang sama seperti pada penyelesaian problem kondisi awal sehingga mendapatkan:
𝑥! = 𝑎+𝑖 ∆𝑥
dengan xi: koordinat lokasi diskret di sumbu x, a: koordinat batas kiri,
i: nomor lokasi diskret, ∆𝑥: jarak atau lebar interval.
Suku diferensial orde dua dapat didekati dengan skema diferensi tengah pada domain komputasi diskret tersebut di atas sbb.
𝑑!𝑐
𝑑𝑥! ≈
𝑝!!!−2𝑝! + 𝑝!!!
∆𝑥! dengan, c: konsentrasi polutan,
pi: pendekat fungsi konsentrasi di xi.
Suku diferensial orde satu didekati dengan skema diferensi mundur sbb: 𝑑𝑐
𝑑𝑥 ≈
𝑝! −𝑝!!! ∆𝑥
Penjelasan metode penyelesaian ini selanjutnya akan menggunakan kasus sebaran polutan. Diskretisasi persamaan diferensial akan memberikan persamaan diferensi hingga sbb.
𝐷𝑝!!!−2𝑝! + 𝑝!!!
∆𝑥! −𝑈
𝑝!−𝑝!!!
∆𝑥 −𝑅 𝑝! =0
jika dikelompokkan per lokasi diskret sumbu x diperoleh persamaan, 𝐷 ∆𝑥!+ 𝑈 ∆𝑥 𝑝!!!+ − 2𝐷 ∆𝑥!− 𝑈 ∆𝑥−𝑅 𝑝! + 𝐷 ∆𝑥!𝑝!!! =0
Jika, 𝛼= ∆!!!+∆!! , 𝛽 = −∆!!!!−∆!!−𝑅 , dan 𝛾 = ∆!!! , maka sistem persamaan linier dapat ditulis sbb.
p0 = A αp0+ βp1+ γp2 = 0 αp1+ βp2+ γp3 = 0 ! ! ! " " αpn−2+ βpn−1+ γpn = 0 pn = B
Persamaan kondisi batas, yaitu persamaan pertama dan terakhir perlu dimasukkan ke dalam sistem persamaan titik-titik internal (bukan titik
boundary). Persamaan ke-0 dapat dimasukkan (disubstitusikan) ke dalam
persamaan ke-1 sehingga persamaan ke-1 menjadi, βp1+γp2=0−αA
Demikian juga persamaan ke-n disubstitusikan ke persamaan ke n-1 menjadi, αpn−2+βpn−1=0−γB
sehingga diperoleh sistem persamaan linier sebagai berikut ini.
βp1+ γp2 = 0−αA
αp1+ βp2+ γp3 = 0
! ! ! " " αpn−2+ βpn−1 = 0−γB
Sistem persamaan linier ini selanjutnya diselesaikan untuk mendapatkan nilai p1 sampai dengan pn-1 dengan salah satu metode yang telah dipelajari pada bab sebelumnya.
Berikut ini penyelesaian contoh problem sebaran polutan di suatu muara sungai. Diketahui polutan memasuki muara sungai pada titik berjarak 5 Km dari muara. Hal ini menyebabkan fluks konsentrasi polutan sebesar 10 mg/(ltr.detik). Hitung konsentrasi polutan di sepanjang sungai dari muara sampai dengan titik yang berjarak 10 Km dari muara. Kecepatan aliran sungai dianggap seragam sebesar 1.0 m/detik, koefisien difusi sebesar 1000 m2/detik dan koefisien sink, R, sebesar 0.001. Kondisi batas hulu dan hilir diasumsikan gradien fluks konsentrasi polutan nol.
Data di atas perlu diterjemahkan lebih detil ke dalam bentuk yang siap diselesaikan secara numerik dengan Metode Beda Hingga. Hal yang pertama adalah kondisi batas hulu dan hilir. Makna gradien fluks konsentrasi polutan konstan adalah perubahan fluks konsentrasi polutan pada sumbu x nol, atau mengikuti persamaan berikut. Untuk praktisnya, digunakan simbol c untuk pendekatan fungsi konsentrasi (sebelumnya menggunakan simbol p).
d(U−D)c dx x=0
x=L =0
Persamaan tersebut hanya diberlakukan di batas hulu dan hilir saja. Fluks konsentrasi polutan berasal dari fluks karena aliran air dan fluks karena proses difusi.
Untuk batas hulu persamaan tersebut dapat dirinci menjadi, U−D
(
)
c1−c0 Δx =0Kondisi batas tersebut ekivalen dengan mensyaratkan c1 = c0.
Demikian juga untuk batas hilir diperlakukan sama sehingga mensyaratkan cn-1 =
cn. Dengan mempertimbangkan kondisi batas tersebut diperoleh sistem persamaan linier dengan n-1 buah persamaan.
c0 −c1 = 0 αc0 +βc1 +γc2 = 0 αc1 +βc2 +γc3 = 0 ! ! ! " " αcn−2 +βcn−1 +γcn = 0 −cn−1 +cn = 0
Perlakuan untuk efluen (masuknya polutan ke sungai) sebesar 10 mg/detik di xi, adalah dengan memasukkan nilai tersebut sebagai source konstan di ruas kanan.
αci−1+βci+γci+1=10
Sistem persamaan linier membentuk persamaan tridiagonal matriks. Solusi persamaan ini dapat diperoleh dengan menggunakan tridiagonal solver yang merupakan kasus khusus dari Metode Eleminasi Gauss. Jika digunakan metode iterasi misalnya Gauss-Seidel maka sistem persamaan linier di atas dapat dibentuk menjadi,
c0 k =c1 k−1 c1 k = 0− αc0 k +γc2 k−1
(
)
⎡ ⎣ ⎤⎦ β c2k = 0− αc1k +γc3k−1(
)
⎡ ⎣ ⎤⎦ β ! c50 k = 10− αc49 k +γc51 k−1(
)
⎡ ⎣ ⎤⎦ β ! c99 k = 0− αc98 k +γc100 k−1(
)
⎡ ⎣ ⎤⎦ β c100k =c99kJika digunakan fasilitas iterasi di MS Excel maka bentuk sistem persamaan linier di atas dapat diterapkan pada formula tiap cell tanpa memperhatikan langkah iterasi k.
Hasil hitungan dengan MS Excel menunjukkan distribusi polutan sebagai berikut ini.
Berikut ini penyelesaian contoh problem lendutan balok gelagar jembatan. Sebuah balok gelagar jembatan mempunyai panjang, l, sebesar 50 m. Nilai koefisien S sebesar 5 x 106 N, koefisien E sebesar 200 x 109 N/m3 (GigaPa/m), koefisien I sebesar 1.5 m4, beban merata oleh berat sendiri, q, sebesar 960 N/m. Hitung lendutan gelagar tersebut dan gunakan interval diskretisasi, h, sebesar 5 m. Kondisi batas problem ini adalah pada dukungan di ujung kiri dan kanan tidak ada lendutan. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 20 40 60 80 100 120 c (m g/ l) x (m)
Langkah pertama untuk menyelesaikan problem ini dengan MBH adalah dengan mendiskretisasi domain komputasi 0 < x < 50 menjadi 10 interval sehingga diperoleh 𝑥! = 0+𝑖ℎ. Pada xi disusun formulasi persamaan beda hingga,
wi−1−2wi+wi+1 Δx2 − S EIwi= q 2EI xi
(
xi−l)
wi−1−2wi+wi+1− Δx2S EI wi= Δx2q 2EI xi(
xi−l)
wi−1− 2+ Δx2 S EI ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ α ! "# #$ wi+wi+1= Δx2 q 2EI xi(
xi−l)
βi !##"##$ Kondisi batas problem ini adalah w0 = 0 dan w10 = 0.Untuk i = 1 sampai dengan 9, bentuk sistem persamaan linier menjadi,
w0 −αw1 +w2 =β1
w1 −αw2 w3 =β2
w2 −αw3 w4 =β3
!
w8 −αw9 w10 =β9 Setelah kondisi batas dimasukkan maka diperoleh persamaan,
−αw1 +w2 =β1−0
w1 −αw2 w3 =β2
w2 −αw3 w4 =β3
!
w8 −αw9 =β9−0
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan tridiagonal solver atau diselesaikan secara Metode G-S dengan persamaan iterasi
wi k =βi−wi−1 k −wi+1 k−1 −α
Persamaan tersebut di atas dikerjakan mulai dari langkah iterasi k = 1. Pada langkah ini nilai wi pada langkah iterasi k = 0 merupakan nilai cobaan awal yang ditentukan sembarang namun berdasar intuisi terkait kondisi lapangan. Dalam setiap langkah iterasi, k, hitungan dimulai dari i = 1 sampai dengan i = 9, karena untuk i = 0 dan i = 10 nilai w telah diketahui yaitu sama dengan nol (kondisi batas).
Hasil hitungan dengan menggunakan MS Excel problem tersebut di atas dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Berikut ini penyelesaian contoh problem aliran air tanah radial di sekeliling sumur.
Diketahui permukaan lapisan tanah kedap air datar berada 20 m di bawah permukaan tanah porus. Sebuah sumur dengan diameter dinding 0.8 m dibuat sampai tanah kedap air. Dari sumur tersebut dipompa debit, Q, sebesar 100 ltr/detik. Jika permeabilitas tanah sebesar 8 x 10-6 m/detik dan elevasi muka air tanah semula 10 m dari dasar kedap air, berapakah penurunan elevasi permukaan air sumur dan penurunan elevasi muka air tanah pada jarak radial 2.5 m dari as sumur ?
Permasalahan diatas dapat diasumsikan bahwa terdapat aquifer di atas bidang datar permukaan lapisan kedap air yang luas. Pada batas luar komputasi terdapat kondisi elevasi permukaan air tanah tetap sebesar + 10 m pada radius 16 m walaupun air sumur dipompa dengan debit yang besar. Asumsi ini akan digunakan menjadi kondisi batas, yaitu h = 10 m pada r = 16 m.
Kondisi batas di dinding sumur terpengaruh debit pemompaan, Q. Debit air tanah per meter lebar dari dasar sampai permukaan air tanah pada radius tertentu adalah q. Pada dinding sumur, debit tersebut, qw, keluar dari tanah dan tertampung ke dalam genangan di dasar sumur. Pada kondisi seimbang debit yang memasuki genangan di dasar sumur sama dengan debit pemompaan. Oleh karena itu, qw , adalah sebesar Q dibagi dengan keliling dinding sumur, yaitu
qw= Q
2πrw
(
)
dengan rw adalah jari-jari dinding sumur. Pada tanah di sebelah dinding sumur, berdasar Hukum Darcy (aliran melalui media porus) diperoleh hubungan
qw=−kh dh dr =− k 2 d h2
( )
dr =− k 2 df drPada persamaan ini, qw mengarah ke titik pusat, dan k adalah koefisien permeabilitas tanah. Dengan dua persamaan di atas, kondisi batas pada dinding sumur (r = D/2 = 0.4 m) adalah 0 0.0002 0.0004 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 w (m) x (m)
df dr =−
Q kπrw Q bernilai negatif jika pompa menghisap.
Domain komputasi dibuat antara dinding sumur dan batas luar yaitu r = 0.4 m dan r = 16 m. Karena kurva solusi muka air tanah melengkung lebih besar di dekat dinding sumur dan kearah radial, maka dipertimbangkan membagi interval dengan nilai yang lebih rapat di dekat dinding sumur dan semakin besar ke arah radial. Dipilih variasi jarak interval sebanding dengan r3. Supaya domain komputasi dapat terbagi-bagi dengan dengan tepat, maka dipilih rumus ri = 0.4 + (i Δr)3. Dengan Δr adalah interval awal sebesar 0.1. Persamaan interval untuk sebelah luar titik i (antara i+1 dan i), menjadi Δri = ri+1 – ri atau Δri = [(i+1)3 – i3] h3, sehingga diperoleh tabel berikut.
Tabel Diskretisasi Domain Komputasi i Δri ri 0 0.001 0.400 1 0.007 0.401 2 0.019 0.408 3 0.037 0.427 4 0.061 0.464 5 0.091 0.525 6 0.127 0.616 7 0.169 0.743 8 0.217 0.912 9 0.271 1.129 10 0.331 1.400 11 0.397 1.731 12 0.469 2.128 13 0.547 2.597 14 0.631 3.144 15 0.721 3.775 16 0.817 4.496 17 0.919 5.313 18 1.027 6.232 19 1.141 7.259 20 1.261 8.400 21 1.387 9.661 22 1.519 11.048 23 1.657 12.567 24 1.776 14.224 25 1.976 16.000
Persamaan kondisi batas dinding sumur dapat didiskretisasi menjadi f1− f0 Δr0 =− Q kπr0 f1−f0 =− Δr0Q kπr0 A !
Q bernilai negatif (menghisap). Persamaan diferensial parsial aliran air tanah radial adalah sebagai berikut,
d2f dr2 + 1 r df dr =0
Persamaan tersebut dapat didiskretisasikan pada ri menjadi, fi−1−2fi+ fi+1 Δri 2 + fi+1−fi 2riΔri =0 1 Δri 2 + −1 2riΔri ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ αi !##"##$ fi−1+ −2 Δri 2 ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ βi ! fi+ 1 Δri 2+ 1 2riΔri ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ γi !##"##$ fi+1=0
Persamaan kondisi batas dan persamaan di atas memberikan sistem persamaan linier sebagai berikut ini.
−f0 +f1 = −A α1f0 +β1f1 +γ1f2 = 0 α2f1 +β2f2 +γ2f3 = 0 ! " " αn−1fn−2 +βn−1fn−1 +γn−1fn = 0 fn = 10 2
Dua persamaan kondisi batas disubstitusi ke persamaan di sebelahnya, sehingga sistem persamaan menjadi
α1+β1
(
)
f1 +γ1f2 = −α1Aα2f1 +β2f2 +γ2f3 = 0
! " "
αn−1fn−2 +βn−1fn−1 = −100γn−1
Untuk persamaan baris pertama, i = 0: f1
k
=−α1A−γ1f2
k−1
α1+β1
Untuk persamaan baris selanjutnya, i = n-1: fik
=−αifi−1
k
−γifi+1
k−1
βi
Setelah semua nilai f1 sd fn-1 diperoleh, maka f0 = f1 + A dapat dihitung dan selanjutnya semua nilai h dapat diperoleh dengan menghitung akar f.
Hasil hitungan dengan menggunakan iterasi MS Excel sebagai berikut.
9.4 9.5 9.6 9.7 9.8 9.9 10 10.1 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 h (m) r (m)