• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGKAJI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILUKADA LANGSUNG GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGKAJI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILUKADA LANGSUNG GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MENGKAJI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILUKADA LANGSUNG GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Drs. Sugiyanto, MSi.

Dosen PNS dipekerjakan pada STIA ASMI Solo Abstrak

Pemilukada secara langsung diselenggarakan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota sebagaimana dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 diharapkan dapat meningkatkan kualitas atau kadar demokrasi sehingga legitimasi pemimpin terpilih melalui peningkatan partisipasi masyarakat menjadi lebih kuat dan tidak mudah jatuh atau dijatuhkan di tengah jalan pemerintahannya. Akan tetapi dari waktu ke waktu pelaksanaan pemilukada langsung baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten atau kota partisipasi masyarakat yang menjadi indikator berkualitas tidaknya pelaksanaan pemilukada langsung mengalami penurunan. Demikian halnya dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Jawa Tengah dengan sistem pemilukada langsung pada tahun 2008 dan 2013, angka partisipasi masyarakat mengalami penurunan. Untuk itu tulisan ini dipaparkan untuk mengkaji penyebab terjadinya penurunan angka partisipasi masyarakat dan solusi yang mungkin bisa diterapkan untuk pelaksanaan pemilukada secara langsung periode berikutnya.

Kata-kata kunci : Partisipasi Masyarakat, Pemilukada Langsung

A. Pendahuluan

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membawa suatu konsekuensi terhadap penyelenggaraan atau pengelolaan pemerintahan daerah. Jika dalam regulasi sebelumnya, semua pengaturan terkait dengan pemerintahan daerah terpusat pada satu pintu yaitu di pemerintahan pusat Jakarta. Dengan ketentuan baru tersebut, maka masing-masing Kota atau Kabupaten serta provinsi mendapatkan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Salah satu dampak pemberlakuan regulasi itu adalah pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung yang sebelum berlaku ketentuan baru tersebut dilaksanakan secara tidak langsung yaitu melalui mekanisme di DPRD, baik di tingkat kota atau kabupaten maupun provinsi Adapun dasar terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung terdapat pada pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang berbunyi ”Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana diatur dalam ketentuan dimaksud merupakan manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarkat di daerah, yang mengandung 3 (tiga) fungsi utama sebagai berikut:

1. Memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak bersama masyarakat di daerah

2. Melalui pemilukada diharapkan pilihan masyarakat di daerah di dasarkan pada visi, misi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah

3. Pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan kontrol publik secara politik terhadap seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopang. (Gaffar, 2012:85)

Melalui pemilukada, masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat seorang kepala daerah. Juga apakah organisasi politik penopang masih dapat dipercaya atau tidak. Oleh karena itu sebagai bagian dari pemilu, pemilukada harus dilaksanakan secara demokrasi sehingga betul-betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut.

Begitu pentingnya peran masyarakat di dalam pemilu, khususnya pemilukada secara langsung, partisipasi masyarakat merupakan komponen utama di dalam menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan pemilukada. Hal itu dapat dipahami mengingat dalam pemilukada secara langsung tingkat partisipasi masyarakat yang datang ke bilik suara untuk

(2)

memilih calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diinginkan sangat menentukan, apakah pemilukada dilangsungkan dalam satu putaran atau dua putaran. Sejak pertama diberlakukan pemilukada secara langsung pada bulan Juni 2005, kecenderungan masyarakat berpartisipasi dalam pemilukada secara langsung menunjukkan adanya penurunan. Padahal jikalau pemilukada dilangsungkan dalam dua putaran ataupun dalam satu putaran namun dengan tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah akan menjadi preseden kurang baik pada pelaksanaan pemilukada langsung periode berikutnya. Demikian halnya dengan pemilukada secara langsung gubernur dan wakil gubernur jawa tengah yang telah dilaksanakan dua kali yaitu pada tahun 2008 dan 2013 juga menunjukkan trend penurunan tingkat partisipasi masyarakat. Oleh karena itu tulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan adanya penurunan serta penyebab dan mencari solusi terhadap persoalan yang merupakan momok menakutkan di setiap perhelatan pemilukada secara langsung.

B. Permasalahan

Pemilukada langsung baik untuk memilih gubernur dan wakil gubernur maupun memilih bupati dan wakil bupati atau memilih walikota dan wakil walikota diharapkan memiliki legitimasi atau kadar demokrasi yang tinggi melalui tingkat partisipasi masyarakat mulai dari proses persiapan, pelaksanaan sampai dengan perhitungan suara dan penetapan pemenang. Akan tetapi di tengah pelaksanaan banyak kendala yang ditemui antara lain yang paling utama adalah menurunnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap perhelatan yang membutuhkan biaya besar. Kondisi ini menimbulkan wacana agar sistem pemilukada dikembalikan ke sistem perwakilan atau kalau tetap dengan pemilihan langsung sistemnya harus disempurnakan.

C. Pembahasan

1. Pemilukada Secara Langsung

Sejak dipayungi dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 khususnya pasal 24 ayat (5), pemilukada langsung dilaksanakan pertama kali pada bulan Juni 2005 dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada Pemilukada secara langsung tersebut yang dipandang sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat, di samping secara langsung merupakan sarana memperkuat otonomi daerah dan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi. Tingginya antusiasme masyarakat berpartisipasi dalam pemilukada yang dilaksanakan secara langsung tersebut dapat dipahami dan dimengerti mengingat pada pemilukada sebelumnya masyarakat benar-benar dikondisikan dalam posisi lemah dimana pada waktu itu pemilihan kepala daerah dilakukan melalui cara perwakiilan oleh DPRD, sehingga kepala daerah terpilih tidak mencerminkan aspirasi masyarakat yang menyerahkan dan memberi mandat sepenuhnya kepada DPRD untuk memilih kepala daerah.

Diberlakukannya sistem pemilihan langsung dalam memilih pemimpin dalam jabatan politik didasarkan pada beberapa alasan, pertama: pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai arti dan manfaat sebuah pemerintahan, kedua: pemilihan dapat memberikan suksesi yang tertib dalam pemerintahan melalui transfer kewenangan yang damai kepada pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan jabatannya, baik karena berhalangan tetap atau karena berakhirnya periode kepemimpinannya. (Melfa, 2013:13-14). Sedangkan menurut M. Ma’ruf selaku Menteri Dalam Negeri pada saat lahirnya UU NO. 32 tahun 2004 (dalam Arbas, 2012:44) ada beberapa pertimbangan penting penyelenggaraan pemilukada secara langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia diantaranya :

a. Pemilukada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, bahkan Kepala Desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

b. Pemilukada secara langsung merupakan perwujudan konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pada Pasal 18 ayat 4

c. Pemilukada secara langsung dipandang sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat

(3)

e. Pemilukada secara langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, maka pemilukada secara langsung merupakan langkah penyempurnaan sistem pemilihan kepala daerah yang sebelum diberlakukan UU No. 32 tahun 2004 dilakukan secara perwakilan sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginan rakyat yang memberi kepercayaan kepada wakil mereka di Dewan Perwakilan Rakyat, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di samping itu pemilukada secara langsung juga dimaksudkan sebagai pencerminan pelaksanaan pembelajaran demokrasi dengan memberdayakan masyarakat atau rakyat melalui kontrol terhadap kepala daerah terpilih agar melaksanakan aspirasi masyarakat yang memilihnya.

2. Partisipasi Masyarakat dalam Pemilukada

Sejak diberlakukannya pemilukada secara langsung, perubahan besar terkait dengan sistem pemilu mulai terjadi, khususnya dalam hal partisipasi masyarakat. Partai politik pengusung maupun bakal calon kepala dan wakil kepala daerah sejak diimplementasikannya regulasi tersebut telah mengalihkan perhatiannya. Semula kepada anggota DPR di tingkat pusat dan DPRD di tingkat daerah beralih kepada masyarakat, mengingat terpilihnya bakal calon sangat ditentukan oleh masyarakat yang memiliki hak memilih dalam pemilukada langsung. Pada saat pemilukada langsung pertama kali dilaksanakan tingkat partisipasi masyarakat menunjukkan angka sangat tinggi, mengingat selama ini dalam pemilukada perwakilan rakyat tidak bisa berpartisipasi secara langsung. Dalam hal ini yang berperan besar menentukan terpilihnya kepala dan wakil kepala daerah adalah DPR di tingkat pusat dan DPRD di tingkat daerah. Oleh karena itu merupakan hal wajar jika dalam praktiknya tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung kepala dan wakil kepala daerah terpilih hasil pemilukada perwakilan sangatlah rendah.

Dengan dilaksanakannya pemilukada secara langsung diharapkan tingkat partisipasi masyarakat menjadi sangat tinggi dan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai hasil kerjasama atau kolaborasi antara pemimpin terpilih secara langsung dengan masyarakat atau rakyat sebagai pendukung utama program pemerintahan dari pemimpin hasil pemilukada secara langsung. Memang pada awalnya pemilukada langsung diselenggarakan, tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi, namun seiring dengan perjalanan pelaksanaan pemilukada langsung dari waktu ke waktu tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilukada secara langsung semakin menurun. Kondisi menurunnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan pemilukada langsung telah menjadi wacana dan diskursus untuk kembali kepada sistem pemilihan kepala dan wakil kepala daerah melalui perwakilan di Dewan Perwakilan. Berdasarkan hal tersebut di atas, partisipasi diartikan sebagai bentuk tingkah laku, baik menyangkut aspek sosial maupun politik. Tindakan-tindakan dan aktivitas politik tidak hanya menyangkut apa yang telah dilakukan saja, tetapi juga menyangkut hal-hal apa yang mendorong individu berpartisipasi. Artinya motif-motif apa yang telah mendorong individu untuk berpartisipasi. Hal itu penting, karena tindakan-tindakan politik itu memiliki kaitan dengan partisipasi politik itu sendiri. (Sudijono, 1995:82). Selanjutnya partisipasi oleh Nie dan Verba dalam Leo Agustino (2007:59) diartikan sebagai kegiatan legal oleh warga perorangan yang secara langsung atau tidak ditujukan untuk mempengaruhi pilihan petinggi pemerintah dan atau tindakan mereka. Sedangkan partisipasi politik oleh Parry, Moesley dan Day dalam Leo Agustino (Ibid) diartikan sebagai keikutsertaan dalam proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka partisipasi diartikan sebagai perilaku masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan secara legal untuk mempengaruhi pilihan petinggi pemerintah melalui proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.

Pemilukada secara langsung untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah merupakan produk kebijakan pemerintah, oleh karena sukses tidaknya pelaksanaan kebijakan yang menjadi pilihan petinggi pemerintah akan sangat ditentukan oleh perilaku masyarakat melalui tindakan mereka secara legal sebagai bentuk keikutsertaan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Dengan demikian, maka tingkat partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan dalam pemilukada secara langsung akan menjadi indikasi berhasil tidaknya pemilukada tersebut. Mengingat komponen utama pemilukada secara langsung adalah masyarakat yang terdaftar secara sah dalam daftar pemilih tetap (DPT).

(4)

3. Partisipasi Masyarakat dalam Pemilukada Secara Langsung Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah

Pemilukada langsung Gubernur dan Wakil Gubernur mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah dilaksanakan dua kali yaitu pada tahun 2008 dan 2013. Pada pemilukada langsung pertama diselenggarakan pada tanggal tanggal 22 Juni 2008 diikuti oleh lima pasang calon gubernur dan wakil gubernur antara lain Bambang Sadono-Muhammad Adnan diusung Partai Golkar, Agus Soeyitno-Kholik Arif (PKB), Sukawi Sutarip-Sudharto (PD-PKS), Bibit Waluyo-Rustriningsing (PDIP), dan Muhammad Tamzil-Abdul Rozaq (PPP-PAN). Adapun perhitungan suara akhir atau rekapitulasi suara hasil pemilihan gubernur Jawa Tengah dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1

Hasil Perhitungan Suara Akhir Pilgub Jateng tahun 2008

Hasil Perhitungan Akhir

No Pasangan Jumlah Pemilih Jumlah Prosentase Suara 1 Bambang – Adnan 3.192.093 22,79 2 Agus-Kholiq 957.343 6,83 3 Sukawi-Sudarto 2.182.102 15,58 4 Bibit – Rustri 6.084.261 43,44 5 Tamzil – Rozak 1.591.243 11,36 14.007.042 100

Sumber KPUD Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan tabel nomor 2 tersebut pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih memperoleh suara terbanyak dengan 6.084.261 suara atau 43,44%, menyusul Bambang Sadono-Mohammad Adnan dengan 3.192.093 suara atau 22,79%. Kemudian menyusul pada peringkat tiga dan empat adalah pasangan Sukawi Sutarip-Sudarto dengan suara 2.182.102 atau 15,58% dan Mohammad Tamzil - Rozak Rais dengan 1.591.243 atau 11,36%. Sebagai juru kunci adalah pasangan Agus Suyitno – Kholiq dengan 957.343 suara atau 6,83%. Sedangkan pemilih yang tidak menggunakan hak suara adalah 12.659,924 pemilih dari 26.666.966 pemilih yang terdaftar dalam DPT. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3

Jumlah Partisipasi pada Pilgub Jateng 2008

Jumlah Partisipasi

(5)

1 Total Suara Sah 14.007.042 54,16

2

Total Suara Tidak Sah

dan Tidak Memilih 11.854.192 45,84

25.861.234 100,00

Sumber KPUD Provinsi Jawa Tengah

Data dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Jateng sebagaimana tersaji pada tabel dua tersebut menunjukkan bahwa angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau dikenal golput dalam pilgub yang digelar Minggu (22/6) lalu mencapai 45,84 persen. Angka itu jauh lebih tinggi daripada perolehan suara pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih. yang hanya mengumpulkan suara 6.084.261 atau 43,44 persen. Adapun pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah tahun 2013, diikuti oleh tiga pasang calon yaitu pasangan Hadi Prabowo – Don Murdono (HP Don) diusung PKS, PKB, PPP, Gerindra, Hanura dan PKNU, pasangan Bibit Waluyo – Sudijono SA diusung partai Golkar, Partai Demokrat dan PAN, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sujatmoko diusung PDIP. Perhelatan pemilukada gubernur dan wakil gubernur Jateng yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2013 yang akan dikuti oleh 27.385.985 orang dengan komposisi pemilih perempuan berjumlah 13.774.665 dan pemilih laki-laki 13.611.320 dan membutuhkan 61.961 TPS (Suara Merdeka, 24 Mei 2013).

Sesuai dengan hasil pemilukada Jateng yang telah dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 dan didasarkan pada perhitungan suara secara manual oleh KPU Provinsi Jateng pada hari Selasa tanggal 4 Juni 2013 di kantor KPU Provinsi Jateng menempatkan pasangan Ganjar Pranowo – Heru Sujatmoko sebagai pemenang dengan perolehan suara 6.962.417 atau 48,82%, disusul pasangan Bibit Waluyo – Sudijono dengan mendulang suara 4.314.813 atau 30,26% dan pasangan Hadi Prabowo – Don Murdono di urutan ketiga dengan meraih suara 2.982.715 atau 20,92%. Adapun angka partisipasi mencapai 15.261.268 atau 55,37%, sedangka angka golongan putih mencapai 12.165.373 atau 44,27%. Berdasarkan data tersebut Fitriyah mantan Ketua KPU Provinsi Jateng mengatakan bahwa pada pemilukada tahun 2008 dari DPT 25,8 juta tercatat 15.116.390 orang datang ke TPS atau 58.46% sementara yang tidak datang ke TPS sebanyak 10.739.152 atau 41,54%. Berdasarkan data tersebut maka angka partisipasi masyarakat pada pemilukada 2013 menurun 3,09% dan golongan putih naik 2,73%. “Tren setiap pemilu memang angka partisipasi selalu menurun,”kata Fitriyah. (Suara Merdeka, 5 Juni 2013).

Mencermati dua pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah, tampak bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam mensukseskan pelaksanaan pemilukada langsung tersebut mengalami penurunan selama dua kali. Pada pemilukada langsung pertama pada tanggal 22 Juni 2008, jumlah partisipasi masyarakat hanya mencapai angka 14.007.042 atau 54,16% sedangkan yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai angka 11.854.192 atau 45,84% suatu jumlah yang mengungguli perolehan suara pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih yang hanya mengumpulkan suara 6.084.261 atau 43,44 persen. Sedangkan pada pemilukada kedua yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2013 lalu angka angka golongan putih mencapai 12.165.373 atau 44,27%. Berdasarkan data tersebut, maka apabila dibandingkan dengan data tingkat partisipasi masyarakat pada pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur tahun 2008 maka angka partisipasi masyarakat pada pemilukada 2013 menurun 3,09% dan golongan putih naik 2,73%.

Terdapat beberapa penyebab menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur pada tahun 2008 dan 2013. Menurut Eriyanto sebagaimana dikutip Ihwan Sudrajat (Suara Merdeka, 21 Mei 2013) antara lain disebabkan (1) pemilih terbentur prosedur administrasi antara lain tak punya kartu pemilih dan tidak terdaftar, (2) pada hari pemilihan mereka harus bekerja walaupun resmi jadi hari libur (3) pemilih tidak tertarik pada figur calon atau tidak ada calon yang disukai. Selanjutnya menurut pengamat politik M. Yulianto dari Undip Semarang sebagaimana dikutip Solopos.com, tanggal 7 Mei 2013 karena sosialiasi kurang dan adanya anggapan gubernur tidak penting. Menurut dia, sosialisi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang sosok calon gubernur (cagub) dan calon wakil

(6)

gubernur (cawagub) kurang. ”Sehingga warga di pedesaan belum menentukan pilihan, karena tidak tahu sosok cagub-cawagub yang akan dipilih,” bebernya. Di sisi lain, kata Yulianto, di perkotaan yang didominasi kalangan menengah ke atas yang terdidik menganggap peran gubernur dalam era otonomi daerah kurang penting. ”Kalangan menengah ke atas yang terdidik akan memilih golput, karena menganggap peran gubernur tak begitu penting,” katanya. Tingginya golput ini, imbuh Yulianto, memang secara langsung tidak memengaruhi pelaksanaan Pilgub Jateng, tapi kualitas demokrasi berkurang. ”Hasil pilgub tetap sah, hanya saja kualitasnya kurang, karena partisipasi masyarakat rendah,” ujarnya. Selain itu faktor meningkatnya kecerdasan politik rakyat, kenaikan bahan bakar minyak, maraknya berbagai pelanggaran sebelum dan selama kampanye, adanya kampanye hitam, serta semakin banyak tokoh parpol pengusung dan calon gubernur yang mempunyai track record tidak baik juga menjadi pemicu menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur Provinsi Jawa Tengah selama dua periode.

Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, terdapat dua alternatif sebagai solusi terhadap rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pada pemilukada langsung gubernur dan wakil gubernur Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 dan 2013, antara lain (1) dikembalikan kepada mekanisme perwakilan, dimana yang berhak memilih adalah anggota dewan, dengan asumsi efektivitas dan efisiensi anggaran mengingat selama ini pemilukada langsung ditengarai boros anggaran, marak dengan praktik politik uang banyaknya sengketa hasil pemilukada langsung (2) tetap dilaksanakan pemilukada langsung dengan berbagai perbaikan dan perubahan, terutama terkait dengan berbagai pelanggaran dan penyimpangan.

D. Penutup

Pemilukada secara langsung gubernur dan wakil gubernur Provinsi Jawa Tengah dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah dilaksanakan dua kali yaitu pada tahun 2008 dan 2013. Pada kedua pemilukada secara langsung tersebut tingkat partisipasi masyarakat dalam mensukseskan pelaksanaan pemilukada mengalami penurunan. Terlebih pada pemilukada tahun 2013 lalu angka golongan putih naik 2,73% dibandingkan angka golongan putih pada pemilukada tahun 2008. Ditengarai penyebabnya antara lain (1) kurangnya sosialisasi, (2) faktor administratif (3) figur calon gubernur dan wakil gubernur (4) meningkatnya kecerdasan politik rakyat (5) banyaknya pelanggaran pada masa sebelum dan sesudah pemilihan (6) rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan bahan bakar minyak yang berimbas apatisme masyarakat terhadap pemilukada.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Leo, 2007. Perihal Ilmu Politik Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Arbas, Cakra, 2012. Jalan Terjal Calon Independen pada Pemilukada di Provinsi Aceh, PT. Sofmedia, Medan.

Gaffar, M Janedjri, 2012. Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta.

Melfa, Wendy, 2013. Pemilukada (Demokrasi dan Otonomi Daerah), BE Press, Lampung.

Rosidin, Utang, 2010, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, CV. Pustaka Setia, Bandung.

Sudijono, 1995. Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang. Suara Merdeka, 21 Mei 2013.

Suara Merdeka, 24 Mei 2013 Suara Merdeka, 5 Juni 2013

Referensi

Dokumen terkait

Tradisi Peminangan Dengan 1500- 2000 Jenis Barang Di Kalangan Masyarakat Muslim Kokoda (Kasus Di Kalangan Masyarakat Muslim Kokoda Distrik Manoi Sorong, Papua

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengangkat derajat kedudukan petani lontar tersebut adalah dengan mendirikan pabrik pengolahan gula dalam bentuk gula

Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi tertinggi di Kota Sampit selama bulan Oktober 2014 antara lain: jeruk, Sekolah Menengah Pertama, tarif

Ossa vertebrae lumbales pada badak Sumatera berjumlah empat buah dan processus transversus dari os vertebrae lumbalis I memiliki bentuk hampir menyerupai tulang rusuk yang

1) Pengaturan penguasaan Hak Guna Bangunan terhadap Badan Hukum yang melampaui batas luas ketentuan undang-undang masih terdapat ketidak pastian hukum karena terjadi

Preservasi ovarium domba sampai 24 jam pada suhu -20 o C, 24 o C (suhu kamar), dan 5 o C menurunkan jumlah folikel dengan morfologi normal, penyimpanan pada suhu 5 o C

The Two Spains in Los usurpadores and La cabeza del cordero As stated, the short stories in Los usurpadores and La cabeza del cordero were already issued or written almost at the

E ğer psikoloji bağım sız bir bilim olm aya doğnı ilk adım larım 18601ı yıllarda attıysa ve felsefi geçm işin baskılarından ancak kırk ya da elli yıl sonra