• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Tujuan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

46

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Tujuan perusahaan adalah memaksimalisasi nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan juga meningkat yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan (Husnan, 2000: 11).

Memaksimumkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimumkan harga pasar saham. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: nilai perusahaan (V=value) adalah hutang (D=debt) ditambah modal sendiri (E=equity). Jika diasumsikan hutang tetap, nilai perusahaan naik maka modal sendiri naik. Naiknya modal sendiri akan meningkatkan harga per lembar saham perusahaan (Lukas, 1999) dalam Rustendi dan Jimmi (2008: 415).

Sulistiono (2010: 12) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah rasio penilaian (valuation).

(2)

Rasio penilaian sangat penting karena rasio tersebut berkaitan langsung dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang saham.

Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar. Nilai pasar merupakan persepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur, dan stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan yang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan yang bisa menjadi ukuran nilai perusahaan. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan price book value (PBV), rasio ini merupakan rasio antara harga saham terhadap nilai bukunya. PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek perusahaan (Wardani dan Hermuningsih, 2011: 32).

PBV = 2.1.2 Profitabilitas

1. Definisi Profitabilitas

Profitabilas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan (Petronila dan Muklasin, 2003). Ukuran profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Laba merupakan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan.

Laba ditugaskan untuk menyediakan baik pengukuran perubahan kekayaan pemegang saham selama periode maupun mengestimasi laba usaha sekarang, yaitu sampai sejauh mana perusahaan dapat menutupi biaya operasi dan

(3)

menghasilkan pengembalian kepada pemegang saham sehingga laba dikatakan sebagai indikator profitabilitas perusahaan.

Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Sehingga semakin besar keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahan untuk membayarkan dividennya.

2. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Tujuan profitabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi sehingga pemodal dan pemegang saham akan meneruskan untuk menyediakan modal bagi perusahaan. Manfaat rasio profitabilitas tidak terbatas hanya pada pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak eksternal perusahaan, terutama pihak – pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.

Didalam penelitian ini, alat ukur dalam mengukur rasio profitabilitas adalah dengan menggunakan return on equity (ROE). ROE adalah rasio yang mengukur efektivitas dari keseluruhan penggunaan ekuitas perusahaan. Naiknya rasio ROE dari tahun ke tahun pada perusahaan berarti terjadi adanya kenaikan laba bersih dari perusahaan yang bersangkutan.

(4)

3. Return on Equity (ROE)

Menurut Andinata (2010) rasio profitabilitas yang di ukur dengan ROE (return on equity) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan rentabilitas modal sendiri yaitu laba bersih setelah pajak terhadap total modal sendiri yang berasal dari modal pemilik, laba ditahan dan cadangan lain yang dikumpulkan perusahaan. Laba bersih setelah pajak adalah laba setelah dikurangi pajak dengan laba hasil penjualan dari aset tetap, aset non produktif, aset lain-lain dan saham penyertaan langsung. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam didalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Semakin tinggi ROE menunjukan semakin efisiensi perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih.

Menurut Kasmir (2012: 204) pengertian return on equity adalah sebagai berikut:

“ ROE yaitu rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri secara keseluruhan menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini semakin baik”.

Rumus rasio profitabilitas memalui return on equity (ROE) atau hasil pengembalian ekuitas menurut (Kasmir, 2012: 204):

(5)

2.1.3 Kebijakan Dividen

1. Definisi Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen adalah salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen untuk memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan dibagi semua atau dibagi sebagian lagi tidak dibagi dalam bentuk laba ditahan (Tampubolon, 2004). Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya juga mengurangi sumber dana intern. Sedangkan apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen akan bisa memperbesar sumber dana intern perusahaan dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan.

Salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah dividen. Menurut Sumarto (2007: 1) dividen adalah bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Dividen merupakan pembagian laba yang diperoleh perusahaan kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki

a. Tujuan dari Pembagian Dividen

Menurut Andinata (2010) tujuan dari pembagian dividen adalah (1) Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham; (2) Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen, diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus dan dapat diakui bahwa perusahaan

(6)

mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu memberikan hasil kepada investor; (3) Sebagian investor memandang bahwa risiko dividen adalah lebih rendah dibanding risiko capital gain; (4) Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi; (5) Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham.

Kebijakan dividen selain merupakan pengembalian bagi investor juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi masalah keagenan. Pembagian dividen ini dilakukan dengan mengembalikan/membagikan uang kas yang berlebih sehingga arus kas yang berlebih dapat dikurangi. Arus kas yang kembali normal dapat membatasi manajer dalam melakukan pengeluaran yang tidak perlu (Setiyati, 2011).

b. Perkembangan Teori

Dalam perkembangannya, muncul beberapa teori tentang kebijakan dividen. Terdapat tiga teori tentang kebijakan dividen. Sudana (2011: 167) adapun ketiga teori tersebut adalah sebagai berikut:

1) Teori Dividend Irrelevance

Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merron Miller (Modigliani-Miller/MM). Menurut teori dividend irrelevance, kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan. MM berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dan resiko bisnis, sedangkan

(7)

bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Asumsi yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller adalah: (1) Tidak ada pajak atas pendapatan perusahaan dan pendapatan pribadi; (2) Tidak ada biaya emisi atau biaya transaksi saham; (3) Leverage keuangan tidak mempengaruhi biaya modal; (4) Investor dan manajer memiliki informasi yang sama tentang prospek perusahaan; (5) Pendistribusian pendapatan antara dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi biaya modal sendiri; (6) Kebijakan penganggaran modal independen dengan kebijakan dividen.

2) Teori Bird in-the-Hand

Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon dan Jhon Litner. Berdasarkan bird in-the-hand, kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Artinya, jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar, harga pasar perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor.

3) Teori Tax Preference

Berdasarkan teori tax preference, kebijakan dividen mempunyai pengaruh negatif terhadap harga pasar perusahaan. Artinya, semakin besar jumlah dividen yang dibagikan oleh perusahaan, semakin rendah harga pasar perusahaan yang bersangkutan. Hal ini terjadi jika ada perbedaan antara tarif pajak personal atas pendapatan dividen dan capital gain. Apabila tarif pajak lebih tinggi dari capital gain, maka investor akan lebih senang jika laba yang diperoleh tetap ditahan di perusahaan, untuk membiayai investasi yang dilakukan perusahaan. Dengan

(8)

demikian dimasa yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan capital gain yang tarif pajaknya lebih rendah. Apabila banyak investor yang memiliki pandangan demikian, maka investor cenderung memilih saham-saham dengan dividen kecil dengan tujuan menghindari pajak.

2. Dividend Payout Ratio (DPR)

Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen dalam penelitian ini adalah dividend payout ratio. Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout ratio, yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham (Sudana, 2011: 167).

Menurut Lestariningsih (2007) dividend payout ratio yaitu prosentase dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dari laba bersih setelah pajak. Dividen payout ratio dihitung dengan cara membandingkan antara dividen yang dibagi dengan laba per lembar saham. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan investor tetapi internal financial perusahaan akan semakin kuat. Dividend payout ratio memperlihatkan hubungan antara laba perusahaan dan kas yang dibayarkan untuk dividen.

(9)

2.1.4 Kebijakan Hutang

1. Definisi Kebijakan Hutang

Kebijakan hutang adalah kebijakan yang dilakukan perusahaan untuk menandai operasinya dengan menggunakan hutang keuangan atau yang biasa disebut financial leverage. Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman dari pada menerbitkan saham baru. Dengan demikian semakin tinggi kebijakan hutang yang dilakukan, maka semakin tinggi nilai perusahaan (Lestari et al., 2013: 3).

Nasser dan Firlano (2006) dalam Jusriani (2013: 36) menyatakan kebijakan utang adalah segala jenis utang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan baik utang lancar maupun utang jangka panjang. Kebijakan utang bisa digunakan untuk menciptakan nilai perusahaan yang diinginkan, namun kebijakan utang juga tergantung dari ukuran perusahaan. Artinya perusahaan yang besar relatif lebih mudah untuk akses ke pasar modal. Kemudahan ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar relatif mudah memenuhi sumber dana dari utang melalui pasar modal.

Utang adalah instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Semakin tinggi proporsi utang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan utang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang lebih kecil dari pada biaya yang ditimbulkannya (Soliha dan Taswan, 2002).

(10)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang

Menurut Mamduh (2004: 320) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang, yaitu:

a. NDT (Non-debt Tax Shield)

Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi.

b. Struktur Aset

Besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang menggunakan aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.

c. Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.

d. Risiko Bisnis

Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.

(11)

e. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Disamping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal.

f. Kondisi Internal Perusahaan

Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang dalam suatu perusahaan.

3. Trade-off Theory

Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001) dalam Sulistiono (2010: 32), perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.

Fandini (2013) menyatakan trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, hutang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield.

(12)

Menurut Hanafi (2008: 313) terdapat teori lainnya dalam struktur modal yakni Packing Order Theory dan Signaling Theory:

a. Packing Order Theory

Menurut Myers (2001) dalam Sulistiono (2010: 33), pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan ekstern. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan (hierarki) dalam penggunaan dana. Pendanaan menurut packing order theory, dilakukan berdasarkan pendanaan yang memiliki risiko lebih kecil yaitu pertama laba ditahan, diikuti dengan hutang, dan yang terakhir ekuitas baru.

Packing order theory menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang, dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penggunaan hutang lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang lebih murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham.

b. Signaling Theory

Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang.

(13)

Ross (1977) dalam Setiyati (2011) mengembangkan model ini dimana struktur modal merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor.

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, prilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004: 314).

4. Debt Equity Ratio (DER)

Debt equity ratio dapat diukur dengan total utang atau total kewajiban dibagi dengan modal pemegang saham (kekayaan bersih atau ekuitas). Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aset. Selain itu kreditur juga mengasumsikan terdapat risiko yang besar dari perusahaan sehingga kreditur dapat saja memberikan bunga yang cukup besar, sehingga

(14)

kemampuan perusahaan untuk mendapatkan uang dari sumber-sumber luar terbatas.

Tingkat penggunaan hutang dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh salah satunya menggunakan rasio hutang terhadap ekuitas (DER), yaitu rasio jumlah hutang terhadap jumlah modal sendiri (Wardani dan Hermuningsih, 2011: 32).

DER= 2.1.5 Keputusan Investasi

1. Definisi Keputusan Investasi

Kebijakan lain yang berkenaan dengan nilai perusahaan adalah keputusan investasi. Keputusan investasi adalah penanaman modal dengan harapan akan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Jogiyanto, 2010). Menurut signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan harga saham yang digunakan sebagai indikator nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006: 5).

Menurut (Jogiyanto, 2010) informasi yang dipublikasi sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka akan banyak investor yang berinvestasi keperusahaan.

Keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar. Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain Myers (1977) dalam Lestari et al., (2013) yang memperkenalkan

(15)

Investment Opportunities Set (IOS). Menurut Myers, Investment Opportunities Set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, dimana investasi yang dilakukan merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang besar. IOS didefenisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present value positif. IOS tidak dapat diobservasi secara langsung, sehingga dalam perhitungannya menggunakan proksi (Kallapur dan Trombley, 1999) dalam Lestari et al., (2013).

2. Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio merupakan salah satu rasio yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan investasi, karena rasio ini pada dasarnya memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada suatu periode tertentu.

Menurut Sudana (2011: 23) price earning ratio adalah mengukur bagaimana investor menilai prospek pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, dan tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan.

(16)

2.1.6 Kepemilikan Insider

1. Definisi Kepemilikan Insider

Kepemilikan Insider atau kepemilikan manajerial merupakan proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan direktur dan komisaris (Pujiati dan Widanar, 2009: 73).

Menurut Wahidahwati (2002) kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah prosentase saham yang dimiliki manajer.

Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory (Christiawan dan Tarigan, 2007: 2). Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untukkepentingannya sendiri, bukan untuk kepentinganpemegang saham. Dalam konteks ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko

(17)

kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.

Didalam laporan keuangan perusahaan, kepemilikan manajerial ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi stakeholder perusahaan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Dalam teori keagenan, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal menurut Sulistiono (2010: 18). Wardani dan Hermuningsih (2011: 32) kepemilikan insider besarnya dapat dihitung dengan:

(18)

2.1.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 3

Penelitian terdahulu dengan menggunakan profitabilitas sebagai variabel independen

No Nama dan

Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil penelitian

1 Euis Soliha dan Taswan (2002)

Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, kebijakan Hutang, dan Nilai Perusahaan Kebijakan hutang

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas dan kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 2 Nia Hardiyanti (2012) Analisis Pengaruh Insider Ownership, Leverage, Profitabilitas, Firn Size, Divide Payout Ratio terhadap Nilai Perusahaan.

Insider Ownership,

Leverage,

Profitabilitas, Firn Size, Divide Payout Ratio dan Nilai Perusahaan.

insider ownership terbukti berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. profitabilitas terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 3 Umi Mardiyati, Gatot Nazir Ahmad, dan Ria Putri (2012) Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan hutang, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indnesia. Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang, Profitabilitas, dan Nilai Perusahaan.

Kebijakan dividen secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan hutang

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 4 Ineke Setiyati (2011) Pengaruh Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Otomotif yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia

Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen, Provitabilitas, dan Nilai Perusahaan.

Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas secara simultan dan parsial terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap Nilai perusahaan.

(19)

Tabel 4

Penelitian terdahulu tanpa menggunakan profitabilitas sebagai variabel independen

Sumber: Jurnal diolah, 2013

No Nama dan

Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil penelitian

1 Untung Wahyudi dan Hartini Prasetyaning Pawestri (2006) Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervining pada Perusahaan Go Public. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, Kebijakan Dividen, dan Nilai Perusahaan.

Keputusan investasi dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2 Tedi Rustendi, Farid Jimmi (2008)

Pengaruh Hutang dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur. Hutang, Kepemilikan Manajerial, dan Nilai Perusahaan.

Secara simultan hutang

dan kepemilikan

manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

Secara parsial hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Secara parsial kepemilikan

manajerial tidak mempunyai pengaruh positif. 3 Sulistiono (2010) Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, dan Nilai Perusahaan. Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 4 Lihan Rini Puspo Wijaya, Bandi, dan Anas (2010) Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan. Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, Kebijakan Dividen, dan Nilai Perusahaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keputusan investasi dan kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 5 Oktavina Tiara Sari (2013) Pengaruh Keputusan Investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan. Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, kebijakan Dividen, dan Nilai Perusahaan.

Keputusan investasi dan keijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

(20)

2.2 Rerangka Pemikiran

Berikut adalah rerangka pemikiran berdasarkan telaah literatur, yang dapat digambarkan dalam bentuk diagram skematik sebagai berikut:

Keterangan:

Pengaruh secara parsial Pengaruh secara simultan

Gambar 1 Rerangka Pemikiran Profitabilitas Kebijakan Deviden Kebijakan Hutang Keputusan Investasi Kepemilikan Insider Nilai Perusahaan (Y)

(21)

2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan

Soliha dan Taswan (2002) menyimpulkan profitabilitas berhubungan positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyati et al., (2012: 16) yang menyimpulkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti semakin tinggi nilai profit yang didapat maka akan semakin tinggi nilai perusahaan. Karena profit yang tinggi akan memberikan indikasi nilai perusahaan yang tinggi sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Dengan demikian hipotesis yang dapat dibuat peneliti adalah:

H1 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.3.2 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan

Sari (2013: 6) menyatakan kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja emiten atau perusahaan akan dianggap semakin baik dan menunjukkan nilai perusahaan meningkat.

Sedangkan menurut Mardiyati et al., (2012: 15) kebijakan dividen secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Miller dan Modligiani yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan

(22)

karena menurut mereka rasio pembayaran dividen hanyalah rincian dan tidak mempengaruhi kesejahteraan pemegang saham.

Rakhimsyah dan Gunawan (2011) menyimpulkan kebijakan dividen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Perusahaan yang mempunyai DPR yang tinggi belum tentu akan memberikan dividen yang besar, karena kemungkinan perusahaan akan menggunakan hasil labanya yang akan digunakan sebagai tambahan modal untuk memutar kegiatan perusahaan. Dengan demikian hipotesis yang dapat dibuat peneliti adalah:

H2 : Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.3.3 Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan

Menurut Mardiyati et al., (2012) kebijakan hutang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Soliha dan Taswan (2002) menyimpulkan kebijakan hutang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.

Menurut Setiyati (2011: 64) Kebijakan hutang terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan menggunakan hutang yang tinggi lebih memberikan nilai perusahaan yang tinggi dibanding perusahaan dengan menggunakan hutang lebih rendah.

Rustendi dan Jimmi (2008: 420) menyimpulkan secara parsial hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti jika hutang naik atau bertambah maka nilai perusahaan akan mengalami kenaikan, demikian pula

(23)

sebaliknya jika hutang menurun maka nilai perusahaan akan mengalami penurunan. Dari penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3 : Kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.3.4 Pengaruh Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan

Wijaya et al., (2010) menyimpulkan bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Apabila perusahaan mampu memaksimumkan kemampuannya melalui investasi-investasi dalam menghasilkan laba sesuai dengan jumlah dana yang terikat, maka dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rakhimsyah dan Gunawan (2011) menyimpulkan keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Apabila PER semakin tinggi maka akan membuat nilai perusahaan akan naik dihadapan para investor karena PER yang tinggi akan memberikan pandangan bahwa perusahaan dalam keadaan sehat dan menunjukkan pertumbuhan perusahaan.

Sedangkan hasil penelitian Wahyudi dan Pawestri (2006) keputusan investasi tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Tidak mendukung teori sinyal (signaling theory), dimana adanya keputusan investasi akan memberi sinyal tentang pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan dimasa mendatang dan mampu meningkatkan nilai pasar saham perusahaan. Maka hipotesis yang dapat dibuat adalah:

(24)

2.3.5 Pengaruh Kepemilikan Insider Terhadap Nilai Perusahaan

Wahyudi dan Pawestri (2006) menyimpulkan struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Soliha dan Taswan (2002) menyimpulkan insider ownership berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian semakin besar kepemilikan oleh insider akan menaikan nilai perusahaan adalah terbukti.

Sedangkan menurut Rustendi dan Jimmi (2008) secara parsial kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Sulistiono (2010) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hardiyanti (2012) insider ownership terbukti berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.

Menurut Pujiati dan Widanar (2009: 76) kepemilikan manajerial (insider) dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik antara pemegang saham dengan manajer. Dalam hal ini kepemilikan insider dipandang dapat menyamakan kepentingan antara pemilik dan manajer, sehingga semakin tinggi kepemilikan insider akan semakin tinggi pula nilai perusahaan. Dari hasil penelitian terdahulu yang belum konsisten maka hipotesis yang akan dibuat adalah:

Gambar

Gambar 1  Rerangka Pemikiran Profitabilitas Kebijakan Deviden Kebijakan Hutang Keputusan Investasi Kepemilikan Insider  Nilai Perusahaan (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran skor total penyesuaian pernikahan yang tinggi pada subjek dengan lama pernikahan dibawah 1 tahun, dapat dijelaskan dengan penelitian studi kasus yang dilakukan oleh

Diketahui F tabel 2,77 maka hasil pengujian semua variabel independen memberikan hasil F hitung > F tabel (21,723>2,77 ) dengan tingkat signifikansi kurang dari

Kegiatan awal dilaksanakan selama 10 menit yang diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, yaitu siswa dapat menggambar bangun jajargenjang dan segitiga

Pemahaman akan terbentuk apabila proses komunikasi yang terjadi efektif, dimana adanya proses komunikasi aktif antara Dinas Kehutanan dan Kelompok Tani Sungai Tuo dan Kelompok Tani

Pada penelitian ini, menunjukkan bahwa dengan dilakukan intervensi akan menambah tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek tertentu yaitu pernikahan dini

Kelima, kelima keluarga memberikan status pada seorang anak, bukan hanya status yang diperoleh seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, urutan kelahiran

10) SKAI atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern telah menyampaikan laporan pelaksanaan audit intern kepada Direktur Utama dan

Dengan melihat fraksi CO 2 yang masih ada di outlet boiler, maka dapat disimpulkan bahwa pembakaran paling sempurna untuk batubara LRC terjadi pada sudut tilting +15 o