ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PADA
PEMBANGUNAN PROYEK APARTEMEN
GUNA WANGSA SURABAYA
Nama Mahasiswa : Angger Wijayanto
NRP : 3109.106.018
Jurusan : Teknik Sipil Lintas Jalur
FTSP - ITS
Dosen Pembimbing : Ir. Retno Indryani, M.S.
ABSTRAK
Perencanaan persediaan material merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu proyek konstruksi.
Keterlambatan dan kehabisan persediaan material
mengakibatkan pekerjaan akan tertunda sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi waktu pelaksanaan dan biaya proyek. Dalam perencanaan persediaan material terdapat
beberapa teknik lotsizing. Masing-masing teknik akan
menghasilkan jumlah pesanan dan frekwensi pesan yang
berbeda-beda, yang mengakibatkan perbedaan biaya
persediaan yang berbeda pula. Diperlukan penelitian unruk
mengetahui teknik lotsizing mana yang menghasilkan biaya
persediaan paling mínimum.
Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui teknik lotsizing mana yang menghasilkan biaya persediaan paling mínimum pada proyek Aprtemen Guna Wangsa Surabaya.
Metode persediaan material yang digunakan adalah Material
Requirement Planning (MRP), dimana metode ini digunakan
untuk kebutuhan item-item yang bersifat saling bergantung
(dependent). Input data yang digunakan adalah berupa data
volume material, schedule proyek, dan biaya persediaan.
Teknik lotsizing yang digunakan adalah teknik Lot For Lot
(LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order
Quantity(POQ), dan Part Period Balancing(PPB).
Berdasarkan hasil analisa didapat teknik lotsizing
yang menghasilkan biaya persediaan minimum untuk material multipleks 12mm uk 4’x8’, kayu klas III borneo, besi beton Ø10, besi beton D13, besi beton D16, besi beton D19, dan
beton K-300 adalah teknik Part Period Balancing. Teknik
lotsizing dengan biaya minimum untuk material besi beton
D13 adalah teknik Part Period Balancing atau Period Order
Quantity. Teknik lotsizing dengan biaya minimum untuk
material besi beton D22 adalah teknik Lot for Lot.
Kata kunci : Lotsizing, Material Requirement Planning,
Persediaan
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keberadaan sektor bidang pembangunan fasilitas hunian di wilayah Surabaya Timur mempunyai potensi
dan peranan yang sangat strategis dalam hal
pengembangan usaha properti. Dimana sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap pembangunan daerah setempat. Salah satu wujud dari pembangunan fasilitas hunian tempat tinggal yang sedang dilaksanakan adalah Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa Surabaya.
Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa
Surabaya merupakan salah satu program untuk
mengembangkan fasilitas hunian tempat tinggal di wilayah Surabaya Timur. Apartemen Gunawangsa ini terdiri dari 25 lantai dan membutuhkan biaya total sebesar Rp.118.747.000.000. Karena waktu pelaksanaan proyek yang terbatas serta biaya proyek yang tidak sedikit maka diperlukan perencanaan manajemen pelaksanaan proyek
yang baik agar proyek dapat berjalan lancar, selesai tepat waktu, dan biaya tidak membengkak.
Pengendalian pengadaan persediaan perlu
diperhatikan karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan menanggung resiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi di samping biaya investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam proses produksinya. Oleh karenanya diharapkan terjadi keseimbangan dalam pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan dapat memperlancar jalannya proses produksi.
Pada suatu proyek konstruksi, perencanaan untuk persediaan material merupakan bagian terpenting, karena sumber daya material menyerap hampir sebagian besar dari total biaya proyek. Penanganan pengadaan persediaan material tidaklah mudah, pada pelaksanaan pembangunan suatu proyek masih sering dijumpai masalah-masalah yang berkaitan dengan manajemen persediaan material. Kegagalan menggunakan dan menjaga sistem manajemen yang sesuai untuk material konstruksi akan berakibat pada
terlambatnya jadwal pelaksanaan proyek dan
membengkaknya biaya total . Salah satu sebab dan akibat dari permasalahan tersebut adalah tidak tersedianya bahan atau material pada saat diperlukan.
Dengan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan analisa persediaan material pada proyek ini dengan
menerapkan metode Material Requirement Planning
(MRP), dimana metode ini digunakan untuk kebutuhan
item-item yang bersifat saling bergantung (dependent).
Metode Material Requirement Planning (MRP) didesain
untuk menentukan jumlah material yang benar-benar dibutuhkan, sehingga tingkat persediaan material yang berlebihan dapat dihindari. Selain itu, metode ini juga menunjukkan jumlah, jadwal, ketersediaan material, serta tindakan pengadaan yang dibutuhkan untuk memenuhi waktu penyerahan sehingga dapat menghindarkan penundaan pekerjaan. Dalam metode MRP ada 4 tahap yang harus dilakukan salah satunya adalah tahap lotting
yang bertujuan untuk menentukan jumlah pesanan (lot
size) yang optimum dan dapat memberikan biaya total
(total cost) persediaan material yang paling minimum.
Terdapat beberapa tekniklotsizing, antara lain teknik Lot
For Lot (LFL), Economic Order Quantity(EOQ), Period
Order Quantity(POQ), dan Part Period Balancing(PPB).
Teknik Lot For Lot (LFL) merupakan teknik
lotsizing yang bertujuan untuk meniadakan ongkos
simpan, yaitu material yang dipesan adalah sama dengan
material yang digunakan. Teknik Economic Order
Quantity(EOQ) adalah teknik lotsizingyang mempunyai
ciri yaitu besar ukuran lot dan lead time tiap periode
adalah sama. Untuk teknik Period Order Quantity(POQ)
merupakan modifikasi dari teknik EOQ akan tetapi perbedaannya adalah teknik ini mempunyai besar ukuran
lot yang berbeda tiap pesannya. Teknik Part Period
Balancing (PPB) adalah teknik lotsizing yang cukup
dinamis yaitu dengan menyeimbangkan biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan. Masing-masing teknik lotsizing
tersebut membutuhkan biaya pesan dan biaya simpan yang berbeda-beda.
I.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini
adalah teknik lotsizing apakah yang menghasilkan biaya
I.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
mengetahui teknik lotsizing yang menghasilkan biaya
persediaan paling minimum.
I.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya topik pembahasan dari masalah yang akan ditinjau, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:
1) Material yang dihitung meliputi material yang
saling bergantung pada pekerjaan struktur
bangunan atas lantai 18 saja (pekerjaan kolom, balok, plat), yaitu material besi beton, bekisting
dan beton K-300 (ready mix).
2) Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit
diasumsikan tetap.
3) Jadwal proyek dianggap tidak mengalami
perubahan dari jadwal rencana semula.
4) Diasumsikan proyek tidak memiliki persediaan di
awal.
5) Diasumsikan penggunaan bekisting adalah satu
kali pemakaian.
6) Diasumsikan supplier dapat menyediakan material
dengan segera sesuai dengan jumlah yang dipesan.
7) Diasumsikan kondisi lapangan atau lokasi proyek
dapat menampung semua kebutuhan material yang akan dipesan.
8) Teknik lotsizingyang akan dibandingkan adalah :
a) Lot For Lot (L4L)
b) Economic Order Quantity(EOQ)
c) Period Order Quantity(POQ)
d) Part Period Balancing(PPB)
I.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari membuat perencanaan persediaan material adalah mendapatkan pengetahuan
tentang teknik lotsizing yang menghasilkan biaya
persediaan paling minimum dalam persediaan material khususnya pada proyek Apartemen Guna Wangsa Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan (Inventory)
2.1.1 Definisi Persediaan (Inventory)
Persediaan adalah sumber daya yang
menganggur (idle resources) yang menunggu proses
lebih lanjut (Ginting, 2007 : 121). Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur dan kegiatan pemasaran pada sistem distribusi (lihat Gambar 2.1.).
Gambar 2.1. Keterkaitan bentuk persediaan (Widia, 1996 : 48)
Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang.Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi, dan persediaan barang jadi (Ristono, 2008 : 1) .
2.1.2 Permasalahan Persediaan
Dua masalah umum yang dihadapi suatu sistem di dalam mengolah persediaannya adalah sebagai berikut:
1) Masalah kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan sistem pengoperasian persediaan yang
meliputi antara lain pengorganisasian,
mekanisme, prosedur, administrasi dan sistem informasi persediaan. Permasalahan ini akan
dijjumpai secara rutin pada waktu
pengoperasian sistem persediaan. Penyelesaian permasalahan ini akan sangat menjamin kelancaran pengelolaan sistem persediaan sehingga pertanyaan sederhana seperti, jenis barang apa yang dimiliki, simana barang tersebut berada, berapa jumlah barang yang sedang dipesan, siapa saja yang menjadi pemasok dan sebagainya akan mudah dan cepat dijawab.
2) Masalah kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan jenis, jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat, kapan pemesanan atau pembuatan barang dilakukan, serta seberapa
besar persediaan pengaman yang harus
disediakan. Permasalahan ini sering dikenal
dengan penentuan kebijakan persediaan
(inventory policy), yaitu pemilihan metode
pengendalian persediaan yang terbaik.
Dengan adanya dua permasalahan
persediaan di atas, maka persediaan tanpa
menggunakan sistem pengoperasian yang memadai
akan mengakibatkan persediaan tidak dapat
berfungsi seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu
terciptanya sistem pengoperasian yang baik
merupakan persyaratan agar tercipta kinerja yang optimal (Widia, 1996 : 49).
2.1.3 Manajemen Material
Manajemen Material didefinisikan sebagai
suatu pendekatan organisasional untuk
menyelesaikan permasalahan material yang
memerlukan kombinasi kemampuan manajerial dan teknis (Ervianto, 2004 : 110).
Pemakaian material merupakan bagian terpenting yang mempunyai presentase cukup besar dari total biaya proyek.Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa biaya material dapat menyerap hingga 50% – 70% dari biaya proyek. Oleh karena itu penggunaan teknik manajemen yang baik dan tepat untuk membeli, menyimpan, mendistribusikan, dan menghitung material konstruksi menjadi sangat penting (Ervianto, 2004 : 107).
2.1.4 Jenis Persediaan
Dilihat dari jenisnya (Ristono, 2008 : 7), ada 4 macam persediaan secara umum yaitu :
1. Bahan baku (raw materials) adalah
barang-barang yang dibeli dari pemasok (supplier) dan
akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan.
2. Bahan setengah jadi (work in-process) adalah
bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.
BAHAN BAKU
BARANG
DALAM PROSES BARANGJADI
3. Barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan
di gudang barang jadi, dijual, atau
didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran.
4. Bahan pembantu atau penolong (supplies)
adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk
menunjang produksi, namum tidak akan
menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan.
2.1.5 Biaya Persediaan
Ada beberapa biaya – biaya yang relevan
digunakan dalam manajemen persediaan
(Ginting, 2007 : 129-131), yaitu :
1. Biaya pemesanan (Ordering cost) adalah
semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini
meliputi biaya untuk menentukan
pemasok, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, fotokopi dan perlengkapan administrasi lainnya.
2. Biaya penyimpanan(Carrying cost)adalah
biaya yang ditimbulkan oleh penyimpanan suatu item persediaan dalam gudang, termasuk pula di dalamnya biaya asuransi, penyusutan, bunga dan lain-lainnya.
3. Biaya pembelian : adalah biaya yang harus
dikeluarkan untuk pembelian barang
berdasarkan harga per unit.
2.2 Model Persediaan Menurut Jenis Permintaan Model persediaan mengasumsikan bahwa
permintaan untuk suatu barang bersifat independent
atau dependentterhadap permintaan barang lainnya.
2.2.1 Permintaan Independent
Apabila suatu permintaan
(demand) diketahui dengan pasti, bersifat
bebas, dikelola saling tidak bergantung
(independent) dan pola kebutuhannya tidak
bervariasi dari waktu ke waktu maka
kondisi ini disebut Independent Demand
System. Metode Pengendalian Persediaan
yang digunakan adalah Metode Economic
Order Quantity (Nasution, 2006 : 261).
Menurut (Ginting, 2007 : 126) metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan.
Pada dasarnya Metode ini berusaha mencari jawaban yang optimal dalam menentukan:
1) Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (EOQ).
2) Titik pemesanan kembali (reorder point).
3) Jumlah cadangan pengaman (safety stock)
yang diperlukan. Tujuan dari model
persediaan ini adalah untuk menentukan
jumlah yang ekonomis setiap kali
pemesanan (EOQ) sehingga meminimasi biaya total persediaan (Nasution, 2006 : 263), dimana :
Total Cost Inventory = Ordering Cost + Holding Cost + Purchasing Cost Parameter – parameter yang dipakai dalam model ini adalah :
D = jumlah kebutuhan barang selama satu periode (misalnya 1 tahun).
k = ordering costsetiap kali pesan.
h = holding cost per-satuan nilai
persediaan per satuan
waktu.
c = purchasing costper-satuan nilai
persediaan.
t = waktu antara satu kali pemesanan ke pemesanan berikutnya.
TC atau TVC sebagai fungsi biaya terhadap Q dapat digambarkan pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2 Kurva TC minimum (Nasution, 2006 : 267)
Gambar 2.3 Model Persediaan EOQ Sederhana (Nasution, 2006 : 264)
Gambar 2.3 model dasar persediaan
diatas dapat membantu memahami
pembentukan model matematisnya.
Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point merupakan saat siklus persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang lama berakhir karena pesanan diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung selama siklus waktu t, artinya setiap t hari (atau
mingguan, bulanan dsb) dilakukan
pemesanan kembali. Lamanya t sama dengan proporsi kebutuhan satu periode D yang dapat dipenuhi oleh Q, sehingga dapat ditulis
D
Q
t
. Gradien negatif Dt(-Dt) dapat dipakai untuk menunjukkkan jumlah persediaan dari waktu ke waktu. Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously), maka setiap siklus persediaan dapat digambarkan dalam bentuk segitiga dengan alas t dan tinggi Q.
t = Q
D Titik saat pesanan
Waktu ( t ) Rata-rata persediaan = Q/2
2.2.2 Permintaan Dependent
Kebutuhan disebut tergantung
(dependent demand) bila ada hubungan
langsung antara suatu item (komponen) dengan item-item lain pada level yang
lebih tinggi (parent item). Kebutuhan
untuk item-item yang bersifat dependent
merupakan hasil dari kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan item-item tersebut dalam memproduksi item yang lain, seperti dalam kasus di mana bahan baku dan komponen assembling yang digunakan dalam membuat produk jadi (Nasution, 2006 : 261).
Menurut Ginting (2006) metode yang digunakan adalah metode MRP
(Material Requirement Planning), dimana
tujuan dari metode ini adalah :
1) Menjamin tersedianya material, item
atau komponen pada saat
dibutuhkan untuk memenuhi skedul/ jadwal yang ada.
2) Mengontrol tingkat persediaan.
3) Menentukan kebutuhan pengiriman,
penjadwalan, dan aktivitas
pembelian.
2.3 Metode-metode Pengendalian Persediaan
Di dalam mencari jawaban atas
permasalahan umum dalam pengendalian persediaan, seperti yang telah diuraikan sebelumnya pada bagian 2.1.2. Secara kronologis metode pengendalian persediaan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Metode pengendalian tradisional.
2. Metode Material Requirement Planning
(MRP).
3. Metode persediaan Just In Time(JIT).
2.3.1 Metode Persediaan Tradisional
Metode ini menggunakan ilmu
matematika dan statistik sebagai alat bantu
utama dalam memecahkan masalah
kuantitatif dalam persediaan. Metode pengendalian persediaan ini biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya hanya dipengaruhi oleh mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produk (Ginting, 2007 : 126).
Menurut Ristono (2008) secara umum asumsi untuk penggunaan persediaan tradisional adalah :
1. Permintaan continue.
2. Permintaan independent.
3. Permintaan pada suatu
periode dan lama waktu pengadaan bersifat random dan berdidtribusi.
4. Fluktuasi permintaan atau
waktu pengadaan berdifat random disekitar rata-rata.
5. Kesalahan perkiraan
berdifat random dan
berdistribusi normal.
2.3.2 Metode Material Requirement Planning
(MRP)
Metode MRP ini bersifat oriented,
yang terdiri dari sekumpulan prosedur,
aturan-aturan keputusan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan Jadwal Induk Produksi (JIP). Sengan demikian, kehadiran MRP
sangat berarti dalam meminimalisasi
investasi persediaan, memudahkan
penyusunan jadwal kebutuhan setiap
komponen yang dibutuhkan dan sebagai alat pengendalian produksi dan persediaan (Ginting, 2007 : 128).
2.3.3 Metode Just In Time (JIT)
Menurut Ginting (2007) metode ini merupakan metode persediaan material untuk produksi masal dalam jumlah kecil, tersedia untuk segera digunakan. Dalam
JIT digunakan teknik pengendalian
persediaan yang dinamakan Kanban.
Dalam sistem ini, jenis dan jumlah unit yang diperlukan oleh proses berikutnya, diambil dari proses sebelumnya pada sat diperlukan. Dan ini merupakan tanda bagi proses sebelumnya untuk memproduksi unit yang baru saja diambil. Pada dua metode persediaan sebelumnya, dilakukan proyeksi permintaan yang akan datang, dan
selanjutnya penjadwalan produksi
dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut, penjadwalan mendorong produksi
(pull system). Sedangkan dalam metode
JIT, jadwal produksi diatur sesuai dengan permintaan actual (pull system).
2.4 Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Nasution (2006) MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan Jadwal Induk Produksi atau MPS
(Master Production Schedulling) menjadi kebutuhan
bersih atau NR (Net Requirement) untuk semua item.
Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan
kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (time phases
requirements planning).
Dasar – dasar penyusunan MRP yaitu :
1. MRP menurunkan permintaan terikat untuk
bahan – bahan baku, bahan – bahan pembantu, dan barang – barang setengah jadi berdasarkan jadwal pengolahan barang jadi.
2. MRP menetapkan jadwal pengadaan (seperti
jadwal pengolahan atau pembelian) tidak jauh menyimpang dari jadwal penggunaannya.
2.4.1. Manfaat Sistem MRP
Manfaat penggunaan sistem MRP (Astana, 2007), antara lain adalah:
1. Meminimalkan persediaan.
MRP menentukan kapan dan berapa jumlah bahan atau bagian barang yang benar – benar dibutuhkan untuk setiap satuan waktu sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP), sehingga tingkat
sediaan yang berlebihan dapat
dihindarkan.
2. Mengurangi resiko keterlambatan
produksi atau pengiriman.
MRP mengidentifikasi banyaknya
bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya
tenggang produksi maupun pengadaan komponen.
3. Komitmen yang realistis.
Dengan MRP, diharapkan jadwal produksi dapt terpenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dilakkukan secara lebih realistis.
4. Meningkatkan efisiensi.
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat derencakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).
2.4.2. Kemampuan Sistem MRP
MRP memiliki empat kemampuan yang menjadi ciri utamanya (Nasution, 2006 : 272), yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus diselesaikan atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi suatu pekerjaan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. 2. Membentuk kebutuhan minimal untuk
setiap item, dengan diketahuinya bahan baku dalam suatu pekerjaan, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.
3. Menentukan pelaksanaan rencana
pemesanan, maksudnya adalah
memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan
2.4.3. Masukan Sistem MRP
Berbagai data dan keterangan yang diperlukan sebagai Input dari MRP adalah :
1. Jadwal Induk Produksi (JIP), yaitu
jadwal yang didasarkan pada
peramalan atas permintaan dari setiap produk akhir yang akan dibuat.
Gambar 2.4 Contoh Jadwal Induk Produksi (Ginting, 2007 : 169 )
Hasil peramalan (perencanaan jangka panjang) dipakai untuk membuat rencan produksi (perencanaan jangka sedang) yang pada akhirnya dipakai untuk membuat JIP (perencanaan
jangka pendek) yang berisi
perencanaan secara mendetail
mengenai jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk suatu
jangka perncanaan dengan
memperhatikan kapasitas yang
tersedia (Ginting, 2007 : 168).
2. Catatan Keadaan Persediaan
Berisi tentang informasi tentang catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan (Ginting, 2007 : 169). Dimana catatan tersebut berkaitan dengan :
a) Jumlah persediaan yang
dimiliki pada setiap periode
(onhand inventory).
b) Jumlah barang yang sedang
dipesan dan kapan pesanan
tersebut akan datang (on
order inventory).
c) Waktu ancang-ancang (lead
time) dari setiap bahan.
3. Struktur produk.
Yaitu berisi informasi tentang
hubungan antara
komponen-komponen dalam suatu proses
asembling. Informasi ini dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen Selain iru, struktur produk juga berisi informasi tentang jumlah kebutuhan
komponen pada setiap tahap
assembeling dan jumlah produk akhir yang harus dibuat (Ginting, 2007 : 170). Adapun contoh struktur produk dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Contoh Struktur Produk (BOM) (Ervianto, 2004 : 119 )
2.4.4. Keluaran Sistem MRP
Menurut Nasution (2006) secara umum outptut dari sistem Material Requirement Planning (MRP) terdiri dari laporan mengenai:
1. Memberikan catatan tentang
jadwal pemesanan material yang
harus dilakukan atau harus
direncanakan baik dari pabrik maupun dari supplier.
2. Memberikan indikasi bila perlu
penjadwalan ulang.
3. Memberikan indikasi untuk
pembatalan atas pesanan.
4. Memberikan indikasi untuk
keadaan persediaan.
2.4.5. Tahapan Proses Pengolahan MRP
Menurut Ginting (2007), proses pengolahan MRP dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Produk Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 A 50 40 75 90 75 50 60 50 B 45 70 - 35 60 - 30 -C - 60 45 50 - - 70 80 D 80 60 - - 90 65 50 65
Unit Ruang Beton
Plat Atap Pracetak Plat Atap Pracetak Level 0 Level 1
1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)
Proses netting adalah proses
perhitungan kebutuhan bersih untuk
setiap periode selama horizon
perencanaan. Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan
kotor (GR) minus jadwal
penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH). Kebutuhan bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
2. Lotting(Penentuan Ukuran Lot)
Proses lotting adalah
suatu proses untuk menentukan besarnya kuantitas pesanan, yang
dimaksudkan untuk memenuhi
beberapa periode kebutuhan bersih
sekaligus. Besarnya ukuran
kuantitas pesanan tersebut dapat ditentukan berdasarkan pada jumlah pemesanan yang tetap, periode
pemesanan yang tetap atau
keseimbangan antara ongkos
pengadaan (set-up cost) dengan
ongkos simpan (carrying cost).
Ketiga pendekatan ini melahirkan Sembilan buah teknik yang masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan, tergantung dari kondisi yang dihadapi.
3. Offsetting (Penentuan Waktu
Pemesanan)
Offsetting adalah suatu
proses penentuan saat atau periode dilakukannya pemesanan sehingga kebutuhan bersih dapat dipenuhi.
Dengan kata lain offsetting
bertujuan untuk menentukan kapan kuantitas pesanan yang dihasilkan
proses lotting harus dilakukan.
Penentuan rencana saat
pemesananan ini diperolah dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih harus tersedia dengan waktu
ancang-ancangnya (lead time).
4. Eksploding
Proses exploding adalah proses
perhitungandari ketiga
langkah-langkah sebelumnya, yaitu netting,
lotting dan offsetting, yang
dilakukan untuk komponen atau item yang berada pada level
dibawahnya. Perencanaan
kebutuhan material memerlukan
struktur produk yang biasanya
digambarkan dengan diagram
pohon. Dalam melakukan proses
exploding, diperlukan adanya
perkalian dan penjumlahan yang
berulang-ulang antara jumlah
material induk dengan faktor
penggunaan (usage factor) dari
material pada level dibawahnya. Proses tersebut diulangi kembali sampai pada material level terakhir. Agar dapat memahami proses MRP dengan lebih jelas, maka dibawah ini akan
dijelaskan langkah – langkah dasar
mengenai sistem MRP. Adapun langkah
dasar tersebut secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Langkah – langkah proses MRP (Ginting, 2007 : 181)
2.4.6. Asumsi - asumsi Sistem MRP
Asumsi – asumsi dari system MRP yang standard menurut Wibisono (2008) adalah sebagai berikut :
1. Tersediannya Jadwal Induk Produksi
(JIP).
2. Waktu ancang untuk semua item
diketahui.
3. Setiap item persediaan harus
mempunyai indentifikasi yang
khusus.
4. Tersedianya struktur produk pada saat
perencanaan.
5. Tersedianya catatan tentang
persediaan untuk semua item yang
menyatakan status persediaan
sekarang dan yang akan datang.
2.4.7. Teknik Penentuan Ukuran Lot
Teknik penentuan ukuran lot (lot
size) adalah suatu teknik yang digunakan
untuk menentukan ukuran kuantitas
pesanan. Ada dua cara pendekatan dalam
menyelesaikan masalah lotsizing, yaitu
pendekatan period by period dan level by
level. Satu-satunya teknik lotsizing yang
menggunakan pendekatan period by period
yang ada sekarang adalah pendekatan
koefisien. Pendekatan koefisien ini
mempunyai kinerja yang lebih baik dari
pada teknik-teknik lotsizing yang
menggunakan pendekatan level by level.
Akan tetapi pendekatan koefisien ini sangat sulit untk diterapkan dalam MRP,
sebab proses MRP yang sekarang
dilaksanakan dengan level by level. Oleh
karena itu teknik-teknik lotsizing yang
menggunakan pendekatan level by level
masih tetap digunakan dalam menentukan
tidak ya Pelaksan aan MRP Eksploding Ulang Untuk level berikutnya LOTTING Penentuan Jumlah Pesanan NETTING Perhitungan Kebutuhan Bersih Masukkan MRP : - JIP - Struktur Produk OFFSETTING Penentuan Waktu Pesan ada perubahan Level terakhir
ukuran kuantitas pemesan pada MRP (Ginting, 2007 : 189).
Berikut metode yang akan
digunakan dalam penentuan ukuran
pemesanan diantaranya sebagai berikut :
a) Lot for Lot(L4L)
Teknik ini merupakan teknik
lotsizing yang paling sederhana dan
mudah dimengerti. Pada teknik ini,
pemenuhan kebutuhan bersih
dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar
ukuran kuantitas pemesanannya
adalah sama dengan jumlah
kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Penggunaan teknik ini bertujuan
untuk meminimumkan ongkos
simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol (Ginting, 2007 : 194).
b) Economic Order Quantity(EOQ)
Dalam teknik ini besarnya
ukuran lot adalah tetap. Namun
perhitungannya sudah mencakup
biaya-biaya pesan serta biaya-biaya simpan. Perumusan yang dipakai dalam teknik ini adalah sebagai berikut :
EOQ =
Dimana : D = Demand / kebutuhan rata
k = Order cost / biaya pesan per pesan
h = Holding cost / biaya simpan per periode
Metode EOQ ini biasanya digunakan untuk horizon perencanaan selama 1 tahun. Sedangkan keefektifan dari metode ini akan terlihat apabila pola
permintaan kebutuhan bersifat
kontinu dan tingkat kebutuhan
bersifat konstan (Nasution, 2006 : 266).
c) Period Order Quantity(POQ)
Teknik POQ ini interval
pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada
logika EOQ klasik yang telah
dimodifikasi sehingga dapat
digunakan pada permintaan yang berperiode waktu diskrit. Kesulitan
teknik POQ ini terletak pada
kemungkinan bahwa diskontinuitas
permintaan kebutuhan bersih
terdistribusi sedemikian rupa
sehingga interval pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya tidak berlaku lagi. Kasus ini dapat terjadi
jika pada periode-periode yang
bertepatan dengan saat pemesanan, besar kebutuhan bersihnya adalah nol (Ginting, 2007 : 193).
d) Part Period Balancing(PPB)
Part Period Balancing (PPB) merupakan teknik yang menggunakan
pengalokasian pemesanan yang
dilakukan dengan melihat kebutuhan bersih periode yang ada di depan dan periode yang ada di belakang (look
ahead/look back) dari periode yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan item persediaan dalam jumlah yang terlalu besar dan menghindari kuantitas
pemesanan yang terlalu sedikit
(Ginting, 2007 : 199).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Konsep PenelitianKonsep dasar dari penelitian ini adalah
membandingkan empat teknik lotsizing yang berbeda,
dimana dari empat teknik lotsizing tersebut diambil
teknik lotsizing yang menghasilkan biaya paling
minimum. Input data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data volume material, schedule proyek, dan biaya persediaan. Input data tersebut kemudian
dianalisa dengan menggunakan empat teknik lotsizing
yang berbeda. Output dari penelitian ini adalah berupa jadwal pemesanan material, besarnya volume material yang dipesan tiap satuan waktu, dan biaya total yang
dihasilkan dari empat teknik lotsizingyang berbeda.
3.2 Data Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen proyek yang bersangkutan. Data-data yang diperlukan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah :
1. Data umum proyek
Berisi kondisi umum proyek meliputi nama proyek, spesifikasi proyek, owner, perencana, kontraktor, waktu pengerjaan dan biaya proyek.
2. Data material
Berisikan jenis-jenis material yang
diperlukan dalam item pekerjaan, spesifikasi material, dan lokasi pengambilan material (supplier).
3. Data permodelan MRP
Data permodelan adalah data-data yang diperlukan untuk menjalankan proses MRP, yaitu:
a. Schedule proyek, digunakan untuk
mengetahui kapan suatu material
dibutuhkan dan menentukan jadwal
pemesanannya.
b. Gambar perencanaan, digunakan untuk
mengetahui volume pekerjaan yang
ditinjau sehingga dapat diketahui volume kebutuhan material yang diperlukan dalam tiap item pekerjaan.
c. Struktur produk (Bill of Material),
struktur pekerjaan berisikan informasi tentang hubungan antar komponen dalam suatu proses produksi.
d. Biaya persediaan, adalah semua
pengeluaran yang timbul akibat adanya persediaan. Biaya persediaan meliputi
biaya pembelian material, biaya
pemesanan material, dan juga biaya simpan material.
e. Lead time, adalah periode pengadaan material pada saat dikeluarkannya surat pesanan sampai dengan waktu penyerahan material untuk pertama kalinya.
3.3 Identifikasi Objek Penelitian
Pelaksanaan pembangunan Apartemen Guna Wangsa Surabaya secara umum dilaksanakan bertahap per lantai dengan beberapa item pekerjaan yang utama seperti pekerjaan persiapan, struktur bawah, lantai basement, struktur atas, dan arsitektur. Apartemen Guna Wangsa ini terdiri dari 25 lantai, dimana untuk lantai 3 sampai dengan lantai 25 mempunyai bentuk dan ukuran yang sama (tipikal).
Progres pembangunan Apartemen Guna
Wangsa pada saat awal penelitian adalah sampai dengan pekerjaan struktur lantai 8. Pekerjaan yang ditinjau dalam penelitian ini adalah pekerjaan struktur lantai 18 (balok, kolom, plat), hal ini dikarenakan waktu untuk memulai penelitian ini adalah sebelum dilaksanakannnya pekerjaan struktur lantai 18.
3.4 Metode Analisa
Metode analisa untuk menentukan jumlah pemesanan yang optimum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Lot for Lot (L4L)
Teknik ini merupakan teknik lotsizing
yang paling sederhana dan mudah
dimengerti. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan di setiap
periode yang membutuhkannya,
sedangkan besar ukuran kuantitas
pemesanannya adalah sama dengan
jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol.
b. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Namun perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biaya-biaya simpan. Perumusan yang dipakai dalam teknik ini adalah sebagai berikut :
EOQ =
Dimana : D = Demand / kebutuhan rata
k = Order cost / biaya pesan per pesan
h = Holding cost / biaya simpan
Metode EOQ ini biasanya digunakan untuk horizon perencanaan selama 1 tahun. Sedangkan keefektifan dari metode ini akan terlihat apabila pola permintaan kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan bersifat konstan.
c. Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang
telah dimodifikasi sehingga dapat
digunakan pada permintaan yang
berperiode waktu diskrit. Kesulitan teknik POQ ini terletak pada kemungkinan
bahwa diskontinuitas permintaan
kebutuhan bersih terdistribusi sedemikian rupa sehingga interval pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya tidak berlaku lagi. Kasus ini dapat terjadi jika pada periode-periode yang bertepatan dengan
saat pemesanan, besar kebutuhan
bersihnya adalah nol. Dimana perbedaan teknik ini dengan teknik EOQ adalah besar ukuran lotnya tidak tetap. Frekwensi pemesanan masing-masing material dapat dihitung yaitu jumlah pemesanan per tahun dibagi dengan nilai EOQ masing-masing material.
d. Part Period Balancing (PPB)
Part Period Balancing (PPB) merupakan
teknik yang menggunakan pengalokasian pemesanan yang dilakukan dengan melihat kebutuhan bersih periode yang ada di depan dan periode yang ada di belakang
(look ahead/look back) dari periode yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan item persediaan dalam jumlah yang terlalu besar dan menghindari kuantitas pemesanan yang
terlalu sedikit. Untuk menentukan
besarnya ukuran lot yang digunakan,
teknik ini menggunakan Economic Part
Period (EPP). Pemilihan ukuran lot yang
akan dilaksanakan adalah berdasarkan
ukuran lot yang mempunyai nilai
mendekati atau sama dengan nilai EPP. EPP dihitung secara sederhana dengan membagi ongkos pengadaan (s) dengan ongkos simpan per unit per periode (Ip.C)
3.5 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur mengenai perencanaan persediaan material.
2. Pengumpulan data-data yang berkaitan dengan tugas akhir
3. Membuat break down pekerjaan sebagai hasil
indentifikasi pada objek penelitian. Dalam hal ini objek penelitian adalah pekerjaan struktur lantai 18.
4. Menyusun struktur produk / Bill of Material
(BOM) dari hasil break down pelaksanaan
pekerjaan struktur lantai 18 dan menentukan
material penyusun yang akan dianalisa
kebutuhannya.
5. Menghitung biaya persediaan untuk setiap jenis material. Dalam hal ini biaya persediaan material terdiri dari biaya pembelian material, biaya pemesanan material, dan biaya biaya penyimpanan material.
6. Menghitung kebutuhan material total dari
material-material penyusun yang telah ditentukan pada struktur produk.
7. Menyusun jadwal induk. Jadwal induk produksi ini diperoleh dengan membagi volume total Frekwensi pemesanan per tahun = pemesanan per tahun EOQ
material dengan waktu atau durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (diperoleh dari master schedule project).
8. Menentukan ukuran pemesanan (lotting) pada
material yang dihitung kebutuhan totalnya dengan
menggunakan 4 teknik lotsizing yang telah
ditetapkan.
9. Menentukan waktu rencana pemesanan
(offsetting).
10. Menentukan biaya total pengadaan tiap material
dari semua teknik lot sizeyang dilakukan.
11. Menghitung biaya total yang diakibatkan dari pengadaan material.
12. Menarik kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Bagan alur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Proyek
4.1.1 Data Proyek
Data proyek untuk tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Nama Proyek : Apartemen Guna Wangsa
Surabaya
Lokasi Proyek : Jalan Menur Pumpungan
62 Surabaya
Konsultan Perencana : PT. MEGATIKA
INTERNATIONAL Kontraktor Pelaksana : PT. WASKITA KARYA
Jumlah Lantai : 25 Lantai
Spesifikasi Teknis :
Pondasi = Tiang pancang
Struktur Atas = Beton Bertulang ( K300, K350, K400) Besi beton = Ø10, D13, D16,D19, D22
Beskesting = Multipleks 12mm uk 4'x8', Kayu 6x12cm Klas III (borneo)
Pembangunan proyek Apartemen Guna
Wangsa Surabaya ini mempunyai design dengan bentuk yang asimetris, serta apartemen ini dibagi menjadi 2 buah bangunan utama yaitu tower A dan tower B. Untuk lebih lebih jelasnya, gambar proyek terdapat pada lampiran 1.
4.1.2 Jadwal Proyek
Proyek pembangunan Apartemen Guna
Wangsa dimulai pada Januari 2011 dan
direncanakan selesai pada bulan Maret 2012, sehingga lama waktu penyelesaian proyek adalah 1 tahun 3 bulan. Pekerjaan struktur lantai 18 dimulai pada minggu ke-31dan direncanakan selesai pada minggu ke-34, jadwal proyek lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
4.2 Struktur Produk (Bill of Material)
Struktur Produk (Bill of Material) berisi tentang informasi yang mengidentifikasikan semua kebutuhan komponen dan sub komponen yang akan digunakan untuk menghasilkan produk akhir dari suatu pekerjaan. Untuk membuat struktur produk (Bill of Material) pada Tugas Akhir ini didasarkan pada break down pekerjaan struktur lantai 18. Material yang digunakan pada pekerjaan struktur lantai 18 adalah beton K-300, besi beton (Ø10, D13, D16, D19, D22), dan bekisting (multipleks 12mm uk 4'x8', kayu 6x12cm klas III borneo). Data-data yang digunakan untuk membuat struktur produk yaitu berupa gambar proyek dan
daftar analisa harga satuan pekerjaan. Bill of Material
pekerjaan struktur lantai 18 Apartemen Guna Wangsa Surabaya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara setiap item pekerjaan dengan material yang dibutuhkan. Setiap item pekerjaan membutuhkan dua jenis material atau lebih.
Dari struktur produk (Bill of Material) yang dibuat,
diperoleh jenis material yang dibutuhkan seperti terdapat dalam Tabel 4.1.
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Total Biaya Persediaan Kesimpulan dan Saran
Menghitung Kebutuhan Total Material
LOTTING (Penentuan Jumlah Pesanan) 1. Lot for Lot
2. Economic Order Quantity 3. Periodic Order Quantity 4. Part Period Balancing
OFFSETTING (Menentukan Waktu Pemesanan)
Menyusun Struktur Produk (BOM) Membuat Break Down Pekerjaan
Menyusun Jadwal Induk Produksi
Pengumpulan data : Gambar proyek, schedule proyek,
struktur produk Studi Literatur Perumusan Masalah Latar belakang Menghitung Biaya-biaya Persediaan
Bill of Material (BOM) Struktur Lantai 18 Gambar 4.1 1 2 3 4 5 Besi Beton D19 6 Besi Beton D22 7 Multipleks 12mm uk 4'x8' 8 Kayu 6x12cm Klas III (borneo)
Rp. 250 / 2 menit 1.250,00 Rp Rp. 250 / 2 menit Besi Beton D13 1.250,00 Rp Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00 Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00 Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00 Besi Beton D16 Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00 Beton K-300 Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00 No Jenis Material Tarif Telepon Total Biaya (10 menit)
Besi Beton Ø10 Rp. 250 / 2 menit Rp 1.250,00
LEVEL 0
LEVEL 1
LEVEL 2
LEVEL 3
1 Struktur Balok
a Besi Beton Polos Ø10
b Besi Beton Ulir D13,D16, D19, D22
c Beton Beton K-300
d Bekesting Multipleks 12mm uk 4' x 8'
Kayu 6x12cm Klas III (borneo)
2 Struktur Kolom
a Besi Beton Polos Ø10
b Besi Beton Ulir D22
c Beton Beton K-300
d Bekesting Multipleks 12mm uk 4' x 8'
Kayu 6x12cm Klas III (borneo) 3 Struktur Plat
a Besi Beton Polos Ø10
b Beton Beton K-300
c Bekesting Multipleks 12mm uk 4' x 8'
Kayu 6x12cm Klas III (borneo)
No. ITEM PEKERJAAN JENIS MATERIAL
1 m³ Rp 517.000,00 2 lonjor Rp 51.363,40 3 lonjor Rp 86.762,50 4 lonjor Rp 131.879,00 5 lonjor Rp 187.407,00 6 lonjor Rp 249.876,00 7 lembar Rp 167.200,00 8 batang Rp 59.112,63 Multipleks 12mm uk 4'x8' Kayu 6x12cm Klas III @4m Besi Beton D22 @36kg Besi Beton D19 @27kg Besi Beton D13 @12,5kg Besi Beton D16 @19kg Besi Beton Ø10 @7,4kg Beton K-300
No Jenis Material Satuan Harga material
per unit
Tabel 4.1. Jenis Material
4.3 Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat dari adanya persediaan. Biaya persediaan meliputi biaya pembelian, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan. Adapun asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Biaya pemesanan adalah tetap setiap kali
melakukan pemesanan.
b. Lead timeadalah tetap setiap kali
pemesanan material. 4.3.1 Biaya Pembelian Material
Biaya pembelian material adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli material. Material yang dianalisa mempunyai karakteristik bermacam– macam sehingga harga material per-unit berlainan. Besarnya biaya ini sesuai dengan jumlah material yang dibeli serta harga satuan material. Data umum biaya material diperoleh dari data harga material proyek yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Harga Material
4.3.2 Biaya Pemesanan Material
Biaya pemesanan adalah semua biaya
pengeluaran yang timbul dari usaha mendatangkan material dari luar proyek. Biaya pemesanan pada proyek ini meliputi biaya telekomunikasi dan biaya administrasi, yaitu :
a. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan material pada supplier dengan
menggunakan media telepon. Biaya
telekomunikasi ini dipengaruhi oleh faktor durasi percakapan serta lokasi pemesanan
b. material dimana diasumsikan terjadi
percakapan selama 10 menit setiap kali pemesanan material. Biaya – biaya telepon tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
c. Biaya Administrasi adalah biaya yang muncul
karena proses pendataan atau pencatatan material pada saat kedatangannya. Biaya Administrasi yang dihitung pada proyek ini meliputi biaya pencetakan. Biaya administrasi ini diasumsikan sama untuk setiap material yang akan dianalisa. Biaya administrasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.
d. Total biaya pemesanan adalah penjumlahan
dari biaya telepon dan biaya administrasi per pesan. Data umum total biaya pemesanan tiap material dapat dilihat pada tabel 4.5.
1 2 3 4 5 Besi Beton D19 6 Besi Beton D22 7 Multipleks 12mm uk 4'x8' 8 Kayu 6x12cm Klas III (borneo)
Besi Beton D13 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 Besi Beton D16 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 Besi Beton Ø10 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00 Beton K-300 6 Rp 300,00 Rp 1.800,00
No Jenis Material Jumlah Pencetakan
(lembar)
Harga
Pencetakan/lbr Total Biaya
1 Rp 1.800,00 2 Rp 1.800,00 3 Rp 1.800,00 4 Rp 1.800,00 5 Besi Beton D19 Rp 1.800,00 6 Besi Beton D22 Rp 1.800,00 7 Multipleks 12mm uk 4'x8' Rp 1.800,00 8 Kayu 6x12cm Klas III (borneo) Rp 1.800,00
Besi Beton D13 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 Besi Beton Ø10 Rp 1.250,00 Rp 3.050,00 Besi Beton D16 1.250,00 Rp Rp 3.050,00 Beton K-300 Rp 1.250,00 Rp 3.050,00
No Jenis Material Biaya
Telepon
Biaya Administrasi
Total Biaya Pemesanan
a d 1 Rp 517.000,00 2 Rp 51.363,40 3 Rp 86.762,50 4 Rp 131.879,00 5 Rp 187.407,00 6 Rp 249.876,00 7 Rp 167.200,00 8 Rp 59.112,63 9 Rp 23.066,00
Kayu 6x12cm Klas III @4m
No Jenis Material % biaya
penyimpanan/ tahun harga material per unit Biaya simpan/unit/hari b c e =(c/365)*d Beton K-300 8,5% Rp 120,40 Besi Beton Ø10 @7,4kg 8,5% Rp 11,96 Besi Beton D16 @19kg 8,5% Rp 30,71 Besi Beton D19 @27kg 8,5% Rp 43,64 Besi Beton D22 @36kg 8,5% Rp 58,19 Multipleks 12mm uk 4'x8' 8,5% Rp 38,94 8,5% Rp 13,77 Scafolding 8,5% Rp 5,37 Besi Beton D13 @12,5kg 8,5% Rp 20,20 1 m³ 2 lonjor 3 lonjor 4 lonjor 5 lonjor 6 lonjor 7 lembar
8 Kayu 6x12cm Klas III (borneo) batang Jenis Material
Besi Beton Ø10 @7,4kg
No Satuan
per unit
Biaya Pembelian per-unit Biaya Pemesanan per-pesan Biaya Penyimpanan per-unit/ hari Beton K-300 Rp 517.000,00 Rp 3.050,00 Rp 120,40 11,96 Rp 51.363,40 Rp Rp 3.050,00 Besi Beton D13 @12,5kg Rp 86.762,50 Rp 3.050,00 Rp 20,20 30,71 Rp 3.050,00 Rp Besi Beton D16 @19kg Rp 131.879,00 Rp 3.050,00 58,19 Rp Besi Beton D22 @36kg Rp 249.876,00 Rp 3.050,00 43,64 Rp Besi Beton D19 @27kg Rp 187.407,00 167.200,00 Rp Rp 3.050,00 Rp 38,94 13,77 Rp Multipleks 12mm uk 4'x8' 59.112,63 Rp Rp 3.050,00
Tabel 4.4. Biaya Administrasi
Tabel 4.5. Total Biaya Pemesanan Material per-pesan
4.3.3
Biaya PenyimpananBiaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini dapat meliputi biaya memiliki persediaan (biaya modal) dan biaya kerusakan atau penyusutan. Untuk biaya modal ini diperhitungkan berdasarkan pada biaya modal yang diinvestasikan pada persediaan (inventory), yang dapat diukur dengan suku bunga bank yaitu 6,5% per tahun (berdasarkan suku bunga bank tahun 2011) dari harga material per unit. Sedangkan untuk biaya
penyusutan atau kerusakan dapat dihitung
berdasarkan penyusutan atau kerusakan kuantitas material selama penyimpanan yang diasumsikan sebesar ± 2% dari harga material per unit. Hasil perhitungan biaya penyimpanan material dapat dilihat pada Tabel 4.6 .
Tabel 4.6. Total Biaya Penyimpanan/ unit/ hari
4.3.4 Biaya Persediaan Material
Biaya persediaan material adalah biaya yang terdiri dari biaya pembelian, biaya pemesanan dan juga biaya penyimpanan material. Dari perhitungan masing – masing biaya diatas, maka dapat dilihat
perincian biaya persediaan material seperti pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Biaya Persediaan Material
4.4 Analisa Kebutuhan Material
Analisa kebutuhan material meliputi kebutuhan material total, jadwal induk produksi, dan kebutuhan material per periode. Material yang dihitung meliputi material level 2 dan level 3 pada Bill of Materialstruktur lantai 18 (Gambar 4.1).
4.4.1 Analisa Kebutuhan Material Total
Kebutuhan material total dapat dihitung berdasarkan data volume material yang ada (lampiran-3) dan koefisien analisa harga satuan pekerjaan yang diperoleh dari proyek (lampiran-4). Kebutuhan material total yang dihitung adalah material level 2 dan level 3 pada Bill of Material struktur lantai 18 (Gambar 4.1)..Berdasarkan data volume material yang ada (lampiran-3), kebutuhan material pada setiap item pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.8 . 4.4.2 Jadwal Induk Produksi
Jadwal induk produksi merupakan alokasi untuk membuat sejumlah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (misal : pekerja,alat dan bahan).
4.4.2.1 Zona Pekerjaan
Dalam pelaksanaan pekerjaan pada proyek dengan denah yang tidak simetris serta memiliki keterbatasan waktu pelaksanaan, maka untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan di lapangan
perlu dilakukan pembagian zona pekerjaan.
Berdasarkan lampiran 1 pembangunan Apartemen Guna Wangsa ini dibagi menjadi beberapa zona pekerjaan, yaitu pada pembangunan tower A dan tower B dibagi menjadi 3 zona (zona 1, zona 2, zona 3). Untuk lebih jelasnya, pembagian zona pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.
4.4.2.2 Durasi Item Pekerjaan
Sebelum menyusun jadwal induk produksi perlu diketahui durasi masing-masing item pekerjaan untuk pekerjaan struktur lantai 18 dan jadwal pelaksanaan pekerjaan. Tabel 4.9 menampilkan durasi dari masing-masing item pekerjaan stuktur
lantai 18 yang diperoleh dari data bar chart
pekerjaan struktur lantai 18 (lampiran 2).
4.4.2.3 Hubungan Antar Aktivitas
Langkah awal dalam menyusun jadwal induk produksi adalah perlu diketahuinya hubungan antar aktivitas guna mengetahui urutan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Berdasarkan ketergantungan antar aktivitas, maka dapat disusun secara tepat kapan pekerjaan harus selesai atau material harus tersedia di lapangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.10. Urutan pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang sesuai dengan logika berdasarkan ketergantungan antar aktivitas dalah sebagai berikut :
No Jenis Material Satuan Volume Koefisien Berat/lonjor Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
I Pekerjaan Balok
a Besi Beton kg 21922,418
1.Besi Beton Ø10 kg 6080,527 1,03 7,4 846,344 lonjor
2.Besi Beton D13 kg 407,987 1,03 12,5 33,618 lonjor
3.Besi Beton D16 kg 2411,453 1,03 19 130,726 lonjor
4.Besi Beton D19 kg 11065,912 1,03 27 422,144 lonjor
5.Besi Beton D22 kg 1956,539 1,03 36 55,979 lonjor
Volume Koefisien Volume/batang Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
b Bekesting m2 1404,07
1.Multipleks 12mm uk 4'x8' m2 1404,07 0,09 126,366 lembar 2.Kayu 6x12cm Klas III (borneo)/ 4m m3 1404,07 0,02 0,0288 975,049 batang Volume Koefisien Volume Akhir Satuan
a b axb
c Beton m3 138,3
1.Beton K-300 m3 138,3 1,03 142,449 m3
No Jenis Material Satuan Volume Koefisien Berat/lonjor Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
II Pekerjaan Plat
a Besi Beton kg 22031,26
1.Besi Beton Ø10 kg 22031,26 1,03 7,4 3066,513 lonjor
Volume Koefisien Volume/batang Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
b Bekesting m2 1828,625
1.Multipleks 12mm uk 4'x8' m2 1828,625 0,09 164,576 lembar 2.Kayu 6x12cm Klas III (borneo)/ 4m m3 1828,625 0,02 0,0288 1269,878 batang Volume Koefisien Volume Akhir Satuan
a b axb
c Beton m3 219,436
1.Beton K-300 m3 219,436 1,03 226,019 m3 No Jenis Material Satuan Volume Koefisien Berat/lonjor Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
III Pekerjaan Kolom
a Besi Beton kg 24777,866
1.Besi Beton Ø10 kg 6739,53 1,03 7,4 938,070 lonjor
2.Besi Beton D22 kg 18038,336 1,03 36 516,097 lonjor
Volume Koefisien Volume/batang Volume Akhir Satuan
a b c (axb)/c
b Bekesting m2 772,8
1.Multipleks 12mm uk 4'x8' m2 772,8 0,09 69,552 lembar 2.Kayu 6x12cm Klas III (borneo)/ 4m m3 772,8 0,02 0,0288 536,667 batang Volume Koefisien Volume Akhir Satuan
a b axb
c Beton m3 100,8
1.Beton K-300 m3 100,8 1,03 103,824 m3
sebelum pekerjaan bekisting balok selesai. b. Pekerjaan bekisting plat dikerjakan bersamaan
dengan pekerjaan bekisting balok.
c. Pekerjaan pembesian plat dikerjakan setelah semua pekerjaan bekisting plat selesai.
d. Pekerjaan pengecoran pada balok dan plat dimulai setelah seluruh pekerjaan bekisting dan pembesian telah selesai dikerjakan.
e. Pekerjaan pembesian kolom dimulai 1 hari setelah pekerjaan balok dan plat selesai dikerjakan (adanya proses curing pada beton).
f. Pekerjaan bekisting kolom dimulai 1 hari setelah
pekerjaan pembesian kolom dikerjakan.
g. Pekerjaan pengecoran kolom dimulai setelah semua pekerjaan bekisting kolom selesai.
4.4.2.4 Jadwal Pekerjaan
Berdasarkan pembagian zona pekerjaan, durasi, dan hubungan antar aktivitas dapat disusun jadwal pekerjaan struktur lantai 18 seperti pada Tabel 4.11.
4.4.2.5 Perhitungan Volume Material Setiap Zona
Pekerjaan
Berdasarkan perhitungan volume total material level 2 (lampiran 3) serta adanya pembagian zona pekerjaan, maka langkah selanjutnya sebelum menyusun jadwal induk produksi adalah mengetahui volume total material setiap zona pekerjaan. Untuk lebih jelasnya volume total material setiap zona pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.12.
4.4.2.6 Jadwal Induk Produksi
Setelah diketahui jadwal pekerjaan struktur lantai 18, maka dapat disusun jadwal induk produksi. Jadwal induk produksi ini dibuat berdasarakan pada peramalan atas permintaan setiap produk akhir yang akan dibuat. Peramalan tersebut berisi perencanaan secara mendetail mengenai jumlah material yang dibutuhkan beserta periode waktunya, yang dapat disusun dengan membagi total item pekerjaan dengan durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara garis besar pembutan Jadwal Induk Produksi (JIP) dilakukan atas tahapan-tahapan berikut :
a) Menghitung jumlah kebutuhan material
(level 2) per hari setiap zona pekerjaan, dengan asumsi kebutuhan material setiap harinya adalah sama. Perhitungannya dilakukan dengan cara membagi volume material setiap zona pekerjaan (Tabel 4.12) dibagi dengan durasi setiap zona pekerjaan (Tabel 4.9). Hasil perhitungan volume material per hari setiap zona pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.13.
b) Menyusun rencana kebutuhan material
berdasarkan Tabel 4.13 dan jadwal
pekerjaan (Tabel 4.11), sehingga akan didapat jadwal produksi setiap material
yang dibuat serta periode waktu
pembuatannya.
Jadwal induk produksi disusun dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.14 .
Tabel 4.8. Kebutuhan Material Total
Gambar 4.2
No Aktivitas Durasi (hari)
1 Bekisting balok zona 3A & 3B 4
2 Bekisting balok zona 1A & 1B 4
3 Bekisting balok zona 2A & 2B 4
4 Besi beton balok zona 3A & 3B 4
5 Besi beton balok zona 1A & 1B 4
6 Besi beton balok zona 2A & 2B 4
7 Beton balok zona 3A & 3B 2
8 Beton balok zona 1A & 1B 2
9 Beton balok zona 2A & 2B 2
10 Bekisting plat zona 3A & 3B 4
11 Bekisting plat zona 1A & 1B 4
12 Bekisting plat zona 2A & 2B 4
13 Besi beton plat zona 3A & 3B 4
14 Besi beton plat zona 1A & 1B 4
15 Besi beton plat zona 2A & 2B 4
16 Beton plat zona 3A & 3B 2
17 Beton plat zona 1A & 1B 2
18 Beton plat zona 2A & 2B 2
19 Besi beton kolom zona 3A & 3B 4
20 Besi beton kolom zona 1A & 1B 4
21 Besi beton kolom zona 2A & 2B 4
22 Bekisting kolom zona 3A & 3B 4
23 Bekisting kolom zona 1A & 1B 4
24 Bekisting kolom zona 2A & 2B 4
25 Beton kolom zona 3A & 3B 2
26 Beton kolom zona 1A & 1B 2
27 Beton kolom zona 2A & 2B 2
No Aktivitas Notasi Durasi (hari) Predecessor
1 Bekisting balok zona 3A & 3B A 4
-2 Bekisting balok zona 1A & 1B B 4 D
3 Bekisting balok zona 2A & 2B C 4 E
4 Besi beton balok zona 3A & 3B D 4 A (FS-1)
5 Besi beton balok zona 1A & 1B E 4 G
6 Besi beton balok zona 2A & 2B F 4 H
7 Beton balok zona 3A & 3B G 2 D (FS+1)
8 Beton balok zona 1A & 1B H 2 E (FS+1)
9 Beton balok zona 2A & 2B I 2 F (FS+1)
10 Bekisting plat zona 3A & 3B J 4
-11 Bekisting plat zona 1A & 1B K 4 M (FS-1) 12 Bekisting plat zona 2A & 2B L 4 N (FS-1)
13 Besi beton plat zona 3A & 3B M 4 J
14 Besi beton plat zona 1A & 1B N 4 K
15 Besi beton plat zona 2A & 2B O 4 L
16 Beton plat zona 3A & 3B P 2 M
17 Beton plat zona 1A & 1B Q 2 N
18 Beton plat zona 2A & 2B R 2 O
19 Besi beton kolom zona 3A & 3B S 4 K
20 Besi beton kolom zona 1A & 1B T 4 Y
21 Besi beton kolom zona 2A & 2B U 4 Z
22 Bekisting kolom zona 3A & 3B V 4 S (FS-3) 23 Bekisting kolom zona 1A & 1B W 4 T (FS-3) 24 Bekisting kolom zona 2A & 2B X 4 U (FS-3)
25 Beton kolom zona 3A & 3B Y 2 V
26 Beton kolom zona 1A & 1B Z 2 W
27 Beton kolom zona 2A & 2B AA 2 X
Gambar 4.3
Pembagian Zona Pekerjaan Tower B
Tabel 4.11. Jadwal Pekerjaan
Tabel 4.11 Lanjutan Jadwal Pekerjaan
NOTASI DURASI 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 (HARI) 1 A 4 2 B 4 3 C 4 4 D 4 5 E 4 6 F 4 7 G 2 8 H 2 9 I 2 10 J 4 11 K 4 12 L 4 13 M 4 14 N 4 15 O 4 16 P 2 17 Q 2 18 R 2 19 S 4 20 T 4 21 U 4 22 V 4 23 W 4 24 X 4 25 Y 2 26 Z 2 27 AA 2
NO. URAIAN PEKERJAAN
MINGGU KE-31 MINGGU KE-32
AKTIVITAS Bekisting balok zona 3A & 3B Bekisting balok zona 1A & 1B Bekisting balok zona 2A & 2B Pembesian balok zona 3A & 3B Pembesian balok zona 1A & 1B Pembesian balok zona 2A & 2B Pengecoran balok zona 3A & 3B Pengecoran balok zona 1A & 1B Pengecoran balok zona 2A & 2B Bekisting plat zona 3A & 3B Bekisting plat zona 1A & 1B Bekisting plat zona 2A & 2B Pembesian plat zona 3A & 3B Pembesian plat zona 1A & 1B Pembesian plat zona 2A & 2B Pengecoran plat zona 3A & 3B Pengecoran plat zona 1A & 1B Pengecoran plat zona 2A & 2B Pembesian kolom zona 3A & 3B Pembesian kolom zona 1A & 1B Pembesian kolom zona 2A & 2B Bekisting kolom zona 3A & 3B Bekisting kolom zona 1A & 1B Bekisting kolom zona 2A & 2B Pengecoran kolom zona 3A & 3B Pengecoran kolom zona 1A & 1B Pengecoran kolom zona 2A & 2B
NOTASI DURASI 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 (HARI) 1 A 4 2 B 4 3 C 4 4 D 4 5 E 4 6 F 4 7 G 2 8 H 2 9 I 2 10 J 4 11 K 4 12 L 4 13 M 4 14 N 4 15 O 4 16 P 2 17 Q 2 18 R 2 19 S 4 20 T 4 21 U 4 22 V 4 23 W 4 24 X 4 25 Y 2 26 Z 2 27 AA 2
NO. URAIAN PEKERJAAN
MINGGU KE-33 MINGGU KE-34 MINGGU KE 35
AKTIVITAS Bekisting balok zona 3A & 3B Bekisting balok zona 1A & 1B Bekisting balok zona 2A & 2B Pembesian balok zona 3A & 3B Pembesian balok zona 1A & 1B Pembesian balok zona 2A & 2B Pengecoran balok zona 3A & 3B Pengecoran balok zona 1A & 1B Pengecoran balok zona 2A & 2B Bekisting plat zona 3A & 3B Bekisting plat zona 1A & 1B Bekisting plat zona 2A & 2B Pembesian plat zona 3A & 3B Pembesian plat zona 1A & 1B Pembesian plat zona 2A & 2B Pengecoran plat zona 3A & 3B Pengecoran plat zona 1A & 1B Pengecoran plat zona 2A & 2B Pembesian kolom zona 3A & 3B Pembesian kolom zona 1A & 1B Pembesian kolom zona 2A & 2B Bekisting kolom zona 3A & 3B Bekisting kolom zona 1A & 1B Bekisting kolom zona 2A & 2B Pengecoran kolom zona 3A & 3B Pengecoran kolom zona 1A & 1B Pengecoran kolom zona 2A & 2B
No Aktivitas Satuan Volume
1 Bekisting balok zona 3A & 3B m2 405,36
2 Bekisting balok zona 1A & 1B m2 580,64
3 Bekisting balok zona 2A & 2B m2 418,072
4 Besi beton balok zona 3A & 3B kg 6535,3
5 Besi beton balok zona 1A & 1B kg 8674,44
6 Besi beton balok zona 2A & 2B kg 6712,688
7 Beton balok zona 3A & 3B m3 39,7898
8 Beton balok zona 1A & 1B m3 57,6
9 Beton balok zona 2A & 2B m3 40,92
10 Bekisting plat zona 3A & 3B m2 546,944
11 Bekisting plat zona 1A & 1B m2 851,824
12 Bekisting plat zona 2A & 2B m2 429,856
13 Besi beton plat zona 3A & 3B kg 6084,916
14 Besi beton plat zona 1A & 1B kg 10598,176
15 Besi beton plat zona 2A & 2B kg 5348,164
16 Beton plat zona 3A & 3B m3 65,634
17 Beton plat zona 1A & 1B m3 102,22
18 Beton plat zona 2A & 2B m3 51,582
19 Besi beton kolom zona 3A & 3B kg 7079,392
20 Besi beton kolom zona 1A & 1B kg 10619,084
21 Besi beton kolom zona 2A & 2B kg 7079,392
22 Bekisting kolom zona 3A & 3B m2 220,8
23 Bekisting kolom zona 1A & 1B m2 331,2
24 Bekisting kolom zona 2A & 2B m2 220,8
25 Beton kolom zona 3A & 3B m3 28,8
26 Beton kolom zona 1A & 1B m3 43,2
27 Beton kolom zona 2A & 2B m3 28,8
Tabel 4.12. Volume Kebutuhan Material Setiap Zona Pekerjaan
Tabel 4.13. Perhitungan Volume Material Per Hari Setiap Zona Pekerjaan
No Aktivitas Satuan Volume Durasi (hari) Volume/ hari
a b a/b
1 Bekisting balok zona 3A & 3B m2 405,36 4 101,34
2 Bekisting balok zona 1A & 1B m2 580,64 4 145,16
3 Bekisting balok zona 2A & 2B m2 418,072 4 104,518
4 Besi beton balok zona 3A & 3B kg 6535,3 4 1633,825
5 Besi beton balok zona 1A & 1B kg 8674,44 4 2168,61
6 Besi beton balok zona 2A & 2B kg 6712,688 4 1678,172
7 Beton balok zona 3A & 3B m3 39,7898 2 19,8949
8 Beton balok zona 1A & 1B m3 57,6 2 28,8
9 Beton balok zona 2A & 2B m3 40,92 2 20,46
10 Bekisting plat zona 3A & 3B m2 546,944 4 136,736
11 Bekisting plat zona 1A & 1B m2 851,824 4 212,956
12 Bekisting plat zona 2A & 2B m2 429,856 4 107,464
13 Besi beton plat zona 3A & 3B kg 6084,916 4 1521,229
14 Besi beton plat zona 1A & 1B kg 10598,176 4 2649,544
15 Besi beton plat zona 2A & 2B kg 5348,164 4 1337,041
16 Beton plat zona 3A & 3B m3 65,634 2 32,817
17 Beton plat zona 1A & 1B m3 102,22 2 51,11
18 Beton plat zona 2A & 2B m3 51,582 2 25,791
19 Besi beton kolom zona 3A & 3B kg 7079,392 4 1769,848
20 Besi beton kolom zona 1A & 1B kg 10619,084 4 2654,771
21 Besi beton kolom zona 2A & 2B kg 7079,392 4 1769,848
22 Bekisting kolom zona 3A & 3B m2 220,8 4 55,2
23 Bekisting kolom zona 1A & 1B m2 331,2 4 82,8
24 Bekisting kolom zona 2A & 2B m2 220,8 4 55,2
25 Beton kolom zona 3A & 3B m3 28,8 2 14,4
26 Beton kolom zona 1A & 1B m3 43,2 2 21,6