• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Dikatakan bahwa bahasa memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Dikatakan bahwa bahasa memiliki"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah milik manusia yang merupakan pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Dikatakan bahwa bahasa memiliki fungsi utama yaitu alat komunikasi (Tarigan, 1990;2). Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Menurut Finnochiaro (1964: 8) yang dikutip oleh J. P. Rombepajung (1988:

23), definisi bahasa adalah: Language is a system of arbitrary vocal symbols

which permits all people in a given culture or other people who have learned the systems of that culture to communicate or to interact. (Bahasa adalah suatu sistem symbol vocal yang arbitrer yang memungkinkan orang dalam masyarakat tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari system tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi).

Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Karena dengan bahasa tersebut manusia dapat saling berkomunikasi satu sama lain serta dapat saling berhubungan dengan negara luar, salah satunya ialah Jepang. Dimana dewasa ini Jepang merupakan negara yang sangat maju, sehingga banyak masyarakat ingin mengetahui tentang Jepang, terutama bahasanya.

Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan maupun Teknologi, Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia berkembang dengan pesat, terbukti dengan semakin banyaknya masyarakat yang mempelajari bahasa Jepang untuk kebutuhan

(2)

(Danasasmita, 2002 : 85), Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia diselenggarakan dari SMA sampai tingkat perguruan tinggi, yang masing-masing mempunyai tujuan dan misi muatan yang berbeda. Baik pengajar maupun pembelajar bahasa Jepang perlu memahami tentang linguistik bahasa Jepang. Pengetahuan ini merupakan media memperlancar pemahaman dan penguasaan bahasa Jepang.

Dikarena bahasa Jepang dan bahasa Indonesia bukan bahasa yang serumpun, sehingga banyak kendala yang harus dihadapi. Beberapa diantaranya ialah karena adanya transfer negatif bahasa ibu (bahasa Indonesia) ke bahasa Jepang, serta bahasa Jepang memiliki karakteristik yang unik, diantaranya:

1. Jenis huruf yang beragam ((kanji, hiragana, katakana),

2. Pola kalimat bahasa Jepang menggunakan pola S O P (Subjek, Objek, Predikat), sedangkan bahasa Indonesia menggunakan pola S P O (Subjek, Predikat, Objek), 3. Struktur frasa, bahasa Jepang berpola M D (Menerangkan Diterangkan) dan bahasa Indonesia berpola D M (Diterangkan Menerangkan),

4. Pengucapan atau pelafalannya.

Beranjak dari perbedaan-perbedaan inilah, perlu adanya upaya untuk memudahkan memahami bahasa Jepang yaitu salah satunya dengan cara Analisis Kontrastif antara bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia ditinjau dari segi linguistiknya. Secara umum memahami pengertian analisis kontrastif dapat ditelusuri melalui makna kedua kata tersebut.

Dalam http://www.google.com/analisiskontrastif// Moeliono (1988:32) menjelaskan bahwa Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk

(3)

memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sedangkan Kontrastif diartikan sebagai kegiatan memperbandingkan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. Jadi analisis kontrastif ialah menguraikan oposisi atau pertentangan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan, memperbandingkan dengan jalan memperhatikan pebedaan-perbedaan. Dalam analisis bahasa ini, tidaklah penulis membahas kontrastif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia secara keseluruhan, melainkan hanya membahahas tentang Konjungsi dari tataran bidang sintaksis.

Konjungsi yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dengan demikian untuk menganalisis penggunaan konjungsi dalam bahasa Jepang, perlu diadakan perbandingan dengan konjungsi bahasa Indonesia sebagai dasar pembandingnya, terutama dalam penggunaan konjungsi /-tara/ dalam bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan konjungsi /-tara/ (たら) dalam bahasa Jepang berfungsi untuk

menunjukkan pengandaian dan hasilnya ; “kalau…maka…”, dapat juga dipakai untuk menunjukkan bahwa apabila hal yang disebutkan sebelumnya telah selesai,

hal yang berikut akan terjadi. Pemakaian /-tara/ ditambahkan ke verba dengan

cara yang sama seperti verba lampau yang berakhiran –ta. Contoh : Sono ryouri

ga amari karakattara, watashi wa tabenai wa. [Kalau hidangan itu terlalu banyak bumbunya, maka saya tidak mau memakannya].

(4)

Sedangkan Penggunaan konjungsi /kalau/ dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk ‘menggabungkan menyatakan syarat’ digunakan didepan klausa yang

menjadi anak kalimat pada suatu kalimat majemuk bertingkat. Contoh : [Kalau

saya punya uang,tentu kamu saya bantu] atau [Saya akan merantau kalau diizinkan ibu].

Konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia dilihat dalam tataran sintaksis. Sintaksis merupakan pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar dalam bahasa, Kridalaksana (2008:223).

Dari contoh diatas dapat dilihat perbedaan dan persamaan penggunaan

konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia yang

penulis yakini akan terjadi kesalahan dalam penyusunan. Untuk itulah penulis tertarik membahas kontrastif konjungsi tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Proses pembentukan dan penggunaan kata, baik yang terdapat dalam Bahasa Jepang maupun dalam Bahasa Indonesia mempunyai banyak perbedaan. Menurut Shigeyuki Suzuki (1973:349, penggunaan konjungsi /-tara/ dipakai sebagai predikat dari anak kalimat dalam suatu kalimat majemuk, dimana anak kalimat itu merupakan sebuah frase keterangan atau juga frase sambung, Sedangkan menurut Chaer (2006:89), penggunaan konjungsi /kalau/ dalam Bahasa Indonesia letak klausa yang menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek, predikat, atau sebelum objek dalam sebuah kalimat. Karena terdapat beberapa penggunaan konjungsi /-tara/ dan konjungsi /kalau/ yaitu dimana

(5)

penggunaanya menunjukkan hal penting untuk membentuk suatu keadaan yang ditunjukkan pada akhir kalimat dari frase utama sekaligus frase penutup sehingga pembelajar bahasa Jepang selalu membuat kesalahan dalam penggunaan bentuk /-tara/ yang dipadankan dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana perbedaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan

konjungsi /kalau/ bahasa indonesia

b. Bagaimana persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan

konjungsi /kalau/ bahasa indonesia

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini hanya difokuskan kepada pembahasan pembentukan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia serta mendeskripsikan perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi tersebut. Dalam penulisan ini, penggunaan konjungsi /-tara/ Bahasa Jepang hanya akan dikaji dalam Minna No Nihon Go dan penggunaan konjungsi /kalau/ Bahasa Indonesia yang juga hanya dikaji dalam Buku Bahasa Indonesia SMA Kelas X dan XII. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah penggunaan bentuk-bentuk sintaksis konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

(6)

1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Fokus dari penelitian ini adalah analisis kontrastif penggunaan konjungsi

/-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berkaitan dengan kata. Kridalaksana ( 2008:110 ) mengungkapkan bahwa kata merupakan satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis. Kata sangat diperlukan sebagai unsur pembentuk frase, klausa, kalimat, dan juga wacana. Salah satu kelas kata ialah konjungsi atau kata penghubung. Kitahara Yasuo dalam Sudjianto(1996:22) mengemukakan: kata penghubung atau

konjungsi merupakan kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan

bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat. Secara umum baik kata maupun konjungsi ialah bagian dari sintaksis.

Chaer ( 2003:206 ) menjelaskan lebih rinci bahwa ada beberapa hal yang biasa dibicarakan dalam sintaksis, yaitu struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu, satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.

b. Kerangka Teori

Suatu teori dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta konkret yang tak terbilang banyaknya yang harus diperhatikan dalam kenyataan kehidupan masyarakat. Dalam kerangka teori ini penulis mengemukakan pendapat dari beberapa ahli linguistik mengenai

(7)

penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

1. Teori penggunaan /-tara/ menurut Anthony Alfonso

Menurut Alfonso dalam Lelita (2012:21). Arti dasar (basic meaning) dari

/-tara/, bahwa dengan terkandungnya unsur /-ta/, maka selalu berarti bahwa kata

kerja yang tampil dalam bentuk /-tara/ menunjukkan perbuatan yang sudah terjadi

atau yang sudah rampung, yang mendahului perbuatan atau keadaan yang

dinyatakan dalam klausa kedua (shows analisis action which is funished or

complete before the action or situation expressed in the second clause). Alfonso

mengemukakan 3 macam keadaan mengenai penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa

Jepang, yaitu:

- Kata kerja dalam klausa berada dalam bentuk lampau, keadaan yang ditandai

dengan pemakaian /-tara/ dalam klausa pertama merupakan pendahulu terhadap

keadaan yang dinyatakan dalam klausa kedua. Dengan kata lain, klausa pertama

menggunakan /-tara/ menandakan antecedent atau kata pendahulu atau sering

disebut dengan anak kalimat dari kalimat majemuk bertingkat, sedangkan klausa kedua menandakan subsequent atau keadaan yang menyusul berikutnya atau sering disebut juga induk kalimat dari kalimat majemuk bertingkat.

Contoh:

このもんだいをみたら、すぐわかりました。 Setelah melihat masalah ini, langsung mengerti. (Alfonso, 1974:659)

(8)

- Kalimat dalam klausa tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang. Dalam hal ini, penggunaan konjungsi /-tara/ menunjukkan sifat pengandaian (suppositional), Contoh :

そんなものをたべたら、おなかがいたくなりましょう。 Kalau makan makanan seperti ini, akan sakit perut loh.

(Alfonso, 1974 :659)

- Kata kerja dalam klausa kedua menandakan kesediaan atau maksud (willing

intention), contoh :

あきになったら。エンショウにいきましょうね。 Kalau sudah datang musim panas, akan pergi berpiknik (Alfonso, 1974 :659)

2. Teori penggunaan /-tara/ menurut Shigeyuki Suzuki

Mengenai /-tara/ dalam Lelita (2012:12) Suzuki mengatakan bahwa bentuk ini

menunjukkan syarat dari suatu gatra yang sudah tetap/pasti, tidak ada hubungannya dengan masa lampau, sekarang atau yang akan datang, dan tidak ada

hubungannya dengan asumsi/perkiraan (katei), dan hal yang sudah ditetapkan

(kitei), contoh:

なめくじをしようかかてら、いつのまにかすこさくなった。 Kalau namekuji ditaburi garam, tanpa disadari ia akan mengecil. (Namekuji : sejenis siput)

お母さんの病気がなおったら、けいこちゃんにセーターをあんであげるよ。 Kalau sakit ibu sembuh, keiko akan dibuatkan sweater.

家にかえったら、おじさんがきていた。 Kalau pulang kerumah paman sudah ada.

(9)

3. Teori penggunaan /-tara/ menurut Yokobayashi dan Shimomura

Menurut Yokobayashi dan Shimomura dalam Lelita (2012:13), ada beberapa

penggunaan konjungsi /-tara/, yaitu:

- Menunjukkan Katei Jouken, yaitu yang menunjukkan urutan waktu dimana

setelah apa yang diungkapkan pada klausa pertama terjadi, maka dilakukan apa yang diungkapkan pada klausa akhir. Biasanya pada klausa akhir terdapat

harapan/keinginan si pembicara (kibou), maksud/kemauan (ishi), perintah(meirei)

dan kemungkinan (suisatsu). Contoh :

明日の朝早くおきられたら、ゾギンッグをしよう。

Besok pagi kalau saya bisa bangun cepat, saya bermaksud jogging. (Yokobayashi, 1988:66)

- Menunjukkan alasan (riyuu), akhir kalimat merupakan bentuk lampau, contoh:

あおーうめをたべたら、おなかがいたくなった。 Kalau makan Aoume, perut saya menjadi sakit.

- Menunjukkan makna sono toki (ketika itu) dan sono atode (setelah itu), contoh:

さんぽにしていたら、きょうにあめがふってきた。 Ketika berjalan-jalan, mendadak turun hujan

(Yokobayashi, 1988:71)

- Menunjukkan makna penemuan (hakken). Pada akhir kalimat terdapat kenyataan

yang tidak ada hubungannya dengan maksud/kemauan si pembicara. Akhir kalimat menggunakan bentuk lampau, contoh :

友達の家をたずねたら、るすでした。 Ketika berkunjung kerumah teman, ia tidak ada. (Yokobayashi, 1988:72)

(10)

4. Teori penggunaan /-tara/ menurut Toshiko

Menurut Toshiko (1991:118), konjungsi /-tara/ dipakai untuk menyatakan keadaan yang berlawanan sebagai kenyataan yang terjadi saat sekarang, seperti contoh:

わたしがあなただったら、やはりおなじことをしたでしょう。

5. Teori penggunaan /-tara/ menurut Takayuki Tomita

Menurut Takayuki Tomita dalam Lelita (2012:15), bentuk /-tara/ digunakan untuk mengungkapkan keadaan dimana “dimasa yang akan datang ketika X selesai, ketika X telah dilaksanakan, ketika telah menjadi X, atau ketika tahu bahwa itu X, maka dilakukan upaya Y”. Contoh :

K-さん、しんぶんをよみおわったら、わたしにみせてください。

K, kalau sudah selesai baca Koran, perlihatkan pada saya.

はい、わかりました。

Ya, saya mengerti.

Berdasarkan kalimat diatas, bahwa maksud pernyataan A itu adalah, ‘Nanti (beberapa menit atau beberapa puluh menit yang akan datang), pada waktu saudara K sudah selesai membaca Koran, maka perlihatkanlah/pinjamkanlah koran itu kepada saya’.

6. Teori penggunaan /-tara/ menurut Naoko Chino

Menurut Naoko Chino (2008:90), penggunaan konjungsi /-tara/ adalah sebagai berikut:

(11)

- Menunjukkan pengajuan suatu ide/gagasan; Contoh : Mou osoi kara, sono shigoto ashita ni nasattara.

Sudah terlambat, bagaimana kalau pekerjaan itu dikerjakan besok saja

- Menunjukkan iritasi (ketidaksabaran) dan ajakan. Contoh:

もうねなさいったら。 [Ayo, tidurlah]

Berdasarkan pendapat yang disebutkan diatas, maka fungsi bentuk /-tara/ adalah sebagai berikut :

1. Menunjukkan sifat pengandaian;

2. Menunjukkan syarat dari suatu gatra;

3. Menunjukkan urutan waktu;

4. Menunjukkan alasan;

5. Menunjukkan makna sono toki (ketika itu);

6. Menunjukkan makna sono atode (setelah itu);

7. Menunjukkan penemuan (hakken);

8. Menunjukkan pengajuan suatu ide/gagasan;

9. Menunjukkan iritasi (ketidaksabaran) dan ajakan.

1. Teori Penggunaan Konjungsi /kalau/ Menurut Abdul Chaer.

Konjungsi /Kalau/ dipakai untuk ‘menggabungkan menyatakan syarat’ digunakan dibelakang klausa yang menjadi anak kalimat pada suatu kalimat majemuk bertingkat (chaer,1988:41).

(12)

Contoh:

1. Kamu akan lulus ujian dengan baik kalau kamu belajar sungguh-sungguh.

2. Kalau buku itu hilang, dia akan menggantinya.

2. Teori penggunaan konjungsi /kalau/ menurut Harimurti Kridalaksana.

Penggunaan konjungsi /kalau/ ialah untuk menggabungkan menyatakan syarat dan letak klausa yg menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek,predikat, atau sebelum objek dalam sebuah kalimat.(kridalaksana ,1976:81)

Contoh:

a. Saya dapat menyelesaikan pekerjaan itu kalau kamu mau membantu

dengan baik

b. Kalau kamu sudah sembuh, kita akan pergi berlibur keluar kota.

Berdasarkan pendapat dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas, yaitu Anthony Alfonso, Shigeyuki Suzuki, Yokobayashi dan Shimomura, Toshiko, Takayuki Tomita, dan Naoko Chino yang menyatakan ada 9 fungsi penggunaan bentuk /-tara/ bahasa jepang dan dari teori Chaer serta Harimurti Kridalaksana maka fungsi konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia adalah untuk menyatakan syarat.

Selanjutnya penulis menggunakan teori kontrastif yang dikemukakan oleh Prof. DR. Henry Guntur Tarigan untuk melihat perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Tarigan (1992:3), kontrastif adalah memperbandingkan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa.

(13)

1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang

2. Mengetahui penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

3. Mengetahui perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa

Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti sendiri dapat penambah wawasan dan pengetahuan tentang kontrastif

konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa

Fakultas Ilmu Budaya khususnya Sastra Jepang tentang kontrastif konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

3. Dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya

yang ingin meneliti tentang kontrastif konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

1.6. Metode Penelitian

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan

(14)

gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu dalam memecahkan masalah penelitian, mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, mengkaji, dan menginterpretasikan data.

Untuk memperoleh data penulis menggunakan berbagai macam buku, diantaranya buku-buku pelajaran bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, seperti : Minna no nihon go, Panduan Belajar Bahasa Dan Satra Indonesia Kelas XI dan XII serta Lembar kerja Siswa Bahasa Indonesia. Penulis mengumpulkan hal-hal yang menggunakan bentuk konjungsi /-tara/ dan bentuk konjungsi /kalau/ kemudian menganalisisnya.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada percobaan kali ini dengan menggunakan kancing genetika yang berwarna Merah, Kuning, Putih dan Hijau yang dimasukkan kedalam gelas plastic

ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi

Dengan kegiatan tanya jawab siswa dapat mengidentifikasi alat dan bahan yang digunakan untuk membuat karya tiga dimensi dengan teknik konstruksi secara tepat.. Dengan

Akan tetapi bila penyebabnya adalah emfisema maka gejala utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa sesak napas (dispnea) yang terjadi sehubungan

This thesis was about the application of classroom management in teaching English to young learners in "Super Kids 1" level at Sen/ra: Foreign

Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk

Bahan ajar ini dapat digunakan untuk mengajarkan informasi tentang bagaimana berlangsungnya suatu tahapan atau proses secara sistematis, misalnya chart yang