KONSEP JILBAB
DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN
(NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG
DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59,
AL A’RAF AYAT 26 DAN 31,
DAN AN NUR AYAT 31)
SKRIPSI
DiajukanuntukMemperolehGelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
OLEH
RIZQI ABIDAH MUTIK
NIM: 111 11 189
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
MOTTO
Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik
perhiasan ialah wanita sholihah (HR. Muslim).
Jika rambut adalah mahkota wanita, maka jilbab adalah intan
PERSEMBAHAN
Skripsiinik
upersembahkanuntuk…….
Kedua orang tuaku
BapakMas’udidanIbu Sri Khusniati Yang menjadipahlawandanmalaikatku
Terimakasihuntukuntaiando’a yang selalutercurahkan,
segalapengorbanan yang sungguhberbalassurga, sertanasehat-nasehat
yang mengantarkanpadaJannah-Nya
…
Sungguhjasamutakkanpernahbisakubalas
….
Adik-adikkuLuthfiZulfaHudayadanCholidaLailaPurnamawati
Yang telahmemberikusemangatuntukterusmelangkah….
Teman-teman IAIN Salatigaangkatan 2011, terutamakepadakelas PAI E
Terimakasihtelahmenjadialasanuntukkuselalutersenyum,
banyakpelajaranberhargayang kudapatdari kalian,
terimakasihuntuksegal
akeceriaandankebersamaannyaselamaini….
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN(NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM
SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN
AN NUR AYAT 31) di IAIN Salatiga dapat terselesaikan.
Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun
spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan
banyak terima kasih dan dengan diiringi doasemoga amal baik yang telah di
berikan,mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. RahmatHaryadi, M.PdselakuRektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selakuKetuaJurusanPendidikan Agama Islam.
3. Bapak Drs. TaufiqulMu’in, M.AgselakuDosenPembimbingAkademik.
4. Ibu Tri WahyuHidayati, M.Agselaku Pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan fikirannya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan
dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis dapat
5. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
6. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.
Karena keterbatasan penulis yang hanya menggunakan buku-buku tafsir
berbahasa Indonesia, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih
banyak kekurangannyadan penulis berharap saran dan masukan dari para pembaca
demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan.
Salatiga,12 Februari 2016
ABSTRAK
Mutik, Rizqi Abidah. 2016. Konsep Jilbab Dalam Perspektif Al-Qur’an (Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al Ahzab Ayat 33 dan 59,
Al A’raf Ayat 26 dan 31, dan An Nur Ayat 31) Dosen Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
Kata kunci: Jilbab Perspektif Al-Qur’an
Penelitian ini bertujuan untuk menyikapi tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya sehingga para muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai dengan syari’at Islam. Sehubungan dengan itu, maka harus diketahui model jilbab yang seperti apa yang sesuai dengan syari’at Islam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an? (2) Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini? (3) Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan 59, QS.An-Nur ayat 31, dan QS.Al-A’raf ayat 26 dan 31?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dan untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber primer yakni al-Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir, kemudian ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep jilbab, sebagai rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN LOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LatarBelakangMasalah ... 1
B. RumusanMasalah ... 7
C. TujuanPenelitian ... 7
D. ManfaatPenelitian ... 8
E. MetodePenelitian ... 8
F. PenegasanIstilah ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. KerangkaTeoritikTafsirMaudhu’I ... 13
B. PengertianAsbabunNuzul ... 15
C. PengertianMunasabah ... 16
D. GarisBesarAturanJilbabdalam Islam ... 16
1. TujuanBerpakaian ... 16
2. ManfaatdanKeuntunganMemakaiJilbab ... 24
E. JilbabKaitannyaDenganPendidikan ... 25
BAB III KOMPILASI AYAT-AYAT TENTANG JILBAB ... 31
A. Surat Al-AhzabAyat 33 ... 31
1. Surat Al-AhzabAyat 33 ... 31
2. Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 33 ... 34
3. AsbabunNuzul ... 35
4. Munasabah ... 35
B. SuratAl-AhzabAyat 59 ... 38
1 Surat Al-AhzabAyat 59 ... 38
2 Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 59 ... 42
3 AsbabunNuzul ... 44
4 Munasabah ... 44
C. Surat An-NurAyat 31 ... 45
1. Surat An-NurAyat 31 ... 45
3. Munasabah ... 57
D. Surat Al-A’rafAyat 26 ... 58
1. Surat Al-A’rafAyat 26 ... 58
2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 26 ... 62
3. Munasabah ... 62
E. Surat Al-A’rafAyat 31 ... 63
1. Surat Al-A’rafAyat 31 ... 63
2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 31 ... 65
3. AsbabunNuzul ... 66
4. Munasabah ... 67
BAB IV PEMBAHASAN ... 69
A. KonsepJilbabDalam Al-Qur’an ... 69
B. PenerapanKonsepJilbabDalam Al-Qur’an DalamKehidupanMasaKini ... 79
C. Nilai-nilaiPendidikanDalamQS. Al-Ahzabayat 33 dan 59, QS. An-Nurayat 31, dan QS. Al-A’rafayat 26 dan 31 ... 89
1. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 33 ... 89
2. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 59 ... 90
3. NilaiPendidikanDalam QS. An-NurAyat 31 ... 90
4. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 26 ... 92
5. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 31 ... 92
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama terdiri dari serangkaian perintah Tuhan tentang perbuatan
dan akhlak, yang dibawa oleh para Rasul untuk menjadi pedoman bagi
umat manusia. Mengimani hal ini dan melaksanakan ajaran-ajaran tersebut
akan membawa kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan di akhirat. Orang yang beruntung adalah orang yang mempunyai
tujuan yang baik dalam hidupnya, yang tidak tersesat ke jalan yang keliru,
yang memiliki akhlak yang baik dan terpuji, dan mengerjakan perbuatan
yang baik. Meskipun hidup di tengah hiruk-pikuknya dunia, orang seperti
ini hatinya akan selalu tenang, kuat, dan penuh kepastian. Agama Islam
adalah agama wahyu yang terakhir dan karena itu ia merupakan yang
paling lengkap (Thabathaba’i, 1996: 23).
Islam adalah agama fitrah, atau agama yang sesuai dengan fitrah
penciptaan manusia. Allah sendiri yang menyatakan hal ini dalam
Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);
(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum: 30)
Fitrah adalah roh atau nurani manusia. Fitrah ini telah ada jauh
sebelum manusia lahir ke dunia ini, yakni sejak zaman azali. Fitrah
manusia yaitu bertauhid. Islam, dalam hal ini, adalah agama yang
senantiasa selaras dengan fitrah itu sendiri, sebagaimana di singgung
dalam firman Allah di atas. Memang tidak dapat dipungkiri, sesungguhnya
tujuan penciptaan manusia adalah untuk menghamba kepada-Nya
(Albarobis, 2007: 9). Bukan hanya manusia saja yang diperintahkan untuk
menyembah Allah, melainkan semua makhluk yang Dia ciptakan. Seperti
jin, malaikat, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati lainnya,
semuanya bertasbih menyembah Allah.
Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berakhlak
baik, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karena
itu dalam setiap agama tentu terdapat peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh setiap manusia yang memeluk agama tersebut. Tidak
terkecuali agama Islam juga mempunyai aturan-aturan yang membimbing
manusia untuk menjalani hidup agar selamat dunia dan akhirat. Banyak
sekali aturan-aturan yang tertuang dalam Islam yang setiap detilnya
membahas berbagai macam masalah dalam kehidupan manusia. Salah satu
aturan tersebut adalah tentang berpakaian dan menutup aurat.
Sebagaimana telah diterangkan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa fungsi pakaian adalah untuk
menutup aurat bagi kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Adapun pengertian aurat sendiri adalah bagian tubuh manusia yang tidak
boleh terlihat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai dengan lutut.
Sedangkan aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah
dan telapak tangan. Jadi, seorang wanita harus menutup auratnya ketika ia
keluar dari rumahnya atau ketika dilihat oleh orang lain yang bukan
mahramnya (Badriyah, 2014: 6). Islam tidak menetapkan jenis pakaian
tertentu baik untuk laki-laki maupun perempuan yang kemudian
disebutnya “pakaian Islam”. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis
apapun yang mereka suka selama tidak ada teks agama yang
mengharamkannya. Syari’at menghargai keragaman lingkungan, suasana,
tradisi, dan adat-istiadat, termasuk di dalamnya kebiasaan berpakaian bagi
lelaki atau perempuan pada masyarakat tertentu. Sebab, pakaian yang
cocok untuk daerah panas terkadang tidak cocok untuk daerah dingin;
terkadang bagi masyarakat yang lain tidak demikian; dan begitu
seterusnya. Untuk itu, maka menutup tubuh selain muka dan telapak
tangan bagi perempuan di depan laki-laki lain tidak menyalahi perintah
Islam dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan jenis pakaian
(Baltaji, 2007: 515).
Perintah Allah mengenai jilbab yang terkandung di dalam
al-Qur’an selalu diawali dengan kata-kata wanita yang beriman,
menunjukkan betapa asasinya kedudukan jilbab bagi wanita-wanita
Mukminah (Shahab, 2013: 2).
Sebagai umat pilihan, maka Islam juga membedakan umatnya
dengan umat ataupun kaum lainnya, salah satunya yaitu berbeda dalam hal
busana kaum hawa. Jika dalam umat lain perempuan tidak diwajibkan
mengenakan jilbab, maka dalam Islam mewajibkan bagi kaum perempuan
untuk berjilbab. Dan ini jelas akan membedakan antara umat Islam dengan
umat agama lainnya (Hadi, 2006: 73). Selain itu, jilbab juga bisa menjadi
“alat” pengaman bagi pemakainya. Jika seorang perempuan mengenakan
jilbab dengan baik dan benar, tentu godaan yang datang padanya pun tidak
sebanyak godaan yang menimpa perempuan lain yang tidak berjilbab.
Karena dengan berjilbab, aurat perempuan bisa terlindungi. Jika aurat
perempuan terbuka, maka akan mengundang laki-laki yang melihatnya
untuk berpikiran kotor. Dengan mengenakan jilbab secara tidak langsung
telah mengurangi godaan dan membuat jiwa merasa aman. Selain itu,
memuliakan kaum perempuan. Dengan berjilbab secara tidak langsung
harkat dan martabat perempuan akan dimuliakan (Hadi, 2006: 74).
Jilbab juga sebagai pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan
wanita. Tanpa adanya pemisah ini, akan sukarlah mengendalikan luapan
nafsu syahwat yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Jiwa
manusia ini betul-betul mudah goyah dan berubah. Sebagaimana manusia
tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka
tidak puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu. Laki-laki tidak pernah
puas memandang paras muka yang cantik dan molek. Wanita juga tidak
pernah puas memamerkan kecantikannya untuk menarik perhatian
laki-laki. Tak heran apabila pergaulan bebas dan penyelewengan seksual di
Barat banyak melahirkan penderita-penderita penyakit jiwa (Shahab, 2013:
15).
Dapat kita ketahui bahwa jilbab bukan hanya berfungsi sebagai
penutup kepala atau rambut saja, melainkan juga menutupi leher dan dada.
Jilbab yang dimaksud di sini adalah kain yang digunakan sebagai penutup
aurat bagian atas perempuan, yang dalam al-Qur’an disebut dengan khimar
atau kerudung, yang menjadi tudung kepala, bukan jilbab yang dimaknai
pakaian secara keseluruhan. Sekarang ini telah banyak wanita yang
memakai jilbab. Dapat dilihat mulai dari SMP, SMA, kuliah, hingga
ibu-ibu, mereka banyak yang memilih untuk mulai memakai jilbab. Ada
beberapa alasan mereka dari yang sebelumnya tidak berjilbab kemudian
model-model jilbab semakin kreatif dari waktu ke waktu. Sehingga
menimbulkan kesan bahwa berjilbab tidak selalu dianggap “kuper”, karena
model jilbab yang bermacam-macam tersebut menimbulkan kesan “trend”.
Hasilnya banyak anak-anak muda yang tertarik untuk mengenakan jilbab.
Namun jilbab yang bermacam-macam model tersebut kebanyakan
tidak sesuai dengan syariat Islam dan pakaian yang dipakai pun sangat
ketat sehingga lekuk-lekuk tubuh masih terlihat. Sebagai contoh, yang
pertama, seorang wanita muda yang mengenakan jilbab yang dililit ke
leher yang menggunakan baju ketat dan celana ketat, sehingga lekuk tubuh
sangat jelas terlihat, dan dadanya pun tidak ditutupi oleh jilbab. Yang
kedua, siswa sekolah yang mengenakan jilbab paris transparan yang dililit
keleher, sehingga dada tidak tertutup oleh jilbab dan lehernya pun tetap
terlihat dikarenakan bahan dari jilbab tersebut yang transparan. Dari kedua
contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa cara mereka memakai jilbab
sangatlah jauh dari yang di syariatkan oleh Islam (Al-Ghifari, 2004: 13).
Jilbab yang demikian itu disebut juga dengan jilbab gaul. Jilbab gaul
adalah bentuk ekspresi anak-anak muda yang menuntut kebebasan
berpakaian. Sebagai seorang muslimah, mereka tidak mau ketinggalan
zaman alias tidak mau disebut kuno, kampungan atau terbelakang.
Sementara mode pakaian modern umumnya didominasi gaya Barat yang
notabene Amerika dan Eropa dimana fashion diidentikkan dengan gaya
hidup. Sementara itu Amerika dan Eropa dikenal dengan gaya berpakaian
menganggapnya sebagai hak asasi manusia (HAM). Munculnya jilbab
gaul ini adalah sebagai akibat masuknya budaya pakaian Barat terhadap
generasi muda Islam (Al-Ghifari, 2004: 14).
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti
lebih jauh bagaimana konsep jilbab dalam al-Qur’an kepada para pembaca
melalui penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR’AN (NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG
DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF 26 DAN
31, DAN AN NUR AYAT 31). Judul ini dipilih karena untuk menyikapi
tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya, sehingga para
muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai syari’at Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian
ini dapat terumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an?
2. Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini?
3. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan
59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep jilbab dalam al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33
dan 59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada
semua muslim dan muslimah tentang konsep jilbab yang sesuai dengan
syari’at Islam yang dapat dipahami kembali sehingga termotivasi untuk
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik manfaat secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah
menambah pengetahuan mengenai konsep jilbab yang sesuai dengan
syari’at Islam.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dari penelitian ini untuk para muslimah
adalah dapat memahami secara benar penafsiran yang ada dalam
ayat-ayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan konsep jilbab syar’I, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan
sebenar-benarnya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan
untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya penelitian
kepustakaan membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi
perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan (Zed, 2004: 1).
Dalam penelitian ini penulis harus mencari buku atau bahan bacaan
untuk mencari naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli fiqih
tentang konsep jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam, kemudian
dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian.
2. Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber
primer yakni al-Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir,
seperti misalnya tafsir Al-Mishbah dan tafsir Al-Maroghi. Kemudian
ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep
jilbab, seperti buku yang berjudul Yuk Sempurnakan Hijab!, Hijab
Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Jilbab Funky tapi Syar’I, sebagai
rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji.
3. Metode Analisa data
Metode analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah
metode tafsir. Metode ini adalah metode dengan pendekatan
penafsiran para ahli tafsir (mufassirin) terhadap makna yang
terkandung dalam ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan konsep
jilbab.
Adapun metode tafsir yang digunakan dalam penelitian ini
tafsir yang membahas ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan tema atau
judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun.
Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek
yang terkait dengannya, seperti asbabun nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung
oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, baik dari argumen itu berasal dari al-qur’an, hadis,
maupun pemikiran rasional (Baidan, 2000: 151). Adapun
langkah-langkah penerapan metode ini sebagaimana dijelaskan Farmawi antara
lain, pertama, manghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul.
Kedua, menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) jika ada.
Ketiga, meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai.
Keempat, mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman
berbagai aliran dan pendapat para mufassir. Kelima, semua dikaji secara tuntas sesuai fakta-fakta yang ditemukan (Baidan, 2000: 153).
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul
penelitian di atas, maka penulis akan menjelaskan arti istilah-istilah
tersebut sebagai berikut:
1. Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian konsep adalah ide
2. Jilbab
Jilbab adalah baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung
yang menutupi kepala, sebagian muka, dan dada.
3. Perspektif
Perspektif dapat diartikan sebagai sudut pandang. Jika dilihat dalam
konteks judul penelitian ini, Konsep Jilbab Dalam Perspektif
Al-Qur’an berarti dilihat jilbab dilihat dari sudut pandang al-Qur’an.
4. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan
malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai
petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.
5. Nilai
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihannya. Definisi ini dilandasi oleh pendekatan psikologis, karena
itu tindakan dan perbuatannya seperti keputusan benar-salah,
baik-buruk, indah-tidak indah, adalah hasil psikologis. Termasuk ke dalam
wilayah ini seperti hasyrat, sikap, keinginan, kebutuhan dan motif
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007:44).
6. Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan
ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan
ranah psikomotorik akan bermuara pada ketrampilan dan perilaku
(Damayanti, 2014: 9).
G. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan
BAB II Landasan teori, berisi kerangka teoritik tafsir maudhu’I,
garis besar aturan berjilbab dalam Islam, dan jilbab
kaitannya dengan pendidikan
BAB III Kompilasi ayat-ayat
BAB IV Pembahasan, berisi tentang pengertian jilbab, penerapan
konsep jilbab dalam al-Qur’an dalam kehidupan masa kini,
dan nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Ahzab ayat 33 dan
59, An-Nur ayat 31, dan Al-A’raf ayat 26 dan 31
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teoritik Tafsir Maudhu’i
Yang dimaksud dengan metode tematik ialah membahas ayat-ayat
al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat
yang berkaitan dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas
dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya (Baidan, 2000: 151). Tidak berbeda dengan
penjelasan sebelumnya, dalam bukunya, Abd. Al-hayy al- Farmawi
menjelaskan bahwa metode tafsir Maudhu’i adalah menghimpun ayat-ayat
al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi
serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai
memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.
Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode
Maudhu’i, dimana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan
melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh
pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat
memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik (Al Farmawi,
1996: 36).
Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari
metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan,
sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode
topikal. Mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah
masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari yang lain
-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan
menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk
yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Oleh karena itu,
penafsirannya pun tidak boleh melenceng dari pemahaman ayat-ayat
al-Qur’an, dan dalam proses pemakaiannya, metode ini tetap menggunakan
kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir. Dalam
penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh
mufasir. Antara lain sebagai berikut (Baidan, 2000: 152):
1. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai
dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah.
2. Menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) ayat-ayat yang telah
dihimpun (kalau ada).
3. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam
ayat tersebut, teru tama kosakata yang menjadi pokok permasalahan di
berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti.
4. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran
dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang
kontemporer.
5. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan
penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar,
serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argument-argumen dari
al-Qur’an, hadis, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan.
B. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul artinya sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Ilmu ini sangat bermanfaat dalam memahami ayat. Itulah sebabnya banyak ulama
yang sangat memperhatikan ilmu asbabun nuzul. Bahkan, ada sebagian ulama yang menyususnnya secara khusus. Mereka adalah Ali Ibnu
Al-Madini, guru Imam Bukhari serta ulama-ulama lain (Ash-shabuni, 1999:
39). Ada banyak manfaat yang dapat diraih dari pengetahuan tentang
asbabun nuzul, diantaranya adalah (Al-Hasni, 1999: 27):
1. Mengetahui hikmah yang menjadi dasar penetapan hukum-hukum
syara’.
C. Pengertian Munasabah
Secara etimologi munasabah berarti keserupaan dan kedekatan.
Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat.
Munasabah berupaya menangkap korelasi satu uraian dalam al-Qur’an
yang diperkuat maknanya oleh uraian yang lain sehingga nampak seperti
bangunan yang setiap bagiannya menopang bagian yang lain (Al-Hasni,
1999: 305).
D. Garis Besar Aturan Berjilbab dalam Islam
1. Tujuan Berpakaian
Dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 20:
Artinya: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
Ayat tersebut mengisahkan tentang Nabi Adam dan istrinya, yaitu
Siti Hawa yang memakan buah khuldi. Allah telah memberikan
larangan kepada Nabi Adam dan istrinya untuk tidak mendekati buah
tersebut. Namun setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya
mereka terlihat, maka mereka segera menutupinya dengan dedaunan.
Ini menunjukkan bahwa menutup aurat adalah tindakan alamiah yang
diperuntukkan manusia oleh Allah ketika auratnya terbuka (Baltaji,
2007: 506).
Aurat adalah bagian tubuh yang haram dilihat, karena itulah wajib
ditutup. Batas aurat bagi laki-laki adalah pusar sampai lutut, sedangkan
batas aurat perempuan yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan (Triyana, 2014: 21). Dalam pandangan Islam, aurat merupakan
sesuatu yang diharamkan untuk diperlihatkan, sebab aurat dapat
memancing timbulnya nafsu birahi ataupun nafsu seks, sehingga sering
pula dijadikan oleh setan sebagai alat untuk memalingkan dan
menyesatkan manusia dari kebenaran syari’at Islam. Seringkali juga
karena kedahsyatan daya tarik yang ditimbulkan oleh aurat, tidak jarang
manusia terjerumus ke dalam perilaku maksiat (Hadi, 2005: 32).
Manusia wajib memperhatikan betapa pentingnya menutup aurat,
terutama bagi kaum perempuan. Karena jika perempuan tidak dapat
menjaga auratnya dengan menutupnya sesuai syari’at, maka akan
timbul banyak kejahatan. Seperti contohnya pelecehan seksual yang
sekarang sudah terjadi dimana-dimana. Salah satu faktor penyebab
terjadinya kejahatan tersebut adalah karena perempuan mengumbar
aurat mereka. Banyak perempuan yang enggan mengenakan jilbab.
Meskipun mereka mau mengenakan jilbab, jilbab yang dipakai tidak
disebut dengan “berpakaian tapi telanjang”. Disebut telanjang karena
mereka mengenakan pakaian, bahkan berjilbab, namun pakaian yang
mereka kenakan sangat minim sehingga lekuk-lekuk tubuh masih dapat
terlihat.
Semaraknya berbagai model pakaian ala Barat yang akhir-akhir ini
menjadi kiblat masyarakat dunia, telah membawa pengaruh besar
terhadap cara berpakaian wanita muslim. Trend mode telanjang
merupakan pengulangan sejarah jahiliyah yang dulu pernah terjadi. Kini
mode itu menjadi trend lagi dan berarti kita tengah berada di zaman
jahiliyah yang disebut orang-orang sebagai zaman kemajuan
(Al-Ghifari, 2004: 41). Virus yang menjadi wabah serius di zaman seperti
sekarang ini adalah virus gaul. Virus gaul memang telah mewabah
hampir di seluruh lapisan masyarakat, khususnya di kalangan generasi
muda. Tidak peduli yang Islam maupun yang non Islam. Virus gaul
memang sangat menggiurkan dan sangat menjanjikan kesenangan,
namun tanpa disadari sebenarnya virus ini sangat menyesatkan dan
membahayakan. Virus gaul seringkali mewabah pada kehidupan
manusia, menjebak manusia agar mengejar kesenangan dan kenikmatan
duniawi dan melupakan kehidupan akhirat. Mengikuti trend kehidupan
dunia tanpa memperdulikan keabadian kehidupan akhirat (Hadi, 2006:
64). Itulah sebabnya wanita-wanita muslim lebih memilih mengikuti
trend agar dipandang gaul oleh orang lain dengan memakai pakaian
berlebih-lebihan (tabarruj) dan melenceng jauh dari tujuan berpakaian yang sesungguhnya.
Tabarruj adalah mempertontonkan perhiasan dan hal-hal yang mengundang nafsu seorang laki-laki. Ibnu Mandzur berkata, “ At-Tabarruj berarti mempertontonkan hiasan kepada orang lain. Ini adalah perbuatan tercela. Adapun mempertontonkannya pada suami, maka ia
tidak dilarang. Macam-macam tabarruj diantaranya adalah (Al Marakisy, 2012: 2):
a. Di antara perbuatan tabarruj, seorang wanita berjalan dengan laki-laki, memecahkan pandangan orang lain dan berjalan dengan genit.
b. Seorang wanita meletakkan kerudungnya di atas kepalanya tanpa
mengikatnya lalu nampak kalung, anting-anting dan lehernya.
c. Seorang wanita meletakkan sandal lalu memukul-mukulnya dengan
kakinya.
d. Seorang wanita yang mempertontonkan kedua betisnya dan
mengenakan pakaian di atas mata kaki.
e. Seorang wanita yang mengenakan pakaian yang ketat yang
memperlihatkan seluruh lekukan-lekukan tubuh.
f. Wanita yang memakai pakaian namun mempertontonkan kedua
lengannya.
g. Wanita yang memakai kerudung namun masih menampakkan
bagian dadanya (tidak menjulurkan kerudungnya hingga menutupi
h. Seorang wanita yang mengenakan pakaian mewah yang dapat
menarik perhatian orang lain. Ini semua adalah hal-hal yang masuk
dalam tabarruj.
Seorang wanita yang melakukan perbuatan tabarruj dapat memperlemah kasih sayang yang ada di dalam hati seorang suami pada
istrinya dan dapat memunculkan banyak keluarga berada dalam
kehancuran. Profesor Ahmad Zaki berkata, “tidak aneh bagi siapapun
bahwa keluarnya wanita yang melakukan perbuatan tabarruj yang berpakaian tetapi terkesan telanjang sebagaimana yang dilakukan oleh
kaum wanita di masa kini merupakan media kerusakan, pelacuran,
perilaku jahat dan penyakit masyarakat. Hal demikian semata-mata
sebagai kebangkitan yang disertai dengan nafsu hewani.” Dari sini
syari’at Islam yang lurus melarang perilaku tabarruj bagi kaum wanita
beriringan dengan suatu kaidah hukum yang agung dan prinsip dasar
agama, menolak kerusakan dan mempersempitnya serta menarik
maslahah dan memperluasnya (Al Marakisy, 2012: 6).
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 33:
dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Ini adalah larangan yang jelas dari Allah SWT kepada kaum wanita
untuk berperilaku tabarruj yang dijadikan di dalam larangan adalah hukum haram. Artinya, barang siapa melakukan perbuatan ini, maka ia
berhak mendapatkan siksa dari Allah SWT dan barang siapa yang
meninggalkannya karena taat kepada Allah SWT, maka ia diberikan
pahala. Adapun keburukan-keburukan dari tabarruj adalah (Al Marakisy, 2012: 11):
a. Tabarruj adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. b. Tabarruj adalah dosa besar yang membinasakan.
c. Tabarruj mendatangkan laknat serta menjauhkan dari rahmat Allah SWT.
d. Tabarruj adalah sifat penduduk neraka.
e. Tabarruj meninggalkan noda hitam dan kegelapan pada hari kiamat.
Yang dimaksud di sini bahwasanya perempuan-perempuan yang
berlenggak-lenggok dalam berjalan sambil menyeret pakaiannya. Ia
akan datang pada hari kiamat dalam keadaan hitam legam
f. Tabarruj termasuk perbuatan keji.
Sesungguhnya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat kecuali wajah
dan telapak tangan. Dan menyingkap aurat adalah perbuatan keji
lagi dimurkai Allah SWT.
g. Tabarruj merupakan kerusakan moral.
Sesungguhnya menyingkap aurat dan budaya buka-bukaan adalah
jebakan nafsu hewani semata. Tidaklah seseorang menurutinya
kecuali ia terperosok dalam derajat terendah dari tingkatan
martabat manusia. Padahal, pada dasarnya Allah SWT telah
memuliakan mereka melalui naluri fitrah menutupi aurat dan
melindungi kehormatan.
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan
Ayat tersebut berpesan kepada putra-putri Nabi Adam as sejak
putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya bahwa Allah
SWT telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah
serta kekurangan-kekurangan batiniah mereka. Bahan itu dapat
digunakan sehari-hari. Allah menyiapkan bulu, yakni bahan-bahan
pakaian indah untuk menghiasi diri dan yang digunakan dalam
peristiwa-peristiwa istimewa. Di samping itu, ada lagi bahan untuk
pakaian takwa berupa tuntunan-tuntunan moral dan agama. Itulah
pakaian yang terpenting dan yang paling baik. Penyiapan aneka bahan
pakaian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Penyiapan itu agar manusia selalu ingat kepada Allah SWT dan
nikmat-nikmat-Nya (Shihab, 2012: 417).
Pakaian, antara lain berfungsi sebagai penutup bagian-bagian tubuh
yang dinilai oleh agama dan atau di nilai oleh seseorang atau
masyarakat sebagai buruk bila dilihat, serta sebagai hiasan yang
menambah keindahan pemakainya. Ini memberi isyarat bahwa agama
memberi peluang yang cukup luas untuk memperindah diri dan
mengekspresikan keindahan. Di samping pakaian jasmani, ada juga
pakaian ruhani yang dinamai pakaian takwa dan ini lebih penting
daripada pakaian jasmani (Shihab, 2012: 419).
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan utama berpakaian
adalah untuk menutup aurat secara sempurna atau syar’i. Dengan
menjadi lebih takwa kepada Allah, yaitu dengan menaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan yang
telah ada pada diri seseorang itulah yang menjadi pakaian takwanya.
Jadi, sudah menjadi keharusan sebagai seorang muslim untuk menaati
perintah Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 26 tersebut.
2. Manfaat dan Keuntungan Memakai Jilbab
Dengan memakai jilbab, ada beberapa manfaat dan keuntungan
yang bisa kita dapatkan. Di antaranya adalah sebagai berikut (Firdaus,
2013: 27):
a. Rambut seorang wanita muslimah yang berjilbab terlindung dari
sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi.
Sehingga, rambutnya tampak selalu bersinar.
b. Dihormati sebagai seorang muslimah. Penghormatan yang
dimaksud tentu saja bukan seperti anak buah kepada atasan.
Orang-orang disekitarnya akan memperlakukan wanita muslimah tersebut
dengan baik karena mereka melihat dirinya sebagai orang yang
baik akhlaknya. Jilbab yang dikenakan menjaga diri dari perbuatan
asusila. Karena itu, berjilbab harus secara sempurna, sehingga
sama sekali tidak menampakkan daya tarik seksual.
c. Identitas seorang muslimah semakin jelas. Dengan memakai jilbab,
identitas sebagai seorang muslimah akan mudah diketahui oleh
orang lain. Kita tidak perlu menunjukkan apa pun karena orang
d. Berjilbab membuat seorang muslimah terlihat lebih anggun dan
cantik. Sebuah perasaan yang aman dan tenang akan mendorong
seseorang untuk selalu tersenyum dan memancarkan wajah yang
menyenangkan. Dengan sendirinya, wajah cantik itu akan tampak
dari diri kita. Tentu saja kecantikan ini adalah kecantikan dari
dalam, bukan karena make-up.
e. Berjilbab membuat seorang muslimah semakin termotivasi untuk
baik dan shalilah. Dengan mengenakan jilbab, seorang muslimah
akan selalu termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.
Pakaian itulah nantinya yang akan membantu memotivasi diri
untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Jilbab itulah yang
nantinya membuka pintu kebaikan. Berkah jilbab ini akan
membuat wanita semakin nyaman menjadi seorang muslimah.
f. Berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari
perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah
ditata dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring
dengan ilmu yang telah didapatkan. Manusia perlu membentengi
diri sejak dini, dan salah satu benteng yang dapat dipersiapkan
seorang muslimah adalah dengan mengenakan jilbab.
E. Jilbab Kaitanya Dengan Pendidikan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai manfaat
memakai jilbab antara lain yaitu, pertama, seorang muslimah akan selalu
nantinya yang akan membantu memotivasi diri untuk selalu mendekatkan
diri kepada Allah. Jilbab itulah yang nantinya membuka pintu kebaikan.
Kedua, berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari
perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah ditata
dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring dengan ilmu yang
telah didapatkan. Manusia perlu membentengi diri sejak dini, dan salah
satu benteng yang dapat dipersiapkan seorang muslimah adalah dengan
mengenakan jilbab.
Dalam manfaat memakai jilbab tersebut disebutkan bahwa seorang
muslimah lebih bisa menjaga hati dari perbuatan dosa, hati akan lebih
mudah ditata dan dikelola, hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring
dengan ilmu yang telah didapatkan. Jadi, sangat tidak benar ketika ada
wanita yang mengatakan bahwa ‘lebih baik menjilbabi hatinya dulu’
ketika ditanya kenapa tidak memakai jilbab. Padahal sudah jelas bahwa
dari memakai jilbab seorang wanita akan lebih mudah menata hatinya,
membentengi diri dari hal-hal yang tidak baik, dan memotivasi untuk
selalu berbuat baik kepada sesama manusia serta selalu mengupgrade iman kepada Allah. Hal tersebut yang akan menjadikan seseorang
mempunyai karakter yang baik.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Damayanti, 2014: 11).
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara
berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran
demi pikiran, tindakan demi tindakan (Hariyanto, 2011: 41).
Pada era sekarang ini, di mana informasi dan teknologi
berkembang sangat cepat sekali memberikan dampak positif bagi manusia
baik itu dalam hal pendidikan, gaya berpakaian, maupun bersosialisasi
dengan orang lain. Karena dengan kecanggihan teknologi sekarang ini
memudahkan manusia dalam menambah wawasan, mempelajari ilmu
pengetahuan guna untuk menghadapi tantangan zaman hanya dengan
menggunakan smartphone. Selain itu manusia juga dapat bersosialisasi
dengan manusia lain dari belahan dunia manapun dengan menggunakan
aplikasi yang telah ada. Namun, disatu sisi perkembangan informasi dan
teknologi yang sangat cepat itu bisa dikatakan memberikan dampak
negatif terhadap pertumbuhan karakter bangsa. Sebagai contohnya saja
sekarang telah banyak anak-anak kecil yang meniru gaya orang dewasa,
banyak remaja yang tawuran, mencuri, melakukan pelecehan seksual.
Perilaku-perilaku seperti itu telah menunjukan bangsa ini telah terbelit
oleh rendahnya moral, akhlak, atau karakter.
Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita, karena itu di dalam proses
pendidikan harus ditanamkan pendidikan karakter sehingga mampu
berpartisipasi dalam menghadapi tantangan kehiduapan di masa
mendatang. Pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu
pendidikan karakter ini menanamkan kebiasaan tentang yang baik
sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan
yang baik. Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan
pendidikan akhlak atau pendidikan moral. (Zuchdi, 2012: 17).
Menurut Ratna Megawangi dalam buku “Pendidikan Karakter”,
mendefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk
mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
berkontribusai yang positif kepada lingkungannya. Definisi lain dari Fakry,
pendidikan karakter adalah sebuah proses tranformasi nilai-nilai kehidupan
untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi tersebut
ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses tranformasi nilai-nilai, 2)
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, 3) menjadi satu dalam perilaku
(Kesuma, 2012:5).
Islam adalah agama yang memberikan pembelajaran yang tegas
tentang karakter, seperti yang dicontohkan oleh suri teladan kita yaitu
beliau Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil membangun karakter
umat islam menjadi lebih baik. Dalam konsep Islam, karakter mulia
didasari dengan fondasi keimanan yang kokoh (aqidah). Di dalam
al-Qur’an pun telah dijelaskan mengenai pendidikan karakter yang terdapat
dalam QS Luqman ayat 12-14:
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”.
Terdapat tiga pendidikan karakter dalam QS Luqman ayat 12-14
yaitu pendidikan tentang syukur, pendidikan tentang iman, dan pendidikan
tentang berbakti kepada kedua orang tua. Pendidikan karakter harus
pepatah yang mengatakan bahwa ‘wanita adalah tiang Negara, apabila
wanitanya baik maka Negara akan baik dan apabila wanita rusak maka
negarapun akan ikut rusak’. Ini menunjukkan bahwa wanita berperan
penting dalam membina keutuhan dan kinerja sistem dalam suatu Negara.
Oleh karena itu, wanita haruslah mempunyai akhlak yang baik
dengan langkah pertama yakni memakai jilbab sebagai wujud ketaatan
kepada Allah. Sehingga sedikit demi sedikit wanita tersebut akan dengan
sendirinya memperbaiki diri untuk terus berbuat baik, menjauhi apa yang
telah dilarang-Nya, dan menambah iman kepada Allah, dan karakter baik
BAB III
perang antar kelompok atau golongan, maka disebut Al-Ahzab. Namun
ayat yang akan penulis bahas bukan mengenai peperangan, melainkan
tentang jilbab, yang terdapat dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan ayat 59.
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Ayat ini menuntun istri-istri Nabi SAW itu, bahkan seluruh
keperluan untuk keluar yang dapat dibenarkan oleh agama, dan berilah
perhatian yang besar terhadap rumah tangga kamu. Janganlah kamu
ber-tabarruj, yakni berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah secara bersinambung, serta dengan baik
dan benar, ibadah shalat, baik yang wajib maupun yang sunnah, dan
tunaikanlah secara sempurna kewajiban zakat serta taatilah Allah
SWT dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah SWT dengan
tuntunan-tuntunan-Nya ini, sama sekali tidak berkepentingan sedikit pun
(Shihab, 2012: 222).
Kata ( نرق ) qarna, terambil dari kata ( نررقا ) iqrarna, dalam arti tinggallah dan beradalah di tempat secara mantap. Ada juga yang
berpendapat bahwa kata tersebut terambil dari kata ( نيعةرق ) qurrata
‘ain, dan yang ini berarti sesuatu yang menyenangkan hati. Dengan
demikian, perintah ayat ini berarti: Biarlah rumah kamu menjadi
tempat yang menyenangkan hati kamu. Ini dapat juga mengandung
tuntunan untuk berada di rumah dan tidak keluar rumah kecuali ada
kepentingan.
Banyak ulama membaca ayat di atas dengan kasrah pada huruf ( ق ) yakni menjadi qirna. Ini terambil dari kata ( رارق ) qarar, yakni berada di tempat. Dengan demikian, ayat ini memerintahkan istri-istri
Nabi SAW itu untuk berada di tempat yang dalam hal ini adalah
rumah-rumah mereka. Ibn ‘Athiyyah membuka kemungkinan
dan hormat. Ini berarti perintah untuk berada di rumah karena itu
mengundang wibawa dan kehormatan untuk kamu.
Kata ( نجربت ) tabarrajna, dan ( جربت ) tabarruj, terambil dari kata (
جرب ) baraja, yaitu tampak dan meninggi. Dari sini kemudian ia
dipahami juga dalam arti kejelasan dan keterbukaan karena demikian
itulah keadaan sesuatu yang tampak dan tinggi. Larangan ber-tabarruj berarti larangan menampakkan perhiasan dalam pengertiannya yang
umum biasanya tidak ditampakkan oleh wanita baik-baik, atau
memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai, seperti berdandan secara
berlebihan, atau berjalan dengan berlenggak lenggok, dan sebagainya.
Menampakkan sesuatu yang biasanya tidak ditampakkan, kecuali
kepada suami, dapat mengundang decak kagum pria lain yang pada
gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan
gangguan dari yang usil.
Kata ( ةيلهاجلا ) al-jahiliyyah, terambil dari kata ( لهج ) jahl, yang digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan suatu kondisi di mana
masyarakatnya mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi, melakukan
hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan
sementara, maupun kepicikan pandangan. Ayat di atas menyifati
jahiliyyah tersebut dengan arti masa lalu bermacam-macam penafsiran
tentang masa lalu itu. ada yang menunjuk masa Nabi Nuh as atau
sebelum Nabi Ibrahim as. Agaknya yang lebih tepat adalah
Muhammad SAW, yang selama pada masa itu, masyarakatnya
mengabaikan tuntunan Ilahi. Di sisi lain, adanya apa yang dinamai
“Jahiliyyah yang lalu” mengisyaratkan akan adanya “Jahiliyah
kemudian”. Ini tentu setelah masa Nabi Muhammad SAW. Masa kini
dinilai oleh Sayyid Quthub dan banyak ulama lain sebagai Jahiliyah
modern.
Kata ( تيبلا ) al-bait, secara harfiah berarti rumah. Yang dimaksud di sini adalah rumah tempat tinggal istri-istri Nabi Muhammad SAW.
Rumah itu beliau bangun berdampingan atau menyatu dengan masjid
(Shihab, 2012: 464).
2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 33
Dalam Tafsir Al-Lubab karya M. Quraish Shihab (2012: 223)
dijelaskan bahwa kandungan isi surat Al-Ahzab ayat 33 adalah sebagai
berikut:
a. Sikap, gaya, dan pembicaraan hendaknya bersifat baik, dalam arti
kalimat-kalimat yang diucapkan serta cara, gaya, dan kandungan
pembicaraan sejalan dengan budaya. Ini menuntut suara yang
wajar, gerak gerik yang sopan, dan kalimat-kalimat yang sesuai
sasaran, serta tidak menyinggung perasaan atau mengundang
rangsangan.
b. Para istri tidak terlarang keluar rumah selama tidak menimbulkan
rangsangan atau terangsang. Namun demikian, mereka hendaknya
karena suami seharusnya menitikberatkan perhatiannya di luar
rumah dalam rangka bekerja mencari rezeki.
c. Kondisi masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi dan
melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu,
kepentingan sementara, maupun kepicikan pandangan, dinamai
oleh al-Qur’an “jahiliyah”.
d. Keluarga Nabi Muhammad SAW menjadi keluarga ideal bila
orang-orang tekun mengamalkan al-Qur’an dan mengikuti
tuntunan Nabi Muhammad SAW. Allah SWT mempermudah
mereka meraih predikat tersebut selama mereka menempuh jalan
yang digariskan-Nya.
3. Asbabun Nuzul Surat Al-Ahzab Ayat 33
Ayat ini turun di rumah istri Nabi SAW, Ummu Salamah ra.
Ketika itu Nabi SAW memanggil Fatimah, putri beliau, bersama
suaminya, Ali bin Abi Thalib ra, dan kedua putra mereka (al-Hasan
dan al-Husain). Nabi SAW menyelubungi mereka dengan kerudung
sambil berdoa: “Ya Allah, mereka itulah Ahl Bait-ku, bersihkanlah
mereka dari dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” (HR. ath
-Thabrani dan Ibnu Katsir melalui Ummu Salamah ra).
4. Munasabah Surat Al-Ahzab Ayat 33
Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 33 dengan ayat sebelumnya adalah
bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang memberi tuntunan
dijelaskan Allah dalam firman-Nya: “Hai istri-istri Nabi! Kamu tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertakwa, janganlah kamu (bersikap) lemah lembut dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan
yang baik.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang kedudukan istri-istri Nabi SAW
dibandingkan dengan wanita lain. Ketinggian kedudukan istri-istri
Nabi SAW itu mereka peroleh karena kedekatan mereka kepada Nabi
SAW. Kedekatan ini menjadikan mereka mendapat bimbingan khusus,
yakni kesempatan lebih banyak untuk mengenal Nabi SAW dan
meneladani beliau. Di sisi lain, Nabi SAW pun memperlakukan
mereka melebihi wanita-wanita lain, dalam kedudukan beliau sebagai
suami (Shihab, 2012: 462-463).
Dari penjelasan tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sebagai
seorang wanita muslimah hendaknya lebih menjaga perilaku, baik
dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Namun, lebih ditekankan
untuk sangat berhati-hati ketika bersosialisasi dengan lawan jenis,
yaitu dengan cara tidak melemah lembutkan suara ketika berbicara
dengan laki-laki sehingga dapat menimbulkan syahwat laki-laki
tersebut. Selain melemah lembutkan suara, seorang muslimah juga
harus menjaga perkataan yang diucapkannya, yaitu dengan
tidak menjaga lisannya dengan baik, bisa jadi banyak orang yang
tersakiti hatinya karena ucapannya.
Setelah ayat 32 menjelaskan tentang bagaimana seharusnya
berucap, kini dilanjutkan ayat 33 yang menjelaskan tentang bimbingan
menyangkut perbuatan dan tingkah laku. Allah berfirman: “Dan
tetaplah kamu di rumah kamu dan janganlah kamu bertabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dari kamu kekotoran, hai Ahl al-Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang perilaku seorang muslimah
ketika berada di luar rumah. Allah tidak melarang wanita muslimah
pergi ke luar rumah, akan tetapi Allah melarang wanita muslimah yang
ke luar rumah dengan berhias secara berlebih-lebihan (tabarruj). Muhammad Quthub, salah seorang pemikir Ikhwan al-Muslimin
menulis dalam bukunya Ma’rakah at-Taqalid, bahwa: “Ayat itu bukan berarti bahwa wanita tidak boleh bekerja karena Islam tidak melarang
wanita bekerja. Hanya saja, Islam tidak senang dan tidak mendorong
hal tersebut. Islam membenarkan mereka bekerja sebagai darurat dan
tidak menjadikannya sebagai dasar.”
Dalam bukunya, Syubuhat Haula al-Islam, Muhammad Quthub lebih menjelaskan bahwa perempuan pada awal zaman Islam pun
bukan terletak pada ada atau tidaknya hak mereka untuk bekerja,
masalahnya adalah bahwa Islam tidak cenderung mendorong wanita
keluar rumah kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat perlu,
yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau atas dasar kebutuhan wanita
tertentu. Misalnya, kebutuhan untuk bekerja karena tidak ada yang
membiayai hidupnya atau karena yang menanggung hidupnya atau
karena yang menanggung hidupnya tidak mampu mencukupi
kebutuhannya (Shihab, 2012: 469).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seorang wanita
muslimah boleh ke luar rumah dengan syarat tidak berhias yang
berlebihan sehingga dapat menarik perhatian orang-orang di sekitarnya
terutama kaum laki-laki.
Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Pada ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah SAW supaya
menghindarkan diri dari berbagai tuduhan dengan jalan menutup aurat
sehingga tidak mudah dijadikan bahan permainan atau ejekan oleh
orang-orang munafik yang berniat jahat (Departemen RI, 2007: 41).
Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan
kepada istri-istri Beliau dan juga anak-anak perempuan Beliau dan
wanita-wanita dari keluarga orang-orang Mukmin agar mereka
mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka. Yang demikian itu
menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita
terhormat atau sebagai wanita Muslimah, atau sebagai
wanita-wanita merdeka, sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu.
Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (Shihab,
2012: 240). Pada masa itu, merupakan suatu kebiasaan bahwa budak
perempuan, apabila keluar rumah mereka tidak menutupi kepala dan
leher mereka. Karena dari sisi perilaku mereka tidak demikian baik,
kadang-kadang beberapa pemuda yang tidak sopan menggoda mereka.
Di sini, kaum muslimah yang merdeka diperintahkan untuk
mengenakan jilbab Islami yang sempurna agar dapat dibedakan
dengan budak perempuan serta tidak menjadi alasan bagi
pemuda-pemuda tadi untuk mengganggu mereka (Imani, 2008: 609).
Allah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimat terutama
istri-istri Nabi sendiri dan putri-putrinya agar mengulurkan jilbab ke
seluruh tubuh mereka. Hal itu bertujuan agar mereka mudah dikenali
sehingga mereka tidak diganggu oleh orang yang menyalahgunakan
kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian sopan akan lebih
mudah terhindar dari gangguan orang jahil. Sedangkan perempuan
yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai
sebagai perempuan yang kurang baik kepribadiannya. Bagi orang
yang pada masa lalunya kurang hati-hati menutupi aurat, lalu
mengadakan perbaikan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha
Pengasih (Departemen RI, 2007: 42).
Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau
budak, yang baik-baik atau yang kurang sopan, hampir dapat
dikatakan sama. Karena itu, lelaki usil sering kali mengganggu
wanita-wanita, khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai
hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut serta
menampakkan keterhormatan wanita muslimah, ayat di atas turun
Kalimat (نينمؤملاءاسن) nisa’ al-mu’minin diterjemahkan oleh tim Departemen Agama dengan istri-istri orang mukmin. Namun, Quraish
Shihab (2012: 533) mengartikan kalimat nisa’ al-mu’minin dengan arti wanita-wanita orang-orang mukmin sehingga ayat ini mencakup
juga gadis-gadis semua orang mukmin, bahkan keluarga mereka
semuanya. Kata )نهيلع)‘alaihinna/di atas mereka mengesankan bahwa
seluruh badan mereka tertutupi oleh pakaian. Nabi SAW
mengecualikan wajah dan telapak tangan.
Kata (بابلج) jilbab diperselisihkan maknanya oleh ulama. Al-Biqa’I menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju yang longgar
atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi
baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang
menutupi wanita. Semua pendapat ini, menurut Al-Biqa’I, dapat
merupakan makna kata jilbab tersebut. Kalau yang dimaksud
dengannya adalah baju, ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau
kerudung, perintah mengulurkannya adalah menutup kepala dan
lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, perintah
mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi
semua badan dan pakaian (Shihab, 2012: 533). Ibn ‘Asyur memahami
kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih
besar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan wanita di atas
kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga ke
Ayat di atas tidak memerintahkan wanita memakai jilbab karena
ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara
memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan
ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka mengulurkannya”.
Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi belum mengulurkannya.
Firman-Nya: (اميحراروفغ الله ناكو) wa kana Allah ghafuran rahima/Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dipahami oleh Ibn ‘Asyur sebagai isyarat tentang pengampunan Allah atas kesalahan mereka
yang mengganggu sebelum turunnya petunjuk ini. Sedang Al-Biqa’I
memahaminya sebagai isyarat tentang pengampunan Allah kepada
wanita-wanita mukminah yang pada masa itu belum memakai jilbab
sebelum turunnya ayat ini. Dapat juga dikatakan bahwa kalimat itu
sebagai isyarat bahwa mengampuni wanita-wanita masa kini yang
pernah terbuka auratnya apabila mereka segera menutupnya atau
memakai jilbab, atau Allah mengampuni mereka yang tidak
sepenuhnya melaksanakan tuntunan Allah dan Nabi SAW selama
mereka sadar akan kesalahannya dan berusaha sekuat tenaga untuk
menyesuaikan diri dengan petunjuk-petunjuk-Nya (Shihab, 2012:
534).
2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 59
Surat al-Ahzab terdiri dari ayat 73 ayat. Ulama sepakat
tahun terjadinya Pertempuran Ahzab yang dinamai juga pertempuran
Khandaq karena ketika itu, atas usulan sahabat Nabi Salman al-Farisy,
Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat menggali parit pada arah
utara kota Madinah, tempat yang ketika itu diduga keras akan menjadi
arah serangan kaum musyrik. Tidak ada nama lain dari kumpulan
ayat-ayat ini kecuali al-Ahzab, dan yang telah dikenal sejak zaman Nabi
SAW. Penamaan itu lahir dari uraian surah ini yang menyebutkan
koalisi sekian banyak suku kaum musyrik bersama kelompok Yahudi
Bani Quraizhah di bawah pimpinan suku Quraisy di Mekkah untuk
menyerang Nabi SAW dan kaum Muslim di Madinah. Adapun isi
kandungan surat al-Ahzab ayat 59 adalah (Shihab, 2012: 203):
a. Perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi, anak-anak
perempuan Nabi, dan istri-istri orang-orang mukmin untuk
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh.
b. Perintah mengulurkan jilbab hingga ke seluruh tubuh mempunyai
maksud agar wanita-wanita muslim pada waktu itu dapat dikenali
sehingga tidak diganggu oleh laki-laki.
c. Bagi wanita yang belum mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
maka hendaknya dia bertaubat memohon ampun kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
3. Asbabun Nuzul QS. Al-Ahzab Ayat 59
Menurut catatan Ali bin Ibrahim, dalam buku tafsirnya, turunnya
ayat ini terkait dengan peristiwa berikut. Pada masa itu, kaum
muslimah biasa pergi ke masjid dan mendirikan shalat berjamaah di
belakang Nabi SAW. Di malam hari, ketika mereka pergi untuk
mendirikan shalat maghrib dan isya, sebagian pemuda belia yang tidak
senonoh kadang-kadang menunggu kaum muslimah tersebut dan
mengganggu mereka dengan canda-candaan dan perkataan-perkataan
yang buruk. Dengan cara ini, mereka mengusik kaum muslimah
(Imani, 2008: 608).
4. Munasabah
Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 59 dengan ayat sebelumnya adalah
bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang larangan siapa pun
mengganggu dan menyakiti Nabi SAW bersama kaum mukminin dan
mukminat. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 57-58:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya,
Allah melaknat mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan
dosa yang nyata.”
Ayat tersebut menegaskan ancaman bagi orang-orang yang