• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN (NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN AN NUR AYAT 31) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN (NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN AN NUR AYAT 31) SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP JILBAB

DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN

(NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG

DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59,

AL A’RAF AYAT 26 DAN 31,

DAN AN NUR AYAT 31)

SKRIPSI

DiajukanuntukMemperolehGelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

OLEH

RIZQI ABIDAH MUTIK

NIM: 111 11 189

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik

perhiasan ialah wanita sholihah (HR. Muslim).

Jika rambut adalah mahkota wanita, maka jilbab adalah intan

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsiinik

upersembahkanuntuk…….

Kedua orang tuaku

BapakMas’udidanIbu Sri Khusniati Yang menjadipahlawandanmalaikatku

Terimakasihuntukuntaiando’a yang selalutercurahkan,

segalapengorbanan yang sungguhberbalassurga, sertanasehat-nasehat

yang mengantarkanpadaJannah-Nya

Sungguhjasamutakkanpernahbisakubalas

….

Adik-adikku

LuthfiZulfaHudayadanCholidaLailaPurnamawati

Yang telahmemberikusemangatuntukterusmelangkah….

Teman-teman IAIN Salatigaangkatan 2011, terutamakepadakelas PAI E

Terimakasihtelahmenjadialasanuntukkuselalutersenyum,

banyakpelajaranberhargayang kudapatdari kalian,

terimakasihuntuksegal

akeceriaandankebersamaannyaselamaini….

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang

telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga

penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF

AL-QUR’AN(NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM

SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN

AN NUR AYAT 31) di IAIN Salatiga dapat terselesaikan.

Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun

spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan

banyak terima kasih dan dengan diiringi doasemoga amal baik yang telah di

berikan,mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.

Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. RahmatHaryadi, M.PdselakuRektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selakuKetuaJurusanPendidikan Agama Islam.

3. Bapak Drs. TaufiqulMu’in, M.AgselakuDosenPembimbingAkademik.

4. Ibu Tri WahyuHidayati, M.Agselaku Pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan fikirannya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan

dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis dapat

(9)

5. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada

penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

6. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.

Karena keterbatasan penulis yang hanya menggunakan buku-buku tafsir

berbahasa Indonesia, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih

banyak kekurangannyadan penulis berharap saran dan masukan dari para pembaca

demi kebaikan penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu

pengetahuan.

Salatiga,12 Februari 2016

(10)

ABSTRAK

Mutik, Rizqi Abidah. 2016. Konsep Jilbab Dalam Perspektif Al-Qur’an (Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al Ahzab Ayat 33 dan 59,

Al A’raf Ayat 26 dan 31, dan An Nur Ayat 31) Dosen Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag

Kata kunci: Jilbab Perspektif Al-Qur’an

Penelitian ini bertujuan untuk menyikapi tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya sehingga para muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai dengan syari’at Islam. Sehubungan dengan itu, maka harus diketahui model jilbab yang seperti apa yang sesuai dengan syari’at Islam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an? (2) Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini? (3) Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan 59, QS.An-Nur ayat 31, dan QS.Al-A’raf ayat 26 dan 31?

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dan untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber primer yakni al-Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir, kemudian ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep jilbab, sebagai rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 7

C. TujuanPenelitian ... 7

D. ManfaatPenelitian ... 8

E. MetodePenelitian ... 8

F. PenegasanIstilah ... 10

(12)

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. KerangkaTeoritikTafsirMaudhu’I ... 13

B. PengertianAsbabunNuzul ... 15

C. PengertianMunasabah ... 16

D. GarisBesarAturanJilbabdalam Islam ... 16

1. TujuanBerpakaian ... 16

2. ManfaatdanKeuntunganMemakaiJilbab ... 24

E. JilbabKaitannyaDenganPendidikan ... 25

BAB III KOMPILASI AYAT-AYAT TENTANG JILBAB ... 31

A. Surat Al-AhzabAyat 33 ... 31

1. Surat Al-AhzabAyat 33 ... 31

2. Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 33 ... 34

3. AsbabunNuzul ... 35

4. Munasabah ... 35

B. SuratAl-AhzabAyat 59 ... 38

1 Surat Al-AhzabAyat 59 ... 38

2 Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 59 ... 42

3 AsbabunNuzul ... 44

4 Munasabah ... 44

C. Surat An-NurAyat 31 ... 45

1. Surat An-NurAyat 31 ... 45

(13)

3. Munasabah ... 57

D. Surat Al-A’rafAyat 26 ... 58

1. Surat Al-A’rafAyat 26 ... 58

2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 26 ... 62

3. Munasabah ... 62

E. Surat Al-A’rafAyat 31 ... 63

1. Surat Al-A’rafAyat 31 ... 63

2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 31 ... 65

3. AsbabunNuzul ... 66

4. Munasabah ... 67

BAB IV PEMBAHASAN ... 69

A. KonsepJilbabDalam Al-Qur’an ... 69

B. PenerapanKonsepJilbabDalam Al-Qur’an DalamKehidupanMasaKini ... 79

C. Nilai-nilaiPendidikanDalamQS. Al-Ahzabayat 33 dan 59, QS. An-Nurayat 31, dan QS. Al-A’rafayat 26 dan 31 ... 89

1. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 33 ... 89

2. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 59 ... 90

3. NilaiPendidikanDalam QS. An-NurAyat 31 ... 90

4. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 26 ... 92

5. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 31 ... 92

(14)

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama terdiri dari serangkaian perintah Tuhan tentang perbuatan

dan akhlak, yang dibawa oleh para Rasul untuk menjadi pedoman bagi

umat manusia. Mengimani hal ini dan melaksanakan ajaran-ajaran tersebut

akan membawa kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup manusia di

dunia dan di akhirat. Orang yang beruntung adalah orang yang mempunyai

tujuan yang baik dalam hidupnya, yang tidak tersesat ke jalan yang keliru,

yang memiliki akhlak yang baik dan terpuji, dan mengerjakan perbuatan

yang baik. Meskipun hidup di tengah hiruk-pikuknya dunia, orang seperti

ini hatinya akan selalu tenang, kuat, dan penuh kepastian. Agama Islam

adalah agama wahyu yang terakhir dan karena itu ia merupakan yang

paling lengkap (Thabathaba’i, 1996: 23).

Islam adalah agama fitrah, atau agama yang sesuai dengan fitrah

penciptaan manusia. Allah sendiri yang menyatakan hal ini dalam

(16)

Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);

(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang

lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum: 30)

Fitrah adalah roh atau nurani manusia. Fitrah ini telah ada jauh

sebelum manusia lahir ke dunia ini, yakni sejak zaman azali. Fitrah

manusia yaitu bertauhid. Islam, dalam hal ini, adalah agama yang

senantiasa selaras dengan fitrah itu sendiri, sebagaimana di singgung

dalam firman Allah di atas. Memang tidak dapat dipungkiri, sesungguhnya

tujuan penciptaan manusia adalah untuk menghamba kepada-Nya

(Albarobis, 2007: 9). Bukan hanya manusia saja yang diperintahkan untuk

menyembah Allah, melainkan semua makhluk yang Dia ciptakan. Seperti

jin, malaikat, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati lainnya,

semuanya bertasbih menyembah Allah.

Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berakhlak

baik, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karena

itu dalam setiap agama tentu terdapat peraturan-peraturan yang harus

ditaati oleh setiap manusia yang memeluk agama tersebut. Tidak

terkecuali agama Islam juga mempunyai aturan-aturan yang membimbing

manusia untuk menjalani hidup agar selamat dunia dan akhirat. Banyak

sekali aturan-aturan yang tertuang dalam Islam yang setiap detilnya

membahas berbagai macam masalah dalam kehidupan manusia. Salah satu

aturan tersebut adalah tentang berpakaian dan menutup aurat.

Sebagaimana telah diterangkan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26

(17)

Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan

kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan

mereka selalu ingat.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa fungsi pakaian adalah untuk

menutup aurat bagi kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan.

Adapun pengertian aurat sendiri adalah bagian tubuh manusia yang tidak

boleh terlihat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai dengan lutut.

Sedangkan aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah

dan telapak tangan. Jadi, seorang wanita harus menutup auratnya ketika ia

keluar dari rumahnya atau ketika dilihat oleh orang lain yang bukan

mahramnya (Badriyah, 2014: 6). Islam tidak menetapkan jenis pakaian

tertentu baik untuk laki-laki maupun perempuan yang kemudian

disebutnya “pakaian Islam”. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis

apapun yang mereka suka selama tidak ada teks agama yang

mengharamkannya. Syari’at menghargai keragaman lingkungan, suasana,

tradisi, dan adat-istiadat, termasuk di dalamnya kebiasaan berpakaian bagi

lelaki atau perempuan pada masyarakat tertentu. Sebab, pakaian yang

cocok untuk daerah panas terkadang tidak cocok untuk daerah dingin;

(18)

terkadang bagi masyarakat yang lain tidak demikian; dan begitu

seterusnya. Untuk itu, maka menutup tubuh selain muka dan telapak

tangan bagi perempuan di depan laki-laki lain tidak menyalahi perintah

Islam dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan jenis pakaian

(Baltaji, 2007: 515).

Perintah Allah mengenai jilbab yang terkandung di dalam

al-Qur’an selalu diawali dengan kata-kata wanita yang beriman,

menunjukkan betapa asasinya kedudukan jilbab bagi wanita-wanita

Mukminah (Shahab, 2013: 2).

Sebagai umat pilihan, maka Islam juga membedakan umatnya

dengan umat ataupun kaum lainnya, salah satunya yaitu berbeda dalam hal

busana kaum hawa. Jika dalam umat lain perempuan tidak diwajibkan

mengenakan jilbab, maka dalam Islam mewajibkan bagi kaum perempuan

untuk berjilbab. Dan ini jelas akan membedakan antara umat Islam dengan

umat agama lainnya (Hadi, 2006: 73). Selain itu, jilbab juga bisa menjadi

“alat” pengaman bagi pemakainya. Jika seorang perempuan mengenakan

jilbab dengan baik dan benar, tentu godaan yang datang padanya pun tidak

sebanyak godaan yang menimpa perempuan lain yang tidak berjilbab.

Karena dengan berjilbab, aurat perempuan bisa terlindungi. Jika aurat

perempuan terbuka, maka akan mengundang laki-laki yang melihatnya

untuk berpikiran kotor. Dengan mengenakan jilbab secara tidak langsung

telah mengurangi godaan dan membuat jiwa merasa aman. Selain itu,

(19)

memuliakan kaum perempuan. Dengan berjilbab secara tidak langsung

harkat dan martabat perempuan akan dimuliakan (Hadi, 2006: 74).

Jilbab juga sebagai pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan

wanita. Tanpa adanya pemisah ini, akan sukarlah mengendalikan luapan

nafsu syahwat yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Jiwa

manusia ini betul-betul mudah goyah dan berubah. Sebagaimana manusia

tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka

tidak puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu. Laki-laki tidak pernah

puas memandang paras muka yang cantik dan molek. Wanita juga tidak

pernah puas memamerkan kecantikannya untuk menarik perhatian

laki-laki. Tak heran apabila pergaulan bebas dan penyelewengan seksual di

Barat banyak melahirkan penderita-penderita penyakit jiwa (Shahab, 2013:

15).

Dapat kita ketahui bahwa jilbab bukan hanya berfungsi sebagai

penutup kepala atau rambut saja, melainkan juga menutupi leher dan dada.

Jilbab yang dimaksud di sini adalah kain yang digunakan sebagai penutup

aurat bagian atas perempuan, yang dalam al-Qur’an disebut dengan khimar

atau kerudung, yang menjadi tudung kepala, bukan jilbab yang dimaknai

pakaian secara keseluruhan. Sekarang ini telah banyak wanita yang

memakai jilbab. Dapat dilihat mulai dari SMP, SMA, kuliah, hingga

ibu-ibu, mereka banyak yang memilih untuk mulai memakai jilbab. Ada

beberapa alasan mereka dari yang sebelumnya tidak berjilbab kemudian

(20)

model-model jilbab semakin kreatif dari waktu ke waktu. Sehingga

menimbulkan kesan bahwa berjilbab tidak selalu dianggap “kuper”, karena

model jilbab yang bermacam-macam tersebut menimbulkan kesan “trend”.

Hasilnya banyak anak-anak muda yang tertarik untuk mengenakan jilbab.

Namun jilbab yang bermacam-macam model tersebut kebanyakan

tidak sesuai dengan syariat Islam dan pakaian yang dipakai pun sangat

ketat sehingga lekuk-lekuk tubuh masih terlihat. Sebagai contoh, yang

pertama, seorang wanita muda yang mengenakan jilbab yang dililit ke

leher yang menggunakan baju ketat dan celana ketat, sehingga lekuk tubuh

sangat jelas terlihat, dan dadanya pun tidak ditutupi oleh jilbab. Yang

kedua, siswa sekolah yang mengenakan jilbab paris transparan yang dililit

keleher, sehingga dada tidak tertutup oleh jilbab dan lehernya pun tetap

terlihat dikarenakan bahan dari jilbab tersebut yang transparan. Dari kedua

contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa cara mereka memakai jilbab

sangatlah jauh dari yang di syariatkan oleh Islam (Al-Ghifari, 2004: 13).

Jilbab yang demikian itu disebut juga dengan jilbab gaul. Jilbab gaul

adalah bentuk ekspresi anak-anak muda yang menuntut kebebasan

berpakaian. Sebagai seorang muslimah, mereka tidak mau ketinggalan

zaman alias tidak mau disebut kuno, kampungan atau terbelakang.

Sementara mode pakaian modern umumnya didominasi gaya Barat yang

notabene Amerika dan Eropa dimana fashion diidentikkan dengan gaya

hidup. Sementara itu Amerika dan Eropa dikenal dengan gaya berpakaian

(21)

menganggapnya sebagai hak asasi manusia (HAM). Munculnya jilbab

gaul ini adalah sebagai akibat masuknya budaya pakaian Barat terhadap

generasi muda Islam (Al-Ghifari, 2004: 14).

Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti

lebih jauh bagaimana konsep jilbab dalam al-Qur’an kepada para pembaca

melalui penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN (NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG

DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF 26 DAN

31, DAN AN NUR AYAT 31). Judul ini dipilih karena untuk menyikapi

tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya, sehingga para

muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai syari’at Islam.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian

ini dapat terumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an?

2. Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini?

3. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan

59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsep jilbab dalam al-Qur’an.

2. Untuk mengetahui penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa

(22)

3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33

dan 59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada

semua muslim dan muslimah tentang konsep jilbab yang sesuai dengan

syari’at Islam yang dapat dipahami kembali sehingga termotivasi untuk

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik manfaat secara teoritis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah

menambah pengetahuan mengenai konsep jilbab yang sesuai dengan

syari’at Islam.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis dari penelitian ini untuk para muslimah

adalah dapat memahami secara benar penafsiran yang ada dalam

ayat-ayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan konsep jilbab syar’I, sehingga

dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan

sebenar-benarnya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan

(23)

untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya penelitian

kepustakaan membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi

perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan (Zed, 2004: 1).

Dalam penelitian ini penulis harus mencari buku atau bahan bacaan

untuk mencari naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli fiqih

tentang konsep jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam, kemudian

dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian.

2. Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber

primer yakni al-Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir,

seperti misalnya tafsir Al-Mishbah dan tafsir Al-Maroghi. Kemudian

ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep

jilbab, seperti buku yang berjudul Yuk Sempurnakan Hijab!, Hijab

Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Jilbab Funky tapi Syar’I, sebagai

rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji.

3. Metode Analisa data

Metode analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah

metode tafsir. Metode ini adalah metode dengan pendekatan

penafsiran para ahli tafsir (mufassirin) terhadap makna yang

terkandung dalam ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan konsep

jilbab.

Adapun metode tafsir yang digunakan dalam penelitian ini

(24)

tafsir yang membahas ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan tema atau

judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun.

Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek

yang terkait dengannya, seperti asbabun nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung

oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah, baik dari argumen itu berasal dari al-qur’an, hadis,

maupun pemikiran rasional (Baidan, 2000: 151). Adapun

langkah-langkah penerapan metode ini sebagaimana dijelaskan Farmawi antara

lain, pertama, manghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul.

Kedua, menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) jika ada.

Ketiga, meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai.

Keempat, mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman

berbagai aliran dan pendapat para mufassir. Kelima, semua dikaji secara tuntas sesuai fakta-fakta yang ditemukan (Baidan, 2000: 153).

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul

penelitian di atas, maka penulis akan menjelaskan arti istilah-istilah

tersebut sebagai berikut:

1. Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian konsep adalah ide

(25)

2. Jilbab

Jilbab adalah baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung

yang menutupi kepala, sebagian muka, dan dada.

3. Perspektif

Perspektif dapat diartikan sebagai sudut pandang. Jika dilihat dalam

konteks judul penelitian ini, Konsep Jilbab Dalam Perspektif

Al-Qur’an berarti dilihat jilbab dilihat dari sudut pandang al-Qur’an.

4. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan

malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai

petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.

5. Nilai

Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya. Definisi ini dilandasi oleh pendekatan psikologis, karena

itu tindakan dan perbuatannya seperti keputusan benar-salah,

baik-buruk, indah-tidak indah, adalah hasil psikologis. Termasuk ke dalam

wilayah ini seperti hasyrat, sikap, keinginan, kebutuhan dan motif

(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007:44).

6. Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan

(26)

ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan

ranah psikomotorik akan bermuara pada ketrampilan dan perilaku

(Damayanti, 2014: 9).

G. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan

BAB II Landasan teori, berisi kerangka teoritik tafsir maudhu’I,

garis besar aturan berjilbab dalam Islam, dan jilbab

kaitannya dengan pendidikan

BAB III Kompilasi ayat-ayat

BAB IV Pembahasan, berisi tentang pengertian jilbab, penerapan

konsep jilbab dalam al-Qur’an dalam kehidupan masa kini,

dan nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Ahzab ayat 33 dan

59, An-Nur ayat 31, dan Al-A’raf ayat 26 dan 31

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teoritik Tafsir Maudhu’i

Yang dimaksud dengan metode tematik ialah membahas ayat-ayat

al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat

yang berkaitan dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas

dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya (Baidan, 2000: 151). Tidak berbeda dengan

penjelasan sebelumnya, dalam bukunya, Abd. Al-hayy al- Farmawi

menjelaskan bahwa metode tafsir Maudhu’i adalah menghimpun ayat-ayat

al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama

membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi

serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai

memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.

Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode

Maudhu’i, dimana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan

melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh

pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat

memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul

(28)

maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik (Al Farmawi,

1996: 36).

Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari

metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan,

sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode

topikal. Mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah

masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari yang lain

-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan

menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk

yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Oleh karena itu,

penafsirannya pun tidak boleh melenceng dari pemahaman ayat-ayat

al-Qur’an, dan dalam proses pemakaiannya, metode ini tetap menggunakan

kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir. Dalam

penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh

mufasir. Antara lain sebagai berikut (Baidan, 2000: 152):

1. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai

dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah.

2. Menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) ayat-ayat yang telah

dihimpun (kalau ada).

3. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam

ayat tersebut, teru tama kosakata yang menjadi pokok permasalahan di

(29)

berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti.

4. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran

dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang

kontemporer.

5. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan

penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar,

serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argument-argumen dari

al-Qur’an, hadis, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan.

B. Pengertian Asbabun Nuzul

Asbabun nuzul artinya sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Ilmu ini sangat bermanfaat dalam memahami ayat. Itulah sebabnya banyak ulama

yang sangat memperhatikan ilmu asbabun nuzul. Bahkan, ada sebagian ulama yang menyususnnya secara khusus. Mereka adalah Ali Ibnu

Al-Madini, guru Imam Bukhari serta ulama-ulama lain (Ash-shabuni, 1999:

39). Ada banyak manfaat yang dapat diraih dari pengetahuan tentang

asbabun nuzul, diantaranya adalah (Al-Hasni, 1999: 27):

1. Mengetahui hikmah yang menjadi dasar penetapan hukum-hukum

syara’.

(30)

C. Pengertian Munasabah

Secara etimologi munasabah berarti keserupaan dan kedekatan.

Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat.

Munasabah berupaya menangkap korelasi satu uraian dalam al-Qur’an

yang diperkuat maknanya oleh uraian yang lain sehingga nampak seperti

bangunan yang setiap bagiannya menopang bagian yang lain (Al-Hasni,

1999: 305).

D. Garis Besar Aturan Berjilbab dalam Islam

1. Tujuan Berpakaian

Dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 20:

Artinya: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".

Ayat tersebut mengisahkan tentang Nabi Adam dan istrinya, yaitu

Siti Hawa yang memakan buah khuldi. Allah telah memberikan

larangan kepada Nabi Adam dan istrinya untuk tidak mendekati buah

tersebut. Namun setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya

(31)

mereka terlihat, maka mereka segera menutupinya dengan dedaunan.

Ini menunjukkan bahwa menutup aurat adalah tindakan alamiah yang

diperuntukkan manusia oleh Allah ketika auratnya terbuka (Baltaji,

2007: 506).

Aurat adalah bagian tubuh yang haram dilihat, karena itulah wajib

ditutup. Batas aurat bagi laki-laki adalah pusar sampai lutut, sedangkan

batas aurat perempuan yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak

tangan (Triyana, 2014: 21). Dalam pandangan Islam, aurat merupakan

sesuatu yang diharamkan untuk diperlihatkan, sebab aurat dapat

memancing timbulnya nafsu birahi ataupun nafsu seks, sehingga sering

pula dijadikan oleh setan sebagai alat untuk memalingkan dan

menyesatkan manusia dari kebenaran syari’at Islam. Seringkali juga

karena kedahsyatan daya tarik yang ditimbulkan oleh aurat, tidak jarang

manusia terjerumus ke dalam perilaku maksiat (Hadi, 2005: 32).

Manusia wajib memperhatikan betapa pentingnya menutup aurat,

terutama bagi kaum perempuan. Karena jika perempuan tidak dapat

menjaga auratnya dengan menutupnya sesuai syari’at, maka akan

timbul banyak kejahatan. Seperti contohnya pelecehan seksual yang

sekarang sudah terjadi dimana-dimana. Salah satu faktor penyebab

terjadinya kejahatan tersebut adalah karena perempuan mengumbar

aurat mereka. Banyak perempuan yang enggan mengenakan jilbab.

Meskipun mereka mau mengenakan jilbab, jilbab yang dipakai tidak

(32)

disebut dengan “berpakaian tapi telanjang”. Disebut telanjang karena

mereka mengenakan pakaian, bahkan berjilbab, namun pakaian yang

mereka kenakan sangat minim sehingga lekuk-lekuk tubuh masih dapat

terlihat.

Semaraknya berbagai model pakaian ala Barat yang akhir-akhir ini

menjadi kiblat masyarakat dunia, telah membawa pengaruh besar

terhadap cara berpakaian wanita muslim. Trend mode telanjang

merupakan pengulangan sejarah jahiliyah yang dulu pernah terjadi. Kini

mode itu menjadi trend lagi dan berarti kita tengah berada di zaman

jahiliyah yang disebut orang-orang sebagai zaman kemajuan

(Al-Ghifari, 2004: 41). Virus yang menjadi wabah serius di zaman seperti

sekarang ini adalah virus gaul. Virus gaul memang telah mewabah

hampir di seluruh lapisan masyarakat, khususnya di kalangan generasi

muda. Tidak peduli yang Islam maupun yang non Islam. Virus gaul

memang sangat menggiurkan dan sangat menjanjikan kesenangan,

namun tanpa disadari sebenarnya virus ini sangat menyesatkan dan

membahayakan. Virus gaul seringkali mewabah pada kehidupan

manusia, menjebak manusia agar mengejar kesenangan dan kenikmatan

duniawi dan melupakan kehidupan akhirat. Mengikuti trend kehidupan

dunia tanpa memperdulikan keabadian kehidupan akhirat (Hadi, 2006:

64). Itulah sebabnya wanita-wanita muslim lebih memilih mengikuti

trend agar dipandang gaul oleh orang lain dengan memakai pakaian

(33)

berlebih-lebihan (tabarruj) dan melenceng jauh dari tujuan berpakaian yang sesungguhnya.

Tabarruj adalah mempertontonkan perhiasan dan hal-hal yang mengundang nafsu seorang laki-laki. Ibnu Mandzur berkata, “ At-Tabarruj berarti mempertontonkan hiasan kepada orang lain. Ini adalah perbuatan tercela. Adapun mempertontonkannya pada suami, maka ia

tidak dilarang. Macam-macam tabarruj diantaranya adalah (Al Marakisy, 2012: 2):

a. Di antara perbuatan tabarruj, seorang wanita berjalan dengan laki-laki, memecahkan pandangan orang lain dan berjalan dengan genit.

b. Seorang wanita meletakkan kerudungnya di atas kepalanya tanpa

mengikatnya lalu nampak kalung, anting-anting dan lehernya.

c. Seorang wanita meletakkan sandal lalu memukul-mukulnya dengan

kakinya.

d. Seorang wanita yang mempertontonkan kedua betisnya dan

mengenakan pakaian di atas mata kaki.

e. Seorang wanita yang mengenakan pakaian yang ketat yang

memperlihatkan seluruh lekukan-lekukan tubuh.

f. Wanita yang memakai pakaian namun mempertontonkan kedua

lengannya.

g. Wanita yang memakai kerudung namun masih menampakkan

bagian dadanya (tidak menjulurkan kerudungnya hingga menutupi

(34)

h. Seorang wanita yang mengenakan pakaian mewah yang dapat

menarik perhatian orang lain. Ini semua adalah hal-hal yang masuk

dalam tabarruj.

Seorang wanita yang melakukan perbuatan tabarruj dapat memperlemah kasih sayang yang ada di dalam hati seorang suami pada

istrinya dan dapat memunculkan banyak keluarga berada dalam

kehancuran. Profesor Ahmad Zaki berkata, “tidak aneh bagi siapapun

bahwa keluarnya wanita yang melakukan perbuatan tabarruj yang berpakaian tetapi terkesan telanjang sebagaimana yang dilakukan oleh

kaum wanita di masa kini merupakan media kerusakan, pelacuran,

perilaku jahat dan penyakit masyarakat. Hal demikian semata-mata

sebagai kebangkitan yang disertai dengan nafsu hewani.” Dari sini

syari’at Islam yang lurus melarang perilaku tabarruj bagi kaum wanita

beriringan dengan suatu kaidah hukum yang agung dan prinsip dasar

agama, menolak kerusakan dan mempersempitnya serta menarik

maslahah dan memperluasnya (Al Marakisy, 2012: 6).

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 33:

(35)

dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Ini adalah larangan yang jelas dari Allah SWT kepada kaum wanita

untuk berperilaku tabarruj yang dijadikan di dalam larangan adalah hukum haram. Artinya, barang siapa melakukan perbuatan ini, maka ia

berhak mendapatkan siksa dari Allah SWT dan barang siapa yang

meninggalkannya karena taat kepada Allah SWT, maka ia diberikan

pahala. Adapun keburukan-keburukan dari tabarruj adalah (Al Marakisy, 2012: 11):

a. Tabarruj adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. b. Tabarruj adalah dosa besar yang membinasakan.

c. Tabarruj mendatangkan laknat serta menjauhkan dari rahmat Allah SWT.

d. Tabarruj adalah sifat penduduk neraka.

e. Tabarruj meninggalkan noda hitam dan kegelapan pada hari kiamat.

Yang dimaksud di sini bahwasanya perempuan-perempuan yang

berlenggak-lenggok dalam berjalan sambil menyeret pakaiannya. Ia

akan datang pada hari kiamat dalam keadaan hitam legam

(36)

f. Tabarruj termasuk perbuatan keji.

Sesungguhnya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat kecuali wajah

dan telapak tangan. Dan menyingkap aurat adalah perbuatan keji

lagi dimurkai Allah SWT.

g. Tabarruj merupakan kerusakan moral.

Sesungguhnya menyingkap aurat dan budaya buka-bukaan adalah

jebakan nafsu hewani semata. Tidaklah seseorang menurutinya

kecuali ia terperosok dalam derajat terendah dari tingkatan

martabat manusia. Padahal, pada dasarnya Allah SWT telah

memuliakan mereka melalui naluri fitrah menutupi aurat dan

melindungi kehormatan.

Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan

(37)

Ayat tersebut berpesan kepada putra-putri Nabi Adam as sejak

putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya bahwa Allah

SWT telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah

serta kekurangan-kekurangan batiniah mereka. Bahan itu dapat

digunakan sehari-hari. Allah menyiapkan bulu, yakni bahan-bahan

pakaian indah untuk menghiasi diri dan yang digunakan dalam

peristiwa-peristiwa istimewa. Di samping itu, ada lagi bahan untuk

pakaian takwa berupa tuntunan-tuntunan moral dan agama. Itulah

pakaian yang terpenting dan yang paling baik. Penyiapan aneka bahan

pakaian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.

Penyiapan itu agar manusia selalu ingat kepada Allah SWT dan

nikmat-nikmat-Nya (Shihab, 2012: 417).

Pakaian, antara lain berfungsi sebagai penutup bagian-bagian tubuh

yang dinilai oleh agama dan atau di nilai oleh seseorang atau

masyarakat sebagai buruk bila dilihat, serta sebagai hiasan yang

menambah keindahan pemakainya. Ini memberi isyarat bahwa agama

memberi peluang yang cukup luas untuk memperindah diri dan

mengekspresikan keindahan. Di samping pakaian jasmani, ada juga

pakaian ruhani yang dinamai pakaian takwa dan ini lebih penting

daripada pakaian jasmani (Shihab, 2012: 419).

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan utama berpakaian

adalah untuk menutup aurat secara sempurna atau syar’i. Dengan

(38)

menjadi lebih takwa kepada Allah, yaitu dengan menaati segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan yang

telah ada pada diri seseorang itulah yang menjadi pakaian takwanya.

Jadi, sudah menjadi keharusan sebagai seorang muslim untuk menaati

perintah Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 26 tersebut.

2. Manfaat dan Keuntungan Memakai Jilbab

Dengan memakai jilbab, ada beberapa manfaat dan keuntungan

yang bisa kita dapatkan. Di antaranya adalah sebagai berikut (Firdaus,

2013: 27):

a. Rambut seorang wanita muslimah yang berjilbab terlindung dari

sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi.

Sehingga, rambutnya tampak selalu bersinar.

b. Dihormati sebagai seorang muslimah. Penghormatan yang

dimaksud tentu saja bukan seperti anak buah kepada atasan.

Orang-orang disekitarnya akan memperlakukan wanita muslimah tersebut

dengan baik karena mereka melihat dirinya sebagai orang yang

baik akhlaknya. Jilbab yang dikenakan menjaga diri dari perbuatan

asusila. Karena itu, berjilbab harus secara sempurna, sehingga

sama sekali tidak menampakkan daya tarik seksual.

c. Identitas seorang muslimah semakin jelas. Dengan memakai jilbab,

identitas sebagai seorang muslimah akan mudah diketahui oleh

orang lain. Kita tidak perlu menunjukkan apa pun karena orang

(39)

d. Berjilbab membuat seorang muslimah terlihat lebih anggun dan

cantik. Sebuah perasaan yang aman dan tenang akan mendorong

seseorang untuk selalu tersenyum dan memancarkan wajah yang

menyenangkan. Dengan sendirinya, wajah cantik itu akan tampak

dari diri kita. Tentu saja kecantikan ini adalah kecantikan dari

dalam, bukan karena make-up.

e. Berjilbab membuat seorang muslimah semakin termotivasi untuk

baik dan shalilah. Dengan mengenakan jilbab, seorang muslimah

akan selalu termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.

Pakaian itulah nantinya yang akan membantu memotivasi diri

untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Jilbab itulah yang

nantinya membuka pintu kebaikan. Berkah jilbab ini akan

membuat wanita semakin nyaman menjadi seorang muslimah.

f. Berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari

perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah

ditata dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring

dengan ilmu yang telah didapatkan. Manusia perlu membentengi

diri sejak dini, dan salah satu benteng yang dapat dipersiapkan

seorang muslimah adalah dengan mengenakan jilbab.

E. Jilbab Kaitanya Dengan Pendidikan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai manfaat

memakai jilbab antara lain yaitu, pertama, seorang muslimah akan selalu

(40)

nantinya yang akan membantu memotivasi diri untuk selalu mendekatkan

diri kepada Allah. Jilbab itulah yang nantinya membuka pintu kebaikan.

Kedua, berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari

perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah ditata

dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring dengan ilmu yang

telah didapatkan. Manusia perlu membentengi diri sejak dini, dan salah

satu benteng yang dapat dipersiapkan seorang muslimah adalah dengan

mengenakan jilbab.

Dalam manfaat memakai jilbab tersebut disebutkan bahwa seorang

muslimah lebih bisa menjaga hati dari perbuatan dosa, hati akan lebih

mudah ditata dan dikelola, hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring

dengan ilmu yang telah didapatkan. Jadi, sangat tidak benar ketika ada

wanita yang mengatakan bahwa ‘lebih baik menjilbabi hatinya dulu’

ketika ditanya kenapa tidak memakai jilbab. Padahal sudah jelas bahwa

dari memakai jilbab seorang wanita akan lebih mudah menata hatinya,

membentengi diri dari hal-hal yang tidak baik, dan memotivasi untuk

selalu berbuat baik kepada sesama manusia serta selalu mengupgrade iman kepada Allah. Hal tersebut yang akan menjadikan seseorang

mempunyai karakter yang baik.

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri

khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup

keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik

(41)

jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Damayanti, 2014: 11).

Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara

berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran

demi pikiran, tindakan demi tindakan (Hariyanto, 2011: 41).

Pada era sekarang ini, di mana informasi dan teknologi

berkembang sangat cepat sekali memberikan dampak positif bagi manusia

baik itu dalam hal pendidikan, gaya berpakaian, maupun bersosialisasi

dengan orang lain. Karena dengan kecanggihan teknologi sekarang ini

memudahkan manusia dalam menambah wawasan, mempelajari ilmu

pengetahuan guna untuk menghadapi tantangan zaman hanya dengan

menggunakan smartphone. Selain itu manusia juga dapat bersosialisasi

dengan manusia lain dari belahan dunia manapun dengan menggunakan

aplikasi yang telah ada. Namun, disatu sisi perkembangan informasi dan

teknologi yang sangat cepat itu bisa dikatakan memberikan dampak

negatif terhadap pertumbuhan karakter bangsa. Sebagai contohnya saja

sekarang telah banyak anak-anak kecil yang meniru gaya orang dewasa,

banyak remaja yang tawuran, mencuri, melakukan pelecehan seksual.

Perilaku-perilaku seperti itu telah menunjukan bangsa ini telah terbelit

oleh rendahnya moral, akhlak, atau karakter.

Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita, karena itu di dalam proses

pendidikan harus ditanamkan pendidikan karakter sehingga mampu

(42)

berpartisipasi dalam menghadapi tantangan kehiduapan di masa

mendatang. Pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang

benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu

pendidikan karakter ini menanamkan kebiasaan tentang yang baik

sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan

yang baik. Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan

pendidikan akhlak atau pendidikan moral. (Zuchdi, 2012: 17).

Menurut Ratna Megawangi dalam buku “Pendidikan Karakter”,

mendefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk

mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

berkontribusai yang positif kepada lingkungannya. Definisi lain dari Fakry,

pendidikan karakter adalah sebuah proses tranformasi nilai-nilai kehidupan

untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi tersebut

ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses tranformasi nilai-nilai, 2)

ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, 3) menjadi satu dalam perilaku

(Kesuma, 2012:5).

Islam adalah agama yang memberikan pembelajaran yang tegas

tentang karakter, seperti yang dicontohkan oleh suri teladan kita yaitu

beliau Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil membangun karakter

umat islam menjadi lebih baik. Dalam konsep Islam, karakter mulia

(43)

didasari dengan fondasi keimanan yang kokoh (aqidah). Di dalam

al-Qur’an pun telah dijelaskan mengenai pendidikan karakter yang terdapat

dalam QS Luqman ayat 12-14:

Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada

Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah

kembalimu”.

Terdapat tiga pendidikan karakter dalam QS Luqman ayat 12-14

yaitu pendidikan tentang syukur, pendidikan tentang iman, dan pendidikan

tentang berbakti kepada kedua orang tua. Pendidikan karakter harus

(44)

pepatah yang mengatakan bahwa ‘wanita adalah tiang Negara, apabila

wanitanya baik maka Negara akan baik dan apabila wanita rusak maka

negarapun akan ikut rusak’. Ini menunjukkan bahwa wanita berperan

penting dalam membina keutuhan dan kinerja sistem dalam suatu Negara.

Oleh karena itu, wanita haruslah mempunyai akhlak yang baik

dengan langkah pertama yakni memakai jilbab sebagai wujud ketaatan

kepada Allah. Sehingga sedikit demi sedikit wanita tersebut akan dengan

sendirinya memperbaiki diri untuk terus berbuat baik, menjauhi apa yang

telah dilarang-Nya, dan menambah iman kepada Allah, dan karakter baik

(45)

BAB III

perang antar kelompok atau golongan, maka disebut Al-Ahzab. Namun

ayat yang akan penulis bahas bukan mengenai peperangan, melainkan

tentang jilbab, yang terdapat dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan ayat 59.

Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah

kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Ayat ini menuntun istri-istri Nabi SAW itu, bahkan seluruh

(46)

keperluan untuk keluar yang dapat dibenarkan oleh agama, dan berilah

perhatian yang besar terhadap rumah tangga kamu. Janganlah kamu

ber-tabarruj, yakni berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah secara bersinambung, serta dengan baik

dan benar, ibadah shalat, baik yang wajib maupun yang sunnah, dan

tunaikanlah secara sempurna kewajiban zakat serta taatilah Allah

SWT dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah SWT dengan

tuntunan-tuntunan-Nya ini, sama sekali tidak berkepentingan sedikit pun

(Shihab, 2012: 222).

Kata ( نرق ) qarna, terambil dari kata ( نررقا ) iqrarna, dalam arti tinggallah dan beradalah di tempat secara mantap. Ada juga yang

berpendapat bahwa kata tersebut terambil dari kata ( نيعةرق ) qurrata

‘ain, dan yang ini berarti sesuatu yang menyenangkan hati. Dengan

demikian, perintah ayat ini berarti: Biarlah rumah kamu menjadi

tempat yang menyenangkan hati kamu. Ini dapat juga mengandung

tuntunan untuk berada di rumah dan tidak keluar rumah kecuali ada

kepentingan.

Banyak ulama membaca ayat di atas dengan kasrah pada huruf ( ق ) yakni menjadi qirna. Ini terambil dari kata ( رارق ) qarar, yakni berada di tempat. Dengan demikian, ayat ini memerintahkan istri-istri

Nabi SAW itu untuk berada di tempat yang dalam hal ini adalah

rumah-rumah mereka. Ibn ‘Athiyyah membuka kemungkinan

(47)

dan hormat. Ini berarti perintah untuk berada di rumah karena itu

mengundang wibawa dan kehormatan untuk kamu.

Kata ( نجربت ) tabarrajna, dan ( جربت ) tabarruj, terambil dari kata (

جرب ) baraja, yaitu tampak dan meninggi. Dari sini kemudian ia

dipahami juga dalam arti kejelasan dan keterbukaan karena demikian

itulah keadaan sesuatu yang tampak dan tinggi. Larangan ber-tabarruj berarti larangan menampakkan perhiasan dalam pengertiannya yang

umum biasanya tidak ditampakkan oleh wanita baik-baik, atau

memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai, seperti berdandan secara

berlebihan, atau berjalan dengan berlenggak lenggok, dan sebagainya.

Menampakkan sesuatu yang biasanya tidak ditampakkan, kecuali

kepada suami, dapat mengundang decak kagum pria lain yang pada

gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan

gangguan dari yang usil.

Kata ( ةيلهاجلا ) al-jahiliyyah, terambil dari kata ( لهج ) jahl, yang digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan suatu kondisi di mana

masyarakatnya mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi, melakukan

hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan

sementara, maupun kepicikan pandangan. Ayat di atas menyifati

jahiliyyah tersebut dengan arti masa lalu bermacam-macam penafsiran

tentang masa lalu itu. ada yang menunjuk masa Nabi Nuh as atau

sebelum Nabi Ibrahim as. Agaknya yang lebih tepat adalah

(48)

Muhammad SAW, yang selama pada masa itu, masyarakatnya

mengabaikan tuntunan Ilahi. Di sisi lain, adanya apa yang dinamai

“Jahiliyyah yang lalu” mengisyaratkan akan adanya “Jahiliyah

kemudian”. Ini tentu setelah masa Nabi Muhammad SAW. Masa kini

dinilai oleh Sayyid Quthub dan banyak ulama lain sebagai Jahiliyah

modern.

Kata ( تيبلا ) al-bait, secara harfiah berarti rumah. Yang dimaksud di sini adalah rumah tempat tinggal istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Rumah itu beliau bangun berdampingan atau menyatu dengan masjid

(Shihab, 2012: 464).

2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 33

Dalam Tafsir Al-Lubab karya M. Quraish Shihab (2012: 223)

dijelaskan bahwa kandungan isi surat Al-Ahzab ayat 33 adalah sebagai

berikut:

a. Sikap, gaya, dan pembicaraan hendaknya bersifat baik, dalam arti

kalimat-kalimat yang diucapkan serta cara, gaya, dan kandungan

pembicaraan sejalan dengan budaya. Ini menuntut suara yang

wajar, gerak gerik yang sopan, dan kalimat-kalimat yang sesuai

sasaran, serta tidak menyinggung perasaan atau mengundang

rangsangan.

b. Para istri tidak terlarang keluar rumah selama tidak menimbulkan

rangsangan atau terangsang. Namun demikian, mereka hendaknya

(49)

karena suami seharusnya menitikberatkan perhatiannya di luar

rumah dalam rangka bekerja mencari rezeki.

c. Kondisi masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi dan

melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu,

kepentingan sementara, maupun kepicikan pandangan, dinamai

oleh al-Qur’an “jahiliyah”.

d. Keluarga Nabi Muhammad SAW menjadi keluarga ideal bila

orang-orang tekun mengamalkan al-Qur’an dan mengikuti

tuntunan Nabi Muhammad SAW. Allah SWT mempermudah

mereka meraih predikat tersebut selama mereka menempuh jalan

yang digariskan-Nya.

3. Asbabun Nuzul Surat Al-Ahzab Ayat 33

Ayat ini turun di rumah istri Nabi SAW, Ummu Salamah ra.

Ketika itu Nabi SAW memanggil Fatimah, putri beliau, bersama

suaminya, Ali bin Abi Thalib ra, dan kedua putra mereka (al-Hasan

dan al-Husain). Nabi SAW menyelubungi mereka dengan kerudung

sambil berdoa: “Ya Allah, mereka itulah Ahl Bait-ku, bersihkanlah

mereka dari dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” (HR. ath

-Thabrani dan Ibnu Katsir melalui Ummu Salamah ra).

4. Munasabah Surat Al-Ahzab Ayat 33

Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 33 dengan ayat sebelumnya adalah

bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang memberi tuntunan

(50)

dijelaskan Allah dalam firman-Nya: “Hai istri-istri Nabi! Kamu tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertakwa, janganlah kamu (bersikap) lemah lembut dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan

yang baik.”

Ayat tersebut menjelaskan tentang kedudukan istri-istri Nabi SAW

dibandingkan dengan wanita lain. Ketinggian kedudukan istri-istri

Nabi SAW itu mereka peroleh karena kedekatan mereka kepada Nabi

SAW. Kedekatan ini menjadikan mereka mendapat bimbingan khusus,

yakni kesempatan lebih banyak untuk mengenal Nabi SAW dan

meneladani beliau. Di sisi lain, Nabi SAW pun memperlakukan

mereka melebihi wanita-wanita lain, dalam kedudukan beliau sebagai

suami (Shihab, 2012: 462-463).

Dari penjelasan tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sebagai

seorang wanita muslimah hendaknya lebih menjaga perilaku, baik

dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Namun, lebih ditekankan

untuk sangat berhati-hati ketika bersosialisasi dengan lawan jenis,

yaitu dengan cara tidak melemah lembutkan suara ketika berbicara

dengan laki-laki sehingga dapat menimbulkan syahwat laki-laki

tersebut. Selain melemah lembutkan suara, seorang muslimah juga

harus menjaga perkataan yang diucapkannya, yaitu dengan

(51)

tidak menjaga lisannya dengan baik, bisa jadi banyak orang yang

tersakiti hatinya karena ucapannya.

Setelah ayat 32 menjelaskan tentang bagaimana seharusnya

berucap, kini dilanjutkan ayat 33 yang menjelaskan tentang bimbingan

menyangkut perbuatan dan tingkah laku. Allah berfirman: “Dan

tetaplah kamu di rumah kamu dan janganlah kamu bertabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dari kamu kekotoran, hai Ahl al-Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Ayat tersebut menjelaskan tentang perilaku seorang muslimah

ketika berada di luar rumah. Allah tidak melarang wanita muslimah

pergi ke luar rumah, akan tetapi Allah melarang wanita muslimah yang

ke luar rumah dengan berhias secara berlebih-lebihan (tabarruj). Muhammad Quthub, salah seorang pemikir Ikhwan al-Muslimin

menulis dalam bukunya Ma’rakah at-Taqalid, bahwa: “Ayat itu bukan berarti bahwa wanita tidak boleh bekerja karena Islam tidak melarang

wanita bekerja. Hanya saja, Islam tidak senang dan tidak mendorong

hal tersebut. Islam membenarkan mereka bekerja sebagai darurat dan

tidak menjadikannya sebagai dasar.”

Dalam bukunya, Syubuhat Haula al-Islam, Muhammad Quthub lebih menjelaskan bahwa perempuan pada awal zaman Islam pun

(52)

bukan terletak pada ada atau tidaknya hak mereka untuk bekerja,

masalahnya adalah bahwa Islam tidak cenderung mendorong wanita

keluar rumah kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat perlu,

yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau atas dasar kebutuhan wanita

tertentu. Misalnya, kebutuhan untuk bekerja karena tidak ada yang

membiayai hidupnya atau karena yang menanggung hidupnya atau

karena yang menanggung hidupnya tidak mampu mencukupi

kebutuhannya (Shihab, 2012: 469).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seorang wanita

muslimah boleh ke luar rumah dengan syarat tidak berhias yang

berlebihan sehingga dapat menarik perhatian orang-orang di sekitarnya

terutama kaum laki-laki.

Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Pada ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah SAW supaya

(53)

menghindarkan diri dari berbagai tuduhan dengan jalan menutup aurat

sehingga tidak mudah dijadikan bahan permainan atau ejekan oleh

orang-orang munafik yang berniat jahat (Departemen RI, 2007: 41).

Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan

kepada istri-istri Beliau dan juga anak-anak perempuan Beliau dan

wanita-wanita dari keluarga orang-orang Mukmin agar mereka

mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka. Yang demikian itu

menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita

terhormat atau sebagai wanita Muslimah, atau sebagai

wanita-wanita merdeka, sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu.

Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (Shihab,

2012: 240). Pada masa itu, merupakan suatu kebiasaan bahwa budak

perempuan, apabila keluar rumah mereka tidak menutupi kepala dan

leher mereka. Karena dari sisi perilaku mereka tidak demikian baik,

kadang-kadang beberapa pemuda yang tidak sopan menggoda mereka.

Di sini, kaum muslimah yang merdeka diperintahkan untuk

mengenakan jilbab Islami yang sempurna agar dapat dibedakan

dengan budak perempuan serta tidak menjadi alasan bagi

pemuda-pemuda tadi untuk mengganggu mereka (Imani, 2008: 609).

Allah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimat terutama

istri-istri Nabi sendiri dan putri-putrinya agar mengulurkan jilbab ke

seluruh tubuh mereka. Hal itu bertujuan agar mereka mudah dikenali

(54)

sehingga mereka tidak diganggu oleh orang yang menyalahgunakan

kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian sopan akan lebih

mudah terhindar dari gangguan orang jahil. Sedangkan perempuan

yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai

sebagai perempuan yang kurang baik kepribadiannya. Bagi orang

yang pada masa lalunya kurang hati-hati menutupi aurat, lalu

mengadakan perbaikan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha

Pengasih (Departemen RI, 2007: 42).

Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau

budak, yang baik-baik atau yang kurang sopan, hampir dapat

dikatakan sama. Karena itu, lelaki usil sering kali mengganggu

wanita-wanita, khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai

hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut serta

menampakkan keterhormatan wanita muslimah, ayat di atas turun

(55)

Kalimat (نينمؤملاءاسن) nisa’ al-mu’minin diterjemahkan oleh tim Departemen Agama dengan istri-istri orang mukmin. Namun, Quraish

Shihab (2012: 533) mengartikan kalimat nisa’ al-mu’minin dengan arti wanita-wanita orang-orang mukmin sehingga ayat ini mencakup

juga gadis-gadis semua orang mukmin, bahkan keluarga mereka

semuanya. Kata )نهيلع)‘alaihinna/di atas mereka mengesankan bahwa

seluruh badan mereka tertutupi oleh pakaian. Nabi SAW

mengecualikan wajah dan telapak tangan.

Kata (بابلج) jilbab diperselisihkan maknanya oleh ulama. Al-Biqa’I menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju yang longgar

atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi

baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang

menutupi wanita. Semua pendapat ini, menurut Al-Biqa’I, dapat

merupakan makna kata jilbab tersebut. Kalau yang dimaksud

dengannya adalah baju, ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau

kerudung, perintah mengulurkannya adalah menutup kepala dan

lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, perintah

mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi

semua badan dan pakaian (Shihab, 2012: 533). Ibn ‘Asyur memahami

kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih

besar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan wanita di atas

kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga ke

(56)

Ayat di atas tidak memerintahkan wanita memakai jilbab karena

ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara

memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan

ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka mengulurkannya”.

Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi belum mengulurkannya.

Firman-Nya: (اميحراروفغ الله ناكو) wa kana Allah ghafuran rahima/Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dipahami oleh Ibn ‘Asyur sebagai isyarat tentang pengampunan Allah atas kesalahan mereka

yang mengganggu sebelum turunnya petunjuk ini. Sedang Al-Biqa’I

memahaminya sebagai isyarat tentang pengampunan Allah kepada

wanita-wanita mukminah yang pada masa itu belum memakai jilbab

sebelum turunnya ayat ini. Dapat juga dikatakan bahwa kalimat itu

sebagai isyarat bahwa mengampuni wanita-wanita masa kini yang

pernah terbuka auratnya apabila mereka segera menutupnya atau

memakai jilbab, atau Allah mengampuni mereka yang tidak

sepenuhnya melaksanakan tuntunan Allah dan Nabi SAW selama

mereka sadar akan kesalahannya dan berusaha sekuat tenaga untuk

menyesuaikan diri dengan petunjuk-petunjuk-Nya (Shihab, 2012:

534).

2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 59

Surat al-Ahzab terdiri dari ayat 73 ayat. Ulama sepakat

(57)

tahun terjadinya Pertempuran Ahzab yang dinamai juga pertempuran

Khandaq karena ketika itu, atas usulan sahabat Nabi Salman al-Farisy,

Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat menggali parit pada arah

utara kota Madinah, tempat yang ketika itu diduga keras akan menjadi

arah serangan kaum musyrik. Tidak ada nama lain dari kumpulan

ayat-ayat ini kecuali al-Ahzab, dan yang telah dikenal sejak zaman Nabi

SAW. Penamaan itu lahir dari uraian surah ini yang menyebutkan

koalisi sekian banyak suku kaum musyrik bersama kelompok Yahudi

Bani Quraizhah di bawah pimpinan suku Quraisy di Mekkah untuk

menyerang Nabi SAW dan kaum Muslim di Madinah. Adapun isi

kandungan surat al-Ahzab ayat 59 adalah (Shihab, 2012: 203):

a. Perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi, anak-anak

perempuan Nabi, dan istri-istri orang-orang mukmin untuk

mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh.

b. Perintah mengulurkan jilbab hingga ke seluruh tubuh mempunyai

maksud agar wanita-wanita muslim pada waktu itu dapat dikenali

sehingga tidak diganggu oleh laki-laki.

c. Bagi wanita yang belum mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh

maka hendaknya dia bertaubat memohon ampun kepada Allah,

karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

(58)

3. Asbabun Nuzul QS. Al-Ahzab Ayat 59

Menurut catatan Ali bin Ibrahim, dalam buku tafsirnya, turunnya

ayat ini terkait dengan peristiwa berikut. Pada masa itu, kaum

muslimah biasa pergi ke masjid dan mendirikan shalat berjamaah di

belakang Nabi SAW. Di malam hari, ketika mereka pergi untuk

mendirikan shalat maghrib dan isya, sebagian pemuda belia yang tidak

senonoh kadang-kadang menunggu kaum muslimah tersebut dan

mengganggu mereka dengan canda-candaan dan perkataan-perkataan

yang buruk. Dengan cara ini, mereka mengusik kaum muslimah

(Imani, 2008: 608).

4. Munasabah

Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 59 dengan ayat sebelumnya adalah

bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang larangan siapa pun

mengganggu dan menyakiti Nabi SAW bersama kaum mukminin dan

mukminat. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 57-58:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya,

Allah melaknat mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan

dosa yang nyata.”

Ayat tersebut menegaskan ancaman bagi orang-orang yang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan

Data ini juga sangat sinkron dengan data lain yang menyatakan bahwa tujuan utama dari mayoritas responden menggunakan Internet adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah..

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

Penelitian ini menunjukkan bahwa e-learning yang dikembangkan dengan Moodle melalui tiga tahapan, yaitu : pertama perencanaan, desain, dan pengembangan, kedua e- learning tersebut

Menurut Oemi Abdurrachman (1993), di dalam penyampaian sesuatu pesan seringkali timbul salah pengertian, sehingga dengan demikian terjadi hal-hal yang tidak

FORMULIR NOMOR : X.H.1-6 LAMPIRAN : 6 Peraturan Nomor : X.H.I LAPORAN BULANAN KEPEMILIKAN SAHAM EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK DAN REKAPITULASI YANG TELAH DILAPORKAN. Nama Emiten

Hal ini dilihat dari nilai p-value untuk model linier maupun square lebih besar dari α = 5%, ini menunjukkan faktor-faktor (variabel bebas) yaitu lama dan suhu fermentasi