• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG LAMONGAN JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG LAMONGAN JAWA TIMUR"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG LAMONGAN

JAWA TIMUR

Oleh :

YOANITA ANGGRAENI JAKARTA – DKI JAKARTA

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG LAMONGAN

JAWA TIMUR

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

YOANITA ANGGRAENI NIM. 141011099

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing pertama,

Prof. Dr. Hj.Sri Subekti, drh., DEA NIP. 19520517 197803 2 001

HIDAYATUL UDCHIYAH Pembimbing kedua,

(3)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG LAMONGAN

JAWA TIMUR Oleh :

YOANITA ANGGRAENI NIM. 140911099

Ujian dilakukan pada :

Tanggal : Senin, 09 Juni 2014

Komisi Penguji Skripsi :

Ketua : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si Anggota : Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes

Dr. Kusnoto, drh., M.Si.

Prof. Dr. Hj.Sri Subekti, drh., DEA Dr. Kismiyati, Ir.,M.Si

Surabaya,

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Dekan,

(4)

RINGKASAN

YOANITA ANGGRAENI. Identifikasi Dan Prevalensi Cacing Pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur. Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA dan Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.

Ikan kakap merah merupakan salah satu jenis ikan perairan karang yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki nilai gizi yang lengkap. Ikan kakap merah termasuk golongan ikan karnivora. Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut yang hidup bebas di alam terutama yang bersifat karnivora sering terinfeksi cacing endoparasit. Cacing tersebut menginfeksi saluran pencernaan, mesentri, rongga tubuh, hati, ginjal, gonad, dan mata ikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan prevalensi cacing yang terdapat pada saluran pencernaan ikan kakap merah di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel pada lokasi secara langsung. Pengambilan sampel dilakukan empat kali sebanyak 60 ekor ikan kakap merah di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Jawa Timur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 ekor sampel yang diambil terdapat 7 ekor ikan kakap merah yang terserang cacing Anisakis simplex pada saluran pencernaan. Tingkat prevalensi ikan kakap merah yang terinfeksi cacing

A. simplex pada saluran pencernaan untuk minggu pertama yaitu 6,67%, untuk

(5)

SUMMARY

YOANITA ANGGRAENI. Identification and prevalence of worms in red snapper’s (Lutjanus sanguineus) digestive tract in Nusantara Fisheries Port Brondong Lamongan East Java. Academic Advisor Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA and Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.

Red snapper is one kind of coral water fish that have high economic value and has a complete nutritional value. Red snapper is belonged to carnivorous fish . Several studies of marine fish state that, free-living marine fish in nature that are primarily carnivores often infected with endoparasites worms. The worms infected the gastrointestinal tract, mesentery, body cavity, liver, kidney, gonads, and eyes of fish.

This study aim of this reseach was identification and to know the prevalence endoparasites of red snapper in Nusantara Port Fisheries Brondong Lamongan East Java . This study used survey methods through sampling at locations directly. Sampling was conducted four times as many as 60 of red snapper in Nusantara Port Fisheries Brondong Lamongan East Java.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul :

“Identifikasi dan Prevalensi Cacing pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah

(Lutjanus sanguineus) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan

Jawa Timur”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna,

sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga

Skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak,

khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya dan kemajuan ilmu dan teknologi

dalam bidang perikanan.

Surabaya, Juni 2014

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Sri Subekti B.S., DEA selaku dosen pembimbing

pertama yang selama ini telah memberikan arahan serta bimbingan selama

penyusunan skripsi dan Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas

Airlangga Surabaya dan Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si selaku dosen

pembimbing kedua yang selama ini telah memberikan arahan serta

bimbingan selama penyusunan skripsi

2. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan

Bapak Dr. Kusnoto, drh., M.Si selaku penguji yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan masukan dan saran

atas perbaikan laporan skripsi ini.

3. Ibu Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. selaku dosen wali yang telah

memberikan motivasi bagi saya selama menempuh kuliah.

4. Bapak/Ibu dosen dan staf pendidikan di Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga.

5. Kedua orang tua saya Bapak Priyo Utomo, SE. dan Ibu Nirwana, serta Adik

– adikku Reissa Oktavia dan Gadis Lovitasari tercinta yang telah

memberikan doa dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Teman seperjuangan skripsi saya Kiki, Vivin, Ditari, Tyfanny, Herman dan

Antok yang senantiasa membantu dan memotivasi dalam kelancarannya

(8)

7. Sahabat-sahabatku tersayang Vivin Eka Pradita, Arifah Istiqomah, dan Ria

Virgi Veronica yang selalu mendoakan dan memotivasi saya dalam

pengerjaan skripsi.

8. Teman–teman mahasiswa angkatan Goldfish 2009 di Fakultas Perikanan

dan Kelautan Universitas Airlangga dan semua pihak yang telah membantu

serta memberikan motivasi selama masa kuliah sampai terselesaikannya

penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman Ikan Nadia, Dila, Dita, Widya, Ila, Uki, Ayun, Alvi, Ayu,

Ines, Pudica, dan Ica atas bantuannya dan motivasinya agar saya segera

bertoga

10. Adik-adik dan kakak angkatan yang selalu mendukung dan membantu

saya selama penelitian.

11. Growns Up family jendra, deddy, patry, dan iqbal yang selalu menghibur

dikala saya stress dengan skripsi ini dan juga memotivasi saya agar segera

menyelesaikan skripsi ini.

12. Meta, Rhika, Gagat, dan Iyus atas doa dan motivasinya.

(9)

DAFTAR ISI

2.2 Cacing pada Saluran Pemcernaan Ikan ... 7

(10)

B. Morfologi ... 10

4.2.1 Peralatan Penelitian ... 23

4.2.2 Bahan Penelitian ... 23

4.3 Metode Penelitian ... 24

4.4 Prosedur Kerja ... 24

4.4.1 Pengambilan Sampel ... 24

4.4.2 Pemeriksaan Endoparasit ... 24

4.4.3 Pewarnaan Endoparasit... 25

4.4.4 Parameter Penelitian ... 26

4.5 Diagram Alir Penelitian ... 26

4.6 Analisis Data... ... 27

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ... 28

5.1.1 Identifikasi Cacing ... 28

5.1.2 Prevalensi Cacing... 31

5.2 Pembahasan ... 32

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 36

(11)

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Identifikasi Cacing yang Ditemukan Pada Saluran

Pencernaan Ikan Kakap Merah Di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Brondong Lamongan Jawa Timur ... 28

2. Prevalensi Cacing Anisakis simplex Pada Saluran Pencernaan

Ikan Kakap Merah Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

(13)

DAFTAR GAMBAR

10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 22

11. Diagram Alur Penelitian ... 27

12.Bagian anterior L3 Anisakis simplex dengan mikroskop binokuler perbesaran 100x... 29

13.Larva Anisakis simplex stadium tiga bagian anterior dengan camera lucida perbesaran 400x... 14.Bagian posterior L3 Anisakis simplex dengan perbesaran mikroskop binokuler 100x ... 15.Larva Anisakis simplex stadium tiga dengan camera lucida perbesaran 400x... 16. Larva Anisakis simplex stadium tiga terdapat mukron ... 31

29

30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Sampel Ikan Kakap Merah yang diambil ... 41

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempat Pelangan Ikan (TPI) Brondong berada di Kabupaten Lamongan

yang merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur (DKP, 2009).

Hasil tangkapan laut nelayan TPI Brondong Lamongan didominasi oleh ikan yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya ikan Kuningan, Kambangan,

Krese, Golok Sabrang, Kapasan, Kakap merah, Kakap putih, Kerapu, Layur,

Cumi-cumi, Tongkol, Hiu dan Bawal (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Ikan

kakap merah merupakan salah satu jenis ikan perairan karang yang bernilai

ekonomis tinggi dan memiliki nilai gizi yang lengkap (Deptan, 1998). Ikan ini

dapat dipasarkan dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk fillet (Sarwono dkk,

1999). Salah satu faktor yang menurunkan produksi dan populasi ikan adalah

penyakit (Pardede, 2000). Timbulnya penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh

adanya interaksi antara organisme patogen, inang (ikan) dan faktor – faktor

lingkungan yaitu temperatur, salinitas, curah hujan, angin, oksigen, arus air, dan

pH (Kabata, 1985).

Penyakit pada ikan secara umum digolongkan menjadi dua, yaitu infeksius

dan non-infeksius (Mahyuddin, 2010). Salah satu penyebab penyakit infeksius

adalah parasit. Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam

organisme lain, mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk

berkembang biak (Subekti dan Mahasri, 2010). Infeksi parasit dapat menimbulkan

(16)

karena adanya persaingan makanan antara parasit dan inang definitif, yang

mengakibatkan penurunan produksi, menyebabkan terjadinya alergi,

memproduksi berbagai substansi beracun dan menurunkan ketahanan inang

terhadap penyakit-penyakit lain (Uga et al., 1996). Oleh karenanya diperlukan

pemahaman dan pengendalian terhadap cacing parasit dan penyakit yang

ditimbulkannya terutama yang berasal dari ikan untuk dapat mengembangkan

berbagai produk asal ikan terutama untuk konsumsi manusia (Yamaguti 1958

dikutip oleh Emelina 2008). Salah satu cacing endoparasit yang mempunyai

prevalensi tinggi pada spesies ikan laut adalah Anisakis simplex. Adanya Anisakis

simplex dalam tubuh ikan dapat mengurangi kualitas dan nilai ekonomis ikan

kakap merah (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Anisakis simplex bersifat zoonosis

(Batara, 2008). Menurut Grabda (1991) larva Anisakis simplex ketika berada

dalam usus manusia akan menembus mukosa dan submukosa usus dan

menimbulkan luka yang luas. Gejala klinis tidak spesifik, dapat timbul 4 jam

setelah mengkonsumsi ikan dan pada umumnya terlihat dalam waktu 24 jam

seperti sakit perut, diare, demam dan muntah. Pada kasus akut dapat terjadi

gastritis pada saluran pencernaan.

Dengan demikian berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dan juga

karena kurangnya informasi mengenai jenis parasit apa saja yang menyerang ikan

kakap merah (Lutjanus sanguineus), maka perlu dilakukan penelitian tentang

identifikasi dan prevalensi cacing pada saluran pencernaan ikan kakap merah

(Lutjanus sanguineus) hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1) Jenis cacing apa saja yang terdapat pada saluran pencernaan ikan kakap

merah (Lutjanus sanguineus) hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan

Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur?

2) Berapakah prevalensi cacing yang terdapat pada saluran pencernaan ikan

kakap merah (Lutjanus sanguineus) hasil tangkapan di Pelabuhan

Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui jenis cacing yang terdapat pada saluran pencernaan

ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) hasil tangkapan di Pelabuhan

Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur.

2) Untuk mengetahui prevalensi cacing yang terdapat pada saluran

pencernaan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) hasil tangkapan di

Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan dan melengkapi

informasi ilmiah dan tentang jenis cacing yang menyerang ikan kakap merah

(Lutjanus sanguineus) dan prevalensinya kepada masyarakat perikanan sebagai

(18)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Kakap Merah

Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) menurut Saanin

(1984) dalam Batara (2008) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub class : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Percoidea Family : Lutjanidae Genus : Lutjanus

Species : Lutjanus sanguineus (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) (Sumber: Irawati, 2011)

2.1.2 Morfologi Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) mempunyai badan bulat putih

memanjang dan melebar dengan sirip punggung dapat mencapai 20 cm. Panjang

(19)

dengan letak terminal dan mempunyai gigi yang halus. Ikan kakap merah

mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas

penutup insang terdapat cuping bergerigi (Direktorat Jenderal Perikanan 1990).

Ikan terlihat berkembang menjadi dewasa dengan bentuk segitiga maupun

bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman.

Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang

tajam. Sirip punggung dan sirip anal terdiri dari jari-jari keras dan lunak. Sirip

punggung umumnya berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang

berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung

dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi, mulai dari yang

kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Ada yang mempunyai

garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi

tubuh di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Pada umumnya berukuran

panjang antara 25–50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso,

1995). Lujanus sanguineus termasuk jenis ikan kakap karang (Mayunar, 1996).

Perbedaan fisik nyata antara ikan kakap merah dengan ikan kakap merah karang

menurut Bahar (2006) adalah: 1) Bagian kepala pada ikan kakap merah memiliki

kepala yang agak melancip ke arah mulut, sedangkan pada ikan kakap karang

memiliki kepala yang cenderung bulat, 2) Warna Merah di Kulit: warna ikan

kakap merah, merah terang menyala dan warna merahnya relatif lebih tahan

lama, sedangkan pada ikan kakap merah karang berwarna merah gelap

kecokelatan yang akan mudah berubah menjadi kecokelatan sehingga penampilan

(20)

dengan ikan kakap merah karang yaitu daging ikan kakap merah lebih kenyal

daripada ikan kakap merah karang yang lebih lunak.

2.1.3 Kebiasaan Makan Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah termasuk golongan karnivora yang biasa memakan ikan

kembung, cumi-cumi dan ikan-ikan berukuran lebih kecil. Cara makan ikan kakap

merah dengan menyergap mangsa dari balik karang tempat persembunyiannya

(Melianawati dan Aryati, 2012).

2.1.4 Habitat Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah hidup pada kondisi air laut dengan kadar salinitas 27 –

32 ppt, kadar pH 8 - 8,5 dengan temperatur 27°C - 30°C dan kadar oksigen

terlarut 5 – 8 ppm. Kondisi perairan yang bersih, jernih serta bebas dari buangan

sampah pertanian dan industri akan meningkatkan pertumbuhan ikan di perairan

tersebut. Ikan kakap merah merupakan ikan yang hidup berkelompok, menyukai

perairan yang terlindung dari gelombang atau arus kuat dan lingkungan perairan

yang berkarang (Mayunar dan Genisan 2002).

2.2 Cacing Pada Saluran Pencernaan Ikan 2.2.1 Anisakis

A. Klasifikasi Anisakis

Klasifikasi parasit Anisakis menurut Noga (2010) yaitu :

Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda

Ordo : Ascaridida Family : Anisakidae Genus : Anisakis

(21)

B. Morfologi Anisakis sp.

Anisakis memiliki mulut yang dikelilingi oleh tiga bibir terletak satu di

dorsal dan dua di ventro-lateral yang dilengkapi beberapa papila. Genus Anisakis

memiliki saluran ekskresi (excretory duct) yang membuka ke arah anterior dan

berlokasi diantara kepala dan mulut ventro-lateral serta tidak memiliki sekum

intestinal. Bagian posterior pada jantan terdapat spikulum yang memiliki panjang

tidak rata dan terdiri dari 3 atau 4 pasang papila kaudal (Grabda, 1991). Berikut

ini morfologi dari cacing Anisakis Gambar 2.2 :

Gambar 2.2. Morfologi cacing Anisakis. Sumber : Setyobudi,et al. (2010) Keterangan: a.wilayah cephalic, b. saluran pencernaan, c. ekor. lt. gigi, ep. pori ekskretoris, ed. ekskretoris saluran, lb. labia, e.esophagus, vc. ventriculus, int. intestinum, a. anus, g. kelenjar anus, m. mucron.

C. Daur Hidup Anisakis

Siklus hidup Anisakis diawali dengan telur dikeluarkan melalui feses inang

definitif ke dalam air dan tenggelam ke dasar perairan dan berkembang menjadi

larva stadium pertama berkembang. Larva ini terlindung oleh selubung kutikula.

Larva hidup bersama plankton untuk beberapa waktu dan dimakan oleh krustasea.

(22)

dua bermigrasi ke rongga tubuh krustasea, sehingga krustasea sebagai inang

antara pertama untuk Anisakis. Krustasea genus Thysanoessa dan Euphausia

adalah makanan ikan predator (ikan kakap merah, ikan makarel dan ikan hering)

dan cumi, ikan predator merupakan inang antara kedua Anisakis. Ikan predator

yang memakan krustasea yang sudah terfinfeksi larva Anisakis stadium dua,

larva Anisakis migrasi dari perut ke rongga tubuh ikan predator, sehingga semakin

banyak larva menumpuk di rongga visceral ikan. Larva Anisakis selanjutnya

berkembang menjadi larva stadium tiga dalam tubuh ikan predator. Ikan predator

termakan oleh mamalia laut yaitu lumba – lumba, paus dan anjing laut yang

merupakan inang definitif dari Anisakis (Grabda, 1991). Berikut ini gambar daur

hidup Anisakis pada Gambar 2.3 :

(23)

D. Predileksi Anisakis

Biasanya cacing Anisakis ditemukan dalam keadaan menggulung di

sepanjang usus, di bawah membran hati, otot, limpa, rongga badan, pylorus sekum

dan diantara gonad (Buchmann and Bresciani 2001).

2.2.3 Pseudosteringophorus

A. Klasifikasi Pseudosteringophorus

Klasifikasi Pseudosteringophorus menurut Yamaguti (1958) dikutip oleh

Emelina (2008) adalah :

Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Ordo : Digenea

Family : Fellodistomatidae Genus : Pseudosteringophorus

Species : Pseudosteringophorus holognathi

B. Morfologi Pseudosteringophorus

Cacing Pseudosteringophorus memiliki bentuk tubuh pipih, rata dan oval

memanjang dan memiliki faring yang kecil (Olson et al.,2003). Cacing ini juga

mempunyai batil hisap di sekitar ujung anterior mulut dan bagian ventral

(acetabulum) kedua batil hisap berfungsi sebagai alat penempel dan penggerak

(Grabda, 1991). Pseudosteringophorus juga memiliki dua buah testis yang bulat

simetris dan terletak horizontal, ovarium terletak di bagian anterior testis. Uterus

(24)

Pseudosteringophorus tidak memiliki silia dan pada bentuk dewasa mengalami modifikasi menjadi kutikula. Cacing ini tidak memiliki pigmen. Mulut terletak

pada bagian anterior tubuh yang (Radiopoetro, 1988). Morfologi cacing

Pseudosteringophorus dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Morfologi cacing Pseudosteringophorus. Sumber : Yamaguti (1958) dikutip oleh Emelina (2008).

C. Daur Hidup Pseudosteringophorus

Daur hidup cacing Pseudosteringophorus diawali dari cacing dewasa

memproduksi telur yang berbentuk oval dalam jumlah banyak. Telur kemudian

(25)

kemudian menginfeksi molluska (terutama siput) sebagai inang antara pertama.

Miracidium dilengkapi dengan kelenjar penembus, sistem ekskretoris, sel

germinal, dan memiliki bintik mata. Dalam tubuh siput, miracidium berkembang

menjadi sporokista. Sel germinal yang melapisi dinding bagian dalam sporokista

berkembang menjadi redia dan kemudian akan keluar melalui pecahnya

sporokista. Tiap sel germinal di dalam suatu redia berkembang menjadi satu

cercaria. Cercaria akan masuk ke dalam tubuh ikan laut sebagai inang antara

kedua dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi ikan. Setelah mencapai organ

target pada ikan, cercaria berkembang menjadi metacercaria. Apabila ikan yang

mengandung metacercaria dimakan oleh inang definitif (burung pemakan ikan)

maka metacercaria akan berkembang menjadi cacing dewasa (Noble and Noble,

1989 dikutip oleh Susanti, 2008). Daur hidup Pseudosteringophorus tertera pada

(26)

Gambar 2.5. Daur Hidup cacing Pseudosteringophorus .Sumber : Chaari et al. (2011)

D. Predileksi Pseudosteringophorus

Cacing Pseudosteringophorus merupakan endoparasit pada ikan air laut

dan habitat alaminya adalah saluran pencernaan khususnya lambung dan usus

ikan yang diinfeksinya (Yamaguti, 1958 dikutip olehEmelina, 2008).

2.2.4 Lecithocladium

A. Klasifikasi Lecithocladium

Klasifikasi Lecithocladium menurut Yamaguti (1958) dikutip oleh

(27)

Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Ordo : Digenea Family : Hemiuridae Genus : Lecithocladium

Species : Lecithocladium megalapsis Lecithocladium angusiovum Lecithocladium scombri

B. Morfologi Lecithocladium

Cacing ini memiliki bentuk tubuh silindris memanjang dan terdapat dua

buah alat penghisap yang terletak di bagian oral dan ventral tubuh.

Lecithocladium memiliki esofagus pendek, testes yang berjumlah dua buah yang

terletak diagonal serta ovarium yang tidak berlobus yang terletak di belakang

testes. Telur cacing ini berbentuk oval tanpa alat gerak (Dawes, 1956 dikutip oleh

Susanti 2008). Yamaguti (1958) dikutip oleh Emelina (2008) mengatakan bahwa

cacing famili Hemiuridae merupakan parasit yang memiliki habitat utama pada

esofagus dan lambung, tetapi dapat juga ditemukan di usus, gelembung renang,

atau di luar saluran pencernaan ikan.

Cacing Lecithocladium memiliki inang antara utama ikan dari genus

Decapterus dengan predileksi pada saluran pencernaan. Meskipun inang antara

utama cacing ini adalah ikan genus Decapterus tetapi tidak menutup kemungkinan

cacing ini akan menginfeksi ikan laut jenis lain karena sifatnya bukan sebagai host

(28)

Gambar 2.6. Lecithocladium . Sumber : Yamaguti. (1958) dikutip oleh Emelina (2008) Keterangan : 1. Oral sucker 2. Faring 3. Saluran hermafrodit 4. Ventral sucker 5.Kelenjar prostat 6. Kantung seminal 7. Testis 8.Ovarium 9. Vitelin 10. Ekor 11. Uterus 12. Sekum 13. Lubang ekskretori

C. Daur Hidup Lecithocladium

Cacing Lecithocladium memiliki inang antara pertama yaitu siput,

sedangkan inang antara kedua adalah ikan laut. Telur dikeluarkan oleh inang

definitif (burung pemakan ikan) kemudian menetas menjadi miracidium di dalam

air. Miracidium berenang bebas dalam air dan mencari inang antara pertama.

Dalam tubuh inang antara pertama miracidium akan berkembang menjadi

sporokista. Sporokista selanjutnya berkembang menjadi redia dan kemudian

berkembang menjadi cercaria. Apabila inang antara pertama dimakan oleh inang

antara kedua maka cercaria akan berkembang menjadi metacercaria dalam tubuh

inang antara kedua (ikan laut). Metacercaria akan menjadi cacing dewasa dalam

(29)

dewasa (Noble and Noble, 1989). Daur hidup cacing dapat dilihat pada Gambar

2.7.

Gambar 2.7. Daur Hidup cacing Lecithocladium. Sumber : Gudivada and Vankara. (2010)

D. Predileksi Lecithocladium

Endoparasit genus ini ditemukan dalam saluran pencernaan ikan

(30)

2.2.5 Pseudometadena

A. Klasifikasi Pseudometadena

Klasifikasi Pseudometadena menurut Subekti dan Mahasri (2010) adalah

sebagai berikut:

Phylum : Platyhelmintes Class : Trematoda Ordo : Digenea

Family : Crytogonimidae Genus : Pseudometadena

Spesies : Pseudometadena celebensis

B. Morfologi Pseudometadena sp.

Tubuh cacing dewasa pipih dorsoventral, tidak bersegmen dan seperti

daun. Memiliki alat penghisap ventral ditengah dan rudimenter. Penghisap ini

berada di dalam dinding anterior sinus genitalis yang luas agak berotot dan

apertura genitalis berada di bagian posteriornya (Levine 1990). Gambar dari

(31)

Gambar 2.8. Pseudometadena celebensis. Bar : 300 μm.(Sumber : Ruhr, 2006)

C. Daur Hidup Pseudometadena

Daur hidup Pseudometadena yang merupakan digenea diawali dari telur

menetas menjadi miracidium, kemudian miracidium mencari inang antara I

moluska dan penetrasi dalam tubuh bagian yang lunak dari Lymnaea. Miracidium

berkembang menjadi sporokista, kemudian berkembang menjadi redia. Redia

berkembang menjadi cercaria. Cercaria secara aktif penetrasi dalam krustasea

dan berkembang menjadi metacercaria. Krustasea dimakan oleh inang definitif

yaitu ikan kakap (Subekti dan Mahasri, 2010). Daur hidup dari Pseudometadena

(32)

Gambar 2.9. Daur Hidup Pseudometadena Sumber : Subekti dan Mahasri (2010)

D. Predileksi Pseudometadena

Predileksi dari Pseudometadena ialah dalam usus halus ikan kakap

(Subekti dan Mahasri, 2010). Cacing dewasa dalam saluran

cerna inang definitif (ikan kakap) Telur dalam feses inang definitif

Miracidium hidup bebas di air

Sporokista pada inang antara I (siput air laut Lymnaea snail)

Redia pada inang antara I (siput air laut Lymnaea snail) Cercaria pada inang

antara I (siput air laut Lymnaea snail) Metacercaria pada

(33)

III KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton

per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi

Ekslusif) dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton

pertahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari (Irianto dan Susilo, 2007).

Ikan kakap merah merupakan komoditas perikanan laut bernilai ekonomis tinggi

sehingga mengakibatkan tingginya penangkapan terhadap jenis ikan ini

(Melianawati dan Aryati, 2012).

Salah satu kendala yang muncul pada hasil perikanan tangkap adalah

penyakit. Penyakit ini disebabkan karena kualitas perairan yang menurun.

Kualitas air yang menurun dapat menyebabkan ikan stress sehingga sangat rentan

terserang penyakit. Penyakit ikan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

penyakit infeksius dan non infeksius. Penyakit non infeksius disebabkan oleh

lingkungan, makanan dan genetis, sedangkan penyakit infeksius disebabkan oleh

virus, bakteri, jamur dan parasit (Fidyandini, 2012).

Menurut habitatnya parasit dibagi menjadi dua macam yaitu ektoparasit

dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup dipermukaan kulit dan

kadang-kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit inangnya, sedangkan

endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yaitu di dalam darah,

(34)

penelitian untuk mengidentifikasi dan mengetahui prevalensi cacing pada ikan

kakap merah, sehingga dapat diketahui jenis dan prevalensi cacing pada ikan

kakap merah, dapat dilakukan upaya monitoring penyebaran cacing dan dapat

digunakan oleh pembudidaya untuk melakukan pencegahan. Kerangka konseptual

(35)

Ikan konsumsi Permintaan pasar tinggi

Ikan kakap merah

Penyakit

jamur

Ektoparasit

bakteri parasit virus

Endoparasit pada saluran pencernaan

Identifikasi

Prevalensi

Bersifat zoonosis Cacing

Hasil Perikanan Tangkap

Penyakit Infeksius Penyakit Non

Infeksius

(36)

Keterangan :

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti

IV METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di PPN Brondong Lamongan Jawa Timur dan

Laboroturium Kering Fakultas Perikanan dan Kelautaun Universitas Airlangga

Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 – Januari 2014.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian

Peralatan penelitian yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu

serok, ember, dan kantong plastik. Untuk identifikasi endoparasit antara lain

digunakan, pisau bedah (scalpel), gunting bedah, pinset, object glass, cover glass,

pipet tetes, cawan Petri, tabung centrifuge, mesin centrifuge, dan mikroskop.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan antara lain, ikan sampel berupa ikan

kakap merah 60 ekor dari 1000 ekor hasil tangkapan ikan nelayan dipelabuhan

Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Pengambilan sampel mengacu pada

(37)

dibakukan yaitu pengambilan sampel sebanyak 5-10% dari populasi (Balai

Karantina Ikan Batam, 2007). Bahan lain yang digunakan yaitu larutan NaCl

jenuh, alkohol gliserin 5%, PZ(NaCl fisiologis), alkohol 70%, HCl, NaHCO3,

alkohol 85%, alkohol 95%, larutan Hung’s I dan larutan Hung’s II dan Carmine.

4.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel

pada lokasi secara langsung. Lokasi pengambilan sampel ikan ditentukan dengan

cara sengaja atau dengan metode purposive sampling (Mulyono, 2009). Metode

pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) terhadap ikan

kakap merah di Pelabuhan Nusantara Brondong Jawa Timur.

4.4 Prosedur Kerja 4.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel ikan yang diambil adalah ikan kakap merah, sampel tersebut

diambil dari Pelabuhan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur.Sampel ikan

yang diambil ikan dalam keadaan baik dan segar sebanyak 60 ekor dari 1000 ekor

hasil tangkapan yang merupakan 6 % populasi ikan (hasil tangkapan).

4.4.2 Pemeriksaan Endoparasit

Identifikasi cacing dilakukan berdasarkan Kabata (1985), Grabda (1991),

(38)

metode pengendapan (sedimentasi) dan metode pengapungan. Metode

pengendapan cara kerjanya ialah mencampurkan feses dengan 10 ml air lalu

diaduk sampai tercampur, hasilnya dimasukkan ke dalam tabung centrifuge

sampai dengan satu cm dibawah permukaan tabung. Selanjutnya di centrifuge

selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Larutan supernatan (permukaan)

dibuang lalu disisakan endapan satu cm dari dasar tabung, lalu ditambahkan

dengan air dan dicentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 2-3 menit dan

membuang larutan supernatan (permukaan). Endapan diambil menggunakan pipet,

diletakkan pada object glass dan ditutup dengan cover glass. Pemeriksaan

endapan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan 400x.

4.4.4 Pewarnaan Cacing

Pewarnaan endoparasit menggunakan metode Semichen-Acetic Carmine

yang mengacu pada Kuhlman (2006) yaitu dengan cara cacing disimpan dalam

alkohol gliserin 5% lalu dicuci dengan larutan NaCl fisiologis lalu difiksir

diantara dua gelas obyek dan ikat kedua ujungnya dengan benang, kemudian

masukkan dalam alkohol gliserin 5% selama 24 jam, dilanjutkan dengan

memasukkan dalam alkohol 70% selama lima menit. Setelah itu, memindahkan

cacing dalam larutan carmine yang sudah diencerkan dengan alkohol 70% dengan

perbandingan 1 : 2, dibiarkan selama 8 jam, kemudian cacing dilepas dari object

glass. Perlakuan berikutnya memindahkan cacing dalam larutan alkohol asam

selama dua menit (alkohol 70% + HCl). Setelah selesai, pindahkan dalam larutan

alkohol basa selama 20 menit (alkohol 70% + NaHCO3) dan dilakukan dehidrasi

(39)

alkohol 95% selama 5 menit, kemudian dilakukan mounting dalam larutan Hung’s

I selama 20 menit. Cacing diambil dari larutan Hung’s I, diletakkan di atas object

glass yang bersih, ditetesi larutan Hung’s II di atas cacing tersebut, kemudian

ditutup dengan cover glass.

4.4.5 Parameter Penelitian Parameter Utama

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis parasit dan

prevalensi pada ikan kakap merah dengan formula sebagai berikut :

Prevalensi = n x 100% N

Dimana : Prevalensi : Persentase ikan yang terinfeksi cacing (%)

n : Jumlah sampel ikan (inang) yang terinfeksi parasit (ekor)

N : Jumlah sampel ikan (inang) yang diamati (ekor)

4.5 Diagram Alir Penelitian

(40)

Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian

4.6 Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif, data hasil penelitian akan disajikan dalam

bentuk gambar dan tabel. Data yang terkumpul kemudian dianalisis. Persiapan semua alat dan bahan yang diperlukan

Pengambilan sampel ikan kakap merah

Pemeriksaan sampel ikan kakap merah

Pemeriksaan saluran pencernaan (lambung, usus, dan feses) ikan

kakap merah secara natif

Pemeriksaan saluran feses ikan kakap merah dengan metode

pengendapan

Pewarnaan cacing dengan carmine

(41)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Identifikasi Cacing

Hasil identifikasi cacing pada saluran pencernaan ikan kakap merah di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur hanya

ditemukan satu spesies yaitu Anisakis simplex, mulai dari minggu pertama hingga

minggu keempat. Cacing tersebut ditemukan menempel di permukaan dinding

luar lambung dan usus. Data identifikasi cacing pada ikan kakap merah dapat

dilihat pada Tabel 5.1. Larva Anisakis simplex stadium tiga bagian anterior dapat

dilihat pada Gambar 5.1, larva Anisakis simplex stadium tiga bagian posterior

dapat dilihat pada Gambar 5.2, dan larva Anisakis simplex stadium tiga yang

terdapat mukron dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Cacing yang Ditemukan Pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur

Minggu Rerata Panjang Tubuh Ikan

(42)

Gambar 5.1. Larva Anisakis simplex stadium tiga bagian anterior. Keterangan : bagian anterior L3 Anisakis simplex dengan perbesaran

mikroskop binokuler 100x

Gambar 5.2. Larva Anisakis simpilex stadium tiga bagian anterior dengan camera lucida perbesaran 400x

(43)

Gambar 5.3. Larva Anisakis simplex stadium tiga bagian posterior. Keterangan : Bagian posterior L3 Anisakis simplex dengan perbesaran

mikroskop binokuler 100x

Gambar 5.4.Larva Anisakis simplex stadium tiga bagian posterior dengan camaera lucida perbesaran 400x.

(44)

Gambar 5.3. Larva Anisakis simplex stadium tiga terdapat mukron. Keterangan : Bagian posterior terdapat mukron (m) yang belum terbentuk

sempurna dengan perbesaran mikroskop 400x

5.1.2 Prevalensi Cacing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi cacing pada

saluran pencernaan ikan kakap merah pada setiap minggunya berbeda. Data hasil

perhitungan prevalensi kakap merah yang terinfeksi cacing dapat dilihat pada

Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Prevalensi Cacing Anisakis simplex Pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur

Minggu Jumlah Sampel Ikan (ekor) Jumlah Ikan yang terinfeksi (ekor) Prevalensi (%)

(45)

Berdasarkan tabel 5.2 tingkat prevalensi ikan kakap merah yang

terinfeksi cacing pada saluran pencernaan untuk minggu pertama sebesar 6,67%,

minggu kedua sebesar 13,33%, minggu ketiga sebesar 0%, minggu keempat

sebesar 26,67%. Total sampel ikan yang terinfeksi Anisakis simplex dari

pengambilan 60 ekor ikan sebanyak 7 ekor dengan rerata tingkat prevalensi cacing

Anisakis simplex pada saluran cerna ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan

Nusantara Brondong sebesar 11,67%.

5.2 Pembahasan

Pada penelitian ini ditemukan cacing Anisakis simplex pada minggu

pertama, minggu kedua, dan keempat sedangkan pada minggu ketiga tidak

ditemukan cacing. Cacing Anisakis simplex yang ditemukan disesuaikan dengan

kunci identifikasi Grabda (1991) dan termasuk dalam kelas Nematoda.

Cacing Anisakis simplex yang ditemukan memiliki larval tooth dan

mukron namun belum terbentuk sempurna. Hal itu`disebabkan cacing yang

ditemukan termasuk dalam L3 Anisakis simplex. L3 Anisakis simplex yang

ditemukan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pendapat Zubaidy (2010) bahwa

L3 Anisakis simplex berukuran kecil dengan struktur usus anterior lurus yang

terdiri dari esophagus, intestine, dan usus. Mulut dengan larval tooth yang

menonjol di ujung anterior. Larva berwarna putih atau cream, dan ditemukan

melingkar. Larva stadium tiga Anisakis simplex banyak ditemukan melingkar pada

usus dan lambung ikan kakap merah. Saputra (2011) mengemukakan bahwa

saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh

(46)

oleh struktur dan fisiologis usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah

parasit. Terdapatnya cacing parasit pada saluran pencernaan karena banyaknya

sumber bahan organik yang biasa diserap oleh cacing parasit.

Faktor yang mempengaruhi ditemukannya L3 Anisakis simplex ialah

makanan dari ikan kakap merah. Umumnya ikan kakap merah yang merupakan

ikan karnivora memakan invertebrata (kopepoda atau krustasea) yang

mengandung L2 Anisakis simplex. Menurut Grabda (1991) Ikan predator yang

memakan krustasea yang sudah terinfeksi larva Anisakis stadium dua (L2)

bermigrasi dari perut ke rongga tubuh ikan predator, sehingga semakin banyak

larva menumpuk di rongga visceral ikan. Larva Anisakis selanjutnya berkembang

menjadi larva stadium tiga (L3) dalam tubuh ikan predator. Menurut Zubaidy

(2010) ikan merupakan inang antara L3 Anisakis simplex, sedangkan mamalia laut

merupakan inang definitif pada tahap dewasa Anisakis simplex.

Tingkat prevalensi L3 Anisakis simplex yaitu pada minggu pertama 6,67%

termasuk dalam kategori occasionally 1-9% (Williams and Williams, 1996) yang

menggambarkan parasit tersebut sedikit ditemukan pada ikan tersebut, hal itu

dikarenakan panjang tubuh ikan pada minggu pertama hanya satu ekor yang

panjang tubuhnya 28 cm sehingga nilai prevalensinya hanya 6,67%. Pada minggu

kedua nilai prevalensinya 13,33% termasuk dalam kategori often 10-29%

(Williams and Williams, 1996) yang menggambarkan parasit tersebut sering

ditemukan pada ikan, hal itu dikarenakan panjang tubuh ikan yang mencapai atau

melebihi 25 cm sebanyak dua ekor sehingga prevalensinya 13,3%. Pada minggu

(47)

Williams, 1996) yang menggambarkan parasit tidak ditemukan pada ikan, hal itu

diduga pada saat pengambilan sampel cacing Anisakis simplex masih dalam

stadium L2 (krustasea), L1 (hidup bebas di air), dan telur (dalam feses inang

definitif) sehingga tidak ditemukannya cacing tersebut pada ikan kakap merah.

Minggu keempat 26,67% termasuk dalam kategori often 10-29% (Williams and

Williams, 1996) yang menggambarkan parasit tersebut sering kali menyerang

ikan, hal itu dikarenakan pada minggu tersebut panjang tubuh ikan yang mencapai

atau melebihi 25 cm sebanyak empat ekor. Prevalensi L3 Anisakis simplex

tertinggi terjadi pada minggu keempat.

Secara keseluruhan ikan kakap merah yang terinfeksi L3 Anisakis simplex

pada saluran pencernaan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan

Jawa Timur prevalensinya 11,67%. Menurut Williams and Williams (1996) angka

prevalensi 11,67% termasuk dalam kategori often (10-29%) yang menggambarkan

parasit tersebut sering kali menyerang ikan. Berdasarkan dari tingkat prevalensi

L3 Anisakis simplex paling banyak ditemukan pada minggu keempat, hal tersebut

dimungkinan terjadi karena dipengaruhi panjang dari tubuh ikan kakap merah.

Pada minggu keempat panjang tubuh ikan kakap merah ada yang mencapai

hampir 30 cm yaitu 29,5 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Muttaqin dan

Abdulgani (2013) bahwa ikan dengan panjang 25-37 cm memiliki nilai prevalensi

dan derajat infeksi yang lebih besar dibandingkan dengan ikan yang memiliki

panjang 21-24 cm. Ikan yang lebih besar mampu hidup lebih lama yang berarti

umur ikan juga semakin bertambah, sehingga kesempatan terinfeksi oleh larva

(48)

al.(2004) menyatakan bahwa pertambahan panjang tubuh ikan mengakibatkan semakin tinggi akumulasi parasit terhadap siklus hidup inang karena adanya

pertambahan jumlah dan jenis makanan pada ikan yang lebih besar.

(49)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Cacing yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan kakap merah di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur adalah Anisakis simplex.

2. Prevalensi ikan kakap merah yang terinfeksi cacing Anisakis simplex pada saluran pencernaan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur adalah 11,67%, prevalensi ini termasuk kedalam kategori often.

6.2 Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi terhadap cacing pada

saluran pencernaan ikan kakap merah dengan menggunakan scanning electrone

microscope (SEM) agar bagian – bagian tubuh cacing lebih terlihat nyata dan

jelas.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdiani, I.M. 2010. Infeksi Larva Anisakid Pada Ikan Tongkol (Euthinnus sp.) yang Didaratkan di Tarakan. Jurnal Harpodon Borneo, Vol. 3 No. 2.

Badrudin, M. dan H.R. Barus. 1989. Stok ikan bambangan (Lutjanidae) di perairan Pantai Utara Rembang, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 53:61-68.

Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 150 hal.

Batara, R.J. 2008. Deskripsi Morfologi Cacing Nematoda pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) dan Ikan Kakap Merah

(Lutjanus spp.). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian

Bogor. 52 hal.

Balai Karantina Ikan Batam. 2007. Laporan Pemantauan HPI/HPIK Tahun 2007. Balai Karantina Ikan Batam. Batam. 52 hal.

Buchmann, K. and J. Bresciani. 2001. An Introduction to Parasitic Diseases of

Freshwater Trout. Denmark: DSR Publisher

Chaari, M., H. Derbel and L. Neifar. 2011. Oesophagotrema mediterranea (Platyhelminthes, Digenea, Zoogonidae), Parasite of the Needlefish

Tylosurus acus imperialis (Beloniformes, Belonidae) from off Tunisia.

Journal of the De Sfax University, 33 (3) : 281-286..

Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan, Data Perikanan dan

Kelautan,Lamongan:Pusat Data Statistik dan Informasi (2009).

Departemen Pertanian. 1998. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Perikanan. Jakarta: Penerbit Kanisus.

Diani, S. 1996. Masalah Penyakit pada Budidaya Ikan Laut. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia 1. Buku 2 : Bidang Budidaya Perikanan.

Ditjen Perikanan. 1990. Perikanan Tangkap Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

(51)

Fidyandini, H. P. 2012. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan bandeng

(Chanos chanos) yang Dipelihara di Karamba Jaring Apung UPBL

Situbondo dan di Tambak Desa Bangunrejo Kecamatan Jabon Sidoarjo. Skripsi. Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya

Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology.Polish Scientific Publishers, Warsawa.Hal 142-155.

Gudivada, M. and A. P. Vankara. 2010. Population Dynamics of Metazoan Parasites of Marine Threadfin Fish, Polydactylus sextarius (Bloch and Schneider, 1801) from Visakhapatnam Coast, Bay of Bengal. Journal of Yogi Vemana University, 5 (4) : 555-561.

Irawati. 2011. Kebiasaan Makanan Ikan Merah (Lutjaanus button) di Perairan Pallameang, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hassanuddin.

Irianto, H.E. dan Soesilo, I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. DKP. 20 hal.

Kabata Z. 1985. Parasites and disease of Fish Cultured in the Tropics. London: Taylor & Francis.

Kuhlmann, W.F. 2006. Preservation, Staining, and Mounting Parasite Spesiment. http://www.facstaff.unca.com. 17/12/2011. 8 hal.

Levine, N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Prof. Dr. Gatut Ashadi, Penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mahasri, G., S. Subekti, S. Koesdarto dan Kismiyati. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan II (Ilmu Penyakit Helminth). Program Studi S1 Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 64 hal.

Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Jakarta : Penebar Swadaya. 212 hal.

Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992. Penelitian Penyebaran, Kepadatan Stok dan Beberapa Parameter Biologi Induk Kakap Merah dan Kerapu di Perairan Laut Jawa dan Kepulauan Riau. J. Penelitian Perikanan Laut, 68:49-65.

(52)

Melianawati, R. dan Aryati, R.W. 2012. Budidaya Ikan Kakap Merah Lutjanus

sebae. Jurnal. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas

Diponegoro. Hal 80-88.

Moller, H. and K. Anders. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes. Germany: Verlag Moller.

Mulyono. 2009. Referensi Penelitian Kualitatif. http://mulyono.staff. uns.ac.id /2009/05/20/referensi-penelitian-kualitatif/. 8 Maret 2013.

Mutaqqin, M.Z. dan N. Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Tempat Pelelangan Ikan Brondong Lamongan. Jurnal. Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Sepuluh November. 4 hal.

Noble, G. A and E. R. Noble. 1982. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan.

Terjemahan: Wardiarto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hal

3-44

Noga, E. J. 2010. Fish Disease Diagnosis and Treatment. 2nd Edition. Wiley-Balckwell. USA. 538 hal.

Parker, J.N. and P.M. Parker. 2002. The Official Patient’s Sourcebook of Anisakiasis. ICON Health Publication, San Diego, USA. PP 120.

Pardede, H. 2000. Inventarisasi Parasit pada Ikan Laut dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan, Subang, Jawa Barat. Skirpsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 82 hal.

Purba, R. 1994. Perkembangan Awal Ikan Kakap Merah, Lutjanus

argentimaculatis. LIPI. 10 hal.

Radiopoetro.1988. Zoologi. Erlangga. Jakarta.

Ruhr, M. 2006. Marine Fischparasiten in Indonesien : Befallssituation und Bedeutung fur die Marikultur von Zackenbarschen. Universitat Dusseldorf. Sonja Ruckert.

Sarwono, H.A., H. Minjoyo dan Sudjiharno, 1999. Penerapan Rekayasa Teknologi Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Merah, Lutjanus johni Secara Massal di Bak Terkendali. Bulletin budidaya laut 12, Lampung. 9-14 pp.

(53)

Setyobudi., Hyeok Jeon., Ho Lee., Baik Seong and Ho Kim. 2010. Occurrence and Identification of Anisakis spp. (Nematoda: Anisakidae) Isolated from Chum Salmon (Oncorhynchus keta) in Korea.

Soulsby, E. J. L. 1986. Helminth , Arthopods, and Protozoa of Domesticated

Animals. 7th ed. Baillere Tindall. London.

Susanti, E. 2008. Identifikasi Cacing Parasitik pada Saluran Pencernaan Ikan Kembung ( Decapterus spp.). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 50 hal.

Subekti, S. dan G. Mahasri. 2010. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan

(Trematodiasis dan Cestodiasis). Global Persada Press. Surabaya. 91 hal.

Sunyoto, P. dan Mustahal. 1997. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis: Kerapu, Kakap, Beronang. Penebar Swadaya. Jakarta. 84p.

Uga, S. Ono K, Kataoka N and Hasan H. 1996.“Seroepidemiology of Five Major Zoonotic Parasite Infections In Inhabitants of Sidoarjo, East Java, Indonesia, “ Southeast Asian J Trop Med Public Health : 556-61.

Williams, E. H.and I. B. Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game Fishes of Puerto Rico and The Western Atlantic. Puerto Rico. Departement of Natural and Environtmental Resources. 382 hal.

(54)
(55)

Minggu III

(56)

Lampiran 2. Alat dan Bahan Penelitian

Gambar

Tabel
Gambar 2.1. Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) (Sumber: Irawati, 2011)
Gambar  2.3. Daur Hidup cacing Anisakis .Sumber: Grabda (1991)
Gambar 2.4. Morfologi cacing Pseudosteringophorus. Sumber : Yamaguti  (1958) dikutip oleh Emelina (2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

prevalensi cacing saluran pencernaan pada Kambing Peranakan Etawa (PE) yang dipelihara kelompok tani di Kecamatan Gedong Tataan sebesar 85.71%. Prevalensi tertinggi terdapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing nematoda saluran pencernaan yang menginfeksi sapi bali yang dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir

Layout Alternatif 3 memiliki kinerja paling baik dalam melindungi area Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong dan pantai Desa Blimbing, ditunjukkan oleh rata-rata tinggi gelombang

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah para pelaku pemasaran yang terdiri dari nelayan, penjual/ agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan eksportir

Identifikasi dan Prevalensi Cacing pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jawa

Tabel 5.1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran di TPI Brondong Lamongan Pengambilan Ke- (Jumlah Sampel) Panjang Tubuh Ikan (cm) Cacing yang Ditemukan Panjang

Prevalensi cacing nematoda saluran pencernaan pada kambing Peranakan Ettawa di Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur adalah sebesar 51,9%. Ada

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah para pelaku pemasaran yang terdiri dari nelayan, penjual/ agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan eksportir