• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVEKSI DALAM ATMOSFER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONVEKSI DALAM ATMOSFER"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KONVEKSI DALAM ATMOSFER

Makalah Energi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika Lingkungan

Disusun Oleh :

Nama : Rahayu Agustia

NPM : 140310100041

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses konveksi adalah faktor yang mempengaruhi curah hujan karena berperan dalam proses pembentukan butiran awan dan hujan konveksi. Sebagian besar radiasi matahari terserap di permukaan bumi yang berakibat pemanasan di permukaan. Dengan demikian lapisan di permukaan bumi lebih panas sehingga menimbulkan paket udara tidak stabil dan mengalami proses konveksi. Suhu paket udara menurun bila terangkat ke atas, hal ini diakibatkan proses adiabatik. Proses perubahan wujud uap air menjadi butiran awan akan melepas panas laten saat terjadi kondensasi.

Indonesia merupakan wilayah dengan proses konveksi yang paling aktif di dunia dan proses ini merupakan salah satu faktor yang mendominasi cuaca dan iklim di wilayah ini. Hal ini terjadi karena wilayah benua-maritim Indonesia, yang berada di khatulistiwa, menerima energi radiasi matahari yang besar sehingga merupakan daerah surplus energi dan uap air, yang keduanya merupakan bahan bakar utama dari konveksi.

Dengan efek koriolis yang kecil, wilayah ini diatur terutama oleh kesetimbangan hidrostropik antara gaya gravitasi dan buoyancy, sehingga dinamika di wilayah ini banyak didominasi oleh gelombang (stabil) dan konveksi (tidak stabil). Wilayah ini juga merupakan daerah konvergensi inter-tropis (ITCZ), di mana konveksi terkait erat dengan dan merupakan penggerak dari sirkulasi global. Selain itu, efek titik-panas dari daratan pulau-pulau yang dikelilingi lautan, sirkulasi angin darat-laut, dan topografi pegunungan, semuanya sangat mendorong terjadinya proses konveksi. Tidak mengherankan jika wilayah benua-maritim Indonesia merupakan salah satu penghasil awan dan hujan terbesar di dunia.

(3)

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sabagai berikut:

1. Apa itu konveksi atmosfer ?

2. Bagaimana proses konveksi mempengaruhi curah hujan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proses konveksi yang terjadi di atmosfer

2. Mengetahui pemanfaatan proses konveksi untuk menambah curah hujan

1.4 Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai proses konveksi yang terjadi pada atmosfer yang sangat berperan dalam proses pembentukan awan sehingga mempengaruhi curah hujan

(4)

BAB II DASAR TEORI

2.1 Konveksi

Dalam ilmu fisika, istilah konveksi menggambarkan suatu proses perpindahan energi kalor yang terjadi melalui perpindahan massa/partikelnya. Tetapi, dalam ilmu sains atmosfer, konveksi didefinisikan secara lebih spesifik, yaitu pergerakan vertikal dari massa udara yang disebabkan oleh perbedaan kerapatan massa udara.

Teori konveksi telah dikenal sejak Archimedes yang mengatakan bahwa apabila sebuah benda yang lebih ringan dari pada suatu zat cair dipaksa masuk ke dalamnya, benda itu akan terdorong ke atas dengan gaya yang sama dengan perbedaan antara beratnya dan berat dari zat cair yang digantikannya. Gaya dorong ke atas ini dikenal juga sebagai gaya apung (buoyancy).

Proses konveksi terjadi karena perbedaan relatif antara berat suatu massa udara terhadap massa udara di sekelilingnya, dimana massa udara yang lebih berat akan turun ke bawah sedangkan massa udara yang lebih ringan akan terdorong ke atas. Jadi, gaya yang paling berperan dalam proses konveksi adalah gaya tarik bumi (gravitasi). Massa udara dapat menjadi lebih ringan karena suhunya lebih tinggi sehingga kerapatannya menjadi lebih rendah, atau karena mengandung uap air (H2O) yang mempunyai berat yang lebih ringan daripada udara.

Konveksi memainkan peran yang penting dalam perpindahan dan distribusi massa dan energi di dalam medium atmosfer. Konveksi juga memungkinkan pembentukkan awan dan hujan, yang merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidrologi, yang penting bagi kehidupan di muka bumi. Proses konveksi merupakan penggerak utama dari sirkulasi atmosfer dan berperan dalam kesetimbangan radiasi-awan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika proses konveksi mempengaruhi hampir semua variabel atmosfer.

(5)

2.2 Proses Pembentukan Awan

Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Tidak terhitung banyaknya gelembung udara yang terbentuk oleh busa laut secara terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air terangkat ke langit.Partikel-partikel yang disebut dengan aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini naik ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan yang terbentuk.

(6)

Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 °C. Akan tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0°C.

Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 – 10 mikrometer.

Secara singkat proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut :

 Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 yaitu sekitar 78 ondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.

 Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH mendekati 100 Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.  Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm.

Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang

(7)

dari 90 aka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).

 Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinyu, maka puncak awan akan melewati isoterm 0 °C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40 °C bahkan lebih rendah lagi.

Jenis-jenis awan berdasarkan ketinggiannya dapat dlihat pada gambar berikut :

(8)

Awan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dangan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan Cumulus terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu: Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang baru tumbuh ; Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.

Gambar 2.3 Jenis awan Cumulus (Cu)

2.3 Awan Dingin dan Awan Hangat

Berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut berkembang, awan dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm cloud). Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua bagiannya berada pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku yaitu (< 00C), sedangkan awan hangat adalah awan yang semua bagiannya berada diatas titik beku ( > 00C).

Awan dingin kebanyakan adalah awan yang berada pada daerah lintang menengah dan tinggi, dimana suhu udara dekat permukaan tanah saja bisa mencapai nilai <00C. Di daerah tropis seperti halnya di Indonesia, suhu udara dekat permukaan tanah sekitar 20-300C, dasar awan mempunyai suhu sekitar 180C. Namun demikian puncak awan dapat menembus jauh ke atas melampaui

(9)

titik beku, sehingga sebagian awan merupakan awan hangat, sebagian lagi diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini disebut awan campuran (mixed cloud).

Gambar 2.4 awan dingin dan awan panas berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer

2.4 Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Dingin

Pada awan dingin hujan dimulai dari adanya kristal-kristal es. yang berkembang membesar melalui dua cara yaitu deposit uap air atau air super dingin (supercooled water) langsung pada kristal es atau melalui penggabungan menjadi butiran es. Keberadaan kristal es sangat penting dalam pembentukan hujan pada awan dingin, sehingga pembentukan hujan dari awan dingin sering juga disebut proses kristal es.

Sewaktu udara naik lebih tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air, dan terbentuklah awan. Ketika sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya berada di bawah titik beku, awan itu membeku menjadi kristal es kecil-kecil.

(10)

Udara sekelilingnya yang tidak begitu dingin membeku pada kristal tadi. Dengan demikian kristal bertambah besar dan menjadi butir-butir salju. Bila menjadi terlalu berat, salju itu turun. Bila melalui udara lebih hangat, salju itu mencair menjadi hujan. Pada musim dingin salju jatuh tanpa mencair.

2.5 Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Hangat

Ketika uap air terangkat naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi ataupun oleh proses orografis (karena adanya halangan gunung atau bukit), maka pada level tertentu partikel aerosol (berukuran 0,01 - 0,1 mikron) yang banyak beterbangan di udara akan berfungsi sebagai inti kondensasi (condensation nucleus) yang menyebabkan uap air tersebut mengalami pengembunan.Sumber utama inti kondensasi adalah garam yang berasal dari golakan air laut. Karena bersifat higroskofik maka sejak berlangsungnya kondensasi, partikel berubah menjadi tetes cair (droplets) dan kumpulan dari banyak droplets membentuk awan. Partikel air yang mengelilingi kristal garam dan partikel debu menebal, sehingga titik-titik tersebut menjadi lebih berat dari udara, mulai jatuh dari awan sebagai hujan.

(Sumber : http://rst.gsfc.nasa.gov/sect14/sect141d.html)

Gambar 2.5 Tipikal ukuran diameter tetes hujan (Rain Drop), Tetes awan (Cloud Droplet) dan inti kondensasi (Condensation Nucleus)

(11)

Jika diantara partikel terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 - 5 mikron) maka ketika kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar 30 mikron, ia sudah mencapai ukuran sekitar 40 - 50 mikron. Dalam gerak turun ia akan lebih cepat dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai kolektor karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan).

Ilustrasi proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescense) dalam awan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.6 Ilustrasi Proses Tumbukan dan Penggabungan

Kererangan Gambar:

A. Tetes-tetes awan (droplets) yang berukuran kecil bergerak naik keatas terbawa gerakan udara secara vertikal (updraft); sementara itu sudah ada tetes awan yang

(12)

menjadi partikel berukuran lebih besar (Giant Nuclei) yang karena beratnya melebihi berat dari udara sehingga sudah mulai bergerak jauh ke bawah.

B. Partikel Besar (GN) ini bertindak sebagai "pengumpul" tetes-tetes awan yang lain, karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan).

C. Semakin banyak tetes lain yang tertumbuk dan bergabung, maka partikel tersebut akan semakin besar ukurannya, dan lama kelamaan akan terbelah membentuk partikel (GN) baru.

D. Proses ini berlangsung berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan, dan bila dalam awan terdapat cukup banyak GN maka proses berlangsung secara autokonversi atau reaksi berantai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan, dan dimulailah proses hujan dalam awan tersebut, secara fisik terlihat dasar awan menjadi lebih gelap. Hujan turun dari awan bila melalui proses tumbukan dan penggabungan, droplets dapat berkembang menjadi tetes hujan berukuran 1.000 mikron atau lebih besar. Pada keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum GN tidak tersedia, sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai, karena proses tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.

2.6 Klasifikasi Hujan

Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Hujan konvektif ( convectional storms )

Tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal

(13)

dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.

2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms )

Tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih tinggi. Tergatung pada tipe hujan yang dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan frontal yang lazim dijumpai.

3. Hujan Orografik ( Orographic storms )

Jenis hujan yang umum terjadi didaerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan orografik di anggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah hulu DAS.

2,7 Presipitasi berdasarkan mekanisme dominan dari gerak vertikal :

1. Presipitasi stratiform.

Yaitu presipitasi dari awan stratifom yang terbentuk karena gerak vertikal yang kontinu dan menyebar luas.Hal ini terjadi karena kenaikan frontal atau orografik atau konvergensi dalam skala besar.

Presipitasi dari awan stratiform tumbuh dari proses kristal es. Awan ini mempunyai kadar air lebih rendah sehingga koalisensi tidak efektif. Masa hidup awan relatif lama. Jika suhu lingkungan awan mencapai -15 0C, maka proses kristal es dapat menyebabkan presipitasi.

(14)

2. Presipitasi konvektif.

Yaitu presipitasi dari awan konvektif karena kondisi udara yang tidak stabil yang menyebabkan gerak vertikal tetapi terlokalisir dalam skala yang tidak luas. Hujan yang terjadi umumnya tiba-tiba dan sangat lebat (heavy shower) tetapi terjadi dalam waktu yang singkat. Dalam awan konvektif waktu presipitasi lebih pendek tetapi kadar air lebih tinggi dari stratiform sehingga koalisensi sangat berperan menghasilkan hujan.

Jadi mekanisme presipitasi antara awan stratiform dan awan konvektif sangat berbeda.Sebagai pendekatan, hujan kontinu dapat dipandang sebagai keadaan mantap (steady-state process) dimana besaran awan dapat berubah dengan ketinggian tetapi konstan terhadap waktu pada ketinggian tertentu.Sebaliknya, hujan shower dapat didekati sebagai sistem dimana sifat-sifat awan berubah dengan waktu tetapi konstan terhadap ketinggian pada waktu tertentu.

(15)

BAB III PEMBAHASAN

Curah hujan sangat bergantung pada bagaimana proses konveksi. Dengan cara mempengaruhi proses fisika yang terjadi dalam awan, kita dapat mennambah curah hujan sehingga proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif.

Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dimana lingkungan awan tersebut berada. Untuk bagian awan dingin, curah hujan akan bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif. Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai dengan menggunakan bahan semai berupa perak iodida (Agl).

Untuk bagian awan hangat, upaya dilakukan dengan menambahkan partikel higroskopik dalam spektrum Ultra Giant Nuclei (UGN : berukuran lebih dari 5 mikron ) ke dalam awan yang sedang dalam masa berkembang atau matang sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke seluruh awan. Penambahan partikel dengan spektrum CCN (Cloud Condencation Nucleus) : Inti Kondensasi Awan) tidak perlu dilakukan, karena partikel dengan spektrum ini sudah disediakan sendiri oleh alam. Dengan demikian awan tidak perlu dibuat, karena dengan tersedianya CCN awan dapat terbentuk dengan sendirinya bila kelembaban udara cukup. Pada kondisi tertentu, dengan masuknya partikel higroskopik berukuran UGN kedalam awan, maka proses hujan (tumbukan dan penggabungan) dapat dimulai lebih awal, durasi hujan lebih lama, dan daerah hujan pada awan semakin luas, serta frekuensi hujan di tanah semakin tinggi. Dari sinilah didapatkan tambahan curah hujan.

Injeksi partikel berukuran UGN ke dalam awan memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah mengefektifkan proses tumbukan dan penggabungan sehingga menginisiasi (mempercepat) terjadinya proses hujan, dan yang kedua adalah mengembangkan proses hujan ke seluruh daerah di dalam awan. Bahan semai yang digunakan adalah bahan yang memiliki sifat higroskopik

(16)

dalam bentuk super fine powder (berbentuk serbuk yang berukuran sangat halus), paling sering digunakan adalah NaCl, atau bisa juga berupa CaCl2 atau Urea.

Berikut menggambarkan perbedaan antara sekuens pertumbuhan awan yang tidak disemai dengan awan yang disemai :

Gambar 3.1 sekuens pertumbuhan awan yang tidak disemai

(17)

Gambar 3.2 sekuens pertumbuhan awan yang disemai

(18)

BAB IV KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :

Proses konveksi terjadi karena perbedaan relatif antara berat suatu massa udara terhadap massa udara di sekelilingnya, dimana massa udara yang lebih berat akan turun ke bawah sedangkan massa udara yang lebih ringan akan terdorong ke atas. Jadi, gaya yang paling berperan dalam proses konveksi adalah gaya tarik bumi (gravitasi). Massa udara dapat menjadi lebih ringan karena suhunya lebih tinggi sehingga kerapatannya menjadi lebih rendah, atau karena mengandung uap air (H2O) yang mempunyai berat yang lebih ringan dari pada udara.

Konveksi memainkan peran yang penting dalam perpindahan dan distribusi massa dan energi di dalam medium atmosfer. Konveksi juga memungkinkan pembentukkan awan dan hujan, yang merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidrologi, yang penting bagi kehidupan di muka bumi. Proses konveksi merupakan penggerak utama dari sirkulasi atmosfer dan berperan dalam kesetimbangan radiasi-awan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika proses konveksi mempengaruhi hampir semua variabel atmosfer.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

 Bayong, T.H.K, 1999. Klimatologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung..

 Bayong, T.H.K, 1988. Proses Mikrofisis Dan Modifikasi Awan. Seminar Hujan Buatan, Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

 BPPT, 2004. Jurnal Sains Dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Jakarta.

 Satiadi, Didi dkk. Mekanisme Pemicuan Proses Konveksi Berdasarkan Data Observasi Koto Tabang. Pdf. Dirgantara-Lapan.

 SIP, Mahmudin. 2005. Model 1-D Pertumbuhan Butiran Awan Konveksi Di Daerah Bandung. Tesis Oceanography and Atmospheric Sciences. Bandung : Institut Teknologi Bandung

http://idkf.bogor.net/yuesbi/e-DU.KU/edukasi.net/Fenomena.Alam/Mengenal.Teknologi.Modifikasi.Cua

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Awan
Gambar 2.2 Jenis-jenis awan berdasarkan ketinggian
Gambar 2.3 Jenis awan Cumulus (Cu)
Gambar 2.4 awan dingin dan awan panas berdasarkan suhu lingkungan fisik  atmosfer
+3

Referensi

Dokumen terkait

Benih cabai merah yang baik dan sehat dapat diperoleh dengan menyeleksi tanaman yang akan diambil buahnya untuk benih.. Tanaman yang dipilih harus sehat, berbuah

Dengan penggunaan aplikasi ini kegiatan distribusi sales dapat dipantau oleh perusahaan, mulai dari informasi sales dan customer, laporan penjualan, evaluasi

Pengertian : Seorang petugas profesional yang diberi tugas dan : Seorang petugas profesional yang diberi tugas dan tanggungjawab dan wewenang dalam mengelola

Muhammad Munir, Da’i dan Toleransi Antarumat Beragama ( Studi Fenomenologi Da’i Aktivis Kerukunan Antarumat Beragama ). Surabaya: Prodi Komunikasi Penyiaran Islam

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 19 responden (63%) berada pada jarak kelahiran cukup dengan kejadian sibling rivalry pada kategori

Richard Taylor secal'a galis besar membagi aliran filsafat voluntarisme menjadi empat bentuk, yaitu: (1) Psycho- logical voluntarism, aliran ini berpenda- pat bahwa akal berada

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran jasa, atas pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan bermain kertas Kokoru dapat meningkatkan keterampilan motorik halus