• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Yopie Wishnugraha (091134032)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung pembahasan yang berkaitan dengan proposal ini, Perancangan Jembatan Box Girder di JLNT Antasari-Blok M, Jakarta Selatan, maka digunakan sumber hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagai berikut:

1. Menurut Nia Dwi Puspitasari (2011), “Perencanaan Jembatan Palu IV Dengan Konstruksi Box Girder Segmental Metode Pratekan Statis Tak Tentu”.

Pada penulisan tersebut memiliki tujuan sebagai berikut, Menghitung gaya-gaya yang bekerja akibatpelebaran jembatan serta gaya yang diakibatkan dalam pelaksanaan, Melakukan preliminary design jembatan beton pratekan, Melakukan analisa penampang untuk dapatmenahan lenturan akibat gaya-gaya yang bekerja, Melakukan analisa struktur pada balokpratekan akibat kehilangan gaya prategang(lost of prestress), Menentukan tahapan dalam pelaksanaan struktur atas jembatan tersebut, Menuangkan hasil analisa struktur ke dalamgambar teknik.

Serta memiliki batasan masalah sebagai berikut, Tinjauan hanya mencakup struktur atasjembatan (struktur primer dan struktursekunder), Tidak melakukan peninjauan terhadapanalisa biaya dan waktu pelaksanaan,

Tinjauan hanya meliputi struktur menerus jembatan di bagian tengah penampangsungai, Tidak merencanakan perkerasan dan desainjalan pendekat (oprit), Tidak meninjau kestabilan profil sungai danscouring, Mutu beton pratekan fc‟ = 60 Mpa, Metode pelaksanaan hanya dibahas secara umum.                

(2)

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Beton Prategang

Beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja, tegangan dalam tersebut berupa baja atau tendon. Pada metodenya, beton prategang memiliki dua macam metode yang telah digunakan dalam dua keadaan berbeda yaitu pada kondisi pratarik (pre tension) dan pascatarik (post tension).

1. Pascatarik (Post-tension)

Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada beton, diberi tegangan. Seperti yang telah diperlihatkan pada gambar 2.1.

Sumber: Dokumen Penulis

Gambar 2. 1 Balok Prategang Kantilever Sederhana

Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan yang sudah ditentukan, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan diangkur secara bersamaan dan beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.

2. Box Girder Pracetak Segmental

Box Girder Pracetak Segmental pada Jembatan adalah salah satu dari pengenbangan di bidang jembatan beberapa tahun belakangan ini.Berbeda dengan sistem konstruksi monolit, sebuahjembatan segmental box girder terdiri dari elemenelemenpracetak yang dipratekan bersama-samaoleh tendon eksternal (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach,2002).

               

(3)

Yopie Wishnugraha (091134032)

Sumber: Edward G. Nawy (1996)

Gambar 2. 2 Standard Segment Box Girder 2.2.2 Teori Pembebanan

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan RSNI-T-02-2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan. Pembebanan dimulai dari Aksi dan Beban Tetap sampai kepada Beban Lalu Lintas.

a. Aksi dan Beban Tetap

1. Berat Sendiri (MS)

Untuk perhitungan berat sendiri (MS), terdiri dari:

 Berat Box Girder Prestress 2. Beban Mati Tambahan (MA)

Untuk perhitungan beban mati tambahan (MA), terdiri dari:

 Lapisan Aspal dan Overlay

 Dinding Pagar Tepi (Parapet)

 Air Hujan

 Tiang Listrik

b. Beban Lalu Lintas

1. Beban Lajur “D” (TD), terdiri dari:

 q = 9,0 kPa untuk L ≤ 30 m

 q = 9,0 *( 0.5 + 15 / L ) kPa untuk L ≥ 30 m

 DLA = 0,4 untuk L ≤ 50 m

 DLA = 0,4 – 0,0025 * (L – 50) untuk 50 < L < 90 m

c. Gaya Rem (TB)

 Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt ≤ 80 m

 Gaya rem, TTB = 250 + 2.5*(Lt - 80) kN untuk 80 < Lt < 180 m                

(4)

 Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt ≥ 180 m

d. Beban Angin (EW)

 Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung dengan rumus :

 TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 kN/m e. Beban Gempa (EQ)

 Gaya gempa vertikal rencana : TEQ = 0.10 * Wt. f. Kombinasi Pembebanan

Untuk kombinasi pembebanan, disesuaikan dengan referensi yang ada, yaitu RSNI-T-02-2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan.

2.2.3 Tegangan yang Terjadi

Beton prategang harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dri setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Adapun tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu kondisi transfer dan service.

 Transfer: Tekan(σct) = 0,60 f’ci dan Tarik (σtt) = 0,25 √f’ci  Servis: Tekan (σcs) = 0,45 f’c dan Tarik (σtt) = 0,50 √f’c

Namun untuk analisis jembatan gelagar boks segmental pracetak, tidak ada tegangan tarik yang diijinkan pada setiap sambungan antara segmen-segmen selama pelaksanaan (erection) pada setiap tahapan, dan juga pada kondisi batas layan (RSNI T-12-2004).

a. Pengaruh Prategang

Pemberian gaya prategang pada beton prategang akan memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan terhadap beban luar yang bekerja.

Apabila Gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang, tetapi dengan eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat eksentrisitas tersebut. (Desain Praktis Beton Prategang, 2008).

               

(5)

Yopie Wishnugraha (091134032)

Sumber : Dokumen Penulis

Gambar 2. 3 Prategang dengan Eksentrisitas

Sumber : Dokumen Penulis

Gambar 2. 4Diagram Tegangan dengan Eksentrisitas

Tegangan di serat bawah adalah tegangan tarik. Karena beton tidak kuat menahan tegangan tarik maka tegangan tarik ft = 0 (Juga karena

segmental box girder yang digunakan pada struktur jembatan).

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang, 2008

Gambar 2. 5 Diagram Tegangan 𝑓t

=

−𝑃𝐴+𝑀𝑊 ; 𝑓t= 0 (Fully Prestressed) M = 𝑞𝐿²8 𝑃 𝐴

=

𝑀 𝑊= 𝑞𝐿² 8𝑊 Top tendon Bottom tendon (-) (-) (+) + + = (-) (+) (-) −𝑃𝑡 𝐴 + 𝑃𝑏 𝐴 − 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑊𝑡 + 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑊𝑡 + 𝑀 𝑊𝑡 −𝑃𝑡𝐴 +𝑃𝑏𝐴 +𝑃𝑡. 𝑒𝑡𝑊𝑏 −𝑃𝑏. 𝑒𝑏𝑊𝑏𝑊𝑏𝑀 −𝑃𝑡 𝐴 + 𝑃𝑏 𝐴 − 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑊𝑡 + 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑊𝑡 + 𝑀 𝑊𝑡 0                

(6)

𝑞

=

8𝑊𝑃𝐴𝐿²

Apabila yang digunakan pada struktur jembatan atau jalan layang yang menggunakan metoda balance cantilever atau kantilever berimbang. Yang dimana menjadikan adanya Top Tendon dan Bottom Tendon. Maka, tegangan yang terjadi adalah sebagai berikut:

Sumber: Metoda Kerja Post-Tension Jembatan Box GirderPerawang Riau

Gambar 2. 6 Top dan Bottom Tendon pada Struktur Jembatan 𝑓t

=

−𝑃𝑡 𝐴 − 𝑃𝑏 𝐴 − 𝑃𝑡∗𝑒𝑡 𝑊𝑡 − 𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏 𝑊𝑏 + 𝑀 𝑊𝑡 𝑓b

=

−𝑃𝑡𝐴 −𝑃𝑏𝐴 +𝑃𝑡 ∗𝑒𝑡𝑊𝑡 −𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏𝑊𝑏𝑊𝑡𝑀 dimana:

ft : Tegangan di serat atas (MPa = N/mm2),

fb : Tegangan di serat bawah (MPa = N/mm2),

Pt : Gaya Prategang yang bekerja di Top Tendon (N), Pb : Gaya Prategang yang bekerja di Bottom Tendon (N), et : Eksentrisitastop tendon terhadap titik berat penampang

(mm),

eb : Eksentrisitas bottom tendon terhadap titik berat

penampang (mm),

M : Momen akibat beban luar (Nmm), Wt : Momen tahan di serat atas (mm3).

Wb : Momen tahan di serat bawah (mm3). Catatan:

Asumsi Tanda : Tegangan tekan diberi tanda negatif (-)

               

(7)

Yopie Wishnugraha (091134032)

: Tegangan tarik diberi tanda positif (+)

b. Kehilangan Tegangan (Loss of Prestress)

Kehilangan gaya prategang dalam tendon untuk setiap waktu harus diambil sebagai jumlah dari kehilangan seketika dan kehilangan yang tergantung waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. (RSNI T-12-2004).

Kehilangan gaya prategang jangka pendek dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

 Kehilangan gaya prategang akibat gesekan.

 Kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.

 Kehilangan gaya prategang pemendekan elastik beton.

Kehilangan gaya prategang jangka panjang merupakan fungsi waktu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

 Susut beton (Shrinkage)

 Rangkak Beton (Creep)

 Relaksasi Baja (Strand Relaxation) 1. Kehilangan Tegangan akibat Friksi (Gesekan)

Kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada alat penegang dan angkur tergantung pada tipe alat penegang (jack) dan sistem pengangkuran yang digunakan. Kehilangan akibat gesekan sepanjang tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya desak tendon pada selongsong.

Dari Buku Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk Jembatan (No. 021/BM/2011), Kehilangan tegangan akibat friksi antara tendon dan selongsong beton sekitarnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

fo = fx *

𝑒

−(𝜇 ∝𝑖 + 𝑘𝐿)

Keterangan:

fo = Tegangan baja prategang pada saat jacking sebelum seating.

fx = Tegangan baja prategang di titik x sepanjang tendon.

               

(8)

𝑒

= Dasar logaritma Napier

μ = koefisien gesekan akibat adanya lengkungan tendon, yang bila tidak ada data yang lebih tepat, dan bila semua tendon dalam satu selongsong ditegangkan pada waktu bersamaan, nilainya dapat ditetapkan berdasarkan rujukan di bawah ini:

 Untuk selongsong yang diber i pelumas dapat diambil sebesar 0,05 – 0,15.

 Untuk selongsong logam dengan permukaan berprofil dapat diambil sebesar 0,15 – 0,25.

α = Perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari titik jacing.

k = koefisien gesekan akibat simpangan menyudut persatuan panjang tendon yang tidak direncanakan (dalam rad/m), yang bila tidak ada data yang tepat, nilainya dapat ditetapkan berdasarkan rujukan di bawah ini:

 Untuk selongsong yang diberi pelumas bisa diambil sebesar 0,0003 – 0,0020 rad/m.

 Untuk kawat baja (wire) pada selongsong logam yang berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0010 – 0,0020 rad/m.

 Untuk kawat untai (strand) pada selongsong logam yang berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0005 – 0,0020 rad/m.

 Untuk batang baja (bar) pada selongsong logam yang berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0001 – 0,0006 rad/m

L= Panjang baja prategang diukur dari titik jacking.

2. Kehilangan tegangan akibat Slip Pengangkuran (Anchorage Set) Kehilangan tegangan yang disebabkan oleh slipnya baji-baji pada angkur saat gaya jacking ditransfer pada angkur. Besarnya slip angkur tergangtung pada sistem prategang yang digunakan. Nilainya bervariasi antara 3 – 10 mm. Nilai slip amgkur 6 mm dapat

               

(9)

Yopie Wishnugraha (091134032)

diasumsikan dalam perhitungan untuk penduekatan (CL. 5.9.5.2.1 AASHTO-2004) (Buku Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan, No.012/BM/2011).

Kehilangan prategang yang terjadi akibat slip angkur dapat ditentukan dengan pendekatan rumus sebagai berikut:

fA = 2∗𝑑∗𝑥

𝐿

x = 𝐸𝑝∗∆𝐿∗𝐿𝑑

dimana:

fA : Kehilangan prategang akibat slip angkur

d : kehilangan akibat friksi pada jarak L dari titik penarikan x : panjang yang terpengaruh oleh slip angkur

Ep : Modulus Elastisitas baja Prategang

L : jarak antara titik penarikan (jacking) dengan titik dimana kehilangan diketahui

∆L : slip angkur, normalnya 6 s/d 9 mm (diasumsikan 6 mm dalam

perhitungan untuk pendekatan)

3. Kehilangan Tegangan akibat Perpendekan Elastik Beton (ES) Pada perhitungan kehilangan tegangan akibat Perpendekan Elastis Beton (ES) dilakukan per tahap pelaksanaan. Dari RSNI T-12-2004, perhitungan kehilangan tegangan akibat Perpendekan Elasti Beton (ES) adalah sebagai berikut:

Untuk komponen pasca tarik: σes = 0,5

𝐸𝑝 𝐸𝑐𝑖 fpci

Keterangan:

σes = Kehilangan tegangan dalam tendon prategang akibat relaksasi

baja prategang, MPa.

Ep = Modulus elastisitas baja prategang

               

(10)

Eci = Modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya prategang, MPa.

fpci = tegangan tekan beton pada lokasi titik berat baja prategang, segera setelah transfer, akibat gaya prategang dan beban mati, dihitung pada penampang di mana terjadi momen maksimum, MPa

2.2.3 Kemampuan Layan dan Lendutan

Lendutan akibat beban hidup layan termasuk kejut harus dalam batas yang sesuai dengan struktur dan kegunaannya. Kecuali dilakukan penyelidikan lebih lanjut, dan tidak melampaui L/800 untuk bentang dan L/400 untuk kantilever.

Menurut Gilbert (1990), untuk suatu balok sederhana seperti Gambar16 berikut, besarnya sudut θ dan lendutan δ dapat ditentukan dengan persamaan:

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang, 2008

Gambar 2. 7Deformasi pada Balok

θA = 𝐿6(ҡA + 2 ҡC) ; θB = −𝐿6(ҡA + 10 ҡC + ҡB)

δC = −96𝐿²(ҡA + 10 ҡC+ ҡB)

Sedangkan untuk balok kantilever, besarnya sudut θ dan lendutan δ dapat ditentukan dengan persamaan:

θC = −𝐿3(ҡA + 2 ҡC) ; δC = −𝐿²4(ҡA + ҡC)

Untuk penampang yang tidak retak, perhitungan lendutan didasarkan pada inersia penuh Ig. Kelengkungan pada suatu penampang

dapat diestimasi sebesar:

𝑀−𝑃𝑖 . 𝑒                

(11)

Yopie Wishnugraha (091134032)

di mana:

Pi : Gaya Prategang Awal Ec : Modulus Elastisitas Beton e : Eksentrisitas

M : Momen yang bekerja pada penampang

2.2.4 Perencanaan Balok terhadap Geser

Tegangan geser desain terfaktor harus tidak melampaui tegangan geser nominalnya.

Vu ≤ ØVn Dimana,

Vu = nilai geser ultimate (kN) Ø = faktor reduksi kekuatan geser Vn = nilai geser nominal (kN)

Kekuatan geser batas nominal Vn, tidak boleh diambil lebih besar dari jumlah kekuatan geser yang disumbangkan oleh beton dan tulangan geser dalam penampang komponen struktur yang ditinjau, yaitu:

Vn = Vc + Vs Dimana:

Vc = kekuatan geser nominal yang diterima beton (kN)

Vs = kekuatan geser nominal yang diterima tulangan geser (kN) Nilai Vc harus diambil yang terkecil dari Vci atau Vcw.

Kekuatan geser batas beton Vc yang tanpa memperhitungkan adanya tulangan geser, tidak boleh diambil melebihi dari nilai terkecil yang diperoleh dari 2 kondisi retak, yaitu retak geser terlentur (Vci) dan retak geser badan (Vcw), kecuali jika penampang yang ditinjau mengalami retak akibat lentur, di mana dalam kondisi tersebut hanya kondisi retak geser terlentur yang berlaku.

a. Kondisi retak geser terlentur: Kuat geser Vci harus dihitung dari:

𝑉𝑐𝑖 = √𝑓′𝑐 20 ∗ 𝑏𝑤 ∗ 𝑑 + 𝑉𝑑 + 𝑉𝑖 ∗ 𝑀𝑐𝑟 𝑀𝑚𝑎𝑥                

(12)

Dimana:

𝑀𝑐𝑟 = 𝑍 ∗ √𝑓′𝑐

2 + 𝑓𝑝𝑒 − 𝑓𝑑 𝑍 = 𝐼

𝑦𝑡

Tetapi Vci tidak perlu diambil kurang dari √𝑓′𝑐7 ∗ 𝑏𝑤 ∗ 𝑑

Keterangan:

Vci: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada saat terjadi keretakan diagonal akibat kombinasi lentur dan geser (N)

f’c: Kuat tekan beton berdasarkan benda uji silinder (MPa) bw : lebar badan balok (mm)

d: Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non-prategang (mm)

Vd: gaya geser pada penampang akibat beban mati tidak terfaktor (N)

Vi: Gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar yang bersamaan dengan Mmax (N)

Mcr: Momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada penampang akibat beban luar (Nmm)

Mmax: momen terfaktor pada penampang yang ditinjau, dihitung dari kombinasi beban luar yang menimbulkan momen maksimum pada penampang yang ditinjau (Nmm)

b. Kondisi retak geser bagian badan Vcw = Vt + Vp

Dengan pengertian:

Vt = gaya geser yang bila dikombinasikan dengan gaya prategang dan pengaruh aksi lainnya pada penampang, akan menghasilkan tegangan tarik utama sebesar 0,33 √f’c pada sumbu terpusat atau perpotongan bagian badan dan sayap,

               

(13)

Yopie Wishnugraha (091134032)

Vt = 0,3*(√f’c + fpc)*bv*d

Keterangan:

Vcw: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada saat terjadi keretakan diagonal akibat tegangan tarik utama di dalam badan (web) (N)

Vp: Komponen vertikal dari gaya prategang efektif (N) Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan geser batas, Vs,ditentukan dengan persamaan berikut:

a. Untuk tulangan geser tegak lurus

𝑉𝑠 = 𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ 𝑑 𝑠

Av = luas tulangan geser (mm2)

fy = tegangan leleh (MPa)

dp = jarak dari serat tekan terluar ke baja prategang (mm) s = spasi tulangan geser (mm)

b. Untuk tulangan geser miring

𝑉𝑠 = 𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ (sin 𝛼 + cos 𝛼) ∗ 𝑑 𝑠

Di mana α menyatakan besarnya sudut antara sengkang miring dan sumbu longitudinal komponen struktur, dan d adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari 0,8h.

Dalam segala hal Vs tidak boleh melebihi (2√fc’/3) bv d.

2.2.5 Perencanaan Balok terhadap Puntir

Standar perencanaan balok beton prategang mengikuti standar perencanaan puntir untuk beton bertulang.

Tulangan Puntir tidak diperlukan apabila;

𝑇𝑢 𝜙𝑇𝑛<0,25 atau 𝑇𝑢 𝜙𝑇𝑛+ 𝑉𝑢 𝜙𝑉𝑐<0,50                

(14)

Ket:

Tu : Momen puntir terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar pada penampang.

ϕ : Faktor reduksi kekuatan.

Tn: Kuat puntir nominal dari penampang komponen struktur.

Vu: Gaya geser terdaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar pada penampang.

Vc: Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton.

2.2.6 Perencanan Penulangan Lentur

Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkankeseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:

 Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.

 Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.

 Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton.

 Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Sumber: RSNI T-12-2004

Gambar 2. 8 Regangan dan Tegangan pada Penampang Beton Bertulang

Faktor β1 harus diambil sebesar

β1 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 MPa.

β1 = 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c > 30 MPa. Untuk menentukan rasio tulangan:

               

(15)

Yopie Wishnugraha (091134032)

ρb =

Ket :

ρb = Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang

seimbang

β1 = Faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban.

Dengan nilai β1, sebagai berikut, β1 = 0,85 ,untuk fc’ ≤ 30 MPa

β1 = 0,85 – 0,05 (fc’ -30) /7, untuk fc’ >30 MPa fc’ = Kuat tekan beton (MPa)

ρmaks = 0,75 *ρb

Ket :

ρmaks = Rasio tulangan maksimum

ρ = 𝑏∗𝑑𝐴𝑠 Ket :

As = Luas tulangan (mm2)

b = Lebar penampang (mm) Menghitung Rmaks dan Rn: Rmaks = 0,75 *ρb *fy *(1 -

1

2∗0,75∗𝜌𝑏∗𝑓𝑦

0,85∗fc′ )

Ket :

Rmaks = Besaran ketahanan atau kekuatan maksimal dari penampang

komponen struktur Rn = 𝑏∗𝑑𝑀𝑛2

Ket :

Rn = Besaran ketahanan nominal dari penampang komponen struktur 0,85 ∗𝛽1∗𝑓𝑐′ 𝑓𝑦 ∗ ( 600 600+𝑓𝑦 )                

Gambar

Gambar 2. 1  Balok Prategang Kantilever Sederhana
Gambar 2. 2  Standard Segment Box Girder
Gambar 2. 3  Prategang dengan Eksentrisitas
Gambar 2. 6  Top dan Bottom Tendon pada Struktur Jembatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berdasarkan persepsi karyawan dengan menggunakan kuesioner indikator SMK3 maka nilai penerapan program

Melalui kegiatan membaca anak, khususnya buku cerita yang dikemas dalam sebuah media pembelajaran menarik dengan aplikasi pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan

Perubahan fluks magnet maksimum semula dan arus aruhan adalah maksimum.Disebabkan sentuhan antara berus dan hujung angker bertukar kedudukan arah arus yang mengalir

Peneliti ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan, jenis dan kelimpahan Dinoflagellata epibentik pada daun Lamun jenis Enhalus acoroides dan mengidentifikasi jenis

Sebagai contoh tindak pidana kompsi yang telah terjadi adalah pada jabatan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ( Kepala SKK Migas)

Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Indikator Kinerja Indikator Kinerja Indikator Kinerja Penjelasan / Formulasi Perhitungan Penjelasan / Formulasi Perhitungan Penjelasan

(perubahan harga dari waktu ke waktu) saham lebih tinggi dibanding obligasi sehingga mengurangi daya tarik investasi pada saham. 2) Obligasi menawarkan tingkat return yang positif

Temuan lain dari Burka dan Yuen (2008) menunjukkan pada tahun 2007, diperkirakan 75 persen mahasiswa di perguruan tinggi telah melakukan prokrastinasi, yang mana