Pengaturan Berbasis Kinerja (
Performance Based
Regulatory/
PBR) pada Subsidi Listrik
Kementerian Keuangan BKF
Kementerian Keuangan BKF
A. Konsep Dasar
1) Tanggapan atas permasalahan Jangka Panjang PT PLN
•
Sebagaimana hasil study yang dilakukan pada tahun 2012 tentang sustainabilitas
kondisi keuangan PT PLN dalam jangka menengah (5 tahun) dan dalam jangka
panjang (10 tahun) memang sudah diperkirakan bahwa apabila tidak ada
perubahan kebijakan yang mendasar maka subsidi listrik per tahun akan
menembus angka di atas Rp100 trilliun
•
Perubahan kebijakan yang dimaksud adalah:
1. Peningkatan efisiensi operasional PT PLN
Perubahan kebijakan dilakukan melalui perubahan metode perhitungan subsidi yang lebih memberi insentif kepada PT PLN agar selalu meningkatkan efisiensi operasi. 2. Penyesuaian harga jual tenaga listrik
Seharusnya risiko atas fluktuasi biaya pokok penyediaan tenaga listrik yang disebabkan oleh kondisi pasar (spt: harga energi primer) harus dapat dibebankan (pass through) kepada konsumen (khususnya yang golongan yang sudah mampu)
3. Peningkatan transparansi proses penetapan subsidi listrik dan harga jual tenaga listrik Perlu diperjelas tentang berapa sebenarnya kebutuhan biaya operasional penyediaan listrik dan berapa kebutuhan biaya investasi, baik investasi itu digunakan untuk keperluan penggantian peralatan yang ada atapun investasi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi.
Kementerian Keuangan BKF
A. Konsep Dasar
2) Diperlukan usaha ekstra dari
stakeholder
untuk menurunkan subsidi
3
SUMBER: Proyeksi Finansial PLN (Mei 2012), Analisis tim
Perkiraan total subsidi yang dibutuhkan PLN untuk mendukung pertumbuhan industri tenaga listrik
Rp Triliun
440
Rp Tn472
Rp Tn Skenario dasar PLN Skenario “Pessimistic” Est. subsidi 2012-16 93 79 104 87 99 101 131 118 121 0 20 40 60 80 100 120 140 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 103 102 103 103 58 54 37391
Rp Tn Skenario dasar PLN Skenario “Pessimistic”Di tahun 2013, anggaran subsidi disetujui hanya Rp 87 Triliun – jika berkelanjutan akan membahayakan
sustainability PLN juga penjaminan Pemerintah
Tanpa perubahan mendasar Perkiraan beban subsidi dalam 4 tahun ke depan berisiko membengkak hingga ~Rp 472 Triliun
Kementerian Keuangan BKF
4
A. Konsep Dasar
3) Model
cost+margin
menciptakan sebuah “paradoks” atas efisiensi
. x% ROA 2012 EBITDA, Rp trillion 3.5% Perlu diciptakan sebuah sistem Reward and Punishment yang dikaitkan dengan peningkatan efisiensi opex dan capex30
3.2% 2.7% 2.9% Setiap kenaikan Rp.100/kwh dalamBPP mengakibatkan penambahan EBITDA sebesar Rp 2.5 triliun BPP Rp/KWhSOURCE: McKinsey, Kajian SLA dalam rangka menciptakan sustaibnabilitas PLN dan fiskal Pemerintah -2012
BPP + margin yang berlaku saat ini, memberikan return yang lebih tinggi untuk PLN dengan biaya yang lebih tinggi
sehingga menjadi “disinsentif” dalam mencapai efisiensi
35
2.5%
40 45
Kementerian Keuangan BKF
A. Konsep Dasar
4) PBR akan Mendorong Efisiensi Operasional PT PLN (1)
• Hasil kajian Service Level Agreement (SLA) yang dilakukan oleh McKinsey pada tahun
2012 menyatakan bahwa model subsidi “cost + margin” yang menimbulkan paradoks
efisiensi.
• Telah disusun metode perhitungan subsidi listrik melalui pendekatan Performance Base Regulatory (PBR)
• PBR telah masuk dalam amanat Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014 (PPKF
2014), dan dikuatkan melalui Nota Kuangan dan APBN 2014
“(x) Melakukan perbaikan formulasi perhitungan subsidi listrik dari cost plus margin menjadi performance based regulatory untuk meningkatkan akuntabilitas pemberian subsidi dan efisiensi PLN .”
• Rencana penerapan Performance Based Regulatory (PBR) sudah dilaporkan oleh
Kepala UKP-PPP kepada Wakil Presiden sebagai bagian dari pengembangan SLA untuk akhir tahun 2013 dan 2014
“Rencana aksi akan diperluas hingga mencakup: 1. Sinkronisasi perumusan APBN untuk subsidi listrik dengan RUPTL PLN dan rencana aksi SLA PLN, 2. Penyesuaian tarif dasar listrik dan, 3. mekanisme return PLN – bergerak ke Regulated Asset Based (ROB) dan Performance Based Ratemaking (PBR) .“
Kementerian Keuangan BKF
A. Konsep Dasar
4) PBR akan Mendorong Efisiensi Operasional PT PLN (2)
6
Formula cost+margin
1. Kurang memberi insentif bagi PLN untuk melakukan efisiensi produksi, disebabkan: a. Subsidi mengakomodasi semua frekuensi
perubahan BPP pada nilai riil. Hal ini dapat menimbulkan moral hazard pada PLN untuk tidak mengendalikan fluktuasi biaya
b. Timbul persepsi bhw risiko usaha PLN
rendah, dikarenakan semua biaya ditanggung subsidi. Persepsi rendahnya risiko menggiring persepsi tentang rendahnya kebutuhan
margin PLN, padahal margin dibutuhkan utk membiayai investasi
2. Menimbulkan paradoks efisiensi, dimana margin yang diberikan berbasis biaya, sehingga semakin PLN efisien, maka margin/subsidi yang akan diterima juga akan semakin kecil
Formula PBR
1. Memperkenalkan adanya parameter
terkendali (mis: biaya operasi bukan bahan bakar), yang nilainya tetap untuk satu
periode. Parameter terkendali merupakan alat insentif bagi PLN untuk menjadi efisien, karena setiap pengurangan biaya yang dapat dicapai akan dinikmati oleh PLN, dan tidak diperhitungkan sebagai pengurang subsidi.
2. Parameter terkendali yang diusulkan
terdiri:
1) Kadar konversi energi (heat rate) 2) Biaya operasi bukan bahan bakar 3) Susut jaringan dan pemakaian sendiri 4) Faktor penghematan (X factor)
Kementerian Keuangan BKF
7
A. Konsep Dasar
5) PBR akan mendorong efisiensi
Dalam konsep PBR, PT PLN harus diberi kesempatan mengelola efisiensi dan diukur dalam periode 4 tahun. Dengan metode ini, PLN akan terinsentif, yaitu jika dapat melakukan efisiensi lebih cepat dari periode 4 tahun, keuntungan akan dinikmati oleh PLN. Pelanggan juga akan menikmati efisiensi tersebut yaitu setelah periode 4 tahun akan terjadi penurunan biaya operasi rata-rata .
A= biaya/parameter uncontrollable B= biaya/parameter controllable Parameter terkendali yang akan didorong untuk terus lebih baik
Kementerian Keuangan BKF
A. Konsep Dasar
6)
PBR Perlu Diselaraskan dengan Konsep Tarif
Adjustment
•
Seharusnya risiko atas fluktuasi biaya pokok penyediaan tenaga listrik yang
disebabkan oleh kondisi pasar (spt: harga energi primer) harus dapat
dibebankan (
pass through
) kepada konsumen (khususnya yang golongan
yang sudah mampu)
•
Pada saat ini kebijakan penetapan harga jual tenaga listrik (HTJL) sudah
ada yang bersifat fluktuatif berdasarkan perubahan ICP dan Kurs, namun
bagaimana dengan perubahan harga energi primer lainnya spt batubara
dan gas?
•
Selain itu, golongan pelanggan yang dikenakan penyesuai HTJL masih
sangat sedikit yaitu golongan R4 , B2, B3 (6600 VA ke atas) dan P2
•
Untuk itu perlu terus didorong adanya kebijakan penetapan HTJL yang lebih
tepat sasaran dan lebih berkeadilan.
•
Kebijakan penyesuaian HJTL dan pemberian subsidi tepat sasaran akan
menyempurnakan penerapan PBR (efisiensi biaya operasi).
Kementerian Keuangan BKF
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
PBR akan meningkatkan transparansi penetapan subsidi dan HTJL
Dengan konsep PBR akan diperjelas tentang berapa sebenarnya kebutuhan biaya operasional penyediaan listrik dan berapa kebutuhan biaya investasi, baik investasi itu digunakan untuk keperluan penggantian peralatan yang ada atapun investasi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi.9
Formula
cost+margin
S = [- (HJTL x Vol)] + (BPP (1+m) x Vol)
Biaya Pokok Produksi (BPP) plus Margin (m)
BPP terdiri dari:
allowable cost item, seperti Pembelian tenaga listrik, biaya bahan bakar, pemeliharaan dan lain-lain.
Margin tidak diatur, hal ini menjadi kewenangan mutlak manajemen PLN yang disampaikan melalui KBUMN
Formula BPP tidak diatur dan ditetapkan oleh KESDM begitu juga penetapan HTJL merupakan kewenangan KESDM
Formula PBR
S = KP – (HJTL x Vol)
Kebutuhan Pendapatan (KP)
KP terdiri dari :
- KP Operasi, meliputi biaya pembangkitan, transmisi, distribusi dan fungsional perusahaan secara kas.
- KP Investasi, meliputi biaya pemenuhan kewajiban pembiayaan dan biaya penambahan kapasitas usaha. KP investasi dapat disetarakan dengan margin dan depresiasi
Formula KP diatur dengan rinci dalam lampiran PMK, sedangkan HTJL tetap kewenangan KESDM
Kementerian Keuangan BKF
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Gambaran atas transparansi proses penetapan subsidi
10
Usulan konsep PBR
PLN Menghitung dan menyampaikan usulan subsidi [pertengahan Mei]
Tim Lintas K
ESDM-Keu-BUMN
Kebutuhan Pendapatan
HJTL (dari Tarif Listrik) …
Subsidi Listrik
Membahas dan menyetujui
Dialokasikan dalam APBN/APBN-P
DPR RI
Ditetapkan dalam APBN/APBN-P
Disepakati dan diusulkan
[paling lambat akhir Juli]
KP Operasi KP Investasi
Diputuskan Tim LK
KESDM Menetapkan asumsi teknis: growth, losses, fuelmix dan BPP/tariff
Pemisahan subsidi untuk kebutuhan
operasi dan kebutuhan investasi dengan
suatu rumusan yang detail akan
meningkatkan transparansi
Jika dimungkinkan Proses pembahasan
dalam tim lintas kementerian diatur dalam
suatu SOP yang mengedepankan
Transparansi, seperti:
- mempublikasikan hasil pembahasan
- melakukan
public hearing
atas proses
negosiasi antara PLN dengan tim lintas
KL
Kementerian Keuangan BKF
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Formula Kebutuhan Pendapatan
(KP =
KP Operasi
+ KP Investasi)
11
• Kebutuhan Pendapatan Operasi :
1) Biaya Pembangkitan; 2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan; 4) Biaya Fungsional Perusahaan.
• Biaya Pembangkitan :
Biaya Pembangkitan (BP) = Biaya Bahan Bakar (BBB) +Biaya Pembelian tenaga Listrik (BPTL) + Biaya Bukan Bahan Bakar (B4)
BBB =V (BB) x H (BB)
V (BB)=Volume per masing-masing bahan bakar (kL/ton/MMBTU atau satuan lainnya)
H (BB) =Harga per masing-masing bahan bakar (Rp.)
V (BB) =KKE (BB) x V (Prod.)
KKE (BB) =Kadar Konversi Energi per bahan bakar atau heat rate (kcal/kWh)
V (Prod) =Volume produksi listrik per bahan bakar (TWh)
Kementerian Keuangan BKF
12
• Kebutuhan Pendapatan Operasi :
1) Biaya Pembangkitan; 2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan; 4) Biaya Fungsional Perusahaan.
• Biaya Pembangkitan :
Biaya Pembangkitan (BP) = Biaya Bahan Bakar (BBB +Biaya Pembelian tenaga Listrik
(BPTL) + Biaya Bukan Bahan Bakar (B4)
• BPTL adalah biaya pembelian tenaga listrik PLN terhadap penyedia listrik swasta (IPP) dan termasuk biaya sewa pembangkit yang dilakukan PLN
BPTL =V (beli) x H (beli)
V (beli) =Volume pembelian listrik (TWh)
H (beli) =Harga beli listrik, komponen A,B,C dan D (Rp/kWh)
BSTL = V (prod_sewa) x H (prod_sewa)
V (prod_sewa) =Volume listrik produksi pembangkit sewa (TWh)
H (prod_sewa) =Harga sewa listrik komponen A,B dan D (Rp/kWh)
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
13
Biaya Pembangkitan (BP) = Biaya Bahan Bakar (BBB) + Biaya Pembelian tenaga Listrik (BPTL) + Biaya Bukan Bahan Bakar (B4)
Biaya bukan bahan bakar (B4) *) dihitung
dengan rincian sebagai berikut: 1) Biaya Pelumas;
2) Biaya kepegawaian; 3) Biaya jasa borongan; 4) Biaya pemakaian material 5) Biaya Honorarium;
6) Biaya perjalanan dinas; 7) Biaya Asuransi;
8) Biaya Teknologi Informasi; 9) Biaya Sewa Aset pembangkit; 10) Pos, Telepon dan telegram; 11) Biaya Administrasi lainnya;
Penyesuaian Biaya Bukan Bahan Bakar Pembangkitan tahun berikutnya dihitung dengan formula :
B4P (t+1)=B4P (t) (1-X) (1+I)
Dimana:
B4P (t) = Biaya Bukan bahan Bakar tahun berjalan B4P (t+1) = Biaya Distribusi dan
Penjualan tahun berikutnya
X = Faktor Penghematan *)
I = Faktor Inflasi **)
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Formula Kebutuhan Pendapatan
(KP =
KP Operasi
+ KP Investasi)
*) Parameter Terkendali **) Parameter Tidak Terkendali
Kementerian Keuangan BKF
14
• Kebutuhan Pendapatan Operasi :
1) Biaya Pembangkitan; 2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan; 4) Biaya Fungsional Perusahaan.
• Biaya Transmisi (BT(t)) *) dihitung dengan
rincian sebagai berikut: 1) Biaya kepegawaian;
2) Biaya komponen E pembelian tenaga listrik;
3) Biaya jasa borongan;
4) Biaya pemakaian material; 5) Biaya honorarium;
6) Biaya perjalanan dinas; 7) Biaya asuransi;
8) Biaya teknologi informasi; 9) Biaya sewa aset;
10) Biaya pos, telepon dan telegram; 11) Biaya Administrasi lainnya.
Penyesuaian Biaya Transmisi tahun
berikutnya dihitung dengan formula :
BT
(t+1)=BT
(t)(1+G) (1-X) (1+I)
Dimana:
BT (t) = Biaya Transmisi tahun berjalan
BT (t+1) = Biaya Transmisi tahun berikutnya G = Faktor Pertumbuhan Biaya Transmisi X = Faktor Penghematan *) I = Faktor Inflasi **)
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Formula Kebutuhan Pendapatan
(KP =
KP Operasi
+ KP Investasi)
*) Parameter Terkendali **) Parameter Tidak Terkendali
Kementerian Keuangan BKF
15
•
Kebutuhan Pendapatan Operasi :1) Biaya Pembangkitan; 2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan; 4) Biaya Fungsional Perusahaan.
•
Biaya Distribusi dan Penjualan (BDP
(t))
*)dihitung dengan rincian sebagai berikut:
1) Biaya kepegawaian; 2) Biaya jasa borongan;
3) Biaya pemakaian material; 4) Biaya honorarium;
5) Biaya perjalanan dinas; 6) Biaya baca meter;
7) Biaya pengelolaan pelanggan;
8) Biaya penagihan rekening dan penertiban pemakaian tenaga listrik;
9) Biaya asuransi;
10) Biaya teknologi informasi; 11) Biaya sewa aset;
12) Biaya pos, telepon dan telegram; 13) Biaya Administrasi lainnya.
Penyesuaian Biaya Distribusi dan
Penjualan tahun berikutnya dihitung
dengan formula :
BDP
(t+1)=BDP
(t)(1+G) (1-X) (1+I)
Dimana:
BDP (t) = Biaya Distribusi dan Penjualan tahun berjalan BDP (t+1) = Biaya Distribusi dan
Penjualan tahun berikutnya G = Faktor Pertumbuhan Biaya Transmisi X = Faktor Penghematan *) I = Faktor Inflasi **)
*) Parameter Terkendali
**) Parameter Tidak Terkendali
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
16
•
Growth hanya diberikan pada : 1) Biaya Pembangkitan;2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan;
4) Biaya Fungsional Perusahaan.
•
Faktor G pada transmisi
di indikasikan
oleh Penamabahan Kapasitas Trafo dan
Penambahan Panjang Jaringan Kabel.
• Faktor G Trans. dihitung dengan formula: G= (T1x Travo) + (T2xJaringan)+(TKE x
(travo+jaringan))
Dimana:
T1 = Elastisitas travo (0,5) T2 = Elastisitas jaringan (0,15)
Travo = Persentase pertumb. Trafo RUPTL Jar. = Persentase pertumb. Jaringan RUPTL T KE = Elastisitas penugasan (0,65)
Trafo+Jar. = Persentase penugasan terhadap RUPTL tahun penugasan.
Faktor G pada Distribusi
diindikasikan
oleh Penamabahan Kapasitas Trafo,
Penambahan Panjang Jaringan Kabel
dan Penambahan Jumlah pelanggan.
Faktor G Distribusi dihitung dengan
formula:
G= (D1x Travo) +(D2x Travo) + (D3xJaringan) +(TKE x (Pelanggan+travo+jaringan))
Dimana:
D1 = Elastisitas pelanggan (0,3) D2 = Elastisitas travo (0,15) D3 = Elastisitas jaringan (0,15)
Pelanggan = Persen Pertumb. Pelanggan RUPTL Travo = Persentase pertumb. Trafo RUPTL
Jar. = Persentase pertumb. Jaringan RUPTL T KE = Elastisitas penugasan (0,6)
Pelanggan+Trafo+Jar = Persentase penugasan terhadap RUPTL tahun penugasan.
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
17
• Kebutuhan Pendapatan Operasi :
1) Biaya Pembangkitan; 2) Biaya Transmisi;
3) Biaya Distribusi dan Penjualan; 4) Biaya Fungsional Perusahaan.
• Biaya Fungsional Perusahaan (BFP(t)) *)
dihitung dengan rincian sebagai berikut:
1) Biaya kepegawaian; 2) Biaya jasa borongan;
3) Biaya pemakaian material; 4) Biaya honorarium;
5) Biaya perjalanan dinas; 6) Biaya asuransi;
7) Biaya teknologi informasi; 8) Biaya sewa aset;
9) Biaya bunga KMK dan Biaya lainnya; 10) Biaya Lindung Nilai
11) Biaya CSU;
12) Biaya pajak badan;
13) Biaya Administrasi lainnya.
Penyesuaian Biaya Fungsional
Perusahaan tahun berikutnya
dihitung dengan formula :
BFP
(t+1)=BFP
(t)(1-X) (1+I)
Dimana:
BDP (t) = Biaya Distribusi dan Penjualan tahun berjalan BDP (t+1) = Biaya Distribusi dan
Penjualan tahun berikutnya
X = Faktor Penghematan *)
I = Faktor Inflasi **)
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
18
Kebutuhan Pendapatan untuk Investasi :
1. Biaya untuk memenuhi kewajiban pembiayaan;
2. Biaya untuk menambah kapasitas usaha dan menjaga kinerja aset.
Biaya untuk Memenuhi Kewajiban Pembiayaan
Perhitungan Biaya untuk Memenuhi Kewajiban Pembiayaan diberikan sebesar kebutuhan kas untuk memenuhi kewajiban pembiayaan yang berupa cicilan pokok pinjaman investasi dan bunga pinjaman investasi yang terkait dengan pelaksanaan penugasan penyediaan listrik. Rincian Kewajiban pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman investasi terdiri atas: 1. Penerusan pinjaman Pemerintah;
2. Pinjaman Pemerintah; 3. Kewajiban leasing murni; 4. Pinjaman perbankan;
5. Obligasi dalam dan luar negeri;
6. Pinjaman Investasi dengan skema lainnya.
7. Bunga Obligasi termasuk beban pajak bunga obligasi.
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
Kebutuhan Pendapatan untuk Investasi :
1. Biaya untuk memenuhi kewajiban pembiayaan;
2. Biaya untuk menambah kapasitas usaha dan menjaga kinerja aset.
Biaya untuk Penambahan Kapasitas Usaha dan menjaga kinerja aset
(dapat
disetarakan dengan margin)
1. Biaya untuk Penambahan Kapasitas Usaha diberikan untuk membiayai program
investasi Perusahaan Pelaksana Penugasan yang terkait langsung dengan penugasan. 2. Biaya untuk Penambahan Kapasitas Usaha berfungsi sebagai dana internal
Perusahaan Pelaksana Penugasan yang harus digunakan untuk investasi (termasuk perhitungan covenant pinjaman).
Pengalihan alokasi Biaya untuk Penambahan Kapasitas Usaha menjadi Biaya Pembangkitan (Biaya bahan bakar) dapat dilakukan apabila terjadi kenaikan harga bahan bakar dan/atau pelemahan nilai tukar rupiah yang signifikan dan kondisi krisis lainnya yang dapat menggangu sustainabilitas keuangan Perusahaan Pelaksana Penugasan.
Permintaan pengalihan sebagaimana pada point di atas, harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan.
19
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
Parameter Terkendali
terdiri dari :
1. Kadar konversi energi (
heat rate
) menjadi listrik untuk masing-masing jenis bahan
bakar;
2. Biaya (operasi) Bukan Bahan Bakar (B4);
3. Susut Jaringan dan Pemakaian Sendiri;
4. Faktor penghematan;
5. Gagal operasi (non
force major
) Perusahaan Pelaksana Penugasan.
Faktor Penghematan adalah nilai yang diharapkan atas perbaikan produktivitas tahunan
atas aset dan pegawai. Faktor penghematan ditetapkan sebesar
2,5%.
20
Parameter Terkendali ditetapkan sekali untuk satu periode PBR (4 tahun). Untuk masa transisi (2015-2017), periode PBR dapat dibuat 1 tahunan. Sedangkan untuk perubahan nilai Parameter Terkendali dapat dilakukan dengan kondisi khusus yang menyebabkan nilai Parameter Terkendali tidak mungkin dijalankan.
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
Parameter Tidak Terkendali terdiri dari:
1. harga bahan bakar; (ICP : Ditjen Migas) (HBA: Ditjen Minerba) (Harga Gas: Ditjen Migas)
2. nilai tukar rupiah; (data BI)
3. pertumbuhan kebutuhan listrik; (laporan realisasi pertumbuhan ekonomi X elastisitas 1,5 kali)
4. kondisi kahar yang menyebabkan perubahan bauran energi; (pernyataan instansi Pemerintah)
5. kinerja instansi Pemerintah yang menyebabkan keterlambatan pembangunan pembangkit;
(laporan PLN dengan dokumen pendukung)
6. ketidaktersediaan bahan bakar; (laporan PLN dengan dokumen pendukung)
7. gagal operasi IPP. (laporan PLN dengan dokumen pendukung)
Nilai parameter tidak terkendali diperoleh dari instansi – instansi Pemerintah sebagaimana tersebut di atas digunakan untuk perhitungan koreksi 3 bulanan.
21
Paramater Tidak Terkendali ditetapkan secara tahunan dan dapat disesuaikan secara tiga bulanan berdasarkan kondisi yang ada. Penyesuaian tersebut akan dijadikan dasar koreksi tiga bulanan.
Kebenaran dan keakuratan terkait data realisasi parameter Tidak Terkendali akan diaudit oleh BPK untuk dijadikan dasar penyesuaian nilai akhir subsidi.
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Kementerian Keuangan BKF
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Perbedaan SOP Pembayaran Subsidi Listrik
22
PMK 111 Tahun 2007
Subsidi dibayar secara bulanan yang dihitung berdasarkan :
a. Realisasi penjualan /teg. xxxxx GWh b. Selisih BPP dan HJTL
BPP+margin / tegangan xxxx Rp/kWh HJTL / tegangan xxxx Rp/kWh Subsidi /tegangan xxxx Rp/kWh Total Subsidi adalah perkalian (a)*(b) pada semua golongan tarif.
Koreksi 3 bulanan
Koreksi diajukan PLN jika terjadi perbedaan BPP dalam APBN-P dengan BPP Realisasi (termasuk realisasi Susut Jaringan yang telah disetujui oleh DJK-K ESDM)
PMK Baru (PBR)
Subsidi dibayar bulanan untuk seluruh KP yang dihitung berdasarkan:
a. Realisasi Penjualan / tegangan XXXX GWh b. Selisih KP dengan HJTL
KP /tegangan xxxx Rp/kWh HJTL /tegangan xxxx Rp/kWh Subsidi /tegangan xxxx Rp/kWh
Total Subsidi adalah perkalian (a)*(b) pada semua golongan tarif.
Koreksi 3 bulanan
1) Koreksi atas subsidi operasi bulanan, dilakukan jika terjadi perubahan Parameter Tidak Terkendali. Nilai yang digunakan berdasarkan data realisasi dari instansi resmi dan laporan realisasi PLN
2) Koreksi atas subsidi investasi bulanan, dilakukan untuk membandingkan realisasi investasi yang dilakukan dengan dana subsidi dengan target yang diusulkan dalam
Kementerian Keuangan BKF
B. Perbandingan
Cost + Margin
dengan PBR
Simulasi PBR atas penetapan subsidi tahun 2012
23
Formula cost+margin
Berdasarkan audit BPK subsidi tahun 2012 adalah Rp 103 trilliun
BPP rata-rata per Kwh tahun 2012 : Rp 1.152/Kwh (audited)
BPP rata-rata per Kwh tahun 2013 : Rp1.163/Kwh (unaudited)
BPP rata-rata cenderung menunjuk
peningkatan namun sulit untuk dijelaskan apakah peningkatan BPP tersebut
dikarenakan inefisiensi operasi PLN atau karena faktor lain.
Formula PBR
Jika nilai subsidi listrik 2012 dipisahkan berdasarkan Kebutuhan Pendapatan (KP) : - KP Operasi, Rp 48, trilliun
- KP Investasi, Rp 54,99 trilliun terdiri dari: margin, depresiasi (-dividen), beban bunga, +pembayaran pokok pinjaman
Dengan memisahkan nilai subsidi yang terdiri dari kebutuhan operasi dan investasi, maka akan mempermudah APBN dalam mengklasifikasikan alokasi belanja subsidi atau belanja
modal/pembiayaan melalui PMN.
Dengan pendekatan PBR KP operasi khususnya untuk biaya non bahan bakar nilainya boleh
meningkat hanya sebatas nilai inflasi dikurangi faktor penghematan. Jadi secara rata-rata KP operasi per kWh diharapkan menurun dari periode ke periode.
Terima Kasih...
Kementerian Keuangan BKF