• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU. Oleh: RAJA MILYANIZA SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU. Oleh: RAJA MILYANIZA SARI"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

RAJA MILYANIZA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2008

Raja Milyaniza Sari NRP. A151050011

(3)

RAJA MILYANIZA SARI. Business Development Prospect Of Cloves Oil Distillation In Maluku (SRI HARTOYO as Chairman, YUSMAN SYAUKAT as Member of Advisory Commitee).

Maluku is one of the provinces which have become the target region for national of business development of Clove Oil Distillation (COD), due to its considerably high potential of people’s clove plantation. The potency of the resources is only one of the determining factors for sucsess of COD business development in Maluku, therefore, study on the prospect of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors in holistic manner is important to be conducted. The objectives of this study were: (1) analyzing the carrying capacity of external and internal factors for developing COD business in Maluku: (2) analyzing the strategy of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors. Research result showed that carrying capacity of external and internal factors for COD business development in Maluku relatively high as reflected from following items: indicators value of business feasibility, competitiveness of clove oil wich was relatively high and comparison of total score of matrices internal Factors Evaluation (IFE) dan external Factors Evaluation (EFE). Business development strategy for COD which can be implemented in accordance with strategi alternatives as recommended by result linear programming analysis and mapping on matrices internal and external (I-E), was business development CODS3 or COD business by using Distillation Equipment Capacity (DEC) of 100

kilograms of stainless steel type in each regency (district) in accordance with availability of possessed resources, because this could optimize the use resources and provide the maximum profit as compared to other kinds of DEC. Keyword: business development cloves oil distillation (COD), internal-external

factors analysis, business feasibility, competitiveness, COD business development stategi, linear programming analysis and distillation equipment capacity (DEC)

(4)

RAJA MILYANIZA SARI. Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku (SRI HARTOYO, sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Maluku adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi perkebunan cengkeh yang cukup besar. Potensi sumberdaya ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pengembangan usaha PMC di Maluku, oleh karena itu kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik penting untuk dilakukan. Penelitian Ini bertujuan untuk: (1) menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dengan menggunakan analisis kelayakan usaha, analisis daya saing dan analisis matrik EFI dan EFE, dan (2) menganalisis strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis LP dan analisis matriks I-E.

Hasil penelitian menunjukkan daya dukung faktor internal – eksternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku relatif cukup tinggi berdasarkan: : (1) nilai indikator kelayakan usaha PMC pada berbagai kapasitas olah dan jenis alat suling menunjukkan NVP lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar SDR yang berlaku dan PBP yang lebih kecil dari umur ekonomis usaha PMC, (2) daya saing minyak cengkeh Maluku relatif tinggi ditunjukan oleh DRCR dan PCR yang lebih kecil dari satu, dan masih dapat ditingkatkan dengan pengembangan jenis dan kapasitas alat suling yang efektif dan efisien, dan (3) Total skor matriks IFE dan EFE, yang menunjukkan total skor terboboti dari semua parameter variabel kekuatan dalam pengembangan usaha PMC di Propinsi Maluku lebih besar dari total skor terboboti dari semua parameter variabel kelemahan (1.4:0.81), dan total skor terboboti dari semua parameter variabel peluang lebih besar dibandingkan dengan total skor terboboti dari semua parameter variabel ancaman (1.55:0.92). Adapun strategi pengembangan usaha PMC yang direkomendasikan berdasarkan analisa LP dan Matriks I-E relatif memiliki tingkat kesamaan tinggi. Analisa LP merekomendasikan Alternatif strategi pengembangan usaha PMCs3 atau usaha

PMC menggunakan KAS 100 kilogram pada tiap kabupaten sesuai ketersediaan bahan baku yang dimiliki, karena dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan memberikan keuntungan yang maksimal dibandingkan penggunaan KAS lainnya. Pemetaan pada matrik I-E merekomendasikan 2 strategi yaitu: (1) strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dapat dilakukan melalui kegiatan memperluas usaha pada lokasi yang berbeda, memperluas pasar, fasilitas produksi dan teknologi melalui joint ventures atau kemitraan, dan (2) strategi stabilitas adalah menjalankan strategi yang telah ditetapkan tanpa mengubah arah strategi.

Kata kunci: pengembangan usaha penyulingan minyak cengkeh (PMC), analisis

faktor internal dan ekternal, kelayakan usaha, daya saing,

dan

strategi pengembangan usaha PMC

.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

Raja Milyaniza Sari

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(7)

Nama Mahasiswa : Raja Milyaniza Sari Nomor Pokok : A151050011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota

Mengetahui, 2. Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 14 April 2008 Tanggal Lulus :

(8)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1974 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan R.M.K. Marpaung dengan Hj. N. Yahya.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 1 Poka Ambon pada tahun 1987, kemudian pendidikan menengah di SMPN.7 Ambon 1990 dan SMUN 3 Ambon pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon dan meraih gelar sarjana pada tahun 1999.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pattimura sejak Desember 2002. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa BPPS dari DIKTI dan di masa studi S-2 tahun 2006. Penulis menikah dengan Djoko Murtiono SPi.

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis Program Magister Sains. Tesis ini berjudul “Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku”.

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberi saran, bimbingan dan sumbangan pemikiran dari awal penulisan proposal hingga

penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen penguji luar komisi. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Unpatti dan Dekan Fakultas Pertanian Unpatti atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh pendidikan.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, dan seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dalam menjalani perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB.

3. Dr. Ir. Wardis Girsang, Dr. Ir. Max Pattinama, Ir. Shelly Pattipeiluhu, Msi.,

Abdullah Sialana Spi., Suryadi, S.Sos., Mientje Lewa, S.Sos., Hasan Latarissa S.Sos., Saad Sanusi dan Seblun Tiwery, SH., yang telah

bersedia menjadi responden penentu faktor internal dan eksternal dalam penelitian ini.

4. Staf dan penyuluh lapang Dinas Pertanian, Perindag dan Baristand Kabupaten Maluku Tengah, SBB dan Provinsi Maluku, serta penyuling

(10)

responden yang telah membantu penulis memperoleh data dan informasi untuk penulisan ini.

5. Teman-teman di EPN angkatan 2005 (Mariyah, Ahmad Yousuf Kurniawan, Wiji, Betrixia Barbara, Pini Wijayanti, Novindra, Zuraidah, Dewi Nurasih, Zais M. Samiun, Aprilaila Sayekti, Zednita Azriani, M. Yadjid, Budi Sulistyo, Tono, Veralianta Sebayang, Andri Meiriki, Ranthy Pancasasty dan Rumna), EPN angkatan 2004 dan 2006 (Andi Thamrin), teman-teman sekost (mbak wati, erna, dian dan yuanna) atas bantuan dan dorongan semangat yang diberikan.

6. Ayahanda R.M.K. Marpaung dan Ibunda Hj.N.Yahya, kakak-kakakku (Milyan, Milvan dan Milwan) dan adikku Dedi yang telah memberikan dukungan moril dan do’a.

7. Pihak-pihak lain yang namanya tidak disebutkan di sini, namun telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan hormat kepada suami tercinta Djoko Murtiono yang telah memberikan dukungan moril dan materil, perhatian, kesabaran dan do’a yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan tesis ini kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya.

Bogor, Mei 2008

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal... 8

2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha ... 9

2.1.1.2. Konsep Daya Saing ... 11

2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha... 15

2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Metode Pengambilan Contoh ... 24

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.4. Metode Analisis ... 25

3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku... 26

3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 26

3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh... 26

3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Evaluasi Faktor Eksternal... 29

(12)

3.4.2. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan

Minyak Cengkeh ... 31

3.4.2.1. Analisis Linier Programming... 31

3.4.2.2. Analisis Matriks Internal – Eksternal ... 34

VI. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 35

4.1. Kondisi Fisik Wilayah ... 35

4.2. Kondisi Penduduk... 37

4.3. Kondisi Perekonomian ... 40

4.4. Kondisi dan Potensi Tanaman Cengkeh ... 42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1. Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku ... 44

5.1.1. Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 44

5.1.2. Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku ... 47

5.1.3. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 50

5.1.3.1. Faktor Kekuatan ... 51

5.1.3.1. Faktor Kelemahan ... 55

5.1.3.1. Faktor Peluang ... 62

5.1.3.1. Faktor Ancaman ... 66

5.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 69

5.2.1. Penentuan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 69

5.2.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 72

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1. Kesimpulan ... 77

7.2. Saran ... ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... ... 83

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan

Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh... 4

2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004 ... 6

3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur Dalam Analisis Ekonomi dan Finansial ... ... 10

4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya Asing ... ... 29

5. Penilaian Skor Terbobot Faktor Internal dan Ekternal ... 30

6. Luas Lahan Potensial per Sub-sektor di Provinsi Maluku... ... 36

7. Jumlah Penduduk di Provinsi Maluku Per Kabupaten/Kota ... 37

8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota ... 39

9. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2004 .... ... . 39

10. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDRB Provinsi Maluku... 40

11. Data Potensi Industri Kecil-Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal di Provinsi Maluku Tahun 2004 ... 41

12. Luas Areal, Jumlah Petani dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat di Provinsi Maluku Tahun 2004 ... ... 42

13. Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku Tahun 2001-2005 ... 43

14. Karakteristik Usaha PMC... 45

15. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMC... ... 46

16. Hasil Analisis Kelayakan Finasial Usaha PMC... 47

17. Hasil Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Berdasarkan Kategori ... ... 49

18. Faktor Strategis Internal - Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... ... 50

(14)

19. Luas Areal dan Produksi Cengkeh, dan Potensi Ketersedian

Bahan Baku Minyak Cengkeh Per Kabupaten Tahun 2005 ... ... 52 20. Karakteristik Pengusaha PMC Maluku ... ... 56 21. Nilai per Unit Alat Suling, Nilai Bantuan per RTU dan Frekwensi

Produksi per Tahun ... ... 61 22. Perbedaan Minyak Cengkeh Berdasarkan Jenis Alat Suling ... .... 65 23. Perkembangan Harga Cengkeh dan Minyak Cengkeh

Tahun 1999 – 2005 ... 66 24. Standar Mutu Minyak Daun Cengkeh Menurut SNI 1991 Dan Minyak

Cengkeh Maluku 1997 ... 68 25. Ketersediaan Bahan Baku dan Alokasi Dana Pengembangan

Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Pada 6 Kabupaten di

Provinsi Maluku... ... 70 26. Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis

Stainless Steel) dengan Sofware LINDO... 71 27. Matriks EFI Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku... 73 28. Matriks EFE Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku... ... 74

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor ... 14 2. Kerangka Pemikiran Penelitian... 23 3. Matriks I - E ... 34 4. Perbandingan Potensi Lahan, Lahan yang telah dimanfaatkan dan

Lahan yang belum dimanfaatkan untuk Sub-sektor Perkebunan.….. ... 36 5. Matriks I – E untuk Pengembangan Agroindustri Minyak Cengkeh

di Provinsi Maluku.….. ... 74

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Peta Propinsi Maluku... 84

2. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel... 85 3. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs1

(KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 85 4. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs2

(KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 86 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs3

(KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 86 6. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCns

(KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel) ... 87 7. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs1

(KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 87 8. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs2

(KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 88 9. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs3

(KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 88 10. Nilai KURS Tengah Dollar terhadap Mata Uang Rupiah

Tahun 1999 -2007... ... 89 11. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha

PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)... 90 12. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha

PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 90

13. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 91

14. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... ... 91

15. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)... 92 16. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha

PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 92

(17)

17. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha

PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 93

18. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Pada PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... ... 93

19. Responden Penentu Faktor Strategis Internal – Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Propinsi Maluku ... ... 94

20. Rekapitulasi Penentuan Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ... 95

21. Rekapitulasi Penentuan Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal . ... 95

22. Bagan Proses Penyulingan Minyak Cengkeh ... 96

23. Model Matematis dan Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis Stainless Steel) dengan Sofware LINDO... ... 97

24. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Internal ... ... 99

25. Rekapitulasi Peringkat Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ... .. 100

26. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Eksternal ... ... 101

27. Rekapitulasi Peringkat Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal ... 101

(18)

1.1. Latar Belakang

Secara umum potensi sumberdaya nasional dan daerah adalah agribisnis dalam arti luas. Potensi tersebut merupakan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan merupakan landasan yang kuat bagi terbangunnya keunggulan kompetitif (competitive advantage) bagi pengembangan ekonomi nasional dan daerah. Jika potensi tersebut didayagunakan secara optimal, maka perekonomian yang dibangun akan memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdaya-guna bagi seluruh masyarakat (Rencana Pembangunan Pertanian, 2004).

Terkait pendayagunaan potensi nasional dan daerah dalam upaya pengembangan ekonomi nasional dan daerah, serta menghadapi era liberalisasi perdagangan, pembangunan sektor rill saat ini diarahkan pada tujuh sasaran utama, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama golongan

ekonomi lemah melalui pemberdayaan kekuatan ekonomi rakyat, (2) meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor non migas,

(3) menciptakan stuktur industri yang kuat yang mampu memanfaatkan keunggulan komparatif untuk mencapai keunggulan kompetitif, (4) menciptakan sektor agribisnis dan agroindustri yang tangguh sebagai landasan menuju era industrialisasi, (5) mencapai daya saing produk domestik yang tinggi melalui peningkatan produktivitas dengan mempercepat inovasi dan diseminasi teknologi

tepat guna, (6) mencapai standar mutu yang diterima pasar global, dan (7) menciptakan pembangunan ekonomi rakyat berkelanjutan dan ramah

lingkungan.

Salah satu potensi sumberdaya nasional dan daerah yang diidentifikasi sangat prospektif untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut adalah Agroindustri

(19)

Minyak Cengkeh (AMC). Penilaian ini berdasarkan ketersediaan bahan baku dan kecenderungan peningkatan permintaan atau penggunaan minyak cengkeh di pasar domestik maupun dunia. Minyak cengkeh (cloves oil) adalah salah satu jenis minyak atsiri (essential oil) yang dapat diperoleh dengan mengekstrasi bunga, gagang dan daun tumbuhan cengkeh. Minyak cengkeh yang diproduksi di Indonesia umumnya adalah minyak cengkeh yang berasal dari daun dan gagang tanaman cengkeh.

Pada awalnya sebagian besar produksi minyak cengkeh adalah untuk kebutuhan ekspor, namun beberapa tahun terakhir pemakaian minyak cengkeh domestik semakin meluas yaitu: (1) sebagai produk subtitusi bunga cengkeh pada pabrik rokok kretek (PRK), yang mencapai 25 persen dari konsumsi bunga cengkeh PRK dan diprediksikan akan meningkat sebesar 5 persen pertahunnya sebagai akibat penurunan produksi dan sifat produksi tanaman cengkeh yang fluktuatif (tidak menjamin kontinuitas jumlah suplai), dan (2) sebagai bahan baku pestisida nabati untuk pertanian organik dan obat-obatan herbal yang beberapa tahun belakangan tumbuh dengan pesat sebagai dampak dari tingginya kesadaran masyarakat domestik dan dunia untuk mengkonsumsi produk-produk bebas residu kimia, dimana kebutuhannya diperkirakan mencapai 2.49 ribu ton pertahun dan di prediksikan akan meningkat lebih besar dari 5 persen tiap tahunnya1. Kondisi ini menggambarkan minyak cengkeh memiliki prospek pasar yang baik di dalam maupun diluar negeri, dan sebagai negara dengan luas areal tanaman cengkeh terbesar dunia Indonesia berpeluang menguasai pasar minyak cengkeh domestik maupun dunia melalui pengembangan AMC nasional.

Menurut data statistik Food and Agriculture Organization (2004), Indonesia memiliki luas areal tanaman cengkeh terbesar di dunia yakni sekitar 241.86 ribu

1

http://www.Litbang.Deptan.Go.Id/Special/Komoditas/Files/Cengkeh.Pdf [14/09/2006] http://www.Feed Quality for Food Safety/article.php io.ppi-jepang.org.htm [04/01/2007]

(20)

hektar atau lebih dari 70 persen dari luas areal tanaman cengkeh dunia, disusul secara berturut-turut oleh Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Indonesia juga merupakan penghasil bunga dan minyak cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun 2000 - 2002 dari rata-rata 2.08 ribu ton minyak cengkeh yang beredar di pasar dunia, Indonesia memasok rata-rata 1.32 ribu ton atau sebesar 63.5 persen, dengan harga Cost Insurance Freight (CIF) berkisar antara US$ 0.77 – 7.11 per kilogram2.

Harga ekspor minyak cengkeh Indonesia di pasar dunia relatif fluktuatif tiap tahunnya dan sangat tergantung pada harga bunga cengkeh. Walaupun demikian harga minyak cengkeh di pasar domestik relatif stabil, dimana pada awal tahun 2002 harga minyak cengkeh mencapai Rp 29.5 ribu, pada tahun 2003 berfluktuasi antara Rp 23 ribu - 25 ribu per kilogram, dan cenderung stabil pada harga Rp 29.5 ribu per kilogram pada tahun 2004. Relatif stabilnya harga minyak cengkeh domestik adalah sebagai akibat tingginya permintaan industri domestik terhadap produk minyak cengkeh dan turunannya3.

Penyebaran areal tanaman cengkeh dan jumlah tanaman cengkeh perhektar di Indonesia tahun 2004, menunjukkan ada 12 Provinsi berpotensi besar dalam pengembangan AMC nasional, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan kajian prospek pengembangan AMC Indonesia yang dilakukan oleh BPPP Deptan (2005), ketersediaan bahan baku membuat Indonesia tetap masih berpeluang untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun untuk memenuhi target tersebut Indonesia dalam 15 tahun ke depan, paling sedikit dibutuhkan 600 unit usaha Penyulingan Minyak Cengkeh (PMC) dengan nilai investasi Rp. 158

2

http://www.Litbang.Deptan.Go.Id/Special/Komoditas/Files/Cengkeh.Pdf [14/09/2006] http://www.beritabumi.com/ beritabumi-cetak/html[04/01/2007]

3

Proses metilasi dan dimetilasi minyak cengkeh menghasilkan eugenol murni dan isoeugenol, eugenol asetat dan vanilin sebagai bahan baku industri (industri: farmasi, makanan dan fungisida, flavor, fragance dan sebagainya) yang pada awalnya di impor, namun sejak tahun 2004 sebagian besar telah dapat diproduksi di Indonesia (Litbang Deptan, 2005 dan Hobir et al. 2003).

(21)

juta per unit, yang ditujukan untuk meningkatkan produksi baik berupa: (1) tambahan unit usaha PMC di daerah sentra industri dan daerah baru yang memiliki potensi pengembangan usaha PMC, dan (2) rehabilitasi usaha PMC yang telah ada.

Tabel 1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh

Daerah Pengembangan Usaha PMC Areal TM (ribu ha) Populasi TM (pohon/ha) Jumlah Usaha (Unit) NAD 15.47 168 35 Lampung 3.12 77 5

Jabar dan Banten 15.37 174 40

Jateng 15.17 163 45

Jatim 17.88 76 45

Bali 15.80 66 35

Sulsel 32.51 81 80

Sulut dan Gorontalo 33.25 257 75

Sulteng 31.41 126 100

Maluku 23.57 105 40

Provinsi lain 38.31 100

Indonesia 241.86 600

Sumber : BPPP Deptan, 2005

Keseluruhan uraian di atas menunjukkan peluang pengembangan usaha PMC dapat menjadi salah satu upaya dalam pengembangan ekonomi nasional dan daerah. Namun agar pengembangannya dapat efektif dan efisien, sesuai kondisi dan kebutuhan di tiap daerah yang teridentifikasi, maka prospek pengembangan usaha PMC di tiap daerah tersebut perlu dipelajari dan dikaji secara komprehensif.

1.2. Perumusan Masalah

Potensi ketersediaan bahan baku minyak cengkeh di Provinsi Maluku cukup besar yaitu mencapai 127.64 ribu ton per tahun, adapun potensi yang dimanfaatkan untuk memproduksi minyak cengkeh baru mencapai 11 persen (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005). Kondisi ini menggambarkan masih cukup besar potensi bahan baku minyak cengkeh yang

(22)

belum dimanfaatkan dalam usaha PMC ataupun usaha lainnya yaitu sebesar 89 persen dari potensi ketersediaan bahan baku yang ada.

Pada umumnya usaha PMC yang ada di Provinsi Maluku adalah merupakan industri kecil dengan menggunakan dua jenis peralatan penyulingan yaitu: (1) alat suling tradisional, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan kayu dan (2) alat suling modern, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan nonstainless steel dan stainless steel. Penyulingan secara tradisional telah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda dan pada saat ini relatif jarang ditemui, sedangkan penyulingan modern dikenal mulai tahun 1995.

Produksi minyak cengkeh Maluku pada tahun 2004 adalah sebesar 480 ton. Sebagian besar produksi minyak cengkeh Maluku digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen di luar daerah Maluku, sedangkan sebagian kecil produksi diolah dan dikemas lebih lanjut oleh beberapa perusahaan agroindustri terkait yang berada di Provinsi Maluku dalam bentuk minyak gosok dan dijual ke berbagai daerah dengan harga yang bervariasi.

Harga minyak cengkeh Maluku di pasar dunia relatif lebih tinggi (khususnya dalam bentuk minyak gosok) jika dibandingkan harga minyak cengkeh dari luar daerah Maluku, hal ini dikarenakan opini yang telah lama terbentuk yaitu: kepulauan Maluku merupakan kawasan dimana tanaman cengkeh berasal dan minyak cengkeh pertama kali diproduksi (Guenther, 1950 dalam Kardinan, 2005). Harga minyak cengkeh curah tahun 2004 ditingkat penyuling berkisar antara Rp 25 - 35 ribu perkilogram, sedangkan harga minyak cengkeh yang telah dikemas sebagai minyak gosok pada berat netto 100 mililiter berkisar antara Rp 10 – 12.5 ribu atau Rp 75 ribu per kemasan 1 kilogram.

Ketersediaan bahan baku, kecenderungan permintaan yang meningkat dan kondisi harga yang relatif stabil seharusnya dapat memacu perkembangan usaha PMC di Maluku. Namun perkembangan usaha PMC di Maluku sendiri

(23)

relatif lambat. Berdasarkan data jumlah industri kecil menengah berbahan baku tanaman lokal di Provinsi Maluku Tahun 1996 – 2004 (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku), diketahui bahwa dalam kurun waktu 8 tahun pertambahan unit usaha PMC relatif kecil dibandingkan usaha industri lainnya, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Di Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004

Tahun

No. Kapupaten/ Jenis Industri

1994 2004 1.Maluku Tengah*

Minyak Kayu Putih 1 3

Minyak Cengkeh 30 31

Minyak Atsiri* 12 32

Minyak Kelapa - 1

2.Seram Bagian Timur

Gula Merah 1 1

3.Pulau Buru

Minyak Kayu Putih 98 168

Gula Merah - -

4.Maluku Tenggara Barat

Minyak Kayu Putih 7 27

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005

Keterangan: * tergabung Kabupaten Seram Bagian Barat yang pada saat itu masih dalam persiapan pemekaran

Kondisi ini membuktikan bahwa prospek pengembangan usaha PMC tidak cukup hanya dilihat dari ketersediaan bahan baku dan peluang yang terjadi seperti peningkatan permintaan dan harga produk relatif tinggi. Oleh karena itu kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana daya dukung faktor internal dan eksternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku ?

2. Bagaimana strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal ?

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.

2. Menganalisis Strategi Pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.

2. Memberikan rekomendasi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.

1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, meliputi: (1) analisa daya dukung faktor internal dan ekternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku melalui tahapan: analisa kelayakan usaha PMC , analisa daya saing minyak cengkeh Maluku dan analisis matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) atau Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix dan matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) atau External Factor Evaluation (EFE) Matrix, dan (2) analisa strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, meliputi: analisis linier programing dan analisis matriks Internal – External. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu terkait dengan minimnya data sekunder tentang minyak cengkeh atau usaha PMC nasional maupun daerah, maka tiap analisis yang dilakukan hanya terbatas pada data tersedia dan informasi dapat diperoleh.

(25)

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal

Berbicara mengenai prospek pengembangan suatu usaha pada suatu tempat berarti kita membicarakan dua hal yaitu potensi dan peluang. Potensi sangat terkait dengan faktor-faktor mempengaruhi usaha tersebut atau faktor internal daerah lokasi usaha yang meliputi antara lain: (1) kondisi sumber daya alam, (2) lingkungan bisnis, (3) industri terkait dan pendukung, (4) permintaan domestik, dan (5) faktor tenaga kerja, sedangkan peluang terkait dengan faktor diluar faktor internal atau yang dikenal sebagai faktor eksternal yang umumnya meliputi harga dan permintaan di pasar dunia atau di luar daerah tersebut (Bappenas (2004) dan Joesron (2001)).

Menurut Gittinger (1986), faktor internal daerah pengembangan atau lokasi usaha merupakan faktor dominan yang menentukan berhasil tidaknya suatu pengembangan usaha. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi usaha adalah faktor-faktor yang dimiliki (faktor internal) lokasi tersebut, antara lain: keadaan geografis, iklim, ketersediaan input dan pasar output, kegiatan industri terkait atau pendukung, infrastuktur dan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Tarigan (2003) juga kurang lebih mengemukakan hal yang sama, bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi usaha adalah ketersediaan bahan baku, upah tenaga kerja, jaminan keamanan, infrastuktur, daya serap pasar lokal dan aksesibilitas pasar yang dituju, dan kebijakan pemerintah setempat.

Menurut Tarigan (2005), penetapan lokasi industri sendiri terkait dengan dua sudut pandang, yaitu: (1) sudut pandang pengusaha, yang melihat lokasi dari segi keuntungan maksimum jangka panjang yang dapat diraih atau

(26)

kelayakan finansial, dan (2) sudut pandang pemerintah dalam arti “good goverment” tidak hanya melihat dari segi keuntungan semata, tetapi cenderung pada apakah industri tersebut sesuai untuk dikembangkan pada lokasi tersebut terkait dengan ketersediaan sumberdaya, efektif dan efisien dalam upaya pembangunan ekonomi berkelanjutan dan apakah memberikan nilai tambah yang optimal dari segi finansial maupun ekonomi.

Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran kondisi suatu daerah atau usaha. Setidaknya ada dua bagian pada faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan persaingan yaitu kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan ancaman bagi pengembangan suatu usaha. Faktor eksternal berupa peluang pasar merupakan gelanggang yang menarik untuk melakukan kegiatan industri di mana hanya industri yang mampu bersaing yang dapat bertahan dan berkembang. Faktor eksternal disamping memberikan peluang, juga dapat memberikan ancaman, misalnya jika terjadi penurunan harga dan perubahan nilai mata uang pada tingkat kondisi yang tidak diharapkan.

2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha

Daya dukung faktor internal pada suatu daerah seperti ketersediaan input produksi, kebijakan pemerintah yang mendukung dan pasar lokal sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha di tempat tersebut, atau dapat dikatakan kelayakan usaha di suatu daerah merupakan gambaran daya dukung faktor internal daerah terhadap usaha tersebut. Umumnya ada dua jenis analisa yang dipakai dalam menilai kelayakan suatu usaha yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Dalam analisa ekonomi yang diperhatikan adalah manfaat yang diberikan oleh suatu usaha terhadap perekonomian secara keseluruhan

(27)

(the social return), sedangkan dalam analisa finansial yang diperhatikan adalah manfaat diberikan oleh suatu usaha bagi pihak-pihak terlibat langsung dalam usaha tersebut (the privat return). Fokus analisa yang berbeda menyebabkan kedua analisa ini juga memiliki penilaian yang berbeda terhadap beberapa unsur yaitu: harga, subsidi, pajak, upah tenga kerja, dan bunga modal, seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur dalam Analisis Ekonomi dan Finansial

Perbedaan Unsur

Analisis Ekonomis Analisis Finansial 1. Harga Harga yang dipakai adalah

harga bayangan (shadow price*)

Harga yang dipakai adalah harga pasar (market price) setempat.

2. Subsidi Subsidi merupakan biaya. Besarnya subsidi menambah manfaat usaha

3. Pajak Pajak tidak diperhitungkan dalam biaya industri.

Besarnya pajak

diperhitungkan sebagai biaya usaha.

4. Bunga modal

Besarnya bunga modal biasanya tidak diperhitungkan sebagai biaya.

Bunga modal dibedakan atas:

- Bunga yang dibayarkan kreditor dianggap sebagai biaya.

- Untuk bunga modal tidak dianggap sebagai biaya 5. Upah

tenaga Kerja

Upah yang digunakan adalah upah bayangan (shadow wages*)

Upah yang digunakan adalah upah yang berlaku setempat. Sumber : Gittinger, 1985., Kadariah, 1985 dan Gray et al., 1992

Keterangan: * harga yang mencerminkan opportunity cost-nya

Menurut Gittinger (1985) dan Gray et al. (1992), cara penilaian industri jangka panjang yang banyak diterima sehubungan dengan analisis kelayakan ekonomi dan finansial adalah analisis aliran kas yang didiskonto atau Discounted Cash Flow Analysis (DCF) dengan memakai kriteria investasi. Asumsi kunci yang dipakai dalam dalam analisa DCF adalah uang yang berada sekarang lebih berharga daripada jumlah uang yang sama di masa yang akan datang oleh karena itu nilai uang untuk waktu akan datang dihitung dengan metode

(28)

compounding, sedangkan untuk mengkonversi nilai uang masa depan kenilai sekarang menggunakan metode discounting pada tingkat bunga sosial atau Social Discount Rate (SDR) yang sama, sedangkan jenis kriteria investasi yang umum dipakai yaitu: (1) Net Present Value (NPV), (2) Internal Rate of Return (IRR), (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP).

Menurut Aliluddin (2006), pada dasarnya kriteria investasi tersebut diatas konsisten satu sama lain, artinya jika dievaluasi dengan kriteria NPV dan kriteria lainnya akan menghasilkan rekomendasi yang relatif sama, tetapi informasi spesifik yang dihasilkan akan berbeda. Oleh karena itu dalam prakteknya masing-masing kriteria sering dipergunakan secara bersamaan dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dari perilaku suatu investasi usaha.

2.1.1.2. Konsep Daya Saing

Konsep keunggulan bersaing dalam perdagangan suatu komoditas atau produk antar wilayah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Konsep yang pertama dimulai dari keunggulan absolut dari Adam Smith (1776) yang menyatakan bahwa dua negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila dengan faktor-faktor alamiahnya masing-masing negara dapat mengadakan suatu produk yang lebih murah dibandingkan dengan memproduksinya sendiri. Dengan kata lain, suatu wilayah dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan apabila total biaya sumber daya untuk memproduksi suatu barang secara absolut lebih rendah dari biaya sumber daya untuk memproduksi barang yang sama di negara lain. Oleh karena itu, menurut konsep tersebut, setiap negara hendaknya mengkhususkan diri untuk memproduksi barang-barang yang paling efisien yaitu barang-barang yang diproduksi dengan biaya paling murah (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).

(29)

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa ternyata dua wilayah masih mendapatkan keuntungan dari perdagangan bahkan apabila salah satu negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi semua komoditas atau produk. Dipicu oleh realitas tersebut, kemudian muncul konsep keunggulan komparatif dari David Ricardo (1817) yang menyatakan bahwa apabila suatu wilayah dapat memproduksi masing-masing dua barang dengan lebih efisien dibandingkan dengan wilayah lainnya, dan dapat memproduksi salah satu dari kedua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya wilayah tersebut mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih efisien, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan absolut terbesar. Sebaliknya, wilayah yang memiliki efisiensi yang lebih rendah hendaknya mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih rendah inefisiensinya yaitu komoditas yang paling rendah dalam ketidakunggulannya (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).

Selanjutnya, muncul konsep keunggulan kompetitif yang merupakan penyempurnaan dari konsep keunggulan komparatif. Pada konsep keunggulan kompetitif, keunggulan suatu wilayah tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja. Konsep keunggulan kompetitif yang terkenal adalah konsep yang dicanangkan oleh Porter (1990), yang mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya, yaitu: (1) kondisi faktor, (2) kondisi permintaan, (3) industri terkait dan penunjang, dan (4) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan, yang terkenal dengan sebutan “The Diamond of Porter”. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, kesemuanya akan mempengaruhi kemampuan bersaing suatu industri di suatu negara.

(30)

Sinergis dengan Potter (1990), Cho (1994) mengemukakan bahwa dalam dunia dimana bahan baku, modal dan tenaga kerja bergerak diseluruh batas wilayah, keunggulan komparatif saja tidak menentukan daya saing internasional. Daya saing juga tidak boleh diukur dari pangsa pasar suatu negara dalam pasar dunia, karena suatu negara dapat saja meningkatkan pangsa pasarnya dengan menurunkan harga misalnya melalui subsidi tetapi daya saing internasionalnya tidak selalu menguat. Daya saing juga tidak boleh diukur berdasarkan faktor harga atau bukan harga. Harga yang meningkat terlihat melemahkan daya saing internasional sebuah negara, namun dalam kenyataannya negara dengan daya saing internasional yang kuat dapat meningkatkan harga produknya. Status kualitas, daya tahan, rancangan dan kepuasan konsumen digunakan untuk mengevaluasi daya saing bukan harga, tetapi tidak ada bukti empiris untuk membuktikan pengaruhnya. Faktor harga dan bukan harga bukanlah penyebab tetapi merupakan hasil dari daya saing internasional sebuah negara.

Konsep terakhir mengenai daya saing yang dikembangkan Cho dan Moon (2003) dapat menjelaskan mengapa tiap ahli pada zamannya dan pada lokasi berbeda mendefinisikan daya saing secara berbeda pula, konsep ini dikenal sebagai model sembilan faktor yang merupakan model penyempurnaan dari model diamond yang dikemukakan oleh Potter (1990). Model sembilan faktor mengemukaan bahwa daya saing internasional ditentukan oleh 4 faktor fisik-sumber daya yang dianugrahkan yang keseluruhannya dimobilisasi dan dikendalikan oleh keempat faktor manusia. Kedelapan faktor ini memainkan peran yang berbeda dalam tahap yang berbeda dalam pembangunan perekonomian suatu wilayah atau negara yaitu: (1) tahap awal, dimana persaingan terbatas pada sumber daya yang dianugrahkan, dalam kondisi ini suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk yang memiliki biaya produksi terendah atau berharga lebih rendah, (2) tahap

(31)

pertumbuhan, industri memerlukan politisi dan birokrat yang bersedia mendukung bisnis secara sistematis melalui berbagai kebijakan yang mendukung, (3) tahap kedewasaan, inovasi muncul dalam proses manufaktur, pengembangan produk dan organisasi bisnis, dimana industri mencakup persaingan penuh dari perusahaan domestik maupun asing dan persaingan akan merangsang pengembangan produk dan perbaikan kualitas, dan (4) tahap penurunan, industri yang gagal mempertahan inovasi akan memasuki tahap penurunan, untuk memperbaiki kondisi ini diperlukan manajer yang profesional. Daya saing internasional suatu industri diperkuat dan diperlemah oleh berbagai peluang dan peristiwa atau faktor eksternal yang merupakan faktor ke sembilan. Untuk lebih jelas pembagian sembilan faktor penentu daya saing dalam tahap pembangunan perekonomian sebuah negara dapat dilihat pada Gambar 1.

Ti ng kat daya s ai ng in tern asi o n al

Gambar 3. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor

Tahap Tahap awal Tahap

bertumbuh

Tahap dewasa Tahap

Penurunan 4 Faktor Fisik Sumber daya

Alam Lingkungan Bisnis Industri terkait dan Pendukung Permintaan domestik 4 Faktor Manusia

Pekerja Politisi dan

Birokrat Para wirausahawan Para manajer dan profesional Faktor Eksternal Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa

Contoh: Sebagian besar

negara Afrika dan beberapa negara Asia dan Amerika latin Thailand Filipina Indonesia Korea, Taiwan, Hongkong, Singapura, Spanyol dan Brazilia Amerika Serikat, Jepang dan Negara-negara Eropa barat

(32)

Sebagian besar wilayah Indonesia berdasarkan konsep model sembilan faktor berada pada tahap awal dan pertumbuhan, dimana daya saing masih dominan ditentukan olah keunggulan komparatif atau sumber daya yang dianugrahkan dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Dalam kondisi ini suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk yang memiliki biaya produksi terendah atau berharga lebih rendah dan memerlukan kebijakan pemerintah yang mendukung. Oleh karena itu pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif dengan metode DRCR dan PCR masih cukup sesuai untuk menilai daya saing produk industri Indonesia.

2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha

Menurut Kotler (1997), hasil analisis faktor internal dan eksternal dapat dipakai untuk mengetahui posisi dan menyusun strategi pengembangan usaha kedepan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam suatu usaha dalam kaitannya dalam tujuan jangka panjang, program tidak lanjut dan prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 2006), selanjutnya menurut Porter (1998), strategi adalah alat penting untuk mendapatkan keunggulan bersaing.

Strategi pengembangan usaha yang baik berasal dari perencanaan strategis yang baik pula, yaitu suatu proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi, dimana tujuan utama dari dari perencanaan strategis adalah mencari kesesuaian aktivitas-aktivitas usaha dengan kondisi internal-eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha. Jadi strategi dalam pengembangan suatu usaha penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan menghasilkan output sesuai dengan permintaan pasar dengan dukungan optimal dari sumberdaya yang ada (Rangkuti, 2006).

(33)

Teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2002) dapat dipadukan menjadi kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap, yaitu: (1) tahap input, (2) tahap mencocokkan, dan (3) tahap keputusan. Tahap input merupakan tahap analisis lingkungan, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam dalam prosedur analisis lingkungan adalah: (1) menentukan relevansi karena tidak semua faktor lngkungan berpengaruh pada suatu usaha dan (2) menentukan tingkat relevansi dari issu strategi (strategic issue), yaitu faktor lingkungan yang mempengaruh besar terhadap usaha. Tahap mencocokkan, mencocokkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal merupakan kunci efektif menghasilkan alternatif strategi yang layak. Tahap keputusan, tahap keputusan menjadi penting jika ada beberapa alternatif strategi dalam pengembangan usaha. Pada umumnya strategi yang terpilih adalah strategi memiliki peringkat tertinggi atau yang diramalkan dapat memenuhi tujuan dari suatu usaha secara optimal.

2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang minyak cengkeh yang telah banyak dilakukan adalah mengenai pengujian kualitas, teknis produksi, pemisahan unsur-unsur dalam minyak cengkeh dan pemanfaatan minyak cengkeh untuk berbagai produk industri, sedangkan penelitian tentang terkait dengan daya dukung faktor internal dan eksternal dalam pengembangan UKM penyulingan minyak cengkeh dan strategi pengembangannya masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam dalam bagian penelitian-penelitian terdahulu ini menampilkan hasil-hasil penelitian yang memiliki kemiripan produk dan alat analisa.

Menurut Hafsah (2004), pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terkait dengan faktor internal UKM antara lain meliputi: (1) kurangnya permodalan, (2) sumberdaya manusia (SDM)

(34)

yang terbatas (3) sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun, (4) sifat produk dengan lifetime pendek (5) lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar, sedangkan yang terkait dengan faktor eksternal UKM antara lain meliputi: (1) iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3) implikasi otonomi daerah, dan (4) implikasi perdagangan bebas. Oleh karena itu pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas, atau dengan kata lain pemgembangan UKM perlu pemikiran dalam skala global namun implentasi tindakan yang bersifat lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan UKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Supriatna (2004), mengenai sistem perencanaan model pengembangan agroindustri minyak cengkeh di Sulawesi Utara menunjukkan ketersediaan bahan baku, kemudahan pemasaran, kemudahan transportasi, ketersediaan tenaga kerja, adanya sarana listrik, adanya sarana air, kemudahan investasi, iklim, tersedianya unsur penunjang dan prospek jangka panjang merupakan faktor internal penting yang sangat berpengaruh pada kelayakan usaha minyak cengkeh pada kapasitas penyulingan 18 ton daun cengkeh kering per harinya dengan prediksi perolehan minyak 504 kg/hari pada rendemen penyulingan 2,8%. Secara finansial prediksi investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik minyak cengkeh pada kapasitas tersebut di atas adalah Rp. 863 juta, modal investasi ini diperkirakan akan kembali selama 0.63 tahun atau 7.56 bulan dengan titik pulang pokok 10.515 ton /tahun. Hasil analisis kelayakannya menunjukkan NPV sebesar Rp. 5.35 milyar (lebih besar dari nol), nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (18%) yaitu 49,2 % dan B/C rasionya 1.66 (lebih besar dari 1),

(35)

sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan teknologi penyulingan minyak di Sulawesi Utara layak untuk dilaksanakan.

Selanjutnya hasil penelitian Smallfield (2004), mengatakan bahwa ukuran kapasitas produksi dan penggunaan teknologi yang tepat sangat penting dalam upaya pencapaian efisiensi produksi dalam destilasi minyak atsiri atau dengan kata lain memaksimalkan rendemen yang diperoleh. Rendemen minyak yang dihasilkan lewat proses destilasi umumnya kecil yaitu berkisar antara 0.1 – 2 persen oleh karena itu dalam pengusahaannya sebaiknya mengolah bahan baku dari luas areal minimal sebesar 20 hektar per unit investasi agar diperoleh kuantitas minyak dan keuntungan yang layak.

Penelitian MacTavish (2002), mengenai studi ekonomi produksi essensial oil di UK, menunjukkan bahwa subsidi dan tingkat bunga yang rendah berhasil meningkatkan produksi minyak atsiri, dalam hal ini akses terhadap alat penyulingan yang baik adalah penting mengingat harga peralatan tersebut cukup mahal. Hal ini memungkinkan dengan melibatkan lembaga riset untuk menciptakan alat suling yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil penyulingan, memberikan bantuan modal kepada produsen, mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan output dalam skala besar, perbaikan penetrasi pasar dan posisi tawar, pengembangan infrastuktur, industri terkait, asosiasi pengusaha dan pusat riset minyak atsiri yang baik .

Penelitian yang dilakukan oleh Maarthen (1998), mengenai aspek ekonomi penyulingan minyak kayu putih Pulau Buru, menunjukkan produk minyak kayu putih Maluku memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR sebesar 0.4574, dimana sebagian besar produksi minyak kayu putih Maluku adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik Indonesia.

Gumbira-Said et al. (2003). Pengembangan industri pengolahan sabut kelapa layak dilaksanakan berdasarkan hasil kriteria investasi dimana di peroleh

(36)

NPV bernilai positif, IRR diatas suku bunga komersial (22 %) dan Net B/C di atas satu. Analisisis nilai tambah pada skala optimal menunjukkan pengolahan mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 135.65 per butir kelapa dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan mencapai 75.35 persen, bagian tenaga kerja mencapai 62.01 persen dan bagian manajemen mencapai 62.01 persen dan agar distribusi kebutuhan investasi dan modal tersebar luas, skala optimal sebaiknya dilakukan selama 6 tahun investasi. Analisa daya dukung faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis matrix IFE dan EFE yang dipetakan pada diagram SWOT, menunjukkan skor parameter peluang lebih besar dari parameter ancaman dan pengembangan agroindusti pengolahan sabut kelapa berada pada skenario optimis dan implementasi penuh merupakan alternatif terbaik.

Hasil analisis daya saing komoditas kedelai yang dilakukan oleh Siregar (2003) di DAS Brantas, menyimpulkan bahwa daya saing komoditas kedelai mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya karena produsen kedelai membayar input lebih tinggi dari harga bayangannya dan menerima harga output yang lebih rendah dari harga bayangannya sebagai dampak dari stuktur dan sistem pemasaran yang tidak efisien, dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada usahatani tersebut. Kondisi berdampak pada menurunnya jumlah petani kedelai, karena tingkat penerimaan bersih yang dicapai tidak mewakili opportunity cost atau kurang dari 20 persen dari biaya yang dikeluarkan. Selain itu skala usaha yang tidak ekonomis (relatif sangat kecil) membuat biaya per unit output yang tinggi sehingga tidak memenuhi kriteria keuntungan yang rasional untuk dilaksanakan usaha tersebut.

Hasil penelitian Astana et al. (2005), terkait jenis komoditas minyak cendana, diketahui bahwa nilai PCR minyak cendana relatif tinggi (0.76) mengindikasikan adanya distorsi pasar, namun minyak cendana masih berdaya

(37)

saing ekspor. Ekspor minyak cendana belum tergoncang jika harga inputnya meningkat sampai 84 persen dan harga outputnya menurun sampai 10 persen.

Hasil penelitian Nurasa dan Supriatna (2005), menyimpulkan bahwa komoditi perkebunan rakyat memiliki kelemahan mendasar, yaitu: (1) kualitas, kuantitas dan kontinueitas pasokan hasil tidak selalu dapat mencukupi permintaan pasar, (2) lokasi, kapasitas dan teknologi pengolahan hasil yang tidak sesuai dengan kualitas maupun kuantitas bahan baku yang tersedia dan permintaan pasar terhadap hasil olahan, dan (3) sistem pemasaran hasil kurang efisien. Kelemahan ini menimbulkan beberapa implikasi yaitu: (1) sistem agribisnis menjadi tidak efisien, biaya produk per satuan output menjadi tinggi sehingga keunggulan komparatif menjadi rendah, dan (2) rendahnya kualitas dan kontinuitas pasokan menyebabkan tingkat kepercayaan pembeli luar negeri berkurang sehingga keunggulan kompetitif menjadi rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Darmawansyah (2003) mengenai maksimisasi sektor ekonomi unggulan untuk menunjang peningkatan penerimaan daerah (studi kasus di Kabupaten Takalar) dengan menggunakan metode linier programming untuk mencari solusi optimal dalam alokasi pemanfaatan lahan dan sumber daya yang sifatnya terbatas yang pada akhirnya akan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dan PAD, menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang mampu memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 22.15 persen terhadap PAD dan PDRB. Di mana kondisi ini dapat dicapai jika penggunaan lahan di optimalkan untuk komoditas yang memiliki tingkat produktivitas serta nilai ekonomis tinggi dan memiliki potensi untuk dikembangkan di Takalar adalah padi, jagung, kacang ijo, kelapa, jambu mete, udang, bandeng dan sapi.

(38)

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Analisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC dalam penelitian ini menggunakan 2 pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam analisis dengan pendekatan kuantitatif digunakan analisis kelayakan usaha dan analisis daya saing, sedangkan dalam analisis dengan pendekatan kualitatif digunakan analisis pengidentifikasian faktor internal dan eksternal.

Analisis kelayakan usaha secara umum sering dipakai dalam menentukan layak dan tidak layaknya suatu usaha untuk dikembangkan. Suatu usaha dikatakan layak untuk dilaksanakan jika hasil analisis kelayakannya yaitu berupa nilai kriteria investasi yang meliputi nilai NPV, Net B/C, IRR dan Pay Back Period, memenuhi syarat kelayakan. Namun seiring era liberalisasi perdagangan kemudian ditemui bahwa kriteria kelayakan usaha ternyata tidak dapat memberi informasi yang cukup dalam upaya pengembangan usaha terkait peluang dan ancaman yang dapat diraih dan dihadapi, dalam kasus ini analisis daya saing memegang peranan penting.

Dalam analisis daya saing suatu produk khususnya pada daerah yang dikelompokan berada antara tahap awal dan pertumbuhan pembangunan ekonomi, unsur harga seringkali diasumsikan identik dengan hasil dari daya saing. Terkait fenomena tersebut ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing yaitu pendekatan keunggulan komparatif dengan metode Domestic Resources Cost Coeficient (k) dan keunggulan kompetitif dengan metode Privat Cost Ratio (PCR).

Jika hasil kelayakan dan daya saing cukup memuaskan seharusnya usaha akan menunjukkan trend perkembangan yang baik, namun jika yang terjadi sebaliknya maka pengidentifikasian faktor internal dan eksternal menjadi penting untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif

(39)

sebagai jawaban dari ketidaksesuaian. Analisis pengidentifikasian faktor internal dan ekternal dapat menjelaskan fenomena yang ditidak dapat dijelaskan secara kuantitatif. Analisis pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran kondisi suatu daerah atau usaha secara deskriptif, dimana ada dua bagian pada faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan persaingan yaitu kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan ancaman bagi pengembangan suatu usaha.

Upaya pengembangan usaha PMC yang efektif dan efisien sangat memerlukan strategi pengembangan yang kompeten, dimana strategi ini hanya dapat diperoleh melalui proses analisa, perumusan dan evaluasi dari faktor internal dan eksternal yang dimiliki suatu wilayah dan strategi-strategi yang telah dan belum dijalankan. Dengan kata lain hasil dari analisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC dapat dipakai dalam merumuskan dan mengevaluasi strategi-strategi yang dapat dijalankan dalam upaya pengembangan usaha. Dalam kasus ini ada 2 analisa yang dipakai yaitu (1) analisis linier programing, untuk mencari strategi yang dapat mengoptimali penggunaan sumberdaya dan (2) analisis matriks I-E untuk menilai dan menentukan strategi yang dapat dijalankan dalam program pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, dimana skema keterkaitan berbagai faktor dan alat analisa dapat dilihat pada Gambar 2.

(40)

Analisis Daya Dukung Lingkungan Internal-Eksternal dengan Tahapan: 1. Analisis Kelayakan Usaha

2. Analisis Daya Saing 3. Analisis Matriks IFE-EFE

Target Pengembangan Usaha

PMC Nasional

Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku

Pengembangan Usaha PMC

Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku

Kelayakan Usaha PMC

Maluku

Faktor Internal – Eksternal

Pengembangan Usaha PMC

di Provinsi Maluku

Strategi Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku

Prioritas Strategi

Pengembangan Usaha PMC

Analisis Strategi Pengembangan denganTahapan:

1. Analisis Linier Programming 2. Analisis Maktriks I - E Masalah: Permintaaan

Penurunan Ekspor (pangsa pasar) Permintaan domestik meningkat Perkembangan industri lanjutan Perkembangan Usaha PMC lambat

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku

(41)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Provinsi Maluku merupakan

salah satu daerah sasaran pengembangan usaha PMC nasional, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat merupakan kabupaten yang memiliki potensi tanaman cengkeh terbesar di Provinsi Maluku. Pelaksanaan Pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007.

3.2. Metode Pengambilan Contoh

Pada penelitian ini pengambilan contoh pada tingkat kecamatan, responden penentu faktor internal dan eksternal dan responden pengusaha PMC

dengan alat suling nonstainless dilakukan secara purposive sampling.

Kecamatan yang dipilih adalah Kecamatan Leihitu, Salahutu dan Amahai pada Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Kairatu dan Taniwel pada Kabupaten Seram Bagian Barat karena memiliki usaha PMC terbanyak. Pengambilan responden penentu faktor internal dan eksternal adalah sebanyak 9 (sembilan orang) yang dianggap ahli/paham tentang permasalahan yang akan dikaji yaitu dari kalangan akademis, LSM, instansi terkait dan salah satu pengusaha PMC. Pengambilan contoh untuk pengusaha PMC dengan jenis alat nonstainless (usaha PMCns) sebanyak 5 RTU dengan KAS 100 kilogram, sedangkan pengambilan contoh pengusaha PMC dengan jenis alat suling stainless (usaha PMCs) dilakukan secara stratified random sampling dimana penyuling dibedakan

(42)

kelompok usaha dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 rumah tangga usaha (RTU).

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) berupa

data kualitatif dan kuantitatif. Untuk sumber data yang digunakan adalah data primer (primary data sources) dan data sekunder (secondary data sources). Data

primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan responden terpilih, sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaahan pustaka dan data yang bersumber dari lembaga/instansi terkait dengan kajian ini.

3.4. Metode Analisis

Data yang dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Adapun metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: analisis daya dukung faktor internal dan ekternal dan analisis strategi dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.

3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku

Untuk menelaah dan mengidentifikasi daya dukung faktor internal dan ekternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dilakukan beberapa tahapan analisis yaitu:

3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh

Untuk menelaah kinerja ekonomi dan finasial usaha PMC dilakukan Analisis DCF dengan 4 metode penilaian investasi yaitu: NPV, IRR, Net B/C dan PBP pada SDR sebesar 13.5 persen, dengan persamaan sebagai berikut :

………. ….. (3.1) NPV = (1+i)t n t =0 Bt - Ct

(43)

dimana:

NPV = Net Present Value B/C = Benefit Cost ratio IRR = Internal Return Rate

Bt = penerimaan proyek pada tahun t. Ct = biaya proyek pada tahun t.

n = umur ekonomis proyek.

i = social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai social discount rate

t = tahun pelaksanaan proyek

k(PBP) = periode pengembalian

CFt = cash flow periode ke t

dengan kriteria pengambilan keputusan:

NPV > 0, usaha PMC layak untuk dilaksanakan B/C > 1, usaha PMC layak untuk dilaksanakan IRR > i, usaha PMC layak untuk dilaksanakan k ≤ n, usaha PMC layak untuk dilaksanakan

3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh

Daya saing komoditas di pasar dunia dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif, sebagai berikut:

1. Keunggulan Komparatif

Keunggulan komparatif suatu komoditas dapat dihitung dengan menggunakan metode Domestic Resource Cost (DRC). Secara formal DRC

Net B/C = (1+i) t Bt - Ct n t=0 untuk Bt - Ct > 0 n t=0 Ct - Bt (1+ i)t untuk Bt - Ct < 0 ………….... (3.2) = 0 n t=0 Bt - Ct (1+ IRR)t ...………...…...….. (3.3)

k

(PBP) = n t=0 CFt ≥ 0 ...………... ...…...….. (3.4)

(44)

didefinisikan sebagai rasio antara biaya faktor produksi domestik dengan selisih antara border price of output dan biaya faktor produksi tradeable. Suatu komoditi

dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika memiliki koefisien DRC (k) atau rasio antara DRC dan nilai tukar implisitnya lebih besar dari satu (Kasryno, 1990 dalam Astana, 2004 ). Adapun rumus DRC dan k adalah sebagai berikut:

)

(

P

T

D

DRC

=

,

p

DRC

k

=

... (3.3) dimana:

DRC = nilai ekonomi biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit devisa (Rp)

D = nilai ekonomi faktor produksi domestik yang dikorbankan untuk memproduksi satu unit output (Rp)

P = nilai ekonomi (harga internasional) satu unit output (US$)

T = nilai ekonomi faktor produksi tradeable yang digunakan untuk

memproduksi satu unit output (US$)

k = koefisien DRC

p = nilai tukar Rp terhadap US$.

Untuk menghitung DRC diperlukan analisis harga bayangan (shadow

price). Harga bayangan didefinisikan sebagai suatu harga yang terbentuk dalam

pasar persaingan sempurna. Analisis harga bayangan diperlukan untuk mengoreksi kemungkinan penyimpangan harga akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak dan kebijakan harga, yang menyebabkan harga tidak mencerminkan kelangkaan sumberdaya yang sebenarnya. Adapun penentuan harga bayangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Harga Bayangan Output

Harga banyangan output minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga batas (border price) yaitu harga free on board (fob).

2. Harga Bayangan Bahan Baku

Bahan baku (daun dan gagang cengkeh) adalah barang yang belum masuk aktivitas perdagangan internasional, oleh karena itu harga bayangan bahan baku diasumsikan sama dengan harga faktualnya dengan pertimbangan tidak

(45)

ada kebijakan pemerintah yang mengatur harga bahan baku secara langsung.

3. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diantaranya yang dilakukan oleh Martheen (1998) dan Astana et al. (2004), harga bayangan tenaga kerja

umumnya sebesar 80 persen dari upah yang berlaku. Dalam penelitian ini harga bayangan tenaga kerja diasumsikan sama dengan upah faktual tenaga kerja, dengan pertimbangangan bahwa upah tenaga kerja pada lokasi penelitian jauh dibawah UMR dan dapat dianggap mendekati harga ekonominya.

4. Harga Bayangan Bangunan

Bangunan yang digunakan dalam usaha PMC adalah bangunan yang dibuat dari bahan bangunan yang diperoleh secara lokal, oleh karena itu harga bayangan bangunan diasumsikan sama dengan harga faktualnya

5. Harga Bayangan Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penyulingan minyak cengkeh adalah

peralatan yang memiliki komponen domestik dan tradeable, namun

diproduksi dalam negeri. Berdasarkan informasi dari Barinstand harga yang ekonomi yang ditawarkan mendekati harga finansialnya.

6. Harga Bayangan Nilai Tukar

Harga bayangan nilai tukar uang yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai tukar implisit rata-rata tahun 2006-2007 rupiah terhadap dollar USA. 2. Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif dapat dilihat melalui ukuran sederhana yaitu Private Cost Ratio (PCR). PCR adalah perbandingan biaya privat faktor domestik dan

(46)

privat input tradeable. Suatu komoditi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif

jika nilai PCR lebih kecil dari satu (Pearson et all, 2005). Adapun rumus PCR

adalah sebagai berikut:

I

R

G

PCR

=

... (3.4) dimana:

PCR = rasio nilai finansial biaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit output.

G = nilai finansial biaya faktor produksi domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit output (Rp).

R = nilai finansial satu unit output (Rp).

I = nilai finansial biaya faktor produksi tradeable yang digunakan

untuk memproduksi satu unit output (Rp).

Dalam pengalokasian biaya domestik dan tradeable dalam perhitungan

koefisien DRC dan PCR sebagian besar penelitian terdahulu menggunakan menggunakan pendekatan total. Pendekatan total adalah pendekatan yang membagi tiap komponen biaya dalam komponen biaya domestik dan tradeable.

Dalam penelitian ini pendekatan total juga digunakan dalam pengalokasian komponen biaya mengikuti pengalokasian biaya yang telah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya asing

Persentasi Komponen Biaya

No. Jenis Biaya

Domestik Asing 1 2 3 4 5 Tenaga kerja Bahan baku Bangunan Peralatan Bahan lainnya 100 100 100 50 50 0 0 0 50 50

Sumber: Suryana (1981), Wahyudi (1989), Soemodihardjo (1993) dalam Astana et al (2004)

3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Evaluasi Faktor Eksternal

Matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan usaha PMC di

Gambar

Tabel  1.    Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan Jumlah  Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Tabel  2.   Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Di  Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004
Tabel 3.  Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur dalam Analisis Ekonomi dan  Finansial
Gambar 3.  Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia sangat beruntung menjadi Negara yang kaya akan kebudayaan, karena dengan adanya berbagai macam kebudayaan maka Indonesia memiliki suatu daya

Foto SEM, yang terlihat bentuk kristalisasi pada besi cor kelabu, variasi kekasaran pasir dan kadar clay tidak mempengaruhi hasil dari coran terhadap Hasil uji

Verifier 3.4.2. Implementasi kegiatan identifikasi. Papua Satya Kencana telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi terhadap jenis-jenis flora dan fauna

Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk menilai tingkat profitabilitas perbankan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Hesti Werdaningtyas

Dengan kata lain, dalam suatu proses pembelajaran, setelah seorang guru memberikan materi pembelajaran, diharapkan guru tersebut memberikan suatu rangkuman

yang menyerang berbgai jenis tanaman sayuran di lapang, untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid yang berasosiasi dengan hama Liriomyza spp., untuk

Pentingnya mengetahui berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tentang perbankan karena apabila kinerja perbankan tersebut baik, maka akan ditanggapi positif oleh

Data perdagangan negara tersebut selama periode tahun 2010-2014 menunjukkan angka impor yang lebih tinggi dari ekspor, hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan akan